OLEH :
September 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan
kelebihan permanganat.
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai asam tidak dapat digunakan HCl karena HCl dapat dioksidasi
menjadi klor. Disamping itu juga tidak dapat dipakai HNO3 karena bersifat
sebagai oksidator juga.
2.1.2 Prinsip Penetapan
2. Pembakuan
a. Arsen (III) Oksida (As2O3)
Senyawa ini juga merupakan larutan standart primer yang baik bagi
permanganat dalam larutan asam. Hal tersebut dikarenakan sifatnya yang stabil
pada pemanasan, derajad kemurniannya tinggi, dan tidak higroskopis.
Pada dasarnya reaksi yang tejadi hampir sama dengan pembakuan yang
menggunakan larutan Na2C2O4.
Natrium oksalat adalah yang paling sering dipakai untuk pembakuan ini.
Misalnya seperti metoda yang dicantumkan dalam farmakope indonesia yaitu 200
mg natrium oksalat P yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 110 derajat
hingga bobot tetap, dilarutkan dalam 250mL air. Setelah ditambah mL asam
sulfat P, lalu dipanaskan hingga suhu lebih kurang 70 derajat C, kemudian dititrasi
perlahan-lahan dengan larutan permanganat hingga warna merah muda pucat
mantap selama 15 detik. Suhu akhir titrasi tidak boleh kurang dari 60 derajat C. 1
mL kalium permanganat 0,1 N setara dengan 6,700 mg natrium oksalat. Larutan
yang telah disimpan harus dibakukan sebelum digunakan.
3. Penyimpanan
Larutan permanganat, apalagi bila bila larutan encer, tidak stabil karena
adanya reaksi berikut :
Karena reaksi tersebut sangat lambat, maka bila pengaruh katalis dapat
dihindari konsentrasi larutan boleh dikatakan konstan selama 3 minggu.
Penyimpanan lebih lama dari itu, perlu dilakukan pembakuan lagi. Reaksi diatas
dapat dikatalisir oleh cahaya, ion mangan (II) dan mangan (IV) oksida. Karena itu
larutan kalium permanganat disimpan dalam botol coklat tertutup rapat, terlindung
cahaya.
H2O2 H2O + O2
Pada saat titik akhir tercapai (tepatnya pada saat titik ekivalen), maka
rumus perhitungan yang berlaku adalah :
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang
larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah
kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah
anion atau molekul netral.
2. Titrasi balik.
Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung; mereka
mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangkauan pH yang perlu untui
titrasi, atau mereka mungkin membentuk komplek-kompleks inert atau indikator
logam yang sesuai tidak tersedia. Dalam hal-hal demikian, ditambahkan larutan
EDTA standar berlebih, larutan yang dihasilakn dibuferkan sampai ke pH yang
dihendaki.
Titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi
(atau bereaksi dengan tak memuaskan) dengan indikator logam.
4. Titrasi alkalimetri.
1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir
semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat.
2. Reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
3. Kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup,
kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang
tajam.
4. Kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks
logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan
ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat.
5. Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus
sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap
ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen. Larutan indikator bebas mempunyai
warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.
a. Hitam eriokrom