Anda di halaman 1dari 3

BAB I

KAJIAN TEORI
Informasi Geospasial (IG) merupakan suatu informasi dasar yang dapat menjadi fondasi
pembangunan apabila menjadi rujukan berbagai stakeholder untuk pembangunan Indonesia. Untuk itu
semua maka diperlukan adanya Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) yang mengandung makna Satu
Referensi, Satu Standard, Satu Database dan Satu Geoportal.
Kebijakan Satu Peta sebagai satu-satunya referensi nasional, dicanangkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, pada tahun 2010. Selain penyelenggaraan informasi geospasial terdapat
beberapa kenyataan bahwa: 1) banyak peta yang dibuat oleh berbagai K/L dengan spesifikasi sesuai
kebutuhan masing-masing, 2) kebutuhan yang berbeda menyebabkan perbedaan spesifikasi informasi
peta tematik yang dapat menimbulkan kesimpangsiuran informasi, dan 3) masih diperlukan mekanisme
untuk menyatukan keberagaman menuju kesatuan informasi geospasial dasar dan tematik nasional.
Peluncuran Satu Peta Tematik Nasional merupakan implementasi UU No. 4/2011 tentang
Informasi Geospasial, yaitu mendorong eksistensi Informasi Geospasial Tematik (IGT) menjadi bagian
penting dalam kebijakan pembangunan sebagai Informasi Spasial Dasar (IGD). Pentingnya "One Map
Policy" yaitu untuk menyelesaikan tumpang tindih ketidakjelasan pemilikan hutan dan lahan. Satu Peta
ini dapat menjadi rujukan penggunaan data oleh berbagai kementerian dan lembaga terkait serta
Pemda, sehingga akan meningkatkan daya guna dan efisiensi penyelenggaraan IGT secara nasional.
Pada 19 Juni 2015, melalui Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor
172/KEP/BSN/6/2015 telah ditetapkan tiga Standar Nasional Indonesia (SNI) Bidang Informasi
Geografi/Geomatika. Ketiga SNI tersebut adalah SNI ISO 19144-1:2015 tentang Informasi geografis Sistem Klasifikasi - Bagian 1: Struktur Sistem Klasifikasi, SNI ISO 19144-2:2015 tentang Informasi
geografis - Sistem Klasifikasi - Bagian 2: Meta Language Penutup Lahan/ Land Cover Meta Language
(LCML), dan SNI ISO/TS 19158:2015 tentang Informasi geografis - Jaminan kualitas penyediaan data.
Dengan ditetapkan 3 (tiga) SNI baru bidang informasi geografi/geomatika tersebut, para
stakeholder dan BIG sendiri dapat memanfaatkan dan menyebarluaskan SNI ini dalam rangka
mewujudkan informasi geospasial yang berstandar, sehingga dapat menghasilkan fungsi atau kegunaan
yang tepat guna dan berkualitas. Pada akhirnya untuk menghasilkan IG yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga One Map Policy dapat berjalan dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Implementasi Peta tunggal di BPN-RI
Ada beberapa strategi yang telah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia yaitu: pertama,
penggunaan one map policy untuk pemetaan lahan menggunakan satu database geospatial, geoportal
dan standar yang sama, kedua komitmen terhadap tata ruang, ketiga penegakan hukum dan keempat
koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta Institusi/Lembaga terkait.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN telah mencanangkan program Geo-KKP
(Komputerarisasi Kantor Pertanahan) untuk pemetaan bidang tanah yang telah terdaftar. Geo KKP
adalah sistem pelayanan pertanahan yang sudah menggunakan aplikasi komputer di kantor pertanahan.
Geo KKP itu sendiri diperkenalkan bulan Oktober 2011 oleh BPN RI. Dengan adanya program Geo
KKP ini, maka kantor pertanahan seluruh Indonesia berlomba-lomba mencapai persentase tertinggi
dalam rangka melakukan digitalisasi data-data di pertanahan baik data spasial maupun data tekstual.

Bidang tanah yang terdaftar (Buku Tanah dan GS/SU) disimpan dalam aplikasi GeoKKP yang
merupakan data tekstual sedangkan peta masuk ke aplikasi server yang bisa diimpor melalui aplikasi
AutoCad 2009 sebagai data spasial yang sudah terinstal oracle clients dengan peta yang
bergeoreference.
Baru-baru ini Badan Pertanahan Nasional telah meluncurkan satu aplikasi Internet GIS yang
bertajuk Peta Online (http://map.bpn.go.id/). Dalam aplikasi ini terdapat lumayan lengkap mengenai
data-data spasial maupun non spasial bahkan juga terdapat link pencarian transaksi pertanahan. Secara
visual, widgets ataupun tools yang disediakan sudah cukup memadai. Di sini juga ada beberapa menu
pilihan terkait dengan jenis peta yang ingin ditampilkan. Kita bisa memilih peta garis, ataupun citra
satellit yang terkait dengan peta-peta tematik seperti peta dasar, peta pendaftaran, peta penatagunaan
tanah. Bahkan kita juga bisa memilih nomor lembar serta jenis proyeksi. Hal itu sangat membantu bagi
beragamnya kebutuhan peta pada masyarakat. Penyediaan beberapa proyeksi peta juga memberi
keleluasaan bagi pengguna. Pada dasarnya ada dua jenis proyeksi yang digunakan di BPN yaitu TM3
yang dipakai pada peta cadastral dan UTM yang dipakai pada peta-peta penatagunaan tanah maupun
penguasaan tanah.
B. Permasalahan yang Dihadapi
Dalam pelaksanaannya di BPN khususnya Geo KKP, memang masih dijumpai beberapa
permasalahan. Misalnya, data tekstual dan data spasial ( Buku Tanah dan Surat ukur ) yang tidak
sinkron, data tekstual ganda (Nomor Hak, Nomor Surat Ukur dan NIB Ganda), dokumen yang tidak
ditemukan dalam bundel/warkah, dan pada data spasial belum semua bidang tanah terdaftar
(bersertipikat) terpetakan pada peta pendaftaran termasuk bidang tanah yang bermasalahan/obyek
sengketa pertanahan. Data yang diharapkan ideal adalah terintegrasinya semua data pertanahan secara
lengkap baik testual maupun spasial dan telah diplotkan dalam peta pendaftaran tanah digital ( Geo
KKP ).
Selain itu, banyak terdapat bidang-bidang tanah yang telah terdaftar namun tidak memiliki
koordinat baik UTM maupun TM3. Hal ini tentunya memberikan hambatan dalam proses plotting pada
peta pendaftaran. Untuk dapat memetakannya maka petugas harus turun langsung ke lapangan
mengambil koordinat bidang tanah tersebut. Permasalahannya, sejauh ini tidak ada kegiatan yang
secara khusus untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sudah sejak lama terdaftar, namun belum
memiliki sistem koordinat nasional. Pemetaan hanya dilakukan apabila ada permohonan terhadap
bidang tanah tersebut contohnya apabila dilakukan pemisahan, pemecahan, penggantian blanko
sertipikat, yang tentunya berkaitan dengan biaya.
Ada beberapa hal yang harus dievaluasi dari Peta Online BPN. Masalah utama adalah
ketersediaan data yang masih belum memadai. Sebagai contoh pada kita mencoba menampilkan peta
pendaftaran tanah pada suatu kabupaten ternyata tidak muncul. Dan itu juga berlaku pada peta
penatagunaan tanah. Tentunya hal ini wajib dibenahi guna memaksimalkan sistem yang sudah tersedia.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penambahan bantuan (help) menu yang dapat memberikan
gambaran bagi pengguna bagaimana cara menggunakan Peta Online. Selain itu adalah masalah dengan
kemampun server dalam mentransfer data serta stabilitasnya. Hal ini mengingat seringnya website BPN
error saat diakses apalagi untuk mengakses Peta Online yang lebih membutuhkan bandwith yang besar.
C. Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan

Bagi pemerintah RI khususnya BPN harus melakukan upaya-upaya antara lain:


1.

Percepatan pemenuhan Informasi pertanahan dalam bentuk peta-peta digital sebagai Referensi
Tunggal dalam penyelenggaraan Pendaftaran tanah Nasional untuk kepentingan pembangunan
nasional

2.

Fokus Pemetaan bidang-bidang tanah skala besar secara bertahap dan berkelanjutan.

3.

Pemenuhan kebutuhan Citra Satelit Tegak Resolusi Tinggi, sebagai alternatif peta dasar sebelum
peta dasar yang diperlukan dapat tersedia.

4.

Percepatan penyelesaian pemetaan batas wilayah (batas negara, batas maritim dan batas
administrasi bekerjasama dengan instansi terkait)

5.

Informasi dibidang Pertanahan harus dapat diperoleh dengan mudah dan cepat oleh para pengguna
dengan biaya yang murah.
Selain upaya upaya-upaya dengan melakukan proses percepatan digitalisasi peta-peta dasar dan

peta-peta pendaftaran yang ada, BPN hendaknya melakukan entry data tekstual dengan teliti dan
cermat serta memperhatikan ketentuan teknis yang ada agar dapat menghasilkan sebuah database
dengan kualitas data yang baik. Selain itu, pihak BPN dapat memberikan pendidikan dan pelatihanpelatihan teknis yang menunjang tercapainya peta tunggal pertanahan tersebut sehingga dapat
mengikuti perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju dan berkembang.
Untuk dapat mengurangi permasalahan sengketa dan konflik Pertanahan, maka harus ada peta
tematik khusus yang memetakan persebaran masalah pertanahan dengan berpedoman pada peta-peta
yang sudah ada sebelumnya sehingga permasalahan tersebut dapat terpetakan dengan baik dan mudah
dalam melakukan pengawasan serta pengendalian masalah-masalah pertanahan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sejumlah daerah di Indonesia banyak terjadi tumpang tindih kepemilikan dan penguasaan
lahan, yang berpotensi memicu konflik sosial. Hal ini disebabkan karena sejumlah instansi memiliki
peta berdasarkan sektoral dan kepentingan masingmasing, sehingga dapat menimbulkan masalah
antara pemerintah dengan pengusaha, pemerintah dengan masyarakat, pengusaha dengan masyarakat,
bahkan antar sesama instansi pemerintah. Untuk itu diperlukan kebijakan One Map Policy untuk
mengurangi permasalahan tersebut. Untuk menunjang pelaksanaan kebijakan tersebut, pihak BPN telah
melakukan beberapa upaya antara lain pengaplikasian Program Geo KKP dan Aplikasi Peta Online
yang berbasis internet.
B. Saran
Dalam menerapkan peta tunggal, antar instansi pemerintahan sebaiknya menjalin komunikasi
dan kerjasama yang intensif, agar tidak ada perbedaan persepsi yang dapat menghambat terwujudnya
kebijakan peta tunggal tersebut.
Bagi BPN sendiri program yang sudah berjalan seperti Geo KKP dan Peta Online masih harus
dibenahi. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM sangat diperlukan untuk menunjang program
tersebut. Selain itu harus ditingkatkan pula sarana dan prasarana yang memadai misalnya dari segi
hardware dan softare pengelolaan data, serta peningkatan kapasitas server pusat agar mengurangi
terjadinya kesalahan/error saat dilakukan akses terhadap data-data yang ada oleh pihak yang
membutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai