Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ANALISA FARMASI

TITRASI PERMANGANOMETRI DAN TITRASI KOMPLEKSOMETRI

OLEH :

ANA NURJANAH AKF15008

GRACYA MARGARETA AKF15057

JIHAN ALVINA M. AKF15065

NOVALIA ERISKA A. AKF15103

TIFFANI ANDIKA AKF15152

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

September 2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi
dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi
dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe +, asam
atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang
tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri
seperti :
a) Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn dan Hg yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih
sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang
akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang
bersangkutan.
b) Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku
FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan dapat
ditentukan banyaknya dengan menitrasi dengan KMnO4.

Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.


Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa
digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sampel.

Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.


Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai
pereaksi oksidasi. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda
yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk
menunjukkan kelebihan pereaksi.

Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat


menggunakan natrium oksalat adalah :

5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O

Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan
kelebihan permanganat.

1.2 Latar Belakang Titrasi Kompleksometri

Perlakuan suatu sampel dalam ilmu kimia sangatlah beragam. Namun,


keberagaman itu tidak dikarenakan seenaknya mencampur zat-zat bahan kimia.
Akan tetapi, timbul sebagai akibat dari pemerian zat yang akan diuji. Tiap zat
dalam suatu senyawa pasti memiliki sifat tertentu apabila dicampurkan dengan
senyawa lain, dan juga apabila dilarutkan dalam suatu pelarut, misalnya air, eter,
gliserol, dan lain-lain. Pengidentifikasian suatu zat harus melalui suatu prosedur
kerja sebab adanya hasil reaksi (yang mungkin berbahaya) yang timbul saat dua
senyawa atau lebih direaksikan, misalnya dengan senyawa logam. Salah satu cara
untuk melakukan identifikasinya, khusus pada zat yang mengandung senyawa
logam, digunakan suatu teknik titrasi yang disebut titrasi kompleksometri atau
reaksi pembentukan kompleks.

Metode titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan


seyawa kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang sering digunakan
adalah dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Dinatrium EDTA
digunakan sebagai titran. Dalam penetapan kadarnya digunakan beberapa
indikator sepeti hitam eriokrom, jingga xilenol, dan biru hidroksi naftol.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Permanganometri


2.1.1 Pengertian Permanganometri

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi


oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi
dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi
permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana
asam sulfat encer. Larutan baku yang digunakan adalah kalium permanganat.

Kalium permanganat adalah oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan


cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya sebagai
oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang
berbeda tersebut. Valensi logam mangan (Mn) mulai dari 1 sampai 7, tetapi
semuanya stabil (kecuali 1 dan 5). Hal ini menyebabkan reaksi mangan beragam.

Reduksi MnO4- berlangsung sebagai berikut :

a) Dalam suasana asam sulfat encer :

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O

b) Dalam asam lemak :

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O

c) Dalam larutan netral atau basa :

MnO4- + 2H2O + 3e- MnO2 + 4OH-

Sebagai asam tidak dapat digunakan HCl karena HCl dapat dioksidasi
menjadi klor. Disamping itu juga tidak dapat dipakai HNO3 karena bersifat
sebagai oksidator juga.
2.1.2 Prinsip Penetapan

Titrasi permanganometri dilakukan dengan bantuan pemanasan (+70C)


untuk mempercepat reaksi. Pada awal reaksi titrasi warna merah mantap untuk
beberapa saat yang menandakan reaksi berlangsung lambat.

2KMnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O

Pada penambahan titran selanjutnya, warna merah hilang makin cepat


karena ion Mangan (II) yang terjadi berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat
reaksi. Selanjutnya titran dapat ditambahkan labih cepat sampai titik akhir
tercapai, yaitu sampai pada tetesan dimana warna merah muda pucat mantap.
Untuk mengoreksi kesalahan yang disebabkan oleh kemungkinan reduktor lain
yang mengotori air atau pereaksi yang dipakai dan kelebihan tetesan KMnO4 pada
titik akhir, maka perlu dilakukan titrasi blanko.

Titrasi permanganometri biasanya tidak memerlukan indikator karena


larutan KMnO4 sendiri sudah berfungsi sebagai indikator (warna larutan KMnO4
lembayung).

2.1.3 Larutan Titer KMnO4


1. Pembuatan

Meskipun KMnO4 dapat diperoleh dalam keadaan murni, tetapi larutan


titernya tidak dapat dibuat langsung dengan menimbang saksama. Ini disebabkan
waktu dilatukan dalam air ia akan bereaksi dengan pengotor yang mungkin ada
dalam air atau pada dinding wadah. Karena itu mula-mula dibuat larutan kira-kira
sama dengan yang dikehendaki kemudian dibakukan, misalnya dengan
menggunakan natrium oksalat. Larutan permanganat yang akan disimpan dibuat
dengan pemanasan, kemudian disaring dengan glass-wool, krus atau penyaring
asbes. Bila larutan ini akan dipakai hanya untuk hari itu saja, maka pemanasan ini
tidak perlu.

Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan endapan MnO2 yang dapat


mempercepat penguraian larutan (autokatalisator). Menurut Farmakope Indonesia
larutan Kalium Permanganat 0,1 N dibuat sebagai berikut :
3,3 gram kalium permanganat P dilarutkan dalam air hingga 1000 mL lalu
dididihkan selama 15 menit. Larutan ini dbiarkan dalam keadaan tertutup selama
tidak kurang dari 2 hari, lalu disaring melalui penyaring asbes. Larutan KMnO4
yang lebih encer (0,01 N) dibuat dengan mengencerkan larutan KMnO4 0,1 N.

2. Pembakuan
a. Arsen (III) Oksida (As2O3)

Senyawa As2O3 merupakan standart primer yang sangat baik pada


pembakuan larutan kmno4 hal tersebut dikarenakan sifat As2O3 yang stabil, tidak
higroskopik, dan mudah didapat dengan derajad kemurnian yang tinggi. Oksida
ini dilarutkan dalam natrium hidroksida dan diasamkan dalam hcl dan dititrasi
dengan permanganat.

5HAsO2 + 2MnO4- + 6H+ 2Mn2+ + 5H3AsO4

b. Natrium Oksalat (Na2C2O4)

Senyawa ini juga merupakan larutan standart primer yang baik bagi
permanganat dalam larutan asam. Hal tersebut dikarenakan sifatnya yang stabil
pada pemanasan, derajad kemurniannya tinggi, dan tidak higroskopis.

5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

c. Asam Oksalat (H2C2O4)

Pada dasarnya reaksi yang tejadi hampir sama dengan pembakuan yang
menggunakan larutan Na2C2O4.

Natrium oksalat adalah yang paling sering dipakai untuk pembakuan ini.
Misalnya seperti metoda yang dicantumkan dalam farmakope indonesia yaitu 200
mg natrium oksalat P yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 110 derajat
hingga bobot tetap, dilarutkan dalam 250mL air. Setelah ditambah mL asam
sulfat P, lalu dipanaskan hingga suhu lebih kurang 70 derajat C, kemudian dititrasi
perlahan-lahan dengan larutan permanganat hingga warna merah muda pucat
mantap selama 15 detik. Suhu akhir titrasi tidak boleh kurang dari 60 derajat C. 1
mL kalium permanganat 0,1 N setara dengan 6,700 mg natrium oksalat. Larutan
yang telah disimpan harus dibakukan sebelum digunakan.
3. Penyimpanan

Larutan permanganat, apalagi bila bila larutan encer, tidak stabil karena
adanya reaksi berikut :

4MnO4- + 2H2O 4MnO2 + 4OH- + 3O2

Karena reaksi tersebut sangat lambat, maka bila pengaruh katalis dapat
dihindari konsentrasi larutan boleh dikatakan konstan selama 3 minggu.
Penyimpanan lebih lama dari itu, perlu dilakukan pembakuan lagi. Reaksi diatas
dapat dikatalisir oleh cahaya, ion mangan (II) dan mangan (IV) oksida. Karena itu
larutan kalium permanganat disimpan dalam botol coklat tertutup rapat, terlindung
cahaya.

2.1.4 Kelebihan Titrasi Permanganometri

Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena


reaksi ini tidak memerlukan indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah
berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah diredukdsi
menjadi ion Mn-tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator.

2.1.5 Kesalahan Titrasi

Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain


terletak pada: Larutan pentiter KMnO4- pada buret Apabila percobaan dilakukan
dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan
terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh
pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah
rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara
MnO4- dengan Mn2+.

MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+

Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4


Pemberian KMnO4yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan
oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.

H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2

H2O2 H2O + O2

Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan


untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri
yang dilaksanakan.

2.1.6 Dasar Perhitungan

Pada saat titik akhir tercapai (tepatnya pada saat titik ekivalen), maka
rumus perhitungan yang berlaku adalah :

Gram ekivalen oksidasi = gram ekivalen reduksi


Voks x Noks = Vred x Nred

2.2 Titrasi Kompleksometri


2.2.1 Pengertian Kompleksometri

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan


memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang
umum di indonesia EDTA ( disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/
komplekson, dll ). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks
dengan perbandingan 1 : 1, Beberapa valensinya:

M2+ + (H2Y) (MY)2- + 2 H+


M3+ + (H2Y) (MY)- + 2 H+
M4+ + (H2Y) (MY) + 2 H+

M adalah kation (logam) dan (H2Y)- adalah garam dinatrium


etilendiamina tetraasetat. Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk
tergantung dari sifat kation dan pH larutan. Oleh karena itu, titrasi dilakukan pada
pH tertentu. Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan
mengendapnya logam hidroksida
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Contoh reaksi titrasi kompleksometri:

Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2


Hg2+ + 2Cl- HgCl2

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang
larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah
kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah
anion atau molekul netral.

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi


pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian
adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal
pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan,
dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :

M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O

Beberapa jenis senyawa Kompleks

Ada 2 jenis lignand dilihat dari jumlah atom donor di dalamnya :

1. Ligand monodentat : terdapat 1 atom di dalamnya


2. Ligand polidentat : terdapat lebih dari 1 atom donor di dalamnya

Menurut Basset (1994), bahwa ada prosedur-prosedur yang paling penting


untuk titrasi ion-ion logam dengan EDTA, yaitu:
1. Titrasi langsung.

Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibuferkan


sampai ke pH yang dikehendaki (misalnya sampai pH=10 dengan NH+ larutan-air
NH2), dan titrasi langsung dengan larutan EDTA standar. Mungkin adalh perlu
untuk mencehag pengendapan hidroksida logam itu dengan penambahan sedikit
zat pengompleks pembantu, seperti asam tartrat atau sitrat atau trietanolamina.

2. Titrasi balik.

Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung; mereka
mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangkauan pH yang perlu untui
titrasi, atau mereka mungkin membentuk komplek-kompleks inert atau indikator
logam yang sesuai tidak tersedia. Dalam hal-hal demikian, ditambahkan larutan
EDTA standar berlebih, larutan yang dihasilakn dibuferkan sampai ke pH yang
dihendaki.

3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi.

Titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi
(atau bereaksi dengan tak memuaskan) dengan indikator logam.

4. Titrasi alkalimetri.

Bila suatu larutan EDTA, ditambahkan kepada suatu larutan yang


mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-kompleks disertai dengan
pembebasan dua ekivalen ion hidrogen.

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan


sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.
Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-.
Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi
dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut.
2.2.2 Indikator

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang


berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator
ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu :

1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir
semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat.
2. Reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
3. Kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup,
kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang
tajam.
4. Kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks
logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan
ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat.
5. Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus
sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap
ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen. Larutan indikator bebas mempunyai
warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.

Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:

a. Hitam eriokrom

Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan.


Pada pH 8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna
merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga
titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi
dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol

Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan


merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna
merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam.

c. Biru Hidroksi Naftol

Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada


daerah pH 12 13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.

Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam


yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat
membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali.

2.2.3 Kesalahan Titrasi

Kesalahan titrasi kompleksometri tergantung pada cara yang dipakai untuk


mengetahui titik akhir.Pada prinsipnya ada dua cara, yaitu kelebihan titran yang
pertama ditunjukkam atau berkurangnya konsentrasi komponen tertentu sampai
batas yang ditentukan, dideteksi. Pertama, kesalahan titrasi dihitung dengan cara
yang sama pada titrasi pengendapan. Kedua, digunakan senyawa yang
membentuk senyawa kompleks yang berwarna tajam dengan logam yang
ditetapkan. Warna ini hilang atau berubah sewaktu logam telah diikat menjadi
kompleks yang lebih stabil. Misalnya EDTA.

2.2.4 Kegunaan Titrasi Kompleksometri


1. Penetapan Total Kesadahan Air

Pada umumnya kesadahan jumlah air, disebabkan oleh kandungan garam


Kalsium atau Magnesium. Larutan ion Mg2+ dan ion Ca2+ dititar secara
kompleksometri dengan larutan EDTA dan digunakan petunjuk EBT. Pertama-
tama EDTA akan bereaksi dengan ion Ca2+ ,kemudian dengan ion Mg2+ dan
akhirnya dengan senyawa rangkai Mg-EBT yang berwarna merah anggur. Titik
akhir pada pH 7-11, dengan adanya perubahan warna dari merah anggur menjadi
biru yang berasal dari larutan penunjuk yang bebas.
2. Penetapan kadar Mg dan MgCl2

Pada pH 10, Mg dapat ditetapkan secara kompleksometri. Mg 2+ dalam


contoh dapat bereaksi dengan EDTA dan menggunakan indicator EBT. Mg dan
EBT membentuk senyawa rangkai yang berwarna merah anggur.Larutan
penunjuk yang bebas berwarna biru pada pH 7-11 warna larutan pada titik akhir
berubah dari merah menjadi biru.

3. Analisis Kadar Attapulgite dalam Tablet A

Attapulgite dalam tablet A dapat ditetapkan dengan cara titrasi


kompleksometri. Attapulgite dapat dititar dengan EDTA 0,05 M. Dengan
indikator EBT akan menghasilkan titik akhir berwarna biru kecoklatan.

2.2.5 Kelebihan Titrasi Kompleksometri

EDTA stabil, mudah larut, dan menujukkan komposisi kimiawi yang


tertentu. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg,
Cr, Ca, dan Ba dapat dititrasi pada pH 11; Mn2+, Fe, Co, Ni, Zn, Cd, Al, Pb, Cu,
Ti, dan V dapat dititrasi pada pH 4-7. terakhir logam seperti Hg, Bi, Co, Fe, Cr,
Ca, In, Sc, Ti, V, dan Th dapat dititirasi pada pH 1-4. EDTA sebagai natrium,
Na2H2Y sendiri merupakan standar primer sehingga tidak perlu distandarisasi
lebih lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan. Suatu titik
ekivalen segera tercapai dalam titrasi dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat
digunakan untuk penentuan beberapa logam pada operasi skala semi-mikro.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarakan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa titrasi


Permanganometri adalah titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium
permanganat (KMnO4). Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan
kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer. Larutan baku yang digunakan
adalah kalium permanganat. Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan
dan efektif, karena reaksi ini tidak memerlukan indicator, hal ini dikarenakan
larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator. Sedangkan titrasi
komplekstometri digunakan untuk memperkirakan garam logam. Ethyl endiamin
tetra asetat yang biasanya digunakan untuk ligan pada titrasi kompleksometri.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai