Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan

erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam bidang

industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam

peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukan dengan

banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat

aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan

meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu

dari efek farmakologis zat aktif obat.

Pada zaman sebelum adanya pembuatan sediaan cair berupa emulsi rasa

minyak yang tidak enak dalam sediaan obat terkadang mempengaruhi

masyarakat untuk mengkonsumsinya terutama bagi anak-anak yang sukar

menelan sediaan obat yang berupa tablet dan kapsul. Serta banyak keluhan-

keluhan dari masyarakat yang anak-anaknya tidak mau mengkonsumsi obat

tersebut karena tampilannya kurang menarik.

Selain itu pembuatan emulsi ini didasarkan pada sediaan rasa minyak

yang tidak enak dapat tertutupi, lebih mudah diabsorpsi daripada sediaan

tablet/kapsul, selain itu pembuatan emulsi ini dapat memperbaiki penampilan

sediaan sehingga pasien lebih berminat mengkonsumsinya terutama pada

anak-anak seperti adanya pewarna dan perasa. Oleh karena itu dibuatlah

emulsi. Dari pengembangan sediaan emulsi ini masyarakat tidak kesulitan

1
memberikan suatu obat kepada keluarganya baik anak-anak maupun lansia.

Dalam pembuatan emulsi yang memiliki keuntungan inilah sediaan emulsi

semakin banyak di kembangkan oleh pabrik-pabrik farmasi dengan mengikuti

tata cara pembuatan emulsi dan menjaga stabilitas emulsi.

Emulsi dibuat dengan maksud untuk menyatukan dua fase yang tidak

dapat bercampur yaitu fase minyak dan fase air. Emulsi dapat digunakan

untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar. Untuk menjaga kestabilan

emulsi, digunakan emulgator yang bekerja untuk mengurangi tegangan antar

muka fase minyak dan fase air.

CPOB (Cara Pembuatan Obat Baik) merupakan prosedur baku dalam

proses pembuatan obat yang baik dan benar, sesuai standar dunia

internasional. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian

mutu. Aspek CPOB adalah manajemen mutu, personalia, bangunan dan

fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu,

inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

kembali produk dan produk kembalian, pembuatan dan analisis berdasarkan

kontrak, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, dan

kualifikasi dan validasi. Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki

desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan

dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta

seragam dari bets ke bets.

2
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ditetapkan tidak

lain sebagai wujud implementasi kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong

industri farmasi menghasilkan produk-produk yang berkualitas, berdaya saing

tinggi di pasaran serta mengurangi ketergantungan akan produk-produk

impor. CPOB meliputi semua proses produksi, mulai dari bahan awal, tempat,

dan alat sampai pelatihan dan kebersihan dari pekerja. Prosedur tertulis dari

tiap proses produksi adalah komponen penting yang dapat mempengaruhi

kualitas akhir dari produk. Pada prinsipnya produksi hendaklah dilaksanakan

dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan

CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi

persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar

(registrasi).

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana Cara Pembuatan Sediaan Emulsi dengan Baik?

I.3 Tujuan

Untuk mengetahui Bagaiamana Cara Pembuatan Sediaan Emulsi Yang Baik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Emulsi adalah sediaan yang

mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan

pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Emulsi adalah sistem dua

fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam

bentuk tetesan kecil.

Menurut Formularium Nasional Edisi 2, Emulsi adalah sediaan berupa

campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi; fase cairan yang

satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya,

umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi.

Emulsi terdiri dari dua fase cairan, yaitu fase cairan terdispersi yang

disebut fase dalam, dan fase cairan pembawa yang disebut fase luar. Jika

fase dalam berupa minyak atau larutan dalam minyak dan fase luarnya

berupa air atau larutan, maka emulsi tersebut adalah emulsi minyak dalam

air (M/A). Sedangkan, jika fase dalam berupa air atau larutan dan fase

luarnya berupa minyak, maka emulsi tersebut adalah emulsi air dalam

minyak (A/M).

Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil,

terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair

lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator.

4
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.

Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu:

1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam

fasa air.

2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa

minyak.

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan

faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu

emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu

emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.

Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan

air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul

fasa terdispersinya.

Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang

penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak

dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Mekanisme kerjanya adalah

menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk

lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdipersinya.

Mekanisme kerja emulgator :

1. Membentuk lapisan film monomolekuler yaitu emulgator membentuk

sebuah lapisan tunggal yang diabsorpsi oleh molekul atau ion pada

permukaan antara minyak dan air sehingga menghasilkan emulsi yang

lebih stabil karena adanya pengurangan sejumlah energi bebas

5
permukaan dimana tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal

koheren yang mencegah terjadinya penggabungan tetesan yang

mendekat.

2. Pembentukan Kristal partikel-partikel padat yaitu pembiasan ganda yang

kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Daerah strukturisasi

kristal cair yang berbeda disebabkan oleh adanya pengaruh terhadap

distribusi fase emulsi.

A. Komponen Emulsi

Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

1) Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat

didalam emulsi, terdiri atas:

a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase

dalam, yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di

dalam zat cair lain.

b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair

dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung)

emulsi tersebut.

c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk

menstabilkan emulsi.

2) Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan

ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya

Corrigen Saporis, Odoris, Colouris, Pengawet, dan anti oksidan.

6
B. Tipe Emulsi

1) Emulsi minyak dalam air (m/a atau o/w (oil/water)) adalah sediaan

emulsi dimana fasa minyak terdispersi dalam bentuk globul-globul

didalam fasa air.

2) emulsi air dalam minyak (a/m atau w/o (water/oil)) adalah sediaan

emulsi dimana fasa air terdispersi dalam bentuk globul-globul didalam

fasa minyak.

C. Formula Umum

Secara umum emulsi mengandung :

- zat aktif

- pembawa (air dan minyak)

- emulgator

- zat pembantu (pengawet, antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna,

pendapar, anticaploking, antibusa sesuai kebutuhan)

D. Penggolongan Jenis Emulgator

1. Golongan bahan alam :

- polisakarida: akasia (gom arab), tragakan, Na-alginat, atarch/amilum,

caragen, pektin, agar

-senyawa yang mengandung sterol: beeswax, wool-fat

2. Golongan semisintetik : metil selulosa, dan CMC-Na

(CarboxyMethylCelulosa-Na)

3. Golongan emulgator sintetik : surfaktan

7
E. Metode Pembuatan Sediaan Emulsi

Ada 4 metode/cara pembuatan:

metode kontingental (gom kering) : membuat emulsi primer/awal atau

korpus emulsi dengan perbandingan bahan minyak : air : emulgator

(4:2:1)

metode inggris (gom basah) : cocok untuk emulsi dengan bahan

minyak yang kental, caranya dengan membuat mucilago yaitu 1

bagian gom dg 2 bagian air, ditambah minyak sediki2 demi sedikit

lalu digerus cepat.

metode botol : cocok pada bahan minyak atsiri maupun minyak

dengan kekentalan yang rendah, caranya dengan mencampurkan 1

bagian emulgator dalam botol lalu tambahkan 2 bagian minyak atsiri,

lalu kocok hingga terbentuk emulsi, kemudian tambahkan fasa luar

sedikit demi sedikit

metode penyabunan : cara ini dengan menambahkan emulgator,

minyak bereaksi dengan alkali/basa akan membentu emulsi.

F. Tujuan Pemakaian Emulsi

Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari

campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.

Tujuan pemakaian emulsi adalah:

1. Dipergunakan sebagai obat dalam / peroal. Umumnya emulsi tipe

O/W.

8
2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O

tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi yang

dikehendaki.

G. Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah

ini :

1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang

satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain.

Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok perlahan-lahan akan

terdispersi kembali.

2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film

yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu).

Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena:

a. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH,

penambahan CaO / CaCL2

b. Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan

pengadukan.

3. Inversi yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi

W/O menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible.

II.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang

penerapan pedoman cara pembuatan obat yang baik, yang dimaksud dengan

cara pembuatan obat yang baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat

9
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai

dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.

Sertifikat CPOB merupakan bukti bahwa industri farmasi telah

memenuhi persyaratan CPOB dalam memproduksi suatu sediaan farmasi,

dimana sertifikat ini diterbitkan oleh Kepala BPOM yang berlaku selama 5

tahun selama yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi

persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat

dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang

sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan

spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.

II.3 Aspek-aspek CPOB

Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian

dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi.

Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12

aspekyaitu :

1. Manajemen Mutu

2. Personalia

3. Bangunan dan Sarana Penunjang

4. Peralatan

5. Sanitasi dan Higiene

6. Produksi

10
7. Pengawasan Mutu

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan

Produk Kembalian

10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

12. Kualifikasi dan Validasi

II.4 Cara Produksi untuk produk Cair, krim dan salep

1. Produk cair, krim dan salep mudah terkena kontaminasi terutama

terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh

karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi.

2. Penggunaan sistem tertutup untuk produksi dan transfer sangat

dianjurkan; area produksi di mana produk atau wadah bersih tanpa tutup

terpapar ke lingkungan hendaklah diberi ventilasi yang efektif dengan

udara yang disaring.

3. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai

sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer.

4. Tangki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan hendaklah didesain dan

dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan bila

perlu disanitasi. Dalam mendesain peralatan hendaklah diperhatikan agar

sesedikit mungkin adanya sambungan mati (deadlegs) atau ceruk di mana

residu dapat terkumpul dan menyebabkan perkembangbiakan mikroba.

11
5. Penggunaan peralatan dari kaca sedapat mungkin dihindarkan. Baja tahan

karat bermutu tinggi merupakan bahan pilihan untuk bagian peralatan

yang bersentuhan dengan produk.

6. Kualitas kimia dan mikrobiologi air yang digunakan hendaklah

ditetapkan dan selalu dipantau. Perawatan sistem air hendaklah

diperhatikan untuk menghindarkan perkembangbiakan mikroba. Sanitasi

secara kimiawi pada sistem air hendaklah diikuti pembilasan yang

prosedurnya telah divalidasi agar sisa bahan sanitasi dapat dihilangkan

secara efektif.

7. Mutu bahan yang diterima dalam tangki dari pemasok hendaklah

diperiksa sebelum dipindahkan ke dalam tangki penyimpanan.

8. Perhatian hendaklah diberikan pada transfer bahan melalui pipa untuk

memastikan bahan tersebut ditransfer ke tujuan yang benar.

9. Bahan yang mungkin melepaskan serat atau cemaran lain seperti kardus

atau palet kayu hendaklah tidak dimasukkan ke dalam area di mana

produk atau wadah bersih terpapar ke lingkungan.

10. Apabila jaringan pipa digunakan untuk mengalirkan bahan awal atau

produk ruahan, hendaklah diperhatikan agar sistem tersebut mudah

dibersihkan. Jaringan pipa hendaklah didesain dan dipasang sedemikian

rupa sehingga mudah dibongkar dan dibersihkan.

11. Ketelitian sistem pengukur hendaklah diverifikasi. Tongkat pengukur

hanya boleh digunakan untuk bejana tertentu dan telah dikalibrasi untuk

12
bejana yang bersangkutan. Tongkat pengukur hendaklah terbuat dari

bahan yang tidak bereaksi dan tidak menyerap (misal: bukan kayu).

12. Perhatian hendaklah diberikan untuk mempertahankan homogenitas

campuran, suspensi dan produk lain selama pengisian. Proses

pencampuran dan pengisian hendaklah divalidasi. Perhatian khusus

hendaklah diberikan pada awal pengisian, sesudah penghentian dan pada

akhir proses pengisian untuk memastikan produk selalu dalam keadaan

homogen.

13. Apabila produk ruahan tidak langsung dikemas hendaklah dibuat

ketetapan mengenai waktu paling lama produk ruahan boleh disimpan

serta kondisi penyimpanannya dan ketetapan ini hendaklah dipatuhi.

13
BAB III

PEMBAHASAN

Emulsi seringkali mengandung sejumlah bahan seperti karbohidrat,

protein, sterol, dan fostafida serta semua bahan yang menunjang pertumbuhan

berbagai mikroorganisme. Akibat pemasukan suatu pengawet merupakan hal yang

diperlukan dalam proses formulasi. Sistem pengawet sebagian besar bahan

formulasi harus memenuhi kriteria umum seperti toksisitas rendah kestabilan

pada pemanasan dan penyimpanan, dapat bercampur secara kimia, biaya yang

pantas, dan rasa dan bau yang bisa diterima. Masalah kompleks timbul bila

pengawet berinteraksi dengan salah satu bahan emulsi, interaksi ini dapat

menginaktifasi pengawet tersebut. Selain itu juga ada beberapa faktor yang

mempengaruhi yaitu, Ph. Ph di kenal menghasilkan pengaruh besar pada

kemampuan pengawet asam atau fenol untuk mengganggu pertumbuhan bakteri.

Maka dari itu sebagai produsen harus benar-benar patuh terhadap

pedoman CPOB yang sudah ditetapkan, agar meminimalkan kesalahan dan dapat

memperoleh hasil yang maksimal dan bermanfaat bagi konsumen. Di dalam

makalah ini membahas Cara Pembuatan Emulsi Yang Baik, dimana telah dibahas

cara Produksi produk berupa produk Cair, Krim, dan Salep. Emulsi termasuk

produk Cair yang harus benar-benar memperhatikan hal-hal diantaranya; mampu

memilih cara khusus mencegah terjadinya kontaminasi, kualitas kimia dan

mikrobiologi air yang digunakan hendaklah ditetapkan dan selalu dipantau, mutu

bahan yang diterima dalam tangki dari pemasok hendaklah diperiksa sebelum

dipindahkan ke dalam tangki penyimpanan, ketelitian sistem pengukur hendaklah

14
diverifikasi, perhatian hendaklah diberikan untuk mempertahankan homogenitas

campuran, suspensi dan produk lain selama pengisian.

Proses pencampuran dan pengisian hendaklah divalidasi. Perhatian khusus

hendaklah diberikan pada awal pengisian, sesudah penghentian dan pada akhir

proses pengisian untuk memastikan produk selalu dalam keadaan homogen,

apabila produk ruahan tidak langsung dikemas hendaklah dibuat ketetapan

mengenai waktu paling lama produk ruahan boleh disimpan serta kondisi

penyimpanannya dan ketetapan ini hendaklah dipatuhi.

Dengan adanya pedoman atau ketetapan CPOB ini maka mempermudah

produsen untuk melakukan produksi salah satunya produksi Emulsi yang baik,

dimana tujuan dari CPOB itu sendiri adalah bertujuan untuk menjamin obat dibuat

secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya.

15
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Cara Pembuatan

Emulsi yang Baik adalah dengan mengikuti beberapa ketetapan dalam

Produksi sediaan cair salah satunya adalah emulsi yang memiliki

karakteristik mudah terkena kontaminasi maka harus dengan cara khusus

dan personalia harus sehat dan disarankan memakai sistem tertutup untuk

pengolahan dan transfer, area produksi produk diberi ventilasi yang efektif

dengan udara yang disaring, harus dengan wadah bersih, penggunaan

peralatan dari kaca sedapat mungkin dihindarkan, baja tahan karat bermutu

tinggi merupakan bahan pilihan untuk bagian peralatan yang bersentuhan

dengan produk, kualitas kimia dan mikrobiologi air selalu dipantau, proses

pencampuran dan pengisian hendaklah divalidasi.

IV.2 Saran

Diharapakan dalam produksi Emulsi harus benar-benar

memperhatikan cara produksi yang baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Anief. Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Pres: Yogyakarta.

2. BPOM RI. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia: Jakarta.

3. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III. Departemen Kesehatan RI:


Jakarta.

4. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan RI:


Jakarta.

5. Lachman. L, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III.
UI Press: Jakarta.

6. Utami, Retno Tyas, dkk.2012.Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik.


Badan Pengawas Obat dan Makanan RI: Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai