Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Diagram Pareto


Berdasarkan Stan (2010) pada tahun 1906, seorang ekonom Italia
bernama Vilfredo Pareto membuat sebuah rumus matematika untuk
menjelaskan distribusi yang tidak seimbang kekayaan di negaranya, diketahui
bahwa 20% dari populasi Negara Italia menguasai sekitar 80% dari total
kekayaan negara tersebut. Pada akhir 1940 Dr. Joseph M. Juran
menghubungkan sebuah prinsip 80/20 kepada prinsip Pareto, dan
menyebutnya sebagai prinsip Pareto. Nilai dari prinsip Pareto adalah untuk
berfokus kepada 20% kepada masalah yang menghasilkan 80% dari hasil
akhir. Dengan berfokus dalam menyelesaikan 20% masalah tersebut maka
akan menimbulkan efiensi waktu dan biaya untuk mendapatkan hasil sebesar
80%.

2.2 Jenis Permintaan


Jenis permintaan ada 2 yaitu permintaan yang dependen dan
indenpenden.
1. Permintaan Dependen
Menurut Rushton, Croucher, & Baker (2014), permintaan yang
dependen merupakan permintaan suatu barang yang secara langsung
berhubungan dengan barang yang lain. Biasanya. jenis permintaan ini
terdapat pada barang mentah atau raw material, komponen, dan sub-
perakitan. Karena hal tersebut, ada batasan persyaratan untuk meramalkan
permintaan pada elemen-elemen sebagai kebutuhan aktual yang secara
langsung berhubungan dengan finished goods.
2. Permintaan Independen
Menurut Toomey (2012), permintaan independen didefinisikan
sebagai permintaan yang tidak berhubungan dengan permintaan barang
lainnya. Persediaan pada permintaan yang independen disebut dengan
distribution inventory, sedangkan permintaan yang dependen disebut
sebagai manufacturing inventory.
Dasar teori dari distribusi normal disebutkan untuk memperlihatkan
bentuk rumit dari probability density function. Tujuannya adalah untuk
menghitung peluang pada variabel acak yang normal. Pendekatan yang
terbaik untuk nilai peluang tidak lebih dari 0,05. (Montgomery & Runger,
2011)

2.3 Peramalan Permintaan


Menurut Chopra & Meindl (2010), metode peramalan diklasifikasikan
berdasarkan 4 tipe, yaitu:

5
6

1. Qualitative
Metode peramalan qualitative pada umumnya bersifat subjektif dan
berdasarkan kepada penilaian manusia. Metode ini dapat dipakai jika data
historical yang tersedia sedikit atau ketika para ahli memiliki market
intelligence yang dapat mempengaruhi peramalan.
2. Time Series
Peramalan time series menggunakan data permintaan historical
untuk membuat peramalan. Metode ini mengasumsikan bahwa data
permintaan historical merupakan indikator yang bagus untuk permintaan
masa depan.
3. Causal
Metode peramalan causal mengasumsikan bahwa peramalan
permintaan sangat berkaitan dengan faktor-faktor tertentu dalam
lingkungan (status ekonomi, suku bunga, dll). Metode causal ini
menganggap korelasi tersebut antara permintaan dan faktor lingkungan
dan menggunakan estimasi bahwa faktor lingkungan tersebut dapat
menjadi peramalan untuk masa depan.
4. Simulation
Metode peramalan simulasi menirukan pilihan konsumen yang
memberikan peningkatan permintaan pada peramalan. Dengan
menggunakan simulasi. perusahaan dapat mengkombinasikan metode
time-series dan causal.
Manfaat dari model-model peramalan permintaan dengan akurasi
yang tinggi melambangkan kecilnya ketidakpastian pada pengambilan
keputusan. Perusahaan dapat melakukan perbaikan penting seperti
pengurangan persediaan pada barang jadi dan barang mentah, perbaikan
pada production planning, alokasi tenaga kerja yang lebih baik, serta
pengurangan kerugian financial secara keseluruhan. (Paulo, 2010)

2.3.1 Metode Peramalan Statis


1. Time Series Decomposition
Menurut Chopra & Meindl (2010), metode statis mengasumsikan
bahwa estimasi pada level, trend, dan seasonality dalam komponen yang
sistematis tidak bervariasi ketika permintaan baru diamati. Pada kasus ini,
diestimasikan masing-masing parameter berdasarkan kepada data
historical dan menggunakan nilai yang sama untuk semua peramalan masa
depan. Dalam metode ini dibahas mengenai peramalan yang statis untuk
digunakan ketika permintaan memiliki trend yang sama dengan komponen
seasonality. Diasumsikan komponen sistematis dari permintaan
merupakan campuran, yakni:
7

Komponen sistematis = (level + trend) x seasonal factor

L = level pada t = 0 (deseasonalized demand diestimasikan sepanjang


periode t = 0)
T = trend (pertambahan atau pengurangan pada permintaan dalam periode)
St = seasonal factor untuk periode t
Dt = permintaan aktual yang diamati pada periode t
Ft = peramalan permintaan pada periode t

Pada model peramalan statis, peramalan pada periode t untuk permintaan


pada periode t + 1 dirumuskan:

Ft + 1 = [L + (t + l) T] St + 1

Deseasonalized demand merepresentasikan permintaan yang telah diamati


tanpa adanya fluktuasi seasonal. Periode p adalah jumlah periode pada
siklus permintaan yang berulang.
D̄t = L + Tt
D̄t = deseasonalized demand

Regresi linier untuk mencari level dan trend:


Y = a + bX
X = periode t
Y = permintaan aktual

a = y̅ – b x̅

b=

Hasil dari a dan b merupakan level dan trend.

Seasonal factor:

Si =

2.3.2 Metode Peramalan Adaptif


1. Simple Moving Average
Metode ini digunakan jika permintaan tidak memiliki trend atau
seasonality yang diamati. Pada model ini, level pada periode t
diestimasikan sebagai permintaan rata-rata selama N periode.
8

Lt = (Dt + Dt – 1 + ….. + Dt – N + 1) / N
Ft + n = Lt

2. Simple Exponential Smoothing


Metode ini digunakan jika permintaan tidak memiliki trend atau
seasonality yang diamati. Estimasi pertama pada level, L0, didapatkan
untuk menjadi rata-rata dari semua data historical karena permintaan
diasumsikan tidak memiliki trend atau seasonality.

L0 =

Ft + n = Lt
3. Trend-Corrected Exponential Smoothing (Holt’s Model)
Metode ini sesuai jika permintaan diasumsikan memiliki level dan
trend tetapi tidak memiliki seasonality. Estimasi pertama untuk level dan
trend ditentukan dengan menghitung regresi linier antara permintaan Dt
dan periode t dalam bentuk:
Dt = at + b
Nilai b merepresentasikan L0 dan a merepresentasikan T0.
Ft + 1 = Lt + Tt
dan
Ft+n = Lt + nTt
Setelah mendapatkan permintaan untuk periode t. maka level dan trend
direvisi sebagai berikut:
Lt+1 = α Dt+1 + (1 – α) (Lt + Tt)
Tt+1 = β (Lt+1 – Lt) + (1 – β) Tt
α = smoothing constant untuk level, 0 < α < 1
β = smoothing constant untuk trend, 0 < β < 1
4. Trend and Seasonality-Corrected Exponential Smoothingv (Winter’s
Model)
Metode ini sesuai jika permintaan diasumsikan memiliki level, trend,
dan seasonality. Diasumsikan periode siklus dari permintaan adalah p.
Tahap pertama adalah menentukan estimasi awal untuk level dan trend.
serta seasonal factors (S1. …. Sp).
Ft+1 = (Lt + Tt) St+1
Setelah mendapatkan permintaan untuk periode t, maka level dan trend
direvisi sebagai berikut:
Lt+1 = α(Dt+1/St+1) + (1 – α)(Lt + Tt)
Tt+1 = β(Lt+1 – Lt) + (1 – β)Tt
St+p+1 = γ(Dt+1/Lt+1) + (1 – γ)St+1
9

α = smoothing constant untuk level. 0 < α < 1


β = smoothing constant untuk trend. 0 < β < 1
γ = smoothing constant untuk seasonal factor. 0 < γ < 1

2.3.3 Pengukuran Error pada Peramalan


Error pada peramalan dapat dihitung dengan:
Et = Ft - Dt
Metode pengukuran:
1. Mean Squared Error (MSE)

MSEn =

MSE berkaitan dengan variasi dari forecast error. Dampaknya


adalah dapat diestimasikan bahwa komponen acak dari permintaan
memiliki rata-rata 0 dan variasi senilai MSE.
2. Mean Absolute Deviation (MAD)
Definisikan absolute deviation pada periode t, At merupakan nilai
absolut dari error pada periode t, yaitu:
At = |Et|

MADn =

Standar deviasi dari komponen acak adalah:


σ = 1,25 MAD
3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

MAPEn =

4. Bias

Biasn =
5. Tracking Signal (TS)

TSt =

2.4 Model Persediaan


Menurut Muckstadt & Sapra (2010), salah satu peran persediaan adalah
untuk memenuhi permintaan dari stok yang telah ada sebelumnya karena
adanya siklus natural pada pasokan mendatang persediaan.
Menurut Muller (2011), persediaan mencakup bahan mentah, work in
process, perlengkapan yang digunakan pada operasional, dan barang jadi.
10

Beberapa hal penting yang menjadi alasan untuk menyimpan persediaan


adalah:
• Predictability: untuk menyesuaikan perencanaan kapasitas dan
penjadwalan produksi, dibutuhkan kontrol tentang berapa banyak barang
mentah dan berapa banyak bagian sub perakitan yang diproses pada waktu
tertentu. Persediaan menyediakan apa yang dibutuhakn dari proses
tersebut.
• Fluctuation in demand: pasokan untuk persediaan on hand merupakan
perlindungan, artinya kebutuhan terhadap materi tidak selalu dapat
diketahui, di saat permintaan harus tetap terpenuhi. Ketika perilaku
konsumen diketahui, maka fluktuasi pada permintaan lebih dapat
diprediksi.
• Unreliability of supply: persediaan dapat melindungi dari pemasok yang
kurang dapat dipercaya atau ketika pasokan barang tidak dapat dipastikan.
• Price protection: membeli sejumlah persediaan pada waktu yang tepat
membantu menghindari inflasi pada biaya, karena banyak pemasok yang
lebih memilih mengirim barang secara periodik dibandingkan dengan
mengirim barang selama pelayanan dilakukan.
• Buffer/safety inventory: jenis persediaan ini bertujuan untuk
mengkompensasi ketidakpastian dari permintaan dan pemasokan serta
“decoupling” dan memisahkan materi yang berbeda pada operasi sehingga
materi tersebut tidak bergantung pada bagian yang lain.
• Anticipation stock: persediaan ini diproduksi sebagai antisipasi untuk
periode mendatang, seperti hari natal, hari valentine, dan lain-lain.
• Transit inventory: persediaan ini diartikan sebagai material yang bergerak
pada suatu channel distribusi, keluar dari suatu fasilitas atau barang yang
dikirim ke konsumen.
Menurut Adeyemi & Salami (2010), tujuan utama dari manajemen
persediaan mencakup keseimbangan ekonomi atas pertimbangan apakah ingin
menyimpan terlalu banyak stok atau tidak.
Menurut Wisner, Tan, & Leong (2015), biaya-biaya yang berhubungan
dengan persediaan adalah:
1. Holding cost
Holding cost merupakan biaya yang dikenakan untuk menyimpan
barang pada persediaan.
2. Order cost
Order cost adalah variabel langsung yang berhubungan dengan
melakukan pemesanan dengan supplier.

