Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemakaian tiang pancang untuk pondasi suatu bangunan apabila tanah

dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing

capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau jika

tanah keras yang mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat

bangunan dan beban letaknya sangat dalam.(Sardjono HS,1988)

Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis pondasi yang dapat

diterapkan pada konstruksi di atas tanah lunak. Pondasi tiang banyak

digunakan pada pekerjaan konstruksi di sebagian besar daerah Kalimantan,

karena kondisi tanah daerah Kalimantan umumnya berupa tanah lunak.

Pondasi tiang menjadi pondasi pilihan yang lebih baik dari jenis pondasi yang

lain karena waktu pelaksanaannya lebih cepat, di samping itu dapat dilakukan

pengujian terlebih dulu sebelum dipancangkan.

Pada waktu pelaksanaan pemancangan, bagian ujung tiang pancang

(tip pile) seringkali dibuat agak lancip dengan sudut tertentu. Tujuannya agar

memudahkan tiang pancang menembus lapisan tanah saat dipancang,

sehingga waktu pelaksanaan menjadi lebih cepat dibandingkan tiang pancang

yang ujungnya tidak dilancipkan. Untuk tiang pancang beton, pada ujung

tiang biasanya diberi sepatu tiang berbentuk meruncing agar memudahkan

penetrasi tiang ke dalam tanah. Biasanya kemiringan sudut pada ujung tiang

dibuat antara 45o sampai 60o. Belum ada ketentuan ataupun perhitungan

dalam menentukan besarnya sudut pada ujung tiang pancang. Di samping dari

segi kemudahan pemancangan, patut dipertanyakan apakah kemiringan sudut


2

pada ujung tiang memberikan pengaruh terhadap peningkatan daya dukung,

khususnya daya dukung ujung (end bearing) tiang pancang.

Atas dasar pemikiran tersebut, maka akan dilakukan percobaan guna

mempelajari pengaruh sudut pada ujung tiang terhadap peningkatan daya

dukung ujung (end bearing) tiang pancang. Percobaan dilakukan dengan

memodelkan tiang pancang langsung di lapangan, dengan beberapa variasi

sudut ujung tiang (90, 75, 60, 45, dan 30) menggunakan alat sodir (cone

penetrometer) untuk mendapatkan data tahanan ujung sehingga diketahui

besarnya daya dukung tiang.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini membahas tentang pengaruh kemiringan sudut pada

ujung tiang terhadap peningkatan daya dukung pondasi tiang pancang.

Kapasitas daya dukung tiang terdiri dari daya dukung ujung (Q p) dan daya

dukung selimut tiang (Qs). Dalam percobaan ini ingin diketahui bagaimana

pengaruh kemiringan sudut ujung tiang pancang terhadap peningkatan daya

dukung. Karena bagian yang diamati adalah bagian ujung tiang, maka

percobaan ini lebih mengarah kepada daya dukung ujung tiang (end bearing),

sehingga pada percobaan ini pengaruh daya dukung selimut tidak menjadi

fokus pembahasan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat model tiang

sedemikian rupa di mana pada bagian ujung tiang dibuat agak membesar,

sehingga tidak ada pengaruh tahanan selimut pada saat pengujian dengan

menggunakan mesin sondir. Karena percobaan ini membahas tentang daya


3

dukung ujung tiang (end bearing), maka tiang pancang ini termasuk dalam

kategori tiang pancang tahanan ujung (end bearing pile), yaitu tiang pancang

yang menyalurkan beban kerja ke lapisan tanah keras (Ir. Sardjono HS.1998),

sehingga tahanan ujungnya lebih diutamakan. Untuk pondasi tiang yang

menembus sampai lapisan tanah keras, maka daya dukung ujung (end bearing)

memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap daya dukung total.

Adapun jenis tiang pancang yang digunakan dalam percobaan ini

adalah tiang pancang kayu ulin. Hal ini dikarenakan dengan tiang pancang

yang terbuat dari kayu, pembentukan kemiringan sudut pada ujung tiang yang

bervariasi lebih mudah dilakukan. Pemilihan kayu ulin sebagai tiang pancang

dikarenakan lokasi pengujian di laksanakan di daerah Banjarbaru yang

tanahnya relatif lebih keras dari pada tanah di daerah Banjarmasin.

1.3 Tujuan

Tujuan Penelitian mengenai pengaruh kemiringan sudut pada ujung

tiang terhadap peningkatan daya dukung pondasi tiang pancang adalah :

Mengetahui besarnya daya dukung ujung tiang (end bearing) dari

beberapa variasi kemiringan sudut ujung tiang yang diuji.

Membandingkan daya dukung dari beberapa variasi kemiringan sudut

ujung tiang yang diuji.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uji Penetrasi Kerucut (CPT)


4

Cone Penetration Test (CPT) atau uji penetrasi kerucut adalah uji

sederhana yang dipakai semakin luas untuk lempung lunak dan pasir halus

sampai pasir setengah kasar. Pengujian ini tidak diterapkan pada tanah

berkerikil dan lempung kaku/keras. Pengujian ini dilakukan dengan

mendorong kerucut baku kedalam tanah dengan kecepatan 10 sampai 20

mm/detik. Pengujian ini secara periodis dapat dihentikan untuk memasang

batang 1 meteran guna menambah kedalaman; akan tetapi, beberapa bentuk

pendorong memungkinkan pemasangan batang-batang dengan panjang ekstra

untuk dorongan yang hampir tak terputus. Data yang dikumpulkan ialah

tahanan ujung qc dan tahanan gesek selongsong qs. (Joseph E. Bowles, P.E.,

S.E, 1988).

Pengukuran tahanan ujung atau hambatan konus qc dan hambatan lekat

qs dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

- Penyondiran cara mekanis

- Penyondiran cara elektris.

Penyondiran cara mekanis digunakan pipa-pipa sondir sepanjang 1 m yang di

dalamnya dipasang sebuah batang dengan kepanjangan yang sama seperti itu.

Pipa-pipa dengan batang-batang di dalamnya ini dilengkapi ulir sekrup

konus atau bikonus. (J. Kwantes, 1971)

Pada penyondiran cara mekanis, hambatan konus dan hambatan lekat dapat

diukur melalui dua cara yaitu :

- Dengan manometer yang mengukur tekanan oli yang terdapat pada alat

tekan.

- Pengukuran dengan listrik dimana digunakan sebuah pengukur regangan.


5

Sedangkan penyondiran cara elektris, dalam pipa sondir dipasang sebuah

kabel. Melalui kabel ini impuls-impuls listrik dialihkan ke dalam aparat ukur

dan tulis yang dipasang di atas tanah. Penyondiran dilaksanakan secara

kontinyu untuk mengukur nilai-nilai hambatan konus qc dan hambatan lekat.

Dalam percobaan ini batang konus yang digunakan pada sondir (cone

Penetrometer) diganti dengan benda uji, yaitu tiang dari kayu ulin. Dengan

demikian data tahanan ujung (end bearing) benda uji yang diperoleh dari

pembacaan manometer dapat dijadikan sebagai besarnya daya dukung.

Kecepatan penetrasi benda uji ke dalam tanah sebesar 10 sampai 20 mm/det.

2.2 Pemboran dan Pengambilan Contoh Tanah

Bilamana sesudah mendapatkan hasil penyelidakan tanah langsung di

lapangan masih dirasa perlu pengetahuan yang lebih teliti, maka eksplorasi

tanah itu harus dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah dari lapisan

bawah. Untuk itu biasanya dibuatkan suatu lubang bor ke dalam tanah

setempat, kemudian dilakukan pengambilan contoh tanah pada kedalaman

tertentu untuk selanjutnya diuji di laboratorium.

Pemboran beserta pengambilan contoh tanah pada letak asli dapat

memberikan informasi yang teliti dan terpercaya mengenai karakteristik-

karakteristik fisik dan mekanis tanah, dalam arah vertikal pada titik pemboran.

Alat-alat bor yang sering digunakan untuk eksplorasi tanah adalah:

- Alat bor tangan (hand auger boring)

- Alat bor rotasi tangan (hand feed rotary drilling)

- Alat bor rotasi hidrolik (hydraulic feed rotary drilling)


6

Dua buah metode yang paling biasa dipakai adalah pemboran dengan

injeksi air (wash boring) dan dengan bor (auger). Pemboran dengan auger

menerus pada saat ini paling banyak dilakukan karena mempunyai sejumlah

keuntungan dibandingkan dengan metode wash boring, seperti:

1. Percobaan berlangsung singkat.

2. Contoh tanah lebih sedikit terganggu jika dibandingkan wash boring.

3. Lebih mudah secara visual untuk mengetahui perubahan lapisan dari sisa-

sisa tanah yang didapat dari auger.

4. Lubang bor tidak memerlukan selubung (casing) apabila menggunakan

batang auger berongga, karena pengujian tambahan dan pengambilan

contoh dapat dilakukan melalui batang tersebut.

5. Dapat melakukan uji penetrasi dan contoh tanah tidak terganggu dapat

diambil dengan menarik batang berongga setelah mata bor (bit plug)

dibuka.

Pengambilan contoh tanah dibagi dalam pengambilan contoh tanah

tidak terganggu (undisturbed sampling) dan pengambilan contoh tanah

terganggu (disturbed sampling). Contoh tanah tidak terganggu diperlukan

untuk penentuan berat isi (unit weight) atau untuk mendapatkan karakteristik

mekanik seperti kekuatan atau penurunan. Untuk keperluan pengujian tanah

yang sederhana seperti pengamatan contoh tanah, klasifikasi tanah, dan uji

pemadatan untuk bahan timbunan dapat digunakan contoh tanah terganggu.

Akan tetapi kondisi pengujian harus sama dengan kondisi pada tempat asli

tanah tersebut, terutama mengenai kadar air asli tanah itu.


7

2.3 Tiang Pancang

Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu,

beton, atau baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban

permukaan ketingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah dalam massa

tanah. Hal ini merupakan distribusi vertikal dari beban sepanjang poros tiang

pancang atau pemakaian beban secara langsung terhadap lapisan yang lebih

rendah melalui ujung tiang pancang. Distribusi muatan vertikal dibuat dengan

menggunakan sebuah gesekan, sedangkan pemakaian beban secara langsung

dibuat oleh sebuah titik ujung. (Joseph E. Bowles, P.E., S.E, 1988).

Menurut cara pemindahan beban, tiang pancang dibagi dua yakni:

1. Ting pancang dengan tahanan ujung (Point/End Bearing Pile)

Tiang ini meneruskan beban melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras.

2. Tiang pancang friksi (Friction Pile)

Tiang ini meneruskan beban ke tanah melalui geseran kulit (skin

friction).Tiang ini terbagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Compaction pile.

b. Floating pile foundation.

Menurut bahan yang digunakan, tiang pancang dibagi empat, yakni:

1. Tiang pancang kayu.

2. Tiang pancang beton

a. Precast reinforced concrete pile.

b. Precast prestressed pile.

c. Cast in place.

3. Tiang pancang baja.


8

a. H pile.

b. Pipe pile.

4. Tiang pancang komposit

a. Kayu-beton.

b. Baja-beton.

2.4 Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang

Pemakaian tiang pancang dipergunakan untuk suatu pondasi untuk

suatu bangunan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak

mempunyai daya dukung (bearing capacity), yang cukup untuk memikul berat

bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras yang mana mempunyai daya

dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya letaknya

sangat dalam. (Ir. Sardjono HS, 1998).

Perhitungan daya dukung aksial pondasi tiang berdasarkan data uji sondir

sering disebut ekstrapolasi dengan atau tanpa koreksi. Hal ini adalah karena

komponen-komponen yang terukur dari uji sondir (tahanan ujung dan gesekan

selimut) merupakan representasi dari komponen-komponen daya dukung

tiang. Perbedaan utama antara alat sondir dan pondasi tiang terletak pada

ukurannya, bentuk ujung, sifat permukaan dan mekanisme keruntuhannya.

Analisis yang dikemukakan disini berlaku untuk tiang pancang tahanan ujung

(end bearing pile).

End bearing pile dipancang sampai pada lapisan tanah keras, yang mampu

memikul beban yang diterima tiang tersebut. Lapisan tanah keras ini dapat

berupa lempung keras sampai pada batu-batuan tetap yang keras.


9

Kemampuan suatu tiang pancang dapat ditinjau dari beberapa segi, seperti :

1. Terhadap kekuatan bahan tiang

P tiang bahan Atiang

P tiang kekua tan izin tiang pancang kg .

bahan tegangan tekan izin bahan tiang kg / cm 2 .

Atiang luas penampang tiang pancang cm 2 .

2. Terhadap kekuatan tanah

a. Berdasarkan data konus.

Meyerhof memberikan rumus Qp (beban ultimate) = A x qp,

di mana harga qp ditentukan dari data konus qc. Nilai konus untuk

menghitung kemampuan tanah di ujung pondasi tiang menurut

Meyerhof adalah nilai qc yang terkecil di bawah ujung tiang pada

kedalaman 4 x diameter tiang. Menurut Meyerhof, tahanan ujung tiang

mendekati tahanan ujung konus sondir dengan rentang 2/3 qc hingga

1.5 qc dan Meyerhof menganjurkan untuk keperluan praktis agar

digunakan

qp = qc

Selanjutnya tahanan selimut pada tiang dapat diambil langsung

dari gesekan total (jumlah hambatan pelekat = JHP) dikalikan dengan

keliling tiang, sehingga formula untuk metode langsung ini dapat

dituliskan :

Qu = qc . Ap + JHP . Kll

di mana :
Ap = Luas tampang tiang

JHP = jumlah hambatan lekat


10

Kll = keliling tiang

Formula ini diadaptasi di Indonesia dengan mengambil

SF1 = angka keamanan untuk tahanan ujung = 3

SF2 = angka keamanan untuk gesekan = 5

sehingga daya dukung izin pondasi dinyatakan dalam :

qc. Ap JHP.Kell
Qijin = +
SF1 SF2

Jenis pondasi tiang yang diuji dalam percobaan ini adalah tiang

pancang tahanan ujung (end bearing pile), maka yang diperhitungkan

adalah daya dukung ujung tiang (daya dukung akibat gesekan

diabaikan). Sehingga rumus di atas menjadi :

qc. Ap
Qp =
SF1

b. Berdasarkan daya dukung tanah

Perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan menggunakan

data-data tanah disebut juga dengan penentuan daya dukung tiang cara

statik. Banyak metode perhitungan yang dapat digunakan, namun

dalam kesempatan ini dipilih perhitungan daya dukung tiang cara

Meyerhof sebagai pembanding terhadap perhitungan daya dukung

tiang dengan data sondir.

Daya Dukung Ujung Tiang (Qp) Cara Meyerhof (1976)

a. Tanah Pasir (-Soils)

Formula yang digunakan adalah :

Qp1= Ap x qp = Ap x qx Nq
11

Dimana :

Qp1 = daya dukung ujung tiang

qp = qx Nq = daya dukung per satuan luas

Ap = luas penampang ujung tiang

q = tegangan vertikal efektif tanah pada ujung tiang

Nq = faktor daya dukung ujung

Harga qp tidak dapat melebihi daya dukung batas ql, karena itu

daya dukung ujung tiang tidak boleh lebih besar dari:

Qp2 = Ap x ql = Ap x 50 Nq x tan

di mana:

Qp2 = daya dukung ujung tiang

ql = daya dukung batas

= sudut geser dalam

Harga Qp1 dan Qp2 dibandingkan dan diambil harga yang terkecil

sebagai daya dukung ujung tiang. Harga N q ditentukan sebagai

fungsi dari sudut geser dalam tanah () seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.1.

Untuk tanah pasir berlapis, harga qp ditentukan dengan cara

berikut :

qp = ql(l) + [ql(d) - ql(l)] Lb/10D


dimana:

ql(l) = harga ql pada lapisan pasir lepas (loose sand)

ql(d) = harga ql pada lapisan pasir padat (dense sand)

Lb = panjang penetrasi ke dalam lapisan tanah

D = diameter tiang
12

Harga qp di atas dibandingkan dengan harga ql(d) dan diambil harga

yang lebih kecil. Kemudian dikalikan dengan luas penampang

ujung tiang (Ap) sehingga diperoleh daya dukung ujung tiang (Qp).

Gambar 2.1 Faktor-faktor kapasitas dukung untuk pondasi dalam


(diambil dari Myerhof (1976))
b. Tanah Lempung (Cohesive Soils)

Formula yang digunakan adalah:

Qp = Ap x qp = Ap x cu x Nc

di mana: Qp = daya dukung ujung tiang

Ap = luas penampang ujung tiang

cu = kohesi tanah kondisi undrained

Nc = faktor daya dukung ujung

Harga Nc dapat ditentukan dari Gambar 2.1

Untuk tanah pada umumnya (c- soils), kapasitas daya dukung

ujung menurut Meyerhof sebagai berikut:

Qp = Ap x [cNc+ qNq]
13

Apabila memperhitungkan berat tiang pancang, persamaan di

atas menjadi:

Qp = Ap x [cNc+ q(Nq-1)]

dimana : Qp, Ap, c, q, Ncdan Nqadalah sama dengan

sebelumnya

= factor, menurut Meyerhof bernilai 1

Parameter berat volume tanah (), kohesi (c), dan sudut geser

dalam () untuk perhitungan daya dukung di atas diperoleh dari pengujian

sampel tanah di laboratorium. Berat volume tanah () didapat melalui

pemeriksaan berat volume, sedangkan kohesi (c) dan sudut geser dalam

() akan diperoleh dari pengujian kekuatan geser langsung (direct shear

test).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Waktu

Penelitian dilakukan dalam waktu 3 bulan, dimana dalam kurun

waktu tersebut dilakukan penelitian di lapangan dan di laboratorium.

