Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SPEKTROSKOPI KEREAKTIFAN ATOM(SKA)


SENYAWA ORGANOLOGAM KOMPLEKS OLEFIN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3

FICHRI NALDO ILHAM (1310411005)


ADRIANIS (1310411050)
ASIH NOVIA (1410411046)
JULRA ISNAN NISA (1410411055)
DEA NABILA RESA (1410411056)
HAFIZHATUL ILMI (1410412005)
YULI MARIZAR SANJAYA (1410412006)

DOSEN PEMBIMBING
Dr. UPITA SEPTIANI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Turunan organologam oksida logam transisi saat ini digunakan untuk
berbagai proses industri katalitik. Sekitar 50 tahun yang lalu ketika pertama kali
oksidasi tinggi dari senyawa organologam, digambarkan bahwa sangat penting
untuk masa depan seperti senyawa ini dikatalisis namun belum diramalkan.
Seperti oksida logam yang lebih kecil dapat dipahami dalam struktur dan
reaktifitas disintesis dalam jumlah yang besar dan ditentukan dengan mudah,
seperti yang didefinisikan dan ditandai dengan baik senyawa komplek oksida
logam.
Senyawa kompleks organologam adalah senyawa kompleks yang memiliki ikatan
logam-logam antara 1-8 atom karbon dalam ligan hidrokarbon terikat ke logam.
Kimia organologam logam transisi masih relatif baru. Macam-macam senyawa
organologam adalah karbonil, nitrogen monoksida, olefin, karben, dan butadiena.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu senyawa organologam ?
2. Apa itu olefin ?
3. Bagaimana cara mensintesis olefin ?
4. Apa saja contoh-contoh ligan olefin ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi senyawa organologam
2. Untuk mengetahui definisi olefin
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mensintesis olefin
4. Untuk mengetahui contoh-contoh ligan olefin
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui defnisi senyawa organologam
2. Dapat mengetahui definisi olefin
3. Dapat mengetahui cara mensintesis olefin
4. Dapat mengetahui contoh-contoh ligan olefin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Senyawa Organologam
Senyawa organologam adalah senyawa dimana atom-atom karbon dari
gugus organik terikat kepada atom logam. Contohnya, suatu alkoksida seperti
(C3H7O)4Ti tidak dianggap sebagai suatu senyawa organologam karena gugus
organiknya terikat kepada Ti melalui oksigen, sedangkan C6H5Ti(OC3H7)3 adalah
organologam karena terdapat ikatan suatu logam pada karbon.
2.2 Aturan 18 Elektron
Menurut Mitchell bahwa unsur transisi pada senyawa logam jatuh ke dalam
tiga kelompok :
a. Kelompok pertama terdiri dari senyawa dengan ligan lemah, dimana aturan
18 elektron tidak berperan pada senyawa ini. Dalam kompleks oktahedral
dengan nilai yang rendah pada dasarnya tidak ada batasan (batasan menurut
aturan pauli) pada jumlah elektron yang dapat menempati nonbonding t2g
dan lemah ikatan anti bonding eg*. Pada prinsipnya, jumlah elektron valensi
dapat berkisar dari 12 – 22. Seperti contoh kompleks pada tabel di bawah
ini:
Total No. Of
No. Of d electrons provided
No Complex valence electrons
by metal ion
on metal atom
1 TiF62- 0 12
2 VCl62- 1 13
3 V(C2O4)33- 2 14
4 Cr(NCS)63- 3 15
5 Mn(CN)63- 4 16
6 Fe(C2O4)33- 5 17
7 Fe(H2O)62+ 6 18
8 Co(H2O)62+ 7 19
9 Ni(en)32+ 8 20
10 Cu(NH3)62+ 9 21
11 Zn(en)32+ 10 22
Hal ini dapat dilihat bahwa semua contoh-contoh diatas dapat melibatkan:
1. Elemen transisi dalam rendah atau sedang teroksidasi, dengan tidak kuat
sehingga kembali.
2. Ikatan ligan seperti CO, olefin atau arene. Perlu diingat, meskipun pada
Mn(CN)63- low spin tetapi tidak sesuai dengan aturan 18 elektron.

b. Kelompok kedua terdiri dari senyawa yang nilainya realtif tinggi tetapi
dengan ligan tidak terlibat ikatan kuat kembali. Pada kompleks oktahedral
jenis ini, pada dasarnya tidak ada batasan pada jumlah elektron berikatan
bebas tetapi karena energi tinggi dari orbital eg*, elektron dilarang untuk
menempati suatu orbital tertentu. Oleh karena itu, jumlah elektron valensi
dapat berkisar dari 12 -18. Seperti beberapa contoh yang diberikan pada
tabel dibawah ini:
Total No. of
No. of d electrons provided
No Complex valence electrons
by metal ion
on metal atom
1 ZrF62- 0 12
2 ZrF73- 0 14
3 Zr(C2O4)44- 0 16
4 WCl6- 1 13
5 TcF62- 3 15
6 OsCl62- 4 16
7 W(CN)83- 1 17
8 W(CN)84- 2 18
9 PtF6 4 16
10 PtF6- 5 17
11 PtF62- 6 18
12 PtCl42- 8 16

Hal ini dapat dilihat bahwa semua contoh kedua dan ketiga baris logam transisi
kompleks yang memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada yang sesuai dengan
kompleks logam. Tidak ada kompleks dari logam berat ini yang lebih dari 18
elektron valensi.

c. Kelompok yang ketiga terdiri dari senyawa dengan nilai yang tinggi dan
ligan yang kuat kembali berikatan. Senyawa ini cukup sesuai dengan aturan
18 elektron. Dalam kompleks oktahedral jenis ini, orbital orbital t2g bonding,
dan oleh karena itu semua orbital akan terisi sepenuhnya.

Aturan 18 elektron sangat berguna sebagai panduan untuk kategori dari


senyawa ini, terutama untuk ikatan phi organologam dan senyawa karbonil.
Sebagaimana contoh sederhana pada tabel:
No. of the electrons Total no. of valence
No Complexs provided by metal ion or electrons on metal
atom atom
1 V(CO)6- 6 18
2 Mo(CO)3(PF3)3 6 18
3 HMn(CO)5 7 18
4 Ni(CN)53- 8 18
5 Fe(CO)5 8 18
6 CH3Co(CO)4 9 18
7 Co(CO)4- 10 18
8 Ni(CNR)4 10 18
Kompleks dengan d atom-atom ini kadang memiliki 18 elektron valensi
dan kadang 16 elektron valensi. Kompleks 18 elektron itu ditemukan ketika ligan
kuat kembali berikatan dan dapat menghapus banyak rapatan elektron yang
terkontribusi atom logam oleh ikatan sigma seperti kompleks Fe(CO)5, Fe(CNR)5,
dan Pt(SnCl3)53-. Kompleks 16 elektron yang ditemukan dengan ligan yang tidak
kembali berikatan kuat dan tidak menghilangkan banyaknya rapatan elektron dari
atom logam. Contohnya adalah AuCl4-, PdCl42- dan Ni(C4H7N2O2)2.
2.3 Senyawa Organologam Olefin
2.3.1 Pengertian Olefin
Olefin merupakan kelompok hidrokarbon alifatik tak jenuh. Olefin
merupakan bahan dasar petrokimia yang paling utama. Produksi olefin diseluruh
dunia mencapai milyaran kg per tahun. Diantara olefin yang paling banyak
diproduksi adalah etilena (etena), propilena (propena) dan butadiene.
2.3.2 Sintesis Olefin
Metatesis olefin melibatkan pertukaran fragmen-fragmen metilena antara
alkena. Misalnya metatesis antara molekul H2C=CH2 dan HRC=CHR yang
membentuk 2 molekul H2C=CHR.

Reaksi ini reversible dan dapat dikatalis dengan senyawa organologam


yang kompleks. Pada hal ini telah banyak dilakukan penelitian dan kontroversi.
Reaksi ini juga dapat dilanjutkan dengan pembentukan karben (alkyldene)
kompleks yang dapat bereaksi dengan alkena melalui intermediet logam
siklobutana. Langkah pertama adalah pembentukan kompleks karben. Walaupun
kompleks karben belum dapat diisolasi seperti diketahui dalam proses metatesis,
contohnya kompleks yang menunjukkan pembentukan untuk mengkatalisis
metatesis.
Alkena merupakan sebuah terminal (=CH2) yang dapat ditambahkan pada
ikatan logam karbon untuk membentuk intermediet logam siklobutana, yang
kemudian bereaksi untuk membentuk senyawa alkena yang baru dan kompleks
logam yang sekarang dimodifikasi menjadi ligan karben. Meskipun bukti kuat
telah terkumpul untuk mendukung mekanisme ini, namun mekanisme lengkap
masih belum dipahami dan metatesis olefin masih banyak dilakukan
penelitiannya. Metatesis olefin berfungsi untuk mengubah alkena internal menjadi
terminal alkena, umumnya digunakan dalam pembuatan deterjen, parfum dan
produk-produk lainnya.

Variasi metatesis olefin digunakan oleh kompleks karben untuk


mengkatalisasi polimerasi alkena, juga melalui intermediet logam siklobutana,
seperti contoh polimerisasi cincin pembuka darri norbonene menggunakan w
(CH-Bu)(OCH2-t-Bu)2Br2 sebagai katalis dalam GaBr3, seperti pada gambar
16 13
Proton dan C spektrum NMR konsisten dengan struktur logam siklobutana
serta polimer yang berada diluar karbon karben. Reaksi metatesis alkuna
dikatalisis oleh transisi kompleks logam karbyn. Intermediet didalam reaksi ini
diperkirakan pada jenis logam siklobutadiena. Disamping itu terbentuk dari
sebuah alkuna pada logam-3 ikatan karbon dari karbyne. Variasi struktur
kompleks logam siklobutadiena telah ditentukan dan beberapa telah dibuktikan
mampu mengkatalisis metatesis alkuna.
Selain proses katalitik homogen proses heterogen juga melibatkan jenis
katalitik padat, dan sangat penting. Meskipun sifat reaksi terjadi pada permukaan
katalis sangat sulit untuk dipastikan. Dari 20 produk kimia organic diproduksi
pada jumlah besar di Amerika Serikat, 15 diantaranya dihasilkan pada proses
komersial yang melibatkan logam katalis, hamper semua proses melibatkan
katalisis heterogen. Dalam banyak kasus metode penyusunan katalis dan
informasi mengenai fungsi kepemilikan produk. Namun demikian, penting untuk
menyebutkan beberapa proses sebagai penerapan reaksi organologam.

2.3.3 Contoh Ligan Olefin


1. Ligan salen
2. Ligan PPH3

2.4 Aplikasi Senyawa Organologam Olefin


Senyawa organologam olefin bisa digunakan sebagai katalis. Senyawa
organologam olefin ini ditemukan untuk menjadi katalis aktif dari berbagai reaksi
katalitik dan selektifitas dari produk yang diinginkan. Senyawa Cu(II) secara
umum digunakan sebagai katalis dalam oksidasi katekol, epoksidasi, sulfoksidasi,
aziridanasi olefin, oksidasi alkana, atom transfer radikal adisi (ATRA), dll, baik
dalam medium homogen maupun heterogen.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan makalah yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa senyawa
organologam olefin adalah salah satu contoh senyawa organologam yang
memiliki ligan yang berasal dari turunan alkena seperti etena, propena dan
butadiene. Olefin juga dapat disintesis dari senyawa organologam lain, yaitu
karben. Aplikasi dari senyawa organologam olefin adalah sebagai katalis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cotton, F.A. 1989. Kimia Dasar Anorganik. Jakarta: UI PRESS.


2. Jolly, W.L. 1984
3. Miessler, Gary L and Donald A. Tarr. Inorganic Chemistry. Minnesota :
Person Education International
4.

Epoksidasi Asimetris Katalis Olefin yang tidak digunakan oleh Katalis


Jacobsen pada Modifikasi Alkoksil Poli Zirkonium
(styrenephenylvinylphosphoneate) - Phospat (ZPS-PVPA)
Abstrak
Kiral baru katalis Jacobsen dicangkokkan ke alkoxyl yang dimodifikasi leh ZPS-
PVPA yang disintesis dan diterapkan di epoksidasi asimetris olefin yang tidak
difungsikan. Khususnya, katalis yang didukung menunjukkan aktivitas katalitik
yang sangat baik (conv% hingga 96; sele% hingga 96; ee% hinggga >99) dengan
tidak adanya N-methyl-morpholine N-oxida (NMO) berdasarkan konfigurasi
khusus katalis. Stabilitas superior (daur ulang selama sepuluh kali) dan disposisi
nyaman dalam reaksi skala besar (seperti 200 kali) memberikan aplikasi potensial
dalam industri untuk katalis heterogen.
Kata Kunci : Epoksidasi asimetri, olefin yang tidak digunakan, katalis Jacobsen,
katalis heterogen, modifikasi alkoksil
I. Pendahuluan
Reaksi enantioselektif dipromosikan oleh katalis kiral yang sangat penting
dalam penelitian kimia saat ini. Katalis epoksidasi asimetris merupakan
transformasi yang sangat penting dalam sintesis organik karena dapat
menghasilkan sampai 2 pusat stereogenik sebagai 3 cincin epoksida yang reaktif.
Ligan jenis salen sangat menarik karena mereka dapat dengan mudah mengubah
strukturnya pada suhu kamar. Berdasarkan sistem katalis salen yang paling
banyak digunakan adalah kompleks mangan(III) dari ligan salen disebut dengan
katalis epoksidasi Jacobsen untuk menunjukkan epoksidasi asimetrik dari alkena
dan menimbulkan hasil yang baik dan selektifitas. Enantioselektif yang tinggi
telah tercapai katalis yang homogen, namun pemisahan, pemulihan, dan
penggunaan kembali tetap sulit. Sejumlah pendekatan telah dikembangan untuk
menghentikan katalis kiral atau katalis kiral heterogen.
Kami telah mengabdikan diri untuk melumpuhkan katalis Jacobsen pada
serangkaian bahan hibrid seperti zirconium oligostryrenylphosphonate-phosphate
(ZSPP) dan zirconium poly (styrene-phenylvinylphosphonate)-phosphate (ZPS-
PVPA) dan zinc poly (styrene-phenylvinyl-phosphonate)-phosphate (ZnPS-
PVPA) juga sebagai calcium poly (styrene-phenylvinylphosphonate)-phosphate
(CaPS-PVPA). Selain itu, katalis jocobsen heterogen menunjukkan disposisi
superior pada epoksidasi asimetrik unfunctionalized olefin.
Dalam bentuk ini kami telah berusaha untuk mensintesis alkoksil yang
dimodifikasi dengan katalis kiral Jacobsen dihentikan pada ZPS-PVPA untuk
epoksidasi asimetris dari unfunctionalized olefin. Selain itu tujuannya untuk
menyelidiki aktivitas katalis secara sistematis dan menafsirkan mekanisme reaksi
epoksidasi di sistem CPBA/NMO.

II. Eksperimen
2.1 Alat dan Bahan
Semua bahan kimia dan reagen pada percobaan ini pada tingkatan analitis.
Semua pelarut dimurnikan sebelum digunakan. Ligan salen kiral dan katalis salen
kiral homogen Mn(III) disintesis berdasarkan prosedur pada literatur standar [27]
dan diidentifikasi lebih lanjut dengan analisis dan perbandingan spektrum IR
dengan literatur[28].
Spektrum FT-IR ditentukan dari butiran KBr menggunakan
spektrofotometer brufer RFS100/s (USA) dan penyebaran refleksi spektrum UV-
VIS pada sampel padat yang tercatat pada spektrofotometer dengan menggunakan
BaSO4 sebagai standar. 1H NMR dan 31P NMR dicampurkan pada instrumen AV-
300 NMR pada suhu 300 dan frekuensi 121 MHz secara berturut-turut. Semua
perubahan bahan kimia ditentukan dalam ppm ke hidrogen dan resonansi fosfor
dari TMS dan 85% H3PO4 secara berturut-turut. Nomor dan berat rata-rata
molekul (Mn dan Mw) dan polidispersi (Mw/M) dijumlahkan dengan
kromatografi penyebaran gel Water1515 (GPC; Agains polystyrene standards)
menggunakan THF sebagai eluen (1 mL/min) pada 350C. Spektrum fotoelektron
sinar x dibaca pada alat ESCA Lab 250. Jarak lapisan dalam diperoleh pada DX-
1000 difraktometer sinar X secara otomatis, menggunakan radiasi Cu Kα dan
bubuk silikon internal standar dengan semua sampel. Gambaran secara general
terhitung antara 30 dan 800 dengan ukuran langkahnya 0.020/min dan pengaturan
tabung sinar x 36 kV dan 20 mA. Analisis dasar C, H dan N diperoleh dari EATM
1112 dengan alat analisis dasar otomatis (Thermo, USA). Analisis TG
ditampilkan pada analisa susu SBTQ600 (USA) dengan panas rata-rata 200C/min
dari 25-1000C dibawah aliran N2 (100 mL/min). Kandungan Mn pada katalisator
ditentukan dengan spektroskopi penyebaran atom TAS-986G (Pgeneral, China).
SEM terbentuk pada KYKY-EM 3200 (KYKY, China). TEM dibentuk pada alat
TECNA110 (Philips, Holland). Adsorpsi isotherm nitrogen terhitung pada 77 K
pada analisis penyerapan volumetri 3H-20001 (Hui-hoihong, China) dengan
metoda BET. Racemic epoxide dipersiapkan oleh epoksidasi yang berhubungan
dengan olefin oleh asam 3-kloroperbenzoat dalam CH2Cl2 dan diperkuat oleh
NMR (Bruker AV-300) dan kromatografi gas (GC) dikalibrasi dengan sampel n-
nonana, olefin dan yang mirip dengan epoksida racemic. Perubahan (dengan n-
nonana sebagai standar internal) dan nilai ee dianalisis menggunakan GC dengan
alat Shimadzu GC2010 yang dilengkapi dengan kolom kiral (HP19091G-B213,
30 m x 30 m x 0.32 mm x 0.25 µm) dan detector FID, injector 2300C, detector
2300C. Nitrogen yang sangat murni digunakan sebagai pembawa (kecepatan 34
mL/min) dengan tekanan pembawa 39.1 kPa dan injeksi suhu murni diatur pada
2300C.
2.2 Sintesis Katalistik
2.2.1 Sintesis asam styrene-phenylvinylphosphonic copolymer (PS-PVPA)
Asam 1-phenylvinylphosphonic (PVPA) disintesis berdasarkan literature
dan strukturnya dikonfirmasi oleh 1H NMR, 31
P NMR dan FT-IR. 1H NMR
31
(CDCl3): 6.06 (d, 1H), 6.23 (d, 1H), 7.26-7.33 (m, 3H), 7.48 (m, 2H). P NMR
(CD3OD): 15.9. IR (KBr): 2710, 2240, 1500, 1200, 1040, 950, 780, 720, 700 cm-1
97%.
Asam 1-phenylvinylphosphonic (4 gram, 21.7 mmol), styrene (20 mL,
173.9 mmol), etil asetat (150 mL) dan benzoil peroksida (BPO, 1 gram, 4.7 mmol)
digunakan untuk pembuatan PS-PVPA (7.52 gram dalam 47%) sesuai dengan
literatur[21]. GPC: Mn = 39729,43, m = 38.3, n = 8.2, Mw/Mn = 2.
2.2.2 Sintesis Zirkonium poly(styrenephenylvinylphosphonat)-phosphate (ZPS-
PVPA,1)
PS-PVPA (5.18 gram, 8 mmol), zirkonil klorida (13.47 gram, 24.3 mmol)
dan sodium ortophosphate (23.52 gram, 16 mmol) digunakan untuk sintesis ZPS-
PVPA (22.11 gram dalam 90%) berdasarkan literatur [21]. IR (KBr): 3060, 3026,
2925, (CH), 1632, 1494, 1453, 757, 699(-C6H5), 1029 (P=O) cm-1. Diketahui: C,
64.58; H, 5.46 untuk menentukan C147H151O22P6Zr3: C, 64.72; H, 5.54%.
2.2.3 Sintesis dari klorometil-zirconium poly (styrenephenylvinylphosphonate)-
phosphate (ZCMPS-PVPA, 2)
Chloromethyl methyl ether (9,3 mL), anhidrat seng klorida (1,92 g; 14,18
mmol) yang dicampur dan ddiaduk pada 45oC selama 8 jam. Kemudian campuran
disaring, dicuci dan dikeringkan dalam kondisi vakum untuk mendapatkan 2
(ZCMPS-PVPA) (7,43 g dalam 93 % hasil). Suatu puncak serapan yang kuat dari
716 cm-1 dalam spectrum IR dianggap untuk peregangan getaran ikatan C-Cl. IR
(KBr): 3026, 2925 (CH), 2337 (O=P-OH), 1605, 1545, 1512, 1495 (-C6H5), 1271
(P=O), 716 (C-Cl) cm-1. Diketahui: C, 59,02: H, 4,99%. Dihitung untuk
C156H160O22P6Cl9Zr3: C, 59,10; H, 5,05%.
2.2.4 Sintesis alkomethyl-zirconium poly (styrenephenylvinylphophonate)-
phosphate (ZAMPS-PVPA, 3)
Jumlah yang proporsional dari etilena glikol dicampur dengan ZCMPS-
PVPA (1 g), Na2CO3 (1,06 g, 0,01 mol), and THF 50 mL (rasio mol alcohol
dihidrat untuk elemen klorin dalam ZCMPS-PVPA 10:1), dan campuran di aduk
dan dijaga pada suhu 70oC selama 24 jam. Setelah reaksi, pelarut menguap
dibawah dekompresi. Selanjutya produk 3a disaring dan dicuci dengan air dan
dikeringkan dalam vakum. Produk 3b-f disiapkan dengan cara yang sama. Hasil
reaksi bervariasi dari 65% menjadi 82%. 3a diketahui : C, 61,23; H, 5,96%.
Dihitung untuk C175H206O40P6Zr3: C, 61,51; H, 6,05%. 3b, diketahui: C, 63,04; H,
6,48%. Dihitung untuk C193H243O40P6Zr3: C, 63,21; H, 6,63%. 3c, diketahui: C,
64,25; H, 7,02%. Dihitung untuk C212H280O40P6Zr3: C, 64,69; H, 7,13%. 3d,
ditemukan: C, 58,36; H, 6,15%. Dihitung untuk C193H252O50P6Zr3: C, 56,18; H,
6,32%. 3e, diketahui: C, 61,23; H, 5,96%. Dihitung untuk C212H289O59P6Zr3: C,
56,25; H, 6,41%. 3f, diketahui: C, 54,29; H, 6,32%. Dihitung untuk
C230H326O68P6Zr3: C, 54,48; H, 6,43%.
2.2.5 Sintesis pencabangan katalis kiral salen Mn(III) menjadi ZAMPS-PVPA (4)
Kiral salen Mn (III) (2,5 g 3,94 mmol) dalam 10 mL THF yang
ditambahkan tetes demi tetes larutan 3a (0,5 g) terjadi pengembangan pada THF
selama 30 menit dan Na (0,1 g 4,35 mmol) dengan pengocokkan. Kemudian
dicampur dan direfluk selama 24 jam. Setelah pendinginan larutan dinetralkan dan
pelarut diuapkan. Bubuk coklat diperoleh dengan filtrasi dan dicuci dengan
CH2Cl2 dan air akan terdeionisasi sampai Mn tidak terdeteksi oleh AAS. 4b-g
ditentukan dengan cara yang sama. Isi Mn pada 4a-g adalah 0,48; 0,52; 0,60; 0,56;
0,67; 0,72 mmol/g, masing-masing. 4a, diketahui : C, 67,95; H, 7,46; N, 2,76%.
Dihitung untuk C506H676N18O59P6Zr3Mn9 : C,68,14; H, 7,58; N, 2,89%. 4b,
diketahui : C, 68,51; H, 7,2; N, 2,73%. Dihitung untuk C524H712N18O59P6Zr3Mn9 :
68,63; H, 7,77; N, 2,81%. 4c diketahui : C,68,92; H,7,86; N,2,67%. Dihitung
untuk C543H749N18O59P6Zr3Mn9 : C,69,1; H,7,96; N,2,73%. 4d, diketahui :
C,66,25; H,7,63; N, 2,63%. Dihitung untuk C524H731N18O68P6Zr3Mn9 : C, 66,43;
H, 7,71; N, 2,72%. 4e, diketahui C, 64,68; H, 7,53; N 2,48%. Dihitung untuk
C543H768N18O77P6Zr3Mn9 : C, 64.97; H, 7,66; N, 2,57%. 4f diketahui : C, 63,46;
H,7,52; N, 2,36%. Dihitung untuk C561H804N18O86P6Zr3Mn9 : C, 63,67; H,7,61; N,
2,44%.

2.3 Sintesis dari alkoxyl-dimodifikasi kiral salen Mn (III) (Skema 2)


4-metoksi-1-butanol (20 mmol), Na2CO3 (0,848 g, 8 mmol) dicampur
dengan Benzyl bromide pada 70 oC selama 6 jam untuk mendapatkan senyawa 6a.
Kemudian, prosedur berikutnya mirip dengan katalis heterogen (di bagian 2.2.5).
-1
IR (KBr): Vmax / cm 2840, 2930 (-CH3), 2339 (O=P-OH), 1650, 1542, 1510,
1493 (-C6H5), 1630 (- C=N), 1440 (-CH-), 1262 (P=O), 520 (-Mn-N-) cm -1. 6a,
Diketahui: C, 72,16; H, 8.42; N, 6.85. Dihitung untuk C46H65N2O4Mn: C, 72,25;
H, 8.51; N, 3,67%. 6b, Diketahui: C, 71,06; H, 8.51; N, 3.37%. Dihitung untuk
C48H70N2O5Mn: C, 71,20; H, 8.65; N, 3,46%.
2.4 Epoksidasi asimetrik
Adapun m-CPBA / NMO, aktivitas katalis siap diuji dengan alkena (1
mmol), n-nonane (internal standar, 1 mmol), NMO (5 mmol), homogen (5 mol%)
atau salen heterogen Mn (III) katalis (5 mol%) dan m-CPBA (2 mmol) untuk
epoksidasi olefin unfunctionalized di CH2Cl2. Setelah reaksi, Na2CO3 (2 mL, 1,0
M) ditambahkan untuk menyempurnakan reaksi.
2.5 Penggunaan katalis
Dalam resirkulasi khusus, volume yang sama dari heksana ditambahkan ke
dalam campuran setelah reaksi. Selanjutnya, fase organik dipisahkan, dan katalis
dicuci, dan dikeringkan dengan vakum pada 60oC. Katalis ditimbang dan
digunakan kembali pada percobaan selanjutnya. Pada setiap percobaan dengan
proporsi yang sama dari substrat katalis dan pelarut ke katalis dipertahankan.
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Karakterisasi Katalis Kiral Heterogen
3.1.1 Spektroskopi IR dan Spektroskopi UV-vis
Semua katalis heterogen 4a-f dan katalis Jacobsen telah diindikasikan pada
pita yang sama pada 1630 cm-1. Karena adanya regangan pita pada azometana
(C=N). Umumnya pita-pita yang menonjol pada 1145,1089, dan 986 cm-1
dilakukan untuk getaran peregangan phosponat R-PO32-, pada pita 523 cm-1
menunjukkan getaran regangan dari Mn-O. Getaran regangan pada 1030cm-1 yang
berasal dari karakteristik getaran phosponat dan phospat dalam ZPS-PVPA, jelas
melemahkan karena struktur elektronik berubah untuk interaksi host-guest.
Pada spektrum 4b dan 4g ditunjukkan fitur yang sama dengan katalis
jacobsen di 252, 430, dan 500 nm. Menurut katalis pendukung, pita di 320 nm dan
pita di 430, 505 nm dianggap berasal dari 𝜋− 𝜋 ∗ dan transisi DMSO-d6 pada
masing-masing(C=N). Dan pita pada 2253 nm dilakukan untuk transisi cincin
benzen. Ketika pada katalis Jacobsen, yang pitanya tidak terhubung menunjukkan
pergeseran merah untuk 335,433,510,259 nm karena interaksi antara kompleks
salen Mn (II) dan modifikasi alkoksi ZPS-PVPA.
Gambar 1
3.1.2 Analisis Gravimetri Termal
Seperti yang dijelaskan pada gambar 1, terjadi kehilangan berat 6,92%
dibawah 160oC, karena ikatan permukaan atau interkelat air dalam tahap ini. Dan
kemudian, gugus organik terurai dengan kehilangan berat 54,43% pada kisaran
suhu 160-700oC. Pada panjang ini, kehilangan berat dalam lingkup 700-1000oC.
Yang dianggap berasal dari perubahan dehidrasi Zr (HPO4)2 ke ZrP2O7. Jelasnya,
katalis 4f masih bisa kembali stabil dengan stabilitas superior lebih rendah dari
160oC yang berkontribusi pada potensi di epoxidasi asimetrik.
3.1.2 Absorbsi Nitrogen-Desorbsi Isotherm
Isoterm desorpsi- Adsorpsi Nitrogen dari katalis 4f merupakan ciri khas tipe
V(gbr 2). Disertai dengan histerisasi loop yang berbeda (tipe H1). Pada jumlah
isoterm desorpsi (gbr 2), analisis BJH menunjukkan distribusi yang luas dan tidak
seragam dari ukuran pusat (dalam kisaran 2-20 nm), yang menunjukkan katalis
yang disediakan dengan struktur mesopori. Selain itu, diameter pusat dari partikel
yang utama bervariasi dari 1 nm sampai 20 nm, dan sejumlah kecil partikel
dibawah 1 nm juga didistribusikan dengan diameter yang lebih dari 50 nm.
Berdasarkan parameter tekstural dan alkilasi juga sebagai imobilisasi,
parameter tekstural menurun, seperti didaerah permukaan BET ( 1 vs 2 vs 3f vs
4f, 180 vs 120.3 vs 84.8 vs 66.0 m2/g ), dan dalam volume utama ( 1 vs 2 vs 3f vs
4f, 3.5 vs 2.7 vs 1.9 vs 1.1 x 10-2 cm3/g ) serta rata-rata diameter utama ( 1 vs 2 vs
3f vs 4f, 46.8 vs 38.1 vs 30.8 vs 25.2 nm ). Dari hasil data tersebut yang menjadi
paling ganjil dari partikel ini adalah jangkar katalis ke ZSPP. Berdasarkan pada
hal ini, bisa didapatkan bahwa katalis Jacobsen bergerak baik di permukaan
external dari ZPS-PVPA atau dimasukkan kedalam saluran dan rongga.

Gambar
3.1.4 Analisis Morfologi Permukaan
Menurut ZPS-PVPA (Gambar 3A), struktur longgar dan amorf. Sedangkan
untuk katalis 4f, morfologi sangat berubah, misalnya struktur anomali halus
berada di katalis 4f (Gambar 3B) berdasarkan imobilisasi kiral salen Mn (III).
Terlepas dari ini, banyak gua-gua kecil dan saluran dengan bentuk yang tidak
beraturan juga ada. morfologi amorf dan struktur berpori dari katalis bersama-
sama bisa memfasilitasi substrat mendekati situs aktif katalitik.
Pada rekening gambar TEM pd gambar 4, baik katalis 4d (Gambar 4A) dan
4f (Gambar 4B) menunjukkan konfigurasi longgar yang berisi saluran, lubang dan
cavums. Morfologi serupa juga menunjukkan bahwa disposisi dari linker tidak
berkontribusi pada morfologi. Di sisi lain, konfigurasi khusus dari katalis dapat
bermanfaat untuk substrat mendekati situs aktif internal yang katalitik dan
menyediakan ruang lebih lanjut untuk epoksidasi asimetris olefin tidak berfungsi.
3.2 Epoksidasi Katalitik Olefin Unfunctionalized
Adapun epoksidasi asimetris indena (Tabel 2), nilai-nilai ee meningkat dari
65% menjadi 85% atau 90% (Jacobsen vs 6a vs 6b, entri 1 vs 10 vs 12) karena
modifikasi alkoksi dan lebih meningkatkan bahkan sampai> 99% (6a vs 3a, 85%
vs 93%, masuk 10 vs 2; 6b vs 4d, 90% vs 95%, masuk 12 vs 6) setelah penahan
pada ZPS-PVPA. Kecenderungan serupa juga telah disajikan sesuai dengan
epoksidasi asimetris dari-metilstirena. Dengan kata lain, efek sinergis dari ZPS-
PVPA dan linker alkoksi serta ligan kiral berkontribusi pada kegiatan superior.
Terlepas dari ini, katalis menunjukkan disposisi katalitik unggul setelah 1 jam,
dibandingkan dengan katalis yg dilaporkan dengan MCM-41, ITQ-2 dan IT-6
sebagai dukungan yang menunjukkan hanya 56% nilai ee bahkan setelah selama
70 jam.
Diperlihatkan pada Tabel 2, nilai-nilai ee meningkat dari 93% menjadi 99%
sesuai dengan indena (entry 2-4, 6-8) dan bervariasi dari 56% menjadi 82% fora-
metilstirena (entry 15-17, 19-21), yang menunjukkan bahwa kegiatan katalitik
meningkat dengan jumlah karbon dri linkage [31,21]. Dengan cara yang sama,
fenomena tersebut terjadi epoksidasi asimetris dari stirena dan 1-octene (entry 28-
35, 37-44). Fenomena ini bisa ditafsirkan bahwa pembesaran dari linkage dibuat
untuk salen heterogen Mn (III) kompleks mendekati intermediet aktif salen dri
Mn (V) atau keadaan transisi mereka lebih mudah.
Khususnya, nilai ee meningkat dari 25% menjadi 97% dan konversi dari
43% menjadi 96% (entry 5 vs 4) di epoksidasi asimetris indena tanpa penambahan
NMO. Hasil serupa terjadi pada epoksidasi ofa-metilstirena (ee%, 15 vs 75;.
Conv%, 43 vs> 99; entri 17 vs 18) dan katalis alkoxyl-dimodifikasi 6a (conv%, 85
vs 76; ee%, 95 vs 24; entri 10 vs 11). Berdasarkan hasil yang dilaporkan [32,33],
bisa ditarik kesimpulan bahwa fenomena khusus tidak memiliki perhatian dengan
dukungan ZPS-PVPA. Kompleks koordinasi seperti Mn (salen) OPH dan Mn
(salen) OP serta alkoksi-Mn (salen) mampunyai sifat unggul dalam ketiadaan
NMO, yang tidak baik untuk N-Mn (salen) kompleks. Tiga faktor berikut dapat
berkontribusi untuk fenomena tertentu dalam konteks ini. Pertama, ketika
heksametilena diamina dan pendekatan NMO pusat Mn secara bersamaan,
repellant spasial dan formasi ikatan ion Mn-O dapat menempatkan efek pada
panjang ikatan Mn (V)=O dan selanjutnya menginduksi ligan aksial NMO
menyimpang dari bidang Salicylaldehyde. Akibatnya, stabilitas reaktif keadaan
transisi intermediateor mungkin mundur, menyertai dengan nilai ee rendah [34].
Kedua, kelompok linker alkoksi sebagai kelompok aksial koordinasi untuk katalis
didukung 4a-f memiliki sifat yang mirip dengan O-koordinasi basis aksial NMO
dalam struktur elektronik dan kinerja koordinasi. Ketika ligan N-oksida (NMO)
ditambahkan ke sistem katalitik, geometri molekul yang jelas dan konformasi
katalis kiral yang bergerak salen Mn (III) dapat mengganggu. Dengan demikian,
konfigurasi geometris yang optimal dari reaktif menengah salen Mn (V)=O akan
diubah dan memimpin lebih lanjut untuk penurunan konversi dan kiralitas
recognization. Ketiga, transformasi keseimbangan (Gambar. 5) antara Mn (V)=O

dan Mn (Ⅲ) Kompleks terletak di epoksidasi asimetris olefin unfunctionalized

[35]. Sementara itu, NMO mengikat senyawa koordinasi tak jenuh Mn (Ⅲ)

dengan cara ikatan koordinasi. Ketika NMO ditambahkan, jenis koordinasi akan

hancur karena Mn (Ⅲ) terikat alkoxyl-dimodifikasi ZPS-PVPA, menyertai

dengan meningkatnya konsentrasi Mn (Ⅲ) dan penurunan Mn (V)=O. Nilai-nilai

ee rendah akan diperoleh secara spontan.


3.3 Penggunaan Katalis
Seperti dijelaskan pada gambar 6, disposisi katalitik hanya menurun sedikit
untuk tujuh pertama selama berjalan (conv%: 96-88; ee%. Dari> 99 ke 98) dan
masih unggul dari mitra homogen bahkan setelah daur ulang selama dua belas (
ee%: 82 vs 65; 4f vs Jacobsen). Stabilitas yang tinggi mungkin sebagian
disebabkan oleh konfigurasi khusus dari ZPS-PVPA yang menggabungkan sifat
ganda dari bagian polystyrene hidrofobik dan hidrofilik bagian zirkonium
fosfonat. Selain itu, konfigurasi awal seperti struktur berlapis dan saluran serta
gua sekitar bisa dihidupkan kembali pada perakitan di fase air, yang membuat
kebajikan dominan usabilitas.
IV. Kesimpulan
Secara umum, katalis kiral Jacobsen berhubungan dalam modifikasi
alkoxyl zirconium poly (styrene-phenylvinylphosphonate)-phosphate (ZPS-
PVPA) yang telah disintesis dan digunakan dalam epoksidasi asimetris olefin.
Katalis heterogen bisa berpartisipasi dengan efektif dalam reaksi, karena efek
ZPS-PVPA dan hubungan alkoksi dengan ligan kiral. Selain itu katalis didukung
dan masih bisa menjaga aktivitasnya bahkan setelah daur ulang sebanyak 10 kali.
Terutama katalis heterogen bisa menunjukkan kenaikkan aktivitas untuk
epoksidasi asimetris olefin tanpa penambahan NMO yang mahal, yang mana
dapat membuka jalan untuk aplikasi potensial dalam industri.
Sponsor
Penelitian ini disponsori oleh Dana Penelitian Dasar untuk Universitas Pusat
(XDJK2013C120), pedoman proyek Universitas Xihua (Z1223321), Provinsi
Sichuan menggunakan Proyek Penelitian Dasar (2013JY0090), Proyek
Departemen Pendidikan Provinsi Sichuan (13ZB0030), Pendanaan Khusus
Chongqing untuk Postdoctoral (Xm2014028), Dana Harian Postdoctoral
Chongqing (Rc201419) dan Ilmu Pengetahuan dan Program Penelitian Teknologi
pada Komisi Pendidikan Kota Chongqing (KJ1501127).
Lampiran A. Pemasukan Data
Pemasukan data berhubungan dengan artikel yang bias diakses pada doi :
10.1016/j.jorganchem.2016.06.005.
Daftar Pustaka
[1] S. Esmaeil, W. Kenneth, Org. Biomol. Chem. 10 (2012) 2059.
[2] K.B. Prasanta, C.M. Nabin, H.R.A. Sayed, H.K. Noor-ul, I.K. Rukhsana, C.B.
Hari,
Appl. Catal. A 467 (2013) 542.
[3] D.F. Giorgio, I. Gennadiy, W. Michael, Chem. Soc. Rev. 40 (2011) 1722.
[4] M. Tokunaga, J.F. Larrow, F. Kakiuchi, E.N. Jacobsen, Science. 277 (1997)
936.
[5] H. Yang, L. Zhang, W. Su, Q. Yang, C. Li, J. Catal. 248 (2007) 204e212.
[6] O.A. Wong, Y. Shi, Chem. Rev. 108 (2008) 3958.
[7] Z. Anaïs, M. Mohamed, H. Xiang, S. Emmanuelle, Dalton Trans. 39 (2010)
6911.
[8] Y.J. Chen, R. Tan, Y.Y. Zhang, G.W. Zhao, W.G. Zheng, R.C. Luo, D.H. Yin,
Appl. Catal. A 491 (2015) 106.
[9] F. Kiyoshi, N. Masaaki, Coord. Chem. Rev. 257 (2013) 119.
[10] D. Xu, S. Wang, Z. Shen, C. Xia, W. Sun, Org. Biomol. Chem. 10 (2012)
2730.
[11] C. Li, J. Zhao, R. Tan, Z. Peng, R. Luo, M. Peng, D. Yin, Catal. Commun. 15
(2011)27.
[12] S.M. Sadeghzadeh, M. Malekzadeh, J. Mol. Liq. 202 (2015) 46.
[13] R.I. Kureshy, T. Roy, N.H. Khan, S.H.R. Abdi, A. Sadhukhan, H.C. Bajaj, J.
Catal.286 (2012) 41.
[14] R.C. Luo, R. Tan, Z.G. Peng, W.G. Zheng, Y. Kong, D.H. Yin, J. Catal. 287
(2012)170.
[15] A.N. Purude, K.P. Pawar, N.B. Patil, U.R. Kalkote, S.P. Chavan, Tetrahedron
Asymmetry 26 (2015) 281.
[16] N.C. Maity, G.V.S. Rao, K.J. Prathap, S.H.R. Abdi, R.I. Kureshy, N.H.
Khan,H.C. Bajaj, J. Mol. Catal. A. Chem. 366 (2013) 380.
[17] R.N. Ji, K. Yu, L.L. Lou, S.X. Liu, J. Mol. Catal. A. Chem. 378 (2013) 7.
[18] M. Liu, Z.P. Zhao, K.C. Chen, W.F. Liu, Catal. Commun. 64 (2015) 70.
[19] W.S. Ren, X.K. Fu, H.B. Bao, R.F. Bai, P.P. Ding, B.L. Sui, Catal. Commun.
10(2009) 788.
[20] X.B. Tu, X.K. Fu, X.Y. Hu, Y.D. Li, Inorg. Chem. Commun. 13 (2010) 404.
[21] B.W. Gong, X.K. Fu, J.X. Chen, Y.D. Li, X.C. Zou, X.B. Tu, P.P. Ding, L.P.
Ma,J. Catal. 262 (2009) 9.
[22] J. Huang, X.K. Fu, G. Wang, C. Li, X.Y. Hu, Dalton Trans. 40 (2011) 3631.
[23] J. Huang, X.K. Fu, G. Wang, Q. Miao, Dalton Trans. 41 (2012) 10661.
[24] J. Huang, X.K. Fu, Q. Miao, Appl. Catal. A 407 (2011) 163.
[25] J. Huang, X.K. Fu, Q. Miao, Catal. Sci. Technol. 1 (2011) 1472.
[26] J. Huang, M. Tang, X. Li, G.Z. Zhong, C.M. Li, Dalton Trans. 43 (2014)
17500.
[27] W. Zhang, J.L. Loebach, R.W. Scott, E.N. Jacobsen, J. Am. Chem. Soc. 112
(1990)2801.
[28] W. Zhang, N.H. Lee, E.N. Jacobsen, J. Am. Chem. Soc. 116 (1994) 425.
[29] B.W. Gong, X.K. Fu, H.S. Shen, L.H. Ma, Y.J. Xia, Fine Chem. 25 (2008)
603.
[30] I. Domínguez, V. Forn_es, M.J. Sabater, J. Catal. 228 (2004) 92.
[31] H. Zhang, Y. Zhang, C. Li, J. Catal. 238 (2006) 369.
[32] X.C. Zou, X.K. Fu, Y.D. Li, X.B. Tu, S.D. Fu, Y.F. Luo, X.J. Wu, Adv.
Synth. Catal.352 (2010) 163.
[33] S. Liao, B. List, Angew. Chem. Int. Ed. 49 (2010) 628.
[34] T. Kurahashi, M. Hada, H. Fujii, J. Am. Chem. Soc. 131 (2009) 12394.
[35] E.N. Jacobsen, L. Deng, Y. Furukawa, L.E. Martinez, Tetrahedron 50 (1994)
4323.

Anda mungkin juga menyukai