Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang
Ruang Lingkup Surat Kuasa Khusus dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin sesuai dengan materi yang
telah diberikan dan juga dengan standar penulisan yang baik dan benar untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hukum Acara Perdata yang diampu oleh bapak Andi Syafrani, SHI., MCCL.
Terlepas dari semua itu, kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun ilmu yang
bermanfaat terhadap pembaca. Akhir kata, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

1
DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

Untuk memberikan informasi kepada pembaca agar bisa mengetahui materi mata kuliah
hukum agraria tentang tata guna tanah.

BAB II
3
PEMBAHASAN

Pembuatan surat kuasa sering di lakukan secara sembarangan, tidak di perhatikan apakah
pembuatannya telah memenuhi syarat ketentuan pada perundang-undangan. Dampak yang
timbul dari surat kuasa tidak memenuhi syarat, yaitu :
 Surat gugatan tidak sah
 Segala proses pemeriksaan tidak sah
Apabila terjadi hal seperti itu, gugatan di nyatakan tidak dapat di terima, untuk menghindari
akibat tersebut perlu di perhatikan syarat yang harus di penuhi.

A. KUASA PADA UMUMNYA

1. Pengertian Kuasa secara Umum


Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan
kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan.1 Dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak yang terdiri dari :
 Pemberi kuasa, bertanggung jawab atas segala perbuatan kuasa sepanjang perbuatan yang di
lakukan tidak melebihi wewenang yang di berikan pemberi kuasa.2
 Penerima kuasa, yang di beri perintah untuk melakukan sesuatu untuk dan atas nama
pemberi kuasa
Pada dasarnya pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa, tidak bersifat imperative.
Apabila para pihak menghendaki dapat di sepakati selain yang di gariskan dalam undang-
undang. Misalnya para pihak dapat menyepakati agar pemberian kuasa tidak dapat di cabut
kembali. Hal ini di mungkinkan karena pada umumnya pasal-pasal hukum perjanjian bersifat
mengatur.3

2. Sifat Perjanjian Kuasa


Terdapat beberapa sifat pokok yang di anggap penting untuk di ketahui, antara lain sebagai
berikut :
a. Penerima Kuasa Langsung Berkapasitas Tinggi Sebagai Wakil Pemberi Kuasa
Pemberian kuasa tidak hanya bersifat mengatur hubungan antara pemberi kuasa dan
penerima kuasa. Akan tetapi, memberi kedudukan kepada kuasa menjadi wakil penuh pemberi
kuasa, yaitu:
 Memberi hak dan kewenangan kepada kuasa
 Tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi kuasa
b. Pemberian Kuasa Bersifat Konsensual

1
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, Cet. 25, hlm. 382.
2
Putusan MA No. 331 K/SIP/1973, tgl 4-12-1975, Rangkuman Yurisprudensi 1997, hlm. 57.
3
Putusan MA No. 731 K/SIP/1975, tgl 16-12-1976, hlm. 292.

4
Sifat perjanjian adalah konsensual yaitu perjanjian berdasarkan kesepakatan, itu sebabnya
Pasal 1792 KUH Perdata menyatakan pemberian kuasa selain di dasarkan atas persetujuan kedua
belah pihak, dapat di tuangkan dalam bentuk di bawah tangan maupun dengan lisan. Akan tetapi
cara diam-diam ini, tidak dapat di terapkan dalam pemberian kuasa khusus, kuasa khusus harus
di sepakati secara tegas dan harus di tuangkan dalam bentuk akta atau surat khusus.
c. Berkarakter Garansi-Kontrak
Ukuran untuk menentukan kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada pemberi kuasa, hanya
terbatas :
 Sepanjang kewenangan yang di berikan oleh pemberi kuasa
 Apabila kuasa bertindak melampaui batas mandate, tanggung jawab pemberi kuasa hanya
sepanjang tindakan yang di gariskan Pasal 1806 KUH Perdata.
Dengan demikian hal-hal yang dapat di minta tanggung jawab pelaksanaan dan
pemenuhannya kepada pemberi kuasa, di luar itu menjadi tanggung jawab kuasa, sesuai dengan
anggapan hukum.

3. Berakhirnya Kuasa
Pasal 1813 KUH Perdata, membolehkan berakhirnya perjanjian kuasa secara sepihak.
Ketentuan ini bertentangan dengan Pasal 1813 KUH Perdata ayat 2 yang menegaskan,
persetujuan tidak dapat di batalkan secara sepihak, tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
Hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa menurut pasal 1813 KUH Perdata :
a. Pemberi Kuasa Menarik Kembali Secara Sepihak
Ketentuan penarikan atau pencabutan kembali kuasa oleh pemberi kuasa, di atur dalam pasal
1814 KUH Perdata dengan acuan :
 Pencabutan tanpa memerlukan persetujuan dari penerima kuasa
 Pencabutan di lakukan secara tegas
 Pencabutan secara diam-diam, berdasarkan Pasal 1816 KUH Perdata
Pencabutan secara sepihak ada baiknya di lakukan secara terbuka, dengan
mengumumkannya. Dengan demikian memberi perlindungan hukum kepada pemberi kuasa
maupun kepada pihak ketiga.
b. Salah Satu Pihak Meninggal
Pasal 1813 KUH Perdata menegaskan, dengan meninggalnya salah satu pihak dengan
sendirinya pemberian kuasa berakhir demi hukum. Hubungan hukum perjanjian kuasa, tidak
berlanjut kepada ahli waris.
c. Penerima Kuasa Melepas Kuasa
Pasal 1817 KUH Perdata memberi hak secara sepihak kepada kuasa untuk melepaskan kuasa
yang di terimanya dengan syarat :
 Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa
 Pelepasan tidak boleh di lakukan pada saat yang tidak layak (berduka dsb)

5
4. Dapat Di Sepakati Kuasa Mutlak
Untuk menghindari ketidak pastian pemberian kuasa, di hubungkan dengan hak pemberi
kuasa untuk dapat mencabut secara sepihak. Lalu lintas pergaulan membenarkan pemberian
kuasa mutlak. Perjanjian kuasa seperti ini, di beri judul “kuasa mutlak”, yang memuat klausul :
pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang di berikan kepada penerima kuasa ;
meninggalnya pemberi kuasa, tidak mengakhiri perjanjian pemberian kuasa.
Pendapat itu di pedomani yurispundensi. Salah satu diantaranya Putusan MA No. 731
K/SIP/19754 yang menyatakan :
 Surat kuasa mutlak, tidak di jumpai aturannya dalam KUH Perdata, namun demikian
yurispundensi mengakui keberadaannya sebagai suatu syarat yang selalu di perjanjikan
menurut kebiasaan
 Putusan MA No. 731 K/SIP/1975 telah menegaskan ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata,
tidak bersifat limitative dan juga tidak mengikat. Oleh karena itu, jika para pihak dalam
perjanjian menghendaki dapat di sepakati agar pemberian kuasa tidak dapat di cabut kembali
Perlu di ingat larangan yang di muat dalam Putusan MA No. 2584 K/Pdt/1986 tgl 14-4-
19865 yang mengatakan surat kuasa mutlak mengenai jual beli tanah tidak dapat di benarkan
karena dalam praktik sering di salah gunakan untuk menyelundupkan jual beli tanah.

B. JENIS KUASA

1. Kuasa Umum
Kuasa umum di atur dalam Pasal 1795 KUH Perdata, menurut pasal ini kuasa umum
bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu :
 Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa
 Pengurusan itu meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi
kuasa atas harta kekayaannya
 Dengan demikian titik berat kuasa umum hanya meliputi perbuatan pengurusan kepentingan
pemberi kuasa
Dari segi hukum kuasa umum adalah pemberian kuasa mengenai pengurusan untuk
mengatur kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, di tinjau dari segi hukum surat kuasa
umum tidak dapat di pergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Sebab
sesuai dengan ketentuan Passal 123 HIR untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai
wakil pemberi kuasa, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa khusus.6

2. Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUH Perdata menjelaskan pemberian kuasa dapat di lakukan secara khusus,
yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan

4
Putusan MA tgl 16-12-1975
5
Yurispundensi Perdata Penting, Edisi II, MA RI, Jakarta, 1992, Hlm. 44
6
Chadir Ali, Yurispundensi Hukum Acara Perdata Indonesia, Armico, Bandung, 1983, hlm. 187.

6
pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa
sebagai pihak Principal.

3. Kuasa Istimewa
Di perlukan beberapa syarat yang harus di penuhi agar kuasa tersebut sah menurut hukum
sebagai kuasa istimewa
a. Bersifat Limitatif
Kebolehan memberi kuasa istimewa hanya terbatas untuk tindakan tertentu yang sangat
penting.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai