Anda di halaman 1dari 13

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inkontinensia urin adalah kehilangan kontrol berkemih. Inkontinensia dapat


bersifat sementara atau menetap. Inkontinensia tidak harus selalu dikaitkan dengan
lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapa pun, walaupun
kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia. Diperkirakan bahwa 37% wanita berusia
60 tahun atau lebih mengalami tingkatan inkontinensia (Potter & Perry dalam
Mardhotillah,2016).
Masalah inkontinensia adalah salah satu masalah yang meluas dan merugikan
di Amerika Serikat. Inkontinensia mempengaruhi 15% sampai 39% lansia yang
tinggal di komunitas dan merupakan penyebab utama kedua, lansia dititipkan di panti
werda. Inkontinensia sering disertai dengan isolasi sosial dan depresi (Potter&Perry,
2005). Menurut AHCPR, lebih dari 10 juta penduduk dewasa di Amerika Serikat
menderita inkontinensia urin. Dilaporkan bahwa lebih dari separuh penghuni panti
lansia menderita inkontinensia urin (Smeltzer & Bare dalam Mardhotillah,2016).
Tetapi sekarang ini, ada berbagai macam cara untuk mengembalikan lagi
fungsi berkemih. Salah satunya bisa dilakukan dengan melatih kembali kandung
kemih (bladder training). Bladder training adalah salah satu upaya untuk
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal
atau ke fungsi optimal (Potter & Perry dalam Mardhotillah, 2016). Tujuan dari
bladder training ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu Delay urination(menunda
berkemih), scheduled bathroom trips (jadwal berkemih), dan kegel exercises (latihan
pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul). Kegel exercise adalah latihan
untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang terdiri dari kontraksi
kelompok otot yang berulang (Potter & Perry dalam Mardhotillah, 2016).
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi bladder training ?
2. Apa tujuan bladder training ?
3. Apa saja indikasi dari bladder training ?
4. Apa saja kontraindikasi dari bladder training ?
5. Bagaimana peran perawat dalam bladder training ?
6. Bagaimana prosedur bladder training ?
7. Bagaimana cara melakukan kegel exercise ?
8. Bagaimana cara melakukan delay urination ?
9. Bagaimana cara melakukan scheduled bathroom trips ?
3

II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bladder Training


Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik (Potter dan Perry dalam Mardhotillah,2016). Bladder training
digunakan untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang sering atau
mendesak dan inkontinensia urin (tidak bisa menahan pengeluaran urin).
Bladder training adalah suatu terapi yang sering digunakan, terutama pada
pasien yang baru saja terlepas dari kateter urin, namun bisa juga dilakukan oleh
semua orang untuk lebih melatih kekuatan otot sfingter eksterna dalam menahan
pengeluran urin. Bladder training merupakan terapi yang sangat sederhana dan tidak
memiliki efek samping. Latihan ini juga dapat dikombinasikan dengan terapi
pengobatan lain. Penelitian menunjukkan adanya peningakatan 50% pasien dengan
inkontinensia urin yang menggunakan bladder training.
2.2 Tujuan Bladder Training
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih (Potter&Perry dalam Mardhotillah,2016). Terapi ini bertujuan
memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik distraksi atau
teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari
atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi
berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien anak pasca bedah yang di pasang kateter
(Suharyanto, 2008).
 Mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke
keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry
dalam Mardhotillah,2016).
 Memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik
distraksi atau teknik relaksasi.
4

 Dapat menahan sensasi berkemih.


 Untuk mengurangi gejala dari:
- Frekuensi urin: mengeluarkan urin lebih dari 6-7 kali per hari.
- Nokturia: sering kencing di malam hari.
- Inkontinensia urge.
 Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter.
 Mempersiapkan klien sebelum pelepasan kateter yang terpasang lama
 Melatih klie untuk melakukan BAK secara mandiri
 Mempersiapkan pelepasan kateter yang sdah terpasang lama
 Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter
 Klien dapat mengontrol berkemih
 Klien dapat mengontrol buang air besar
 Menghindari kelembapan dan iritasi pada kulit lansia
 Menghindari isolasi social bagi klien
2.2 Indikasi Bladder Training
Indikasi pada bladder training diantaranya :
 Pasien yang mengalami retensi urin.
 Pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi
sfingter kandung kemih terganggu.
 Pasien yang menderita inkontinensia urin (inkontinensia urin stres,
inkontinensia urin urge, atau kombinasi keduanya).
 Klien post operasi pada daerah pelvik (Nababan, 2011).
 Klien yang pemasangan kateter dengan cukup lama
 Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter
 Klien yang mengalami inkontenesia urin
 Klien post operasi
5

 Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan


 Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
2.4 Kontraindikasi Bladder Training
Kontraindikasi Bladder Training diantaranya :
 Sistitis (infeksi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra) berat.
 Pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri).
 Gangguan atau kelainan pada uretra.
 Hidronefrosis (pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat
akumulasi urin di saluran kemih bagian atas).
 Vesicourethral reflux.
 Batu traktus urinarius (Maulida, 2011).
 Gagal ginjal
2.5Peran Perawat dalam Bladder Training
Peran Perawat (termasuk pengkajian yang dilakukan saat bladder training)
Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan teliti apakah
ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra pasien. Perawat perlu
melakukan pengkajian dan pemantauan pola berkemih setelah selesai bladder
training dan pelepasan kateter urin. Perawat medikal bedah juga harus responsif
terhadap keluhan yang mungkin timbul setelah kateter urin dilepas. Pasien diminta
untuk segera melaporkan pada perawat atau dokter jika ada keluhan yang dirasakan
pasien saat berkemih (Bayhakki. dkk, 2008).
2.6Prosedur Bladder Training
1. Mengucapkan salam.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai
ruangan (ciptakan privasi bagi klien).
6

4. Pelaksanaan.
a. Klien masih menggunakan kateter.
Prosedur 1 jam:
- Cuci tangan.
- Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00. Setiap kali klien diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00-
20.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan klien
boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.

Prosedur 2 jam:

- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00. Setiap kali diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00-
21.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan klien
boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.
b. Pada klien yang tidak menggunakan kateter.
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00, lalu kandung kemih dikosongkan.
- Kateter dilepas.
- Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari setelah
pelepasan kateter.
7

- Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi
BAK, kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan
lakukan pengosongan kandung kemih setiap 2 jam secara urinal.
- Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak boleh
diberi minum sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari klien
berkemih pada malam hari.
- Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum
2 jam klien diharuskan untuk menahannya.
- Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan
kandung kemih secara urinal.
- Anjurkan klien untuk menggunakan Kegel exercise dan teknik
pengosongan kandung kemih.
5. Alat-alat dibereskan.
6. Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam.
7. Dokumentasi. (Mardhotillah, 2016)
2.7Cara Melakukan Kegel Exercise
Langkah-langkah melakukan kegel exercise yaitu :
1. Minta kllien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
2. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus
3. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian kontraksikan
otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
4. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan
5. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan
6. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di tekuk)
kepada klien (Mardhotillah,2016)
2.8Cara melakukan Delay Urination
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
8

1. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul


2. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih kemudian
memulainya kembali
3. Praktikan setiap kali berkemih
2.9Cara melakukan Scheduled Bathroom Trips
Langkah-langkah Scheduled Bathroom Trips asalah sebagai berikut :
1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2-3
jam sepanjang siang dan sore hari sebelum tidur dan 4 jam sekali pada malam
hari.
2. Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal
untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan
4. Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu yang
telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar panggul.
9

III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik. Bladder training digunakan untuk mencegah atau mengurangi
buang air kecil yang sering atau mendesak dan inkontinensia urin (tidak bisa
menahan pengeluaran urin).
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu Delay urination(menunda
berkemih), scheduled bathroom trips (jadwal berkemih), dan kegel exercises (latihan
pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul). Kegel exercise adalah latihan
untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang terdiri dari kontraksi
kelompok otot yang berulang.
10

DAFTAR PUSTAKA

Mardhotillah, Hana. (2016). Bladder Training.


https://www.academia.edu/25768419/MAKALAH_BLADDER_TRAINING .
Diakses : 28 April 2017
Maulida, Ana. (2011). Bladder Training.
Online(http://www.docstoc.com/docs/79963287/BLADDER-TRAINING---
DOC#). Diakses tanggal 28 April 2017.

Nababan, TJ. (2011). Pengaruh Bladder Retention Training terhadap


Kemampuan Mandiri Berkemih pada Anak di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Online
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24523/7/Cover.pdf). Diakses
tanggal 28 April 2017.

Universitas, Jember. (2015). SOP Bladder Training.


https://scrib.com/documents.Diakses : 28 April 2017
11

LAMPIRAN
SOP BLADDER TRAINING
12
13

Anda mungkin juga menyukai