Oleh :
NELFRIDES
No. BP. 1010334079
Oleh :
NELFRIDES
No. BP. 1010334079
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. dr. Fauziah Elytha, MSc Dr.Masrizal Dt. Mangguang, SKM, MBiomed
NIP. 19530312 198003 2 005 NIP. 19733112 199803 1 014
PERNYATAAN PERSETUJUANTIM PENGUJI
NELFRIDES
No. BP. 1010334079
Penguji I
Penguji II
DATA MAHASISWA:
Nama Lengkap : Nelfrides
Nomor Buku Pokok : 1010334079
Tanggal Lahir : 05 Desember 1968
Tahun Masuk : 2010
Peminatan : Epidemiologi
Nama Pembimbing Akademik : Dr.dr. Fauziah Elytha, MSc
Nama Pembimbing I : Dr.dr. Fauziah Elytha, MSc
Nama Pembimbing II : Dr.Masrizal Dt Mangguang, SKM, MBiomed
Nama Penguji I : Abdiana, SKM, M. Epid
Nama Penguji II : Ratno Widoyo, SKM, MKM
Nama Penguji III : Magzaiben Zainir, SKM, M. Kes
JUDUL PENELITIAN:
FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG
TAHUN 2015
Menyetujui, Mengesahkan,
Dekan FKM UNAND Ketua Prodi IKM
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul :
FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KOTA PADANG
TAHUN 2015
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akanmenerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Nelfrides
No.BP:1010334079
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nelfrides
No. HP : 082170076292
E-mail : nelfrides_aidil@yahoo.com
Riwayat Pendidikan
ABSTRAK
Tujuan
Campak merupakan penyakit menular penyebab utama kematian anakIndonesia.Pada
tahun 2015 angka kejadian campak di Sumatera Barat yaitu 223 kasus.Kota Padang
pada tahun 2015 terdapat 63 kasus campak pada balita dan 1 kali mengalami
Kejadian Luar Biasa.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko
kejadian campak pada balita di Kota Padang.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain case control. Lokasi
penelitian dilakukan di Kota Padang dari bulan Januari sampai Oktober 2016.
Sampel terdiri dari 33 kasus dan 33 kontrol dengan matching umur dan jenis
kelamin. Pengambilan sampel menggunakan teknik systematic random sampling
untuk kasus dan purposive random sampling untuk kontrol. Pengolahan data
menggunakan analisis univariat dan anlisis bivariat dengan uji statistik Mc Nemar.
Hasil
Hasil analisis bivariat hubungan variabel independen dengan dependen diperoleh
bahwa pengetahuan ibu OR = 3,17 (95%CI = 1,26-7,92), p=0,01, sikap ibu OR =
3,33 (95%CI = 0,91-12,11), p= 0,05, status imunisasi OR = 1,83 (95% CI = 0,67-
4,95), p=0,22 , sikap petugas OR = 1,50 (95% CI= 0,61-3,66) , p=0,37.
Kesimpulan
Penelitian ini memperlihatkan bahwapengetahuan ibu berhubungan secara signifikan
dengan kejadian campak pada balita di Kota Padang. Untuk itu disarankan kepada
petugas kesehatan agar melakukan penyuluhan kesehatantentang penyakit campak
dan pencegahannya kepada masyarakat terutama ibu-ibu
Daftar Pustaka : 22 (2003-2015)
Kata Kunci : Campak, Balita, Pengetahuan, KLB
i
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ANDALASUNIVERSITY
Undergraduate Thesis, October 2016
NELFRIDES, No. BP 1010334079
RISK FACTORS OF MEASLESIN CHILDREN UNDER 5 YEARS OLD AT
PADANG CITY IN 2015
xi + 49 pages, 9 tables, 4 pictures, 9 appendices
ABSTRACT
Objective
Measles is an infectious disease cause of death of children in Indonesia. In 2015, the
incidence of measles in West Sumatra is 223 cases. Padang City in 2015 there were
63 cases of measles toddlers and once times appeared outbreaks of measles.. The
purpose of this study was to determine the risk factors for the incidence of measles in
toddlers in the city of Padang.
Method
Research type is analytic with case control study design. The researchwas held at
Agam from January to October 2016. Samples consisted of 33 cases and 33 controls
with matching age and sex. Samplingtechniquewas done by using systematic random
sampling of cases and purposive random sampling of controls.The data were
analyzed by usingunivariate and bivariate by using Mc Nemartest.
Result
The results of the bivariate analysis of independent variables with the dependent
relationship is obtained that knowledge of the mother OR = 3.17 (95% CI = 1.26 -
7.92), p = 0.01, attitude of mothers OR = 3.33 (95% CI = 0.91 - 12.11), p = 0.05,
measles immunization status OR = 1.83 (95% CI = 0.67 - 4.95), p = 0.22, attitude of
healthy profession OR = 1.50 (95% CI = 0,61-3,66), p = 0.37),
Conclusion
This study shows that knowledge of mothers significantly associated with the
incidence of measles in tooddlers in the city of Padang. It is recommended to healthy
profession to conduct health education about measlesand manner prevention to the
community, especially mothers.
References : 37 (1997-2014)
Keywords :Measles, Toddler, Knowledge, Outbreaks
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
pikiran dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Defriman Djafri, SKM, MKM, PhD selaku Dekan Fakultas Kesehatan
2. Ibu Dr. dr. Fauziah Elytha, MSc, selaku Pembimbing I yang telah banyak
penelitian ini.
yang juga memberikan spirit yang membangun yang sangat berguna bagi
5. Papa Syafri (alm) dan Mama Nelis, orang tua saya yang memberikan
iii
Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, demi kesempurnaan skripsi
ini penelitimengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya
Padang,Oktober 2016
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PENGESAHAN
ABSTRAK ................................................................................................................... i
v
2.1.6 Epidemiologi ........................................................................................ 11
4.4.1 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ..... 37
4.4.2 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ................ 38
4.4.4 Hubungan Sikap Petugas Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ......... 39
vi
BAB 5 : PEMBAHASAN ......................................................................................... 41
5.2.5 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Campak Pada Balita ......... 44
5.2.6 Hubungan Sikap Ibu dengan Kejadian Campak Pada Balita .................... 45
5.2.8 Hubungan Sikap Petugas dengan Kejadian Campak pada balita .............. 47
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan .................... 35
Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ...... 38
Tabel 4.6 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ................. 38
Tabel 4.7 Hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Campak Pada Balita ...... 39
Tabel 4.8 Hubungan Sikap Petugas Terhadap Kejadian Campak Pada Balita .......... 39
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
3. Kuisioner Penelitian
4. Master Tabel
5. Output Data
8. Izin Penelitian
x
DAFTAR SINGKATAN
xi
BAB 1 : PENDAHULUAN
juta kematian anak akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan
5 % penyebab kematian anak dibawah lima tahun. Jumlah kasus campak di regional
SEARO meningkat dari 78.574 kasus pada tahun 2000 menjadi 94.562 kasus pada
anak balita yang tidak mendapat imunisasi dan anak-anak yang tidak mendapat
kekebalan setelah pemberian satu dosis vaksin campak karena efikasi vaksin campak
sehingga dapat terjadi KLB pada kelompok ini.Di Indonesia dilaporkan pada tahun
2010 telah terjadi 188 kejadian luar biasa campak dengan 3.044 kasus. Sementara
dari laporan rutin campak jumlah kasus pada tahun 2010 adalah 19.111 kasus.
Distribusi kelompok umur pada KLB dengan cakupan imunisasi yang rendah
umumnya terjadi pada kelompok umur 1 4 tahun dan 5 9 tahun, sedangkan pada
beberapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser
pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Kematian penderita
bronchopneumonia, diare berat dan gizi buruk serta penanganan yang terlambat[2].
1
2
imunisasi, terjadi penurunan insiden campak dan pergeseran umur ke umur yang
lebih tua.Walaupun cakupan imunisasi cukup tinggi, KLB campak mungkin saja
masih akan terjadi yang diantaranya disebabkan adanya akumulasi anak-anak rentan
pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau universal child
imunzation (UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi campak kesempatan
kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I VI (Catch up) secara bertahap yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak
tahun 2005 sampai Agustus 2007 dilakukan kegiatan crash program campak
terhadap anak usia 6 59 bulan dan anak usia sekolah di seluruh provinsi dalam 5
phase dan follow up campaign dilakukan bertahap sejak tahun 2009 2011. Dengan
menurun sehingga upaya program dan jumlah wilayah endemis campak juga
berkurang. Endemis campak adanya transmisi campak indigenous atau import secara
terus menerus selama lebih dari 12 bulan di suatu wilayah (kabupaten/ kota). Daerah
dengan cakupan imunisasi campak rendah atau dengan akumulasi kelompok rentan
padat memungkinkan terjadinya penularan terhadap kasus campak yang terjadi pada
3
suatu wilayah. Angka kejadian campak di Provinsi Sumatera Barat didapat angka
sebagai berikut : tahun 2010 sebanyak 410 kasus , tahun 2011 sebanyak 508 kasus,
tahun 2012 sebanyak 424 kasus, tahun 2013 sebanyak kasus dan tahun 2014
sebanyak 421 kasus. Tahun 2015 periode Januari s/d Juni tercatat sebanyak 223
kasus[7].
penyakit campak. Angka kejadian penyakit campak di Kota Padang dapat dirinci
dari tahun 2010 s/d 2014 adalah sebagai berikut : tahun 2010 sebanyak 113 kasus,
tahun 2011 sebanyak 177 kasus, tahun 2012 sebanyak kasus 50 kasus dengan
kejadian luar biasa campak pada wilayah Puskesmas Pauh sebanyak 1 kali, tahun
2013 sebanyak 55 kasus dan tahun 2014 sebanyak 84 kasus dengan 1 kali kejadian
luar biasa campak pada wilayah Puskesmas Kuranji. Jumlah kasus campak bulan
Januari s/d Desember 2015 tercatat sebanyak 63 kasus dan 1 kali kejadian luar biasa
kasus yang bervariasi dan cenderung naik-turun dengan 2 kali kejadian luar biasa. T
Januari s/d Desember2015 telah tercatat jumlah kasus 80 dengan 1 kali kejadian luar
dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :Host (Pejamu), Agent (Kuman Penyakit) dan
Environtment (Lingkungan). Faktor Host adalah faktor yang terdapat dalam diri
penyakit, seperti : umur, jenis kelamin, status imunisasi dan status gizi. Faktor Agent
biologis. Kejadian campak merupakan penyakit yang timbul akibat interaksi ketiga
faktor tersebut[9]. Para ahli melaporkan beberapa faktor risiko yang dapat
Sulawesi Tengah menyatakan bahwa : Status Imunisasi dengan Odd Ratio (OR) =
22,031, Status Gizi (OR = 28,897) dan Tingkat Pengetahuan Ibu (OR = 5,371)
merupakan faktor risiko kejadian penyakit campak pada balita di Kabupaten Tolitoli
Provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian Ade Soemantri (2012) yang berjudul
Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Campak (Morbili) pada
Anak di Kota Bukittinggi Tahun 2011 menemukan bahwa, Faktor Sikap Ibu (OR =
10,06) juga merupakan faktor risiko kejadian penyakit campak. Duski (2001)
penyakit campak ; dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko
3,2 kali lebih besar untuk menderita campak disbanding anak yang mendapat
imunisasi.
berperan dalam kejadian campak pada balita di Kota Padang Tahun 2015.
5
2015.
pada balita
3. Mengetahui hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada balita
balita
5. Mengetahui hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada balita
mengembangkan keilmuan.
kejadian penyakit campak di kota padang tahun 2015. Penelitian ini dilakukan dari
Januari Oktober 2016. Lokasi penelitian dilakukan pada wilayah puskesmas yang
terdapat kasus campak di kota Padang. Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat
pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi campak, dan sikap petugas. Desain
penelitian yang digunakan adalah case control dengan matching umur dan jenis
menggunakan aplikasi Epi Info. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi
dan tabel.
.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas
badan 38 derajat celcius atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau
mata merah[5].
adanya demam (panas), bercak kemerahan (rash), dan ditambah satu atau lebih
atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata
berair. Gejala khas (patognomonik) adalah Kopliks spot atau bercak putih keabuan
dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa buccal). Bercak kemerahan/ rash
dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo popular dan dalam
beberapa hari (4-7 hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1
bersisik. Sebagian penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia <
5 tahun dan penderita dewasa > 20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah
diare dan bronchopneumonia. Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita
malnutrisi, defisiensi vitamin A dan imun defisiensi (HIV) serta karena penanganan
yang terlambat[2].
campak adalah rubella (campak Jerman) yang ditandai dengan pembesaran kelenjar
7
8
getah bening di belakang telinga. DHF atau DBD, dalam 2-3 hari terjadi mimisan,
menunjukkan trombosit < 100.000/ml dan serologis positip IgM DHF. Cacar air
dengan kasus pasti secara epidemiologi yang lain (biasanya dalam kasus
KLB) ;
rash,bukan disebabkan oleh hal- hal lain seperti truma atau penyakit kronik yang
Daerah risiko campak/ daerah risiko tinggi campak yaitu daerah yang berpo-
tensi terjadinya KLB campak, dilihat dari Daerah dengan cakupan imunisasi rendah
(< 80 %) [6]:
a) Spesimen darah :
tetap harus diambil pada saat pertama kasus datang ke fasilitas kesehatan
b) Spesimen urin
rash.
Skema Klasifikasi Campak dapat dilihat pada gambar di bawah ini [4]:
Bukan kasus
IgM negatif Campak
Spesimen darah
adekuat
2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit campak ini adalah paramyxoviridae (RNA),
orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara teruatam melalui batuk,
bersin atau sekresi hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak
penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1 3 hari pertama
sakit[4].
2.1.5 Pengobatan
Pengobatan terhadap campak sesuai dengan gejala yang muncul. Penderita
tanpa komplikasi cukup diberikan antipiretik dan pemberian vitamin A dosis tinggi
sesuai usia. Jika ada komplikasi anjurkan penderita dirawat di Puskesmas atau di
cukup berat segera rujuk ke rumah sakit. Kasus yang terkena penyakit campak,
saat penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya, dosis sesuai
persediaan vitamin A mencukupi, sebaiknya juga diberikan pada yang tidak terkena
11
kasus campak. Bila ada komplikasi pada mata, maka berikan vitamin A dosis ketiga,
Bagi penderita campak yang berumur < 6 bulan yang mendapatkan ASI, tidak
perlu diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin A sudah terpenuhi melalui ASI
(air susu ibu). Sehingga ibu nifas (1-42 hari setelah melahirkan) perlu diberikan
kapsul vitamin A dosis tinggi sesuai program. Vitamin A dosis tinggi diberikan pada
2.1.6 Epidemiologi
Penyakit Campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan
penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90 % anak
yang tidak kebal akan terserang penyakit campak. Manusia diperkirakan satu-
satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam
penyebaran[1].
dilaporkan yaitu 852.937 kasus pada tahun 2000 menjadi 373.421 kasus pada tahun
2006[5].
12
untuk perlindungan diri terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I). Salah satu vaksinasi yang diberikan untuk mencegah penyakit campak
adalah vaksinasi campak yang diberikan pada usia 9 bulan, dan 6 tahun (jadwal
vaksinasi campak sebanyak 2 kali agar terhindar dari penyakit campak. Vaksin
campak berisi virus campak yang dilemahkan. Imunisasi campak yang diberikan
bayi dan mencegah sebagian besar kasus kematian. Efikasi vaksin yang terjadi pada
berdasarkan penelitiannya bahwa anak yang tidak dapat imunisasi campak berisiko
mendapat imunisasi.
dengan kejadian penyakit campak, dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi
campak berisiko 3,2 kali lebih besar untuk menderita campak dibanding anak yang
mendapat imunisasi.
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, kulit dan
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
yakni[9] :
1. Tahu (know)
telah diterima.
2. Comprehension (Memahami)
3. Aplikasi (Application)
4. Analisis (Analysis)
5. Sintesis (Synthesis)
6. Evaluasi (Evaluation)
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
mempengaruhi terhadap kejadian penyakit campak, hal ini dinyatakan oleh Romi
Ronaldo (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Spasial Faktor Risiko Kejadian
Penyakit Campak Pada Anak di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2014, bahwa Ibu
objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan),
15
atau reaksi tertutup, bukan merupakan rekasi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.
yakni :
1. Kepercayaan (keyakinan)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
1. Menerima (Receiving)
2. Merespon (Responding)
3. Menghargai (Valuing)
4. Bertanggung-jawab (Responsible)
Stuart dan Liker (Likert Scale) adalah skala yang dipergunakan untuk
terpilih dan telah memiliki nilai skala bagi setiap kategori jawabannya, apabila telah
responden. Untuk setiap pernyatan, responden akan diberi skor sesuai dengan nilai
skala kategori jawaban yang diberikan. Skor responden pada setiap pernyataan
kemudian dijumlahkan sehingga merupakan skor responden pada skala sikap. Nilai
skala setiap pernyataan adalah untuk pertanyaan yang bersifat positif : 0 sangat
Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Kurang Setuju (KS) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2, dan
Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Kurang Setuju (KS) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4, dan
Hasil penelitian Romi Ronaldo (2014) tentang Analisis Spasial Faktor Risiko
Kejadian Penyakit Campak Pada Anak di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2014
menyatakan bahwa Ibu yang mempunyai sikap negatif akan berisiko 43 kali terhadap
kejadian penyakit campak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai sikap positif.
hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan kejadian penyakit campak.
Campak, bila hasilnya negatif maka dilanjutkan dengan pemeriksaan IgM Rubella[2,
6].
(Yogyakarta dan Bali) kemudian pada tahun 2010 dikembangkan ke empat provinsi
lainnya (NTB, Bangka belitung, Gorontalo dan Bengkulu). Selanjutnya mulai tahun
Measles Surveillance (CBMS) sepenuhnya pada tahun 2015. Mulai tahun 2012,
populasi. Menurut WHO , apabila ditemukan satu (1) kasus campak pada satu
penduduk rentan yang tinggi. Keadaan inilah yang memungkinkan terjadinya KLB
rumah ke rumah minimal satu kali ; Mencatat kasus secara individu (indivudual
Informasi ini akan dapat memberikan arahan kepada program imunisasi dalam
dinyatakan berhenti apabila tidak ditemukan kasus baru dalam waktu dua kali masa
campak harus dilaksanakan lebih sensitif, oleh sebab itu di Indonesia walaupun
kampanye campak sudah dilaksanakan namun kriteria seperti yang ditetapkan WHO
terdistribusi di 3 Puskesmas, dan kasus campak masih cukup tinggi, maka secara
KLB Tersangka Campak ditetapkan sebagai berikut : adanya 5 atau lebih kasus klinis
Jenis KLB terdiri dari KLB Pasti apabila minimum 2 spesimen positif IgM
campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak. KLB Rubella
adalah minimum 2 spesimen positif IgM rubella. KLB Mixed (Campuran) apabila
ditemukan adanya IgM rubella positif dan IgM campak positif dalam satu KLB[4].
epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur dan status imunisasi penderita,
sehingga dapat diketahui luas wilayah yang terjangkit dan kelompok yang berisiko.
Di samping itu juga untuk mendapatkan faktor risiko terjadinya KLB sehingga dapat
dilakukan tindak lanjut. Jika ada 1 kasus suspek campak, yang dilaporkan dari rumah
memastikan apakah di tempat tinggal kasus, di sekolah dan lain-lain, ada kasus
rumah ke rumah (rumah yang ada kasus campak dan rumah yang tidak ada kasus
campak) di wilayah tersebut, dengan mengisi format C1. Ini dilakukan untuk mencari
kasus tambahan, populasi berisiko dan untuk melihat status imunisasi campak pada
19
populasi di daerah KLB. Cari faktor risiko KLB Campak dengan form C2, dan
berikan rekomendasi[2].
dihentikan dan KLB tidakmeluas serta dibatasi jumlah kasus dan kematian.Langkah
Imunisasi yang dilakukan pada saat KLB, yaitu : Imunisasi Selektif, bila
balita (usia 6 bl 5 th) yang tidak mempunyai riwayat imunisasi campak, diberikan
imunisasi campak (di Puskesmas atau Posyandu hingga 1 bulan dari kasus
massal kepada seluruh anak pada golongan umur tetentu tanpa melihat status
imunisasinya rendah, mobilitas tinggi, rawan gizi dan pengungsi, daerah padat dan
sebaiknya pada saat daerah tersebut diperkirakan belum terjadi penularan secara luas.
Selanjutnya cakupan imunisasi rutin tetap dipertahankan tinggi dan merata[1, 2].
Pengolahan dan Analisa Data Rutin (kasus dan faktor risiko) dilakukan
(Person) ;
Cakupan).
ketat pada KLB, perkembangan kasus baru dan kematian KLB campak direkam
dalam form C1 dan dilaporkan setiap hari ke Dinas Kesehatan Kabupten/ Kota.
KLB dinyatakan berakhir jika tidak ada kasus, dalam kurun waktu 2 kali masa
diantaranya adalah[1] :
semua anak.
21
2. Tahap Eliminasi adalah tahap tidak adanya daerah endemik selama lebih
22
23
2. Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah case control study dengan
suatu penyakit. Apabila di dalam tubuh tidak ada benteng pertahanan untuk melawan
penyakit (khususnya campak), maka tubuh seseorang akan terserang penyakit. Untuk
itu diperlukan imunisasi yang akan memberikan perlawanan apabila penyakit datang
Keadaan ini sesuai dengan teori HL Bloom, tentang Sehat dan Sakit
Virulensi kuman
Imunitas baik
banyak/Imunitas
Rendah/ Tidak Ada
- Vaksinasi Tidak
Vaksinasi lengkap/ Tidak Ada
lengkap (85 %) - Populasi Rentan
- Efikasi Vaksin 15 %
24
25
variabel yang diduga mempunyai hubungan kuat dengan kejadian campak yang
Sikap Ibu
Kejadian Campak
Sikap Ibu
Sikap Petugas
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian campak pada
2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada balita di Kota
3. Ada hubungan antara status imunisasi campak dengan kejadian campak pada
4. Ada hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada balita di
Penelitian ini melihat apakah suatu faktor risiko tertentu berpengaruh terhadap
terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan faktor risiko tersebut pada
Faktor risiko(+)
Retrospektif Kasus
Faktor risiko(-)
Matching
Faktor risiko(+
Kontrol
Retrospektif
Faktor risiko(-)
26
27
3.3.2 Sampel
1. Kasus
Kasus dalampenelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita yang
2. Kontrol
Kontrol dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita
Kesehatan Kota Padang tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan
jenis kelaminyang masih berada di satu wilayah yang sama dengan populasi
kasus.
3. Besar sampel
2
+
2 OR
n= 2 P=1+OR Q = 1-P
1/2
2
1,96 + 0,84 0,24 0,76
1 = 2 =
0,76 0,5 2
= 30
Keterangan:
n : Jumlah sampel
Z1-/2 : derajat kepercayaan (confidense Interval) 95% atau sebesar 5%
Z1- : nilai Z pada kekuatan uji (power test) 1- sebesar 80%= 0,0842
P : proporsi efek pada kelompok dengan faktor risiko (ditetapkan peneliti)
OR : 3,2 (diambil dari penelitian sebelumnya)
28
mengantisipasi drop out disiapkan sampel cadangan sebanyak 10% (3 orang) maka
total kasus menjadi 33 orang. Maka total sampel dengan perbandingan 1:1 antara
adalah membagi populasi dengan dengan jumlah sampel, yaitu 63 dibagi 33 adalah
anggota populasi dari nomor 1-63 kemudian diambil menjadi sampel adalah setiap
kelipatan 2.
Kota Padang.
2. Kriteria eksklusi
kunjungan berturut-turut
29
1) Responden adalah ibu dari anak balita yang tidak menderita campak
Kota Padang.
2. Kriteria Eksklusi
1) Responden tidak berada di tempat pada waktu penelitian setelah tiga kali
kunjungan berturut-turut.
30
3.5 DefenisiOperasional
Variabel Defenisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala
Pengukuran
Kejadian Campak Defenisi Kasus :anakbalita yang menderita Telaah rekap data Data laporan 1 = anak balita yang menderita campak Nominal
campak berdasarkan data Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan kejadian campak (kasus)
Kota Padang tahun 2015. Kota Padang Dinas Kesehatan
Defenisi Kontrol: anak balita yang tidak tahun 2015. Kota Padang 0 = anak balita yang tidak menderita
menderita campak berdasarkan data Dinas tahun 2015 campak (kontrol)
Kesehatan Kota Padang tahun 2015.
Tingkat pengetahuan Sejumlah pertanyaan untuk mengukur tingkat Wawancara Kuisioner 1 = Pengetahuan rendah yaitu responden Ordinal
ibu pemahaman responden tentang penyakit dengan total skor <rata-rata
campak, penyebabnya dan cara
pencegahannya. 0 = Pengetahuan tinggi yaitu responden
dengan total skor rata-rata
Sikap ibu Respon responden dalam pencegahan, Wawancara Kuisioner 1 = Sikap negatif yaitu responden dengan Nominal
pengobatan dan imunisasi penyakit campak total skor < rata-rata
Status imunisasi Imunisasi campak yang pernah diterima oleh Wawancara Kuisioner 1 = Tidak menerima imunisasi campak. Nominal
anak balita pada usia 6 9 bulan.
0 = Menerima imunisasi campak usia 6-9
bulan
Sikap petugas Tindakan petugas dalam pelaksanaan Wawancara Kuisioner 1 = Sikap negatif yaitu responden dengan Nominal
imunisasi campak total skor < rata-rata
menggunakan kuesioner.
jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Bila
sesegera mungkin.
Merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf menjadi data berbentuk
angka atau bilangan. Pengkodean data ini bertujuan untuk mengklasifikasi data
lebih lanjut.
A. Analisis Univariat
darivariabel faktor risiko ( tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi
B. Analisis Bivariat
masing variabel independen yaitutingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi
campak dan sikap petugas dengan variabel dependen yaitu kejadian campak pada
balita.
Penelitian ini menggunakan desain case control dengan macthing umur dan
jenis kelamin. Kasus dan kontrol dijadikan berpasangan dengan perbandingan antara
Pengelompokan pasangan kasus dan kontrol dilakukan seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Kontrol
Kasus Risiko (+) Risiko (-)
Risiko (+) A B
Risiko (-) C D
Sel D :Kasus tidak mengalami pajanan dan kontrol tidak mengalami pajanan
33
karena baik kasus maupun kontrol terpajan dan sel Dkarena baik kasus dan kontrol
OR=B/C
Uji yang akan digunakan adalah uji statistik Mc Nemar Testdengan derajat
.
BAB 4 : HASIL PENELITIAN
pantai barat Pulau Sumatera. Secara geogafis Kota Padang merupakan perpaduan
dataran rendah dan perbukitan serta aliran sungai dan pulau pulau, dengan uraian
21 buah sungai dan 19 buah pulau kecil yang menyebar di sisi pantai Kota Padang.
Curah hujan rata rata adalah 384,88 mm perbulan dengan temperatur 22C 31,7C[22].
Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dan 104 kelurahan dengan kecamatan
terluas adalah Koto Tangah yang mencapai 232,25 km2. Dari keseluruhan luas Kota
Padang sebagian besar atau 51,01% berupa hutan yang dilindungi oleh Pemerintah.
Kota Padang ini sebelah utara berbatas dengan Kabupaten Padang Pariaman, sebelah
Selatan berbatas dengan Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah timur berbatas dengan
4.1.2 Demografi
Berdasarkan data estimasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun
awal tahun 2014, berdasarkan sumber yang sama, jumlah penduduk kota Padang
tahun 2013 adalah sebanyak 876.200 jiwa, terdapat selisih 200 jiwa. Jika dilihat dari
jika ditinjau dari kepadatan penduduknya, maka kecamatan yang paling padat adalah
34
35
KotoTangah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang paling tinggi yaitu
3,00 danKecamatan Padang Barat dan Padang Utara yang memiliki kepadatan
Kesehatan di wilayahtersebut[22].
4.2 KarakteristiksResponden
Responden yang berpartisipasi pada penelitian ini sebanyak 66 orang dengan
Pendidikan Terakhir f %
SD 4 06,06
SMP/sederajat 9 13,63
SMA/ sederajat 35 53,03
D3/ S1 18 27,28
Total 66 100
terbanyak berasal dari pendidikan terakhir SMA/ sederajat yaitu 35 orang (53,03%)
dan jumlah responden paling sedikit berasal dari pendidikan terakhir SD yaitu 4
Pekerjaan f %
IRT 39 59,09
PNS/Guru/Bidan 10 15,16
Swasta 16 24,24
Mahasiswa 1 01,51
Total 66 100
mempunyai dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 39 orang (59,09
%) dan jumlah pekerjaan responden terkecil yaitu mahasiswa 1 orang (1,51 %).
setiap variabel. Distribusi frekuensi masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel
berikut.
37
balita yang rendah tentang campak lebih banyak pada kasus yaitu 26 orang (39,39%)
dibandingkan dengan kontrol yaitu 13 orang (19,70%), persentase sikap ibu balita
yang negatif lebih banyak pada kasus yaitu 20 orang (30,30 %) dibandingkan dengan
kontrol yaitu 13 orang (19,70%), persentase balita yang tidak mendapat imunisasi
lebih banyak pada kasus yaitu 14 orang (21,21%) dibandingkan dengan kontrol yaitu
9 orang (13,64%) dan persentase sikap petugas yang negatif lebih banyak pada kasus
yaitu 18 orang (27,27%) dibandingkan dengan kontrol yaitu 14 orang (21,21 %).
Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita
Kontrol
Total OR p-
Kasus Rendah Tinggi
(95% CI) value
f % f % f %
Pengetahuan Ibu
Rendah 7 21,21 19 57,58 26 78,79 3,17
Tinggi 6 18,18 1 03,03 7 21,21 (1,26-7,92) 0,01
Total 13 39,39 20 60,61 33 100
Berdasarkan Tabel 4.5dapat di lihat bahwa pengetahuan ibu balita yang rendah
pada kasus dan tinggi pada kontrol sebanyak 19 pasang (57,58 %), sedangkan
pengetahuan ibu balita yang tinggi pada kasus dan rendah pada kontrol sebanyak 6
pasang (18,18 %). Hasil uji statistik diperoleh OR = 3,17 (95% CI = 1,26-7,92)
Tabel 4.6 Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kejadian Campak Pada Balita
Kontrol
Total OR p-
Kasus Rendah Baik
(95% CI) value
f % F % f %
Sikap Ibu
Negatif 10 30,30 10 30,30 20 60,61 3,33
0,05
Positif 3 09,09 10 30,30 13 39,39 (0,9112,11)
Total 13 39,39 20 60,61 33 100
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat di lihat bahwa sikap ibu balita yang negatif pada
kasus dan positif pada kontrol sebanyak 10 pasang (30,30 %), sedangkan sikap ibu
balita yang positif pada kasus dan negatif pada kontrol sebanyak 3 pasang (9,09 %).
Hasil uji statistik diperoleh OR = 3,33 (95% CI = 0,91-12,11) dengan nilai p = 0,05.
39
Tabel 4.7 Hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Campak Pada Balita
Kontrol
Total OR p-
Kasus Tidak Ya
(95% CI) value
f % f % f %
Status Imunisasi
Tidak 3 09,09 11 33,33 14 21,21 1,83
0,22
Ya 6 18,18 13 39,39 19 28,79 (0,67-4,95)
Total 9 27,27 24 72,73 33 100
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat di lihat bahwa balita yang tidak mendapatkan
imunisasi pada kasus dan mendapatkan imunisasi pada kontrol sebanyak 11 pasang
(33,33 %), sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi pada kasus dan tidak
mendapatkan imunisasi pada kontrol sebanyak 6 pasang (18,18 %). Hasil uji statistik
Kontrol
Tidak Total OR p-
Kasus Berisiko
Berisiko (95% CI) value
f % f % f %
Sikap Petugas
Negatif 6 18,18 12 36,36 18 54,55 1,50
0,37
Positif 8 24,24 7 21,21 15 45,45 (0,61-3,66)
Total 14 42,42 19 57,58 33 100
Berdasarkan Tabel 4.8dapat di lihat bahwa sikap petugas yang negative pada
kasus dan tinggi pada kontrol sebanyak 12 pasang (36,36 %), sedangkan sikap
petugas yang positif pada kasus dan rendah pada kontrol sebanyak 8 pasang (24,24
40
%). Hasil uji statistik diperoleh OR = 1,50 (95% CI= 0,61-3,66) dengan nilai p >
0,05 (p = 0,37).
BAB 5 : PEMBAHASAN
rendah tentang campak lebih banyak pada kasus yaitu 26 orang (39,39 %)
dibandingkan dengan kontrol yaitu 13 orang (19,70 %). Pada kelompok kasus,
persentase kejadian campak pada balita lebih banyak pada pengetahuan ibu balita
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, kulit dan
yang ditempuh. Dari data dapat kita simpulkan bahwa hanya 27,28 % (18 orang) ibu
balita yang mengenyam pendidikan Diploma/ Sarjana. Hal ini tentu akan
mempengaruhi ibu dalam bersikap terhadap penyakit campak dan dari data lapangan
balita yang menderita campak lebih banyak pada ibu yang berpengetahuan rendah
41
42
lebih banyak pada kasus yaitu 20 orang (30,30 %) dibandingkan dengan kontrol yaitu
13 orang (19,70 %).Pada kelompok kasus, persentase kejadian campak pada balita
lebih banyak pada sikap ibu balita yang negatif yaitu 20 orang (30,30 %)
dibandingkan dengan sikap ibu balita yang positif yaitu 13 orang (19,70 %).
objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
Sikap akan berubah seiring dengan tambahan informasi yang di terima oleh
diberikan tenaga kesehatan melalui penyuluhan dan media kesehatan lainnya seperti
Dapat kita lihat bahwa persentase sikap ibu balita yang negatif pada balita
yang menderita campak yaitu 30,30% (20 orang ) berbanding lurus dengan tingkat
pengetahuan ibu balita yang rendah menderita campak yaitu 27,28% (18 orang).
imunisasi lebih banyak pada kasus yaitu 14 orang (21,21 %) dibandingkan dengan
kontrol yaitu 9 orang (13,64 %). Pada kelompok kasus, persentase kejadian campak
pada balita lebih banyak pada balita yang mendapatkan imunisasi yaitu 19 orang
Dari data dapat kita lihat bahwa cakupan imunisasi campak pada balita masih
rendah yaitu 65,15 %. Balita yang tidak mendapatkan imunisasi menderita campak
sebanyak 14 orang (21,21 %). Hal ini membuktikan bahwa status imunisasi campak
lebih banyak pada kasus yaitu 18 orang (27,27 %) dibandingkan dengan kontrol yaitu
14 orang (21,21 %). Pada kelompok kasus, persentase kejadian campak pada balita
lebih banyak pada sikap petugas yang negatif yaitu 18 orang (27,27 %) dibandingkan
mempengaruhi sikap ibu balita terhadap pelaksanaan itu sendiri. Ketika petugas
kesehatan hanya melakukan imunisasi saja tanpa penjelasan tentang campak, cara
pencegahan, gejala campak dan efek ikutan pasca imunisasi dan upaya persuasif
lainnya seperti penyuluhan, poster dan pamflet. Hal ini akan mempengaruhi
pengetahuan dan sikap ibu terhadap pentingnya pemberian imunisasi campak pada
balita. Dari data dapat kita lihat bahwa sikap petugas yang negatif lebih banyak pada
dengan nilai p < 0,05 (p = 0,01), artinya terdapat terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan ibu balita dengn kejadian Campak pada balita di Kota Padang,
dimana ibu balita dengan pengetahuannya yang rendah 3,17 kali berisiko terhadap
Selain itu didapatkan bahwa pengetahuan ibu balita yang rendah pada kasus
dan tinggi pada kontrol sebanyak 19 pasang (57,58 %), sedangkan pengetahuan ibu
balita yang tinggi pada kasus dan rendah pada kontrol sebanyak 6 pasang (18,18 %).
Hasil penelitian Siregar pada kejadian KLB di Bogor tahun 2002, ibu yang
sakit campak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan cukup. Begitu
juga hasil penelitian di Jakarta Selatan, ibu yang mempunyai pengetahuan rendah,
anaknya mempunyai risiko untuk menderita campak sebesar 2,1 kali dibandingkan
Dan berdasarkan penelitian Masjkuri, 1987 di jakarta Selatan diketahui bahwa 55,50
diperoeh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Dengan demikian
upaya peningkatan pengetahuan ibu sangat penting, yang nantinya akan membentuk
sikap dan kemudian berubah menjadi tindakan nyata untuk melakukan imunisasi
campak.
45
dengan nilai p = 0,05. artinya tidak terdapat terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara sikap ibu balita dengn kejadian Campak pada balita di Kota
Padang.
Selain itu didapatkan bahwa sikap ibu balita yang negatif pada kasus dan
positif pada kontrol sebanyak 10 pasang (30,30 %), sedangkan sikap ibu balita yang
positif pada kasus dan negatif pada kontrol sebanyak 3 pasang (9,09 %).
kurang baik mempunyai risiko kejadian campak 2,02 kali dibandingkan ibu yang
penelitian yang dilakukan Indrayati (2008) menujukan bahwa ibu yang mempunyai
sikap kurang baik mempunyai risiko kejadian campak 1,07 kali dibandingkan ibu
suatu objek, melaui persuasi, panutan terhadap seseorang atau tekanan dari kelompok
sosial. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap suatu objek dan sering
diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain dan merupakan suatu
kecendrungan jiwa atau perasaan yang sangat relatif kuat terhadap kategori dari
tentu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain
Dari data dilapangan sikap ibu balita yang negatif terhadap imunisasi campak
dengan nilai p > 0,05 (p = 0,22) artinya tidak terdapat terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik antara status imunisasi balita dengan kejadian Campak
Selain itu didapatkan bahwa balita yang tidak mendapatkan imunisasi pada
kasus dan mendapatkan imunisasi pada kontrol sebanyak 11 pasang (33,33 %),
sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi pada kasus dan tidak mendapatkan
serangan infeksi campak di wilayah tersebut (Fine & Paul, 1993). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan pada sekelompok anak usia 12-24 bulan di
kodya Jakarta Selatan yang tidak diimunisasi mempunyai risiko 2,53 kali menderita
tidak diimunisasi campak mempunyai risiko 1,21 kali untuk terjadinya campak
menyebutkan bahwa meskipun telah mendapat imunisasi campak pada umur 9-10
campak belum maksimal, strain vaksin yang digunakan, faktor kematangan sistem
imun tubuh, faktor genetik yang membuat respon imun terbatas, kemungkinan
adanya antibodi maternal pada saat imunisasi sehingga antigen vaksin akan diikat
oleh antibodi yang terdapat dalam tubuh dan respon imun tidak terbentuk.
47
dengan nilai p > 0,05 (p = 0,37) artinya tidak terdapat terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik antara sikap petugas dengan kejadian Campak pada balita
di Kota Padang.
Selain itu didapatkan bahwa sikap petugas yang negatif pada kasus dan tinggi
pada kontrol sebanyak 12 pasang (36,36 %), sedangkan sikap petugas yang positif
pada kasus dan negatif pada kontrol sebanyak 8 pasang (24,24 %).
dilihat dari 3 aspek meliputi: vaksin campak yang digunakan merupakan produk
resmi dari Kementrian Kesehatan RI yang kebanyakan berasal dari Bio Farma,
penerima vaksin yang tidak tepat sasaran karena dipengaruhi lingkungan keluarga,
sosial dan budaya, dan yang ketiga sikap petugas kesehatan sebagai pelaksana
jumlah sasaran imunisasi, target cakupan , perhitungan vaksin dan sarana yang ada
dan penyusunan jadwal pelayanan imunisasi yang disesuaikan dengan kondisi dan
situasi wilayah. Hal ini nantinya akan mensukseskan program imunisasi campak,
Dari data dapat kita lihat sikap petugas yang negatif lebih banyak pada kasus
campak, efek ikutan pasca imunisasi dan persuasif petugas kesehatan kepada ibu
balita untuk ikut imunisasi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu dan
kemudian merubah sikap ibu untuk berpartisipasi dalam pencegahan dan pelaksanaan
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian mengenai Faktor Risiko Kejadian
Campak pada BalitaTahun 2015 di Kota Padang, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Distribusi frekuensi faktor risiko kejadian campak pada balita, lebih dari
sikap ibu yang rendah , sepertiganya dengan balita dengan status tidak
diimunisasi campak dan hampir separuh dengan sikap petugas yang negatif.
3. Tidak terdapat hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada
balita
pada balita
5. Tidak terdapat hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada
balita
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian yang telah dilakukan diKota
48
kesehatan tentang penyakit campak dan pencegahannya melalui imunisasi
campak.
ulang terkait dengan angka cakupan imunisasi campak yang ada di Kota
Padang terutama wilayah dengan angka kejadian campak pada balitanya yang
imunisasi dalam hal pengetahuan, cara imunisasi yang benar dan pengelolaan
3. Bagi peneliti selanjutnya meneliti lebih lanjut dan analisis yang lebih
20. Murti B: Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press; 1997.
22. BPS Kota Padang: Laporan Badan Pusat Statistik Kota Padang Tahun
2015. In. Padang; 2015.