Penelitian dilakukan mulai awal bulan Mei 2004 sampai awal bulan Agustus

2004. Jadual penelitian terlampir.

3.1.1 Tempat

Percobaan pengujian sampel dilakukan di lokasi sekitar kampus

Fakultas Teknik UNLAM Banjarbaru.


14

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kayu ulin

diameter 10 cm, panjang 150 cm sebanyak 30 buah dengan rincian sebagai

berikut :

a. Sudut ujung 30 sebanyak 6 buah.

b. Sudut ujung 45 sebanyak 6 buah.

c. Sudut ujung 60 sebanyak 6 buah.

d. Sudut ujung 75 sebanyak 6 buah.

e. Sudut ujung 90 sebanyak 6 buah.

3.2.2 Alat

Alat Uji Penetrasi Kerucut/Sondir

a. Mesin sondir merk Gouda kapasitas 250 kg/cm2.

b. Manometer.

c. Empat buah angker dengan perlengkapannya berupa mur telinga dan

dua buah besi kanal.

d. Kunci pipa (2 buah), oli, minyak hidrolik.

e. Kop tumbukan.

f. Alat gali.

g. Penyangga tiang.

Alat Pengambilan Contoh Tanah.

a. Alat bor tangan (hand boring) yang terdiri dari:

Kop tumbukan
15

Stang bor (rod).

Pengunci tabung contoh tanah (stick apparatus).

Alat pemutar (handle).

Mata bor (auger) jenis Iwan besar.

Tripod + satu set katrol.

b. Tabung sampel berbentuk silinder dengan panjang 50 cm, ujung dari

tabung meruncing dengan = 6,85 cm.

c. Kunci pipa paling sedikit 2 buah untuk memasang atau membuka stick

apparatus.

d. Palu sebagai alat pemukul agar tabung contoh dapat masuk ke dalam

tanah pada waktu pengambilan contoh tanah.

Alat Pemeriksaan Kekuatan Geser Langsung

a. Cincin direct shear dengan perlengkapannya.

b. Cincin pemeriksaan 2 bagian dan 2 buah batu pori,

c. Stop watch.

d. Sebuah extruder dan pisau pemotong tanah.

e. Cincin cetak benda uji, gemuk (grease).

f.Beban 2 kg, 4 kg, dan 7 kg.

3.3 Perlakuan dan Rancangan Percobaan

Kayu ulin yang digunakan sebagai benda uji dibentuk pada bagian

ujungnya (tip pile) dengan beberapa variasi sudut keruncingan yaitu, 90, 75,

60, 45,dan 30. Kayu ulin yang telah diruncingkan tersebut dipasang pada

alat mesin sondir lalu dipancang kedalam tanah. Pemancangan dengan


16

menggunakan mesin sondir dimaksudkan agar dalam pemancangan dapat

diketahui tahanan ujung tiang (end bearing) dari pembacaan manometer yang

dipasang pada mesin sondir tiap penurunannya (umumnya 20 cm).

3.4 Pengamatan

Adapun hal yang diamati pada saat melaksanakan percobaan adalah

besarnya nilai tahanan ujung benda uji dari pembacaan manometer pada alat

sondir tiap kedalaman 20 cm, hingga penetrasi tiang benda uji mencapai

kedalaman 140 cm. Seluruh benda uji diberi perlakuan yang sama dan

diamati hingga didapatkan data untuk seluruh benda uji.

3.5 Prosedur Percobaan

3.5.1 Prosedur Percobaan dengan Menggunakan Alat Sondir


(ASTM D 3441)

Prosedur pengujian dengan menggunakan alat sondir adalah sebagai berikut:

a. Permukaan tanah tempat pengujian dikupas sedalam 10 cm.

b. Angker dipasang pada 4 titik untuk memegang mesin sondir.

c. Pemasangan mesin sondir pada tempat pemeriksaan, kedudukannya

harus vertikal.

d. Kayu ulin yang telah dilancipkan ujungnya (dengan sudut yang

bervariasi) diletakkan pada mesin sondir dimana kepala tiang ulin

ditutup/dilindungi dengan kop tumbukan dan batang tiang diberi

penyangga agar tegak lurus pada saat dipancang.


17

e. Kayu ulin ditekan kedalam tanah dengan memutar roda putar mesin

sondir dengan kecepatan 10 sampai 20 mm/detik sampai kedalaman 20

cm.

f. Setelah penetrasi sedalam 20 cm, batang ditekan sedalam 4 cm,

pembacaan manometer adalah menunjukkan perlawanan penetrasi ujung

kayu ulin [c].

g. Pembacaan manometer selanjutnya dilakukan setiap penekanan batang

sedalam 20 cm.

h. Kayu ulin dipancang ke dalam tanah sedalam 140 cm.

i. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemancangan satu batang

benda uji, termasuk mendirikan alat sondir, penyetelan, sampai dengan

melepaskan angkur, adalah 3 jam.

j.Percobaan menggunakan mesin sodir dengan jumlah benda uji sebanyak

30 batang dilakukan sebanyak 8 kali dalam waktu 2 bulan, dimana tiap

minggunya dilakukan sekali pengujian, dengan rincian sebagai berikut :

Minggu pertama dan minggu kedua dilakukan pengujian masing-

masing 3 sampel benda uji.

Minggu ketiga sampai minggu kedelapan dilakukan pengujian

masing-masing 4 sampel benda uji.

3.5.2 Prosedur Pengambilan Sampel Tanah


(ASTM D 1452-65)

a.Pemasangan mata bor pada stang bor dan pada bagian pipa batang

pemutar handle tersebut.


18

b. Pemboran dilakukan dengan memutar dan menekan stang bor tepat

tegak lurus dan putaran searah jarum jam.

c.Setiap kedalaman 20 cm, bor dicabut lalu tanahnya diambil dan diteliti

serta dicatat mengenai warna dan jenis tanahnya.

d. Setelah kedalaman 0,5 m, mata bor dilepas dan diganti dengan stick

apparatus kemudian dipasang tabung untuk pengambilan contoh tanah.

e.Kop stang bor dipukul supaya tabung masuk ke dalam tanah, diusahakan

pemukul tegak terhadap kop stang bor.

f.Setelah tabung diperkirakan penuh, stang bor diputar dua putaran unutk

mematahkan contoh tanah pada bagian dasarnya.

g. Angkat tabung yang berisi contoh tanah, pasang lagi tabung yang lain

pada stick apparatus.

h. Lakukan seperti prosedur e,f, dan g.

i. Tanah yang berada pada ujung-ujung kedua tabung dibuang setebal kira-

kira 3 cm, kemudian ditutup dengan parafin.

3.5.3 Pengujian Contoh Tanah di Laboratorium

Contoh tanah diuji di laboratorium untuk menentukan parameter-

parameter tanah yang diperlukan dalam perhitungan daya dukung tiang.

Parameter tanah tersebut adalah berat volume (), kohesi (c), dan sudut

geser dalam (). Pengujian contoh tanah yang dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan Berat Volume Tanah

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan data berat volume

tanah (). Contoh tanah dikeluarkan dari tabung, dimasukkan ke dalam


19

ring yang telah diketahui berat (W1) dan volumenya (V). Kemudian ring

berisi contoh tanah ditimbang didapat berat contoh tanah + ring (W 2),

sehingga berat volume tanah dapat dihitung sebesar:


W2 W1
V

b. Pemeriksaan Kekuatan Geser Langsung

Referensi: ASTM D 3080-90; ASTM STP No. 131: Direct Shear

Testing of Soil(1952).

Pengujian dilakukan dengan menempatkan contoh tanah ke

dalam kotak geser berdiameter 6,4 cm. Batu pori diletakkan pada

bagian atas dan bawah contoh tanah, lalu blok pembebanan diletakkan

di atasnya. Suatu beban normal Pv dikerjakan pada benda uji, maka

kedua bagian kotak akan sedikit bergeser, perpindahan horizontal h

akan diperoleh untuk beban horizontal Ph yang bersesuaian.

3.6 Analisa Data

Data-data hasil pengujian tiang dengan alat sondir dapat digunakan

langsung dalam perhitungan daya dukung, sehingga diperoleh nilai tahanan

ujung tiang. Data yang diperoleh dari percobaan kuat geser langsung

[deformasi horizontal (h), gaya horizontal (Ph), dan gaya normal (Pv)]. Dari

data tersebut dibuat grafik hubungan tegangan geser s terhadap tegangan

normal n, dimana:
20

Ph P
s dan n v
A A

A luas penampang benda uji.

Menurut teori Mohr-Coulomb, besar tegangan geser tanah adalah:

s = c + n tan

Dengan demikian dari grafik s vs n didapat nilai kohesi [c] dan

sudut geser dalam tanah [].

3.7 Menghitung Daya Dukung

Besarnya daya dukung ujung (end bearing) dari masingmasing


tiang dengan kemiringan sudut yang bervariasi dihitung dengan menggunakan

qc. Ap
persamaan : Qp = . Besarnya daya dukung juga dihitung
SF1

menggunakan persamaan Meyerhof berdasarkan data tanah hasil uji


laboratorium sebagai pembanding.

3.8 Membandingkan Daya Dukung dari Variasi Benda Uji

Hasil perhitungan daya dukung ujung (end bearing) dari beberapa

variasi benda uji tersebut dibandingkan, sehingga dapat diketahui bagaimana

pengaruh kemiringan sudut pada ujung tiang terhadap daya dukung tiang

pancang.

3.9 Kesimpulan

Membuat kesimpulan dari seluruh kegiatan di atas sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini.


21

DIAGRAM ALUR KEGIATAN

Untuk memberikan gambaran mengenai tahapan pekerjaan dan

mempermudah dalam pencapaian tujuan, maka dibuat diagram alur seperti terlihat

pada gambar 3.1

Mula
i

Permasalahan

Studi literatur

Penentuan Lokasi

Pengadaan Benda Uji Pengambilan Contoh Tanah


menggunakan Hand Boring

Pengujian menggunakan
alat sondir di lapangan
Pengujian
Laboratorium

Analisis data

Menghitung Daya Dukung

Membandingkan Daya Dukung


dari Beberapa Benda Uji

Kesimpulan

Selesai
22

Gambar 3.1 Diagram Alur Kegiatan


DAFTAR PUSTAKA

Al-Khafaji. Andersland. 1992. Geotechnical Engineering and Soil Testing.


Saunders College Publishing.

Bowles, Joseph E. 1992. Engineering Properties of soils and Their


Measurement. McGraw-Hill.

Bowles, Joseph E. 1991. Analisa dan Desain Pondasi. Jilid 1. Erlangga.


Jakarta.

Bowles, Joseph E. 1991. Analisa dan Desain Pondasi. Jilid 2. Erlangga.


Jakarta.

G. Sanglerat. 1972. The Penetrometer and Soil Exploration. Elsevier


Publishing Co.

HS, Sardjono. 1988. Pondasi Tiang Pancang. Jilid 1. Sinar Wijaya.


Surabaya.

HS, Sardjono. 1988. Pondasi Tiang Pancang. Jilid 2. Sinar Wijaya.


Surabaya.

Kwantes, J. 1971. Ilmu Bangunan. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Meigh, A. C. 1987. Cone Penetration Testing methods and interpretation.


Ciria. London.

NAVFAC DM-7. 1971. Desain Manual Soil Mechanics, Foundation and


Earth Structure. U. S. Naval Publication.

Pradoto. Suhardjito. Penyelidikan Lapangan Dalam Rekayasa Geoteknik.


Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.

Rahardjo, Paulus P. Manual Pondasi Tiang ISBN 979-95267-0-1. Program


Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan.

Sosrodarsono, Suyono. Nakazawa, Kazuto. 2000. Mekanika Tanah dan


Teknik Pondasi. Pradnya Paramita. Jakarta.
23

JADUAL RENCANA KEGIATAN


PENYUSUNAN SKRIPSI

No. Jenis Kegiatan Bulan


Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi dengan
dosen pembimbing
2 Penyiapan lokasi
dan Pengadaan
benda uji
3 Pelaksanaan di
lapangan :
- Pengujian dengan
sondir
- Hand boring dan
pekerjaan lab
4 Analisa data

5 Penyusunan
laporan
6 Diskusi dan
seminar
7 Perbaikan laporan
dan penggandaan
8 Penjilidan
24

Anda mungkin juga menyukai