Anda di halaman 1dari 13

PL 4102 Metode Penelitian

Identifikasi Pemanfaatan Lahan


Pemerintah
Rancangan Proposal Tugas Akhir

Danar Astuti Dewirini


154 05 058

2009
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
A. Latar Belakang
Lahan atau yang biasa disebut tanah adalah lapisan dimana kita berpijak di bumi yang bundar ini, tempat kita
hidup dan beraktivitas. Karena itulah, lahan menjadi penting dalam perencanaan. Untuk membangun, kita
membutuhkan sejumlah luas lahan. Untuk mensejahterakan orang maupun diri sendiri, kita pun tetap
memerlukan lahan. Lihat saja, kita membutuhkan tempat untuk tinggal (baca: rumah). Kita juga membutuhkan
tempat untuk mencari penghidupan, melakukan proses produksi dan konsumsi untuk memnuhi kebutuhan.
Selain itu, bagi para pelaku industri dan para penggerak ekonomi, lahan merupakan faktor produksi yang
penting. Secara awam, begitulah pandangan mengenai lahan.

Philip Kivell dalam “Land and The City” dengan lebih ilmiah menjelaskan bahwa lahan merupakan kunci untuk
memahami dua aspek penting dalam urban development yaitu, bentuk, layout, pertumbuhan bentuk kota
(urban forms) dan pengaruhnya terhadap aktivitas kota seperti pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi,
kehidupan sosial, bahkan perlambang kekuatan. Untuk menjabarkannya, Kivell memandang lahan dari empat
sudut pandang, yaitu land as urban morphology, land as power, land as the basis of the planning system, dan
land as environment.

Hal penting yang perlu digarisbawahi sehubungan dengan topik yang dipilih adalah land as the basis of the
planning system. Lahan sebagai morfologi kota dan sebagai kekuasaan/kekuatan yang telah secara bersama-
sama menjadi bagian terbesar dalam basis city planning. Hal terpenting yang dicapai perencanaan adalah
menyelesaikan tuntutan yang saling berkompetisi dalam penggunaan sumberdaya (khususnya lahan) serta
berusaha untuk menyeimbangkan distribusi yang tidak merata dari kekuasan dan perlindungan terhadap
kepentingan kelompok lemah. Pada praktiknya, hal ini termasuk pelaksanaan pemberian bantuan penyediaan
lahan untuk fasilitas umum dan perumahan kelompok MBR serta pengecekan secara berkala.

“Perencanaan yang dilakukan harus berpihak pada kepentingan publik”, begitulah kalimat yang sering
diucapkan oleh para perencana baik senior maupun junior. Keberpihakan perencanaan terhadap publik ini
kemudian diterjemahkan sebagai intervensi pemerintah dalam sistem pasar. Mengapa harus melakukan
intervensi? Dalam menjawab hal ini, perlu diingat, bahwa konteks bahasan kali ini adalah tentang lahan maka
pasar yang dimaksud di sini adalah pasar lahan (urban land market). Menurut Whitehead, 1983, beberapa
alasannya antara lain adanya kebutuhan untuk menyediakan lahan sebagai barang publik yang tentunya tidak
dapat disediakan secara efektif lewat pasar. Yang kedua adalah adanya eksternalitas lokasi (salah satu
karakteristik dan nilai lahan dilihat dari letaknya) yang signifikan, baik positif maupun negatif, yang biasanya
tidak dipertimbangkan oleh pihak swasta. Alasan selanjutnya adalah adanya informasi yang tidak sempurna
atau setara saat individu akan mengambil keputusan di pasar. Ketidaksetaraan pembagian kekuatan pasar
antar para pelaku ekonomi yang dapat menyebabkan monopoli juga menjadi alasan mengapa pemerintah
harus mengintervensi. Tak ketinggalan, alasan terakhir adalah karena adanya perbedaan pada tiap individu dan
komunitas dalam memandang nilai lahan di masa depan dan benefit masa kininya.

Salah satu bentuk intervensi pemerintah di Indonesia adalah dengan kepemilikan lahan oleh pemerintah.
Harapannya, akan tersedia lahan untuk penyediaan barang publik seperti RTH, TPS, dsb. Bahkan lahan
sempadan sungai sebenarnya juga adalah milik pemerintah. Di Indonesia sendiri peran pemerintah dalam
intervensi di pasar lahan dapat digambarkan dengan diagram lingkaran seperti di bawah ini.
Peran pemerintah dalam manajemen tanah perkotaan

Sumber : Nurmandi. 2006. Manajemen Perkotaan.

Lingkaran terdalam menunjukkan pondasi yang mendasari mekanisme dan aktivitas pihak swasta atau individu
dalam sistem tanah perkotaan. Lingkaran tengah menunjukkan dimana pemerintah seharusnya memainkan
peran kunci dengan memfasilitasi kerangka dan mekanisme keterlibatan pihak swasta dan individu dalam
penataan tanah kota. Lingkaran terluar menunjukkan akitivitas pemerintah secara nasional dalam kerangka
penetapan kebijakan tentang tanah, baik berupa UU, PP, sistem informasi lahan, staf yang berkualitas,
pembangunan atau bisnis properti dan sejenisnya. (Nurmandi, 2006)

“Manajemen Perkotaan” dan “East Asia Urban Working Paper Series 2003” sama-sama menyebutkan bahwa
peranan yang dilakukan pemerintah dalam mengintervensi pasar lahan masih kurang terasa. Kekurangan ini
terutama terasa pada bidang regulasi, registrasi, administrasi, dan sertifikasi. Hal tersebut kemudian
berdampak pada tidak terdistribusinya tanah secara merata, pemanfaatan yang tidak sesuai arahan rencana,
dan bahkan lahan-lahan mangkrak.

Manajemen lahan yang baik akan membantu mengatasi lahan tidur, lahan yang tidak efektif pemanfaatannya,
ataupun lahan yang kepemilikannya tumpang tindih. Untuk melakukan manajemen lahan, diperlukan data yang
tepat. Data guna lahan merupakan bahan utama perumusan kebijaksanaan dalam penyusunan program
pengelolaan tata guna lahan. Selain menjadi bahan utama dalam penyusunan rencana ruang, data tersebut
juga dapat menjadi sarana informasi bagi masyarakat yang akan mengembangkan usaha penggunaan tanah
karena itu data lahan ini harus aksesibel dan transparan. Komputerisasi data akan memudahkan pekerjaan.

Teknologi yang biasa digunakan dalam membantu manajemen data lahan adalah arcView dan arcMap.
Beberapa kelebihan penggunaan data yang terkomputerisasi dengan berbasis teknologi GIS adalah memetakan
letak data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer dengan setiap layernya
merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang mempunyai kesamaan, contohnya layer jalan, layer
kapling bangunan. Layer-layer ini kemudian disatukan dengan disesuaikan urutannya. Setiap data pada setiap
layer dapat dicari, seperti halnya melakukan query terhadap database, untuk kemudian dilihat letaknya dalam
keseluruhan peta. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mencari dimana letak suatu daerah, benda,
atau lainnya di permukaan bumi. Fungsi ini dapat digunakan seperti untuk mencari lokasi rumah, mencari rute
jalan, mencari tempat-tempat penting dan lainnya yang ada di peta. Memetakan Kuantitas, yaitu
menghubungkan sesuatu dengan jumlah, seperti dimana yang paling banyak atau dimana yang paling sedikit.
Dengan melihat penyebaran kuantitas tersebut dapat mencari tempat-tempat yang sesuai dengan kriteria yang
diinginkan dan digunakan untuk pengambilan keputusan, ataupun juga untuk mencari hubungan dari masing-
masing tempat tersebut. Pemetaan ini akan lebih memudahkan pengamatan terhadap data statistik dibanding
database biasa. Memetakan kerapatan (densitas), pemetaan kerapatan sangat berguna untuk data-data yang
berjumlah besar seperti sensus atau data statistik daerah. Misalnya, Untuk melihat lokasi pelanggan dengan
jumlah pemakaian listrik terbanyak atau yang pemakaian listriknya relative lebih sedikit. Sehingga data ini
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menyikapi permasalahan yang terjadi akibat
ketidakseimbangan kerapatan. Memetakan perubahan dengan memasukkan variabel waktu, SIG dapat dibuat
untuk peta historikal. Histori ini dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan datang dan dapat pula
digunakan untuk evaluasi kebijakan. Memetakan apa yang ada di dalam dan di luar suatu area
GIS, digunakan juga untuk memonitor apa yang terjadi dan keputusan apa yang akan diambil dengan
memetakan apa yang ada pada suatu area dan apa yang ada diluar area.

Kemudahan ini sayangnya tidak banyak disadari oleh banyak daerah di Indonesia. Manajemen data lahan di
Indonesia masih terbilang amburadul. Berkaca pada salah satu kota besar di Indonesia – Surabaya – yang
mengalami beberapa kali kehilangan aset lahan karena manajemen data yang kacau balau seperti yang diakui
oleh pemkot. Konflik lahan milik pemerintah yang akhirnya dimenangkan oleh pihak-pihak privat tentunya
bukan berita baik, jumlah kekayaan pemerintah kota menjadi berkurang. Manajemen data lahan pemerintah
mutlak diperlukan untuk menyelamatkan aset pemerintah kota dan membantu perencanaan ke depannya.
Selain manajemen data, tentunya dibutuhkan pengelolaan yang tepat oleh pemerintah untuk memanfaatkan
lahan yang dimilikinya secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk membantu mengidentifikasi kondisi dan
karakteristik lahan milik pemerintah dan pengelolaan yang selama ini dilakukan dengan harapan penelitian ini
dapat memberi masukan kepada pemerintah yang berwenang mengenai manajemen aset lahan kota.

B. Rumusan Persoalan
Ratusan hektar lahan pemerintah di Surabaya tidak terselamatkan dan akhirnya menjadi milik pihak privat.
Lahan-lahan itu lepas tangan karena lemahnya pendataan dari pemerintah, sertifikasi yang lemah, dan
pengelolaan lahan yang tidak tepat. Hal ini menjadi bukti buruknya manajemen aset di sana. Lahan-lahan untuk
pendidikan negeri pun tak luput dari klaim pihak swasta. Tak sedikit pula lahan pemerintah (20-an hektar)
dengan guna lahan perumahan yang diklaim sebagai milik masyarakat. Lahan-lahan tidur dan tambak juga tak
luput dimanfaatkan oleh masyarakat. Apalagi uniknya, dari awal Surabaya memiliki kebijakan kepemilikan
lahan yang biasa disebut sebagai “Surat Ijo” (Surat Hijau) yaitu suatu kebijakan yang melarang individu dan
swasta untuk memegang kepemilikan atas lahan di beberapa lokasi tertentu. Bahkan banyak lahan bersurat ijo
itu yang guna lahannya berupa perumahan. Banyak masyarakat tidak terima dan mempertanyakan kebijakan
itu. Dengan adanya kebijakan tersebut, persoalan pengelolaan aset lahan di Surabaya menjadi semakin rumit.
Perlu diperhatikan betul mengenai untuk apa saja lahan-lahan pemerintah itu dimanfaatkan oleh masyarakat,
swasta, dan pemerintah sendiri. Pengelolaan dan sertifikasi yang tertib menjadi hal penting pula.

Lalu timbullah pertanyaan, apakah benar lahan-lahan yang dimiliki pemerintah itu dimanfaatkan sesuai arahan
rencana guna kepentingan publik? Ataukah malah dimanfaatkan untuk kepentingan sekelompok individu?
Ataukah hanya tergeletak sebagai lahan tidur? Sebenarnya, sejauh manakah batasan penggunaan lahan
pemerintah?

Maka persoalan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengelolaan & pemanfaatan
lahan-lahan milik pemerintah tersebut?”

Beberapa pertanyaan penelitian yang diturunkan dari persoalan antara lain:


1. Berapa luas lahan yang dimiiliki pemerintah?
2. Dimana saja sebaran lahan-lahan pemerintah itu?
3. Bagaimana pengelolaan atas lahan-lahan itu oleh pemerintah?
4. Apakah lahan-lahan tersebut termanfaatkan?
a. Dimanfaatkan untuk apa saja lahan-lahan itu?
b. Apakah lahan-lahan tersebut digunakan untuk kepentingan publik atau privat?

C. Tujuan & Sasaran


Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi pemanfaatan dan manajemen lahan-lahan yang
dimiliki oleh pemerintah.

Sasaran dari penelitian ini adalah :

 Menginventarisasi luas dan sebaran lahan-lahan pemerintah.


 Menginventarisasi pemanfaatan lahan-lahan pemerintah tersebut.
 Mempelajari pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah setempat terhadap lahan-lahan tersebut.

Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

 Peta inventarisasi lahan pemerintah, berisikan informasi mengenai luas, sebaran, dan jenis pemanfaatan.
 Diagram model pengelolaan dan administrasi lahan yang dilakukan pemerintah setempat.

D. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah yang dipilih untuk studi ini adalah Kota Surabaya. Kota ini dipilih karena kompleksitas
persoalan manajemen aset lahannya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang hampir 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis,
perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan timur Pulau Jawa dan sekitarnya. Surabaya terletak di tepi
pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten
Sidoarjo di selatan, serta Kabupaten Gresik di barat. Surabaya berada pada dataran rendah, ketinggian antara
3-6 m di atas permukaan laut kecuali dibagian selatan terdapat 2 bukit landai yaitu didaerah Lidah dan
Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m diatas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang.
Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas. Luas wilayah kota surabaya
adalah 326,36 km2. Surabaya terdiri dari 31 kecamatan dan dibagi ke dalam 5 BWK.

Ruang Lingkup Materi


Lingkup materi dalam studi ini dibatasi pada pembahasan mengenai pemanfaatan lahan milik pemerintah.
Laham milik pemerintah akan menjadi fokus studi utama. Hal-hal yang akan digali dari lahan milik pemerintah
ini antara lain adalah jumlah, sebaran, dan pemanfaatannya. Materi lebih ditekankan bagaimana public land
ownership dikelola dengan manajemen aset yang tepat menggunakan GIS.

E. Metodologi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data secara umum terbagi dua yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, ada dua metode yang akan dilakukan, yaitu :
Existing data research. Studi data sekunder ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai
manajemen data lahan oleh pemerintah. Informasi yang diharapkan didapat dari tahap ini adalah mengetahui
karakteristik lahan yang dimiliki oleh pemerintah, mulai dari luas, letak, sebaran, dan penggunaannya.

Field survey. Survei lapangan ini dilakukan untuk membandingkan data sekunder dengan kenyataan di
lapangan, terutama dalam melihat penggunaan lahan-lahan tersebut dan pengelolaannya. Pengamatan
dilakukan di lokasi-lokasi lahan milik pemerintah.

Berikut dilampirkan tabel kebutuhan data untuk keperluan penelitian.

Tabel Kebutuhan Data

Sasaran Data yang Dibutuhkan Sumber Cara Analisis


Data Pengumpulan Data
Menginventarisasi luas dan Data lokasi (sebaran) lahan BPN sekunder
sebaran lahan-lahan milik pemerintah tahun BPTP
pemerintah terbaru
Data luas lahan milik BPN Sekunder Studi pustaka &
pemerintah tahun terbaru BPTP pengolahan data
Peta administrasi kota BPN Sekunder geografis
tahun terbaru skala BPTP
Peta guna lahan kota & BPN Sekunder
BWK tahun terbaru BPTP
Menginventarisasi Data pemanfaatan lahan BPN Sekunder Studi Pustaka &
pemanfaatan lahan-lahan milik pemerintah BPTP pengolahan data
pemerintah tersebut geografis
Hasil observasi mengenai Pengamatan Primer (observasi) Pengolahan data
penggunaan lahan milik lapangan geografis &
pemerintah kualitatif
Mempelajari pengelolaan Hasil wawancara mengenai BPN Primer
yang dilakukan oleh profil pengelolaan lahan BPTP (wawancara)
pemerintah setempat milik pemerintah Pemkot Kualitatif
terhadap lahan-lahan
tersebut
Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif & pengolahan data spasial.

Prosedur analisis data kualitatif dibagi dalam 3 langkah, yaitu:

1) mengorganisasi data: Cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali data yang ada sehingga peneliti
dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitiannya dan membuang data yang tidak sesuai;

2) membuat kategori, menentukan tema, dan pola: langkah kedua ialah menentukan kategori yang merupakan
proses yang cukup rumit karena peneliti harus mampu menglompokkan data yang ada kedalam suatu kategori
dengan tema masing-masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas;

3) mencari eksplanasi alternatif data: proses berikutnya ialah peneliti memberikan keterangan yang masuk akal
data yang ada dan peneliti harus mampu menerangkan data tersebut didasarkan pada hubungan logika makna
yang terkandung dalam data tersebut

Pengolahan data spasial (vektor & raster) diperlukan untuk memulai topik komputer dan GIS sebelum masuk ke
perancangan sistem atau analisis spasial. Melakukan digitasi data spasial (pemetaan) merupakan tugas
pertama komputer dalam GIS. Data Vektor bisa diolah dengan menggunakan tools dari ESRI dan MapInfo(dan
tools GIS open source.

F. Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan. Pada bagian ini diuraikan mengenai Latar Belakang Studi, Rumusan Persoalan, Tujuan dan
Sasaran Studi, Ruang Lingkup Studi, Metodologi Penelitian serta Sistematika Pembahasan yang memberi
gambaran general mengenai pembahasan studi.
Bab II Dasar Teori. Untuk mendukung topik yang dipilih, ada beberapa konsep yang akan dijabarkan terlebih
dahulu. Konsep-konsep tersebut akan memberikan gambaran alasan mengapa studi ini perlu dilakukan selain
itu juga menguatkan kerangka berpikir dan metodologi dalam penelitian nantinya. Beberapa hal yang akan
dijabarkan di bab ini adalah mengenai land ownership (kepemilikan lahan), public land ownership (lahan milik
pemerintah), land use classifications (klasifikasi guna lahan), dan land information system (sistem informasi
lahan).

Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi. Bab ini menguraikan tentang gambaran umum wilayah studi beserta
kedudukannya dan fungsinya dalam perencanaan kota, yang didapatkan melalui data sekunder pada instansi
pemerintahan yang bersangkutan serta observasi visual yang dilakukan langsung pada wilayah studi tersebut.

Bab IV Pengolahan Data Spasial. Dalam bab keempat ini akan dijabarkan pengamatan penulis mengenai
manajemen data lahan di Surabaya. Mulai dari profil kebijakan pengelolaan lahan pemerintah, luas dan
sebaran lahan pemerintah saat ini, dan yang tak kalah pentingnya adalah pemanfaatan lahan pemerintah
tersebut. Secara spesifik, pemanfaatan yang ingin diketahui bukan sekedar guna lahan melainkan juga pihak
mana yang memanfaatkan. Hal-hal tersebut akan dirangkum dalam suatu deskripsi, tabel, diagram, dan
tentunya peta inventarisasi.

Bab V Simpulan. Simpulan ditarik berdasarkan hasil survei dan pengolahan data pada bagian sebelumnya.
Dalam bagian ini juga diberikan beberapa rekomendasi yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Selain
itu juga diberikan beberapa rekomendasi yang sesuai dengan permasalahan studi. Di bagian akhir bab ini, akan
dipaparkan kelemahan studi dan beberapa saran untuk studi lanjutan.
G. Kerangka Pemikiran

Adanya kepentingan publik yang harus


dipenuhi lewat lahan

Timbullah public land ownership

Kepemilikan lahan oleh pemerintah membawa Aset-aset pemerintah


konsekuensi bahwa manajemen lahan & asetnya banyak yang telah lepas &
pun mesti baik menjadi milik pihak privat

Manajemen data lahan yang dimiliki


pemerintah belum baik

Perlu adanya inventarisasi & manajemen data lahan


milik pemerintah yang tepat mengenai sebaran, lokasi,
luas, guna lahan, dan pihak yang memanfaatkannya

Usaha-usaha pengelolaan data lahan Sebaran, lokasi, luas, guna lahan, &
oleh pemerintah kota pihak yang memanfaatkan

Pengolahan data spasial & data kualitatif

 Peta inventarisasi lahan milik


pemerintah Kota Surabaya
 Diagram manajemen data lahan
 Rekomendasi manajemen data lahan
Kota Surabaya untuk kedepannya
Referensi

1 Banta, John S. 1977. France: Public Land Ownership from ZUP to ZAD.
Tulisan ini bercerita tentang pengalaman Perancis dalam mengelola lahannya. Pasar lahan Perancis
begitu dikuasai oleh sektor swasta, manipulasi pasar (intervensi) yang dilakukan pemerintah tidak besar.
Tetapi apa yang dilakukan pemerintah Perancis terbukti efektif dalam menjaga harga lahan.

2 Bryant, RWG. 1972. Land Private Property Public Control. Harvest House Ltd. Montreal.
Bryant menjelaskan beberapa jenis kepemilikan lahan dengan mengambil studi kasus di Eropa. Jenis
kepemilikan yang dijelaskannya antara lain Municipal Land Ownership, Public Ownership of Land
Leasehold Tenure, dan Pooled Ownership. Tidak hanya menjelaskan definisinya, Bryant juga menjabarkan
pelaksanaan dan pandangannya (evaluasinya) terhadap tiap jenis ownership.

3 DeStefano, Paul. 1977. West Germany: A Retreat from Public Development to Taxation.
DeStefano menceritakan tentang pergeseran kebijakan lahan di Jerman Barat. Jerman Barat memiliki
sejarah panjang pengelolaan dan pengembangan lahan oleh pemerintahnya. Kemudian hal tersebut
diubah agar intervensi pemerintah berkurang dan berubah ke arah fiscal control dengan paduan
beberapa instrumen regulasi yang lain.

4 Doebele, William A. 1983. Concepts of Urban Land Tenure. Oxford University Press. USA.
Dalam tulisannya Doebele menjelaskan mengenai tipe-tipe karakteristik khusus lahan dan pengaruhnya
terhadap land tenure. Policy objectives dari land tenure ini adalah efisiensi, kesetaraan, kompatibilitas,
dan kesinambungan. Tidak hanya mejabarkan bentuk-bentuk land tenure, Doebele juga memberikan
penilaian akan kelebihan dan kekurangan tiap bentuk tenure.

5 East Asia Urban Working Paper Series. 2003. Kota-kota dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada
Era Desentralisasi di Indonesia. The World Bank.
Buku ini memberikan wawasan mengenai persoalan perencanaan di perkotaan berkaitan dengan
desentralisasi pemerintah. Lahan dan perumahan perkotaan mendapat ruang pembahasan tersendiri.
Beberapa hal yang dibahas antara lain adalah pasar lahan perkotaan di Indonesia, kebijakan serta
administrasi lahan dan sertifikasi lahan.

6 Fabos, Julius Gy, 1985, Land-Use Planning: From Global to Local Challenge, Dowden and Culver,
London.
Beberapa bab dalam tulisannya, Fabos membahas mengenai bagaimana kontrol terhadap pemanfaatan
lahan secara umum. Apa saja yang menjadi perhatian dalam land use control seperti social dan
environmental concerns.Yaitu bagaimana lahan dipandang dan mempengaruhi hidup dari segi sosial dan
lingkungan sehingga perlu dilakukan kontrol dari pemerintah untuk menjaga fungsi lahan tersebut.

7 Kaiser , Edward John. 1994. Urban Land Use Planning. University of Illinois. USA.

Inilah buku sakti para planner. Dalam What’s Your Planning Professor Forgot to Tell You” pernah
disebutkan bahwa seorang perencana yang baik harus menguasai perencanaan guna lahan perkotaan
dan ekonomi regional. Buku ini bisa menjadi rujukan untuk memahami segala aspek mengenai guna
lahan perkotaan. Beberapa bab yang berkaitan dengan topik dalam buku ini adalah Planning information
system, Land use, dan Land classification planning.

8 Kehoe, Dalton, David Morley, Stuart B. Proudfoot, Neal A. Roberts, 1976, Public Land Ownership:
Frameworks for Evaluation, York University, Toronto.
Literatur ini menjelaskan mengenai aspek kebijakan kepemilikan lahan, mengambil studi kasus di US.
Terutama dibahas pada bab Problems of Implementation: An Overview.

9 Kivell, Philip. 1993. Land and The City. Routledge. London.


Buku ini memberikan banyak pengetahuan mengenai lahan perkotaan. Buku yang musti dibaca oleh
setiap perencana. Kivell sempat membahas mengenai land ownership dan land policy di sini. Siapa saja
aktor yang berkepentingan terhadap lahan, pentingnya regulasi kepemilikan lahan, dan instrumen dalam
kebijakan lahan.

10 Leung, Hok Lin, 1989, Land Use Planning Made Plain, Ronald P. frye & Company, Kingston.
Leung menceritakan dalam bukunya mengenai gambaran umum perencanaan guna lahan. Mengenai
mengapa harus merencana, adanya kepentingan publik dalam perencanaan, dan aktor-aktor di dalamnya.
Selain itu, di bab lainnya, Leung menjelaskan juga mengenai pentingnya informasi dalam perencanaan.
Yaitu pentingnya pembatasan area perencanaan, kategori informasinya, para penggunanya, dan guidance
system dalam lahan.

11 Lutz II, Robert E. 1977. The Inadequacy of Regulation Alone – the Metamorphosis of California’s Coastal
Law.
Pesisir California menjadi contoh bagaimana tidak teraturnya pemerintah melakukan pembangunan
meskipun regulasinya sudah tersedia. Dari sini keluarlah statement bahwa regulasi saja tidak cukup. Hal
ini kemudian mendorong perubahan dalam California’s Coastal Law.

12 Nurmandi, Ahmad. 2006. Manajemen Perkotaan: Aktor, Organisasi, Pengelolaan Daerah Perkotaan,
dan Metropolitan di Indonesia. Sinergi Publishing. Yogyakarta.
Buku ini menjelaskan secara umum persoalan perkotaan dan peran intervensi pemerintah untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Persoalan lahan perkotaan mendapatkan bab pembahasan
tersendiri begitu juga dengan pelayanan publik perkotaan.

13 Roberts & Svensson. 1977. An Introduction to Swedish Land Policy.


Roberts & Svensson membagi pengetahuannya mengenai kebijakan lahan di Swedia. Swedia dikenal luas
sebagai negara yang sukses melaksanakan pengelolaan lahan dengan intervensi pemerintah terutama
dengan metode land banking.

14 Roberts, Neal Alison. 1977. Canada: Small-Scale Government Land Development and Large-Scale
Private Developers.
Di Kanada lahan lebih banyak dimiliki dan dikembangkan oleh pihak swasta. Pemerintahnya sering kali
menemui kesulitan saat ingin menggunakan metode dan instrumen seperti di negara-negara Eropa.
Alhasil pengembangan lahan yang dilakukan pemerintah hanya pada skala kecil.
15 Roberts, Neal Alison. 1977. Great Britain: Government Ownership and The Quest for The Elusive
Betterment. Lexington Books. Toronto.
Britain memberikan banyak pelajaran mengenai berbagai alat dan teknik pengembangan lahan oleh
pemerintah. Negara ini telah mencoba segala metode mulai dari pengembangan kota baru yang berakhir
sukses hingga kebijakan Land Comission-nya yang berakhir dengan kegagalan. Hal ini dapat menjadi
tambahan wawasan yang bagus untuk memilih kebijakan.

16 Roddewig, Richard J. 1977. Australia: Land Banking as an Emerging Policy.


Land Banking adalah salah satu metode intervensi pemerintah di pasar lahan. Australia menjadi contoh
yang baik karena track record sejarahnya. Lahan di Australia pada awalnya begitu dikuasai sektor swasta.
Sepak terjang Pemerintah Australia dalam menerapkan kebijakan land banking dan development by
government dapat memberi wawasan yang baik untuk kita.

17 Shoup, Donald C. 1983. Intervention through Property Taxation and Public Ownership.
Shoup menjelaskan bahwa ada dua bentuk intervensi dalam pasar lahan perkotaan, yaitu pajak properti
dan kepemilikan oleh pemerintah. Dua hal ini kemudian yang dievaluasi olehnya. Kepemilikan lahan oleh
pemerintah ini disebutnya sebagai cara yang lebih baik dalam intervensi pasar lahan ketimbang pajak
properti.

18 Svensson, Ronny. 1977. An Empirical Study of The Effects of Swedish Land Policy at The Local
Government Level.
Swedia disebut-sebut sebagai negara yang sukses menjalankan kebijakan lahannya pada tataran
pemerintah lokal. Tulisan ini memberi kita pemahaman mengenai kompleksnya sistem land assembly.
Pemerintah Swedia menggunakan pajak dan instrumen regulasi dalam mengintervensi pasar lahannya.

19 Whitehead, Christine M. E. 1983. The Rationale for Government Intervention.


Dalam sistem pasar, lahan dikuasai penuh oleh swasta. Whitehead dalam tulisannya menjelaskan Prima
Facie mengapa pemerintah harus mengintervensi pasar, terutama dalam pasar lahan. Tak lupa juga
dijabarkannya mengenai teknik pelaksanaannya dan persoalan dalam implementasinya.

20 Wickersham Jr & Dahl. 1977. A Model for Community Land Banking in the United States.
Wickersham Jr dan Dahl memberikan masukan mengenai model yang tepat untuk negara dengan sistem
pasar seperti US melaksanakan pengelolaan lahan dan pengembangan lahan oleh pemerintahnya.
Metode yang diajukan adalah Land banking dengan beberapa penyesuaian terhadap kondisi US yang
kemudian disebut sebagai community land banking.

21 Wickersham Jr & Lopez. 1977. An Introduction to the American Experience.


Pengalaman US tidak jauh berbeda dengan Kanada. Karena sesama dibangun dengan pondasi sistem
pasar, Pemerintah US juga hanya memiliki lahan skala kecil. Kalaupun ada pengembangan lahan yang
dilakukan, biasanya hanya untuk tujuan lokal dan preservasi.

22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.


UU berumur 48 tahun ini masih tetap menjadi rujukan saat kita ingin mengetahui kedudukan, fungsi, nilai,
pengelolaan, dan pengembangan lahan di Indonesia. Selain itu UUPA juga menyediakan regulasi
mengenai administrasi dan sertifikasi tanah di Indonesia.
23 http://www.answers.com/topic/public-ownership-1 diakses pada 22 Oktober 2008
Situs ini memberikan definisi public ownership, yang menjadi salah satu kata kunci dalam topik ini.
Singkatnya, yaitu kepemilikan pemerintah atas aset sehingga pemerintah memiliki kekuasaan penuh
untuk mengatur, mengelola, serta memasang harga. Proses mengubah aset swasta menjadi aset
pemerintah ini disebut nationalization atau municipalization.

24 http://www.caledonia.org.uk/land/public_owners.htm diakses pada 22 Oktober 2008


Situs ini memasang paper berjudul “Public Ownership of Land in Scotland” yang ditulis oleh Gordon Clark.
Tulisan ini pernah diterbitkan di Scottish Geographical Magazine pada 1981. Clark membahas mengenai
kepemilikan lahan oleh pemerintah di Scotland yang berlangsung pada 1872 – 1873 dan 1970-an. Tidak
hanya mengulas masa lalu, Clark juga membagi pemikirannya mengenai public ownership of land di masa
depan.

25 http://www.gtz.de diakses pada 21 Oktober 2008


Dalam situsnya GTZ menjelaskan mengenai fungsi lahan sebagai aset dalam perencanaan dan faktor
produksi, pentingnya regulasi dalam mengelola lahan. Dijelaskan juga sedikit mengenai proyek
manajemen lahan yang dilakukan GTZ, studi kasus di Kamboja.

26 http://nationalatlas.gov/articles/boundaries/a_plss.html diakses pada 22 Oktober 2008


PLSS (Public Land Survey System) adalah sebuah cara untuk melakukan subdivisi dan mendeskripsikan
lahan. Seluruh lahan yang dimiliki pemerintah disubdivisi dengan menggunakan sistem survei rectangular
sesuai arahan dari Bureau of Land Management US. PLSS digunakan untuk membagi lahan milik
pemerintah. Siapa tahu dengan penyesuaian, sistem ini juga dapat diterapkan di Indonesia untuk
menginventarisasi lahan pemerintah.

27 http://www.progress.org/bint01.htm diakses pada 22 Oktober 2008


Tulisan “You cannot rightfully own land” oleh Stephen Bint yang dilansir di situs tersebut memberi kita
wawasan mengapa public ownership diperlukan di negara seperti apapun. Alasan yang dikemukakan oleh
Bint tidak jauh berbeda dengan apa yang ditulis Whitehead dalam “The Rationale for Government
Intervention”, hanya saja Bint mengemasnya dengan lebih ringan.

28 http://www.uq.edu.au/student-service/
Bacaan metode penelitian ini memberikan pengertian pentingnya studi literatur dan bagaimana
melakukannya dengan baik, benar, dan kritis.

29 http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=93fb9d4b16aa750c7475b6d601c35c2c
diakses pada 12 Desember 2008
Berisikan berita mengenai desakan dewan untuk mengesahkan perda aset. Berita yang dilansir pada 6
November 2008 ini, menunjukkan bahwa manajemen data lahan di Surabaya masih perlu diperbaiki.

30 http://www.surabaya.go.id/berita.php?kode=688 diakses pada 12 Desember 2008


Berita ini dikeluarkan pada 7 Juni 2006, mengenai pembentukan tim pengaman aset.
31 http://www.surabayapagi.com/redesign/index.php?p=detilberita&id=23181 diakses pada 12
Desember 2008
Berita ini menambahkan mengenai hilangnya aset lahan pemerintah kota seluas 22 ha, dilansir pada 4
November 2008.

32 http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=18965&kat=Surabaya diakses pada 12 Desember


2008
Berita yang diterbitkan pada 22 September 2007 menceritakan bagaimana mafia tanah beraksi ikut
menghabisi tanah pemerintah kota. Dalam artikel ini disebutkan juga hal ini terjadi karena manajemen
yang lemah dari pemerintah kota.

Anda mungkin juga menyukai