Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RETENSIO PLASENTA


DI RUANG IGD KANDUNGAN
RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh BANJARMASIN

Tanggal 11 Desember 2017 – 13 Januari 2018

Oleh:
Irvan Kurniawan, S.Kep
NIM. 1730913310016

PROGRAM PROFESI NERS STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN RETENSIO PLASENTA DI RUANG IGD KANDUNGAN
RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh BANJARMASIN

Tanggal 11 Desember 2017 – 13 Januari 2018

Oleh:
Irvan Kurniawan, S.Kep
NIM. 1730913310016

Banjarmasin, Desember 2017

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Emmelia Astika F.D, S.Kep., Ns.,M.Kep Hj. Fauziah, S.Kep., Ns


NIK. 1990 2011 1 098 NIP. 19730323 199703 2 011
RETENSIO PLASENTA

A. Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio plasenta berulang ( habitual retension )
oleh karena itu plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu
bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala
dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang (Prawiraharjo, 2005). Retensio plasenta ialah plasenta
yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir (Depkes, 2007).
B. Klasifikasi
Berdasarkan tempat implantasinya retensio plasenta dapat di klasifikasikan menjadi 5
bagian :
a. Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta dan melekat pada
desidua endometrium lebih dalam.
b. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium yang
menembus lebih dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
c. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium ,
dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke
miometrium.
d. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa atau peritoneum dinding rahim .
e. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium
uteri (Sarwono, 2005).
C. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih
dalam.
2. Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar .
3. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998).
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu di
usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau plasenta sudah lahir,
perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uterus membesar dan lembek
pada palpasi, sedang pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus
berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2005).

D. Tanda dan Gejala

Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta


Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang – banyak Sedang Sedikit / tidak
ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali,
kecuali akibat
inversion oleh
tarikan kuat
pada tali pusat.

E. Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan
tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek
namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi
menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-
otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban
belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga
rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah
hilang.

F. Pathway

Sebab fungsional Sebab patologik Plasenta belum Plasenta sudah lepas


(perlekatan lepas dari tetapi belum
abnormal) dinding rahim dilahirkan
1. His yang kurang
kuat (sebab
utama). 1. Plasenta adhesiva Melahirkan plasenta
2. Tempat 2. Plasenta inkreta secara manual
melekatnya yang 3. Plasenta perketra
kurang
menguntungkan Tarikan Tali Pusat
(contoh: di sudut RETENSIO PLASENTA
tuba).
3. Ukuran plasenta
terlalu kecil. Tidak dapat berkontraksi Insersio uteri
4. Lingkaran secara efektif (terjadi retraksi
kontriksi pada dan kontraksi otot uterus)
bagian bawah Ante, intra, postnatal,
perut. aktivitas lemah,
Sinus-Sinus maternalis tampak sakit, menyusu
buruk, peningkatan
tetap terbuka penutupan
leukosit darah
pembuluh darah terhambat
Nyeri

Perdarahan Dx : Risiko
pervaginam Dx : Nyeri
Infeksi
akut

Dx : Risiko Kehilangan
Syok banyak darah

Dx : Kekurangan
volume cairan
G. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan
2. Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.
3. Infeksi
4. Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
5. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan
kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
6. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis
7. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah
menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma
invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan
berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa
perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian
perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa
menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan
keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
6. Syok haemoragik

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT)
dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
I. Terapi
Terapi yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensio plasenta adalah sebagai
berikut :
1. Bila tidak terjadi perdarahan
Perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian
antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu dengan
mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi
pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
2. Bila terjadi perdarahan
lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak
lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan
dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.

Cara untuk melahirkan plasenta:


1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong
meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose).
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum
uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam
pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk
melahirkan plasentanya.

F. Manual Plasenta
Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan
retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus
diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan
jiwa penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan
plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
a. Darah penderita terlalu banyak hilang.
b. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi.
c. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Manual Plasenta dengan segera dilakukan :
1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
2. Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
3. Pada pertolongan persalinan dengan narkoba.
4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas
400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih
terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau
rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

G. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta


Adapun karakteristik ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah :
1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002) mengatakan bahwa, umur adalah indeks
yang menempatkan individu dalam urutan atau lamanya seorang hidup dari lahir
sampai mengalami retensio plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya kematian
ibu adalah umur, masih banyaknya terjadi perkawinan dan persalinan diluar kurun
waktu reproduksi yang sehat adalah umur 20-30 tahun. Pada Usia muda resiko
kematian maternal tiga kali lebih tinggi pada kelompok umur kurang dari 20 tahun
dan kelompok umur lebih dari 35 tahun (Mochtar, 1998). Tingginya Angka
Kematian Ibu pada usia muda disebabkan belum matangnya organ reproduksi untuk
hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin. (Manuaba, 1998).
2. Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas
lebih tinggi kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
retensio plasenta adalah sering dijumpai pada multipara dan grande multipara (
Sarwono, 2005). Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi
beberapa kali ( samapi 5 kali), sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang
pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).
3. Interval Kelahiran Anak
Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif terhadap kesehatan
ibu dan janin.Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan (Ramali,
1996). Perdarahan postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu
dengan interval kelahiran pendek (<2 tahun ), seringnya ibu melahirkan dan
dekatnya jarak kelahiran mengakibatkan terjadinya perdarahan karena kontraksi
rahim yang lemah.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RETENSIO PLASENTA

A. Pengkajian

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan,
dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1. Sirkulasi :
a) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai
kehilangan darah bermakna)
b) Pelambatan pengisian kapiler
c) Pucat, kulit dingin/lembab
d) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa
tertahan)
e) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f) Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan
darah.
2. Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3. Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen
placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4. Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin
tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat
pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan
luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau
robekan pada serviks.
5. Seksualitas :
a) Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol
(fragmen placenta yang tertahan)
b) Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi
multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta
previa.
6. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan
obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) pemeriksaan
laboratorium. (Hb 10 gr%).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume cairan
2. Nyeri Akut
3. Resiko Syock
4. Resiko Infeksi
C. Intervensi

No. Diagnosa NOC NIC Rasional

1. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan  Fluid Management


Volume Cairan keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi kemungkinan 1. Mengetahui penyebab untuk
menit diharapkan masalah klien penyebab ketidakseimbangan menentukan intervensi
teratasi, dengan kriteria hasil: elektrolit penyelesaian
 Fluid Balance 2. Monitor adanya kehilangan cairan 2. Mengetahui keadaan umum pasien
1. Tekanan darah dan elektrolit 3. Mengetahui perkembangan
2. Frekuensi Nadi 3. Monitor status hidrasi ( membran rehidrasi
3. keseimbangan intake dan mukosa, tekanan ortostatik, 4. Evaluasi intervensi
output selama operasi keadekuatan denyut nadi ) 5. Mengetahui keadaan umum pasien
4. Turgor kulit 4. Monitor keakuratan intake dan 6. Rehidrasi optimal
output cairan
5. Monitor vital signs
6. Monitor pemberian terapi IV

2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Manajemen nyeri


keperawatan selama 1x30 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
1. Kaji secara komprehensip
menit diharapkan masalah klien pasien
terhadap nyeri termasuk lokasi,
teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Untuk mengetahui tingkat
karakteristik, durasi, frekuensi,
 Pain control kualitas, intensitas nyeri dan ketidaknyamanan dirasakan oleh
1. Melaporkan nyeri yang faktor presipitasi pasien
terkontrol 2. Observasi reaksi ketidaknyaman 3. Untuk mengalihkan perhatian
2. Menggunakan tindakan secara nonverbal pasien dari rasa nyeri
pengurangan (nyeri) tanpa 3. Gunakan strategi komunikasi 4. Untuk mengetahui apakah nyeri
analgesik terapeutik untuk mengungkapkan yang dirasakan klien berpengaruh
3. Tingkat nyeri berkurang pengalaman nyeri dan terhadap yang lainnya
dari penerimaan klien terhadap 5. Untuk mengurangi factor yang
respon nyeri dapat memperburuk nyeri yang
4. Tentukan pengaruh pengalaman dirasakan klien
nyeri terhadap kualitas hidup( 6. untuk mengetahui apakah terjadi
napsu makan, tidur, pengurangan rasa nyeri atau nyeri
aktivitas,mood, hubungan sosial) yang dirasakan klien bertambah.
5. Tentukan faktor yang dapat 7. Pemberian “health education”
memperburuk nyeri dapat mengurangi tingkat
6. Lakukan evaluasi dengan klien kecemasan dan membantu klien
dan tim kesehatan lain tentang dalam membentuk mekanisme
ukuran pengontrolan nyeri yang koping terhadap rasa nyer
telah dilakukan 8. Untuk mengurangi tingkat
7. Berikan informasi tentang nyeri ketidaknyamanan yang dirasakan
termasuk penyebab nyeri, berapa klien.
lama nyeri akan hilang, antisipasi 9. Agar nyeri yang dirasakan klien
terhadap ketidaknyamanan dari tidak bertambah.
prosedur 10. Agar klien mampu menggunakan
8. Control lingkungan yang dapat teknik nonfarmakologi dalam
mempengaruhi respon memanagement nyeri yang
ketidaknyamanan klien( suhu dirasakan.
ruangan, cahaya dan suara) 11. Pemberian analgetik dapat
9. Hilangkan faktor presipitasi yang mengurangi rasa nyeri pasien
dapat meningkatkan pengalaman
nyeri klien( ketakutan, kurang
pengetahuan)
10. Ajarkan cara penggunaan
terapi non farmakologi (distraksi,
guide imagery,relaksasi)
11. Kolaborasi pemberian
analgesic
3. Resiko Syok Setelah dilakukan tindakan  Syock management
keperawatan selama 1x24 1. Anjurkan pasien untuk banyak 1. Peningkatan intake cairan dapat
menit diharapkan syok tidak minum meningkatkan volume
terjadi dengan kriteria hasil: 2. Observasitanda-tandavital tiap 4 intravascular sehingga dapat
 Keparahan kehilangan jam. meningkatkan volume
darah 3. Observasi terhadap tanda-tanda intravascular yang dapat
1. Kehilangan darah yang dehidrasi. meningkatkan perfusi jaringan.
terlihat 4. Observasi intake cairan dan 2. Perubahan tanda-tanda vital dapat
2. Perdarahan vagina output. merupakan indikator terjadinya
3. Kulit dan membran mukosa 5. Kolaborasi dalam pemberian dehidrasi secara dini
pucat cairan infus / transfusi 3. Dehidrasi merupakan terjadinya
4. Tanda-tanda vital 6. Pemberian koagulantia dan shock bila dehidrasi tidak ditangani
uterotonika. secara baik.
4. Intake cairan yang adekuat dapat
menyeimbangi pengeluaran cairan
yang berlebihan.
5. Cairan intravena dapat
meningkatkan volume
intravaskular yang dapat
meningkatkan perfusi jaringan
sehingga dapat mencegah
terjadinya shock.
6. Koagulan membantu dalam proses
pembekuan darah dan uterotonika
merangsang kontraksi uterus dan
mengontrol perdarahan
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan  Kontrol Infeksi
keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Cuci tangan setiap sebelum dan 1. Mencegah terjadi infeksi
infeksi tidak terjadi dengan sesudah melakukan tindakan nosokomial.
kriteria hasil: keperawatan. 2. Mencegah infeksi.
 Kontrol resiko 2. Instruksikan pada pengunjung 3. Nutrisi yang baik dapat
1. Memonitor faktor resiko untuk mencuci tangan sebelum meningkatkan imun
individu dan sesudah berkunjung pada 4. Untuk mencegah terjadi infeksi.
2. Menjalankan strategi kontrol pasien. 5. Mengidentifikasi dini infeksi dan
resiko yang sudah di 3. Tingkatkan intake nutirsi. mencegah infeksi berlanjut.
tentukan 4. Berikan antibiotic bila perlu. 6. Nilai leukosit merupakan
3. Menggunakan sistem 5. Observasi tanda dan gejala indicator adanya infeeksi.
dukungan personal untuk infeksi. 7. Membantu penyembuhan luka
mengurangi resiko 6. Monitor nilai leukosit. dan mencegah terjadinya infeksi.
4. Suhu tubuh 7. Berikan perawatan pada area 8. Agar klien dan keluarga dapat
5. Pembekakan sisi luka luka. secara mandiri meenghindari
8. Ajarkan klien dan keluarga cara infeksi tanpa bantuan perawat.
menghindar infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.

Bulechek G.M., Howard K.B., Joanne M.D. (Eds.). 2008. Nursing Intervention Classification
(NIC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.

Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Depkes. 2007. Buku Acuan Pelayan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.

Prawihardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

Prawihardjo, Sarwono. 2005. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Wijayarini. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai