Laporan Kasus Luki 406127003 Uveitis Anterior
Laporan Kasus Luki 406127003 Uveitis Anterior
UVEITIS ANTERIOR
Disusun oleh :
Luki
406127003
Pembimbing :
Nama : Tn. As
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Tanggal pemeriksaan : 8 Februari 2014
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mata kiri buram sejak ± 1 bulan yang lalu
Keluhan tambahan
Mata kiri merah, sakit kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Klinik Mata RSUD Ciawi dengan keluhan pandangan buram pada
mata kiri sejak ± 1 bulan yang lalu. Awalnya tidak terlalu buram, namun buram yang
dirasakan semakin parah. Pasien juga mengaku mata kirinya hanya dapat melihat ke daerah
pinggir. Selain itu mata kiri nya merah sejak ± 6 hari yang lalu,demam (-) , gatal (+) ,
bengkak (+) ,berair (+), silau(+), rasa Riwayat Trauma (-) , Rasa Mengganjal (+).
Status Generalis
STATUS OPHTALMOLOGI
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 6/6 1/60 PHTM
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia Pupil 31mm 31mm
- Kacamata Lama - -
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Eksoftalmus - -
- Enoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral Normal Normal
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - +
- Perdarahan Subkonjungtiva - -
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Keruh
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran 12 mm 12 mm
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - +
- Keratik Presipitat - +
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis - -
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Keruh
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - +
10. IRIS
- Warna Cokelat Cokelat
- Kripte + +
- Sinekia - -
- Koloboma - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3 mm 5 mm
- Refleks Cahaya Langsung + -
- Refleks Cahaya Tidak + -
Langsung
12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow Negatif Negatif
13. BADAN KACA
- Kejernihan Agak Keruh Agak Keruh
14. FUNDUS OCCULI
- Fundus Reflex Terang Kurang Terang
- Batas Tegas Tegas
- Warna Kuning kemerahan Kuning Kemerahan
- Rasio arteri : vena 2:3 2:3
- C/D rasio <0.3 <0.3
- Makula lutea Reflek + Reflek +
- Eksudat - +
- Perdarahan - -
- Sikatriks - -
- Ablatio - -
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli N/Palpasi N/Palpasi
- Tonometry Schiotz 5/5,5 gr 17,3 7/5,5 gr 12,2
V. RESUME
Telah diperiksa Tn. As berumur 31 tahun dengan keluhan pandangan buram pada
mata kiri sejak ± 1 bulan yang lalu, yang dirasakan semakin parah. Pasien juga mengaku
mata kirinya hanya dapat melihat ke daerah pinggir. Selain itu mata kiri nya merah sejak
± 6 hari yang lalu,demam (-) , gatal (+) , bengkak (+) ,berair (+), silau(+), rasa Riwayat
Trauma (-) , Rasa Mengganjal (+).
Riwayat Penyakit Dahulu : TB (+) dalam pengobatan selama 3 bulan,HIV (+)
Riwayat Penyakit Keluarga -
Status Generalis : Tampak sakit sedang
Status Ophtalmologi :
o VOD (6/6) ; VOS (1/60 PH tidak maju)
o Injeksi Silier OD (-) ; OS (+)
o Kornea: Keruh OD (-) ; OS (+) , Infiltrat OD (-) ; OS (+), Keratitik presipitat
OD (-) ; OS (+)
o Bilik mata depan : Keruh OD (-) ; OS (+),Efek Tyndal OD (-) ; OS (+)
o Pupil : Ukuran OD 3mm RC(+); OS 5mm (RC-)
o Fundus : Eksudat OD (-) ; OS (+)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Uveitis Anterior
VIII. PENATALAKSANAAN
Anti Inflamasi : Prednisolone Acelate Micronized ED 10mg/ml 6 dd gtt I
Siklopegik / Midriatikum : Cyclopentholat 1% ED 3 dd gtt 1 atau
Sulfas atropin 1% ED 3 dd gtt 1
IX. PROGNOSIS
OKULI DEXTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Bonam Dubia
Ad Sanationam : Bonam Dubia
TINJAUAN PUSTAKA
Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari iris,
korpus siliar, dan koroid. Bagian ini dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut
memasok darah ke retina. Uvea dibagi menjadi 2 bagian yaitu uvea anterior yang
terdiri dari iris dan badan siliar dan uvea posterior yaitu koroid (Wijana, 1993;
Vaughan et al, 2000). Dalam tulisan ini hanya dibahas mengenai uveia anterior saja.
1. Iris
Ada 2 otot yang ada di dalam iris antara lain otot sfingter pupil (M.
sphincter pupillae) yang berjalan sirkuler, yang terletak di dalam dekat
pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis (N. III), dan otot dilatator
pupil (M. dilatator pupillae) yang berjalan radier dari akar iris ke pupil,
terletak di bagian posterior stroma dan disarafi oleh saraf simpatis (Wijana,
1993). Pasokan darah ke iris berasal dari circulux major iris. Kapiler-
kapiler iris memiliki lapisan endotel yang tak berlubang sehingga
normalnya tidak membocorkan fluoresin yang disuntikkan secara
intravena. Persyarafan iris adalah melalui serat-serat nervus siliare
(Voughan, 2000).
Cahaya yang mengenai mata diterima oleh sel-sel batang dan kerucut
di retina, diteruskan oleh N. II ke kiasma optikum, radiasio optika, setinggi
korpus genikulatum lateral, serat pupilomotor melepaskan diri ke
brachium kolikulus superior, ke midbrain, komisura posterior di daerah
pretektalis, kemudian mengadakan semidikusasi dan keduanya menuju ke
nucleus Edinger Westphal di kedua sisi. Dari sini keluar saraf eferen (saraf
parasimpatis) yang memasuki N. III, ke ganglion siliaris, serat saraf
postganglioner melalui Nn. siliaris brevis (Wijana,1993).
Menurut Wijana (1993), bila seseorang melihat suatu objek pada jarak
dekat, maka terjadi trias akomodasi yaitu :
2. Korpus Siliaris
UVEITIS ANTERIOR
DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan korpus siliare
(pars plikata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata,
kornea dan sklera (Ardy, 1993). Menurut American Optometric Association (AOA)
tahun 2004, uveitis anterior adalah suatu proses inflamasi intraokular dari bagian uvea
anterior hingga pertengahan vitreus. Penyakit ini dihubungkan dengan trauma bola
mata, dan juga karena berbagai penyakit sistemik seperti juvenile rheumatoid, artritis,
ankylosing spondilitis, Sindrom Reiter, sarcoidosis, herpes zoster, dan sifilis.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai jumlah kasus uveitis . Di
Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari
100.000 penduduk per tahun. Insidensinya meningkat pada usia 20-50 tahun dan
paling banyak pada usia sekitar 30-an (Sjamsoe, 1993; AOA, 2004). Menurut AOA
(2004), berdasarkan etiologinya ada beberapa faktor resiko yang menyertai kejadian
uveitis anterior antara lain, penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan
hewan perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga meningkatkan
angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan sindroma Reiter.
KLASIFIKASI
Berdasarkan asal nya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan
uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi
intra okuler, ataupun iatrogenik. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh
fokal ifeksi di organ lain maupun reaksi autoimun ( Anonim,2008).
Secara klinis (menurut cara timbul dan lama perjalanan penyakitnya) uveitis
anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronis. Uveitis
anterior akut biasanya timbulnya mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang dari 5
minggu. Sedangkan yang kronik mulainya berangsur-angsur, dan perjalanan
penyakitnya dapat berbulan-bulan maupun tahunan (Ardy, 1993). Klasifikasi uveitis
anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri dari tipe granulomatosa dan non
granulomatosa. Tipe granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel epiteloid dan
makrofag. Sedangkan tipe non granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel plasma dan
limfosit (Ardy,1993; anonim, 2008).
d. Sindrom Behcet
f. Sindrom Masquerade
ETIOLOGI
SPIROCHETAL
Herpes zoster
Leprosy Coccidioido- Pneumocystis
Human T cell leukemia mycosis carinii
Leptospirosis
virus
Cryptococcosis Toxocariasis
Lyme disease
Mumps
Histoplasmosis Toxoplasmosis
Propionibacteri-um
Rubeola
Sporotrichosis
Syphilis Vaccinia
Tuberculosis
Whipple's disease HIV-1
Spondyloarthritides
Crohn's disease
Sarcoidosis
Behcet's disease
Hypersensitivity reactions
Tubulointerstitial nephritis
Multiple sclerosis
Relapsing polychondritis
Sjögren's syndrome
Systemic lupus erythematosus
Systemic vasculitis
Vogt-Koyanagi-Harada syndrome
AIDS
Blau syndrome
Uveitis anterior juga dapat disebabkan oleh infeksi fokal seperti: gigi, telinga,
hidung, tenggorokan, traktus urogenitalis, traktus digestivus, kulit, dan lain-lain.
Trauma perforata dan oftalmia simpatika juga dapat menyebabkan uveitis anterior
(Wijana, 1993)
PATOFISIOLOGI
Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu atau
ketiga bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah uveitis
anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan adanya riwayat sakit,
fotopobia dan penglihatan kabur, mata merah, dan pupil kecil serta ireguler.
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus)
yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris
dan badan siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar,
pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel
darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose
cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma. Cairan dengan lain-
lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa iris, dan pupil ke kamera
okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung
pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang, sehingga
cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh
darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan
bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel
kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan
endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan
melalui trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah
episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan
berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat
sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma
sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit
(Wijana,1993)
Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anteror dan timbullah hifema
(bila banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak
mengandung sel darah putihnya). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin
yang menempel pada pupil dapat juga menagalami organisasi, sehingga melekatkan
ujung iris pada lensa. Perlekatan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris
menempel pada lensa, disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli
posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris
terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior
menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris pada lens
menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang
yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan
siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti
kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa
terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan
badan kaca pun dapat mengakibtakan organisasi jaringan yang tampak sebagai
membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang
disebut retinitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan
ablasi retina (Wijana, 1993).
GAMBARAN KLINIS
1. Gejala Subyektif
Gejala subyektif uveitis anterior dapat berupa rasa nyeri, fotofobia , lakrimasi,
dan mata kabur.
2. Gejala Objektif
Hiperemis
Perubahan Kornea
Keratitik Presipitat
Efek Tyndal
Fibrin
Hipopion
Hiperemis Iris
Miosis Pupil
Sinekia iris
Granuloma iris
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tes darah rutin untuk membedakan penyebab bakteri atau virus dan
mengetahui keganasan seperti limfoma dan leukimia.
DIAGNOSIS BANDING
TERAPI
Menekan peradangan,
Mengeliminir agen penyebab,
Menghindari efek samping obat yang merugikan pada mata dan organ
tubuh di luar mata.
Tiga jenis obat yang digunakan sebagai terapi non spesifik pada uveitis yaitu
midriatik-sikloplegik, kortikosteroid, dan imunosupresan.
Midriatik-sikloplegik
2) Mencegah adesi iris ke kapsula lensa anterior (sinekia posterior), yang dapat
meningkatkan tekanan intraokular dan menyebabkan glaukoma sekunder.
Agen sikloplegik yang digunakan dalam terapi uveitis anterior menuruut AOA (2004)
antara lain:
o Homatropin 2%, 5%
o Scopolamine 0,25%
o Kortikosteroid
Semua orang setuju bahwa kortikosteroid merupakan terapi non spesifik yang
bermanfaat pada uveitis. Efek samping baik topikal maupun sistemik telah kita
ketahui, akan tetapi tidak ada salahnya diingatkan kembali tentang cara kerja
variasi efek anti inflamasi, efek samping dan potensi preparat steroid yang dipakai
dalam pengobatan uveitis. Pengobatan peradangan intra okular dengan
kortikosteroid dimulai pada tahun 50-an. Ada 2 cara pengobatan kortikosteroid
pada uveitis yaitu local dan sistemik.
2. Terapi Spesifik
• Toxoplasmosis
• Pirimetamin :
• Trimethoprim-sulfamethoxazol (Bactrim®) :
• Klindamisin :
• Spiramisin :
Diberikan pada wanita hamil dan anak-anak karena efek samping yang
minimal. Obat ini kurang efektif dalam mencegah rekurensi.
• Minosiklin :
• Infeksi virus
• Herpes simplex :
• Herpes zoster :
• Sitomegalovirus :
• Berat badan. Bila berat badan naik dengan cepat berarti ada
penumpukan air, karena adanya Na retensi, makanya pada pemberian
kortekosteroid yang lama harus disertai pemberian KCl.
• Tensi darah harus diperiksa setiap hari
• Pemeriksaan kadar gula dalam darah, harus dilakukan satu kali dalam
setiap minggu
Berhasil tidaknya pengobatan tergantung oleh daya tahan tubuh serta adanya
virulensi dari faktor penyebab iridosiklitis. Oleh karenanya pemberian
kortikosteroid tidak akan berhasil apabila tidak disertai pengobatan
penyebabnya. Keadaan umum diperbaiki untuk memperbaiki daya tahan
tubuh. Istirahat di tempat tidur, terlindung dari cahaya, tidak boleh membaca,
dilarang minum alkohol (dapat menyebabkan hiperemi), memakan makanan
yang mudah dicerna, dan memakai kaca mata hitam. Selain itu jangan lupa
memeriksa bagian-bagian tubuh yang lain seperti: gigi, telinga, hidung,
tenggorokan, traktus urogenitalis, traktus digestivus, kulit, dan bagian lain. Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab dan juga mengobati penyebab
tersebut (Wijana, 1993).
KOMPLIKASI
Ada empat komplikasi utama uveitis anterior antara lain: katarak, glaukoma,
band keratopathy, dan cystoid macular edema (CME) (AOA,2004). Katarak
subcapular posterior merupakan salah satu komplikasi dari pengobatan uveitis
anterior berupa penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang (AOA, 2004).
Glaukoma sekunder yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, antara
lain: (AOA, 2004)
Band keratopathi terjadi pada uveitis yang lama. Terjadi karena penumpukan
calsium pada kornea anterior (AOA, 2004). Edema kistoid makuler dapat terjadi pada
uveitis anterior yang lama. CME mungkin disebabkan karena penurunan kadar
prostaglandin (AOA, 2004).
PROGNOSIS
RESUME
1. Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan korpus siliare
(pars plikata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola
mata, kornea dan sklera.
3. Berdasarkan asal nya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan
uveitis endogen.
4. Secara klinis (menurut cara timbul dan lama perjalanan penyakitnya) uveitis
anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronis.
10. Tujuan terapi uveitis anterior antara lain: mengembalikan tajam penglihatan,
mengurangi rasa nyeri di mata, mengeliminasi peadangan atau penyebab
pradangan, mencegah terjadinya sinekia iris,m engendalikan tekanan
intraokular.
12. Terapi uveitis anterior terdiri dari terapi non spesifik dan terapi spesifik. Terapi
non spesifik menggunakan obat-obat midriatik-sikloplegik, kortikosteroid dan
imunosupresan. Sedangkan terapi spesifik didasarkan pada penyebabnya.
13. Ada empat komplikasi utama uveitis anterior antara lain: katarak, glaukoma,
band keratopathy, dan cystoid macular edema.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2007,UveitisAnterior,http://exdeathhealth.blogspot.com/2008/03/uveitis-
anterior.html
Ardy, H., 1993, Diagnosis Etiologik Uveitis Anterior, dalam Cermin Dunia
Kedokteran no 87. sept 1993, Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta: 47-54
Ghozie, M., 2002, Kornea, Uvea, dan Lensa, dalam Hand Book of Ophtalmology,
Yogyakarta
Hodge, W. G., 2000, Traktus Uvealis & Sklera, dalam Vaughan, D. G., Asbury, T. dan
Riodan, P., Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta : 155-174
Riodan, P., 2000, Anatomi & Embriologi Mata, dalam Vaughan, D. G., Asbury, T. dan
Riodan, P., Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta : 1-29
Suhardjo dan Gunawan, S., 1993. Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akuta pada
HLA-B27 positif, FK UGM, Yogyakarta
Wijana, N., 1993, Uvea, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta: 126-153