2.4.1 Economic Order Quantity (EOQ) Lot Sizing


Pada tahun 1915, F.W. Harris memperkenalkan EOQ untuk membantu
para penyimpan stok dalam menentukan berapa banyak barang yang harus
dipesan. (Muller, 2011)
11

Menurut Anbazhagan & Vigneshwaran (2010), pada metode ini suatu


barang harus dipesan ketika tingkat persediaan mencapai tingkat reorder dan
ketika barang dalam satu kelompoknya dipesan, maka barang lainnya pada
persediaan yang setingkat atau dibawahnya dapat dipesan pula.
Annual ordering cost dan annual holding cost dapat dirumuskan sebagai
berikut:

Annual ordering cost = C

Annual holding cost = H

Sedangkan rumus untuk mencari EOQ adalah sebagai berikut:

EOQ = Q* =

Dimana:
D = Permintaan per tahun
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
h = Biaya penyimpanan per unit per tahun dalam fraksi
C = Harga per unit

Menurut Toomey (2012), reorder point didefinisikan sebagai material


yang dipesan saat jumlah stok mencapai titik dimana jumlah stok tersebut
mencukupi untuk memenuhi permintaan hingga persediaan yang baru datang.
Perhitungan reorder point juga dapat diartikan sebagai level persediaan pada
saat replenishment dibutuhkan ketika persediaan on-hand mencapai atau
dibawah level tersebut.
Perhitungan reorder point:
Reorder point = D x L
D = permintaan
L = lead time
12

Gambar 2.1 Economic Order Quantity Model


Sumber: http://flylib.com/books/3/287/1/html/2/images/16fig01.jpg

Karena model persediaan ini berkaitan dengan biaya-biaya, maka


perhitungan total biaya tahunan adalah:

Total annual = Annual + Annual + Annual


cost purchase ordering holding
cost cost cost

atau

TC = DC + S+ H

Dimana:
TC = total biaya tahunan
D = permintaan
C = harga per unit
Q = jumlah yang harus dipesan (jumlah optimal yang telah ditentukan
menggunakan konsep EOQ)
S = order cost
H = holding cost per unit

2.4.2 Silver Meal (SM) Lot Sizing


Menurut Baciarello, D’Avino, Onori, & Schiraldi (2013), masalah pada
lot-sizing dimodelkan dalam berbagai macam model dan solusi. Untuk

incapacitated single item lot size problem (USILP) mewakilkan titik awal
untuk tiap perumusan penelitian pada masalah lot-sizing, tetapi implikasi
“single item” atau “incapacitated” tidak selalu membatasi model pada
kenyataan sesungguhnya.
13

Menurut Axsäter (2015), prinsip dasar heuristik adalah silver meal,


silver meal merupakan pendekatan metode yang paling mudah digunakan dan
dari pengerjaannya akan didapatkan hasil yang baik apabila dibandingkan
dengan heuristik yang lainnya. Pengerjaan metode silver meal ini memiliki
persamaan perhitungan economic order quantity (EOQ). Metode silver meal
mencoba mencari biaya rata-rata minimal pada setiap periode, tetapi belum
tentu optimal. Rumus silver meal yang digunakan adalah sebagai berikut:

C(t) = (S + H . D2 + 2 H . D3 + ... + (t - 1) H . Dt) / t

Dt = permintaan pada periode m


C(s) = rata-rata per unit waktu
t = periode
S = biaya pesan
H = biaya simpan/periode

2.4.3 Least Unit Cost (LUC) Lot Sizing


Least unit cost adalah metode dengan pendekatan trial and error.
Penentuan jumlah pesanan dengan mempertimbangkan apakah pesanan
dibuat dengan kebutuhan periode sebelumnya atau dengan menambahkan
untuk menutupi kebutuhan periode-periode selanjutnya. (Axsäter, 2015)
Biaya periode unitnya dihitung untuk masing-masing tahap dengan cara
membagi total biaya pesan dan biaya penyimpanan dengan jumlah lot
cumulative pada setiap tahapnya. Keputusan akhir dari metode ini
berdasarkan pada biaya periode unit yang terendah. Rumus least unit cost
adalah sebagai berikut:

C(t) = (S + H . D2 + 2 H . D3 +… + (t - 1) H . Dt) / (D1+D2+…Dt)

Dt = permintaan pada periode m


C(s) = rata-rata per unit waktu
t = periode
S = biaya pesan
H = biaya simpan/periode

2.4.4 Part Period Balancing (PPB) Lot Sizing


Menurut Axsäter (2015), metode PPB yang sering juga disebut
metode Part Period Algorithm adalah pendekatan jumlah lot untuk
menentukan jumlah pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya
pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini disebut juga Part Period
Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini menseleksi jumlah
periode untuk mencukupi pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya
14

simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan jumlah lot untuk
memenuhi periode kebutuhan.
Penentuan jumlah pesanan dilaksanakan dengan mengakumulasikan
permintaan dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot
tunggal sampai biaya pesan kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup
cost. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part
Period (EPP).

