Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

GEOTEKNIK

KUAT GESER TANAH

Disusun oleh:
Retno A. Siahaan 21100114120007
Antonius Yosef 21100114120024
Bunga Bumi Heir Bintang 21100114120025
Kris Satria Nababan 21100114120034
Ricky Habel Sidabutar 21100114140074

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
NOVEMBER 2017
KUAT GESER TANAH

1.1 Pengertian dan Konsep Dasar


Keamanan struktur yang berdiri di atas tanah tergantung pada
kekuatan tanah di bawahnya. Jika tanah runtuh, maka struktur tersebut akan
runtuh yang merenggut korban dan kerugian ekonomi. Kekuatan tanah yang
dimaksud yaitu kekuatan geser tanah. Kekuatan geser (shear strength) tanah
merupakan gaya tahanan internal yang bekerja per satuan luas massa tanah
untuk menahan keruntuhan atau kegagalan sepanjang bidang runtuh dalam
massa tanah tersebut. Sebagai aplikasinya, parameter kekuatan geser tanah
dapat digunakan untuk menghitung :
- Kuat dukung
- Stabilitas lereng
- Tekanan tanah pada struktur penahan
Pada tanah, hanya kekuatan geser yang perlu diperhatikan. Dalam
rekayasa geoteknik seperti analisis daya dukung pondasi, tekanan tanah pada
dinding penahan dan kemantapan lereng hanya bergantung pada kekuatan
geser tanah, tidak dipengaruhi oleh kuat tekan dan kuat tarik.
Kuat geser tanah tidak tetap pada jenis tanah tertentu. Pada
kedalaman yang besar, umumnya tanah lebih kuat daripada di permukaan.
Pada tanah urugan, lapisan bawah lebih kuat dari lapisan teratas. Hal ini
karena kuat geser tanah bergantung pada tegangan. Kuat geser tanah juga
dapat bertambah disebabkan oleh pengaruh alam seperti curah hujan atau
pengaruh kegiatan manusia pada lereng.

Gambar 1. Cara keruntuhan fondasi, dinding penahan, lereng alam

1
1.1.1 Rumus Umum
s = c + (-u) tan
atau
s = c + tan
Keterangan :
S = kuat geser tanah
= tegangan normal total pada bidang geser
u = tekanan air pori pada bidang geser
= tegangan normal efektif pada bidang geser
c = kohesi menurut keadaan tegangan efektif
= sudut ketahanan geser (sudut gesekan) menurut keadaan
tegangan efektif
Parameter c dan biasanya dinamakan parameter kekuatan
geser tanah menurut tegangan efektif. Kekuatan geser menurut
persamaan tersebut dianggap terdiri dari dua bagian :
a. Komponen kohesif (c), yang disebabkan oleh ikatan antara
butiran tanah dan nilainya dapat dianggap tetap pada jenis tanah
tertentu.
b. Komponen gesekan ( tan ), yang bergantung pada tegangan
normal efektif yang bekerja tegak lurus pada bidang geser.

1.1.2 Kekuatan Geser Tak Terdrainasi


Jika tidak terjadi perubahan kadar air di dalam tanah, tanah
tidak terdrainasi dan jenuh sepenuhnya, tidak terjadi perubahan
volume yang berarti tidak terjadi perubahan tegangan efektif.
Berdasarkan rumus umum kuat geser, tidak terdapat perubahan
komponen gesekan sehingga kekuatan tetap sama. Jadi dalam keadaan
ini kuat geser tidak dipengaruhi oleh perubahan tegangan total pada
tanah.

2
Menurut keadaan tegangan total (keadaan tak terdrainasi),
tanah berperilaku seakan-akan sudut gesernya nol. Keadaan tak
terdrainasi sering disebut = 0, keadaan = 0 hanya terjadi bila
terdapat dua faktor yaitu :
a. Tanah jenuh air
b. Keadaan tak terdrainasi
Keadaan = 0 tidak bergantung pada jenis tanah, dapat juga
terjadi pada pasir dan lempung bila terdapat dua faktor tersebut.
Keadaan = 0 umumnya pada tanah berbutir halus yaitu lanau dan
lempung. Analisis kekuatan tak terdrainasi berarti analisis menurut
tegangan total saja, karena perilaku tak terdrainasi berkaitan langsung
hanya dengan tegangan total.

1.2 Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulumb

Gambar 2. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb

Kriteria keruntuhan / kegagalan Mohr-Coulomb digambarkan dalam


bentuk garis lurus. Jika kedudukan tegangan baru mencapai titik P,
keruntuhan tidak akan terjadi. Pada titik Q terjadi keruntuhan karena titik
tersebut terletak tepat pada garis kegagalan. Titit R tidak akan pernah dicapai,
karena sebelum mencapai titik R sudah terjadi keruntuhan.

3
Terzaghi (1925) mengubah persamaan Coulomb dalam bentuk efektif
karena tanah sangat dipengaruhi oleh tekanan air pori.

= c'+( ) tg' karena ' =


maka persamaan menjadi ;

= c'+ 'tg'
dengan ;
= tegangan geser (kN/m2 )
' = tegangan normal efektif (kN/m2 )
c = kohesi tanah efektif (kN/m2 )
' = sudut gesek dalam tanah efektif (derajad)
Kuat geser tanah bisa dinyatakan dalam bentuk tegangan efektif 1
dan 3 pada saat keruntuhan terjadi . Lingkaran Mohr berbentuk setengah
lingkaran dengan koordinat ( ) dan () dilihatkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Lingkaran Mohr

Dari lingkaran Mohr dapat dilihat ;


1 = tegangan utama mayor efektif (kN/m2 )
c = kohesi (kN/m2 ) '
3 = tegangan utama minor efektif (kN/m2 )
= sudut gesek dalam efektif
= sudut keruntuhan (derajad)
Tegangan geser ( f ' ) = tegangan geser efektif pada saat terjadi
keruntuhan

4
Tegangan normal ( f ' ) = tegangan normal efektif pada saat terjadi
keruntuhan.

Dari lingkaran Mohr hubungan parameter-parameter tersebut dapat


dinyatakan ;

1.3 Pengukuran Kuat Geser Tanah


Parameter kekuatan geser tanah ditentukan dari uji-uji laboratorium
pada benda uji yang diambil dari lapangan yaitu dari hasil pengeboran tanah
yang dianggap mewakili.
Tanah yang diambil dari lapangan harus diusahakan tidak berubah
kondisinya, terutama pada contoh asli (undisturbed), dimana masalahnya
adalah harus menjaga kadar air dan susunan tanah di lapangannya supaya
tidak berubah. Pengaruh kerusakan contoh benda uji akan berakibat fatal
terutama pada pengujian tanah lempung.
Umumnya contoh benda uji diperoleh baik dengan kondisi terganggu
atau tidak asli (disturbed sample) maupun didalam tabung contoh
(undisturbed sample). Pada pengambilan tanah benda uji dengan tabung,
biasanya kerusakan contoh tanah relatif lebih kecil.
Kuat geser tanah dari benda uji yang diperiksa di laboratorium,
biasanya dilakukan dengan besar beban yang ditentukan lebih dulu dan
dikerjakan dengan menggunakan tipe peralatan yang khusus.
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kuat geser tanah yang
diuji di laboratorium, adalah :

5
1) Kandungan mineral dari butiran tanah
2) Bentuk partikel
3) Angka pori dan kadar air
4) Sejarah tegangan yang pernah dialami
5) Tegangan yang ada di lokasi
6) Perubahan tegangan selama pengambilan contoh dari dalam tanah.
7) Tegangan yang dibebankan sebelum pengujian.
8) Cara pengujian
9) Kecepatan pembebanan
10) Kondisi drainase yang dipilih, drainase terbuka atau drainase tertutup
11) Tekanan air pori yang ditimbulkan
12) Kriteria yang diambil untuk penentuan kekuatan geser.
Pada umumnya, cara mengukur kekuatan geser dilaboratorium harus
sedemikian rupa sehingga nilai , dan u dapat diketahui selama percobaan
dilakukan. Penentuan dan tidaklah sulit dan nilainya dapat diukur secara
langsung. Demikian pula penentuan nilai u asal kedua hal berikut
diperhatikan :
1) Keadaan pengaliran air dari contoh : yaitu apakah contoh tertutup
selama percobaan sehingga air tidak dapat mengalir atau terbuka
sehingga air dapat mengalir atau masuk contoh
2) Kecepatan percobaan : yaitu bilamana kecepatan terlampau tinggi
maka air mungkin tidak dapat mengalir walaupun ada jalan
pengaliran air yang terbuka.
Percobaan kekuatan geser biasanya dilakukan dalam dua tingkat
sebagai berikut :
1) Tingkat pertama, Pemberian tegangan normal
2) Tingkat kedua, Pemberian tegangan geser sampai terjadi keruntuhan,
yaitu sampai tercapai tegangan geser maksimum.
Uji kekuatan biasanya dilakukan dalam dua tahap yaitu sebagai
berikut :
Tahap 1 : Pemberian tegangan normal-tahap konsolidasi

6
Tahap 2 : Pemberian tegangan geser sampai terjadi keruntuhan-tahap
pembebanan.

1.3.1 Uji Geser Langsung (Uji Kotak Geser)


Kotak geser adalah alat pertama untuk mengukur kekuatan
geserl digunakan oleh coulomb pada tahun 1776. Alat ini
diperlihatkan pada Gambar 1. contoh tanah dimasukkan dalam kotak
yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. batu
berpori diletakkan di atas dan di bawah contoh tanah supaya air boleh
masuk atau keluar dari contoh selama pengujian. sistem gantungan
dan pemberian beban kemudian digunakan untuk memberikan
regangan normal (vertikal) pada contoh. Alat pendorong kemudian
memberikan gaya hoizontal pada bagian bawah kotak, sementara
bagian atasnya tetap diam. Gaya horizontal diberikan dengan
memakai kecepatan deformasi yang tetap; deformasi dan gaya di ukur
sampai pengujian selesai.

Gambar 4. Uji Geser Langsung

Manfaat dan batasan dari uji geser langsung meliputi:

7
Sederhana dan mudah dilakukan.
Contoh tanah tak terganggu sulit disiapkan karena penampang
persegi.
Drainasi tidak dapat dikendalikan, sehingga uji tak terdrainasi
tidak mungkin
Tegangan-tegangan utama tidak diketahui'
Luas contoh tanah berubah terus selama pengujian berlangsung
dan koreksinya tidak tepat.
Yang diperoleh adalah kurva tegangan/deformasi geser, bukan
kurva tegangan/regangan.

1.3.2 Uji Triaksial


Uji triaksial sudah menjadi cara paling terkenal dan yang
paling sering digunakan sekarang ini untuk mengukur kuat geser
tanah. Uji ini lebih disukai baik karena alasan teoretis maupun karena
dapat dipakai untuk bermacam-macam pengujian. Semua jenis uji
kekuatan geser dapat dilakukan dengan alat triaksial. Alat ini dapat
pula dipakai untuk mengukur sifat permeabilitas atau konsolidasi. Alat
triaksial ini diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Uji Triaksial

8
Ada tiga jenis uji triaksial yang biasa digunakan, yaitu uji tak
terdrainasi, uji terkonsolidasi tak terdrainasi, dan uji terdrainasi.
Keadaan selama tahap konsolidasi (Tahap 1) dan tahap pembebanan
(Tahap 2) pada masing-masing jenis pengujian adalah sebagai berikut:
a. Uji tak terdrainasi (disebut juga uji tak terkonsolidasi
takterdrainasi,/UU). Tidak ada drainasi yang diizinkan selama
kedua tahap. Tekanan air pori umumnya tidak diukur.
b. Uji konsolidasi tak terdrainasi /cu. Drainasi diizinkan selama
tahap konsolidasi, sampai contoh tanah terkonsolidasi
sepenuhnya, yaitu sampai semua tekanan air pori hilang menjadi
nol. selama tahap pembebanan, tidak ada drainasi yangdlizinkan
dan umumnya tekanan air pori diukur.
c. Uji terdrainasi seluruh drainasi diizinkan selama kedua tahap.
Maka tekanan air pori menjadi nol. Perubahan volume
umumnya diukur selama Tahap 2.
d. Perubahan volume-selama tahap konsolidasi baik pada uji
konsolidasi tak terdrainasi maupun pada uji terdrainasi dan
selama tahap pembebanan pada uji terdrainasi.

1.3.3 Lingkaran Tegangan Mohr


Untuk menentukan garis keruntuhan Mohr-Coulomb (dan
nilai parameter kuat geser c dan ) umumnya dipergunakan cara
grafis berdasarkan lingkaran tegangan Mohr. Lingkaran Mohr banyak
digunakan dalam analisis tegangan, namun penjelasan yang diberikan
disini terbatas pada penggunaannya dalam mekanika tanah, terutama
pada uji triaksial.
Kita akan meninjau keadaan pada bahan dimana tegangan-
tegangan utama berlaku pada arah vertikal dan arah horizontal. Ini
adalah keadaan pada uji triaksial. Tujuannya adalah untuk
menentukan tegangan normal dan tegangan geser pada bidang lain,
misalnya bidang dengan kemiringan seperti diperlihatkan pada

9
Gambar 3. Keseimbangan statis pada elemen bahan berbentuk baji
akan diperiksa pada arah yang sejajar dengan bidang yang
kemiringannya , dan juga pada arah yang tegak lurus terhadap
bidang tersebut.
Pada arah yang sejajar kita mendapat
a + 3asin cos = 1 cos sin
=( 1 - 3 ) sin cos
dan karena sin2 = 2sin cos kita dapat menulis:
13
= Sin 2
2

Pada arah yang tegak lurus kita mendapat


= 1 cos cos + 3 a sin Sin
Sehingga
= 1 2 + 3 2
Sekarang dengan memakai persamaan:
Cos 2 =2 2 dan cos 2 = 1-2 2
Maka didapatkan :
1+ 3 1 3
= + 2 cos 2
2

1.3.4 Penggunaan Lingkaran Mohr untuk menggambarkan hasil Uji


Triaksial
Uji trialsial tak terdrainasi-umumnya hanya tegangan total
yang diketahui, dan dengan demikian hanya dapat dibuat plot dengan
memakai tegangan total. Dalam hal ini nilai c menjadi kekuatan geser
tak terdrainasi, , dan nilai adalah nol, seperti ditunjukkan pada
Gambar 6. Dalam keadaan tak terdrainasi ini, setiap kenaikan
tegangan sel (3 ) disertai dengan kenaikan yang sama pada tekanan air
pori, sehingga tidak terjadi perubahan pada tegangan efektif.

10
Gambar 6. Hasil Uji triaksial terdrainasi pada tanah jenuh

Dengan demikian kekuatan tanah ini tetap.Jika kita mengukur


tegangan air pori pada setiap pengujian dan kemudian menghitung
tegangan efektif (tegangan sel dikurangi tekanan air pori) dan
memplot lingkaran tegangan efektif, kita akan menemukan bahwa
lingkaran ini berhimpit, seperti dalam Gambar 6. Kita masih tidak bisa
menentukan parameter tegangan efektif karena lingkaran tunggal tidak
cukup untuk menentukan garis keruntuhan.
Uji terkonsolidasi tak terdrainasi-tekanan air pori diukur
sehingga tegangan efektif dapat dihitung dan hasilnya diplot dengan
memakai tegangan efektif seperti diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil dari Uji triaksial terkonsolidasi tak terdrainasi

11
Uji terdrainasi-tekanan air pori diketahui (sama dengan nol)
dan dengan demikian tegangan efektif tetap sama dengan tegangan
total. Hasilnya memberikan gambaran lingkaran Mohr menurut
tegangan efektif mirip dengan lingkaran tegangan efektif pada
Gambar 7.

1.4 Perilaku Kuat Geser Pasir dan Lempung


1.4.1 Perilaku Kuat Geser Pasir
Perilaku kekuatan geser pasir lebih sederhana daripada
perilaku kekuatan geser lempung atau lanau, sehingga akan dijelaskan
terlebih dahulu. Pengukuran kekuatan geser pasir biasanya dilakukan
dengan memakai uji terdrainasi, karena air dapat mengalir dari pasir
dengan sangat cepat. Tegangan air pori tidak mungkin berbeda di
tengah contoh tanah dengan nilai-nilai pada ujungnya dimana drainasi
diperbolehkan.

Gambar 8. Uji Triaksial terdrainasi pada pasir dalam keadaan lepas dan padat
Gambar 8. menunjukkan hasil dari uji triaksial pada contoh
pasir yang disiapkan dalam keadaan lepas dan padat, diuji pada tekanan
pengekang yang sama. Pada contoh pasir yang padat, tegangan deviator

12
meningkat sampai mencapai nilai puncakyangjelas, kemudian menurun
hingga mencapai nilai yang tetap. Volumenya menunjukkan sedikit
penurunan pada bagian awal, diikuti oleh peningkatan terus sampai
kemudian mencapai nilai yang tetap. contoh tanah yang lepas, tidak
menunjukkan nilai puncak pada tegangan "deviator" yang jelas.
Kekuatannya meningkat hingga mencapai nilai yang tetap, yang sangat
dekat dengan nilai yang diperoleh dari contoh yang padat. Volume
contoh tanah yang lepas menunjukkan sedikit penurunan sebelum
mencapai nilai yang tetap. Dalam setiap pengujian, tegangan deviator
dan volume menjadi tetap pada regangan yang besar.Jika kepadatan
(atau angka pori) diukur pada kedua contoh ini setelah mencapai
keadaan "tetap"atau ultimate, ditemukan bahwa nilainya sama. Keadaan
ini disebut keadaan kritis (critical state). Pada keadaan ini, deformasi
dapat berlanjut terus pada tegangan deviator dan volume yang tetap.

Gambar 9. Kekuatan puncak (maksimum) dan kekuatan pada keadaan kritis


dari pasir
Gambar 9. menunjukkan hasil dari serangkaian uji kotak geser
tak terdrainasi pada contoh pasir yang sama dengan tegangan vertikal
yang berbeda. Hasilnya digambarkan dalam bentuk tegangan terhadap
regangan dan juga terhadap tegangan normal. Baik tegangan puncak
rnaupun pada keadaan kritis diplot terhadap tegangan normal. Pasir
tidak berkohesi, jadi garis keruntuhannya umumnya melalui asalnya.
Dua nilai dari sudut gesekan ' dapat ditentukan, yaitu nilai puncak (')
dan nilai keadaan kritis, yang biasanya dinyatakan dengan ' kritis atau

13
' cv. Akhiran cv menunjukkan volume yang tetap. Nilai ' yang biasa
pada pasir adalah di antara 35 dan 45, nilai yang lebih rendah biasanya
terkait dengan keadaan lepas dan nilai yang tinggi terkait dengan
keadaan padat.

1.4.2 Kekuatan Sisa Lempung


Skempton (1964) mengusulkan konsep kekuatan sisa (residual
strength) lempung pada waktu beliau meneliti kemantapan jangka
panjang pada lereng yang dipotong dalam "stiff fissured clays"
(lempung kaku yang mengandung retak-retak) di London. Kelongsoran
pada lereng ini terlihat terjadi lama setelah pemotongannya, kadang-
kadang sampai puluhan tahun sesudahnya. Lempung semacam ini
sering terdapat di Eropa dan Amerika Utara, merupakan lempung
terkonsolidasi berlebihan yang mengandung retak-retak yang acak
(tidak teratur). Adanya retak-retak ini tentu berpengaruh pada kekuatan
geser tanah tersebut. Skempton mengusulkan bahwa retak-retak ini
menyebabkan kekuatannya berangsur- angsur turun dari nilai puncak
menjadi nilai sisa. Kehilangan kekuatan sedikit demi sedikit ini yang
akhirnya menyebabkan kelongsoran.
Gambar 10 memperlihatkan konsep kekuatan sisa. Tanah diuji
dengan memakai sebuah alat (dulunya kotak geser), yang
memungkinkan deformasi yang besar pada bidang geser. Tiga contoh
diuji pada tegangan normal yang berbeda-beda, sehingga diperoleh
grafik tegangan terhadap deformasi. Pada setiap pengujian, terlihat
bahwa kekuatan naik sampai puncak (maksimum) dan kemudian
menurun. Jika pengujian dilanjutkan hingga deformasi besar, kekuatan
mencapai nilai yang tetap, ini disebut kekuatan sisa. Perilaku ini
menyerupai perilaku pada pasir, tetapi pada dasarnya terdapat
perbedaan yang penting. Pada pasir, keadaan kritis muncul karena
terjadinya keadaan tegangan dan deformasi yang seragam, pada angka
pori yang sama. Pada lempung, umumnya keadaan ini tidak terjadi.

14
Pergeseran pada lempung terjadi pada bidang keruntuhan khusus
sehingga keadaan tetap dan seragam tidak muncul. Lagi pula, bentuk
butiran lempung yang gepeng menjadikan bidang keruntuhan agak licin
dengan kekuatan yang rendah.

Gambar 10. Kekuatan puncak dan kekuatan sisa pada lempung


Perbedaan-perbedaan penting antara perilaku lempung dan
pasir yang tercatat di bawah ini perlu dipahami:
1. Penurunan kekuatan yang terjadi pada pasir selama pergeseran
(kecuali pada contoh tanah yang sangat lepas yang hanya
menunjukkan peningkatan kekuatan) disebabkan oleh perubahan
kepadatan pasir. Butiran-butirannya mencapai keadaan baru
yang seragam dan kurang padat.
2. Penurunan kekuatan yang terjadi pada lempung selama
pergeseran timbul karena beberapa sebab. Pertama, ada jenis
lempung asli, terutama lempung residu, yang mengandung
ikatan antara butiran-butirannya dan pergerakan geser dapat
menghancurkan ikatan ini. Kedua, bentuk butiran gepeng
menyebabkan susunan butiran gepeng sejajar dengan bidang
geser. Ketiga, perubahan kepadatan mungkin terjadi, seperti
halnya pada pasir.
3. Pergerakan butiran pada pasir ketika keadaan kritis dicapai
dianggap berputar, sementara pada lempung ketika kekuatan
sisa dicapai dianggap bergeser.

15
4. Istilah kekuatan sisa terutama dimalsudkan untuk lempung; jika
digunakan pada pasir dapat dianggap bahwa nilanya sama
dengan kekuatan pada keadaan kritis.
5. Sebelum mencapai keadaan sisa pada uji kekuatan pada
lempung, tanah tersebut mungkin telah melalui keadaan kritis,
tetapi tidak mungkin menentukannya. Oleh karena itu, sulit
untuk menciptakan keadaan kritis pada lempung dalam uji
laboratorium dan tidak ada kemungkinan hal itu terjadi di
lapangan.

1.5 Konsep Tapak Tegangan


Istilah "tapak tegangan" menunjuk rangkaian tahapan tegangan pada
tanah. Tapak tegangan merupakan konsep yang sangat berguna untuk
memahami perilaku tanah, terutama apabila tanah dibebani dalam keadaan
tak terdrainasi.

Gambar 11. Hubungan antara tegangan efektif horizontal dan vertical ketika tanah
dibebani pada keadaan Ko (tidak ada deformasi horizontal)

Gambar 11 merupakan sebuah contoh tapak tegangan, gambar


tersebut menunjukkan urutan tegangan pada elemen tanah yang mengalami
pembebanan satu arah. Pada gambar tersebut tapak tegangan digambar
dengan menggunakan tegangan efektif vertikal ('v) dan horizontal ('h).

16
Meskipun grafik semacam ini selalu dapat dipakai, secara umum sekarang
dipergunakan cara lain yaitu cara yang ada hubungan langsung dengan
lingkaran Mohr. Yang dipakai adalah puncak lingkaran Mohr, yaitu titik
tertinggi pada lingkaran, seperti diperlihatkan pada Gambar 12. Jarak ke pusat
lingkaran digambar pada sumbu horizontal (x) dan jari-jari lingkaran pada
sumbu vertikal (y). Nilai x dan y dalam gambar ini kemudian dinyatakan
oleh:

1 +3 1 3
= dan =
2 2

Tapak tegangan dapat digambar dengan menggunakan tegangan total atau


tegangan efektif.

(a) Tapak tegangan pada uji triaksial, beserta Mohr-Coulomb yang


disesuaikan

17
(b) Tapak tegangan pada uji triaksial tak terdrainase
Gambar 12. Tapak tegangan dalam uji triaksial dan garis keruntuhan Mohr-
Coulomb yang disesuaikan

Gambar 12.a menunjukkan lingkaran Mohr dan tapak tegangan


menurut tegangan total. Kita dapat mencatat sepintas bahwa pada uji
terdrainasi, tapak tegangan efektif selalu sama dengan tapak tegangan total.
Titik E merupakan awal dari tegangan (tekanan sel diberikan oleh jarak OE),
dan selama pengujian berlangsung, lingkaran membesar sehingga keruntuhan
terjadi ketika lingkaran menyentuh garis keruntuhan Mohr-Coulomb DG.
Semua titik terdapat pada garis EB, yang adalah tapak tegangan untuk
pembebanan tanah dari E sampai B. Garis DF adalah garis keruntuhan apabila
tapak tegangan (atau nilai kekuatan puncak) digambar dengan cara ini. Untuk
menentukan parameter c dan dari rangkaian pengujian, lebih mudah
menggambar titik keruntuhan (titik B untuk tapak tegangan ini) daripada
lingkaran karena lebih mudah menentukan garis dengan rangkaian titik
daripada mencocokkan garis pada rangkaian lingkaran. Hubungan antara
sudut dan jarak perpotongan d dan parameter Mohr-Coulomb adalah
hubungan geometris seperti berikut:


= = ; sin = tan

18
Gambar 12.b menunjukkan tapak tegangan total dan tegangan
efektif dalam uji triaksial konsolidasi tak terdrainasi. Dalam keadaan ini tapak
tegangan efektif berbeda dari tapak tegangan total. Perbedaan ini adalah
sebesar nilai tekanan air pori yang dihasilkan akibat penggeseran selama
pengujian. Jika tekanan air pori yang dihasilkan positif, maka kedua tegangan
utama menurun dan lingkaran Mohr dan tapak tegangan bergeser ke kiri,
seperti ditunjukkan pada gambar. Jika tekanan air pori yang dihasilkan
negative, maka tapak tegangan akan bergeser ke sebelah kanan tapak
tegangan total.

Perubahan tegangan air pori selama pembebanan tak terdrainasi


secara umum dinyatakan dengan memakai Parameter A, yang dijelaskan pada
bagian berikut ini.

1.6 Parameter Tekanan Air Pori


Seperti yang telah kita ketahui bahwa perubahan tekanan air pori di
dalam tanah dapat disebabkan oleh rembesan air dalam tanah, juga sebagai
akibat perubahan tegangan total pada tanah dalam keadaan tak terdrainasi.
Adapun parameter tekanan air pori A dan B digunakan sebagai pengukur
perubahan tekanan air pori di dalam tanah yang disebabkan oleh perubahan
tegangan total dalam keadaan tak terdrainasi. Perubahan tegangan total ini
mungkin hanya pada tegangan pengekang, tetapi mungkin juga perubahan
pada tegangan geser. Persamaan yang digunakan untuk menghubungkan
perubahan tekanan air pori dengan perubahan tegangan total (Skempton,
1954) adalah:

= {3 + (1 3 )}

Dimana, = Perubahan tekanan air pori


3 = Perubahan tegangan utama minor
1 = Perubahan teganagn utama mayor
= Parameter (atau koefisien) tekanan air pori

19
Dengan demikian parameter B berhubungan dengan kenaikan
tegangan pengekang, 3, sementara A berhubungan dengan kenaikan
tegangan geser, yang dinyatakan dengan 1 3. Jika kenaikan tegangan
adalah semata-mata pada tegangan pengekang 3, maka (1 3 )
menjadi nol dan hubungan tersebut menjadi = B3.

Seperti telah kita lihat, jika tanah jenuh air maka tekanan air pori
akan meningkat dengan nilai yang sama dengan kenaikan tegangan
pengekang total, dan B = 1. Apabila tanah kurang dari 100% jenuh, maka
nilai B menurun dengan cepat seiring dengan meningkatnya volume udara
dalam tanah. Jika derajat kejenuhan menurun hingga 80%, nilai B akan
kurang dari 0,2 pada banyak jenis lempung.

Parameter A berhubungan dengan perubahan tegangan geser. Jika


nilai 3 tetap dan tanah jenuh, maka persamaanny menjadi:

= (1 3 ) = 1

Nilai A bergantung pada kekakuan atau kepadatan tanah. Tanah


yang sangat lunak cenderung mengalami penurunan volume apabila kena
pergeseran, sehingga pada keadaan tak terdrainasi tekanan air pori akan
mengalami kenaikan selama pergeseran. Dalam hal ini, tanah yang sangat
padat cenderung mengalami dilatasi (peningkatan volume) apabila kena
pergeseran sehingga pada keadaan tak terdrainasi tegangan air pori akan
cenderung menurun selama pergeseran. Oleh karena itu, nilai A dapat
berkisar dari bawah nol hingga sekitar satu. Pada jenis tanah yang sangat
lunak, dan tanah dengan kepekaan yang tinggi, A mungkin lebih besar dari 1.
Pada tanah endapan, nilai A umumnya berkisar antara 0 untuk tanah
terkonsolidasi berlebihan, hingga sekitar 1 untuk tanah terkonsolidasi normal.
Gambar 13 menunjukkan hubungan patameter A dan B dengan sifat tanah.

20
Gambar 13. Parameter tegangan air pori A dan B dihubungkan dengan sifat tanah

1.7 Kuat Geser Tak Terdrainasi Pada Tanah Asli Dan Tanah Yang
Dibentuk Ulang
1.7.1 Lempung Endapan Terkonsolidasi Normal
Pada lempung dan lanau endapan asli, terdapat beberapa hubungan
empiris antara kekuatan tak terdrainasi dengan parameter tanah
lainnya. Sebagai contoh, (Skempton, 1957) menghubungkan kekuatan
geser tak terdrainasi tanah terkonsolidasi normal dengan tekanan
konsolidasi efektif vertikal, dan batas Atterberg.
Hubungan ini dinyatakan dalam persamaan:

Dimana: su = kekuatan geser tak terdrainasi


' = tekanan vertikal efektif pada tanah
PI = indeks plastisitas

21
Kekuatan geser tak terdrainasi tanah terkonsolidasi normal dapat juga
dihubungkan secara teoritis dengan tekanan konsolidasinya, asalkan
tanah "tak terstruktur" dan sifatnya secara langsung hanya dipengaruhi
oleh riwayat tegangannya.

Dari persamaan ini, kita bisa mendapatkan hubungan antar tegangan


deviator dengan tegangan utama mayor '1:

Kekuatan tak terdrainasi su adalah setengah dari nilai tegangan


deviator, dan untuk lempung terkonsolidasi normal, nilai c' adalah nol,
sehingga

Pada lempung terkonsolidasi normal, nilai umum parameter tegangan


air pori A = 1. Ini berarti tegangan utama mayor '1, tidak berubah
selama pengujian, dan 'c sama dengan tegangan utama mayor '1
pada keruntuhan.

22
Oleh karena itu, kita dapat menulis:

Sehingga kita memperoleh:

Persamaan ini memberikan nilai untuk ' = 30 dan


0,25 untuk '= 20.
Nilai ini sama dengan nilai pada lempung dengan plastisitas sedang.
Kenaikan indeks plastisitas umumnya disertai dengan penurunan nilai
(paling tidak untuk tanah endapan), yang berarti penurunan pada
nilai su / c dengan kenaikan indeks plastisitas. Pengukuran lapangan
(menurut Skempton) menunjukkan kecenderungan yang berlawanan.
Ini mungkin karena pengaruh yang besar dari ikatan antara butiran
pada lempung dengan plastisitas yang tinggi.

1.7.2 Tanah yang Dibentuk Ulang


Pada tanah yang dibentuk ulang, kekuatan geser tak
terdrainasi dapat dihubungkan dengan batas Atterberg dan indeks
kecairan tanah. Perbandingan kekuatan geser tak terdrainasi pada
batas plastis dan batas cair mendekati 100, menurut Schoefield dan

23
Wroth (1968). Nilai yang mereka sarankan sekitar 200 kPa dan 2kPa.
Akhir-akhir ini, Sharma dan Padma (2003) mengusulkan 770 kPa dan
1,7 kPa. Nilai tersebut dan grafik yang menghubungkan kekuatan
geser tak terdrainasi dengan indeks kecairan ditunjukkan pada Gambar
9.40. Kurva ini merupakan batas kekuatan geser paling rendah pada
tanah dengan nilai indeks kecairan tertentu.
Kebanyakan tanah asli terdapat dengan kekuatan geser tak
terdrainasi yang lebih tinggi daripada yang diberikan oleh grafik
tersebut. Hanya tanah asli yang tidak mengalami kehilangan kekuatan
ketika dibentuk ulang, (yaitu tanah yang tidak memiliki kepekaan),
yang akan terdapat pada garis ini. Tanah semacam ini jarang sekali
terdapat.

1.7.3 Tanah Residu


Tidak ada hubungan antara nilai ini dengan nilai pada tanah
yang dibentuk ulang. Kekuatan geser tak terdrainasi tanah residu asli
umumnya lebih tinggi daripada kekuatan pada tanah yang dibentuk
ulang. Penyebab utama keadaan ini adalah pengaruh dari struktur pada
tanah residu. Kekuatan geser tak terdrainasi dari tanah berbutir halus
jarang lebih kecil dari 70 kPa, dan umumnya di atas 100 kPa.
Lempung hitam merupakan pengecualian; lempung ini terdapat pada
daerah terdrainasi buruk dan yang umumnya mengandung mineral

24
lempung montmorillinite. Adanya mineral ini mengakibatkan sifat-
sifat yang buruk, yaitu kekuatan rendah, kompresibilitas tinggi dan
sering menyebabkan tanah mengembang/menyusut.

1.8 Pengukuran Kekuatan Geser Tanah Tak Terdrainasi


1.8.1 Uji Tekan Tak Terkekang
Uji triaksial tak terdrainasi dapat digunakan untuk mengukur
kekuatan geser tak terdrainasi pada lempung. Jelas bahwa hasil uji
adalah sama dan tak bergantung pada tekanan pengekang. Oleh karena
itu, tidak perlu menggunakan sel triaksial untuk mengukur kekuatan
geser tak terdrainasi. Lebih sederhana menggunakan uji tekan pada
contoh berbentuk silinder tak terkekang. Kekuatan tekan yang diukur
dengan cara ini dikenal sebagai kekuatan tekan tak terkekang
(unconfined compressive strength). Kekuatan geser tak terdrainasi
adalah setengah dari kekuatan tekan tak terkekang, asalkan tanahnya
jenuh air.

1.8.2 Uji Baling-baling


Cara lain yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan
geser tak terdrainasi lempung adalah uji baling-baling (vane test). Uji
ini digunakan secara luas di lapangan, terutama pada lempung
terkonsolidasi normal yang lunak. Uji ini cocok untuk tanah semacam
ini karena uji ini merupakan uji setempat yang pelaksanaannya relatif
sederhana, dan juga karena pengambilan contoh yang benar asli pada
lempung lunak bisa sangat sulit. Uji baling-baling di lapangan
umumnya dilakukan dengan bantuan alat pengeboran untuk mendorong
baling-baling ke dalam tanah dan mengambilnya kembali.

25
DAFTAR PUSTAKA

Wesley, Laurence dan Pranyoto, Dr. Ir. Satyawan. 2012. Mekanika Tanah untuk
Tanah Endapan dan Tanah Residu. Yogyakarta : Andi.

26

Anda mungkin juga menyukai