Indofood
Indofood
METODOLOGI
2.2.4 Diagram Alir Produk, Jenis Produk yang diproduksi, Hasil Kunjungan
2.2.4.1 Diagram Alir Produk
Tahapan pembuatan mie instan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
terdiri dari tahap pencampuran (mixing), pembentukan lembaran (roll-sheeting),
pembentukan untaian mie (slitting), pemotongan dan pelipatan (cutting and
folding), pengukusan (steaming), penggorengan (frying), pendinginan (cooling),
pengemasan (packing) dan pengemasan dalam karton (packaging).
1. Tahap pencampuran (mixing)
Tahap mixing bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secara
merata dan menarik serat-serat gluten. Untuk mendapatkan adonan yang
baik harus diperhatikan jumlah penambahan air (2838%), waktu pengadukan
(15-25 menit), dan suhu adonan (2440oC) (Winarno, 2003).
2. Proses roll-pressing/roll-sheeting (pembentukan lembaran)
Proses roll pressing bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan
membuat lembaran adonan yang tipis. Dalam mesin pelempeng (roll press)
adonan akan dibentuk menjadi sheet/lembaran, untuk tebal sheet pada rol press
pertama sampai terakhir harus semakin tipis, dan rol press terakhir tebalnya harus
sama karena berpengaruh pada keseragaman puller. Dengan melalui 7 pasang
silinder yang berbeda ketebalan akhirnya akan membentuk adonan yang halus,
homogen, dan tidak terputus (Winarno, 2003). Pembentukan lempengan yang
baik tersebut itu ditunjang oleh panas yang ditimbulkan mesin. Pasta yang dipress
sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari 25oC, karena pada suhu tersebut
menyebabkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar. Mutu lembaran pasta yang
demikianakan menghasilkanmie yang mudah patah. Ketebalan berkisar antara
0,18 mm, 0,15 mm dan 0.16 mm. Produk mie instan Indofood menggunakan
ketebalan 0,16mm.
Di akhir proses pembentukan lembaran, lembar adonan yang tipis
dipotong memanjang selebar 12 mm dengan roll pemotong mie, dan selanjutnya
dipotong melintang pada panjang tertentu, sehingga dalam keadaan kering
menghasilkan berat standar. Pembentukan gelombang hanya melewati weaving
conveyor, kemudian masuk ke bowl membagi menjadi 5 bagian, diharapkan
dengan mangkok pembagi beratnya sama dan seimbang. Jika tidak sama
dilakukan penambahan berat basah dengan menaikkan atau menurunkan
angka inventer.
3. Pengukusan (Steaming)
Dalam proses ini untaian mie yang bergelombang menuju ke steam box
dengan menggunakan conveyor berjalan. Panas yang diberikan berasal dari uap air
o
dengan Suhu standart dari steamer dikondisikan pada suhu 90 -100 C dengan
standar tekanan steamer in 0,25-04 kg/cm2, out 0,25-04 kg/cm2 dan waktu
steaming 80-90 detik.
Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga
dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya
kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga
rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus,
ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat.
Pengukusan dengan pemanasan akan mengakibatkan perombakan struktur pati
dan penurunan integritas granula sehingga terjadi gelatinisasi. Secara alami
senyawa pati bersifat tidak larut dalam air tetapi menyerap air 15-30%. Dengan
peningkatan suhu, ikatan H antara molekul amilosa dan molekul air cenderung
lepas. Molekul air pada tingkat energi lebih tinggi dapat memperlemah struktur
pati dan secara bertingkat terjadi hidrolisis molekul pati. Selama mengembang
granula pati melepaskan amilosa dan beberapa molekul amilopektin yang
mempunyai derajat polimerisasi lebih kecil dan meninggalkan granula secara
difusi (Kerr, 1950).
4. Pengeringan (Frying)
Setelah pengukusan, mie digoreng dengan minyak pada suhu 150160oC
selama 60-120 detik pada dicontinyu frying. Tujuannya agar terjadi dehidrasi
lebih sempurna sehingga kadar airnya menjadi 3%4%. Suhu minyak yang tinggi
menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori halus pada
permukaan mie, sehingga waktu rehidrasi dipersingkat. Teknik tersebut biasa
dipakai dalam pembuatan mie instan (Astawan, 1999).
Proses penggorengan dilakukan dengan suhu awal, suhu tengah, dan suhu
akhir selama kurang lebih 70 detik sehingga kadar air menurun, mie menjadi
kering dan padat. Tujuan dari proses penggorengan ini untuk mengawetkan mie
secara alami dengan cara mengurangi kadar air dalam minyak, kadar air menurun
dari 30% menjadi 3%. Suhu minyak yang tinggi akan menyebabkan air menguap
dengan cepat dan membentuk pori-pori halus yang dapat mempercepat
proses rehidrasi (penyerapan air pada saat dimasak).
Pengendalian mutu minyak yang digunakan pada proses frying
dilakukan dengan penilaian kadar FFA (Free Fatty Acid) atau kandungan asam
lemaknya dengan pengambilan sampel 2x setiap shift pada tangki frying.
Pengendalian mutu pada proses frying juga dilakukan dengan penilaian waktu,
suhu, level minyak goreng dan adanya cemaran. Standar FFA minyak goreng max
0,1 waktu frying 76-80 detik. Pada proses frying penilain suhu harus diperhatikan,
standar suhu awal 100-110 oC, suhu tengah 120-130 oC, dan suhu akhir
140-150 oC karena untuk menghindari adanya peristiwa chashardening. Penilaian
level minyak goreng pada pengorengan mie instan 3,0-4,0 cm diatas mangkuk,
jika level minyak kurang dari standar maka minyak dalam frying harus
ditambah. Hal ini bertujuan agar mie instan yang dihasilkan matang secara merata.
Dalam proses penggorenan ini jika memenuhi standar maka masuk ke proses
selanjutnya jika tidak memenuhi standar bisa menaikan/mengurangi suhu
penggorengan.
5. Pendinginan (Cooling)
Setelah digoreng, mie ditiriskan dengan cepat hingga suhu 40 oC dengan
cooler. Prinsipnya mie disemprot dengan angin (blower) bertujuan agar minyak
memadat dan menempel pada mie. Selain itu juga membuat tekstur mie menjadi
keras. Pendinginan harus dilakukan sempurna, karena jika uap air berkondensasi
akan menyebabkan tumbuhnya jamur.
6. Pemberian Seasoning
Pemberian seasoning ini meliputi pemberian kecap, bumbu dan minyak.
Dalam proses ini tidak menggunakan mesin tetapi masih menggunakan tenaga
manusia (memanfaatkan SDM yang ada), pada proses ini tidak menggunakan
sarung tangan, hal ini bertujuan untuk keselamatan kerja, karena apabila
menggunakan sarung tangan dapat menyebabkan tersangkutnya sarung tangan
pada mesin.
7. Packing
Mie yang telah didinginkan kemudian dikemas dengan pengemas bersifat
kedap air, udara dan bau. Kemasan primer yang biasa digunakan adalah plastik
polipropilen atau polietilen. Kemasan ini bersifat sekali pakai. Dalam
penggunaannya, kemasan ini biasanya dilapisi dengan Oriented Polypropilen
(OPP). Pada etiket plastic tercantum:
Kode produksi
Produk A1527029 dapat diartikan bahwa mi instan diproduksi oleh regu A,
shift 1, mesin 5, pada tanggal 27, bulan 2 dan tahun 2009.
Kode kadaluwarsa
Exp 11122014 dapat diartikan bahwa mi instan baik untuk dikonsumsi
sebelum tanggal 11, bulan Desember, tahun 2014.
8. Packaging
Packaging dilakukan dengan memasukkan mie instan yang dikemas dengan
menggunakan kemasan primer kedalam karton. Setiap karton biasanya berisi 40
bungkus mie.
Pressing
Coller (40oC)
Minyak, kecap
Seasoning
dan bumbu
Packing
Packaging
Penggudangan Distribusi
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di PT. Indofood CBP Sukses Makmur
Tbk Pasuruan divisi noodle dapat disimpulkan bahwa:
1. PT. di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Pasuruan telah memiliki
sertifikat SNI, Sertifikat Jaminan Halal (SJH), sertifikat HACCP (Sistem
Jaminan Keamanan Pangan), sertifikat ISO 9001, ISO 22000, OHSAS 18001:
2007 (Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan SNI 01-3551-2000
tentang Mie Instan.
2. GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Standar Sanitation
Operation Procedure) belum diterapkan dengan baik pada terutama pada
kondisi bangunan tidak sesuai dengan persyaratan.
3. Titik Kritis (Critical Point) pada pengolahan mie PT. Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk Pasuruan adalah pada proses penggorengan (Frying).
3.2 Saran
Sebaiknya sebelum diadakan factory visit, praktikan terlebih dahulu
mempelajari materi perkuliahan mengenai manajemen mutu yang mencakup
GMP, SOP, SSOP, HACCP dan sistem jaminan lainnya, sehingga pada waktu
kunjungan dapat mengobservasi bagian mana yang sudah menerapkan sistem atau
pedoman yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas Dalam Industri Jasa. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Kerr, RW. 1950. Chemistry and Industry of Starch. New York: Academic, inc.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999. 1999. Label dan Iklan Pangan.
Jakarta: Bharta Aksara