2009
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
A. Latar Belakang
Lahan atau yang biasa disebut tanah adalah lapisan dimana kita berpijak di bumi yang bundar ini, tempat kita
hidup dan beraktivitas. Karena itulah, lahan menjadi penting dalam perencanaan. Untuk membangun, kita
membutuhkan sejumlah luas lahan. Untuk mensejahterakan orang maupun diri sendiri, kita pun tetap
memerlukan lahan. Lihat saja, kita membutuhkan tempat untuk tinggal (baca: rumah). Kita juga membutuhkan
tempat untuk mencari penghidupan, melakukan proses produksi dan konsumsi untuk memnuhi kebutuhan.
Selain itu, bagi para pelaku industri dan para penggerak ekonomi, lahan merupakan faktor produksi yang
penting. Secara awam, begitulah pandangan mengenai lahan.
Philip Kivell dalam “Land and The City” dengan lebih ilmiah menjelaskan bahwa lahan merupakan kunci untuk
memahami dua aspek penting dalam urban development yaitu, bentuk, layout, pertumbuhan bentuk kota
(urban forms) dan pengaruhnya terhadap aktivitas kota seperti pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi,
kehidupan sosial, bahkan perlambang kekuatan. Untuk menjabarkannya, Kivell memandang lahan dari empat
sudut pandang, yaitu land as urban morphology, land as power, land as the basis of the planning system, dan
land as environment.
Hal penting yang perlu digarisbawahi sehubungan dengan topik yang dipilih adalah land as the basis of the
planning system. Lahan sebagai morfologi kota dan sebagai kekuasaan/kekuatan yang telah secara bersama-
sama menjadi bagian terbesar dalam basis city planning. Hal terpenting yang dicapai perencanaan adalah
menyelesaikan tuntutan yang saling berkompetisi dalam penggunaan sumberdaya (khususnya lahan) serta
berusaha untuk menyeimbangkan distribusi yang tidak merata dari kekuasan dan perlindungan terhadap
kepentingan kelompok lemah. Pada praktiknya, hal ini termasuk pelaksanaan pemberian bantuan penyediaan
lahan untuk fasilitas umum dan perumahan kelompok MBR serta pengecekan secara berkala.
“Perencanaan yang dilakukan harus berpihak pada kepentingan publik”, begitulah kalimat yang sering
diucapkan oleh para perencana baik senior maupun junior. Keberpihakan perencanaan terhadap publik ini
kemudian diterjemahkan sebagai intervensi pemerintah dalam sistem pasar. Mengapa harus melakukan
intervensi? Dalam menjawab hal ini, perlu diingat, bahwa konteks bahasan kali ini adalah tentang lahan maka
pasar yang dimaksud di sini adalah pasar lahan (urban land market). Menurut Whitehead, 1983, beberapa
alasannya antara lain adanya kebutuhan untuk menyediakan lahan sebagai barang publik yang tentunya tidak
dapat disediakan secara efektif lewat pasar. Yang kedua adalah adanya eksternalitas lokasi (salah satu
karakteristik dan nilai lahan dilihat dari letaknya) yang signifikan, baik positif maupun negatif, yang biasanya
tidak dipertimbangkan oleh pihak swasta. Alasan selanjutnya adalah adanya informasi yang tidak sempurna
atau setara saat individu akan mengambil keputusan di pasar. Ketidaksetaraan pembagian kekuatan pasar
antar para pelaku ekonomi yang dapat menyebabkan monopoli juga menjadi alasan mengapa pemerintah
harus mengintervensi. Tak ketinggalan, alasan terakhir adalah karena adanya perbedaan pada tiap individu dan
komunitas dalam memandang nilai lahan di masa depan dan benefit masa kininya.
Salah satu bentuk intervensi pemerintah di Indonesia adalah dengan kepemilikan lahan oleh pemerintah.
Harapannya, akan tersedia lahan untuk penyediaan barang publik seperti RTH, TPS, dsb. Bahkan lahan
sempadan sungai sebenarnya juga adalah milik pemerintah. Di Indonesia sendiri peran pemerintah dalam
intervensi di pasar lahan dapat digambarkan dengan diagram lingkaran seperti di bawah ini.
Peran pemerintah dalam manajemen tanah perkotaan
Lingkaran terdalam menunjukkan pondasi yang mendasari mekanisme dan aktivitas pihak swasta atau individu
dalam sistem tanah perkotaan. Lingkaran tengah menunjukkan dimana pemerintah seharusnya memainkan
peran kunci dengan memfasilitasi kerangka dan mekanisme keterlibatan pihak swasta dan individu dalam
penataan tanah kota. Lingkaran terluar menunjukkan akitivitas pemerintah secara nasional dalam kerangka
penetapan kebijakan tentang tanah, baik berupa UU, PP, sistem informasi lahan, staf yang berkualitas,
pembangunan atau bisnis properti dan sejenisnya. (Nurmandi, 2006)
“Manajemen Perkotaan” dan “East Asia Urban Working Paper Series 2003” sama-sama menyebutkan bahwa
peranan yang dilakukan pemerintah dalam mengintervensi pasar lahan masih kurang terasa. Kekurangan ini
terutama terasa pada bidang regulasi, registrasi, administrasi, dan sertifikasi. Hal tersebut kemudian
berdampak pada tidak terdistribusinya tanah secara merata, pemanfaatan yang tidak sesuai arahan rencana,
dan bahkan lahan-lahan mangkrak.
Manajemen lahan yang baik akan membantu mengatasi lahan tidur, lahan yang tidak efektif pemanfaatannya,
ataupun lahan yang kepemilikannya tumpang tindih. Untuk melakukan manajemen lahan, diperlukan data yang
tepat. Data guna lahan merupakan bahan utama perumusan kebijaksanaan dalam penyusunan program
pengelolaan tata guna lahan. Selain menjadi bahan utama dalam penyusunan rencana ruang, data tersebut
juga dapat menjadi sarana informasi bagi masyarakat yang akan mengembangkan usaha penggunaan tanah
karena itu data lahan ini harus aksesibel dan transparan. Komputerisasi data akan memudahkan pekerjaan.
Teknologi yang biasa digunakan dalam membantu manajemen data lahan adalah arcView dan arcMap.
Beberapa kelebihan penggunaan data yang terkomputerisasi dengan berbasis teknologi GIS adalah memetakan
letak data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer dengan setiap layernya
merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang mempunyai kesamaan, contohnya layer jalan, layer
kapling bangunan. Layer-layer ini kemudian disatukan dengan disesuaikan urutannya. Setiap data pada setiap
layer dapat dicari, seperti halnya melakukan query terhadap database, untuk kemudian dilihat letaknya dalam
keseluruhan peta. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mencari dimana letak suatu daerah, benda,
atau lainnya di permukaan bumi. Fungsi ini dapat digunakan seperti untuk mencari lokasi rumah, mencari rute
jalan, mencari tempat-tempat penting dan lainnya yang ada di peta. Memetakan Kuantitas, yaitu
menghubungkan sesuatu dengan jumlah, seperti dimana yang paling banyak atau dimana yang paling sedikit.
Dengan melihat penyebaran kuantitas tersebut dapat mencari tempat-tempat yang sesuai dengan kriteria yang
diinginkan dan digunakan untuk pengambilan keputusan, ataupun juga untuk mencari hubungan dari masing-
masing tempat tersebut. Pemetaan ini akan lebih memudahkan pengamatan terhadap data statistik dibanding
database biasa. Memetakan kerapatan (densitas), pemetaan kerapatan sangat berguna untuk data-data yang
berjumlah besar seperti sensus atau data statistik daerah. Misalnya, Untuk melihat lokasi pelanggan dengan
jumlah pemakaian listrik terbanyak atau yang pemakaian listriknya relative lebih sedikit. Sehingga data ini
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menyikapi permasalahan yang terjadi akibat
ketidakseimbangan kerapatan. Memetakan perubahan dengan memasukkan variabel waktu, SIG dapat dibuat
untuk peta historikal. Histori ini dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan datang dan dapat pula
digunakan untuk evaluasi kebijakan. Memetakan apa yang ada di dalam dan di luar suatu area
GIS, digunakan juga untuk memonitor apa yang terjadi dan keputusan apa yang akan diambil dengan
memetakan apa yang ada pada suatu area dan apa yang ada diluar area.
Kemudahan ini sayangnya tidak banyak disadari oleh banyak daerah di Indonesia. Manajemen data lahan di
Indonesia masih terbilang amburadul. Berkaca pada salah satu kota besar di Indonesia – Surabaya – yang
mengalami beberapa kali kehilangan aset lahan karena manajemen data yang kacau balau seperti yang diakui
oleh pemkot. Konflik lahan milik pemerintah yang akhirnya dimenangkan oleh pihak-pihak privat tentunya
bukan berita baik, jumlah kekayaan pemerintah kota menjadi berkurang. Manajemen data lahan pemerintah
mutlak diperlukan untuk menyelamatkan aset pemerintah kota dan membantu perencanaan ke depannya.
Selain manajemen data, tentunya dibutuhkan pengelolaan yang tepat oleh pemerintah untuk memanfaatkan
lahan yang dimilikinya secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk membantu mengidentifikasi kondisi dan
karakteristik lahan milik pemerintah dan pengelolaan yang selama ini dilakukan dengan harapan penelitian ini
dapat memberi masukan kepada pemerintah yang berwenang mengenai manajemen aset lahan kota.
B. Rumusan Persoalan
Ratusan hektar lahan pemerintah di Surabaya tidak terselamatkan dan akhirnya menjadi milik pihak privat.
Lahan-lahan itu lepas tangan karena lemahnya pendataan dari pemerintah, sertifikasi yang lemah, dan
pengelolaan lahan yang tidak tepat. Hal ini menjadi bukti buruknya manajemen aset di sana. Lahan-lahan untuk
pendidikan negeri pun tak luput dari klaim pihak swasta. Tak sedikit pula lahan pemerintah (20-an hektar)
dengan guna lahan perumahan yang diklaim sebagai milik masyarakat. Lahan-lahan tidur dan tambak juga tak
luput dimanfaatkan oleh masyarakat. Apalagi uniknya, dari awal Surabaya memiliki kebijakan kepemilikan
lahan yang biasa disebut sebagai “Surat Ijo” (Surat Hijau) yaitu suatu kebijakan yang melarang individu dan
swasta untuk memegang kepemilikan atas lahan di beberapa lokasi tertentu. Bahkan banyak lahan bersurat ijo
itu yang guna lahannya berupa perumahan. Banyak masyarakat tidak terima dan mempertanyakan kebijakan
itu. Dengan adanya kebijakan tersebut, persoalan pengelolaan aset lahan di Surabaya menjadi semakin rumit.
Perlu diperhatikan betul mengenai untuk apa saja lahan-lahan pemerintah itu dimanfaatkan oleh masyarakat,
swasta, dan pemerintah sendiri. Pengelolaan dan sertifikasi yang tertib menjadi hal penting pula.
Lalu timbullah pertanyaan, apakah benar lahan-lahan yang dimiliki pemerintah itu dimanfaatkan sesuai arahan
rencana guna kepentingan publik? Ataukah malah dimanfaatkan untuk kepentingan sekelompok individu?
Ataukah hanya tergeletak sebagai lahan tidur? Sebenarnya, sejauh manakah batasan penggunaan lahan
pemerintah?
Maka persoalan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengelolaan & pemanfaatan
lahan-lahan milik pemerintah tersebut?”
Peta inventarisasi lahan pemerintah, berisikan informasi mengenai luas, sebaran, dan jenis pemanfaatan.
Diagram model pengelolaan dan administrasi lahan yang dilakukan pemerintah setempat.
D. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah yang dipilih untuk studi ini adalah Kota Surabaya. Kota ini dipilih karena kompleksitas
persoalan manajemen aset lahannya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang hampir 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis,
perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan timur Pulau Jawa dan sekitarnya. Surabaya terletak di tepi
pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten
Sidoarjo di selatan, serta Kabupaten Gresik di barat. Surabaya berada pada dataran rendah, ketinggian antara
3-6 m di atas permukaan laut kecuali dibagian selatan terdapat 2 bukit landai yaitu didaerah Lidah dan
Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m diatas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang.
Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas. Luas wilayah kota surabaya
adalah 326,36 km2. Surabaya terdiri dari 31 kecamatan dan dibagi ke dalam 5 BWK.
E. Metodologi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data secara umum terbagi dua yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, ada dua metode yang akan dilakukan, yaitu :
Existing data research. Studi data sekunder ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai
manajemen data lahan oleh pemerintah. Informasi yang diharapkan didapat dari tahap ini adalah mengetahui
karakteristik lahan yang dimiliki oleh pemerintah, mulai dari luas, letak, sebaran, dan penggunaannya.
Field survey. Survei lapangan ini dilakukan untuk membandingkan data sekunder dengan kenyataan di
lapangan, terutama dalam melihat penggunaan lahan-lahan tersebut dan pengelolaannya. Pengamatan
dilakukan di lokasi-lokasi lahan milik pemerintah.
1) mengorganisasi data: Cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali data yang ada sehingga peneliti
dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitiannya dan membuang data yang tidak sesuai;
2) membuat kategori, menentukan tema, dan pola: langkah kedua ialah menentukan kategori yang merupakan
proses yang cukup rumit karena peneliti harus mampu menglompokkan data yang ada kedalam suatu kategori
dengan tema masing-masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas;
3) mencari eksplanasi alternatif data: proses berikutnya ialah peneliti memberikan keterangan yang masuk akal
data yang ada dan peneliti harus mampu menerangkan data tersebut didasarkan pada hubungan logika makna
yang terkandung dalam data tersebut
Pengolahan data spasial (vektor & raster) diperlukan untuk memulai topik komputer dan GIS sebelum masuk ke
perancangan sistem atau analisis spasial. Melakukan digitasi data spasial (pemetaan) merupakan tugas
pertama komputer dalam GIS. Data Vektor bisa diolah dengan menggunakan tools dari ESRI dan MapInfo(dan
tools GIS open source.
F. Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan. Pada bagian ini diuraikan mengenai Latar Belakang Studi, Rumusan Persoalan, Tujuan dan
Sasaran Studi, Ruang Lingkup Studi, Metodologi Penelitian serta Sistematika Pembahasan yang memberi
gambaran general mengenai pembahasan studi.
Bab II Dasar Teori. Untuk mendukung topik yang dipilih, ada beberapa konsep yang akan dijabarkan terlebih
dahulu. Konsep-konsep tersebut akan memberikan gambaran alasan mengapa studi ini perlu dilakukan selain
itu juga menguatkan kerangka berpikir dan metodologi dalam penelitian nantinya. Beberapa hal yang akan
dijabarkan di bab ini adalah mengenai land ownership (kepemilikan lahan), public land ownership (lahan milik
pemerintah), land use classifications (klasifikasi guna lahan), dan land information system (sistem informasi
lahan).
Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi. Bab ini menguraikan tentang gambaran umum wilayah studi beserta
kedudukannya dan fungsinya dalam perencanaan kota, yang didapatkan melalui data sekunder pada instansi
pemerintahan yang bersangkutan serta observasi visual yang dilakukan langsung pada wilayah studi tersebut.
Bab IV Pengolahan Data Spasial. Dalam bab keempat ini akan dijabarkan pengamatan penulis mengenai
manajemen data lahan di Surabaya. Mulai dari profil kebijakan pengelolaan lahan pemerintah, luas dan
sebaran lahan pemerintah saat ini, dan yang tak kalah pentingnya adalah pemanfaatan lahan pemerintah
tersebut. Secara spesifik, pemanfaatan yang ingin diketahui bukan sekedar guna lahan melainkan juga pihak
mana yang memanfaatkan. Hal-hal tersebut akan dirangkum dalam suatu deskripsi, tabel, diagram, dan
tentunya peta inventarisasi.
Bab V Simpulan. Simpulan ditarik berdasarkan hasil survei dan pengolahan data pada bagian sebelumnya.
Dalam bagian ini juga diberikan beberapa rekomendasi yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Selain
itu juga diberikan beberapa rekomendasi yang sesuai dengan permasalahan studi. Di bagian akhir bab ini, akan
dipaparkan kelemahan studi dan beberapa saran untuk studi lanjutan.
G. Kerangka Pemikiran
Usaha-usaha pengelolaan data lahan Sebaran, lokasi, luas, guna lahan, &
oleh pemerintah kota pihak yang memanfaatkan
1 Banta, John S. 1977. France: Public Land Ownership from ZUP to ZAD.
Tulisan ini bercerita tentang pengalaman Perancis dalam mengelola lahannya. Pasar lahan Perancis
begitu dikuasai oleh sektor swasta, manipulasi pasar (intervensi) yang dilakukan pemerintah tidak besar.
Tetapi apa yang dilakukan pemerintah Perancis terbukti efektif dalam menjaga harga lahan.
2 Bryant, RWG. 1972. Land Private Property Public Control. Harvest House Ltd. Montreal.
Bryant menjelaskan beberapa jenis kepemilikan lahan dengan mengambil studi kasus di Eropa. Jenis
kepemilikan yang dijelaskannya antara lain Municipal Land Ownership, Public Ownership of Land
Leasehold Tenure, dan Pooled Ownership. Tidak hanya menjelaskan definisinya, Bryant juga menjabarkan
pelaksanaan dan pandangannya (evaluasinya) terhadap tiap jenis ownership.
3 DeStefano, Paul. 1977. West Germany: A Retreat from Public Development to Taxation.
DeStefano menceritakan tentang pergeseran kebijakan lahan di Jerman Barat. Jerman Barat memiliki
sejarah panjang pengelolaan dan pengembangan lahan oleh pemerintahnya. Kemudian hal tersebut
diubah agar intervensi pemerintah berkurang dan berubah ke arah fiscal control dengan paduan
beberapa instrumen regulasi yang lain.
4 Doebele, William A. 1983. Concepts of Urban Land Tenure. Oxford University Press. USA.
Dalam tulisannya Doebele menjelaskan mengenai tipe-tipe karakteristik khusus lahan dan pengaruhnya
terhadap land tenure. Policy objectives dari land tenure ini adalah efisiensi, kesetaraan, kompatibilitas,
dan kesinambungan. Tidak hanya mejabarkan bentuk-bentuk land tenure, Doebele juga memberikan
penilaian akan kelebihan dan kekurangan tiap bentuk tenure.
5 East Asia Urban Working Paper Series. 2003. Kota-kota dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada
Era Desentralisasi di Indonesia. The World Bank.
Buku ini memberikan wawasan mengenai persoalan perencanaan di perkotaan berkaitan dengan
desentralisasi pemerintah. Lahan dan perumahan perkotaan mendapat ruang pembahasan tersendiri.
Beberapa hal yang dibahas antara lain adalah pasar lahan perkotaan di Indonesia, kebijakan serta
administrasi lahan dan sertifikasi lahan.
6 Fabos, Julius Gy, 1985, Land-Use Planning: From Global to Local Challenge, Dowden and Culver,
London.
Beberapa bab dalam tulisannya, Fabos membahas mengenai bagaimana kontrol terhadap pemanfaatan
lahan secara umum. Apa saja yang menjadi perhatian dalam land use control seperti social dan
environmental concerns.Yaitu bagaimana lahan dipandang dan mempengaruhi hidup dari segi sosial dan
lingkungan sehingga perlu dilakukan kontrol dari pemerintah untuk menjaga fungsi lahan tersebut.
7 Kaiser , Edward John. 1994. Urban Land Use Planning. University of Illinois. USA.
“
Inilah buku sakti para planner. Dalam What’s Your Planning Professor Forgot to Tell You” pernah
disebutkan bahwa seorang perencana yang baik harus menguasai perencanaan guna lahan perkotaan
dan ekonomi regional. Buku ini bisa menjadi rujukan untuk memahami segala aspek mengenai guna
lahan perkotaan. Beberapa bab yang berkaitan dengan topik dalam buku ini adalah Planning information
system, Land use, dan Land classification planning.
8 Kehoe, Dalton, David Morley, Stuart B. Proudfoot, Neal A. Roberts, 1976, Public Land Ownership:
Frameworks for Evaluation, York University, Toronto.
Literatur ini menjelaskan mengenai aspek kebijakan kepemilikan lahan, mengambil studi kasus di US.
Terutama dibahas pada bab Problems of Implementation: An Overview.
10 Leung, Hok Lin, 1989, Land Use Planning Made Plain, Ronald P. frye & Company, Kingston.
Leung menceritakan dalam bukunya mengenai gambaran umum perencanaan guna lahan. Mengenai
mengapa harus merencana, adanya kepentingan publik dalam perencanaan, dan aktor-aktor di dalamnya.
Selain itu, di bab lainnya, Leung menjelaskan juga mengenai pentingnya informasi dalam perencanaan.
Yaitu pentingnya pembatasan area perencanaan, kategori informasinya, para penggunanya, dan guidance
system dalam lahan.
11 Lutz II, Robert E. 1977. The Inadequacy of Regulation Alone – the Metamorphosis of California’s Coastal
Law.
Pesisir California menjadi contoh bagaimana tidak teraturnya pemerintah melakukan pembangunan
meskipun regulasinya sudah tersedia. Dari sini keluarlah statement bahwa regulasi saja tidak cukup. Hal
ini kemudian mendorong perubahan dalam California’s Coastal Law.
12 Nurmandi, Ahmad. 2006. Manajemen Perkotaan: Aktor, Organisasi, Pengelolaan Daerah Perkotaan,
dan Metropolitan di Indonesia. Sinergi Publishing. Yogyakarta.
Buku ini menjelaskan secara umum persoalan perkotaan dan peran intervensi pemerintah untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Persoalan lahan perkotaan mendapatkan bab pembahasan
tersendiri begitu juga dengan pelayanan publik perkotaan.
14 Roberts, Neal Alison. 1977. Canada: Small-Scale Government Land Development and Large-Scale
Private Developers.
Di Kanada lahan lebih banyak dimiliki dan dikembangkan oleh pihak swasta. Pemerintahnya sering kali
menemui kesulitan saat ingin menggunakan metode dan instrumen seperti di negara-negara Eropa.
Alhasil pengembangan lahan yang dilakukan pemerintah hanya pada skala kecil.
15 Roberts, Neal Alison. 1977. Great Britain: Government Ownership and The Quest for The Elusive
Betterment. Lexington Books. Toronto.
Britain memberikan banyak pelajaran mengenai berbagai alat dan teknik pengembangan lahan oleh
pemerintah. Negara ini telah mencoba segala metode mulai dari pengembangan kota baru yang berakhir
sukses hingga kebijakan Land Comission-nya yang berakhir dengan kegagalan. Hal ini dapat menjadi
tambahan wawasan yang bagus untuk memilih kebijakan.
17 Shoup, Donald C. 1983. Intervention through Property Taxation and Public Ownership.
Shoup menjelaskan bahwa ada dua bentuk intervensi dalam pasar lahan perkotaan, yaitu pajak properti
dan kepemilikan oleh pemerintah. Dua hal ini kemudian yang dievaluasi olehnya. Kepemilikan lahan oleh
pemerintah ini disebutnya sebagai cara yang lebih baik dalam intervensi pasar lahan ketimbang pajak
properti.
18 Svensson, Ronny. 1977. An Empirical Study of The Effects of Swedish Land Policy at The Local
Government Level.
Swedia disebut-sebut sebagai negara yang sukses menjalankan kebijakan lahannya pada tataran
pemerintah lokal. Tulisan ini memberi kita pemahaman mengenai kompleksnya sistem land assembly.
Pemerintah Swedia menggunakan pajak dan instrumen regulasi dalam mengintervensi pasar lahannya.
20 Wickersham Jr & Dahl. 1977. A Model for Community Land Banking in the United States.
Wickersham Jr dan Dahl memberikan masukan mengenai model yang tepat untuk negara dengan sistem
pasar seperti US melaksanakan pengelolaan lahan dan pengembangan lahan oleh pemerintahnya.
Metode yang diajukan adalah Land banking dengan beberapa penyesuaian terhadap kondisi US yang
kemudian disebut sebagai community land banking.
28 http://www.uq.edu.au/student-service/
Bacaan metode penelitian ini memberikan pengertian pentingnya studi literatur dan bagaimana
melakukannya dengan baik, benar, dan kritis.
29 http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=93fb9d4b16aa750c7475b6d601c35c2c
diakses pada 12 Desember 2008
Berisikan berita mengenai desakan dewan untuk mengesahkan perda aset. Berita yang dilansir pada 6
November 2008 ini, menunjukkan bahwa manajemen data lahan di Surabaya masih perlu diperbaiki.