Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TENTANG APLIKASI TINDAKAN KEPERAWATAN

TERKAIT ADAPTASI PADA ANAK HOSPITALISASI DENGAN


PENDEKATAN TEORI KEPERAWATAN CALISTA ROY

Di susun oleh kelompok 6 :

1. I Made Sumiartha
2. Meilani Ratna Mayasari
3. Kurnia Hariani
4. Baiq Yayang Solihah
5. Dedi Sukawan
6. Nazamudin

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmatNya
makalah tentang asuhan keperawatan gangguan hubungan sosial ini dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar. Harapan kami atas selesainya makalah ini adalah agar masyarakat
mendapat pengetahuan baru dan informasi yang lebih luas khususnya tentang asuhan
keperawatan gangguan hubungan sosial.

Kami menyadari walaupun sudah berusaha semampu kami dalam menyusun makalah
ini masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa, pengolahan mamupun dalam
penyusunan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya,
dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory sebagai
yang lebih konkrit. Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand Theory yang
menegaskan fokus global dengan board perspective dari praktik keperawatan dan
pandangan keperawatan yang berbeda terhadap sebuah fenomena keperawatan.
Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan.
Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin keperawatan
dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis dan respon manusia dalam
keadaan sehat dan sakit, serta berfokus kepada respons mereka terhadap suatu situasi.
Filosofi belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan, sehingga
perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit (less abstrac) yang
dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk paradigma keperawatan. Contohnya:
Nightingale dalam mendefinisikan Modern Nursing.
Sedangkan Grand theory keperawatan (Alligood, 2002), menyatakan teori
pada level ini lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan praktisi
keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien, kondisi
keluarga, kondisi kesehatan, dan peran perawat. Pandangan lain oleh Fawcett (1995)
dalam Sell dan Kalofissudis (2004) mendefinisikan grand theory sebagai teori yang
memiliki cakupan yang luas, kurang abstrak dibanding model konseptual tetapi
tersusun atas konsep-konsep umum yang relatif abstrak dan hubungannya tidak dapat
di uji secara empiris. Contohnya yaitu Teori Roy (manusia sebagai sistem yang
adaptif) berasal dari Roy Adaptation Mode.
The Roys Adaptation Model, menjelaskan 4 (empat) elemen essensial dalam
model adaptasi keperawatan yaitu: Manusia, lingkungan, Kesehatan dan
Keperawatan. (Roys menjelaskan bahwa manusia memiliki sistem adaptasi terhadap
berbagai stimulus atau stressor yang masuk. Mekanisme koping merupakan proses
penterjemahan stimulus dengan dua sub system yaitu sub system kognator dan sub
system regulator. Hasil dari proses adaptasi akan menghasilkan respon adaptive atau
maladaptive. Secara spesifik Roys menyebutkan dengan istilah Manusia sebagai
system Adaptive. Asuhan keperawatan dengan penerapan teori Roy melalui metode
Prosses Keperawatan merupakan masalah yang menarik untuk dipelajari. Makalah ini
akan menjelaskan Aplikasi The Roys Adaptation Model dalam pelayanan asuhan
keperawatan dengan metode Proses Keperawatan.
2. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah model konsep keperawatan menurut Roy ?
2) Bagaimanakah aplikasi teori Roy dalam penerapan proses keperawatan ?
3) Bagaimanakah penerapan teori Roy pada pelayanan Asuhan Keperawatan ?

3. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1) Memahami secara mendalam tinjauan teoritis model konsep keperawatan
menurut Roy ( The Roys Adaptation Model)
2) Mamahami Aplikasi Teori Roy dalam penerapan Proses Keperawatan.
3) Mengidentifikasi penerapan teori Roys pada pelayanan Asuhan Keperawatan.
4) Menyusun rencana perawatan teori Roy.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. TINJAUAN TEORITIS THE ROY ADAPTATION MODEL

1. Manusia Sebagai System Adaptive.

Sistem adalah suatu set dari beberapa bagian yang berhubungan dengan
keseluruhan fungsi untuk beberapa tujuan dan demikian juga keterkaitan dari
beberapa bagiannya. Dengan kata lain bahwa untuk memeliki keseluruhan bagian-
bagian yang saling berhubungan, sistem juga memiliki input, out put, dan control,
serta proses feedback.

Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistim yang dapat


menyesuaikan diri (adaptive system ). Sebagai sistim yang dapat menyesuaikan diri
manusia dapat digambarkan secara holistik (bio, psicho, Sosial) sebagai satu kesatuan
yang mempunyai Inputs (masukan), Control dan Feedback Processes dan Output
(keluaran/hasil). Proses kontrol adalah Mekanisme Koping yang dimanifestasikan
dengan cara-cara penyesuaian diri. Lebih spesifik manusia didefinisikan sebagai
sebuah sistim yang dapat menyesuaikan diri dengan activifitas kognator dan
Regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara penyesuaian yaitu :
Fungsi Fisiologis, Konsep diri, Fungsi peran, dan Interdependensi.

Dalam model adaptasi keperawatan menurut Roy manusia dijelaskan sebagai


suatu sistim yang hidup, terbuka dapat menyesuaikan diri dari perubahan suatu unsur,
zat, materi yang ada dilingkungan. Sebagai sistim yang dapat menyesuikan diri
manusia dapat digambarkan dalam karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai suatu
kesatuan yang saling berhubungan antara unit unit fungsionil atau beberapa unit
fungsionil yang mempunyai tujuan yang sama. Sebagai suatu sistim manusia dapat
juga dijelaskan dalam istilah Input, Control, Proses Feedback, dan Output.

a. Input (Stimulus)

Pada manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri: yaitu
dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri
individu itu sendiri (Faz Patrick & Wall; 1989). Input atau stimulus yang masuk,
dimana feedbacknya dapat berlawanan atau responnya yang berubah ubah dari
suatu stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai tingkat adaptasi
yang berbeda dan sesuai dari besarnya stimulus yang dapat ditoleransi oleh
manusia.

b. Mekanisme Koping.

Adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk


upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (stuart, sundeen; 1995). Manusia sebagai suatu
sistim yang dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme koping, yang dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu Mekanisme koping bawaan dan dipelajari.
Mekanisme koping bawaan, ditentukan oleh sifat genetic yang dimiliki,
umumnya dipandang sebagai proses yang terjadi secara otomatis tanpa dipikirkan
sebelumnya oleh manusia. Sedangkan mekanisme koping yang dipelajari,
dikembangkan melalui strategi seperti melaui pembelajaran atau pengalaman-
pengalaman yang ditemui selama menjalani kehidupan berkontribusi terhadap
respon yang biasanya dipergunakan terhadap stimulus yang dihadapi.

Respon adaptif, adalah keseluruhan yang meningkatkan itegritas dalam


batasan yang sesuai dengan tujuan human system.

Respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan


kontribusi yang sesuai dengan tujuan human system.

Dua Mekanisme Coping yang telah diidentifikasikan yaitu: Susbsistim


Regulator dan Susbsistim Kognator. Regulator dan Kognator adalah
digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat effektor atau cara
penyesuaian diri yaitu: Fungsi Phisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
Interdependensi. (Baca Poin 1.4: Sistem Regulator dan Kognator)

c. Output

Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistim adaptive adalah
respon adaptive (dapat menyesuaikan diri) dan respon maldaptive (tidak dapat
menyesuaikan diri). Respon-respon yang adaptive itu mempertahankan atau
meningkatkan intergritas, sedangkan respon maladaptive dapat mengganggu
integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu selanjutnya akan menjadi
Input (masukan) kembali pada manusia sebagai suatu sistim.

Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang


berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak
efektif berdampak terhadap respon sakit (maladaptife). Jika pasien masuk pada
zona maladaptive maka pasien mempunyai masalah keperawatan adaptasi
(Nursalam; 2003).

d. Subsistem Regulator dan Kognator

Adalah mekanisme penyesuaian atau Koping yang berhubungan dengan


perubahan lingkungan, diperlihatkan melalui perubahan Biologis, Psikhologis dan
social. Subsistim Regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan pada sistim saraf, kimia tubuh, dan organ endokrin. Subsistim regulator
merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan beradaptasi terhadap
stimulus lingkungan. Subsistim Kognator adalah gambaran respon yang
kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnnya persepsi,
proses informasi, pembelajaran, membuat alasan dan emosional.

Dapat dijelaskan bahwa Semua input stimulus yang masuk diproses oleh
subsistim Regulator dan Cognator. Respon-respon susbsistem tersebut semua
diperlihatkan pada empat perubahan yang ada pada manusia sebagai sistim
adaptive yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan Interdependensi
(Kozier, Erb, Blais, Wilkinson;1995).

Berikut ini pengertian empat perubahan dan contohnya:

1) Perubahan Fungsi Fisiologis

Adanya perubahan fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk


mempertahankan keseimbangan.

Contoh : Keseimbangan cairan dan elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar


adrenal bagian korteks mensekresikan kortisol atau glukokortikoid, bagian
medulla mengeluarkan epenefrin dan non epinefrin), sirkulasi dan oksigen

2) Perubahan konsep diri

Adalah keyakinan perasaan akan diri sendiri yang mencakup persepsi,


perilaku dan respon. Adanya perubahan fisik akan mempengaruhi pandangan
dan persepsi terhadap dirinya.

Contoh : Gangguan Citra diri, harga diri rendah.

3) Perubahan fungsi peran

Ketidakseimbangan akan mempengaruhi fungsi dan peran seseorang.

Contoh : peran yang berbeda, konflik peran, kegagalan peran.

4) Perubahan Interdependensi

Ketidakmampuan seseorang untuk mengintergrasikan masing-masing


komponen menjadi satu kesatuan yang utuh.

Contoh : kecemasan berpisah.

Cara penyesuaian diri diatas ditentukan dengan menganalisa dan


mengkatagorikan perilaku manusia, dimana perilaku tersebut merupakan hasil
dari aktivitas Kognator dan Regulator yang diobservasi.

Kebutuhan dasar untuk intergritas yang mencakup : Intergritas Fisik,


Psikhologis dan Sosial. Proses persepsi ditemukan baik dalam subsistim
regulator maupun dalam subsistem kognator dan digambarkan sebagai proses
yang menghubungkan dua subsistem tersebut. Input-input untuk regulator
diubah menjadi persepsi. Persepsi adalah proses dari kognator dan respon-
respon yang mengikuti sebuah persepsi adalah Feedback baik untuk kognator
maupun Regulator. Secara keseluruhan konsep manusia sebagai sistim
Adaptive dapat digambarkan dengan skema pada Gambar 1 dibawah ini.

2. Stimulus.
Roy menjelaskan bahwa Lingkungan digambarkan sebagai stimulus (stressor)
lingkungan sebagai stimulus terdiri dari dunia dalam (internal) dan diluar (external)
manusia.(Faz Patrick & Wall,1989). Stimuluis Internal adalah keadaan proses
mental dalam tubuh manusia berupa pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian
dan Proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh
individu. Stimulus External dapat berupa fisik, kimiawi, maupun psikologis yang
diterima individu sebagai ancaman(dikutip oleh Nursalam;2003).

3. Tingkat Adaptasi

Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses hidup yang tergambar dalam 3
(tiga kategori), yaitu 1) integrasi, 2) kompensasi, dan 3) kompromi. Tingkat adaptasi
seseorang adalah perubahan yang konstan yang terbentuk dari stimulus. Stimulus
merupakan masukan (Input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif. Lebih lanjut
stimulus itu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis stimulus, antara lain: 1) stimulus
fokal, 2) stimulus kontektual, dan 3) stimulus residual.

a. Stimulus Fokal

Yaitu stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan keadaan sakit dan
ketidakseimbangan yang dialami saat ini. Contoh : kuman penyebab terjadinya
infeksi

b. Stimulus Kontektual.

Yaitu stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi) seperti
keadaan tidak sehat. Keadaan ini tidak terlihat langsung pada saat ini, misalnya
penurunan daya tahan tubuh, lingkungan yang tidak sehat.

c. Stimulus Residual

Yaitu sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi


terjadinya keadaan tidak sehat, atau disebut dengan Faktor Predisposisi, sehingga
terjadi kondisi Fokal, misalnya ; persepsi pasien tentang penyakit, gaya hidup, dan
fungsi peran.

4. Sehat-Sakit (Adaptive dan Maladaptif)

Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara


utuh dan integrasi secara keseluruhan . Integritas atau keutuhan manusia meyatakan
secara tidak langsung bahwa kesehatan atau kondisi tidak terganggu mengacu
kelengkapan atau kesatuan dan kemungkinan tertinggi dari pemenuhan potensi
manusia. Jadi intergrasi adalah sehat sebaliknya kondisi tidak ada integrasi adalah
kurang sehat.

Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk penekanan
pada kondisi baik. Dalam model adaptasi keperawatan konsep sehat dihubungkan
dengan konsep adaptasi. Adaptasi yang tidak memerlukan energi dari koping yang
tidak efektif dan memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain.
Mengurangi dan tidak menggunakan energi ini dapat meningkatkan penyembuhan
dan mempertinggi kesehatan, ini adalah pembebasan energi yang dihubungkan
dengan konsep adaptasi dan kesehatan. Adaptasi adalah komponen pusat dalam
model adaptasi keperawatan didalamnya menggambarkan manusia sebagai sistem
yang dapat menyesuaikan diri . Adaptasi dipertimbangkan baik proses koping
terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi
holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan
integritas.

Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dan dua
bagian proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam
lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon. Perubahan-
perubahan itu adalah stressor-strassor atau stimulus focal dan ditengahi oleh faktor-
faktor kontekstual dan residual. Bagian bagian stressor menghasilkan interaksi yang
biasanya disebut stress, bagian kedua dari stress adalah nekanisme koping yang
merangsang menghasilkan respon adaftif atau inefektif . Produk adaptasi adalah hasil
dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan
tujuan-tujuan manusia yang meliputi: kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
pengeuasaan yang disebut Intergritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan
dinamik yang meliputi peningkatan dan penurunan respon respon. Setiap kondisi
adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga keseimbangan dinamik dari
manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi.

Lingkup yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia
sebagai adaptive sistem. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat
yeng lebih tinggi pada keadaan baik atau sehat. Adaptasi kemudian disebut adalah
suatu fungsi dari stimulus yang masuk dan tingkatan adaptasi lebih spesifik, fungsi
yang lebih tinggi antara stimulus fokal dan sistim adaptasi.

5. Keperawatan.

Roy menggambarkan keperwatan sebagai disiplin ilmu dan praktek . Sebagai


ilmu, keperawatan mengobservasi,mengklasifikasi dan menghubungkan proses
yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan (1983) Sebagai disiplin
praktek keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan secara ilmiah untuk
menyediakan pelayanan pada orang-orang (1983) Lebih spesifik dia mendefinisikan
keperawatan sebagai ilmu dan praktek dari peningkatan adaptasi untuk tujuan
mempengaruhi kesehatan secara positif. Keperawatan meningkatkan adaptasi
individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Jadi model
adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik perkembangan ilmu
keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan tersebut.
Dalam model tersebut keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan.
Keperawatan adalah sepanjang menyangkut seluruh kehidupan manusia yang
berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan jawaban terhadap stimulus internal
dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa (focal
stimulus) atau koping mekanisme yang lemah membuat upaya manusia yang biasa
menjadi koping yang tidak efektif manusia memerlukan seorang perawat. Ini tidak
harus, bagaimanapun diinterpretasi untuk memberi arti bahwa aktivitas tidak hanya
diberikan ketika manusia itu sakit . Roy menyetujui pendekatan holistic
keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan keadaan baik dan
tingkat fungsi yang tinggi . Keperawatan terdiri dari dua yaitu tujuan keperawatan
dan aktivitas keperawatan . Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi
manusia dengan lingkungan. Jadi peningkatan adaptasi dalam tiap 4 cara
menyesuaikan diri : yaitu fungsi fisiologi, konsep diri , fungsi peran dan
interdependensi.

Harapan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan berkontribusi terhadap


kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian yang bermanfaat. Tujuan
keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada didalam suatu area tingkatan
adapatasi manusia, dan ketika stimulus fokal tersebut tidak ada dalam area , manusia
dapat membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif . Adaptasi tidak
memerlukan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu
untuk merespon stimulus yang lain . Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan
penyembuhan dan kesehatan . Jadi , peranan penting adaptasi sangat ditekankan
pada konsep ini. Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas
keperawatan, yang digunakan pada proses keperawatan meliputi
pengkajian,diagnosa keperawatan, intervensi,dan evaluasi.

Adaptasi model keperawatan ditetapkan data apa yang dikumpulkan,


bagaimana mengindentifikasi masalah dan tujuan utama, pendekatan apa yang dipakai
dan bagaimana mengevaluasi efektifitas proses keperawatan. Unit unit analisis dari
pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan . Proses
pengkajian termasuk dalam dua tingkat pengkajian. Tingkat pertama mengumpulkan
data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara penyesuaian diri . Data-data
tersebut di kumpulkan dari hasil observasi penilaian respon dan komunikasi dengan
individu. Dari data tersebut perawat membuat alasan sementara tentang apakah
perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah
mengumpulkan data tentang focal, kontekstual, dan residual stimuli. Sebelum
tingkat pengkajian ini perawat mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi
perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama.

Keterlibatan ini penting untuk menetapkan factor-faktor utama yang


mempengaruhi perilaku. Intervensi keperawatan dibawa dalam konteks proses
keperawatan dan meliputi pengelolaan atau manipulasi stimulus focal,kontekstual
dan residual. Manipulasi atau pengaturan stimulus ( baik internal dan eksternal) bisa
termasuk didalam penghilangan, peningkatan, pengurangan , pemeliharaan atau
merubah stimulus. Melalui pengelolaan factor-faktor stimulus , pencetus tidak
efektifnya perilaku diubah atau meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi
masalah. Itu adalah memperlebar penyesuaian diri. Jadi stimulus akan jatuh ke area
yang dibangun oleh tingkat penyesuaian diri manusia dan perilaku adaptif akan
terjadi . Intervensi keperawatan berikutnya , mengevaluasi hasil akhir perilaku dan
memodifikasi pendekatan-pendekatan keperawatan sesuai kebutuhan Ini harus
dicatat bahwa dalam model manusia dihormati sebagai individu yang berpartisipasi
aktif dalam perawatan dirinya. Tujuan disusun berdasarkan tujuan yang saling
menguntungkan.

Menurut Roy, kapan Keperawatan itu dibutuhkan?. Jawabannya adalah:


Manusia sebagai Sistem Adaptive (dapat menyesuaikan diri), sakit atau memilki
potensi sakit. Biasanya ketika mengalami stress atau kelemahan/kekurangan
mekanisme Coping, biasanya manusia berusaha untuk menanggulangi yang tidak
efektif. Menusia berusaha meminimalkan kondisi yang tidak efektif yang memelihara
yang adaptive. Dengan peningkatan adaptasi menusia terbebas dari pemakaian energi
dan enegi tersebut dapat digunakan untuk stimulus yang lain.

6. Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan.

Adaptasi adalah konsep sentral dan konsep yang menyatukan konsep-konsep


lain dalam model ini. Penerima pelayanan keperawatan adalah manusia sebagai
adaptif sistem yang menerima stimulus dari lingkungan internal dan eksternal.
Stimulus-stimulus ini mungkin berada dalam area atau di luar area adaptasi manusia
dan subsistem regulator dan kognator digunakan untuk mempertahankan adaptasi
dengan memperhatikan 4 cara penyesuaian diri. Saat stimulus jatuh dalam area
adaptasi manusia, respon adaptif akan terjadi dan energi dibebaskan untuk berespon
terhadap stimulus lain. Dalam hal ini meningkatkan integritas atau kesehatan.
Keperawatan mendorong adaptasi melalui penggunaan proses keperawatan dengan
tujuan meningkatkan kesehatan.

B. Hospitalisasi pada Anak

Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam Rumah Sakit atau masa
selama di Rumah Sakit itu (Dorland, 1996). Hospitalisasi merupakan pengalaman yang
mengancam bagi setiap orang.Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik
terhadap anak itu sendiri maupun terhadap keluarga.Stres pada anak disebabkan karena
mereka tidak mengerti mengapa mereka dirawat atau mengapa mereka terluka.Lingkungan
yang asing, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan
pengalaman yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Stres akibat Hospitalisasi akan
menimbulkan perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun pada keluarga, hal ini akan
memacu anak untuk menggunakan mekanisme koping dalam menangani stress. Jika anak
tidak mampu menangani stress dapat berkembang menjadi krisis.

1. Faktor-faktor Penyebab Stress Hospitalisasi Pada Anak. Beberapa faktor yang


menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak adalah :

a. Lingkungan

Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru bagi dirinya
dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.

b. Berpisah dengan Keluarga

Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian, jauh dari
keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.

c. Kurang Informasi

Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh perawat
atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan kuatir akan akibat yang
mungkin timbul karena penyakitnya.

d. Masalah Pengobatan

Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak merasa
bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.

Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan mampu
memenuhi kebutuhan tersebut, perawat dapat mengurangi stress akibat hospitalisasi dan
dapat meningkatkan perkembangan anak kearah yang normal.(Whaley & Wongs, 1999).

2. Faktor resiko yang meningkatkan anak lekas tersinggung pada stress hospitalisasi

a. Temperamen yang sulit


b. Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua
c. Usia antara 6 bulan 5 tahun
d. Anak dengan jenis kelamin laki-laki
e. Intelegensi dibawah rata-rata
f. Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.
g. (Whaley & Wongs, 1999)

3. Reaksi-reaksi saat hospitalisasi (saat di rumah sakit) sesuai dengan perkembangan


anak.
a. Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sayangnya terganggu.
Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana reaksi
bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Sedangkan pada bayi dengan usia yang lebih dari 6 bulan, akan banyak
menunjukkan perubahan.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang
berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi Stranger Anxiety (cemas pada
orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum
dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan dengan meanagis, marah dan pergerakan
yang berlebihan.Disamping itu bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya,
sehingga jika berpisah dengan ibunya akan menimbulkan Separation Anxiety
(cemas akan berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya,
maka akan menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.
b. Toddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang
memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu
sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan
orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta akan
mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan bahwa sumber
stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas
perpisahan disebut juga Analitic Depression
Respon perilaku anak akibat perpisahn dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
1) Tahap Protes (Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu
bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang
lain.
2) Tahap Putus Asa (Despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang, tidak aktif,
kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih dan apatis.
3) Tahap menolak (Denial/Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan, membina
hubungan dangkal dengan orang lain serta kelihatan mulai menyukai
lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol
dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur, mandi,
toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit, anak akan
kehilangan kebebasan dan pandangan egosentrisnya dalam mengembangkan
otonominya. Hal ini akan menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan
karakteristik dari peran sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan
dengan negatifistik dan agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam jangka waktu
lama (karena penyakit kronik) maka anak akan berespon dengan menarik diri
dari hubungan interpersonal.
c. Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang tuannya
dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain. Walaupun demikian
anak tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya. Akibat perpisahan akan
menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis pelan-pelan, sering bertanya
misalnya : kapan orang tuanya berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-
hari.
Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari dan
karena kehilangan kekuatan diri.Anak pra sekolah membayangkan bahwa dirawat di
rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan
kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan malu, bersalah dan
takut.
Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan dan fungsi tubuh.
Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang dengan gangguan
penglihatan atau keadaan tidak normal. Pada usia ini anak merasa takut bila
mengalami perlukaan, anak memgangap bahwa tindakan dan prosedur mengancam
integritas tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan
depandensi. Disamping itu anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar
darah dari tubuhnya. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi, mengukur
tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan lainnya tidak akan
menimbulkan perlukaan.
d. Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan ketrampilan,
merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari
orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya.
Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di
rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi
karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan
kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest,
penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi roda, dll. Anak telah dapat
mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. Anak
akaqn berusaha mengontrol tingkah laku pada waktu merasa nyeri atau sakit denga
cara menggigit bibir atau menggengam sesuatu dengan erat. Anak ingin tahu alas an
tindakan yang dilakukan pada diri9nya, sehingga ia selalu mengamati apa yang
dikatakan perawat. Anak akan merasa takut terhadap mati pada waktu tidur.
e. Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah
akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak tidak merasa
takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan status dan hubungan
dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan
oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya privacy. Sakit dan dirawat
merupakan ancaman terhadap identitas diri, perkembangan dan kemampuan anak.
Reaksi yang timbul bila anak remaja dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam
sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama
perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit atau
pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak aman. Remaja akan
berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan menolak orang lain.

4. Reaksi keluarga terhadapa anak yang sakit dan di rawat di Rumah sakit
Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam keluarga :
a. Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah
sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur
dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak. Orang tua
bereaksi dengan tidak percaya terutama jika penyakit ananknya secara tiba-tiba
dan serius. Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu
merawat anak sehingga anak menjadi sakit
b. Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah
marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali mencurahkan
perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak
yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat
dan anak merasa ditolak.

5. Peran perawat dalam mengurangi stress akibat hospitalisasi


Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk
meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan
adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh
atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu
perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi :
a. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada anak usia
kurang dari 5 tahun.
1) Rooming In
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak bisa, sebaiknya orang tua
dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan kontak tau komunikasi
antar orang tua dan anak.
2) Partisipasi Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit
terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal : memberikan
kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan pada anak atau
memandikan. Perawat berperan sebagai Health Educator terhadap keluarga.
3) Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi
dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman jika
berada diruang tersebut.
4) Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah dengan
mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-teman sekolah,
surat menyurat atau melalui telpon.

b. Mencegah perasaan kehilangan kontrol


1) Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk
mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk bayi
dan toddler, kontak orang tua anak mempunyai arti penting untuk
mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur yang
menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk membantu, mengobsevasi
atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien yang diisolasi,
misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur didekat pintu atau
jendela, memberi musik, dll.
2) Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat
dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan
interaksi social. Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari yaitu dengan Time Structuring. Pendekatan ini sesuai
untuk anak usia sekolah dan remaja yang telah mempunyai konsep waktu. Hal
ini meliputi pembuatan jadual kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal :
prosedur pengobatan, latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual tersebut
dibuat dengan kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.
c. Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah
penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan
dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut, dll.
Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan tubuh,
misal : jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat dilakukan
melalui ketiak atau axilla.
d. Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan keluarga, tapi
juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota
keluarga :
e. Membantu perkembangan hubungan orang tua anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu reaksi anak terhadap
stress seperti regresi dan agresif, maka mereka dapat memberi support dan juga
akan memperluas pandangan orang tua dalam merawat anak yang sakit.
1) Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga belajar
tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
2) Meningkatkan Self Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan
memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak pada usianya lebih mudah
punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita.Anak yang usianya
lebih besar, punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak tergantung
dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan self-mastery dengan
menekan kemampuan personal anak.
3) Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka akan
membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga dapat
dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu orang tua juga memperoleh
kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya masalah yang sama.
f. Memberi support pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak, membantu
orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan dan responnya terhadap
stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk mengurangi beban emosinya.
1) Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan
informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan, serta prognosa, reaksi
emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional anggota
keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat.
2) Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada anak.
Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok bermain),
mengunjungi saudara yang sakit secara teratur, dll.

BAB III

PEMBAHASAN

A. MENGIDENTIFIKASI PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN PENDEKATAN


TEORY MODEL ADAPTASI ROY
Teori Model adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan Proses keperawatan.
Element Proses keperawatan menurut Roy meliputi: Pengkajian Perilaku, Pengkajian
stimulus, Diagnosa keperawatan Rumusan Tujuan, Intervensi dan Evaluasi.

1. Pengkajian Perilaku

Pengkajian perilaku (Behavior Assessment) merupakan tuntunan bagi perawat


untuk mengatahui respon pada manusia sebagai sistim adaptive. Data spesifik
dikumpulkan oleh perawat melalui proses Observasi, pemeriksaan dan keahlian
wawancara. Faktor yang yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic, jenis
kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi
peran, ketergantungan, pola interaksi social, mekanisme koping dan gaya hidup, stress
fifik dan emosi, budaya, lingkungan fisik (Martinez yang dikutip oleh Nursalam, 2003)

a. Pengakajian Fisiologis.

Ada 9 (Sembilan) perilaku Respon Fisiologis yang menjadi perhatian pengkajian


perawat yaitu;

1) Oksigenasi : menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan


respirasi dan sirkulasi.

2) Nutrsisi : menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki kondidi


tubuh dan perkembangan.

3) Eliminasi: menggambarkan Pola eliminasi.

4) Aktivitas dan istirahat: mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.

5) Intergritas kulit: mengambarkan pola fisiologis kulit.

6) Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensoris perceptual berhubungan dengan


panca indra.

7) Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan


elektrolit.

8) Fungsi Neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan


intelektual.

9) Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respon


nstress dan system reproduksi.

b. Pengkajian Konsep diri.

Pengkajian Konsep diri: menggambarkan atau menidentifikasi tentang pola nilai,


kepercayaan emosi yang berhubungan dengan Ide diri sendiri. Perhatian ditujukan
pada keadaa diri sendiri tentang fisik, individual dan moral-etik.
c. Pengkajian Fungsi Peran.

Pengkajian Fungsi peran (sosial): menggambarkan atau mengidentifikasi tentang pola


interaksi sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda.

d. Pengkajian Interdpendensi.

Pengkajian Interdependensi: menggambarkan atau Mengidentifikasi pola nilai


menusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan
interoersonal terhadap individu maupun kelompok.

Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptive dilaksanakan dengan


pendekatan sistimatis dan holistic. Pengkajian itu diklarifikasikan, difocuskan oleh
perawat atau Team keperawatan sebagai data dasar untuk memberikan asuhan
keperawatan pada pasien. Secara ideal keseluruhan data pasien tersebut saling
berhubungan dan pengkajian keperawatan dicatat dalam format empat model adaptive
keperawatan. Dan dapat dimengerti sebagai masukan data bagi tem asuhan
keperawatan yang terlibat pada pasien. Dibutuhkan Keahlian dalam praktek
keperawatan kaitannya dengan skill pengkajian perilaku dan pengetahuan
membandingkan criteria evaluasi spesific respon perilaku manusia bahwa adaptive
atau inefefektive (maladaptive). Data dikelompokkan dalam: data subjective,
objective dan data pengukuran/peneriksaan fisik. Perilaku yang ditemukan dapat
bervariasi dari apa yang diharapkan, mewakili semua respon baik efektive maupun
maladaptive

2. Pengkajian Stimulus.

Setelah pengkajian perilaku, perawat menganalisis data-data yang muncul ke


dalam pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk menfidentifikasi
respon-respon inefektive atau respon-respon adaptive yang perlu didukung oleh
perawat untuk dipertahankan. Ketika perilaku inefektive atau perilaku adaptive yang
memerlukan dukungan perawat, perawat membuat pengkajian tentang stimulus
internal dan ekternal yang mungkin mempengaruhi perilaku. Dalam fase pengkajian ini
perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontektual dan residual yang
dimiliki pasien. Proses ini mengklarifikasi penyebab dari masalah dan
mengidentifikasi factor-faktor kontektual (faktor presipitasi) dan residual (factor
Predisposisi) yang berhubungan erat dengan penyebab. Berikut ini stimulus yang
berpengaruh yang telah diidentifikasi (dikutip dari Julia B.George; 1995)

a. Budaya : Status sosial ekonomi, Ektnis (suku/Ras), sistim kepercayaan.

b. Keluarga : Struktur keluarga, tugas keluarga.

c. Fase perkembangan : Usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor keturunan.

d. Intergritas dari cara-cara penyesuaian (modes Adaptive) : Fisiologis (termasuk


patologi penyakit), konsep diri, fungsi peran, interdependensi.
e. Efektivefitas Kognator : Persepsi, pengatahuan, skill.

f. Pertimbangan lingkungan : Perubahan lingkungan internal dan ekternal,


menajemen pengobatan, penggunaan obat-obatan. Alkohol, dan merokok.

3. Diagnosa Keperawatan.

Rumusan Diagnosa Keperawatan adalah problem (P), Etiologi (E),


Sinthom/kharakteristik data (S). Roy menjelaskan ada tiga metode merumuskan
diagnosa keperawatan. (dikutip dari Julia B.George; 1995. Nursalam;2003) adalah
sebagai berikut:

a. Metode Pertama

Adalah menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4


(empat) cara penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan cara
mengidentifikasi perilaku empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang
ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi . Respon tersebut digunakan
sebagai pernyataan Masalah keperawatan. Misalnya: inadekuat pertukuran gas.
(masalah fisiologis) datanya ialah; sesak kalau beraktivitas, bingung/agitasi,
bernafas dengan bibir dimoncongkan, sianosis. Konstipasi (masalah fisiplogis
eliminasi) datanya: sakit perut, nyeri waktu defikasi, perubahan pola BAB.
Kehilangan (masalah konsep diri) datanya: diam, kadan-kadang menangis,
kegagalan peran (masalah fungsi peran)

b. Metode Kedua

Adalah membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi


respon dalam satu cara penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang
sangat berpengaruh. Metode ini caranya ialah menilai perilaku respon dari satu
cara penyesuaian diri, respom perilaku tersebut dinyatakan sebagai statemen
masalah. Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang stimulus. Stimulus
tersebut dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada yang
disebabkan oleh kurannyag suplay oksigen ke otot jantung

c. Metode Ketiga

Adalah kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode Adaptive)
berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama. Misalnya pasien mengeluh
nyeri dada sangat beraktivitas (olah raga) sedangkan pasien adalah atlit senam.
Sebagai pesenam tidak mampu melakukan senam. Kadaan ini disimpulkan
diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran berkaitan dengan
keterbatan fisik. Pasien tidak mampu untuk bekerja melaksnakan perannya.

4. Merumuskan Tujuan

Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu dicatat
merupakan indikasi perilaku dari perkembangan adaptasi masalah pasien. Pernyataan
masalah meliputi perilaku. Pernyataan tujuan meliputi: perilaku, perubahan yang
diharapkan dan waktu. Tujuan jangka panjang menggambarkan perkembangan
individu, dan proses adaptasi terhadap masalah danm tersedianya energi untuk tujuan
lain (kelangsungan hidup, tumbuh, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek
mengidentifikasi hasil perilaku pasien setelah managemen stimulus fokal dan
kontektual. Juga keadaan perilaku pasien itu indikasi koping dari sub sistim regulator
dan kognator.

5. Rencana Tindakan

Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk


mengatasi/memanipulasi stimulus fokal kontektual dan residual, Pelaksanaan juga
difokus pada besarnya ketidakmampuan koping manusia atau tingkat adaptasi, begitu
juga hilangnya seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan untuk beradaptasi.
Perawat merencanakan tindakan keperawatan spesifik terhadap gangguan atau
stimulus yang dialami. Standar tindakan keperawatan menurut teori adaptasi roy
adalah seperti terlihat pada tabel 3. (dikutip oleh Nursalam,2003). Tujuan intervensi
keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan koping
yang konstruktif (Julia B.George; 1995). Intervensi ditujukan pada peningktan
kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan pada subsistim regulator (proses
fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir. Misalnya: perspesi, pengetahuan,
pembelajaran).

6. Kriteria standar Intervensi Keperawatan Menurut teori Adaptasi Roy :

a. Standar tindakan gangguan fisiologis

1) Memenuhi kebutuhan Oksigen.

Kriteria:

a) Menyiapkan tabung oksigen dan flow meter.

b) Menyiapkan hemodifier berisi air.

c) Menyiapkan slang nasal dan masker.

d) memberikan penjelasan pada pasien.

e) mengatur posisi pasien.

f) memasang slang nsal dan masker.

g) memperhatikan reaksi pasien.

2) Memenuhi kebutuhan Nutrisi

Kriteria :

a) Menyiapkan peralatan dalam dressing car.


b) Menyiapkan cairan infus/makanan/darah.

c) Memberikan penjelasan pada pasien.

d) Mencocokan jenis cairan/darah/diet makanan

e) Mengatur posisi pasien.

f) Melakukan pemasangan infus/darah/makana

3) Memenuhi kebutuhan Eliminasi

Kriteria :

a) Menyiapkan alat pemberian hukmah/gliserin, dulkolac & peralatan


pemasangan kateter

b) Memperhatikan suhu cairan/ukuran kateter

c) Menutup dan memasang selimut.

d) Mengobservasi keadaan feses dan uerine.

e) Mengobservasi rekasi pasien.

4) Memenuhi kebutuihan aktivitas dan Istirahat/tidur.

Kriteria :

a) Melakukan latihan gerak pada pasien tidak sadar.

b) Melakukan mobilisasi pad pasien pasca operasi.

c) Mengatur posisi yg nyama pada pasien.

d) Menjaga kebersihan lingkungan.

e) Mengopservasi reaksi pasien.

5) Memenuhi kebutuhan Intergritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)

Kriteria :

a) Memandikan pasien yang tidak sadar/ kondisinya lemah.

b) mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/ kotor.

c) Merapikan alat-alat pasien.

6) Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologsi


Kriteria :

a) Mengopservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan.

b) Melakukan tes alergi pada pemberian obat baru.

c) mengobservasi reaksi pasien.

b. Standar tindakan gangguan konsep diri

1) Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.

Kriteria :

a) Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.

b) Memberikan penjelasan tentang tibndakan yang kan dilakukan.

c) Memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.

d) Memperhatikan setiap keluhan pasien.

e) Memotivasi pasien untuk berdoa.

f) Membantu pasien beribadah.

g) Memperhatikan pesan-pesan pasien.

c. Standar tindakan gangguan peran

1) Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang
berguna bagi keluarga dan msayarakat.

2) Mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.

3) Melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam pengobatan dirinya.

4) Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien

5) Bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien.

6) Mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien

7) Perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan
secara benar dalam perawatan.

8) Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang
negatif dari klein.

d. Standar tindakan pada gangguan interdepensi

1) Membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.


2) Membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.

3) Membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).

4) Membantu pasien untuk berhias atau berdandan.

e. Evaluasi :

Proses keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi.


PerilakuTujuan dibandingkan dengan respon-respon perilaku yang dihasilkan, dan
bagaimana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu
asuhan keperaweatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang
ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan intervensi setelah hasil evaluasi
ditetapkan.

B. APLIKASI TEORI ADAPTASI ROY

Selama lebih dari 30 tahun Model Adaptasi Roy telah digunakan untuk memahami
dan menuntun praktik keperawatan dalam perawatan pasien. Para perawat menggunakan
model ini sebagai framework untuk mengkonseptualisasi dan merencanakan intervensi
keperawatan pada pasien atau menggunakan model ini untuk menciptakan intervensi untuk
pemisahan populasi klinik.

Roy Adaptation Model telah diimplementasikan di NICU sebagai sebuah ideology


untuk keperawatan (Nyqvist dan sjoden, 1993 dalam Senesac 2007), pada perawatan bedah
akut, sebagai alat dokumentasi dalam proses keperawata , pada fasilitas rehabilitasi untuk
mengintegrasi basis professional perawatan pasien (Mastal, Hammond, dan Roberts, 1982
dalam Senesac, 2007); pada dua unit rumah sakit umum sebagai konseptual framework
untuk menuntun praktik; memfasilitasi sistem integral keperawatan pada bagian orthopedic,
unit neurosurgical untuk mempertahankan lingkungan praktik professional bagi pelatihan
mahasiswa, meningkatkan otonomi professional, membantu proses rekrutmen dan
penguranan staf, dan untuk meningkatkan kejelasan peran pemberi layanan, dan menguatkan
dan mengefektifkan kolaborasi interdisiplin.

Peran perawat yang diharapkan berdasarkan teori Roy. Perawat harus mampu
meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi sehat atau sakit. Perawat dapat mengambil
tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal, kontextual maupun residual stimuli dengan
melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi. Perawat harus mampu
bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi perubahan melalui penguatan
regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain. Pada situasi sehat, perawat berperan
untuk membantu pasien agar tetap mampu mempertahankan kondisinya sehingga
integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui tindakan promotif perawat dapat
mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.

Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami
kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk
menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap
perubahan yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah
keadaan yang mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka
pasien dapat bertahan dengan melaksanakan fungsi perannya secara optimal.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada tiga tipe teori keperawatan yaitu : terpusat pada keterikatan, timbal balik dan out
come. Model penyesuaian roy dikelomppokan dalam teori out come ditegaskan oleh
penulisnya sebagai konsep artikulasi yang baik dari seseorang sebagai pasien dan perawat
dalam mekanisme luar yang beraturan roy dalam mengaplikasikan konsep-konsepnya yang
berasal dari system dan disesuaikan kepada pasien yang telah mempersembahkan
artikulasinya untuk perawat dalam menggunakan peralatan untuk praktik, pendidikan, dan
penelitian. Konsep-konsepnya tentang person (Roy menjelaskan bahwa person bisa berarti
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat luas dan masing-masing sebagai sistem
adaptasi holistik. Roy memandang person secara menyeluruh atau holistik yang merupakan
suatu kesatuan yang hidup secara konstan dan berinteraksi dengan lingkungannya. Antara
sistem dan lingkungan terjadi pertukaran informasi bahan dan energi. Interaksi yang konstan
antara orang dan lingkungannya akan menyebabkan perubahan baik internal maupun
eksternal. Dalam menghadapi perubahan ini individu harus memelihara integritas dirinya dan
selalu beradaptasi ) dan proses kontribusi perawat terhadap ilmu pengetahuan dan seni
merawat

B. Saran

Secara umum, pembaca diharapkan mampu menelaah dan mempelajari setiap konsep
dan model keperawatan yang sudah berkembang dan mampu membandingkan teori dan
model praktik yang sesuai dengan ilmu keperawatan itu sendiri sehingga tidak bertentangan
dengan etika, norma dan budaya.
Secara khusus, perawat harus mampu meningkatkan respon adaptif pasien pada
situasi sehat atau sakit . Perawat dapat mengambil tindakan untuk memanipulasi stimuli
fokal, kontextual maupun residual stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada
pada daerah adaptasi. Perawat harus mampu bertindak untuk mempersiapkan pasien
mengantisipasi perubahan melalui penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang
lain.
Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu
mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui
tindakan promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.
Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami
kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk
menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap perubahan
yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah keadaan yang
mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka pasien dapat
bertahan dengan melaksanakan fungsi perannya secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition. USA : Appleton & Lange.

2. Mariner, A.(1998). Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia:
Lippincott: Raven Publisher.
3. Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford Square London,
William Heinemann Medical Book.

4. Tomey and Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application. Mosby :
Elsevier.

5. Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. Ed.
USA : Mosby Inc.

6. makalah keperawatan di ambil pada 1 Desember 2017 dari


http://lindamariani.blogspot.co.id/2013/05/makalah-tentang-konsep-dan-teori_27.html

Anda mungkin juga menyukai