Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepintas lalu, masalah kuasa khusus dianggap remeh. Sering


pembuatannya dilakukan secara sembarangan. Tidak diperhatikan
apakah pembuatannya telah memenuhi syarat yang digariskan ketentuan
perundang-undangan. Akibatnya surat kuasa tersebut tidak sah. Dampak
yang timbul dari surat kuasa khusus tidak memenuhi syarat, yaitu :

- Surat gugatan tidak sah, apabila pihak yang mengajukan dan


menandatangani gugatan adalaah kuasa berdasarkan surat kuasa
tersebut, dan
- Segala proses pemeriksaan tidak sah, atas alasan pemeriksaan
dihadiri oleh kuasa yang tidak didukung oleh surat kuasa yang
memenuhi syarat.

Secara umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang di atur
dalam Bab Keenam Belas, Buku III KUH Perdata, sedang aturan
khususnya di atur dan tunduk pada ketentuan hukum acara yang
digariskan HIR dan RGB. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan
membahas tentang kuasa pada umumnya serta kedudukannya sebagai
pihak-pihak berberpara. Dan perlu disinggung juga secara ringkas
beberapa prinsip hukum pemberian kuasa, yang dianggap berkaitan
dengan kuasa khusus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kuasa dalam pengadilan?
2. Bagaimana kedudukan Kuasa dalam pengadilan?
3. Apa dasar hukum Kuasa dalam pengadilan?
4. Bagaiman bentuk atau jenis-jenis Kuasa?
5. Bagaimana format resmi dari surat kuasa?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari kuasa itu sendiri
2. Untuk mengethui kedudukan kuasa dalam pengadilan
3. Mengetahui dasar hukum kuasa dalam pengadilan
4. Mengetahui jenis-jenis kuasa
5. Mengetahui format resmi dari surat kuasa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kuasa dan Surat Kuasa

Untuk memahami pengertian kuasa secara umum, dapat dirujuk


pasal 1792 KUH Perdata, yang berbunyi :

Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberi


kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan
sesuatu atas nama orang yang memberi kuasa1

Bertitik tolak dari ketentuan pasal tersebut, dalam perjanjian kuasa,


terdapat dua pihak, yang terdiri dari :

- Pemberi kuasa atau lastgever (intruction, mandate)


- Penerima kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau
mandat melakukan sesuatu atas nama pemberi kuasa.2

Sedangkan surat kuasa adalah surat yang berisi pelimpahan


wewenang dari seseorang atau pejabat tertentu kepada seseorang atau
pejabat lain. Pelimpahan wewenang dapat mewakili pihak yang memberi
wewenang.3 Adapun dasar hukum surat kuasa terdapat dalam pasal
1795 KUH Perdata, yaitu :
Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai
satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi
segala kepentingan pemberi kuasa.4
Ada beberapa jenis kuasa yang diatur dalam undang-undang.
Penjelasan ini berkenaan pula dengan surat kuasa yang dapat
dipergunakan didepan sidang pengadilan, yaitu :
1. Surat Kuasa Umum
1
Grahamedia Press, 3 KITAB UNDANG-UNDANG (KUHP, KUHPer, & KUHAP), hlm 381
2
M. Yahya Harapah, Hukum Acara Perdata, (jakarta: Sinar Grafika) 2013, hlm 2
3
Drs. H. Asrori, S.H., M.H, SURAT KUASA PDF
4
Grahamedia Press, loc.cit, hlm 381

3
Surat kuasa ini bertujuan memberikan kuasa kepada seseorang untuk
mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu:
a. Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa.
b. Pengurus itu berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan
dengan kepentingan pemberian kuasa atas harta kekayaan.
c. Titik berat kuasa hanya meliputi perbuatan atau tindakan
pengurusan kepentingan pemberi kuasa.

2. Surat Kuasa Khusus


Dalam surat kuasa ini, pemberian kuasa dapat dilakukan secara
khusus, yaitu hanya mengenai suatu kepentingan atau lebih. Bentuk
inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak
didepan pengadilan mewakili kepentingan pemberian kuasa sebagai
pihak. Namun, agar bentuk kuasa yang disebut dalam pasal sah
sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan. Surat kuasa harus
dilakukan hanya untuk mengenai suatu kepentingan tertentu atau
lebih. Harus disebutkan secara terperinci tindakan apa yang harus
dilakukan oleh penerima kuasa. misalnya kuasa untuk melakukan
penjualan rumah hanya untuk mewakili kepentingan pemberi kuasa
untuk menjual rumah. Demikian pula, jika untuk mewakili pemberi
kuasa untuk tampil di pengadilan, surat kuasa khusus harus
mencantumkan secara terperinci tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan penerima kuasa di pengadilan.
3. Surat Kuasa Istimewa
Surat kuasa ini mengatur perihal pemberian surat kuasa istimewa
dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sah menurut hukum,
yakni:
a. Bersifat Limitatif.
Kebolehan memberi kuasa istimewa hanya terbatas untuk tindakan
tertentu yang sangat penting dan hanya dapat dilakukan oleh
orang yang bersangkutan secara pribadi. Lingkup tindakannya

4
hanya terbatas misalnya, untuk memindahtangankan benda-benda
milik pemberi kuasa, untuk membuat perdamaian, dan untuk
mengucapkan sumpah tertentu atau sumpah tambahan sesuai
Aturan perundang-undangan.
b. Harus Berbentuk Akta Otentik (Akta Notaris).
Surat kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam bentuk surat
yang sah.

4. Surat Kuasa Perantara


Surat kuasa perantara disebut juga agen (agent). Dalam hal ini
pemberi kuasa sebagai principal memberi perintah (instruction)
kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau
perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak
ketiga. Apa yang dilakukan agen, mengikat principal sebagai pemberi
kuasa, sepanjang tidak bertentangan atau melampaui batas
Kewenangan yang diberikan.5

B. Kedudukan prinsipal dan Kuasa

Dalam memahami kedudukan prinsipal dan kuasa dalam


pengadilan dapat di tinjau dari sifat-sifat perjanjian kuasa antara pemberi
kuasa dengan penerima kuasa. karena terdapat beberapa sifat pokok
yang di anggap penting untuk diketahui, anatara lain sebagai berikut.

a. Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi


kuasa,
Pemberi kuasa tidak hanya bersifat mengatur hubungan internal
antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Akan tetapi, hubungan
hukum itu langsung menerbitkan dan memberi kedudukan serta
kapasitas kepada kuasa menjadi wakil penuh (full power) pemberi
kuasa, yaitu.

5
M. Yahya Harapah , op.cit., hlm 6-8

5
- Memberi hak dan kewenangan (authority) kepada kuasa, bertindak
untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap pihak ketiga.
- Tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi
kuasa, sepanjang tindakan yang dilakukan kuasa tidak melampui
batas kewenangan yang dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya.
- Dalam ikatan hubungan hukum yang dilakukan kuasa dengan pihak
ketiga, pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil atau
principal atau pihak utama, dan penerima kuasa berkedudukan dan
berkapasitas sebagai pihak formil.

Akibat hukum dari hubungan yang demikian, segala tindakan yang


dilakukan kuasa kepada pihak ketiga dalam kedudukannya sebagai
pihak formil, mengikat kepada pemberi kuasa sebagai principal (pihak
materiil)

b. Pemberi kuasa bersifat konsensual,


Bersifat konsensual (consensuale overeenkomst) yaitu, perjanjian
berdasarkan kesepakatan (agreement) dalam arti :
- Hubungan pemberian kuasa, bersifat partai yang terdiri dari
pemberi dan penerima kuasa
- Hubungan hukum itu dituangkan kedalam perjanjian pemberian
kuasa, berkekuatan mengikat sebagai persetujuan di antara
mereka (kedua belah pihak)
- Oleh karena itu, pemberian kuasa harus dilakukan berdasarkan
pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.6

Itu sebabnya pasal 1792 maupun pasal 1793 ayat (1) KUH Perdata
menyatakan, kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta
umum, dengan suatu surat dibawah tangan bahkan dengan sepucuk
surat ataupun dengan lisan.7 Namun demikian, tanpa mengurangi
penjelasan di atas, berdasarkan pasal 1793 ayat (2) KUH Perdata,

6
Ibid., hlm 2-3
7
Grahamedia Press, loc.cit, hlm 381

6
penerimaan kuasa dapat terjadi secara diam-diam, dan hal itu dapat
disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh pemberi kuasa.8 Akan
tetapi, cara diam-diam ini, tidak dapat diterapkan dalam pemberian
kuasa khusus. Kuasa khusus harus disepakati secara tegas dan harus
dituangkan dalam bentuk akta surat kuasa khusus.

c. Berkarakter garansi-kontrak
Ukuran untuk menentukan kekuatan mengikat tindakan kuasa
kepada principal (pemberi kuasa), hanya terbatas :
- Sepanjang kewenangan (volmacht) atau mandat yang diberikan
oleh pemberi kuasa
- Apabila kuasa bertindak melampui batas mandat, tanggung jawab
pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan, yang sesuai dengan
mandat yang diberikan. Sedangkan pelampauan itu menjadi
tanggung jawab kuasa, sesuai dengan asas garansi-kontrak yang
di gariskan pasal 1806 KUH Perdata.

Dengan demikian, hal-hal yang diminta tanggung jawab


pelaksanaan dan pemenuhannya kepada pemberi kuasa, hanya
sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat atau intruksi yang
diberikan. Di luar itu, menjadi tanggung jawab kuasa, sesuai dengan
anggapan hukum : atas tindakan kuasa yang melampui batas, kuasa
secara sadar telah memberi garansi bahwea dia sendiri yang akan
memikul pelaksanaan pemenuhannya.

Adapun hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa menurut


pasal 1813 KUH Perdata, antara lain :

1. Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak


Ketentuan penarikan kembali (revocation, herroepen) kuasa oleh
pemberi kuasa diatur dalam pasal 1814 KUH Perdata dan
seterusnya.

8
Ibid., hlm 381

7
2. Salah satu pihak meninggal
Pada pasal 1813 KUH Perdata menegaskan, dengan
meninggalnya salah satu pihak dengan swndirinya pemberian
kuasa berakhir demi hukum.
3. Penerima kuasa melepas kuasa
Pada pasal 1817 KUH Perdata, memberi hak secara sepihak
kepada kuasa untuk melepaskan (op zegging) kuasa yang
diterimanya, dengan syarat :
- Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa
- Pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak.9

C. Bentuk Kuasa di depan Pengadilan10


1. Kuasa secara lisan
Menurut pasal 123 ayat (1) HIR (pasal 147 ayat (1) RGB serta
pasal 120 HIR, bentuk kuasa lisan terdiri dari :
a. Dinyatakan secara lisan oleh penggugat di hadapan ketua PN
Pasal 120 HIR memberi hak kepada penggugat untuk
mengajukan gugatan secara lisan kepada ketua PN, apabila
tergugat tidak pandai menulis (buta aksara). Dalam kasus
demikian bersamaan dengan pengajuan gugatan lisan itu,
penggugat dapat juga menyampaikan pernyataan lisan
mengenai:
- Pemberian atau penunjukan kuasa kepada seseorang
atau beberapa orang tertentu,
- Pernyataan pemberian kuasa secara lisan itu,
disebutkan dalam catatan gugatan yang dibuat oleh
ketua PN
b. Kuasa yang ditunjuk secara lisan di persidangan

9
M. Yahya Harapah , op.cit., hlm 3-4
10
Ibid., hlm 12-17

8
Bentuk ini tidak di atur secara jelas dalam undang-undang.
Meskipun demikian secara implisit dianggap tersirat dalam
pasal 123 ayat (1) HIR yang bunyinya:
Bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau
diwakili oleh kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu
dengan surat kuasa teristimewa, kecuali kalau yang memberi
kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa
itu dalam surat permintaan yang ditandatanganinya dan
dimasukkan menurut ayat pertama pasal 118 atau jika
gugatan dilakukan dengan lisan menurut pasal 120, maka
dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan
dalam catatan yang dibuat surat gugat ini.11
Penunjukan kuasa secara lisan di sidang pengadilan pada
saat proses pemeriksaan berlangsung diperbolehkan, dengan
syarat :
- Penunjukan secara lisan itu, dilakukan dengan kata-kata
tegas (expresis verbis)
- Selanjutnya, majelis memerintahkan panitera untuk
mencatatnya dalam berita acara sidang.
2. Kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan
Penunjukan kuasa dalam surat gugatan diatur dalam pasal 123
ayat (1) HIR (pasal 147 ayat (1) RGB). Cara penunjukan ini
dikaitkan dengan pasal 118 HIR (pasal 142 RGB)
3. Surat kuasa khusus
Pasal 123 ayat (1) HIR mengatakan, selain kuasa secara lisan
atau kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan, pemberi kuasa

11
Rahmat, Pengertian, Dasar Hukum dan Jenis-Jenis Surat Kuasa Khusus, di akses dari
https://hukumacaraperdata.id/pengertian-dasar-hukum-contoh-surat-kuasa-khusus/
pada tanggal 21 september 2017 pukul 23:11

9
dapat diwakili oleh kuasa dengan surat kuasa khusus atau
bijzondere schriftelijke machtiging.
Dalam hal ini, surat kuasa di anggap sah apabila memenuhi syarat
dan format sebagai berikut :
a. Syarat dan formulasi surat kuasa khusus
Pada pasal 123 ayat (1) HIR, hanya menyebut syarat pokok
saja, yaitu kuasa khusus berbentuk tertulis atau akta yang
disebut surat kuasa khusus. Dalam SEMA No. 2 Tahun 1959,
tanggal 19 Januari 1959, MA telah menetapkan syarat sah
sebuah surat kuasa yang isinya :
i. Menyebutkan kopentensi relatif, di PN mana kuasa itu
dipergunakan mewakili kepentingan pemberi kuasa
ii. Menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak
(sebagai penggugat dan tergugat)
iii. Menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan
objek sengketa yang diperkarakan antara pihak yang
berperkara. Paling tidak, menyebut jenis atau
masalah perkaranya. Misalnya, perkara warisan atau
transaksi jual beli.

Itulah syarat formil surat kuasa khusus yang disadur dari huruf
(a) SEMA dimaksud. Syarat itu bersifat kumulatif. Jika salah
satu syarat tidak terpenuhi dapat mengakibatkan :

- Surat kuasa khusus cacat formil


- Dengan sendirinya kedudukan kuasa sebagai pihak formil
mewakili pemberi kuasa, tidak sah, sehingga gugatan
yang ditandatangani kuasa tidak sah. Bahkan semua
tindakan yang dilakukannya tidak sah dan tidak mengikat,
dan gugatan yang diajukannya tidak dapat diterima.
b. Bentuk formil surat kuasa khusus

10
Surat kuasa khusus dapat berbentuk antara lain sebagai
berikut :
1. Akta Notaris
Boleh berbentuk akta otentik, berupa akta notaris yaitu
surat kuasa itu dibuat di hadapan notaris yang dihadiri
pemberi kuasa dan penerima kuasa.
2. Akta yang dibuat di depan panitera
Biasanya bentuk surat kuasa khusus ini adalah sebagai
berikut:
- Dibuat di hadapan penitera PN sesuai dengan
kopetensi relatif
- Dilegalisir oleh ketua PN atau hakim.
3. Akta dibawah tangan
Keabsahan surat kuasa khusus yang berbentuk akta
dibawah tangan, tercipta terhitung sejak tanggal
penandatanganan oleh para pihak.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

12

Anda mungkin juga menyukai