TEKNOLOGI BATUBARA
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN
BATUBARA
Disusun oleh:
TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2015
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................ ii
RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................... 1
BAB II STUDI ............................................................ 4
1. PENGENALAN BATUBARA ................................ 4
1.1 Genesa Batubara ............................................... 4
1.2 Analisa dan Pengujian Batubara ....................... 14
1.2.1 Analisa Batubara .................................... 14
1.2.2 Pengujian Batubara................................. 15
2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BATUBARA ....... 17
3. TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA .... 23
3.1 Pembakaran Batubara ....................................... 26
3.2 Karbonisasi........................................................ 32
3.3 Pencairan Batubara (Coal Liquefaction) .......... 33
3.4 Gasifikasi Batubara ........................................... 40
3.5 Briket Batubara ................................................. 45
BAB III SOAL DAN JAWABAN ............................... 49
BAB IV RINGKASAN ................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 56
i
KATA PENGANTAR
Kelompok V (Lima)
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
tinggi membuat dunia beralih ke minyak. Namun kali ini
keadaan berbalik ketersediaan minyak bumi serta penurunan
produksi minyak dunia sudah mulai dirasakan dengan
berfluktuatifnya harga minyak dunia yang cenderung naik dan
diperkirakan produksi maksimal minyak terjadi pada tahun
2043 dan setelah itu produksi minyak dunia mulai mengalami
penurunan. Indonesia sendiri pun telah mulai merasakan
penurunan produksi minyak bumi dimana pada tahun 2008
keluar dari organisasi eksportir minyak OPEC (Organization Of
Petroleum Exporting Countries) dan cenderung mengimpor
minyak untuk menutupi kebutuhan dalam negeri. Kelangkaan
minyak bumi tidak dapat dihindari hal ini dikarenakan
konsumsi dan eksploitasi secara besar-besaran dan tidak ada
sumber energi lain yang mampu menstabilkan ketergantungan
akan minyak bumi. Andaikan saja dunia mempunyai pilihan
sumber energi untuk bahan bakar motor maka laju kelangkaan
minyak bumi yang ditakuti saat ini dapat di hentikan sehingga
keamanan energi dunia dapat terpenuhi. Pilihan tersebut
terdapat pada batubara, sumber energi ini diharapkan mampu
menghentikan laju kelangkaan minyak bumi dengan
mengambil andil sebagai sumber energi untuk listrik, bahan
bakar motor, serta gas perkotaan.
Batubara berpotensi menggantikan minyak bumi sebagai
sumber energi utama dunia hal ini dikarenakan cadangan
2
batubara yang melimpah dan mudah didapatkan dipasar dunia
serta keterdapatannya yang hampir tersebar merata diseluruh
dunia.Telah diperkirakan bahwa ada lebih dari 984 milyarton
cadangan batu bara di seluruh dunia. Hal ini berarti ada
cadangan batu bara yangcukup untuk menghidupi kita selama
lebih dari 190 tahun. Batu bara berada di seluruh dunia, batu
bara dapat ditemukan di setiap daratan di lebihdari 70 negara,
dengan cadangan terbanyak di AS, Rusia, China dan
India.(WCI, 2005) cadangan ini diperkirakan akan terus
bertambah karena banyaknya ditemukan cadangan-cadangan
baru didaerah yang belum dieksplorasi. Indonesia sendiri juga
memiliki potensi yang besar terhadap batubara tercatat pada
tahun 2008 cadangan batubara indonesia mencapai 65,4 milyar
ton (DESDM, 2008 dalam Hasjim, 2010). Cadangan ini
diperkirakan akan terus melonjak naik dan tercatat saat ini
cadangan batubara indonesia mencapai kurang lebih 104,8
milyar ton(Sumber Daya Geologi, 2007 dalam Datin, 2010).
Keadaan ini akan mampu menghidupkan listrik indonesia 100
tahun yang akan datang.
3
BAB II
STUDI PUSTAKA
1. PENGENALAN BATUBARA
1.1 Genesa Batubara
Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas
unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Dalam
proses pembentukannya, batubara diselipi batuan yang
mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini
merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya,
kandungan kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga
jenis pemanfaatan batubara, yaitu sebagai pembuat kokas,
bahan bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus
diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor,
maka semakin rendah kandungan karbon, sehingga semakin
rendah pula nilai panas batubara tersebut.
Batubara Indonesia berada pada perbatasan antara
batubara subbitumen dan batubara bitumen, tetapi hampir 59%
adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun 1999 akhir,
sumber daya batubara indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar
ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton.
Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir
tahun 1950-an membuat konsumsi energi meningkat sangat
pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak
4
bumi, gas alam dan batubara) secara besar-besaran tidak
terhindarkan. Bahan bakar fosil yang mudah di eksplorasi dan
dapat diperoleh dalam jumlah besar adalah batubara dengan
biaya yang tidak terlalu tinggi menjadi sumber energi utama
dunia selama berpuluh-pulu tahun.Tetapi pemakain bahan
bakar batubara secara besar-besaran juga membawa dampak
yang sangat serius terhadap lingkungan terutama isu global
warming dan hujan asam.
Batubara memiliki keunggulan dibandingkan bahan
bakar fosil lainnya, yaitu:
1. Jumlah batubara yang economically exploitable lebih
banyak.
2. Distribusi batubara di seluruh dunia lebih merata.
Batubara juga memiliki kelemahan, antara lain:
1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik
dengan bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan.
2. Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per
mol dari batubara jauh lebih besar. Hal ini menyebabkan
pengeluaran CO2 dari batubara juga jauh lebih banyak.
Demikian juga dengan kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N)
nya yang bila keluar ke udara bebas bisa menjadi H2SO4 dan
HNO3 yang merupakan penyebab hujan asam.
5
1.1.1 Proses Pembentukan Batubara
Tahap Pertama : Pembentukan gambut
Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan
berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan subur di daerah rawa
membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak tumbuhan yang
mati dan menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama
semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara
perlahan-lahan dan material tetumbuhan tersebut diuraikan oleh
bakteri dan jamur. Tahap ini merupakn tahap awal dari
rangkaian pembentukan batubara yang ditandai oleh reaksi
biokimia yang luas. Selama proses penguraian tersebut, protein,
kanji, dan selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila
dibandingkan dengan penguraian material kayu (lignin) dan
bagian tetumbuhan yang berlilin (kulit ari daun, dinding spora,
dan tepung sari). Karena itulah dalam batubara yang muda
masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa
tumbuhan. Bagian-bagian tumbuhan itu terurai di bawah
kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air dan amoniak, serta
dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan
humus dan sebagai hasilnya adalah gambut.
6
di bebaskannya H2O, CH4, dan sedikit CO2. Terbentuklah
material dengan rumus C65H4O30 yang pada keadaan kering
akan mengandung karbon 61,7%, hidrogen 0,3% dan oksigen
38%.
Dengan berubahnya topograpi daerah di sekelilingnya,
gambut menjadi terkubur di bawah lapisan lanau (silt ) dan pasir
yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam
terkubur, semakin bertambah timbunan sedimen yang
menghimpitnya. Sehingga tekanan pada lapisan gambut
bertambah serta suhu naik dengan jelas.
Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses
penbentukan batubara atau yang disebut Tahap metamorfik.
Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada
bakteri untuk aktif dan penguraian dalam kondisi basa
menyebabkan dibebaskannya CO2, sehingga kandungan
hidrogen dan karbon bertambah. Tahap kedua dari proses
pembentukan batubara ini adalah tahap pembentukan lignit,
yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan
C79H5,5O14,1. dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon
80,4%, hidrogen 0,5%, dan oksigen 19,1%.
7
batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi. Selama
tahap ketiga, kandungan hidrogen akan tetap konstan dan
oksigen turun. Tahap ini merupakan tahap pembentukan
batubara subbitumen (sub-bituminous coal).
8
Karbon Volatile Calorivic Moisture
Matter Value
Gambut 60% > 53% 16,8 > 75%
Lignit 60-71% 53-49% MJ/kg insitu
Subbitumen 71-77% 49-42% 23,0 35%
Bitumen 77-87% 42-29% MJ/kg insitu
29,3 25-
MJ/kg 10%
36,3 insitu
MJ/kg 8%
insitu
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara,
2006)
9
2. Senyawa batubara atau coal substance atau coal matter,
yaitu senyawa organik yang terutama terdiri atas atom
karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen.
3. Zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa
anorganik.
a. Moisture
Dalam batubara moisture paling sedikit terdiri atas satu
senyawa kimia tunggal. Wujudnya dapat berbentuk air yang
dapat mengalir dengan cepat dari dalam sampel batubara,
senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat secara
kimia. Sebagian moisture merupakan komponen zat mineral
yang tidak terikat pada batubara.
Moisture didefinisikan sebagai air yang dapat
dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai 105 0C. Semua
batubara mempunyai pori-pori berupa pipa kapiler. Dalam
keadaan alami, pori-pori ini dipenuhi oleh air. Didalam standar
ASTM, air ini disebut moisture bawaan (inherent moisture).
Ketika batubara ditambang dan diproses, air dapat teradsorpsi
pada permukaan kepingan batubara, dan standar ASTM
menyebutnya sebagai moisture permukaan (surface moisture).
Moisture yang datang dari luar saat batubara itu
ditambang dan diangkut atau terkena hujan selama
penyimpanan disebut free moisture (istilah ini dikemukakan
dalam standar ISO) atau air dry loss (istilah yang digunakan
10
oleh ASTM). Moisture ini dapat dihilangkan dari batubara
dengan cara dianginkan atau dikering-udarakan. Moisture in air
dried sample (ISO) atau residual moisture (ASTM) ialah
moisture yang hanya dapat dihilangkan bila sampel batubara
kering-udara yang berukuran lebih kecil dari 3 mm (istilahnya
batubara ukuran minus 3 mm atau -3 mm) dipanaskan hingga
105 0C. Penjumlahan antara free moisture dan residual moisture
disebut total moisture. Dalam analisis batubara, yang
ditentukan hanya moisture yang terikat secara fisika, sedangkan
yang terikat secara kimia (air hidratasi) tidak ditentukan.
Jenis-jenis moisture yang biasanya ditentukan dalam
analisis batubara adalah :
1) Total Moisture (TM)
2) Free Moisture (FM) atau Air Dry Loss (ADL)
3) Residual Moisture (RM) atau Moisture in air dried
sample (MAD)
4) Equilibrium moisture (EQM) atau Moisture holding
capacity (MHC)
5) Moisture in the analysis sample (dalam analisis
proksimat, disingkat Mad).
Total Moisture (TM), disebut pula sebagai as received
moisture (istilah yang digunakan oleh pembeli batubara) atau as
sampled moisture (istilah yang digunakan oleh penjual
batubara), menunjukkan pengukuran jumlah semua air yang
11
tidak terikat secara kimiawi, yaitu air yang teradsorpsi pada
permukaan, air yang ada dalam kapiler (pori-pori) batubara, dan
air terlarut (dissolved water). Total Moisture didefinisikan
sebagai penjumlahan dari air dry loss (free moisture) dan
residual moisture (misture in air dried sample).
b. Zat mineral
Zat mineral atau mineral matter terdiri atas komponen-
komponen yang dapat dibedakan secara kima dan fisika. Zat
mineral terdiri atas ash (abu) dan zat anorganik yang mudah
menguap (inorganic volatile matter). Apabila batubara dibakar
akan terbentuk ash yang terdiri atas berbagai oksida logam
pembentuk batuan, sedangkan zat anorganik yang mudah
menguap akan pecah menjadi gas karbon dioksida (dari
karbonat-karbonat), sulfur (dari pirit), dan air yang menguap
dari lempung.
Material anorganik, yaitu mineral bukan karbonat yang
merupakan bagian dari struktur tumbuhan, adalah zat mineral
bawaan di dalam batubara yang persentasenya relatif kecil. Zat
mineral dari luar yang kemungkinana berasal dari debu atau
serpih yang tebawa air atau yang larut dalam air selama
pembentukan gambut atau tahapan selanjutnya dari
pembentukan batubara persentasenya lebih besar dan
bervariasi, baik jumlah maupun susunannya.
12
Mineral terbanyak di dalam batubara, yaitu kaolin,
lempung, pirit, dan kalsit. Semua mineral itu akan
mempertinggi kadar silikon lainnya. Oksida alumunium, besi,
dan kalsium, di dalam ash. Kemudian menyusul berbagai
senyawa magnesium, natrium, kalium, mangan, fosfor, dan
sulfur yang didapatkan dalam ash dengan persentase yang
berbeda-beda.
c. Senyawa batubara
Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah
menguap dan fixed carbon. Zat organik yang mudah menguap
kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas yang dapat terbakar
seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, (2) uap yang
dapat mengembun, seperti tar dengan sedikit kandungan gas
yang dapat terbakar, dan (3) uap seperti karbon dioksida dan air,
yang terbentuk dari penguraian senyawa karbon secara termis.
Kandungan volatile matter (gabungan zat organik dan
anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali dengan
peringkat batubara dan merupakan parameter yang penting
dalam mengklasifikasikan batubara.
Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah
moisture dan volatile matter dihilangkan. Senyawa ini yang
terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan
nitrogen, dapat dibakar.
13
1.2 Analisa dan Pengujian Batubara
1.2.1 Analisa Batubara
Pada prinsipnya dikenal dua jenis pengujian analisis
untuk kualitas batubara yaitu Analisis Prosikmat (Proximate
analysis) dan Analisis Ultimate (Ultimate Analysis/Elemental
Analysis)
1. Analisis Proksimat
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk
menentukan kadar moisture (air dalam batubara) kadar
moisture ini mencakup pula nilai free moisture serta toal
moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed
carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air
yang terdapat dalam batubara sedangkan abu (ash)
merupakan kandungan residu non-combustible yang
umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2),
kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainya
volatile matters adalah kandungan batubara yang
terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa keberadaan
oksigen. Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat
dalam batubara setelah volatile matters dipisahkan dari
batubara.
2. Analisis Ultimat
Analisis ultimat dijalankan dengan analisis kimia
untuk menentukan kadar karbon (C), Hidrogen (H2),
14
Oksigen (O2), Nitrogen (N2), dan Belerang (S). Keberadaan
dan sifat dari unsur-unsur tersebut sebanding dengan
peringkat batubara, semakin tinggi rank batubara semakin
tinggi kandungan karbonnya, sementara kandungan
hidrogen dan oksigennya akan semakin berkurang.
Sedangkan nitrogen merupakan unsur yang bersifat
bervariasi begantung dari material pembentuk batubara.
Analisis karbon pada ultimate tidak sama dengan analisis
fixed carbon. Fixed carbon merupakan kadar karbon
terlambat atau karbon tetap tertinggal bersama abu bila
batubara telah dibakar tanpa oksigen dan setelah zat volatile
habis. Fixed carbon merupakan kadar karbon yang pada
temperatur penetapan voliatile matter tidak menguap
sedangkan karbon yang menguap pada temperatur tersebut
termasuk kedalam voliatile matter.
3. Analisis Steaming Coal
a. Niai Kalori
b. Ash Content
1.2.2 Pengujian Batubara
Pengujian batubara adalah untuk menentukan mutu dari
batubara tersebut. Ada 3 pengujian batubara, antara lain:
1. Pengujian mekanis
Analisis pada komoditas batubara meliputi penentuan sifat
fisik melalui pengujian mekanis. Sifatnya seperti kekerasan,
15
kekuatan, atau kekompakan partikel batubara yang diukur
dengan indeks kekerasan. Sedangkan ukuran butiran
batubara dapat diukur dengan ayakan (mesh).
2. Pengujian sifat pembakaran
Pada sifat pembakaran kita menganalisis panas dari batubara
dan titik leleh abu batubara. Panas yang dilepaskan batubara
dalam proses pembakaran merupakan reaksi eksotermal
yang melibatkan senyawa hidrokarbon, oksigen dan
komponen lain. Berdasarkan standar ASTM titik leleh
batubara ditetapkan pada kondisi reduksi dengan campuran
gas CO + CO2 dan kondisi oksidasi dengan bantuan udara.
Sedangkan menurut BS titik leleh abu batubara pada kondisi
reduksi dengan campuran gas H2 + CO2 dan kondisi
oksidasi dengan bantuan udara.
3. Pengujian sifat karbonisasi
Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada suhu
tertentu tanpa oksigen untuk menghasilkan bahan-bahan
seperti kokas, charcoal, tar, cairan yang mengandung
amoniak, gas hidrokarbon, dan senyawa lainnya.
Karbonisasi umumnya digunakan untuk pembuatan kokas
dan proses pencairan ataupun gasifikasi.
16
2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BATUBARA
Batubara yang langsung diambil dari bawah tanah,
disebut batubara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali
memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti
batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai
ukuran. Namun demikian pengguna batubara membutuhkan
batubara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batubara
juga disebut pencucian batubara (coal benification atau coal
washing) mengarah pada penanganan batubara tertambang
(ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan
kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan
batubara dan tujuan penggunaannya. Batubara tersebut
mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau
mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk
mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan
kandungan campuran, batubara terambang mentah dipecahkan
dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai
ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah
dengan menggunakan metode pemisahan media padatan.
