Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Parasetamol

2.1.1.1 Sifat Fisika dan Kimia

Rumus struktur

Gambar 2.1 Parasetamol (Sweetman, 2009).

Menurut Dijen BKAK., (2014) dan Moffat, dkk., (2011), uraian tentang

parasetamol adalah sebagai berikut:

Rumus molekul : C8H9NO2

Berat Molekul : 151,16

Nama IUPAC : N-(4-Hydroxyphenyl)acetamide

Sinonim : Acetaminophen dan N-acetyl-p-aminophenol

Pemerian : Serbuk hablur, kristal putih, tidak berbau, sedikit pahit.

Kelarutan : Larut dalam air mendidih; natrium hidroksida, etanol,

methanol, dimetilformamida, etilene diklorida, aseton dan

etil asetat; kloroform; kurang larut dalam eter; air dingin.

Titik lebur : 169 172 0C

pKa : 9,5

2.1.1.2 Farmakologi

Parasetamol merupakan obat pertama yang digunakan oleh Von Mering

pada 1893. Namun menjadi popular sejak 1949, setelah itu obat ini diakui sebagai

8
metabolit aktif dari acetanilide dan fenasetin. Parasetamol dan fenasetin memiliki

efek analgetik dan antipiretik. Efek antiinflamasi yang dimilikinya lemah.

Parasetamol memiliki kemampuan yang lemah dalam menghambat biosintesis

prostaglandin (Goodman Gilmann, dkk., 2001).

Parasetamol dimetbolisme oleh enzim mikrosomal hati. Parasetamol cepat

dan hampir semua diabsorbsi dalam saluran cerna. Konsentrasi meningkat dalam

plasma setelah 30-60 menit dan waktu paruh kira - kira 2 jam, hanya 20-50%

konsentrasi terikat yang menyebabkan intoksikasi akut. Setelah dosisis terapi

diberikan 90-100% akan terdapat urin pada hari pertama. Setelah konjugasi hati

dengan asam glukoronat (35%), sistein (60%), asam sulfat (3%); sejumlah kecil

akan dihidroksilasi dan diasetilasi (Goodman Gilman, dkk., 2001).

Parasetamol diberikan secara oral atau sebagai supositoria rektal untuk

nyeri ringan hingga sedang dan untuk demam. Hal ini juga dapat diberikan

melalui infus intravena untuk pengobatan jangka pendek nyeri sedang, terutama

setelah operasi, dan demam. Parasetamol sering digunakan sebagai analgesik

antipiretik pilihan (Sweetman, 2009).

Parasetamol mudah diserap dari saluran pencernaan yang saluran dengan

konsentrasi puncak plasma terjadi sekitar 10 sampai 60 menit setelah dosis oral.

Eliminasi paruh parasetamol bervariasi dari sekitar 1 sampai 3 jam. Parasetamol

dimetabolisme terutama di hati dan diekskresikan dalam urin terutama sebagai

glukuronida dan sulfat konjugat (Sweetman, 2009).

Metabolit dihidroksilasi (N-acetyl-p-benzoquinoneimine), biasanya

diproduksi dalam jumlah yang sangat kecil oleh isoenzim sitokrom P450

(terutama CYP2E1 dan CYP3A4) di hati dan ginjal. Hal ini biasanya

9
didetoksifikasi melalui konjugasi dengan glutation tapi mungkin menumpuk

setelah overdosis parasetamol dan menyebabkan kerusakan jaringan (Sweetman,

2009).

Efek samping dari parasetamol jarang terjadi dan biasanya ringan,

meskipun reaksi hematologi termasuk trombositopenia, leukopenia, pansitopenia,

neutropenia, dan agranulositosis telah dilaporkan. Kulit ruam dan reaksi

hipersensitivitas lainnya sering terjadi. Hipotensi telah dilaporkan jarang dengan

penggunaan parenteral (Sweetman, 2009).

