Anda di halaman 1dari 17

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

NATA DE NAGA PRODUCT


OLAHAN LIMBAH KULIT BUAH NAGA

BIDANG KEGIATAN:
PKM-KARSA CIPTA

Diusulkan oleh:

SAHID RIDHO (1007121462- Angkatan 2010)


PARLUHUTAN (1006135824- Angkatan 2010)
RIZKY JOHARI (1007135798- Angkatan 2010)
TCHINTYA AULIA ELFITRI (1106121146- Angkatan 2011)

UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
PENGESAHAN PKM-KARSA CIPTA

1. Judul Kegiatan : NATA DE NAGA PRODUCT


OLAHAN LIMBAH KULIT BUAH NAGA
2. Bidang Kegiatan : PKM-KC
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Sahid Ridho
b. NIM : 1007121462
c. Jurusan : Teknik Elektro
d. Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Riau
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl.Merpati Sakti Perum YEYUPA No HP 085374311839
f. Alamat email : ridho_sahid@yahoo.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 4 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Fajar Restuhadi, MSi
b. NIDN :
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP :
6. Biaya Kegiatan Total
a. Dikti : Rp ...............
b. Sumber lain (sebutkan . . . ) : Rp ...............
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 5 bulan

Pekanbaru, 20-Oktober-2013
Menyetujui
Wakil/Pembantu Dekan atau Ketua Pelaksana Kegiatan
Ketua Jurusan/Departemen/Program Studi/
Pembimbing Unit Kegiatan Mahasiswa
(__________________________) SAHID RIDHO
NIP/NIK. NIM.1007121462

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Dosen Pendamping

Drs. Rahmad, MT Dr. Ir. Fajar Restuhadi, MSi


NIP. 195712231987021001 NIP. 196209281987031002
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...........................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
RINGKASAN .........................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
BAB 3. METODE PELAKSAAN
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
4.2 Jadwal Kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana
Lampiran 5. Gambaran Teknologi yang Hendak Diterapkembangkan.
RINGKASAN
Bakterioselulosa (BC), atau Microbial Cellulose (MC) adalah produk selulosa yang
dihasilkan oleh sejumlah bakteri pada susbtrat cair yang mengandung gula. Bakterioseslulosa
memiliki struktur, fungsi, dan sifat fisiko-kimia yang unik. Bakterioselulosa berasal dari kata
bakterioselulosare yang berarti "mengambang" dari hasil fermentasi air kelapa atau fermentasi
buah-buahan lainnya. Bakteri penghasil selulosa dapat tumbuh di banyak media seperti air
kelapa, produk limbah domestik atau dalam medium nutrien sintetik yang mengandung gula
sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Saat ini, metode yang paling biasa untuk proses produksi Mikroba Cellulose telah
menggunakan metode budidaya statis, dengan pellicles selulosa mikroba yang terbentuk pada
permukaan budaya statis. Tapi, ada beberapa masalah yang menghambat produksi skala yang
lebih besar sebagai substrat harga tinggi, hasil volumtric rendah, waktu yang
lama,menggunakan tempat yang luas, melelahkan dan proses up-skala untuk hasil tinggi
terbatas
Objek yang dihasilkan invensi ini adalah suatu inovasi rancang bangun bioreactor
celup untuk memperbaiki masalah yang menjadi titik lemah dari paten bioreaktor cakram
berputar (rotary disk reactor, RDR) yang dikembangkan oleh Norhayati (2008) dan berhasil
mendapatkan paten di Malaysia, yaitu motor pemutar disc bioreactor tidak dapat lebih pelan
dari 7 rpm (sekitar 10 detik untuk tiap putaran), sehingga kurang efektif jika digunakan untuk
mencari fasa terendam dan fasa terekspose yang optimal dalam mengamati pertumbuhan dan
produksi mikrobial-selulosa yang maksimal. Kelemahan bioreaktor cakram berputar tersebut
diatasi dengan mengembangkan Bioreaktor Celup (Programmable Bacteriocellulose
Bioreactor). Kelebihan alat ini adalah lamanya fasa terendam medium dan fasa terkespose di
udara dapat diatur sesuai dengan desain eksperimen yang dikehendaki (bahkan bisa diatur
untuk jauh lebih lama dari 10 detik untuk setiap putaran), sehingga lebih efektif dan leluasa
untuk mencari waktu yang optimum bagi masing-masing fasa tersebut guna mendapatkan
produksi bakterioselulosa yang maksimal.
Penelitian ini selanjutnya difokuskan pada penggunaan alat Bioreaktor Celup
(Programmable Bacteriocellulose Bioreactor), sehingga dapat diperoleh hasil tinggi dan
kualitas bakterioselulosa yang lebih baik, karena bioreaktor celup ini dapat mengatur waktu
terendam dalam media dan fasa kontak dengan udara dan memberikan aerasi yang lebih baik
terhadap bakteri sehingga kita mengetahui waktu optimal untuk kedua fasa tersebut agar
diperoleh hasil (yield) berupa biomassa bakterioselulosa yang maksimal.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bakterioselulosa (BC), atau Microbial Cellulose (MC) adalah produk selulosa yang
dihasilkan oleh sejumlah bakteri pada susbtrat cair yang mengandung gula. Bakterioseslulosa
memiliki struktur, fungsi, dan sifat fisiko-kimia yang unik. Sejumlah spesies bakteri dari
golongan Aerobacter, Acetobacter, Achromobacter, Agrobacterium, Alacaligenes,
Azotobacter, Pseudomonas, Rhizobium, Sarcina, Salmonella, dan Eschericia coli dilaporkan
memiliki kemampuan mensintesis lembaran selulosa ekstraseluler (Bae dan Shoda, 2004).
Namun, hanya spesies Acetobacter yang saat ini banyak menarik perhatian para peneliti
sebagai bakteri penghasil selulosa komersial. Dari genus Acetobacter, yang paling ekstensif
dipelajari adalah dari spesies Acetobacter xylinum. Pada tahun 1886, Adrian Brown telah
mempublikasikan hasil penelitiannya, bahwa Acetobacter xylinum dapat menghasilkan
selulosa pada permukaan medium ("xylinum" berarti kapas). Selulosa yang dihasilkan oleh
bakteri Acetobacter ini lazim disebut sebagai BC atau MC. Rumus molekul kimia
bakterioselulosa adalah (C6H1005)n, yang memiliki ikatan α-1,4 antara dua molekul sakarida
yang menyusun polimer tersebut, mirip dengan molekul selulosa tanaman, tetapi memiliki
sifat fisiko-kimia yang berbeda (Yoshinaga,et al, 1997).
Bakterioselulosa merupakan lapisan film berwarna putih atau krem, tidak larut dalam
air, menyerupai agar-agar tebal yang terdiri dari polisakarida dan sel Acetobacter xylinum
yang tumbuh pada permukaan media yang mengandung gula dan nutrisi lainnya (Mendoza,
1961). Mendoza menyatakan bahwa bakterioselulosa diproduksi oleh organisme yang sama
Lactococcus Acetobacter aceti Xylinum.
Bakterioselulosa menyerupai gel yang terapung pada permukaan medium yang
mengandung gula dan asam yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Bakterioselulosa mempunyai tekstur agak kenyal, kosistensi yang tegar dan mengandung air
sekitar 98% (Pato, dkk., 2008). Bakterioselulosa (mikrobial cellulose) diproduksi bukan
hanya untuk makanan saja melainkan juga dapat dimanfaatkan untuk produksi lainnya, hal ini
dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1: Produk yang dapat dihasilkan dari Microbial Cellulose.
(Brown Jr. R.M., 1986)
Macam Industri Product Produce
Makanan Makanan (Bakteriosellulose de coco, ice
krim rendah kalori, makanan ringan,
bumbu selada, the manchutian, dan dapat
mengurangi kolestrol.
Healthcare Wound care dressing, Drug delivery
agents, either oral or dermal, artificial
skin substrate.
Cosmetic and Beauty Sari (Nutrisi) kulit, untuk mempercantik
kuku, sebagai spon, untuk membuang zat
– zat yang beracun.
Pertambangan dan Minyak Mineral dan untuk memperbaiki mutu
minyak.
Pakaian Dan Sepatu Produk Kulit tiruan, untuk tekstil.
Outdoor Sports Disposable tents and campning gear.
Fasilitas Umum Pemurnian Air, menyaring dan
membalikkan selaput osmosa.
Produk kebutuhan Bayi Disposable recyclable diapers.
Produk Audio Sekat rongga Pembicara Audio.
Produk hasil hutan Perekat Kayu tiruan ( Kayu lapis),
saringan untuk catatan/kertas.
Produk kertas Sebagai kertas dasar untuk membuat
uang yang tahan lama.
Mobil dan Pesawat terbang Untuk bodi Mobil, unsur – unsur elemen
pesawat, untuk casing (bodi) roket.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum dalam produksi
bakterioselulosa harus diperhatikan, diantaranya konsentrasi gula (sukrosa) dan sumber
nitrogen. Sukrosa berperan sebagai sumber energi dan sumber karbon bagi Acetobacter
xylinum untuk tumbuh dan berkembang. Senyawa ini sangat diperlukan dalam sintesis
selulosa yang akhirnya membentuk lapisan mikrobial cellulose. Dimaguila (1967) dalam
Surtiningsih (1998) menjelaskan bahwa energi untuk sintesis pita-pita selulosa berasal dari
perombakan sukrosa. Semakin banyak sukrosa yang ditambahkan maka energi yang
dihasilkan juga semakin banyak dan selulosa yang diperoleh juga relatif banyak.
Sumber nitrogen ditujukan untuk merangsang aktivitas Acetobacter xylinum. Sumber
nitrogen yang berasal dari bahan organik maupun anorganik umumnya dapat meningkatkan
aktivitas Acetobacter xylinum dalam mensintesis gula menjadi selulosa yang akhirnya
membentuk bakterioselulosa. Sumber nitrogen yang umum digunakan dalam proses
fermentasi adalah (NH4)2SO4, (NH4)H2PO4, (NH4)NO3, urea, ZA, dan NPK (Sulandra, dkk.,
2000). Menurut Nisa, dkk. (2001) dalam Fitri (2004), Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada
pH antara 3,5 sampai 7,0 dengan pH optimum 5,0 serta tidak tumbuh di bawah pH 3,0.
Saat ini metode yang paling biasa untuk proses produksi Mikroba Cellulose telah
menggunakan metode budidaya statis, dengan pellicles selulosa mikroba yang terbentuk pada
permukaan budaya statis. Tapi, ada beberapa masalah yang menghambat produksi skala yang
lebih besar sebagai substrat harga tinggi, hasil volumtric rendah, waktu yang
lama,menggunakan tempat yang luas, melelahkan dan proses up-skala untuk hasil tinggi
terbatas. Ada juga yang menggunakan alat yang modrn, seperti Rotari Disc Reaktor (RDR).
Menurut Hayatipae kelemahan RDR adalah motor pengeraknya tidak dapat lebih pelan dari 7
rpm, dalam mencari pertumbuhan Bakterioselulosa yang optimal tidak dapat menentukan
lama fase terendam dalam media dan lamanya fase kontak dengan udara.
Terdapat metode alternatif untuk memperbaiki masalah ini dengan menggunakan
Bioreactor Celup (Alternate Dip Bioreaktor). Kelebihan alat ini adalah dapat mengatur waktu
bakteri pada fase terendam dalam media dan fase kontak dengan udara, dapat memproduksi
Bacterioselulosa dengan hasil tinggi dan dapat menghasilkan kualitas bakterioselulosa yang
lebih baik.
Objek yang dihasilkan invensi ini adalah suatu inovasi rancang bangun bioreactor
celup untuk memperbaiki masalah yang menjadi titik lemah dari paten bioreaktor cakram
berputar (rotary disk reactor, RDR) yang dikembangkan oleh Norhayati (2008) dan berhasil
mendapatkan paten di Malaysia, yaitu motor pemutar disc bioreactor tidak dapat lebih pelan
dari 7 rpm (sekitar 10 detik untuk tiap putaran), sehingga kurang efektif jika digunakan untuk
mencari fasa terendam dan fasa terekspose yang optimal dalam mengamati pertumbuhan dan
produksi mikrobial-selulosa yang maksimal. Kelemahan bioreaktor cakram berputar tersebut
diatasi dengan mengembangkan Bioreaktor Celup (Programmable Bacteriocellulose
Bioreactor). Kelebihan alat ini adalah lamanya fasa terendam medium dan fasa terkespose di
udara dapat diatur sesuai dengan desain eksperimen yang dikehendaki (bahkan bisa diatur
untuk jauh lebih lama dari 10 detik untuk setiap putaran), sehingga lebih efektif dan leluasa
untuk mencari waktu yang optimum bagi masing-masing fasa tersebut guna mendapatkan
produksi bakterioselulosa yang maksimal.
Penelitian ini selanjutnya difokuskan pada penggunaan alat Bioreaktor Celup
(Programmable Bacteriocellulose Bioreactor), sehingga dapat diperoleh hasil tinggi dan
kualitas bakterioselulosa yang lebih baik, karena bioreaktor celup ini dapat mengatur waktu
terendam dalam media dan fasa kontak dengan udara dan memberikan aerasi yang lebih baik
terhadap bakteri sehingga kita mengetahui waktu optimal untuk kedua fasa tersebut agar
diperoleh hasil (yield) berupa biomassa bakterioselulosa yang maksimal.
1.2 Perumusan masalah
Saat ini, metode yang paling biasa untuk proses produksi Mikroba Cellulose telah
menggunakan metode budidaya statis, dengan pellicles selulosa mikroba yang terbentuk pada
permukaan budaya statis. Tapi, ada beberapa masalah yang menghambat produksi skala yang
lebih besar sebagai substrat harga tinggi, hasil volumtric rendah, waktu yang
lama,menggunakan tempat yang luas, melelahkan dan proses up-skala untuk hasil tinggi
terbatas. Ada juga yang menggunakan alat yang modrn, seperti Rotari Disc Reaktor (RDR).
Menurut Hayatipae kelemahan RDR adalah motor pengeraknya tidak dapat lebih pelan dari 7
rpm, dalam mencari pertumbuhan Bakterioselulosa yang optimal tidak dapat menentukan
lama fase terendam dalam media dan lamanya fase kontak dengan udara.
1.3 Tujuan
Karsa Cipta ini bertujuan untuk merancang bioreaktor yang inovatif dan berpotensi
untuk mendapatkan paten dalam upaya memproduksi bakterioselulosa maksimum yang
dihasilkan oleh Bioreactor Celup (Alternate Dip Bioreaktor).
1.4 Luaran yang diharapkan
Rancang bangun Bioreactor celup (Alternate Dip Bioreaktor) untuk memproduksi
mikrobial-selulosa secara massal.
1.5 Kegunaan
Prototype bioreaktor yang dirancang memiliki kemampuan memproduksi secara
massal karena memiliki pelat atau cakram tempat microbial-selulosa tumbuh yang dapat
diperbanyak sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, dengan mengatur lamanya waktu fasa
terendam di dalam medium berisi nutrien dan fasa kontak dengan oksigen di udara, maka
akan diperoleh waktu yang optimal untuk memproduksi biomassa mikrobial-selulosa yang
maksimal. akan meningkatkan pertumbuhan Mikrobial Cellulose (Bakterioselulosa)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Bakterioselulosa
Secara kimia bakterioselulosa, atau lebih populer sebagai bahan pangan yang dikenal
sebagai nata, adalah berwujud biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk
agar dan berwarna putih. Biomassa ini berasal dari hasil metabolisme pertumbuhan
Acetobacter xylinum pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula (Tarwiyah
dan Kemal, 2001). Mikroorganisme yang telah lama dikenal sebagai penghasil selulosa adalah
dari golongan bakteri terutama Acetobacter. Spesies Acetobacter yang telah dikenal antara
lain Acetobacter aceti, Acetobacter orleansis, Acetobacter liquefaciens dan Acetobacter
xylinum. Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai
panjang 2 mikron dan lebar , micron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini
bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat nonmotil dan dengan
pewarnaan Gram menunjukkan Gram negative (Shoda dan Sugano, 2005).
Bakterioselulosa memiliki sifat-sifat unik sebagai berikut (Shoda dan Sugano, 2005):
1. Memiliki kemurnian yang sangat tinggi, karena tidak mengandung hemiselulosa atau lignin
sebagaimana halnya pada tanaman
2. Memiliki sifat kristalinitas yang sangat baik, sehingga potensial untuk dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan LCD (liquid crystal display) untuk peralatan elektronik seperti layar
TV, komputer, laptop, smartphone, dan sebagainya.
3. Lembaran bakterioselulosa sangat kuat, memiliki modulus Young sebesar 1530 GPa, yang
terkuat diantara seluruh material organik 2 dimensi yang ada.
4. Memiliki sifat biodegradabilitas yang sangat baik
5. Memiliki sifat kemampuan mengikat air (water holding capacity) yang besar, sekitar 100
kali lipat dari berat keringnya.
6. Memiliki sifat afinitas biologis yang baik, sehingga potensial untuk digunakan sebagai
pengganti kulit untuk penutup luka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum dalam produksi
bakterioselulosa harus diperhatikan, diantaranya konsentrasi gula (sukrosa) dan sumber
nitrogen. Sukrosa berperan sebagai sumber energi dan sumber karbon bagi Acetobacter
xylinum untuk tumbuh dan berkembang. Senyawa ini sangat diperlukan dalam sintesis
selulosa yang akhirnya membentuk lapisan Bakterioselulosa. menjelaskan bahwa energi
untuk sintesis pita-pita selulosa berasal dari perombakan sukrosa. Semakin banyak sukrosa
yang ditambahkan maka energi yang dihasilkan juga semakin banyak dan selulosa yang
diperoleh juga relatif banyak (Surtiningsih 1998).
2.2 Starter Bakterioselulosa
Starter (bibit) sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan pembuatan
bakterioselulosa. Starter atau inokulum adalah kultur mikroba aktif yang diinokulasikan ke
dalam medium fermentasi pada saat berada di fase pertumbuhan eksponensial. Pada
pembuatan bakterioselulosa, starter yang digunakan biasanya berasal dari kultur cair
Acetobacter xylinum yang telah diinkubasi selama 3 sampai 4 hari. Jumlah starter yang
ditambahkan berkisar antara 10-25% dari volume medium fermentasi. Tujuan pembuatan
starter bakterioselulosa adalah untuk memperbanyak bakteri Acetobacter xylinum,
sehingga enzim yang dihasilkan lebih banyak dan reaksi pembentukan
bakterioselulosa akan berjalan lebih lancar (Fardiaz, 1992).
2.3 Bioreaktor Celup (Alternate Dip Bioreactor)
Proses produksi bakterioselulosa yang umum adalah dengan menggunakan metode
pembiakan statis, yaitu menumbuhkan mikroba yang membentuk lapisan selulosa pada
permukaan medium cair yang digunakan. Untuk tumbuh dan memproduksi bakterioselulosa,
A. xylinum memerlukan O2 untuk melakukan proses metabolism nutrien gula sebagai media
tumbuhnya. Kontak dengan O2 dan sekaligus kemampuan A. xylinum menyerap nutrien akan
sangat menentukan tingkat produktivitas bakterioselulosa.
Oleh sebab itu, untuk scale up production, ada beberapa upaya yang dilakukan,
diantaranya dengan menggunakan alat yang inovatif, seperti Rotary Disc Reaktor (RDR).
Dengan RDR, A. xylinum yang menempel pada disk dapat memperoleh nutrien saat disk
terendam medium pertumbuhan, untuk selanjutnya memperoleh kesempatan kontak dengan
O2 saat disk berputar dan terekspose di udara.
Salah satu inovasi RDR dalam upaya microbial-cellulose scale up production adalah
RDR yang dikembangkan oleh Norhayati (2008) dan berhasil mendapatkan paten di
Malaysia. Hasil penelitian dari Norhayati (2008) memperlihatkan produksi bakterioselulosa
yang semakin meningkat seiring dengan bertambah lamanya disk terendam di medium dan
lamanya terekspose di udara. Dengan kata lain, semakin rendah kecepatan putaran RDR,
semakin tinggi produksi bakterioselulosa. Namun kelemahan RDR yang dikembangkan oleh
Norhayati (2008) tersebut adalah motor pemutar disc bioreactor tidak dapat lebih pelan dari 7
rpm, sehingga kurang efektif jika digunakan untuk mencari fasa terendam dan fasa terekspose
yang optimal dalam mengamati pertumbuhan dan produksi bakterioselulosa yang maksimal.
Oleh sebab itu pada penelitian ini akan dikembangkan metode alternatif untuk
memperbaiki masalah di atas dengan menggunakan sebuah inovasi bioreaktor baru yang
dinamakan Bioreaktor Celup (Programmable Bacteriocellulose Bioreactor). Kelebihan alat
ini adalah lamanya fasa terendam medium dan fasa terkespose di udara dapat diatur sesuai
dengan desain eksperimen yang dikehendaki, untuk mencari waktu yang optimum bagi
masing-masing fasa tersebut guna mendapatkan produksi bakterioselulosa yang maksimal.
Penelitian ini selanjutnya difokuskan pada penggunaan alat Bioreaktor Celup
(Programmable Bacteriocellulose Bioreactor), sehingga dapat diperoleh hasil tinggi dan
kualitas bakterioselulosa yang lebih baik, karena bioreaktor celup ini dapat mengatur waktu
terendam dalam media dan fasa kontak dengan udara dan memberikan aerasi yang lebih baik
terhadap bakteri sehingga kita mengetahui waktu optimal untuk kedua fasa tersebut dalam
proses produksi bakterioselulosa
BAB 3. METODE PELAKSAAN
3.1 Skema Prototype Bioreaktor Celup
Bioreaktor Celup adalah metode baru dalam memproduksi selulosa mikroba untuk
memberikan aerasi yang lebih baik bagi Acetobacter xylinum sehingga dapat menghasilkan
bakterioselulosa yang lebih tinggi dari selulosa mikroba. Diagram prototype rancangan
Bioreaktor Celup di perlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5: Diagram Bioreaktor Celup (Programmable Bacteriocellulose Bioreactor)


Prototype bioreaktor celup ini terdiri dari beberapa bagian utama yaitu:
1. Rangkaian sirkuit Oscillator IC555 yang berfungsi sebagai timer (perwaktu) yang dapat
diatur untuk menentukan lamanya Cakram tempat tumbuh terendam dalam media (lamanya
saat timer OFF) dan lamanya Cakram tempat tumbuh terangkat ke Udara (lamanya saat timer
ON).
2. Kumparan Elektromagnetik (lihat Gambar 3) berfungsi sebagai magnet pada saat timer ON,
magnet mampu menarik besi B (yang terkait dengan cakram tempat tumbuh) ke atas, sehigga
saat itu cakram tersebut terekpose udara. Lamanya fase terekpose udara ini dapat diatur
dengan mensetting potensiometer yang ada pada rangkaian timer IC555. Pada saat timer OFF
kumparan Elektromagnetik tidak mendapat arus listrik, sehingga medan magnet hilang, dan
besi B tidak ditarik lagi oleh Kumparan Elektromagnetik tersebut. Akibatnya rangkaian
cakram tempat tumbuh akan turun dan terendam dalam media. Lamanya fase terendam dan
fase kontak dengan udara ditentukan oleh rangkaian osilator timer IC555.
3.2 Penggunaan IC 555 sebagai Pewaktu (Timer) Fasa Terendm dan Fasa di Udara
Jantung utama yang mengendalikan waktu fasa terendam dan fasa di udara pada
prototype rancang-bangun Alternate Dip Bioreactor ini adalah IC 555. Chip IC 555 pertama
kali dibuat oleh Signetics Corporation pada tahun 1971. IC timer 555 memberi solusi praktis
dan relatif murah untuk berbagai aplikasi elektronik yang berkenaan dengan pewaktuan
(timing). Dua aplikasinya yang paling populer adalah rangkaian pewaktu monostable dan
oscilator astable. Rangkaian utama komponen ini terdiri dari komparator dan flip-flop yang
direalisasikan dengan banyak transistor.

Gambar 4 : IC Timer 555

Walaupun sudah hampir 40 tahun sejak pertama kali diperkenalkan, prinsip kerja
komponen jenis ini tidak berubah namun masing-masing pabrikan membuatnya dengan
desain IC dan teknologi yang berbeda-beda. Hampir semua pabrikan membuat komponen
jenis ini, walaupun dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya National Semiconductor
menyebutnya dengan LM555, Philips dan Texas Instrument menamakannya SE/NE555.
Motorola / ON-Semi mendesainnya dengan transistor CMOS sehingga komsusi powernya
cukup kecil dan menamakannya MC1455. Philips dan Maxim membuat versi CMOS-nya
dengan nama ICM7555.
Walaupun namanya berbeda-beda, tetapi fungsi dan pin diagramnya saling kompatibel
satu dengan yang lainnya (functional and pin-to-pin compatible). Hanya saja ada beberapa
karakteristik spesifik yang berbeda misalnya konsumsi daya, frekuensi maksimum dan
sebagainya. Spesifikasi lebih detail biasanya dicantumkan pada datasheet masing-masing
pabrikan. Dulu pertama kali casing dibuat dengan 8 pin T-package (tabular dari kaleng mirip
transistor), namun sekarang lebih umum dengan kemasan IC DIP 8 pin.
Rangkaian IC 555 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 5 : Rangkaian pewaktu monostable


Gambar 6 : Rangkaian osilator astable

Rangkaian osilator IC 555 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar di atas dapat


diaplikasikan sebagai pewaktu untuk melkaukan eksperimen guna mengetahui waktu yang
optimal dari lamanya fasa terendam dan fasa di udara bagi cakram penunjang pertumbuhan A.
xylinum dalam proses produksi mikrobial selulosa menggunakan prototype yang dirancang
dalam penelitian ini. Resistor R1 dan R2 diganti dengan variable resistors, sehingga nilainya
dapat diubah-ubah dengan memutar variable resistors, sesuai dengan nilai t1 dan t2 yang
diinginkan. Untuk memudahkan dalam melakukan eksperimen penentuan waktu optimal fasa
terendam dan fasa di udara bagi cakram pertumbuhan mikroba, variable resistors.
2.6.2. Kotak Media
Kotak (bak medium) terbuat dari PMMA sebagai bahan tahan lama dan jelas
diperlukan untuk memudahkan pengawasan selama waktu fermentasi. Ukuran kotak (bak
medium) panjang atau lebar disesuaikan dengan cakram yang akan digunakan. Kotak tersebut
dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7: kotak tempat medium


2.6.3. Cakram Tempat Tumbuh
Cakram harus mempunyai ukuran lubang yang sesuai untuk pertumbuhan Acetobacter
xylinum dan dapat menghasilkan Bakterioselulosa yang baik. Untuk ukuran panjang - lebar
cakram disesuaikan dengan kotak medium sehingga dapat memeksimalkan pertumbuhan A.
Cylinum dan hampir 90% cakram terendam dalam medium. Cakram tempat tumbuh tersebut
dapat di lihat pada gambar 8.

Gambar 8: Cakram (Casa) tempat tumbuh


3.5.6. Mekanisme Kerja Elektomagnet Penggerak Pelat/Cakram Bakterioselulosa
Medan Elektromagnetik adalah sebuah medan terdiri dari dua medan vektor yang
berhubungan: medan listrik dan medan magnet. Kumparan Elektronmagnetik berfungsi
sebagai magnet. Pada saat timer ON, magnet mampu menarik besi B (yang terkait dengan
cakram tempat tumbuh) ke atas, sehigga saat itu cakram tersebut terangkat keluar dari larutan
medium nutrient dan akan kontak dengan udara. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 10.

Gambar 10: Elektromagnetik pada kondisi ON

Gambar 11: Elektromagnetik pada kondisi OFF


Pada saat timer OFF Kumparan Elektromagnetik tidak mendapat arus listrik, sehingga
medan magnet hilang, dan besi B tidak akan ditarik lagi oleh Kumparan Elektromagnetik
tersebut, akhirnya rangkaian cakram tempat tumbuh akan turun dan terendam dalam media,
sebagaimana terlihat pada Gambar 11.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Perancangan dan Perakitan Alat
Pada pembahasan ini berisi dari prosedur perancangan yang berisi tentang perancangan semua
jenis rangkaian yang dibutuhkan dan perakitan alat serta dijelaskan prosedur cara kerja
Alternate Dip Bioreaktor.
3.4.2. Persiapan Medium
Dalam produksi bakterioselulosa, medium yang digunakan adalah air kelapa dan bakteri
Acetobacter xylinum.
3.4.3. Persiapan Starter
Sebelum produksi Bakterioselulosa harus dilakukan persiapan dan perbanyakan starter. Media
untuk pembuatan starter berasal bakterioselulosa itu sendiri. Pembuatan starter bertujuan
memperbanyak dan mengaktifkan Acetobacter xylinum sebelum inokulasi ke medium dalam
proses pembuatan bakterioselulosa (Sarfa’i, 2009). Proses pembuatan starter dapat dilihat
pada Lampiran 2.
3.4.4. Pembuatan Bakterioselulosa (Sarfa’i, 2009)
Siapkan Bakterioselulosa sintetis sebanyak + 5 liter Selanjutnya medium diaduk hingga rata
dan dilakukan pengukuran pH 3,5-4 dengan menggunakan pH meter. Jika pH rendah
dinaikkan dengan penambahan kapur, tetapi jika pH tinggi diturunkan dengan asam asetat
glasial Setelah itu medium dipanaskan hingga
mendidih pada suhu 1000C selama + 5 menit. Selanjutnya medium dituang ke dalam alat
bioreaktor celup yang telah disterilisasi, kemudian ditutup.
Bioreaktor celup yang berisi medium tersebut diinokulasi dengan Acetobacter xylinum
sebanyak 25% dengan cara sedikit membuka salah satu penutup ujung bioreaktor celup.
Inokulasi starter bakterioselulosa dilakukan ketika medium sudah dalam keadaan dingin.
Medium yang telah diinokulasi tersebut diinkubasi pada suhu ruangan selama + 6 hari.
Setelah + 6 hari medium yang berada di dalam bak medium akan berubah menjadi
bakterioselulosa yang menempel pada cakram dan siap dipanen.
4.2 Jadwal Kegiatan
N Bulan
Jenis Kegiatan
o 1 2 3 4 5
1 Perancangan dan Usulan Proposal
2 Persiapan , Pembelian alat dan bahan
3 Pembuatan Alat
4 Pembuatan Alat
5 Finishing dan Uji Coba Alat
6 Pembuatan Laporan Akhir

DAFTAR PUSTAKA
Alina, K., Maria, K., Aginiezka, W.K., Stanislaw, B., Emilia, K., Aleksander, M., and
Andrzej, P. (2005). “Molecular Basis of Biosynthesis Dissappearance in Submerged
Cultures of Acetobacter Xylinum.” Institute of Biotechnology and Antibiotics,
Warszawa, Poland. Vol. 52 No. 3/2005, 691-698.
Azly K. and Muhamad, I.I. (2009). “Production of Microbial Cellulose Using Rotary Disc
Reactor (RDR).” Bachelor of Chemical Engineering Bioprocess, University
Technology Malaysia.

BPS. 2007. Riau Dalam Angka. Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Riau. Pekanbaru.

Budhiono, A., Rosidi, B., Taher, H., Iguchi, M. (1999). “Kinetic Aspects of Bacterial
Cellulose Formation Nata-de-Coco Culture System.” Carbohydrates Polymers, Vol.
40, pp. 137-143.
Ch’ng. C.H and Muhamad, I.I. (2007). “Evaluation and Optimization of Microbial
Cellulose (NATA) Production using Pineapple Waste as Subtract.” Faculty of
Chemical and Natural Resources Engineering, University Technology Malaysia, Skudai.
Chao, Y., Sugano, Y., Shoda, M. (2001). “Bacterial Cellulose Production Under Oxygen
Enriched Air at Different Fructose Concentration in 50 Liters Internal Loop Airlift
Bioreactor.” Applied and Microbial Biotechnology, Vol. 55, pp. 673-679.
Sarfa’i M. 2009. Kajian Konsentrasi Sukrosa dan Sumber Nitrogen Pada Produk Nata
de Soya. Laporan penelitian Universitas Riau. Pekanbaru.

SNI 01- 4317- 1996. 1996. Nata dalam Kemasan. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Sudarmadji, S. B., Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sulandra, K., M. Nada., P. Sarjana dan Ekawati. 2000. Pengaruh Berbagai Konsentrasi
Pupuk ZA dan NPK terhadap Produksi serta Karakteristik Nata de Coco. Laporan
Penelitian Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran. Denpasar. Bali.

Surtiningsih, T. 1998. Pengaruh Biofermentasi Acetobacter xylinum dan Kadar Sukrosa


terhadap Pembentukan Nata de Soya dan Nata de Coco dari Limbah Industri dan
Air Kelapa. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya.

Suryani, A., E. Hambali., P. Suryadarma. 2005. Membuat Aneka Nata. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Tahir, I., S. Sumarsih, dan S. D. Astuti. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah Nanas
Local (Ananas comosus, L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. Makalah
Seminar Nasional Nimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM. Yogyakarta.

Wowor, Liana Y., Mufidah M., dan Abd. Rahman A. 2007. Analisis Usaha Pembuatan Nata
de Coco dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan yang Berbeda. Jurnal
Agrisisytem, volume 3 nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai