Anda di halaman 1dari 17

1

TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN DENGAN


KEBIJAKAN SATU PETA (ONE MAP POLICY)

HUTAMA WIDYA PUTRA


NIM/T: 22314016
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Koresponden email: hutamawidyaputra@gmail.com

Abstrak : Sesuai dengan dasar pelaksanaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat


Nomor IV/MPR/1978, bahwa Presiden mengeluarkan kebijakan terkait pertanahan
kebijakan tersebut yaitu Catur Tertib Pertanahan yang dimuat di Keputusan Presiden
Nomor 7 Tahun 1979 salah satunya isinya yaitu tentang Tertib Administrasi Pertanahan.
Pelaksanaan tertib administrasi pertanahan merupakan salah satu tugas dari Kementerian
Agraria Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Banyak nya
permasalahan di bidang pertanahan terutama dalam sengketa kepemilikan dan sertipikat
ganda mendorong pemerintah dalam memberikan kebijakan terkait pembenahan data
spasial yang berkualitas dengan kebijakan satu peta (KSP) atau One Map Policy (OMP).
Adapun tujuannya yaitu demi terselenggaranya tertib administrasi pertanahan kebijakan
satu peta ini dapat memudahkan untuk jangka waktu yang panjang dalam mengatasi
permasalahan terutama dalam bidang agraria karena setiap stakeholder atau instansi yang
bersangkutan saling memberikan informasi terkait bidang tanah. Penulisan ini mengunakan
metode yaitu dengan metode deskriptis kualitatif. Kebijakan satu peta dapat mengatasi
permasalahan pertanahan terutama dalam pembenahan tertib administrasi. Sehinggan
dapat disimpulkan bahwasannya dengan terealisasinya kebijakan satu peta dapat
meminimalisir terjadinya sengketa agraria dengan demikian tertib administrasi pertanahan
dapat terwujud.

Kata Kunci : Tertib Administrasi Pertanahan, Kebijakan Satu Peta, Sengketa.

A. Pendahuluan
Peran penting tanah sangat besar dalam keberlangsungan hidup
manusia. Sesuai dengan amanat Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 terutama pasal 33 ayat (3) yang berbunyi bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Disamping itu peran
manusia terhadap tanah juga sangat dibutuhkan, terutama dalam menjaga
dan memelihara tanah sesuai dengan fungsi dan manfaat tanah. Kewajiban
tersebut dituangkan dalam peraturan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut juga dengan istilah
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
2

Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, banyak


kebijakan-kebijakan pertanahan yang muncul. Salah satu kebijakannya
adalah kebijakan satu peta (KSP) atau One Map Policy (OMP). Kebijakaan
satu peta ini muncul ketika pada saat Pemerintanah Presiden SBY atau
Susilo Bambang Yudhoyono meminta data luas tanah terkait peta melalui
Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
(UKP4) serta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, tetapi antara
kedua data tersebut ternyata tidak sesuai. Sehingga Presiden pada saat itu
memerintahkan lembaga Badan Informasi Geospasial untuk membuat
kebijakan satu peta (KSP) atau One Map Policy demi menyatukan berbagai
informasi terkait peta bidang tanah dari berbagai kepentingan ke dalam satu
informasi peta yang terintegrasi, sehingga tumpang tindih informasi bidang
tanah tidak terjadi. (Silviana, 2019)
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan pembangunan maka informasi
geospasial sangat diperlukan, maka dari itu pada tahun 2016 tepatnya
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres No. 9 Tahun 2016 berisi
tentang bagaimana proses Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
(KSP) terutama pada ketelitian peta 1:50.000 dengan mengacu pada sistem
referensi geospasial, satu basis data, satu informasi dan satu geoportal demi
terlaksananya pembangunan nasional yang berkelanjutan. (Shahab, 2016)
Terkait kebijakan yang telah dibuat untuk mewujudkan peta tunggal
(OMP) maka Presiden Joko Widodo memberi intruksi kepada Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk
secepatnya merealisasikan. Kebijakan OMP juga sarah dengan program
prioritas pemerintah terkait reforma agraria.
Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.
IV/MPR/1978, Pemerintah memberikan kebijakan pertanahan yang dikenal
dengan istilah catur tertib pertanahan yang tertulis dalam Keputusan
Presiden No. 7 Tahun 1979, meliputi :
a. Percepatan pelayanan pertanahan;
b. Menyajikan peta dan data penggunaan lahan, sebagai acuan dalam
perencanaan kegiatan pemerintah mengenai pembangunan nasional;
3

c. Menyusun daftar pemilik tanah, tanah dengan kelebihan luas yang


memiliki batas toleransi, tanah yang pemiliknya tidak berada dalam satu
wilayah atau disebut tanah absente serta tanah yang dikuasai negara;
d. Memperbaiki daftar kegiatan yang ada di Kantor Pertanahan dan juga
yang ada di kantor PPAT;
e. Melakukan pengukuran dan pemetaan bidang tanah untuk menerbitkan
sertipikat hak atas tanah.
Tertib administrasi pertanahan merupakan tugas dari Kementerian
Agraria dan Tata Ruang (ATR), yaitu melaksanakan kebijakan pendaftaran
hak atas tanah. Untuk pelaksanaan tugasnya Kementerian ATR
menggunakan unit kerjanya yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang
berada di setiap kabupaten/kota di Indonesia (Ardani, 2019) .
Konflik terkait pertanahan sering terjadi dikarenakan ketidaksesuaian
data informasi pertanahan. Pelayanan administrasi pertanahan tidak
sepenuhnya lengkap karena kurang ketersediaan data informasi yang valid
dan akurat, contohnya dalam sebuah wilayah dinyatakan bahwasannya
wilayah tersebut berada dalam kawasan hutan, sedangkan kenyataan
dilapangan merupakan Kawasan permukiman. Dari sini pentingnya
administrasi pertanahan sangat dibutuhkan untuk menghapus kesenjangan
sosial di masyarakat.
Banyak kajian yang meneliti tentang pelaksanaan tertib administrasi
pertanahan dan juga tentang kebijakan satu peta (KSP) atau One Map
Policy tetapi belum ada yang memadukan kedua hal tersebut. Oleh karena
itu penulis merumuskan judul “Tertib administrasi dengan kebijkan sau peta
(One Map Policy)”

B. Metode
Penulisan Tentang Tertib Administrasi dengan Kebijakan Satu Peta (One
Map Policy) menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan narasi
dari hasil penjabaran analisis, penggambaran situasi dan fakta dilapangan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan dari studi analisis tersebut
(Soekanto, 2012)
4

Sedangkan untuk analisanya digunakan metode studi literatur atau


Pustaka, bersumber dari teoritis yang berasal dari internet dan jurnal
(Melfianora, 2019) . Berdasarkam hal tersebut maka akan ditulis dan diolah
agar menghasilkan pemahaman yang baik dan benar. Dengan demikian
akan memudahkan pembada dalam memahami tulisan ini.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil
a. Pengertian Administrasi
Pengertian Administrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
atau KBBI adalah kegiatan yang dilakukan melalui proses meliputi
penetapan tujuan dan tata cara penyelenggaraan, pembinaan dalam
organisasi atau dapat diartikan juga kegiatan yang berkaitan dengan ketata
usahaan (Purwaningdyah & Wahyudi, 2014)
Pengertian administrasi dalam arti sempit adalah pencatatan dan
penyusunan data informasi secara berurutan atau sistematis yang bertujuan
untuk memudahkan dalam memperoleh atau mencari Kembali data tersebut
secara keseluruhan. Dengan demikian bisa disebut juga dengan tata usaha.
(Arabu & Amane, 2019)

Kegiatan ketata usahaan dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga), sebagai


berikut :
1. Korespondensi, merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
pemberian informasi secara tertulis kepada pihak yang ingin dituju.
Dalam memberikan informasi ini akan sangat berarti jika yang dituju
memberikan jawaban kembali. Alat atau sarana yang biasa digunakan
untuk kegiatan ini adalah surat menyurat.
2. Ekspedisi, merupakan kegiatan pencatatan segala data informasi baik
yang data masuk maupun data keluar untuk kepentingan dalam
maupun luar organisasi atau badan hukum. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan dalam mengetahui bahwasannya informasi sudah
diterima atau dikirim.
5

3. Pengarsipan, merupakan proses pengaturan atau penyimpanan


informasi secara urut atau sistematis yang bertujuan memudahkan
dalam pencarian kembali dokumen yang diperlukan secara cepat.
Menurut Perwaningdyah dan Wahyudi (2014) Pengertian administrasi
secara luas dapat diartikan sebagai usaha kerja sama antar sekelompok
orang yang pembagian kerjanya sudah ditentukan berdasarkan sumberdaya
yang dimiliki demi tujuan yang sudah disepakati.
b. Administrasi Pemerintahan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, yang tertera dalam pasal 1 angka 1 menjelaskan
administrasi pemerintahan merupakan tata laksana dalam pengambilan
keputusan dan/ atau tindakan oleh badan atau pejabat pemerintahan.
Sedangkan hukum administrasi pemerintahan itu sendiri termasuk dalam
kategori hukum publik (Leman, 2019) .
c. Administrasi Pertanahan
Menurut Rusmadi Murad (1991) , administrasi pertanahan merupakan
suatu kegiatan dan usaha yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan
pertanahan pemerintah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk
memperoleh tujuan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurut Rusmadi Murad (2013) Pelaksanaan administrasi pertanahan
memiliki beberapa kegiatan, kegiatan tersebut meliputi :
1) Pengaturan dan pengoperasian pengiriman, penyedia, penggunaan,
dan pemeliharaan sumber daya meliputi urusan pemerintah di bidang
Redistribusi tanah, kegiatan perizinan, Penertiban, Pengawasan dan
penertiban kepemilikan tanah serta pengenaan denda atau sanksi dan
lain-lain.
2) Pengurusan, penetapan, pengaturan, penciptaan dan pemeliharaan
jaminan kepastian hukum hak atas tanah yang dapat dialihkan
kepemilikan tanahnya, serta penegakan hukumnya.
3) Pelaksanaan kebijakan pertanahan dalam urusan negara , yaitu
penegakan terhadap hubungan hukum terkait perizinan tanah dan
penetapannya, serta administrasi sesuai dengan perjanjian.
6

4) Melaksanakan tugas administrasi pertanahan, yaitu kegiatan seperti


survei, pemetaan yang berkaitan dengan pemutakhiran data,
penentuan fisik tanah untuk meningkatkan dukungan akuntansi,
pendaftaran, pemeliharaan dan penertiban bukti surat.
5) Proyek Pengembangan Administrasi Pertanahan.
Dalam Pelaksanaan tugas dan fungsinya, administrasi pertanahan
ditanggungjawabkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional. Sesuai dengan tugasnya dalam bidang pertanahan
atau agraria serta tata ruang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
d. Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy
Kebijakan ini merupakan program strategis pemerintah berupa kebijakan
satu peta yang acuannya berdasarkan referensi standar geospasial, berbasis
satu data dan geoportal peta, dengan menggunakan ketelitian skala peta 1 :
50.000. Dari sudut pandang lain bahwasannya Kebijakan Satu Peta muncul
akibat adanya sistem pemetaan tanah yang belum sepenuhnya berhasil
dalam mendukung pembangunan nasional (Susanto et al., 2016) .
Banyaknya alasan latar belakang terkait kebijakan OMP ini muncul
dikarenkan masih banyak overlap data informasi. Keadaan ini sangat
merugikan dan membuat susah dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah
untuk kepentingan umum serta tata ruang nasional. Kerugian ini karena tidak
ada kecocokan atau keterpaduan antara data peta dengan peta yang lainnya
untuk suatu tujuan. Dengan itu maka suatu perencanaan yang sudah diatur
sedemikian rupa menjadi terhambat bahkan mengalami kegagalan, sehingga
kerugian materiil tidak bisa dihindari dan pembangunan wilayah menjadi
tidak terpenuhi serta pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada
lingkungan (Pinuji, 2016) .
Untuk tercapainya Kebijakan Satu Peta, maka dibentuk sebuah Tim
Rencana Aksi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta. Tim tersebut
melakukan tahapan dalam percepatan kebijakan satu peta meliputi 3 (tiga)
tahapan yaitu (Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta, 2020) :
7

1) Kompilasi yaitu tahapan mengumpulkan data informasi Geospasial


Tematik (IGT) dari Kementerian/Lembaga Walidata, Kelompok Kerja
Nasional IGT, dan Pemerintah Daerah di setiap provinsi;
2) Integrasi yaitu tahapan verifikasi atau pengesahan dan koreksi IGT
terhadap Informasi Geospasial Dasar (IGD).
3) Sinkronisasi yaitu tahapan terakhir penyelesaian permasalahan
overlap atau tumpang tindih antar data IGD yang sudah terintegrasi.

Gambar 1. Tahapan Kebijakan Satu Peta

2. Pembahasan
Tertib administrasi pertanahan perlu diselenggarakan, karena sangat
penting dalam kegiatan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah merupakan
serangkaian kegiatan pemerintah dalam hal ini yang menangani tentang
pertanahan atau agraria yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan meliputi pengumpulan informasi, pengolahan data,
pembukuan, dan penyajian data serta pemeliharaannya warkah, berupa
daftar peta terkait bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun,
serta pemberian tanda bukti hak atas tanah bagi bidang-bidang tanah yang
sudah memiliki haknya dan hak milik atas satuan rumah susun dan juga hak-
hak lain yang menanggungnya.
8

Dalam pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 mengenai pendaftaran tanah ,


tujuan pendaftaran tanah meliputi (Kartono, 2020) :
1) Menjamin perlindungan berupa kepastian hukum kepada pemilik
tanah, sehingga memudahkan dalam membuktikan kepemilikan hak
nya;
2) Penyedia informasi untuk berbagai pihak yang berkepentingan
termasuk juga pemerintah agar cepat dalam mendapatkan informasi
data yang di inginkan mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar;
3) Demi tercapainya tertib administrasi pertanahan.
Terdapat beberapa komponen yang berkaitan dengan kegiatan
adminstrasi pertanahan, ada 4 (empat) komponen utamanya yaitu :
1) Kepemilkan Tanah (Land Tenure)
Berbicara kepemilikan tanah atau legalitas hak atas tanah, setiap
penguasaan dan pemilikan tanah diatur dalam suatu produk hukum
yaitu sertipikat hak atas tanah. Penerbitan sertipikat tanah dilakukan
melalui proses pendaftaran tanah di kantor Badan Pertanahan
Nasional (BPN).
2) Nilai Tanah (Land Value)
Penentuan nilai tanah melalui penafsiran dengan mengacu pada nilai
pajak tanah, serta ajudikasi penilaian lahan.
3) Penggunaan Tanah (Land Use)
Berkaitan dengan upaya perencanaan penggunaan lahan suatu
wilayah melalui pembagian fungsi-fungsi tertentu, seperti fungsi
pemukiman, industri, perkebunan dan sebagainya. Fungsi tersebut
sesuai dengan aturan penggunaan lahan yang diperoleh dari masing-
masing tingkat pemerintahan.
4) Pengembangan Tanah (Land Develompment)
Merupakan penerapan dari perencanaan pembangunan infrastruktur
yang baru dengan perubahan penggunaan lahan melalui perizinan
dan skema pembaharuan lahan tetapi tanpa merusak lahan dan
menghasilkan keuntungan dari sisi ekonomi dan non ekonomi.
9

Administrasi Pertanahan memiliki tujuan yaitu membantu dalam


pemindahan kekuasaan tanah dan kebijakan pertanahan menjadi
manajemen pertanahan. Dilihat dari beberapa aspek, administrasi
pertanahan memiliki tujuan diantaranya :
1) Aspek Ekonomi
Administrasi pertanahan sangat diperlukan dalam membantu
percepatan pertumbuhan ekonomi melalui sumber daya yang efektif.
Bahkan dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperoleh
pendapatan melalui jual beli, sewa menyewa, perpajakan dan
pemberian.
2) Aspek Sosial
Administrasi pertanahan dapat dipergunakan sebagai pemerataan
distribusi suber daya. Sumber daya tersebut meliputi tanah itu sendiri,
fasilitas umum, fisilitas Kesehatan dan Lembaga Pendidikan sekolah-
sekolah, suaka satwa dan sebagainya.
3) Aspek Lingkungan
Administrasi Pertanahan dapat dimanfaatkan untuk melindungi
sumberdaya yang langka dan dilindungi. Misalnya sebagai pembatas
pemanfaatan daerah-daerah tertentu yang dimana daerah tersebut
sebagai daerah yang dilindungi.
4) Aspek Politis
Administrasi pertanahan menjadi salah satu cara sebagai penghubung
penduduk dengan pemerintah. Contohnya pada kasusu sengketa
lahan.
Menurut Dale P dan McLaughlin J (2011) bahwasannya administrasi
pertanahan memiliki fungsi yuridis, fisikal, dan manajemen informasi. Fungsi
ini merupakan pengelompokan kewenangan sebuah lembaga institusi untuk
melakukan survei dan pemetaan, pendaftaran tanah, dan penilaian tanah.
Maka dari itu, administrasi pertanahan mencakup fungsi-fungsi sebagai
berikut :
1) Fungsi Yuridis
10

Fungsi administrasi pertanahan dalam bidang yuridis berkaitan


dengan kekuatan jaminan hukum terkait penguasaan tanah melalui
pendaftaran tanah.

2) Fungsi Regulasi
Fungsi administrasi pertanahan dalam bidang regulasi biasanya
berkaitan dengan peraturan penggunaan tanah yang membatasi
pengembangan dan penggunaan tanah.
3) Fungsi Fisikal
Fungsi administrasi pertanahan dalam bidang fisikal berkaitan dengan
kegiatan pembayaran pajak bumi dan bangunan serta biaya
perolehan tanahnya. Disamping itu juga berkaitan dengan penentuan
nilai tanah serta peningkatannya.
4) Fungsi Manajemen Informasi
Fungsi administrasi pertanahan dalam bidang manajemen informasi
merupakan tahapan proses pengolahan, pengumpulan, penyimpanan,
pencabutan kembali, penyebaran serta penggunaan informasi
pertanahan. Manajemen informasi merupakan gabungan dari ketiga
komponen kadaster hak, kadaster fisikal, dan sistem informasi zonasi.
Sebuah sistem administrasi pertanahan yang baik dapat memberikan
manfaat berupa :
1) Jaminan kepastian hak atas tanah, menjadikan pegangan pemilik
tanah untuk mempertahankan haknya dari klaim orang lain.
2) Keseimbangan sosial, pengakuan dari negara berupa catatan
administrasi mengenai informasi tanah memberikan perlindungan
kepada pemilik tanah apabila nanti ada yang menggugat maka
akan lebih mudah untuk penyelesaiannya.
3) Kredit, memberikan kemudahan dan mengurangi informasi yang
tidak pasti melalui kewenangan pada kreditor untuk memastikan
apakah potensi tanah yang telah memiliki hak ini terpenuhi untuk
jaminan peminjaman.
11

4) Proses perbaikan lahan, yang dimana jaminan kepemilikan tanah


dapat meningkatkan keinginan pemegang hak untuk berinvestasi
karena untuk mendapatkan untung. Perbaikan infrastruktur
menjadikan faktor alasan yang dapat meningkatkan nilai tanah.
5) Produktivitas, faktor nilai tanah, peralihan lahan, kepemilikan,
pembangunan infrastruktur, HAT dapat untuk meyakinkan
bahwasannya suatu lahan sedang mengalami perkembangan
secara baik.
6) Likuiditas, ketika dimana hak atas tanah sudah memiliki legalitas
formal maka nilai tukarnya sangat cepat dalam skala yang besar
dan pada harga yang rendah.
Untuk menangani permasalahan pertanahan yang semakin kemari
semakin kompleks, maka penertiban administrasi pertanahan harus segera
di benahi. Sengketa pertanahan muncul kebanyakan diakibatkan karena
kurang tertibnya administrasi pertanahan khususnya terkait peta hasil
pengukuran dengan peta informasi yang lain. Sehingga muncul gagasan dari
pemerintah terkait Kebijakan Satu Peta.
Kebijakan Satu Peta bertujuan untuk memperbaiki sistem pemetaan
tanah nasional. OMP memiliki fungsi untuk referensi perbaikan data
Informasi Geospasial Tematik (IGT), acuan dalam pemanfaatan ruang yang
terintegrasi dengan susunan Rencana Tata Ruang
(Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta, 2022)
.
Dalam rapat terbatas terkait pelaksanaan kebijakan satu peta yaitu pada
tanggal 6 Februari 2020, Presiden memberikan arahan strategis bagi
pelaksanaan PKSP, antara lain menyepakati untuk melanjutkan pelaksanaan
PKSP melalui amandemen Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 dan
percepatan penataan ruang. resolusi tumpang tindih. memanfaatkan
pemerataan dengan mengutamakan hak-hak masyarakat dengan tetap
memperhatikan kepastian investasi. Selanjutnya, dengan dikeluarkannya
Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Percepatan Pelaksanaan
Kebijakan Peta Tunggal, implementasi Kebijakan tersebut dilanjutkan
12

dengan memperluas target jaringan menjadi 24 kementerian/sektor dan 34


provinsi, serta menambah 72 IGT baru menjadi 158 peta tematik.

Gambar.2 Tentang Target Kebijakan Satu Peta


Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021, untuk
mendapatkan peta yang dapat dibagikan dan dijadikan acuan bersama,
kegiatan PKSP memiliki 4 kegiatan utama, antara lain:
1) Kompilasi
Penyusunan adalah kumpulan Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang
dimiliki oleh Kementerian/Organisasi/Pemerintah Daerah. IGT disusun
meliputi 158 peta tematik sesuai rencana aksi lampiran Keputusan
Presiden No. 23/2021.
2) Integrasi
Integrasi adalah tindakan verifikasi dan koreksi IGT pada Peta Dasar
Informasi Geospasial (IGD).
3) Sinkronisasi
Sinkronisasi adalah operasi penyelarasan IGT yang terintegrasi penuh,
termasuk menyelesaikan masalah tumpang tindih antara IGT.
4) Berbagi Data, Informasi Geospasial Melalui Informasi Geospasial
Nasional
Produk dari kebijakan Peta terintegrasi dapat dibagikan melalui geo-
portal KSP dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
13

Kedepannya, secara bertahap produk IGT PKSP juga akan


didistribusikan ke masyarakat.

Gambar 3. Alur Kegiatan Percepatan Kebijakan Satu Peta


Implementasi dalam penerapan Kebijakan Satu Peta salah satunya
dengan pemetaan partisipatif masyarakat. melalui kegiatan tersebut yang
dilakukan oleh kelompok masyarakat yang menetap di suatu daerah.
Masyarakat yang tinggal diwilayah itulah yang mengetahui lebih dalam
mengenai keadaan situasi disana, sehingga mereka dapat membuat peta
situasi dengan mudah, lengkap dan akurat sesuai dengan tata guna tanah.
Pemanfaatan tanah yang kurang baik ditambah dengan tidak tertibnya
administrasi pertanahan mengakibatkan sulitnya masyarakat di Indonesia
untuk mendapatkan keakuratan data pertanahan.Untuk mendukung
kebijakan pemerintah terkait OMP maka masyarakat Indonesia harus sudah
mengubah pola pikirnya dengan berperan aktif mengikuti pemetaan
partisipatif masyarakat. Bukan hanya dengan itu saja, masyarakat harus
mengupgrade diri tentang pengetahuan terkait pemetaan. Maka pemerintah
harus mendukurng hal tersebut sebagai dasar dalam mensukseskan
Kebijakan Satu Peta.
Pemetaan partisipatif masyarakat memiliki manfaat yang banyak,
sebagai berikut :
1) Menambah wawasan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
hak atas tanah dan sumber daya alam, sehingga masyarakat akan
tumbuh dengan pemikiran yang baik;
14

2) Penggunaan peta sangat membantu dalam melakukan negosisai


dengan pihak lain, karena informasi yang jelas terkait pemanfaatan
dan kepemilikan suatu hak pada suatu wilayah tersebut;
3) Memberikan semangat untuk mempelajari pengetahuan sejarah
daerah tersebut serta kelembagaan yang mengatur dan juga
mengetahui keberagaman sumber daya yang ada.
4) Peta memudahkan pihak dari luar untuk mengerti suatu wilayah
tersebut serta sekaligus sebagai pengakuan dari pihak luar.
5) Peranserta masyarakat akan tumbuh baik berupa tenaga, waktu,
material lainnya sehingga sistem kelembagaan yang ada di daerah
tersebut menjadi baik dan dapat menjadi contoh untuk yang lainnya.
Dengan adanya partisipasi masyarakat terkait pemetaan maka sangat
di harapkan oleh pemerintah dalam membuka jalan kemudahan untuk dalam
upaya mengidentifikasi, mengumpulkan informasi dan menginventarisasi
kekayaan ruang yang ada pada suatu wilayah tersebut.
Dalam mewujudkan tertib administrasi pertanahan masih dalam proses
perjalanan, dikarenakan masih banyak permasalahan terkait informasi
bidang tanah sehingga pemerintah terus mengembangkan kebijakan satu
peta untuk menangani permasalahn tersebut.

D. Kesimpulan
Tertib Administrasi Pertanahan dengan Kebijakan Satu Peta atau One
Map Policy masih dalam proses pembenahan baik dari sektor
kelembagaannya maupun partisipasi masyarakatnya. Dalam upaya tersebut
maka dengan peran aktif masyarakat dalam memetakan bidang-bidang
tanah sangat penting. Dengan kebijakan satu peta yang sudah berjalan
dengan baik maka dari sektor administrasi pertanahan akan baik pula.
Sehingga permasalahan yang muncul akan lebih mudah untuk diselesaikan
dengan satu peta, satu database, dan satu informasi dengan One Map
Policy. Unsur pendukung lainnya seperti peran serta setiap lembaga dan
badan hukum yang berkaitan dengan penyedia informasi harus ikut berperan
aktif dalam upaya tercapainya Kebijakan Satu Peta.
15

D. Saran/Rekomendasi
Untuk pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan dari sektor bawah
yaitu langsung pada masyarakatnya, sehingga langsung tepat sasaran,
karena masyarakat yang lebih paham dengan kondisi suatu wilayah dimana
mereka tinggal. Dengan pemahaman tersebut maka suatu kebijakan yang
ada di atas akan mudah terlaksana.
Permasalahan pertanahan sangatlah kompleks, hal ini harus segera di
selesaikan. Karena jika dibiarkan semakin lama akan semakin sulit. Dengan
kemajuan teknologi yang ada, pemerintah harus pandai pandai dalam
mengeluarkan sebuah kebijakan agar kebijakan yang ada bisa terlaksana.

E. Ucapan Terima kasih


Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan karunianya Nya, saya bisa
menyelesaikan tulisan ini. Penulisan ini dilakukan dalam rangka untuk
memenuhi salah satu tugas Bahasa Indonesia.
Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Bapak M. Nazir Salim,
S.S., M.A selaku Dosen Bahasa Indonesia atas segala bantuan dan
bimbingannya dalam menyusun tulisan ini. Penulis berharap kritik dan
saran yang membangun agar dapat menyepurnakan tulisan ini.
Pada akhirnya penulis mengucapkan terimakasih dan semoga tuisan
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak lain yang membutuhkan.
16

Daftar Pustaka
Arabu, I. la, & Amane, A. P. O. (2019). PENDAMPINGAN PENDATAAN
ADMINISTRASI PERTANAHAN. MONSU’ANI TANO : Jurnal Pengabdian
Masyarakat, 2(1). https://doi.org/10.32529/tano.v2i1.233
Ardani, M. N. (2019). Penyelenggaraan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan
Untuk Menunjang Pelaksanaan Kewenangan, Tugas dan Fungsi i Badan
Pertanahan Nasional. Administrative Law and Governance Journal, 2(3).
https://doi.org/10.14710/alj.v2i3.476-492
Dale, P., & McLaughlin, J. (2011). Land Administration.
https://doi.org/10.1007/978-94-007-1667-4_15
Kartono, S. A. (2020). Politik Hukum Pertanahan Dalam Rangka Percepatan
Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Esensi Hukum, 2(1).
https://doi.org/10.35586/esensihukum.v2i1.17
Leman, M. Y. (2019). FUNGSI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014
TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN TERHADAP KUALITAS
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA. JURNAL
PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH, 19(1).
https://doi.org/10.33592/pelita.vol19.iss1.70
Melfianora. (2019). Penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan Studi Literatur. Open
Science Framework.
Pinuji, S. (2016). INTEGRASI SISTEM INFORMASI PERTANAHAN DAN
INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL DALAM RANGKA PERWUJUDAN ONE
MAP POLICY. BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 2(1).
https://doi.org/10.31292/jb.v2i1.31
Purwaningdyah, M. W., & Wahyudi, A. (2014). Konsep Dasar Administrasi dan
Administrasi Pertanahan. Administrasi Pertanahan.
Rusmadi Murad. (1991). Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah.
Rusmadi Murad. (2013). Administrasi Pertanahan Pelaksanaan Hukum
Pertanahan Dalam Praktek. Mandar Maju, 16.
Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta. (2022). Tentang Percepatan
Kebijakan Satu Peta (PKSP).
Shahab, N. (2016). Indonesia : One Map Policy. Open Government Partnership.
Silviana, A. (2019). Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) Mencegah Konflik di
Bidang Administrasi Pertanahan. Administrative Law and Governance Journal,
2(2). https://doi.org/10.14710/alj.v2i2.195-205
Soekanto, S. (2012). Pengantar penelitian hukum / Soerjono Soekanto | OPAC
Perpustakaan Nasional RI. In UI Press.
Susanto, A., Subarya, C., & Poniman, A. (2016). Kebijakan Satu Peta; Momentum
Reformasi Penyelenggaraan Informasi Geospasial Nasional. Seminar Nasional
Geomatika 2016.
17

Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta. (2020). LAPORAN PELAKSANAAN


PERCEPATAN KEBIJAKAN SATU PETA (PKSP) TAHUN 2016-2020.
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, cet. 1.

Anda mungkin juga menyukai