Overdosis dengan parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati yang

parah hingga nekrosis. Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol akan

menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang

lebih besar dan pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin

dan kerusakan hati. Hepatotoksisitas untuk anak setelah pemberian dosis tunggal

10-15g (150-250 mg/kg berat badan) sedangkan dosis 20-25 g akan berakibat

fatal. Pemberian acetylcystein intravena dan oral dengan dosis 140 mg/kg BB

untuk pasien yang memiliki gagal hati fulminan telah terbukti mengurangi

morbiditas dan mortalitas (Sweetman, 2009; Goodman Gilman, dkk., 2001).

2.1.1.3 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis kualitatif parasetamol dapat dilakukan melalui reaksi

pembentukan warna degan beberapa reagen. Hal ini dilakukan dengan dua cara,

pertama dengan melarutkan 100 mg dengan 10 mL air, ditambahkan 1 tetes FeCl3

(25g/L) akan membentuk warna biru violet. Cara ke dua dengan mendidihkan 100

mg parasetamol dalam 1mL FeCl3 (70 g/L) selama 3 menit, ditambahkan 10 mL

air dan didinginkan; tidak membentuk endapan. Kemudian tambahkan 1 tetes

10
kalium dikromat (100g/L); perlahan lahan akan terbentuk larutan violet hingga

kemerahan (WHO, 1986).

Analisis kualitatif parasetamol juga dapat dilakukan dengan metode

spektroskopi inframerah. Hal ini diamati dengan memperhatikan puncak

utamanya pada beberapa bilangan gelombang 1506, 1657, 1565, 1263, 1227, 1612

cm-1 (Moffat, dkk., 2011). Selain itu, identifikasi juga dapat dilakukan dengan

metode kromatografi lapis tipis. Dalam hal ini fase diam yang digunakan adalah

lempeng KLT silika gel F254 berukuran 3x10 cm, fase gerak kloroform: etil asetat

(6:4). Deteksi bercak dilakukan dengan pengamatan di bawah lampu UV 254 nm

dan 365 nm serta dengan direaksikan dengan FeCl3. Bercak yang muncul dihitung

nilai Rf dan dibandingkan antara Rf bercak sampel dan Rf baku parasetamol

(Gandjar dan Rohman, 2008).

Metode spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kualitatif

parasetamol. Bentuk spektra senyawa dapat digunakan sebagai informasi untuk

analisis kualitatif. Karena transisi yang diperbolehkan untuk suatu molekul

dengan struktur kimia berbeda tidak sama sehingga spektra absorpsinya juga

berbeda (Gandjar dan Rohman, 2008).

Penetapan kadar parasetamol dapat dilakukan secara: titrimetri dengan

metode diazotasi; spektrofotometri UV-Vis; dan teknik kromatografi. Analisis

kuantitatif Parasetamol secara titrimetri dengan metode nitrimetri (diazotasi) dan

juga titrasi dengan N,N-dibromodimetilhidantoin (Gandjar dan Rohman, 208).

Metode diazotasi atau nitrimetri dilakukan karena parasetamol memiliki

gugus amin aromatis primer. Indikator luar yang digunakan adalah pasta atau

kertas kanji- iodida sedangkan indikator dalam adalah campuran tropeolin-OO

11
dan metilen biru , pengamatan titik akhir titrasi tercapai jika muncul warna biru

segera pada kertas kanji iodida. Metode titrimetri dapat juga dilakukan dengan

N,N-dibromodimetilhidantoin (Gandjar dan Rohman, 208).

Penetapan kadar parasetamol secara spektrofotometri UV dapat dilakukan

karena parasetamol mempunyai gugus kromofor yang mampu menyerap sinar

UV. Metode analisis dengan spektrofotometri ultraviolet dilakukan pada panjang

gelombang 245 nm (A 1%, 1 cm dalam larutan asam= 668a) dan 257 nm (A 1%, 1

cm dalam larutan alkali = 715a). Dua metode spektrofotometri UV yakni dengan

spektra derivatif dan berdasarkan pada metode Vierordts telah digunakan untuk

analisis parasetamol. Spektrofotometri visible meggunakan metode Bratton-

Marshall, metode ammonium molibdat, dan metode natrium 1,2-naftalkuinon-4-

sulfonat (Moffat, dkk., 2011; Ditjen BKAK. 2014; Sudjadi dan Rohman, 212).

Metode spektrofluorometri dengan batas deteksi yang rendah telah

diusulkan untuk penetapan kadar parasetamol. Metode kromatografi juga

digunakan untuk penetapan kadar parasetamol khususnya parasetamol yg

bercampur dengan bahan obat lain. Metode kromatografi yang digunakan adalah

Metode kromatografi lapis tipis (KLT-densitometri); kromatografi cair kinerja

tinggi; dan elektroforesis kapiler (Moffat, dkk., 2011; Ditjen BKAK. 2014;

Sudjadi dan Rohman, 212).

2.1.2 Fenilpropanolamin HCl


2.1.2.1 Sifat Fisika dan Kimia
Rumus Struktur

Gambar 2.2 Fenilpropanolamin HCl (Sweetman, 2009).

12
Menurut Moffat, dkk., (2011), uraian tentang fenilpropanolamin

hidroklorida adalah sebagai berikut:

Rumus Molekul: C9H13NO. HCl

Berat Molekul : 187.7

Titik lebur : 191 196 0C

pH dan pKa : 4.5 6 dan 9.4

Pemerian : Serbuk hablur; putih; kristal putih higga putih kuning

gading; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Kelarutan : larut dalam air ; etanol; praktis tidak larut dalam kloroform dan

eter.

2.1.2.2 Farmakologi

Fenilpropanolamin adalah simpatomimetik terutama tidak langsung

bertindak dengan tindakan yang sama dengan efedrin tapi kurang aktif sebagai

stimulan SSP. Fenilpropanolamin telah diberikan secara oral sebagai hidroklorida

untuk pengobatan hidung tersumbat (dekongestan). Sering digunakan dalam

sediaan kombinasi untuk mengobati batuk dan demam. Fenilpropanolamin telah

digunakan untuk menekan nafsu makan dalam pengelolaan obesitas, tetapi

penggunaan ini tidak lagi dianjurkan (Sweetman, 2009).

Puncak konsentrasi rata-rata dalam plasma sekitar 0,08 mg / L tercapai

sekitar 2 jam. Kematian akibat overdosis fenilpropanolamin, konsentrasi jaringan

yang menyebabkan kematian: darah 48 mg/L, otak 86 mg/g, hati 460 mg/g.

Waktu Paruh sekitar 4 jam (Moffat, dkk., 2011).

Reaksi yang merugikan bervariasi secara luas mulai dari sakit kepala dan

tekanan darah tinggi, perdarahan, dan kematian. Reaksi ringan termasuk

13
penglihatan kabur, pusing, gelisah, agitasi, tremor, kebingungan, dan

hipersensitivitas reaksi. Reaksi lain termasuk krisis hipertensi dengan hipertensi

ensefalopati, kejang, aritmia, psikosis, dan nekrosis tubular akut. Selanjutnya,

setelah studi kasus-kontrol yang besar di Amerika Serikat yang menemukan

peningkatan risiko stroke perdarahan yang berhubungan dengan penggunaan

sediaan yang mengandung fenilpropanolamin (khususnya pada wanita yang

menggunakan fenilpropanolamin sebagai penekan nafsu makan) (Sweetman,

2009).

2.1.2.3 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif

Analisa Kualitatif fenilpropanolamin HCl yang dilakukan oleh Naid

(2011) dilakuka melalui reaksi pembentukan warna. Hal ini dilakukan dengan cara

melarutkan sampel dengan metanol, disaring, diuapkan kemudian ditambahkan

dengan larutan FeCl3. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan

biru keunguan. Identifikasi juga dapat dilakukan dengan metode spektroskopi

inframerah dimana zat yang telah didispersikan dalam kalium bromida P

menunjukkan maksimum pada bilangan gelombang yang sama seperti pada

fenilpropanolamin hidroklorida BPFI (Ditjen BKAK., 2014). Melalui Metode

spektroskopi inframerah puncak utama akan terlihat pada bilangan gelombang

700, 746, 1030, 1500, 1055, 1590 cm-1 (Moffat, dkk., 2011).

Analisis kualitatif fenilpropanolamin hidroklorida dapat dilakukan dengan

metode spektrofotometri UV-Vis. Bentuk spektra senyawa dapat digunakan

sebagai informasi untuk analisis kualitatif. Karena, transisi yang diperbolehkan

untuk suatu molekul dengan struktur kimia berbeda adalah tidak sama sehingga

spektra absorpsinya juga berbeda (Gandjar dan Rohman, 2008).

14
Fenilpropanolamin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa cara

yaitu titrasi bebas air (Gandjar dan Rohman, 2008), kromatografi cair kinerja

tinggi seperti yang telah dilakukan oleh Dowse. dkk., (1982); kromatografi lapis

tipis; kromatografi gas; spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 251

nm ,257 nm; 262 nm (A 1%, 1 cm dalam larutan asam = 11,7a) tidak dapat

dianalisis dalam larutan alkali (Ditjen BKAK. 2014; Moffat, dkk., 2011).

Penetapan kadar fenilpropanolamin hidroklorida dapat dilakukan dengan

metode titrasi argentometri. Argentometri merupakan metode umum untuk

menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk

endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Larutan baku

sekunder yang digunakan adalah AgNO3 (Gandjar dan Rohman, 2008).

Terdapat beberapa metode titrasi argentometri, yaitu : Metode Metode

Guy Lussac (cara kekeruhan); Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna

pada titik akhir); Metode Fajans (adsorpsi indikator pada endapan); Metode

Volhard (terbentuknya kompleks berwarna yang larut pada titik akhir) (Gandjar

dan Rohman, 2008).

2.3 Spektrofotometri UV-Vis

2.3.1 Penyerapan Radiasi

Suatu molekul bergerak dari suatu tingkat energi ke tingkat energi yang

lebih rendah maka beberapa energi akan dilepaskan. Energi ini dapat hilang

sebagai radiasi dan dapat dikatakan telah terjadi emisi radiasi. Jika suatu molekul

dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi

molekul ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa

penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul (Gandjar dan Rohman, 2008).

15
Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk

terjadinya transisi elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan

keadaan dasar (ground state). Transisi elektronik akan meningkatkan energi

molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi. Jika

suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul

tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi

ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi.

Penyerapan sinar UV dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi

elektron- elektron ikatan (Gandjar dan Rohman, 2008).

Eksitasi menyebabkan terbentuknya pita spektrum. Penyerapan radiasi

dibatasi oleh sejumlah gugus fungsional yang disebut kromofor. Elektron yang

terlibat pada penyerapan radiasi UV-Vis ini ada tiga, yaitu elektron sigma, phi ,

dan elektron bukan ikatan atau non bonding electron (Gandjar dan Rohman,

2008).

Terdapat berbagai faktor yang mengatur pengukuran serapan UV-Vis

yakni: adanya gugus- gugus penyerap (kromofor), pengaruh pelarut, pengaruh

suhu, ion-ion anorganik, dan pengaruh PH. Kromofor merupakan semua gugus

atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan

sinar tampak. Kromofor yang paling banyak ditemukan dalam molekul obat

adalah cincin benzene (Gandjar dan Rohman, 2012).

Gugus fungsi seperti -OH, -O, -NH2, dan -OCH3 yang memberikan

transisi n * disebut gugus auksokrom. Gugus ini adalah gugus yang tidak

dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat

pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang

16
lebih besar (pergeseran batokromik) dan kadang kadang disertai dengan

peningkatan intensitas (efek hiperkromik ) (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.3.2 Hukum Lambert-Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel

yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan

konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-

Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi

dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan :

A= a.b.c (g/liter) atau A= . b. c (mol/liter)

Dimana: A = serapan
a = absorptivitas
b = ketebalan sel
c = konsentrasi
= absorptivitas molar (Gandjar dan Rohman, 2012).

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri

dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas

merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang

gelombang dan pelarut tertentu. Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet

adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat

senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi

yang mencapai detektor (Gandjar dan Rohman, 2012).

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan

penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

17
fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.3.3 Komponen spektrofotometer Ultraviolet

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum

ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu system optik dengan kemampuan

mengahasilkan sinar monokromatis. Komponen komponennya meliputi:

1. Sumber Sinar

Senyawa- senyawa yang menyerap di spektrum daerah ultraviolet

digunakan lampu deuterium. Sedangkan untuk sinar tampak digunakan lampu

tungsten. Lampu tungsten mengemisikan sinar pada panjang gelombang 35-

2 nm, sedangkan lampu deuterium pada panjang gelombang 2-37 nm

(Gandjar dan Rohman, 2012).

2. Monokromator
Kebanyakan pengukuran kuantitatif sinar harus bersifat monokromatik

yakni sinar dengan satu panjang gelombang tertentu. Hal ini dicapai dengan

melewatkan sinar polikromatik melalui suatu monokromator. Terdapat dua jenis

monokromator dalam spektrofotometer modern; yaitu prisma dan kisi difraksi

(Gandjar dan Rohman, 2012).

3. Detektor

Detektor biasanya merupakan kepingan elektronik yang disebut dengan

tabung pengganda foton, yang beraksi untuk mengubah intensitas berkas sinar ke

dalam sinyal elektrik yang dapat diukur dengan mudah dan juga beraksi sebagai

suatu pengganda (amflifier) untuk meningkatkan kekuatan sinyal. Sinyal elektrik

akan menuju perekam untuk menampikan spektrum serapannya (Gandjar dan

Rohman, 2012).

18
2.4 Spektrofotometri Derivatif

Konsep derivatif telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 195,

dimana terlihat memberikan banyak keuntungan. Aplikasi utama spektrofotometri

derivatif UV Vis adalah untuk identifikasi kualitatif dan analisis senyawa dalam

sampel. Metode spektrofotometri derivatif sangat cocok untuk analisis pita

absorpsi yang tumpang tindih (Nurhidayati, 27).

Spektrofotometri derivatif merupakan suatu metode manipulatif terhadap

spektra pada spektrofotometri UV-Vis. Metode spektrofotometri derivatif atau

metode kurva turunan adalah salah satu metode spektrofotometri yang dapat

digunakan untuk analisis campuran beberapa zat secara langsung, tanpa harus

melakukan pemisahan terlebih dahulu walaupun dengan panjang gelombang yang

berdekatan. Pada spektrofotometri konvensional (derivat kenol), spektrum serapan

merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang () (Ditjen POM. 1995).

Spektrum elektronik biasanya memperlihatkan pita yang lebar. Pada

metode derivatif, plot A terhadap ini ditransformasikan menjadi plot dA/ d

untuk derivatif pertama dan d2A/d2 terhadap untuk derivatif kedua, dan

seterusnya. Metode spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif

terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis).

Spektofotometri derivatif bersangkutan dengan transformasi spektrum serapan

menjadi spektrum derivatif pertama, kedua atau spektrum derivatif dengan order

yang lebih tinggi (Ditjen POM. 1995).

19
Gambar 2.3 Spektrum derivat pertama sampai derivat keempat (Talsky,
1994).

2.4.1 Metode Spektrofotometri Derivatif


Metode spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam anlisa

kuantitatif antara lain: metode zero crossing; metode peak to peak; dan metode

tangen (Talsky, 1994). Metode zero-crossing adalah prosedur yang paling umum

untuk menentukan campuran biner yang spektranya saling tumpang tindih dapat

dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Aplikasi sederhana teknik zero crossing (OHaver, 1979)

Panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang dimana

senyawa tersebut mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang

analisis untuk zat lain dalam campurannya. Bila campuran biner memiliki panjang

20
gelombang zero-crossing lebih dari satu, maka yang dipilih untuk dijadikan

panjang gelombang analisis adalah panjang gelombang zero-crossing yang

serapan pasangannya dan campurannya persis sama, karena pada panjang

gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan senyawa pasangannya

dan memiliki serapan yang paling besar. Pada serapan yang paling besar,

serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisis dapat diperkecil (Nurhidayati,

27).

Metode yang lain adalah derivatif quotient spectra atau rasio spektra

derivatif. Metode ini berdasarkan pada pembagian spektrum campuran menjadi

spektrum standard setiap analisis dan mengarahkan quotient untuk mendapatkan

spektrum yang tidak tergantung pada konsentrasi analit yang digunakan sebagai

pembagi. Bila dibandingkan dengan metode zero-crossing, pengukuran

menggunakan rasio spektra derivatif lebih mudah dan sinyal analit lebih tinggi. Di

sampingitu, adanya maksimum dan minimum pada rasio spektra derivatif

memberikan kemungkinan untuk penentuan kadar komponen-komponen tersebut

bila terdapat komponen aktif dan eksipien lain yang mempengaruhi penetapan

kadar (Nurhidayati, 27).

2.4.2 Penggunaan Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif banyak digunakan untuk zat-zat dalam suatu

campuran yang spektrumnya saling mengganggu atau tumpang tindih

(overlapping) dimana zat-zat tersebut dapat larut dalam pelarut yang sama serta

memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan.

Spektrofotometri derivatif telah diaplikasikan secara luas di dalam analisis

lingkungan berupa polusi bahan anorganik, kosmetik, agenagen diagnostik, zat-

21
zat anorganik, analisis makanan, analisis komponen biologi misalnya protein dan

asam amino, analisis kandungan dalam sediaan farmasetika, serta analisis

stabilitas obat-obatan (Ojeda dan Rojas, 2013; Talsky, 1994).

2.4.3 Komponen Spektrofotometer Derivatif

Komponen-komponen pada spektrofotometer UV-Vis biasa sama dengan

komponen pada spektrofotometer derivatif. Alat spektrofotometer harus

dilengkapi dengan peralatan sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan spektrum

derivatif (Ditjen POM., 1995). Biasanya spektrofotometer telah mempunyai

software untuk mengolah data yang dapat dioperasikan malalui komputer yang

telah terhubung dengan spektrofotometer (Moffat, dkk., 2011).

Spektrum derivatif dihasilkan oleh spektrofotometer yang dirancang untuk

melakukan transformasi elektronik. Derivatif dA/d didekati dengan

meningkatnya rasio A/, di mana A adalah perubahan serapan terhadap

perbedaan . Makin kecil , A/ makin mendekati derivatif sesungguhnya

dA/d. Mode derivatif pertama dan kedua adalah fitur standar microprocessor

spektrofotometer UV-Vis dan beberapa instrumen dilengkapi dengan mode

derivatif ketiga, keempat, kelima sampai dengan ketujuh. Perangkat lunak

komputer juga tersedia untuk mengolah data spektra UV-Vis sampai dengan

derivat kesembilan (OHaver, 1979).

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur

analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi metode

analisis ditujukan untuk menjamin bahwa metode analisis memenuhi spesifikasi

yang dapat diterima sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini perlu

22
dilakukan untuk menjamin bahwa setiap pengukuran serupa yang dilakukan di

masa yang akan datang akan menghasilkan nilai terhitung (calculated value) yang

cukup dekat atau sama dengan nilai sebenarnya dari jumlah analit yang terdapat

dalam sampel. Adapun karakteristik dalam validasi yaitu akurasi/kecermatan,

presisi/keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas,

rentang, kekasaran dan ketahanan (robutness) (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.5.1 Akurasi (Kecermatan)

Akurasi adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh melalui

metode analitik dengan nilai sebenarnya. Untuk pengujian senyawa obat akurasi

diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan

standar (stadar reference material, SRM). Akurasi dinyatakan dalam persen

perolehan kembali (% recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan tiga cara yaitu:

(1) membandingkan hasil analisis dengan CRM (certified reference material) dari

organisasi standar internasional; (2) spiked placebo recovery; dan (3) standard

addition method (Gandjar dan Rohman, 2012).

Placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked)

ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut

dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit

teoritis yang diharapkan. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan,

maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan

langsung ke dalam sediaan farmasi. Metode ini dinamakan standard addition

method atau metode penambahan baku. (Satiadarma, dkk., 2004; Ermer dan McB

Miller, 2005; Harmita, 2004).

23
2.5.2 Presisi (Keseksamaan)
Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian di antara

masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada

sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan

sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi). Presisi dapat

diartikan pula sebagai derajat keterulangan dari prosedur analisis pada kondisi

kerja normal (Satiadarma, dkk., 2004).

Presisi ditentukan dengan menggunakan sejumlah alikot secukupnya dari

satu sampel homogen, agar dapat dihitung secara statistik perkiraan deviasi stadar

atau deviasi standar yang sahih. Pada uji tersebut setiap cuplikan mendapatkan

perlakuan analisis yang sama, lengkap dan mandiri, mulai dari persiapannya

sampai dengan didapatkan hasil akhirnya (Satiadarma, dkk., 2004).

Sesuai dengan ICH, presisi dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:

keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision), dan

ketertiruan (reproducibility). Keterulangan yakni presisi pada kondisi percobaan

yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya maupun waktunya.

Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau standar deviasi relatif (RSD) dari

serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan:

1 X SD
RSD =
X
; yang mana
X merupakan rata rata data, dan SD adalah standar

deviasi serangkaian data. Sementara nilai SD dihitung dengan rumus:

)2
(xX
SD = )
(N1
; yang mana: X adalah nilai dari masing masing pengukuran;

adalah rata rata dari pengukuran; N adalah banyaknya data. Biasanya replikasi

dilakukan 6-15 kali dilakukan pada sampel tunggal untuk tiap konsentrasi

(Gandjar dan Rohman, 2012).

24
2.5.3 Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara

tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti

ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks. Secara umum,

spesifisitas dapat ditunjukkan oleh pendekatan secara langsung maupun tidak

langsung. Pendekatan langsung dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan

oleh senyawa lain terhadap hasil analisis misalnya mendapatkan hasil yang sama

dengan atau tanpa senyawa pengganggu, resolusi kromatografik yang bagus dan

kemurnian puncak (peak purity). Pendekatan tidak langsung adalah lewat

pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah

dapat diterima (acceptable) dan valid, maka metode tersebut otomatis telah masuk

kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer dan McB Miller, 2005).

2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Limit deteksi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas

yaitu konsentrasi analit terendah yang masih dapat dideteksi. Limit kuantitasi

adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan

presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi eksperimen yang ditentukan.

LOD dan LOQ dapat dihitung dengan rumus:

LOD= 3,3(SD/ S)

LOQ= 10( SD/S)


Dimana: SD : standard deviasi
S : kemiringan (slope) (Gandjar dan Rohman, 2012; Satiadarma,
dkk., 2004).
2.5.5 Linearitas

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji

yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang

25
diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel

(analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi

yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan McB Miller, 2005).

Linearitas paling baik dievaluasi dengan pengamatan visual terhadap suatu

plot yang menyatakan hubungan antara fungsi konsentrasi analit dengan signal

yang diukur (absorbansi, luas puncak, tinggi puncak, area di bawah kurva dsb).

Pada uji linearitas, paling tidak 6 konsentrasi yang berbeda digunakan pada uji.

Pada keadaan normal, linearitas diperoleh ketika nilai koefisien determinasi (r2)

0,997 dan yang kurang diterima ketika r2 < 0,997 (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.5.6 Rentang

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu

metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang mencukupi.

Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur

analitik tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat

diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (Gandjar dan Rohman,

2012).

2.5.7 Kekuatan (Ketahanan)

Kekuatan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh

adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan

melakukan variasi parameter parameter metode seperti: persentase pelarut

organik, PH, kekuatan ionik, suhu dan sebagainya (Gandjar dan Rohman, 2012).

26

Anda mungkin juga menyukai