Isu Alih Fungsi Lahan Sawah dan Jawaban Pemerintah
Kebutuhan pokok, khususnya "papan" menjadikan perhatian serius dewasa ini.
Pembangunan jalan, perumahan dan infrastuktur lainnya penunjang kebutuhan sehari-hari semakin sering dan masif dilakukan. Hal ini merupakan penyesuaian perkembangan zaman yang sedang terjadi. Di Indonesia, hampir setiap saat kita disuguhkan dengan berbagai macam berita tentang program dan realisasi pembangunan yang dicanangkan oleh baik Pemerintah maupun kepentingan swasta. Sejalan dengan hal itu sudah semestinya pembangunan tidak bersifat pragmatis yang hanya berorientasi pada hasil dan mengesampingkan kepentingan masyarakat luas. Mengingat sebagian besar daerah di Indonesia memiliki area agraria atau pertanian luas, khususnya sawah yang merupakan mata pencaharian pokok masayarakat dan memiliki peran penting dalam menunjang kebutuhan pangan. Sudah seharusnya hal ini menjadikan dasar pemangku kepentingan baik pusat maupun daerah dalam merencanakan dan melakukan program pembangunan dengan se- maksimal mungkin tidak mengganggu dan mereduksi keberadaan area sawah tersebut. Berdasarkan data yang bersumber dari website BPS, luas sawah di Indonesia mengalami penyusutan dari kurun waktu 2012-2015 dari 8,12 juta Ha menjadi 8,08 juta Ha. Sejalan dengan itu data terbaru dari Kementerian ATR/BPN, pada tahun 2019 luas area sawah masih mengalami penurunan menjadi 7,46 Ha. Demikian juga hal yang sama dikemukakan oleh Kementerian Pertanian, luas area sawah memang terus mengalami fluktuasi, dan lebih sering turun. Namun, dari data tersebut bukan berarti dengan adanya penurunan luas sawah menjadikan kita semakin pesimis melihat ke depan, justru menjadikan titik balik untuk semua pihak bahwasannya “single data” yang akurat memang sangat diperlukan untuk optimalisasi rencana dan keberlangsungan serta keberlanjutan dari area sawah tersebut. Bayangkan saja, apa yang akan terjadi jika laju penurunan tersebut tidak terkendali. Bagaimana dengan keberlanjutan anak cucu kita nantinya. Oleh sebab itu perlu adanya langkah nyata dari Pemerintah dalam mengendalikan masalah tersebut. Seperti dalam pandangan penulis sebelumnya di mulai dengan membuat "one single data" area sawah yang akurat, dan bisa dijadikan rujukan data oleh semua pihak. Kemudian setelah itu diklasifikasikan kedalam beberapa kelas, area-area mana saja yg tidak boleh dialih fungsikan selain untuk kepentingan persawahan. Hal ini akan menjadikan kontrol dan notice bagi semua pihak bahwasannya dengan satu data tersebut merupakan acuan yang harus diikuti. Tentu saja untuk menuju hal tersebut dibutuhkan kerja keras dengan metode dan teknis pelaksanaan yang menurut penulis harus jelas dan ter-arah dari awal terlebih dahulu. Dimulai dengan penyediaan Citra Satelit Resolusi Tinggi maupun data pendukung citra foto akusisi dari drone yang dijadikan sebagai dasar dalam penentuan area sawah. Namun sebelum itu, tentu dengan tidak mengesampingkan data primer yang dimiliki oleh masing-masing Kementerian atau Lembaga terkait (BPS, BIG, BPN, KEMENTAN dan KLHK). Kemudian dengan melakukan kombinasi (overlay, selection data, quality control) dari data-data diatas dengan data akusisi terkini akan semakin semakin membuat hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Perpres No. 59 Tahun 2019 tentang Alih Fungsi Lahan Sawah menurut penulis merupakan jawaban dan langkah yang tepat dari Pemerintah. Dengan berbagai pertimbangan dan latar belakang, sehingga terbitlah aturan tersebut yang secara garis besar memuat beberapa bagian penting yang sudah semestinya menjadikan kontrol oleh semua pihak. Dimulai tentang Penetapan Lahan Sawah, Verifikasi dan Sinkronisasi Hasil serta Pelaksanaan Penetapan Peta Lahan Sawah yang merupakan bagian awal dalam menentukan satu data yang akurat. Dalam penjelasannya disebutkan juga sumber-sumber data dan metode yang digunakan, seperti misalnya ketersediaan data peta skala 1:5000 atau jika tidak memungkinkan bisa dengan data 1:10000. Hal lain mungkin yang perlu digaris bawahi adalah sudah ter-akomodasi metode interpretasi citra yang mungkin menurut cermat penulis perlu lebih ditekankan dan diperinci mengenai "kunci interpretasi" dalam pelaksanaan kegiatan nantinya tanpa melupakan akurasi (geometri dan atribut) dari sumber data yang digunakan. Diharapkan dengan hal tersebut memberikan persamaan persepsi untuk senua pihak. Kemudian bagian penting selanjutnya terdapat pada Pelaksanaan Pengendalian Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah yang dilindungi, mencakup penjelasan terhadap lahan sawah dengan rencana tata ruang yang saling berkaitan, dijelaskan bahwa dalam mengalihfungsikan lahan harus mendapat persetujuan dari Kementerian terkait. Hal ini menunjukan bahwa hal-hal yang melekat pada status lahan tersebut dapat terkontrol dengan baik. Selain itu, bagian penting selanjutnya dalam Perpres tersebut disebutkan adanya insentif untuk lahan sawah yang dilindungi baik berupa sarana dan prasarana maupun sertifikasi untuk menunjang kegiatan dan memberikan kepastian hukum hak atas lahan tersebut. Serta bagian terakhir yang menurut penulis tidak kalah penting dari bagian-bagian sebelumnya dari Perpres ini adalah adanya Pemberdayaan Lahan Sawah dan Pembinaan serta Pengawasan yang mendukung program prioritas dari Pemerintah Pusat termasuk pelimpahan wewenangnya terhadap daerah dalam hal pelaksanaan dan evaluasinya, sehingga dengan keterlibatan berbagai pihak diharapkan saling kontrol satu dengan lainnya dalam tertib penyelenggaraan negara. Dengan 4 bagian penting yang telah penulis uraikan diatas telah memberikan jawaban bahwa Pemerintah sangat peduli terhadap isu alih fungsi lahan sawah. Sehingga diharapkan bagi semua pihak mengikuti dan melaksanakan aturan tersebut.