Dalam proses demikian, batubara dipisahkan dari kandungan
campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi
cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan
berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batubara menjadi
17
ringan, batubara tersebut akan mengapung dan dapat
dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya
yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan
sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya
seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin
yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga
memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam
wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan
permukaan yang berbeda dari batubara dan limbah. Dalam
pengapungan berbuih, partikel-partikel batubara dipisahkan
dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam
rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih
tersebut akan menarik batubara tapi tidak menarik limbah dan
kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan
batubara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah
membantu meningkatkan perolehan materi batubara yang
sangat baik.
Pengangkutan Batubara
Cara pengangkutan batubara ke tempat batubara tersebut
akan digunakan tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat,
batubara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan
atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam
negeri, batubara diangkut dengan menggunakan kereta api atau
18
tongkang atau dengan alternatif lain dimana batubara dicampur
dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui
jaringan pipa. Kapal laut umumnya digunakan untuk
pengakutan internasional dalam ukuran berkisar dari
Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000
DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar 80,000+
DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt) batubara diperdagangkan secara
internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah
tersebut diangkut melalui laut. Pengangkutan batubara dapat
sangat mahal dalam beberapa kasus, pengangkutan batubara
mencapai lebih dari 70% dari biaya pengiriman batubara.
Tindakan-tindakan pengamanan diambil di setiap tahapan
pengangkutan dan penyimpan batubara untuk mengurangi
dampak terhadap lingkungan hidup.
19
penelitian-penelitian mengenai pengeringan dan upgrading
batubara yang sudah ada saat ini.
A. UBC (upgraded brown coal)
Kandungan air dalam batubara (air bebas
maupun air bawaan) merupakan faktor penentu tinggi
rendahnya nilai kalori batubara. Kandungan air yang
tinggi menyebabkan tingkat pembakaran menjadi
rendah akibatnya kandungan gas Co2 yang ditimbulkan
menjadi tinggi yang tentunya berdampak buruk
terhadap lingkungan. Berbagai cara dilakukan untuk
meningkatkan kalori dengan mengurangi kandungan
air dalam batubara, salah satunya adalah Upgraded
Brown Coal (UBC). UBC merupakan salah satu cara
penghilangan kadar air dalam batubara melalui proses
penguapan (evaporasi). Dibandingkan dengan
teknologi peningkatan (upgrading) lainnya seperti,hot
water drying (HWD) atau steam drying (SD) yang
dilakukan pada temperatur diatas 275C dan tekanan
yang cukup tinggi 5.500 kpa. Proses UBC relatif lebih
sederhana dan dapat dilakukan pada temperatur dan
tekanan relatif rendah (temperatur antara 150 - 160 C,
tekanan 2 -3 atm).
Proses UBC adalah sebagai berikut :Air yang
terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free
20
moisture) dan air bawaan (inherent moisture). Air
bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan
batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler
yang mempunyai tekanan uap normal. Sedangkan air
bawaan adalah air yang terikat secara fisik pada
struktur pori-pori bagian dalam batubara dan
mempunyai tekanan uap yang lebih rendah daripada
tekanan normal. Kandungan air dalam batubara, baik
air bebas maupun air bawaan, merupakan faktor yang
merugikan karena memberikan pengaruh yang negatip
terhadap proses pembakarannya.
Penurunannya kadar air dalam batubara dapat
dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan panas.
Pengeringan cara mekanik efektif untuk untuk
mengurangi kadar air bebas dalam batubara basah,
sedangkan penurunan kadar air bawaan harus
dilakukan dengan cara pemanasan. Salah satu proses
dengan cara ini adalah UBC (Upgraded brown coal)
yang diperkenalkan oleh Kobe Steel Ltd., Jepang.
Bagan air proses UBC (Kobelco, Ltd., 2000) dapat
dilihat pada Gambar 1.
21
Gambar 1. Bagan Air Proses UBC
Proses UBC dilakukan pada temperatur sekitar
150C sehingga pengeluaran tar dari batubara belum
sempurna. Untuk itu perlu ditambahkan zat aditif
sebagai penutup permukaan batubara, seperti kanji,
tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), dan minyak
residu. Untuk proses UBC, sebagai aditif digunakan
minyak residu yang merupakan senyawa organik yang
beberapa sifat kimianya mempunyai kesamaan dengan
batubara. Dengan kesamaan sifat kimia tersebut,
minyak residu yang masuk ke dalam pori-pori batubara
akan kering, kemudian bersatu dengan batubara.
B. BCB (binderless coal briquetting)
C. Teknologi lainnya (Hot water drying, steam drying)
22
3. TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA
Masalah energi berkaitan sangat erat dengan masalah
kehidupan di muka planet bumi ini. Sepanjang sejarah
kehidupan umat manusia telah mencatat bahwa pertumbuhan
penduduk dan perkembangan peraaban mengakibatkan
meningkatkan permintaan energi. Sudah sejak berabad-abad
lampau manusia menggunakan batubara sebagai mineral yang
dapat dibakar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi.
Sisa-sisa pengapian dengan batubara telah diurut sampai
ke masa prasejarah. Manusia primitif di masa lampau mencari
batubara untuk membuat tungku perapian. Batubara sudah
ditambang di Tiongkok dan Yunani sejak berabad-abad
sebelum masehi. Sedang di Jerman, batubara sudah mulai
ditambang sejak lebih ari 1000 tahun lalu, di Inggris ditamban
pada abad ke-13 para pandai bedi pada saat itu memanfaatkan
batubara untuk pemanasan besi.
Revolusi industri di Inggris pada pertengahan aba ke-18
telah menempatkan batubara sebagai sumber energi utama.
Memasuki abad ke-18 telah menenpatkan batubara sebagai
sumber energi utama. Memasuki abad ke-20 peran batubara
mengalami pasang surut, namun tetap memegang peranan
penting sebagai bahan bakar, lebih-lebih setelah minyak turun
dan harganya naik. Sejak sekitar dua abad yang lampau
23
batubara mulai memegang peranan sebagai sumber energi
utama dalam kehidupan umat manusia. Kini batubara
merupakan salah satu sumber energi yang sangat penting,
terutama dalam kaitannya dengan mesin uap untuk
membangkitkan tenaga listrik.
Permintaan bahan bakar yang berasal dari fosil (batubara,
minyak bumi, dan gas alam) terus menunjukkan peningkatan
setiap 20 tahun sejak 1900. Permintaan bahan bakar itu jauh
lebih cepat dibanding dengan peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan permintaan energi berkaitan langsung dengan
pertumbuhan ekonomi. Saat ini batubara menyediakan sekitar
30% energi dunia, 22% dari jumlah itu dikonsumsi di Amerika
Serikat.
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui
terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi
mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai
bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan
digunakan sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi
optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas
batubara yang lazim digunakan adalah kalori, kadar
kelembaban, kandungan zat terbang, kaar abu, kadar karbon,
kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan disamping
parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam
24
abu(SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3 dan lain-lain), analisis komposisi
sulfur dan titik leleh abu.
a. Pemanfaatan sebagai bahan bakar langsung
Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio
batubara dengan unggulan zeolit.
Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket
biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran
bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.
Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga
dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara.
Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus
menerus skala komersial dengan batubara halus
menggunakan pembakar siklon.
Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar
batubara.
Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan
kombinasi bahan bakar batubara kayu.
Pembakaran bata-genteng dengan batubara.
25
Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan
batubara peringkat rendah sebagai penyerap.
26
Jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan
bakar fosil yang paling lama dapat meyokong kebutuhan
energi dunia
Namun batubara juga memiliki kelemahan yaitu:
Identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah
lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O,
N, S dan abu
Kandungan C per mol batubara jauh lebih besar
dibandingkan bahan bakar fosil lainnya sehingga
pengeluaran CO2 dari batubara jauh lebih banyak . Selain
itu, kandungan S dan N batubara bisa terlepas sebagai SOx
dan NOx dan menyebabkan terjadinya hujan asam.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode baru dalam
pemanfaatan batubara agar dapat meredam isu-isu lingkungan
yang mungkin terjadi. Batubara banyak dipakai sebagai bahan
bakar boiler akan tetapi penerapan yang paling penting adalah
pada pembangkit tenaga listrik (PLTU).
Suatu PLTU dibamgun dengan mendesain ketel uap
(boiler) berdasarkan sifat-sifat batubara yang akan
membakarnya atau istilah populernya berdasarkan spesifikasi
batubara tertentu. Biasanya batubara yang akan dipasok
jumlahnya harus cukup untuk pasokan selama 30 tahun sesuai
umur dari PLTU . Bila ditengah jalan kehabisan pasokannya,
27
harus dicari batubara yang sama atau setidaknya mirip dengan
batubara yang sifat-sifatnya dipakai untuk mendesain boiler.
Konsep dasar suatu PLTU yang menggunakan bahan
bakar adalah perubahan energi batubara menjadi energi listrik.
Hal ini dapat dicapai dengan membakar batubara didalam ketel
uap untuk membangkitkan uap yang digunakan dalam
memutarkan turbin-alternator.
Komponen-komponen utama yang berkaitan dengan
peralatan PLTU berbahan bakar batubara menjadi energi listrik
menurut tahapan prosesnya dimulai dari batubara datang,
dibakar sampai terjadinya pembangkit listrik adalah sebagai
berikut:
Pusat penanganan batubara (coal handling plant)
Pusat pelumatan batubara (pulveriser plant)
Ketel uap (boiler)
Pemanas udara (air heater)
Pengendap listrik statis (electostatic preciparator) atau
karung penyaring (bag filter)
Pengontrolan emisi ke udara
Hal pertama yang perlu diketahui oleh pembuat ketel
adalah klasifikasi batubara yang akan diperlukan untuk
menetapkan desain parameter-parameter ketel uap dan
28
pengaruh-pengaruh parameter terhadap peralatan pembangkit
listrik adalah sebagai berikut:
29
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran
dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada
perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon)
dengan zat terbang yang disebut dengan rasio bahan bakar
(fuel ratio).
Fuel ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter
30
terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai
kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio
sebagaimana dijelaskan diatas.
6. Kadar Sulfur (Sulfur content, satuan %)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic
sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara
umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara
dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur
berpengaruh terhaap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi
paa elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja
lebih rendah dari pada titik embun sulfur, disamping
berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu paa
peralatan electrostatic precipitator
7. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus
(pulverized coal atau dust coal) dan butir kasar (lump coal).
Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm,
sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran50mm.
8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau
HGI)
Kinerja pulveriser atau mill pada nilai HGI tertentu . Untuk
HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih
rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan
tingkat kehalusan (fineness) yang sama.
31
Ada dua masalah yang menyangkut pembakaran
batubara dalam pembakaran antara lain:
1. Karena batubara itu sendiri kotor sehingga hasil
pembakarannya dapat mencemari lingkungan
2. Karena batubara itu sendiri berupa zat padat sehingga sukar
dalam penggunaannya dan penerapannya terbatas
Cara mengatasi adalah diupayakan konversi batubara
agar dapat menghasilkan bahan bakar sintetis yang bertujuan:
1. Untuk mengeluarkan sulfur dan nitrogen yang dapat
mengakibatkan pencemaran udara
2. Untuk meningkatkan nilai kalor pembakaran
3.2 Karbonisasi
Karboinisasi batubara adalah salah satu proses konversi
batubara yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan
karbon. Prosea karbonisasi terjadi pada peruraian suhu 1500 oC.
Hasil dari peruraian suhu tersebut adalah kokas. Kokas
adalah bahan bakar untuk Tanur dan sebagai bahan pereduksi.
Berdasarkan prosesnya karbonisasi dibagi atas:
1. Karbonisasi Suhu Rendah
Mula-mula dikembangkan sebagai proses untuk mensuplai
gas untuk tujuan penerangan dan menghasilkan bahan bakar
yang tidak berasap. Karbonisasi suhu rendah berkisar antara
500oC 700oC.
32
2. Karbonisasi Suhu Tinggi
Proses karbonisasi terjadi pada peruraian suhu 7500 oC
1500oC.Hasil dari peruraian suhu tersebut adalah kokas.
Kokas adalah bahan bakar untuk tanur dan sebagai bahan
pereduksi.
Produk utama yang dihasilkan dari proses karbonisasi,
antara lain:
1. Kokas
2. Ter (organik)
3. Gas (penerangan jalan)
4. Cairan (hidrokarbon cair)
33
insentiv menyangkut tema tentang lingkungan. Undang-
Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan
batubara.
Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik
adalah 1-2 barrel/ton batubara). Jika diasumsikan hanya 10%
dari deposit batubara dunia dapat dikonversikan menjadi BBM
sintetik, maka produksi minyak dunia dari batubara maksimal
adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat
menjadikan batubara sebagai sumber energi alternatif bagi
seluruh konsumsi minyak dunia. Walaupun faktanya demikian,
bukan berarti batubara tidak bisa menjadi jawaban alternativ
energi untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor yang
menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai
cadangan yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan untuk
meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi sumber energi
menjadi strategi energi suatu negara, pastinya batubara menjadi
satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu sumber
energi, selain sumber energi terbarukan (angin, solar cell,
geothermal, biomass). Tetapi perlu kita ingat bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas,
karena sementara negara2 lain sudah melakukan kebijakan-
kebijakan konkret domestik maupun luar negeri untuk
mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan negaranya.
34
3.3.1 Pencairan Batubara Langsung (DCL)
Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan
Direct Coal Liquefaction-DCL, dikembangkan cukup banyak
oleh negara Jerman dalam menyediakan bahan bakar pesawat
terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius Process, baru
mengalami perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua.
DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan
katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an
gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio
perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk
senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair.
Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat
kering) menjadi sintetik cair. Pada tahun 1994 proses DCL
kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari proses ICL
terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp.
Tahun 2004 kerjasama pengembangan teknologi upgrade
(antara China Shenhua Coal Liquefaction Co. Ltd. dengan West
Virginia University) untuk komersialisasi DCL rampung, untuk
kemudian pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner
Mongolia. Dalam Phase pertama pabrik ini akan dihasilkan
lebih dari 800.000 ton bahan bakar cair pertahunnya. Yang
menjadikan proses DCL sangat bervariasi adalah beberapa
faktor dibawah:
35
Pencapaian dari sebuah proses DCL sangat tergantung
daripada jenis feedstock (spesifikasi batubara) yang
dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa
optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan
membentuk lelehan (caking perform), sehingga menjadi
bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan
tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini
biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara,
sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.
Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk
proses gasifikasi terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu
mempengaruhi berjalannya proses.
Termal frakmentasi merupakan phenomena yang terjadi
dimana serpihan batubara mengalami defrakmentasi ukuran
hingga berubah menjadi partikel-partikel kecil yang
menyumbat jalannya aliran gas sehingga menggangu
jalannya keseluruhan proses. Hal ini dapat diatasi dengan
proses pengeringan batubara terlebih dahulu sebelum proses
konversi pada reaktor utama (Lihat skema Brown Coal
Liquefaction di bawah).
36
Proses Pencairan Batubara Muda Rendah Emisi (Low
Emission Brown Coal Liquefaction)
Tahapan proses pencairan batubara muda (Brown Coal
Liquefacion):
1. Pengeringan/penurunan kadar air secara efficient
2. Reaksi pencairan dengan limonite katalisator
3. Tahapan hidrogenasi untuk menghasilkan produk oil mentah
4. Deashing Coal Liquid Bottom/heavy oil (CLB)
5. Fraksinasi/pemurnian light oil (desulfurisasi,pemurnian
gas,destilasi produk)
37
dipindahkan pada gas-cooling step direcover sebagai steam,
dan digunakan secara internal untuk mensuppli kebutuhan
power plant. Proses sour-water stripping akan menghilangkan
ammonia yang dihasilkan dari nitrogen yang ada pada batubara.
Sulfur dalam batubara akan dikonversikan menjadi hydrogen
sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis
digunakan untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi
H2S, yang direcover pada acid-gas removal step dan
dikonversikan menjadi elemental sulfur pada sebuah Claus
sulfur plant. Sulfur yang diproduksi biasanya dijual sebagai
low-value byproduct.
Synthesis Gas Conversion Bagian ini terdiri dari water-
gas shift, a sulfur guard bed, synthesis-gas conversion reactors,
CO2 removal, dehydration dan compression, hydrocarbon dan
hydrogen recovery, autothermal reforming, dan syngas recycle.
A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis
konversi gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace
sulfur pada cleaned syngas. Clean synthesis gas dipindahkan
untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide ratio yang
diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan
menjadi bahan bakar gas.
Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality
diesel dan distillate menggunakan Fischer-Tropsch route, atau
konversi ke high-octane gasoline menggunakan proses metanol
38
menjadi gasoline (MTG) . Fischer-Trosch (F-T) syntesis
menghasilkan spektrum dari hidrokarbon paraffin yang ideal
untuk diesel dan bahan bakar.
Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi
atau cobalt. Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih
untuk mengkonversi coal-derived syngas yang mana besi
memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi water-gas shift dan
secara internal mengatur low H2/CO ratio dari coal derived
syngas yang diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Jenis
reactor yang digunakan dalam reaksi F-T adalah fixed-bed
tubular reactor dan teknologi ini diaplikasikan di Shells
Malaysian GTL. Sasol juga mengkomersialisasikan teknologi
CTL di Afrika Selatan yang menggunakan Fixed bed reactor,
circulating-fluidized bed dan fixed-fluidized bed reactor.
Syngas dan produk F-T yang tidak terkonversi harus dipisahkan
setelah langkah sintesis F-T. CO2 dapat dipisahkan dengan
menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi
biasanya dibuang langsung ke udara bebas.
Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan
hidrokarbon ringan (terutama metana, etana, dan propane) dari
produk liquid hydrocarbon yang dihasilkan pada proses sintesis
F-T. Gas hidrokarbon ringan dan gas sintesis yang tidak
terkonversi dikirim ke proses hydrogen recovery.Purge dari fuel
gas digunakan untuk menyuplai bahan bakar pada proses CTL.
39
Akhirnya sisa gas dialirkan ke autothermal reforming plant
untuk mengkonversi hidrokarbon ringan menjadi syngas untuk
direcycle ke reaktor F-T.
Product Upgrading - FT liquid dapat dimurnikan
menjadi LPG, gasoline, dan bahan bakar diesel. Pilihan lain
adalah melalui partial upgrading seperti yang ditunjukkan dari
gambar 2.4 untuk menghasilkan F-T syncrude. Kandungan wax
yang tinggi di raw F-T liquid memerlukan hidroprosessing
untuk membuat syncrude yang dapat dialirkan melalui pipa.
Pilihan upgrading minimum termasuk hidrotreating dan
hidrocracking dari F-T wax. Produk yang dihasilkan adalah F-
T LPG dan F-T syncrude, yang dapat dikirim ke conventional
petroleum refinery untuk difraksinasi menghasilkan produk
yang dapat diolah lebih lanjut.
40
Sebagaimana diketahui, saat bahan bakar dibakar, energi
kimia akan dilepaskan dalam bentuk panas. Pembakaran terjadi
saat Oksigen yang terkandung dalam udara bereaksi dengan
karbon dan hidrogen yang terkandung dalam batubara dan
menghasilkan CO2 dan air serta energi panas. Dalam kondisi
normal, dengan pasokan udara yang tepat akan mengkonversi
semua energi kimia menjadi energi panas.
Namun kemudian, jika pasokan udara dikurangi, maka
pelepasan energi kimia dari batubara akan berkurang, dan
kemudian senyawa gas baru akan terbentuk dari proses
pembakaran yang tidak sempurna ini (sebut saja pembakaran
setengah matang). Senyawa gas yang terbentuk ini terdiri atas
H2, CO, dan CH4 (methana), yang masih memiliki potensi
energi kimia yang belum dilepaskan. Dalam bentuk gas, potensi
energi ini akan lebih mudah dialirkan dan digunakan untuk
sumber energi pada proses lainnya, misalnya dibakar dalam
boiler, mesin diesel, gas turbine, atau diproses untuk menjadi
bahan sintetis lainnya (menggantikan bahan baku gas alam).
Dengan fungsinya yang bisa menggantikan gas alam, maka gas
hasil gasifikasi batubara disebut juga dengan syngas (syntetic
gas). Dengan proses lanjutan, syngas ini dapat diproses menjadi
cairan. Proses ini disebut dengan coal liquefaction (pencairan
batubara). Metodenya ada bermacam-macam, antara lain
Fischer-Tropch, Bergius, dan Scroeder.
41
Untuk dapat menghasilkan gas dari batubara dengan
maksimal, maka pasokan oksigen harus dikontrol sehingga
panas yang dihasilkan dari pembakaran setengah matang
ditambah energi yang terkandung pada senyawa gas yang
terbentuk setara dengan energi dari batubara yang dipasok.
Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah
batu bara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar
(combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas
ini karbon monoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2)
dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan
udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan
water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai
tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna.
Terikat di dalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batu bara
ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila
mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan
uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah
seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan
asam" acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk
kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil
ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal
combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di
42
putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap
yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah
sangat kecil setara dengan rambut manusia.
Namun saat ini telah dikenal Teknologi baru dalam
proses coal gasification, yang dikenal dengan teknologi
Underground Coal Gasification (UCG), mengkonversikan
batubara menjadi gas bakar pada ruang bawah tanah, tidak pada
gasifier atau reaktor pada permukaan tanah. Pada tahun-tahun
awal, UCG dikenal dengan reputasi ugly duckling di USA
karena menghasilkan gas yang kualitas nilai kalornya rendah
dengan gas hidrogen yang terlalu banyak. Namun, sekarang
bahan bakar hidrogen telah menjadi salah satu energi alternatif,
dan orang telah menemukan kembali potensi dari teknologi
UCG.
Dari kegiatan gasifikasi batubara bawah permukaan
(UCG) ini diharapkan dapat :
1. Mengoptimalkan penggunaan batubara nasional yang ramah
lingkungan
2. Mendapatkan energi baru yang bersih
3. Menambahkan pasokan energi sehingga ketahanan energi
nasional terjamin
4. Untuk itu perlu menjajaki kerjasama dengan pihak lain, baik
perusahan yang menangani Batubara maupun Energi
43
Teknologi UCG tentunya akan dibandingkan dengan
metode gasifikasi pada umumnya, yaitu dengan gasifier pada
permukaan. Jika dibandingkan dengan metode gasifikasi pada
umumnya, teknologi UCG tidak memberikan dampak pada
lingkungan seburuk metode umumnya. Selain itu UCG tidak
meninggalkan tanah yang terpolusi, yang tentunya akan
membutuhkan harga yang mahal untuk membersihkannya.
Creedy (2001) dan Hattingh (2008) memaparkan beberapa
keunggulan UCG:
44
12. Berpotensi mengurangi biaya kapital dan biaya operasi
secara keseluruhan (lebih ekonomis khususnya untuk skala
yang lebih kecil)
13. Tingkat fleksibilitas untuk mengakses mineral tinggi
14. Sumber daya batubara yang dapat dimanfaatkan lebih
besar
45
Sejarah Perkembangan Briket Batubara
Teknologi pembuatan briket tidaklah terlalu rumit dan
dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta
dalam waktu singkat. Sebetulnya di Indonesia telah
mengembangkan briket batubara sejak tahun 1994 namun tidak
dapat berkembang dengan baik mengingat minyak tanah masih
disubsidi sehingga harganya masih sangat murah, sehingga
masyarakat lebih memilih minyak tanah untuk bahan bakar
sehari-hari. Namun dengan kenaikan harga BBM per 1 oktober
2005, mau tidak mau masyarakat harus berpaling pada bahan
bakar alternatif yang lebih murah seperti briket batubara.
Jenis Briket Batubara
Jenis non karbonisasi (biasa)
Jenis yang ini tidak mengalami karbonisasi sebelum diproses
menjadi briket dan harganyapun lebih murah. Karena zat
terbangnya masih terkandung dalam briket batubara maka
apada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan
kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang
sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari briket
akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket
ini umumnya digunakan untuk industri kecil.
46
Batubara
Pengerusan dan
Pengayakan Perekat
Pengemasan Pencampuran
Penyimpanan
Pemasaran
Pencetakan
47
Pembuatan briket biobatubara yang selama ini dikerjakan
masih belum efektif dan efisien bila ditinjau dari sisi bahan baku
maupun prosesnya. Beberapa kendala dalam proses pembuatan
diusahakan untuk diatasi dan komposisi bahan juga diperbaiki
untuk menghasilkan briket biobatubara yang tidak bersifat
toksik apabila digunakan pada industri kecil.
Bahan baku briket biobatubara berupa bagase yang
diterima dari pabrik gula biasanya berukuran 6 cm.
Sedangkan yang dikehendaki di pabrik percontohan awal. Unit
pemotong bagase akan mengubah ukuran panjang bagase dari -
30mm menjadi -3mm. Kemampuan mesin pemotong bagase
sebagian besar (77,5%) berukuran > 1cm. Keluaran mesin
pemotong bagase cukup baik dengan distribusi ukuran -3+1 cm
mencapai 72,5%. Untuk mendapat hasil yang baik bagase
tersebut perlu dikeringkan lebih dahulu dibawah sinar matahari.
Untuk menghasilkan briket biobatubara yang kualitasnya
baik untuk industri rumah tangga dengan 2 kuat tekanannya >
50 kg/cm dan tidak bersifat toksik apabila digunakan secara
langsung diperlukan komposisi yang lebih sempurna. Dari
percobaan apat disimpulkan bahwa hasil terbaik bisa dicapai
dengan komposisi adonan batubara 80%, serbuk gergaji 15%,
kapur 5% dan molase 6,5% dari jumlah batubara, serbuk gergaji
dan kapur. Briket biobatubara yang dihasilkan tidak toksik dan
dapat digunakan untuk memanggang makanan secara langsung.
48
BAB III
SOAL DAN JAWABAN
49
media padatan. Dalam proses demikian, batubara
dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan
diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan
gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit
tanah halus. Setelah batubara menjadi ringan, batubara
tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara
batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat
akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
50
Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar
batubara.
Pembakaran kapur dalam tungku system berkala
dengan kombinasi bahan bakar batubara kayu.
Pembakaran bata-genteng dengan batubara.
b. Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak langsung
Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan
untuk pembuatan karbon aktif.
Daur ulang minyak pelumas bekas dengan
menggunakan batubara peringkat rendah sebagai
penyerap.
51
Jenis yang ini tidak mengalami karbonisasi sebelum
diproses menjadi briket dan harganyapun lebih murah.
Karena zat terbangnya masih terkandung dalam briket
batubara maka apada penggunaannya lebih baik
menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan
menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana
seluruh zat terbang yang muncul dari briket akan habis
terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini
umumnya digunakan untuk industri kecil.
Jenis berkarbonisasi (super)
Jenis ini mengalami terlebih dahulu proses
dikarbonisasi sebelum menjadi briket. Dengan proses
karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam
briket batubara tersebut diturunkan serendah mungkin
sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap,
namun biaya produksi menjadi meningkat.
Briket ini cocok untuk keperluan rumah tangga serta
lebih aman dalam penggunaannya.
Jenis bio briket
Pembuatan briket biobatubara yang selama ini dikerjakan
masih belum efektif dan efisien bila ditinjau dari sisi
bahan baku maupun prosesnya. Beberapa kendala dalam
proses pembuatan diusahakan untuk diatasi dan
komposisi bahan juga diperbaiki untuk menghasilkan
52
briket biobatubara yang tidak bersifat toksik apabila
digunakan pada industri kecil.
53
BAB IV
RANGKUMAN
Pengolahan Batubara
Batubara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut
batubara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali
memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti
batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai
ukuran. Namun demikian pengguna batubara membutuhkan
batubara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batubara
juga disebut pencucian batubara (coal benification atau
coal washing) mengarah pada penanganan batubara
tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang
konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir
tertentu.
Pemanfaatan Batubara dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Pemanfaatan sebagai bahan bakar langsung
a. Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio
batubara dengan unggulan zeolit.
b. Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket
biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran
bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.
c. Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga
dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara.
54
d. Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus
menerus skala komersial dengan batubara halus
menggunakan pembakar siklon.
e. Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar
batubara.
f. Pembakaran kapur dalam tungku system berkala
dengan kombinasi bahan bakar batubara kayu.
g. Pembakaran bata-genteng dengan batubara.
2. Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak langsung
a. Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan
untuk pembuatan karbon aktif.
b. Daur ulang minyak pelumas bekas dengan
menggunakan batubara peringkat rendah sebagai
penyera
55
DAFTAR PUSTAKA
56