Anda di halaman 1dari 17

ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN KB

DOSEN PENGAMPU : Siti Arifah S.ST.,M.H.Kes

Disusun Oleh :

ALIFIA NANDERA S. (1610105181)

AZIZAH NUR UTAMI (1610105153)

KHATRINE FIRDA A.F. (1610105173)

PROGRAM STUDI JENJANG D III KEBIDANAN


UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA
Jl. Ring Road Barat 63 Mlangi Nogotirto Gamping Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
55292 Telepon: (0274) 4469199
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan .............................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian ......................................................................................................... 2
B. Penerapan Etika dalam Pelayanan KB ............................................................. 3
C. Inform Choice dan Inform Concent dalam pelayanan KB .............................. 5
D. Wewenang Bidan Dalam Pelayanan KB ......................................................... 8
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Contoh Kasus ................................................................................................... 9
B. Pembahasan ...................................................................................................... 9
C. Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum .............................................................. 10
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................ 12
BAB V ROLE PLAY
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma baru program keluarga berencana nasional telah diubah visinya dari
mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga Bekualitas tahun 2015
keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki
jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, tanggungjawab, dan harmonis. Dalam
paradigma baru program KB ini, misalnya sangat menekankan upaya menghormati hak-hak
reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga berdasarkan salah
satu pesan kunci dalam Rencana Strategik Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di
Indonesia adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan.

Untuk mencapai hal tersebut di atas Bidan sangat memegang peranan dalam
kesinambungan keberhasilan program KB. Dalam memberikan pelayanan KB, bidan
berkewajiban melaksanakannya secara professional. Pekerja professional dituntut
berwawasan sosial yang luas, sehingga pilihan jabatan dan perannya didasari nilai tertentu,
bersikap positif terhadap jabatan dan perannya dan bermotivasi serta berusaha untuk berkarya
sebaik-baiknya (Depkes,2003).

Dengan demikian sebagai jabatan professional bidan dalam pelaksanaan


pelayanankebidanan, selalu berpegang pada etika kebidanan. Etika dapat dapat berarti nilai
dan norma moral yang menjadi pegangan bagi sesorang atau sesuatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Etika mencakup prinsip, konsep dasar dan nilai-nilai yang
membimbing makhluk hidup dalam berpikir dan bertindak (Supardan S,2008)

B. Tujuan
1. Meningkatkan profesionalisme bidan dalam pelayanan kebidanan di bidang KB.
2. Menerapkan etika kebidanan dan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan di
bidang KB.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
1. Issue Etika
Dalam profesi bidan etika lebih dimengerti sebagai filsafat moral. Istilah
etika berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani ethos dalam bentuk tunggal
mempunyai artikebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, dan cara berfikir. Dalam bentuk jamakta etha mempunyai adat
kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika
berarti : ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dalam KBBI yang baru (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1988) etika
dijelaskan dengan membedakan tiga arti :
1. I l m u t e n t a n g a p a y a n g b a i k d a n a p a y a n g b u r u k d a n t e n t a n g
h a k d a n k e w a j i b a n m o r a l (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
4. Jadi etika sebagai sebuah system nilai adalah nilai dan norma yang
menjadi pegangan bagiseseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya.
Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan
penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994).
Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu
lingkungan yang belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian.
Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topim yang penting
berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu
tindakan yang berhubungan dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut
baik dan buruk.

2
2. Kontrasepsi Berencana
Keluarga berencana (disingkat KB) adalah gerakan untuk membentuk
keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna
adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan
dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti
kondom, spiral, IUD, dan sebagainya.
3. Pengertian Malpraktek
Malpraktek adalah kata yang umum sifaatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti
pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi
kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan
yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari
seorang dokter atau tenaga keperawatan dari seseorang (perawat danbidan) untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance
Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
B. Penerapan Etika dalam Pelayanan KB
1. Konseling
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga
berencana. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam
memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai
pilihannya. Jika klien belum mempunyai keputusan karena disebabkan
ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi yang akan digunakan, menjadi kewajiban
bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan
oleh klien, dengan memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat
dipergunakan oleh klien, dengan memberikan beberapa alternative sehingga klien
dapat memilih sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya.
1. Tujuan Konseling :
a. Calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya maupun keluarganya.
b. Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan berKB , cara
menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan kontrasepsi.

3
c. Calon peserta KB mengambil keputusan pilihan alat kontrasepsi
2. Sikap bidan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi calon klien baru:
a. Memperlakukan klien dengan baik
b. Interaksi antara petugas dan klien
c. Bidan harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien serta
mendorong agar klien berani berbicara dan bertanya
d. Memberi informasi yang baik kepada klien
e. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan
f. Terlalu banyak informasi yang diberikan akan menyebabkan kesulitan bagi klien
untuk mengingat hal yang penting.
g. Tersedianya metode yang diinginkan klien
h. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat
i. Bidan memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar
memahaminya dengan memperlihtkan bagaimana cara penggunaannya. Dapat
dilakukan dengan dengan memperlihatkan dan menjelaskan dengan flipchart,
poster, pamflet atau halaman bergambar.
3. Langkah-langkah konseling :
a. Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya
b. Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon
c. Memberikan penjelasan disertai penunjukan alat-alat kontrasepsi
d. Membantu klien untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya sendiri.
4. Ketrampilan dalam konseling
a. Mendengar dan mempelajari dengan menerapkan:
1) Posisi kepala sama tinggi
2) Beri perhatian dengan kontak mata
3) Sediakan waktu
4) Saling bersentuhan
5) Sentuhlah dengan wajar
6) Beri pertanyaan terbuka
7) Berikan respon
8) Berikan empati
9) Refleks back
10) Tidak menghakimi
b. Membangun kepercayaan dan dukungan:

4
1) Menerima yang dipikirkan dan dirasakan klien
2) Memuji apa yang sudah dilakukan dengan benar
3) Memberikan bantuan praktis
4) Beri informasi yang benar
5) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti/sederhana
6) Memberikan satu atau dua saran.
C. Inform Choice dan Inform Concent dalam pelayanan KB
1. Informed Choice
a. Pengertian
Informed Choice adalah berarti membuat pilihan setelah mendapat
penjelasan tentang alternative asuhan yang dialami. Pilihan atau choice lebih
penting dari sudut pandang wanita yang memberi gambaran pemahaman
masalah yang berhubungan dengan aspek etika dalam otonomi pribadi. Ini
sejalan dengan Kode Etik Internasional Bidan bahwa : Bidan harus
menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong
wanita untuk menerima tanggung jawab dari pilihannya.
b. Tujuan informed choice
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran
bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi
juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya
terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang
dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak wanita
setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima
tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
c. Perbedaan pilihan (choice) dengan persetujuan (consent)
- Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang akan dilakukan bidan.
- Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa
asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang
sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi menentukan
pilihannya sendiri.

5
- Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien
mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat menentukan mana yang
disukai atau sesuai dengan kebutuhannya.

2. Informed Consent
a. Pengertian
Setelah klien menentukan pilihan alat kontrasepsi yang dipilih, bidan
berperan dalam proses pembuatan informed concent. Yang dimaksud
Informed Concent adalah persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh
klien/pasien atau walinya kepada bidan untuk melakukan tindakan sesuai
kebutuhan. Infomed concent adalah suatu proses bukan suatu formolir atau
selembar kertas dan juga merupakan suatu dialog antara bidan dengan
pasien/walinya yang didasari keterbukaan akal dan pikiran yang sehat dengan
suatu birokratisasi yakni penandatanganan suatu formolir yang merupakan
jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak pasien/walinya telah terjadi.
b. Tujuan Pelaksanaan Informed Consent
Dalam hubungan antara pelaksana (bidan) dengan pengguna jasa
tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan:
- Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari
segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun
tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan
malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi
medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi
atau over utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan
medisnya;
- Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan
medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of
treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun bidan telah bertindak
hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang
hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan,
kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau
karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan
demikian oleh teman sejawat lainnya.

6
c. Persetujuan pada informed consent dapat dibedakan menjadi tiga bentuk,
yaitu:
- Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan
dengannya (telah terjadi informed consent).
- Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat
non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak
pasien.
- Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya
pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
Dalam proses tersebut, bidan mungkin mengahadapi masalah yang
berhubungan dengan agama sehingga bidan harus bersifat netral, jujur, tidak
memaksakan suatu metode kontrasepsi tertentu. Mengingat bahwa belum ada
satu metode kontrasepsi yang aman dan efektif, maka dengan melakukan
informed choice dan infomed concent selain merupakan perlindungan bagi
bidan juga membantu dampak rasa aman dan nyaman bagi pasien. Sebagai
contoh, bila bidan membuat persetujuan tertulis yang berhubungan dengan
sterilisasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sterilisasi bersifat
permanen, adanya kemungkinan perubahan keadaan atau lingkungan klien,
kemungkinan penyelesaian klien dan kemungkinan kegagalan dalam sterilisasi.

7
D. Wewenang Bidan Dalam Pelayanan KB
Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan melalui proses pengambilan
keputusan dan tindakan dilakukan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.
Area kewenangan Bidan dalam pelayanan keluarga berencana tercantum
dalam Permenkes 1464/MENKES/PER/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik bidan:
1. Pasal 9 tentang bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu,
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB.
2. Pasal 11 ayat 2 (f) tentang pemberian konseling dan penyuluhan.
3. Pasal 12 tentang bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan KB sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c
berwenang untuk.
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan KB
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
4. Pasal 18 ayat 1 huruf b bidan berkewajiban untuk memberikan informasi
tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan.
5. Pasal 18 ayat 1 huruf d tentang pelaksaan praktik atau kerja bidan
berkewajiban untuk meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.

8
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Contoh Kasus
Tujuh tahun lalu istri saya melahirkan dengan opersai Caesar. Mengingat ingin
mengatur jarak kelahiran, kami memutuskan untuk menggunakan KB suntik,namun ternyata
tidak cocok sehingga beralih ke pil. Enam tahun berselang kami memutuskan untuk memiliki
anak lagi. Setahun pil sudah tidak digunakan lagi, namun tanda-tanda kehamilan belum
muncul. Sampai pada akhirnya pada 4 maret 2006, dokter melakukan USG. Hasilnya amat
mengejutkan . Di dalam rahim istri saya terpasang IUD. Kami tidak pernah berkeinginan
menggunakan alat kontrasepsi IUD.

Kalaupun secara sadar menggunakannya, untuk apa masih menggunakan alat


kontrasepsi suntik dan lalu pil selama 6 tahun?.

Kami menduga tindakan pemasangan (tanpa sepengetahuan dan izin dari kami
berdua) dilakukan saat istri saya dioperasi Caesar. Pihak RS saat itu sama sekali tidak
menginformasikan kepada kami perihal pemasangan IUD.

Dengan kasus ini kami menuntut penjelasan dan ganti rugi kepada pihak rumah sakit,
seraya mengingatkan kepada keluarga berputra satu lainya yang sulit mendapatkan anak
kedua: Anda mungkin korban program KB yang dicanangkan rumah sakit.

B. Pembahasan
Informed Concent adalah persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh klien/pasien
atau walinya kepada bidan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan. Infomed concent
adalah suatu proses bukan suatu formolir atau selembar kertas dan juga merupakan suatu
dialog antara bidan dengan pasien/walinya yang didasari keterbukaan akal dan pikiran yang
sehat dengan suatu birokratisasi yakni penandatanganan suatu formolir yang merupakan
jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak pasien/walinya telah terjadi.

Analisis :

9
Dari teori diatas seharusnya kita sebagai tenaga kesehatan sebelum melakukan
tindakan medis harus melalui inform consent ataupun inform choice kepada pasien
khususnya pada kasus ini yaitu pemilihan jenis kontrasepsi.

Apabila pasien menolak, pihak RS memberikan formulir penolakan dengan syarat-


syarat tertentu berdasarkan kebijakan RS tersebut dengan resiko ditanggung oleh pihak
pasien tersebut.

Berdasarkan kasus diatas Rumah Sakit melanggar kode etik karena petugas kesehatan
yang ada di RS tersebut tidak memberitahukan pemasangan IUD post partum kepada pasien,
suami ataupun keluarga pasien.

C. Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum


Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
bidan menghadapi tuntutan hukum, maka bidan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau
keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan. Apabila tuduhan kepada bidan
merupakan criminal malpractice, maka bidan dapat melakukan:
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang
ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan
tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa
dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan
cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk
membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa penasehat


hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara
perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah
uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan

10
perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain
pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat
(bidan) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.

Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak


diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya
hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan
dan hal inilah yang menguntungkan bidan.

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa sepenuhnya keputusan penggunaan alat kontrasepsi berada di tangan pasien.
Kita sebagai tenaga kesehatan hanya memberi berbagai macam pilihan (inform choice)
kepada pasien. Seharusnya pihak dari RS memberitahu inform consent kepada pasien terkait
pemasangan IUD. Sebaiknya inform consent harus tetap ada disetiap tindakan.

B. Saran
1. Untuk meningkatkan profesionalisme bidan dalam setiap tindakan harus
menggunakan inform consent.
2. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan bidan harus menjalankan tugasnya sesuai
dengan kode etik profesinya.

12
BAB V
ROLEPLAY

Contoh Kasus
Tujuh tahun lalu istri saya melahirkan dengan opersai Caesar. Mengingat ingin
mengatur jarak kelahiran, kami memutuskan untuk menggunakan KB suntik,namun ternyata
tidak cocok sehingga beralih ke pil. Enam tahun berselang kami memutuskan untuk memiliki
anak lagi. Setahun pil sudah tidak digunakan lagi, namun tanda-tanda kehamilan belum
muncul. Sampai pada akhirnya pada 4 maret 2006, dokter melakukan USG. Hasilnya amat
mengejutkan . Di dalam rahim istri saya terpasang IUD. Kami tidak pernah berkeinginan
menggunakan alat kontrasepsi IUD.

Kalaupun secara sadar menggunakannya, untuk apa masih menggunakan alat kontrasepsi
suntik dan lalu pil selama 6 tahun?.

Kami menduga tindakan pemasangan (tanpa sepengetahuan dan izin dari kami berdua)
dilakukan saat istri saya dioperasi Caesar. Pihak RS saat itu sama sekali tidak
menginformasikan kepada kami perihal pemasangan IUD.

Dengan kasus ini kami menuntut penjelasan dan ganti rugi kepada pihak rumah sakit, seraya
mengingatkan kepada keluarga berputra satu lainya yang sulit mendapatkan anak kedua:
Anda mungkin korban program KB yang dicanangkan rumah sakit.

Istri: Pah aku sudah tidak pakai kb lagi tetapi kok belum hamil lagi ya..?

Suami: kok bisa sih mah? Padahal kan kalau pil itu setelah berhenti memakai langsung bisa
hamil lagi kan?

Istri: iya sih pah tapi ini kok belum hamil yap ah? Apa kita ke dokter saja?

Suami: iya mah kita periksa ke dokter saja

Istri: baik lah pah

Keesokan harinya suami istri ini ke RS, tibalah antriannya.

13
Bidan: ada yang bisa dibantu pak buk?

Suami: ini bu istri saya pengen hamil lagi dia sudah tidak kb selama 1 tahun tetapi belum
hamil juga

Bidan: memangnya dulu ibu pakai kb apa bu?

Suami: saya memakai kb pil bu

Bidan: lohh,, seharusnya ibu sudah hamil kalau hanya pakai kb pil

Istri: makanya bu bidan saya ingin memeriksakan apakah ada yang salah dengan saya?

Bidan: baik pak buk, kalau begitu nanti di USG saja ya untuk mengetahui apakah ada
masalah atau tidak, bagaimana apakah setuju?

Suami & istri: iya setuju

Bebrapa setelah di USG

Bidan: pak buk, setelah saya USG ini ternyata ada IUD didalamnya apakah ibu pernah kb
IUD?

Istri: apa? Saya tidak pernah kb IUD bu bidan, atau jangan-jangan waktu saya SC dokter
memasangkan IUD ke saya?

Bidan: bisa jadi itu bu, apakah ibu masih ingat siapa dokter yang membantu ibu?

Istri: iya saya masih ingat bu, pokoknya saya tidak terima karena pemasangan IUD ini tidak
saya ketahui, saya mau menuntut dokter yang memasangkan IUD ini kepada saya!
Baik bu bidan kalau begitu terimakasih ya dan saya akan segera mengurus untuk
menuntut dokter itu.

Karena suami dan istri tidak pernah menyetujui untuk dipasangkan IUD maka ibu dan bapak
ini complain kepada dokter dan pihak RS dan ibu mengancam akan menuntut dokter yang
pernah menolong pada saat ibu SC.

14
DAFTAR PUSTAKA

Guwandi, J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Marimbi, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Mitra Cendikia : Jogjakarta

PERMENKES 1464/MENKES/PER/X/2010

Puji Wahyuningsih, Heni. 2006. Etika Profesi Kebidanan. Firtamaya : Yogyakarta

Supardan. D. 2008. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi
Aksara. Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai