Anda di halaman 1dari 4

5 Contoh Sejarah Bersifat Diakronik

Sejarah bersifat diakronik berarti memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang,
sejarah akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A
sampai waktu B. Sejarah akan diceritakan secara kronologis waktunya. Sejarah bersifat
diakronik digunakan untuk menceritakan kronologis suatu peristiwa di satu tempat. Hal ini
berbeda dengan sejarah bersifat sinkronis yang menekankan suatu kejadian pada saat tertentu.
Untuk mempermudah dalam pemahaman, berikut adalah beberapa contoh sejarah bersifat
diakronik. Langsung saja kita simak yang pertama:

1. Kronologi Pertempuran Ambarawa (20 Oktober – 15 Desember 1945)

1. Tentara Sekutu yang diboncengi NICA mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945.
2. Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah terjadi tembak-
menembak antara para pejuang kemerdekaan dengan pasukan Sekutu.
3. Kolonel Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar pada
tanggal 11 Desember 1945.
4. Serangan mulai dilancarkan pada tanggal 12 Desember 1945 pukul 4.30 pagi.
5. Pertempuran berakhir pada tanggal 15 Desember 1945 dan Indonesia berhasil merebut
Ambarawa. Sekutu dibuat mundur ke Semarang.

2. Kronologi Pertempuran Surabaya (27 Oktober – 20 November 1945)

1. Tentara Inggris bersama NICA mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
2. Setelah insiden perobekan bagian biru bendera Belanda, pada tanggal 27 Oktober 1945
meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris.
3. Gencatan senjata antara pihak Indonesia dengan pihak tentara Inggris ditandatangani pada
tanggal 29 Oktober 1945.
4. Setelah gencatan senjata, bentrokan-bentrokan tetap saja terjadi sampai berpuncak pada
terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada
tanggal 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30.
5. Pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum
pada 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan
menghentikan perlawanan.
6. Ultimatum itu tidak dihiraukan. Pada tanggal 10 November 1945 pagi tentara Inggris
melancarkan serangan besar-besaran.

3. Kronologi Pertempuran 5 Hari di Semarang (15 Oktober – 19 Oktober


1945)

1. Tawanan Jepang kabur pada hari Minggu, 14 Oktober 1945.


2. Tersiar kabar bahwa sumber air minum di Semarang telah diracun. Dr Kariadi yang hendak
memeriksa sumber air dibunuh oleh tentara Jepang.
3. Terjadi pertempuran yang berlangsung selama lima hari mulai dari 15 Oktober 1945.

4. Perang Padri (1821-1837)

Peristiwa penting yang terjadi:

1. Terjadi perang antara kaum padri dan kaum adat, namun terjadi perjanjian perdamaian pada
tanggal 15 juli 1825 di Padang yang mengharuskan tentara Belanda ditarik ke Jawa.
2. Pada tahun 1834 belanda mengerahkan pasukan untuk menggempur pusat pertahanan
kaum padri di bonjol.
3. Pada tanggal 25 oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol tertangkap dan diasingkan ke Minahasa
hingga wafatnya.

5. Perang Diponegoro (1825-1830)

Peristiwa penting yang terjadi:

1. Pemerintahan kolonial berencana membangun jalan untuk melancarkan sarana transportasi


dan militer di Yogyakarta.
2. Pada tanggal 20 juli 1825 perang Tegalrejo dikepung oleh serdadu Belanda.
3. Diponegoro dan pengikutnya menyusun strategi gerilya.
4. Belanda menerapkan strategi Benteng Stelsel pada tahun 1827.
5. Tahun 1829 Kiai Maja ditangkap.
6. Pangeran Diponegoro tertangkap di Magelang pada 25 maret 1930.
4 Contoh Cara Berpikir Sinkronis dalam Sejarah

Cara berpikir sinkronis dalam sejarah berarti berpikir yang meluas dalam ruang tetapi terbatas
dalam waktu. Cara berpikir ini menganalisa suatu kejadian di satu atau beberapa tempat
dalam satu waktu. Cara berpikir sinkronis penting dalam sejarah karena berfungsi untuk
menganalisis keadaan suatu tempat pada waktu tertentu. Sifatnya horizontal dan menganalisis
peristiwa sezaman. Berikut adalah beberapa contoh cara berpikir sinkronis dalam sejarah.
Langsung saja kita simak yang pertama:

1. Suasana di Jakarta Saat Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus


1945

Pembacaan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah peristiwa yang paling
bersejarah dan paling penting bagi bangsa Indonesia. Peristiwa itu terjadi di Jalan Pegangsaan
Timur Nomor 56 (Sekarang Jalan Proklamasi). Pembacaan Proklamasi dihadiri oleh sekitar
500 orang dari berbagai kalangan dengan membawa apapun yang bisa digunakan sebagai
senjata. Meskipun Jepang sudah dikalahkan oleh Sekutu, Balatentara Dai Nippon (Jepang)
masih berada di Jakarta. Suasana di Jakarta masih kondusif.

Awalnya Proklamasi akan dibacakan di Lapangan Ikeda, namun dipindahkan ke kediaman


Soekarno karena dikhawatirkan terjadi pertumpahan darah. Akibatnya, sekitar 100 anggota
Barisan Pelopor kembali berjalan dari Lapangan Ikeda ke kediaman Soekarno. Mereka
datang terlambat dan menuntut pembacaan ulang Proklamasi. Namun ditolak dan hanya
diberikan amanat singkat oleh Hatta.

2. Keadaan Ekonomi di Indonesia pada Tahun 1998

Keadaan ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 sangatlah terpuruk. Terjadi kerusuhan
dimana-mana. Bahkan sampai presiden Soeharto mengundurkan diri. Terdapat banyak hutang
perusahaan dan negara yang jatuh tempo pada tahun 1998 yang membuat banyak perusahaan
gulung tikar. Akibatnya angka pengangguran meningkat pesat. Pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar Amerika Serikat hingga Rp 15.000 per Dolar Amerika Serikat membuat
harga-harga barang meningkat pesat. Akibatnya inflasi semakin tidak terkendali. Pendapatan
per kapita Indonesia juga menurun drastis dari 1.155 US$/kapita pada tahun 1996 menjadi
610 US$/kapita pada tahun 1998.
3. Suasana pada saat tragedi G30S/PKI

Tragedi G30S/PKI terjadi pada tanggal 1 Oktober. Pada saat itu, terjadi penculikan dan
pembunuhan 7 jendral tentara dan beberapa orang lainnya. Soeharto pada saat itu diperintah
untuk mengambil alih tentara dan menyelamatkan Soekarno. Soekarno berhasil menuju
Istana Presiden di Bogor. Soeharto bersama pasukan yang ia pimpin berhasil mengambil
kontrol semua fasilitas yang sebelumnya direbut oleh pelaku G30S/PKI.

4. Pembangunan pada era Orde Baru

Orde Baru adalah masa pemerintahan presiden Soeharto. Pembangunan di Indonesia pada
masa Orde Baru sangat pesat. Namun angka korupsi juga meningkat. Soeharto membuat
program pembangunan jangka pendek yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita). Repelita I berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3% menjadi
6,7% per tahun, meningkatkan pendapatan per kapita, dan menurunkan laju inflasi. Bahkan
pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras, padahal pada tahun 1970-
an Indonesia adalah negara pengimpor beras terbesar di dunia. Namun pada masa ini terjadi
kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah.

Anda mungkin juga menyukai