Anda di halaman 1dari 5

SATU PETA MENYATUKAN NEGERI

Tantangan Badan Informasi Geospasial (BIG) mewujudkan One Map Policy untuk
percepatan pembangunan di Indonesia

Syafriman Ali
Universitas Hasanuddin Makassar
Syafriman040216@gmail.com

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 09 tahun 2016 menyatakan bahwa
percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta (one map policy) dengan tingkat ketelitian peta
1:50.000 menjadi tantangan baru bagi Badan Informasi Geospasial (BIG). Badan Informasi
Geospasial harus siap dan sigap dalam menyusun program-program dalam mewujudkan
amanat ini dengan menyediakan kebutuhan data berbasis informasi geospasial yang memiliki
akurasi tinggi. Permasalahan tata ruang yang terjadi di negara ini sudah masuk dalam tahap
kritis sehingga badan informasi geospasial harus bekerja lebih ekstra dalam mewujudkan
program ini. Permasalahan tata ruang laut bukan hanya permasalahan di Indonesia tetapi
hampir seluruh negara didunia ini mengalaminya. Bukan hanya didaratan namun data detai
dari tata ruang laut pun juga masih belum mampu dioptimalkan. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN RI) tahun 2005 – 2025 dikatan bahwa
kondisi tata ruang wilayah maupun perairan Indonesia saat ini dalam kondisi kritis. Bahkan
dikatan bahwa salah satu faktor tidak optimalnya pengelolaan sumberdaya alam dikarenakan
permasalahan tata ruang yang ada di negara ini. Ada banyak dampak yang ditimbulkan dari
permasalah tata ruang seperti terjadi ketimpangan dalam pengelolaan sumberdaya alam,
pemanfaataan kawasan yang tidak sesuai dengan kriteria sehingga berdampak terhadap
lingkungan, pembangunan/industri dikawasan rawan bencana, pemetaan potensi bencana,
konflik perbatasan wilayah, tidak optimalnya pengelolaan industri transportasi darat maupun
lau serta masih banyak lagi dampak negatif akibat lemah sistem tata ruang negara ini.
Permasalahan tata ruang ini tentunya bisa saja diselesaikan jika perencanaan pembangunan
dalam sektor apapun di negara ini dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir.
Pembangunan yang serta merta dilakukan atas dasar otonomi daerah tanpa
mempertimbangkan konsep tata ruang laut yang telah diatur akan mengacaukan kondisi tata
ruuang di Indonesia. Pembangunan didaerah akan bersentuhan lansung dengan berbagai
lapisan masyarakat. Oleh karena program-program pembangunan yang dicanangkan ditingkat
daerah sudah seharusnya terintegrasi dengan perencanaan tata ruang yang telah diatur
sebelumnya dalam rencana tata ruang wilayah.

2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah :
a. Bagaimana peran BIG dalam mewujudkan One Map Policy??
b. Bagaimana Peran Informasi Spasial dalam mewujudkan percepatan pembangunan di
Indonesia?

3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan gagasan berupa informasi dalam
mewujudkan one map policy yang menjadi agenda penting di Indonesia dalam upaya
meningkatkan percepatan pembangunan Nasional. Adapun manfaat yang didapatkan
diharapkan tulisan ini bisa memberi kontribusi dalam menyelesai kendala kendala yang
dihadapi Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam mewujudkan salah satu agenda prioritas
Nawacita

BAB II. PEMBAHASAN

Badan Informasi Geospasial (BIG) harus lebih sigap dan proaktif dalam melihat
program percepatan pembangunan di Indonesia. Memprioritaskan kawasan yang memiliki
program nasional percepatan pembangunan sehingga penataan kawasan lebih optimal.
Kemajuan teknologi terutama dibidang IT menjadikan masyarakat lebih cerdas dalam memila
mila data. Kebutuhan masyarakat akan data informasi spasial menjadi tugas utama bagi BIG
untuk menyelesaikan program One Map Policy. Berbagai kendala menjadi tantangan utama
bagi BIG dalam menyelesaikan program ini seperti : 1. Belum memiliki “tangan” di daerah
dalam hal tenaga ahli yang menyusun konsep pembangunan didaerah sehingga terintegrasi
dengan data yang telah ditetapkan di pusat, 2. Kebutuhan data 1:50.000 padahal didaerah
rencana detail tata ruang mencapai 1:5.000 dan hal inipun terus berubah dengan percepatan
pembangunan daerah, 3. Data peta 1:1000 sangat terbatas bahkan hanya mencapai 1% di
Indonesia, 4. Minimnya ketersedian Peta dasar berskala besar, 5. Terbatas nya sumberdaya
yang ahli dibidang tata ruang.
Kendala-kendala ini tentunya menjadi tantangan utama bagi badan Informasi
Geospasial (BIG) dalam menjalankan program ini. Oleh karena itu BIG harus segera
berbenah diri mulai dari memprioritaskan kawasan atau daerah yang memiliki tingkat
pembangunan yang tinggi serta menyelesaikan secepatnya peta tematik maupun peta dasar
sebagai bahan acuan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan untuk percepatan
pembangunan di Indonesia. Pada dasarnya kebutuhan suatu negara akan peta untuk
percepatan pembangunan memang harus diselesaikan pasalnya peta merupaka sumberdaya
yang paling penting menyangkut aspek kehidupan dan pembangunan serta eksistensi negara.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh badang Informasi geospasial
terkait pemetaan di Indonesia. Kalau kita melihat sejarah periodisasi pembangunan informai
geospasial sejak tahun 1969 – sekarang perkembangan nya sudah cukup pesat dan
meningglakn sejumlah pekerjaan rumah yang belum dioptimalkan. Tahun 1969 – 1978
dimana merupakan periode membangun fondasi penyelenggaraan surta IG ditanah air.
Lembaga yang dibentuk pemerintah melalui KEPRES No. 83 tahun 1969 memperkenalkan
konsep pembangunan srta IG terpadu yaini memadukan antara kegiatan pemetaan dasar dan
Inventarisasi Sumberdaya Alam. Berbagai isu yang menunjang pembangunan nasional
menjadi prioritas seperti mengintegrasi kegiatan pemetaan dasar dengan pembangunan
Nasional, pentahapan pelaksanaan pemetaan dasar nasional, kerjasama Internasional guna
peningkatan kemampuan dibidang pemetaan. Tahun 1979 – 1988 menjadi periode yang sibuk
bagi BAKOSURTANAL selain melanjutka proyek yang telah lahir sebelumnya serta
meneruskan membangun jaringan kontrol BAKOSRTANAL dalam melakasanalkan proyek
baru. Pada periode inilah BAKOSRTANAL memproduksi peta rupa bumi wilaya sulawesi
dan Kalimantan dengan skala 1:25.000 . Tahun 1989 – 1998 disebut sebagai era Transformasi
Manual ke digital, memasuki dasawarsa ketiga program pemetaan ini menjadi program
digitalisasi peta untuk mendukung pembangunan berbasis Informasi geografis. Pada periode
ini pemetaan yang dilakukan berfokus pada potensi sumberdaya kelautan yang sampai saat
ini masih menyisahkan problematika yang terbilang sangat kompleks. Tahun 1999 – 2008
menjadi era pembangunan Informasi data spasial Nasional hal ini seiring dengan keluarnya
KEPRES No. 178 Tahun 2000 tentang organisasi dan tugas lembaga pemerintah non
departemen. Pada periode ini pembangunan sektor darat maupun lautan menjadi fokus
informasi spasial yang dikembangkan untuk percepat pemabangunan dimasing masing
bidang. Penguatan ini pembangunan juga harus dilandasi dasar hukum dalam konsep
perencanaanya, oleh karena itu di tahun 2009 barulah dibentuk Landasan hukum
Penyelenggaraan Informasi Geospasial. Lalu bagaimana perkembangan Informasi Geospasial
saat ini? Hal inilah yang bisa dijadikan langkah strategi dalam mendukung program
pemerintah dalam mewujudkan stu peta untuk memajukan negeri dengan menyelasaikan
program peta dasar dan temati diberbagai bidang darat maupun laut untuk memenuhi
kebutuhan dasar informasi spasial sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan untuk
percepatan pembangunan yang ada di Indoensia.

III. PENUTUP
Peta merupakan wajah suatu negara, dengan menatap produk peta dari masa ke masa
jela menggambarkan bagaimana perkemabang suatu negara. Peran peta sangat besar dalam
berbagai kebutuhan terutama dalam hal pembangungan nasional. Konsep pembangunan
sudah seharusnya berbasis pada peta agar upaya dalam mengintegrasi pembangunan yang ada
didaerah sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam membuat kebijakan terkait percepatan
pembangunan disuatu daerah. Pembangunan yang tertata tentunya akan memberikan ruang
yang lebih baik dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ada di negara kita. Capaian lima
tahun terakhir Badan Informasi Geopasial (BIG) belum mampu mengoptimalkan
pembangunan berbasis informasi spasial oleh karena ini hal ini menjadi penting untuk terus
dikembangkan dalam mewujudkan peraturan Presiden nomor 09 tahun 2016 tentang
percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada ruang dan dalam rangka mendorong
penggunaan informasi geospasial guna pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk
mendukung terwujudnya agenda prioritas NAWACITA

VI. REFERENSI

MAPIPTEK, Yuni Ikawati, Dwi Ratih setiawati. 2016. Peran Informasi Geospasial dalam
Pemabangunan Indonesia. Badan Informasi Geospasial kerjasama MAPIPTEK.
Perpustakaan Nasional. BIG kerjasama MAPIPTEK. Bogor

Badan Informasi Geospasial. 2017. Percepatan Pembangunan Berbasis Data dan Informasi
Geospasial. Badan Informasi Geospasial (BIG). Majalah Geospasial Indonesia. Vol No. 1
Januari – April 2017. Bogor.
Lampiran :

BIODATA PENULIS

Nama : Syafriman Ali

Sub tema : Teknologi

Asal PT : Universitas Hasanuddin

Jurusan : Ilmu Kelautan

Email : Syafriman040216@gmail.com

Hp : 085343660483

Anda mungkin juga menyukai