2.4.5 Wagner-Whitin (WW) Lot Sizing


Metode Wagner-Whitin ditemukan pada tahun 1958 oleh Wagner dan
Whitin. Metode Wagner-Whitin adalah pengembangan dari Dynamic
Programming yang sudah ditemukan sebelumnya pada tahun 1957 oleh
Richard Bellman. Metode Wagner-Whitin juga sering digunakan dalam
pengenalan Dynamic Programming. (Axsäter, 2015)
Salah satu kelebihan dari metode Wagner-Whitin adalah memiliki solusi
optimal yang terjamin untuk permasalahan statis. Metode ini dimulai dari
model deterministik dengan jumlah demand yang diketahui per periode.
Biaya pemesanan dapat fluktuatif dan stok barang dari satu period ke periode
juga diketahui.
Pendekatan yang dilakukan menggunakan konsep ukuran lot dengan
prosedur optimasi program linear bersifat matematis. Fokus utama dalam
menyelesaikan masalah ini adalah melakukan pengurangan penggabungan
ongkos total dari order cost dan holding cost. Kemudian mengusahakan agar
kedua ongkos itu mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang
dilakukan.

2.5 Enterprise Resource Planning (ERP)


Menurut Wagner dan Monk (2013) Enterprise Resource Planning
(ERP) systems adalah sebuah program yang digunakan oleh sebuah
perusahaan untuk melakukan koordinasi dan mengintegrasi informasi di
setiap aspek bisnis. Program ERP membantu sebuah organisasi mengatur
bisnis perusahaan menggunakan sebuah database dan informasi tersebut
dapat dibagikan kepada pihak manajemen sebagai dasar sebuah laporan.
Sebuah bisnis proses adalah sekelompok aktivitas yang membutuhkan satu
atau lebih input dan menghasilkan sebuah output, seperti report dan forecast
yang akan berguna untuk meningkatkan pelayanan untuk konsumen di masa
yang akan datang. Program ERP membantu untuk menciptakan operasional
yang lebih efisien dari sebuah bisnis proses dengan melakukan integrasi
terkait kebutuhan yang dibutuhkan oleh divisi sales, marketing,
manufacturing, logistics, dan accounting.
Ketika suatu perusahaan menghadapi kompeksitas bisnis sehari-hari,
seperti barang apa yang akan dikirim, berapa besar kapasitas yang
dibutuhkan, kapan dan kemana aktivitas dilaksanakan dan aktivitas terkait
15

lainnya, maka saat itulah Enterprise Resource Planning (ERP) dapat


digunakan. ERP membantu perusahaan untuk merencanakan perencanaan dan
pengenadalian atas keputusan-keputusan. ERP juga dapat menyediakan
pemahaman atas implikasi yang ditimbulkan dari perubahan-perubahan pada
rencana tersebut. (Aisyah, 2011)
Ray (2011) menyatakan bahwa keberhasilan dan kegagalan dari sebuah
program ERP dapat disebabkan oleh bermacam-macam alasan. Berikut
merupakan penyebab dari keberhasilan maupun kegagalan dari sebuah
program ERP:
a) Alasan dari gagalnya program ERP adalah program tidak dapat menunjang
perkembangan dari bisnis perusahaan, kurangnya dukungan dari top
management, pengguna menolak menggunakan ERP, kurangnya pelatihan
yang diberikan untuk menggunakan program, dan mengubah program
terlalu berlebihan.
b) Alasan dari suksesnya program ERP adalah dapat membatasi scope
permasalahan dengan tepat, melakukan prioritas pengguna, memiliki
hubungan baik antara vendor ERP dan client, memiliki data ter-update,
dan dapat mengambil keputusan dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai