JUDUL PROGRAM
BIDANG KEGIATAN:
PKM-KARSA CIPTA
Diusulkan oleh:
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
PENGESAHAN PKM-KARSA CIPTA
Pekanbaru, 20-Oktober-2013
Menyetujui
Wakil/Pembantu Dekan atau Ketua Pelaksana Kegiatan
Ketua Jurusan/Departemen/Program Studi/
Pembimbing Unit Kegiatan Mahasiswa
(__________________________) SAHID RIDHO
NIP/NIK. NIM.1007121462
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana
Lampiran 5. Gambaran Teknologi yang Hendak Diterapkembangkan.
RINGKASAN
Bakterioselulosa (BC), atau Microbial Cellulose (MC) adalah produk selulosa yang
dihasilkan oleh sejumlah bakteri pada susbtrat cair yang mengandung gula. Bakterioseslulosa
memiliki struktur, fungsi, dan sifat fisiko-kimia yang unik. Bakterioselulosa berasal dari kata
bakterioselulosare yang berarti "mengambang" dari hasil fermentasi air kelapa atau fermentasi
buah-buahan lainnya. Bakteri penghasil selulosa dapat tumbuh di banyak media seperti air
kelapa, produk limbah domestik atau dalam medium nutrien sintetik yang mengandung gula
sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Saat ini, metode yang paling biasa untuk proses produksi Mikroba Cellulose telah
menggunakan metode budidaya statis, dengan pellicles selulosa mikroba yang terbentuk pada
permukaan budaya statis. Tapi, ada beberapa masalah yang menghambat produksi skala yang
lebih besar sebagai substrat harga tinggi, hasil volumtric rendah, waktu yang
lama,menggunakan tempat yang luas, melelahkan dan proses up-skala untuk hasil tinggi
terbatas
Objek yang dihasilkan invensi ini adalah suatu inovasi rancang bangun bioreactor
celup untuk memperbaiki masalah yang menjadi titik lemah dari paten bioreaktor cakram
berputar (rotary disk reactor, RDR) yang dikembangkan oleh Norhayati (2008) dan berhasil
mendapatkan paten di Malaysia, yaitu motor pemutar disc bioreactor tidak dapat lebih pelan
dari 7 rpm (sekitar 10 detik untuk tiap putaran), sehingga kurang efektif jika digunakan untuk
mencari fasa terendam dan fasa terekspose yang optimal dalam mengamati pertumbuhan dan
produksi mikrobial-selulosa yang maksimal. Kelemahan bioreaktor cakram berputar tersebut
diatasi dengan mengembangkan Bioreaktor Celup (Programmable Bacteriocellulose
Bioreactor). Kelebihan alat ini adalah lamanya fasa terendam medium dan fasa terkespose di
udara dapat diatur sesuai dengan desain eksperimen yang dikehendaki (bahkan bisa diatur
untuk jauh lebih lama dari 10 detik untuk setiap putaran), sehingga lebih efektif dan leluasa
untuk mencari waktu yang optimum bagi masing-masing fasa tersebut guna mendapatkan
produksi bakterioselulosa yang maksimal.
Penelitian ini selanjutnya difokuskan pada penggunaan alat Bioreaktor Celup
(Programmable Bacteriocellulose Bioreactor), sehingga dapat diperoleh hasil tinggi dan
kualitas bakterioselulosa yang lebih baik, karena bioreaktor celup ini dapat mengatur waktu
terendam dalam media dan fasa kontak dengan udara dan memberikan aerasi yang lebih baik
terhadap bakteri sehingga kita mengetahui waktu optimal untuk kedua fasa tersebut agar
diperoleh hasil (yield) berupa biomassa bakterioselulosa yang maksimal.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bakterioselulosa (BC), atau Microbial Cellulose (MC) adalah produk selulosa yang
dihasilkan oleh sejumlah bakteri pada susbtrat cair yang mengandung gula. Bakterioseslulosa
memiliki struktur, fungsi, dan sifat fisiko-kimia yang unik. Sejumlah spesies bakteri dari
golongan Aerobacter, Acetobacter, Achromobacter, Agrobacterium, Alacaligenes,
Azotobacter, Pseudomonas, Rhizobium, Sarcina, Salmonella, dan Eschericia coli dilaporkan
memiliki kemampuan mensintesis lembaran selulosa ekstraseluler (Bae dan Shoda, 2004).
Namun, hanya spesies Acetobacter yang saat ini banyak menarik perhatian para peneliti
sebagai bakteri penghasil selulosa komersial. Dari genus Acetobacter, yang paling ekstensif
dipelajari adalah dari spesies Acetobacter xylinum. Pada tahun 1886, Adrian Brown telah
mempublikasikan hasil penelitiannya, bahwa Acetobacter xylinum dapat menghasilkan
selulosa pada permukaan medium ("xylinum" berarti kapas). Selulosa yang dihasilkan oleh
bakteri Acetobacter ini lazim disebut sebagai BC atau MC. Rumus molekul kimia
bakterioselulosa adalah (C6H1005)n, yang memiliki ikatan α-1,4 antara dua molekul sakarida
yang menyusun polimer tersebut, mirip dengan molekul selulosa tanaman, tetapi memiliki
sifat fisiko-kimia yang berbeda (Yoshinaga,et al, 1997).
Bakterioselulosa merupakan lapisan film berwarna putih atau krem, tidak larut dalam
air, menyerupai agar-agar tebal yang terdiri dari polisakarida dan sel Acetobacter xylinum
yang tumbuh pada permukaan media yang mengandung gula dan nutrisi lainnya (Mendoza,
1961). Mendoza menyatakan bahwa bakterioselulosa diproduksi oleh organisme yang sama
Lactococcus Acetobacter aceti Xylinum.
Bakterioselulosa menyerupai gel yang terapung pada permukaan medium yang
mengandung gula dan asam yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Bakterioselulosa mempunyai tekstur agak kenyal, kosistensi yang tegar dan mengandung air
sekitar 98% (Pato, dkk., 2008). Bakterioselulosa (mikrobial cellulose) diproduksi bukan
hanya untuk makanan saja melainkan juga dapat dimanfaatkan untuk produksi lainnya, hal ini
dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1: Produk yang dapat dihasilkan dari Microbial Cellulose.
(Brown Jr. R.M., 1986)
Macam Industri Product Produce
Makanan Makanan (Bakteriosellulose de coco, ice
krim rendah kalori, makanan ringan,
bumbu selada, the manchutian, dan dapat
mengurangi kolestrol.
Healthcare Wound care dressing, Drug delivery
agents, either oral or dermal, artificial
skin substrate.
Cosmetic and Beauty Sari (Nutrisi) kulit, untuk mempercantik
kuku, sebagai spon, untuk membuang zat
– zat yang beracun.
Pertambangan dan Minyak Mineral dan untuk memperbaiki mutu
minyak.
Pakaian Dan Sepatu Produk Kulit tiruan, untuk tekstil.
Outdoor Sports Disposable tents and campning gear.
Fasilitas Umum Pemurnian Air, menyaring dan
membalikkan selaput osmosa.
Produk kebutuhan Bayi Disposable recyclable diapers.
Produk Audio Sekat rongga Pembicara Audio.
Produk hasil hutan Perekat Kayu tiruan ( Kayu lapis),
saringan untuk catatan/kertas.
Produk kertas Sebagai kertas dasar untuk membuat
uang yang tahan lama.
Mobil dan Pesawat terbang Untuk bodi Mobil, unsur – unsur elemen
pesawat, untuk casing (bodi) roket.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum dalam produksi
bakterioselulosa harus diperhatikan, diantaranya konsentrasi gula (sukrosa) dan sumber
nitrogen. Sukrosa berperan sebagai sumber energi dan sumber karbon bagi Acetobacter
xylinum untuk tumbuh dan berkembang. Senyawa ini sangat diperlukan dalam sintesis
selulosa yang akhirnya membentuk lapisan mikrobial cellulose. Dimaguila (1967) dalam
Surtiningsih (1998) menjelaskan bahwa energi untuk sintesis pita-pita selulosa berasal dari
perombakan sukrosa. Semakin banyak sukrosa yang ditambahkan maka energi yang
dihasilkan juga semakin banyak dan selulosa yang diperoleh juga relatif banyak.
Sumber nitrogen ditujukan untuk merangsang aktivitas Acetobacter xylinum. Sumber
nitrogen yang berasal dari bahan organik maupun anorganik umumnya dapat meningkatkan
aktivitas Acetobacter xylinum dalam mensintesis gula menjadi selulosa yang akhirnya
membentuk bakterioselulosa. Sumber nitrogen yang umum digunakan dalam proses
fermentasi adalah (NH4)2SO4, (NH4)H2PO4, (NH4)NO3, urea, ZA, dan NPK (Sulandra, dkk.,
2000). Menurut Nisa, dkk. (2001) dalam Fitri (2004), Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada
pH antara 3,5 sampai 7,0 dengan pH optimum 5,0 serta tidak tumbuh di bawah pH 3,0.
Saat ini metode yang paling biasa untuk proses produksi Mikroba Cellulose telah
menggunakan metode budidaya statis, dengan pellicles selulosa mikroba yang terbentuk pada
permukaan budaya statis. Tapi, ada beberapa masalah yang menghambat produksi skala yang
lebih besar sebagai substrat harga tinggi, hasil volumtric rendah, waktu yang
lama,menggunakan tempat yang luas, melelahkan dan proses up-skala untuk hasil tinggi
terbatas. Ada juga yang menggunakan alat yang modrn, seperti Rotari Disc Reaktor (RDR).
Menurut Hayatipae kelemahan RDR adalah motor pengeraknya tidak dapat lebih pelan dari 7
rpm, dalam mencari pertumbuhan Bakterioselulosa yang optimal tidak dapat menentukan
lama fase terendam dalam media dan lamanya fase kontak dengan udara.
Terdapat metode alternatif untuk memperbaiki masalah ini dengan menggunakan
Bioreactor Celup (Alternate Dip Bioreaktor). Kelebihan alat ini adalah dapat mengatur waktu
bakteri pada fase terendam dalam media dan fase kontak dengan udara, dapat memproduksi
Bacterioselulosa dengan hasil tinggi dan dapat menghasilkan kualitas bakterioselulosa yang
lebih baik.
Objek yang dihasilkan invensi ini adalah suatu inovasi rancang bangun bioreactor
celup untuk memperbaiki masalah yang menjadi titik lemah dari paten bioreaktor cakram
berputar (rotary disk reactor, RDR) yang dikembangkan oleh Norhayati (2008) dan berhasil
mendapatkan paten di Malaysia, yaitu motor pemutar disc bioreactor tidak dapat lebih pelan
dari 7 rpm (sekitar 10 detik untuk tiap putaran), sehingga kurang efektif jika digunakan untuk
mencari fasa terendam dan fasa terekspose yang optimal dalam mengamati pertumbuhan dan
produksi mikrobial-selulosa yang maksimal. Kelemahan bioreaktor cakram berputar tersebut
diatasi dengan mengembangkan Bioreaktor Celup (Programmable Bacteriocellulose
Bioreactor). Kelebihan alat ini adalah lamanya fasa terendam medium dan fasa terkespose di
udara dapat diatur sesuai dengan desain eksperimen yang dikehendaki (bahkan bisa diatur
untuk jauh lebih lama dari 10 detik untuk setiap putaran), sehingga lebih efektif dan leluasa
untuk mencari waktu yang optimum bagi masing-masing fasa tersebut guna mendapatkan
produksi bakterioselulosa yang maksimal.
Penelitian ini selanjutnya difokuskan pada penggunaan alat Bioreaktor Celup
(Programmable Bacteriocellulose Bioreactor), sehingga dapat diperoleh hasil tinggi dan
kualitas bakterioselulosa yang lebih baik, karena bioreaktor celup ini dapat mengatur waktu
terendam dalam media dan fasa kontak dengan udara dan memberikan aerasi yang lebih baik
terhadap bakteri sehingga kita mengetahui waktu optimal untuk kedua fasa tersebut agar
diperoleh hasil (yield) berupa biomassa bakterioselulosa yang maksimal.
1.2 Perumusan masalah
Saat ini, metode yang paling biasa untuk proses produksi Mikroba Cellulose telah
menggunakan metode budidaya statis, dengan pellicles selulosa mikroba yang terbentuk pada
permukaan budaya statis. Tapi, ada beberapa masalah yang menghambat produksi skala yang
lebih besar sebagai substrat harga tinggi, hasil volumtric rendah, waktu yang
lama,menggunakan tempat yang luas, melelahkan dan proses up-skala untuk hasil tinggi
terbatas. Ada juga yang menggunakan alat yang modrn, seperti Rotari Disc Reaktor (RDR).
Menurut Hayatipae kelemahan RDR adalah motor pengeraknya tidak dapat lebih pelan dari 7
rpm, dalam mencari pertumbuhan Bakterioselulosa yang optimal tidak dapat menentukan
lama fase terendam dalam media dan lamanya fase kontak dengan udara.
1.3 Tujuan
Karsa Cipta ini bertujuan untuk merancang bioreaktor yang inovatif dan berpotensi
untuk mendapatkan paten dalam upaya memproduksi bakterioselulosa maksimum yang
dihasilkan oleh Bioreactor Celup (Alternate Dip Bioreaktor).
1.4 Luaran yang diharapkan
Rancang bangun Bioreactor celup (Alternate Dip Bioreaktor) untuk memproduksi
mikrobial-selulosa secara massal.
1.5 Kegunaan
Prototype bioreaktor yang dirancang memiliki kemampuan memproduksi secara
massal karena memiliki pelat atau cakram tempat microbial-selulosa tumbuh yang dapat
diperbanyak sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, dengan mengatur lamanya waktu fasa
terendam di dalam medium berisi nutrien dan fasa kontak dengan oksigen di udara, maka
akan diperoleh waktu yang optimal untuk memproduksi biomassa mikrobial-selulosa yang
maksimal. akan meningkatkan pertumbuhan Mikrobial Cellulose (Bakterioselulosa)
Walaupun sudah hampir 40 tahun sejak pertama kali diperkenalkan, prinsip kerja
komponen jenis ini tidak berubah namun masing-masing pabrikan membuatnya dengan
desain IC dan teknologi yang berbeda-beda. Hampir semua pabrikan membuat komponen
jenis ini, walaupun dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya National Semiconductor
menyebutnya dengan LM555, Philips dan Texas Instrument menamakannya SE/NE555.
Motorola / ON-Semi mendesainnya dengan transistor CMOS sehingga komsusi powernya
cukup kecil dan menamakannya MC1455. Philips dan Maxim membuat versi CMOS-nya
dengan nama ICM7555.
Walaupun namanya berbeda-beda, tetapi fungsi dan pin diagramnya saling kompatibel
satu dengan yang lainnya (functional and pin-to-pin compatible). Hanya saja ada beberapa
karakteristik spesifik yang berbeda misalnya konsumsi daya, frekuensi maksimum dan
sebagainya. Spesifikasi lebih detail biasanya dicantumkan pada datasheet masing-masing
pabrikan. Dulu pertama kali casing dibuat dengan 8 pin T-package (tabular dari kaleng mirip
transistor), namun sekarang lebih umum dengan kemasan IC DIP 8 pin.
Rangkaian IC 555 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
DAFTAR PUSTAKA
Alina, K., Maria, K., Aginiezka, W.K., Stanislaw, B., Emilia, K., Aleksander, M., and
Andrzej, P. (2005). “Molecular Basis of Biosynthesis Dissappearance in Submerged
Cultures of Acetobacter Xylinum.” Institute of Biotechnology and Antibiotics,
Warszawa, Poland. Vol. 52 No. 3/2005, 691-698.
Azly K. and Muhamad, I.I. (2009). “Production of Microbial Cellulose Using Rotary Disc
Reactor (RDR).” Bachelor of Chemical Engineering Bioprocess, University
Technology Malaysia.
BPS. 2007. Riau Dalam Angka. Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Riau. Pekanbaru.
Budhiono, A., Rosidi, B., Taher, H., Iguchi, M. (1999). “Kinetic Aspects of Bacterial
Cellulose Formation Nata-de-Coco Culture System.” Carbohydrates Polymers, Vol.
40, pp. 137-143.
Ch’ng. C.H and Muhamad, I.I. (2007). “Evaluation and Optimization of Microbial
Cellulose (NATA) Production using Pineapple Waste as Subtract.” Faculty of
Chemical and Natural Resources Engineering, University Technology Malaysia, Skudai.
Chao, Y., Sugano, Y., Shoda, M. (2001). “Bacterial Cellulose Production Under Oxygen
Enriched Air at Different Fructose Concentration in 50 Liters Internal Loop Airlift
Bioreactor.” Applied and Microbial Biotechnology, Vol. 55, pp. 673-679.
Sarfa’i M. 2009. Kajian Konsentrasi Sukrosa dan Sumber Nitrogen Pada Produk Nata
de Soya. Laporan penelitian Universitas Riau. Pekanbaru.
SNI 01- 4317- 1996. 1996. Nata dalam Kemasan. Departemen Perindustrian. Jakarta.
Sudarmadji, S. B., Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sulandra, K., M. Nada., P. Sarjana dan Ekawati. 2000. Pengaruh Berbagai Konsentrasi
Pupuk ZA dan NPK terhadap Produksi serta Karakteristik Nata de Coco. Laporan
Penelitian Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran. Denpasar. Bali.
Suryani, A., E. Hambali., P. Suryadarma. 2005. Membuat Aneka Nata. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Tahir, I., S. Sumarsih, dan S. D. Astuti. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah Nanas
Local (Ananas comosus, L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. Makalah
Seminar Nasional Nimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM. Yogyakarta.
Wowor, Liana Y., Mufidah M., dan Abd. Rahman A. 2007. Analisis Usaha Pembuatan Nata
de Coco dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan yang Berbeda. Jurnal
Agrisisytem, volume 3 nomor 2.