Anda di halaman 1dari 15

PERBEDAAN BUDAYA INDONESIA DAN JEPANG

DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS

MATA KULIAH ORGANIZATION CULTURE

OLEH :

REZA PAHLAWAN (1441173402039)

DEA AYU LESTARI ( 1441173402050)

AHMAD SUDIRA ( 1441173402007)

CINTIA DEVI (1441173402057)

SRI WAHYUNI JUMHODIKROMIN (1441173402098)

Kelas : 7 MB1

Dosen : Neneng Sofiyanti,S.E.,MM.

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun dengan selesai.Tidak lupa kami juga banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Karawang, 5 Januari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI
..................................................................................................................................................................... ii
i

Bab I Pendahuluan ................................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................................1

1.3. Tujuan ................................................................................................................................................ 1

Bab II Pembahasan ........................................................................................................................2

2.1.Pancasila Sebagai Ideologi Negara ..........................................................................................2

2.2. Hakko Ichiu sebagai ideology negara jepang ...........................................................................4

2.3. Sistem Pemerintahan Indonesia dan Jepang...................................................................................5

2.4. Perbandingan sosial budaya Indonesia dan Jepang ................................................................7

2.4.1. Tradisi penamaan di Jepang .....................................................................................................7

2.4.2. Tradisi penamaan di Indonesia ............................................................................................8

2.4.3. Perbandingan kedua tradisi .................................................................................................8

2.4.4. Pemakaian Gesture/Gerakan tubuh untuk memberikan penghormatan dan kasih sayang ..9

2.5. Perbandingan antara Jepang dan Indonesia ............................................................................11

BAB III Penutup ............................................................................................................................12

3.1. Kesimpulan .............................................................................................................................12

Daftar Pustaka ................................................................................................................................13


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Fungsi dari membandingkan dua objek adalah agar mengetahui apakah diantara keduanya
terdapat persamaan dan perbedaan, jika memang ada, bagaimana dan seperti apa. Pembahasan
kali ini akan mengupas perihal perbandingan sistem tata pemerintahan antara negara Indonesia
dan Negara Jepang. Sebelum masuk pada pokok bahasan terlebih dahulu akan kita bahas
mengenai perbandingan sistem tata pemerintahan diantara keduanya. Yang dimaksudkan
dengan memperbandingkan di sini ialah mencari dan mensinyalir perbedaan-perbedaan serta
persamaan-persamaan dengan memberi penjelasannya.
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur
pemerintahannya. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu
kestabilan negara itu.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana dan dimana letak Perbedaan, Persamaan Perbandingan antara Negara
Indonesia dengan Negara Jepang?”

1.3. Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum
dan khusus.. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui
Bagaimana dan dimana letak Perbedaan, Persamaan Perbandingan antara Negara Indonesia
dengan Negara Jepang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia


Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu idea dan logia. Idea berasal
dari idein yang berarti melihat. Idea juga diartikan sesuatu yang ada di dalam pikiran sebagai
hasil perumusan sesuatu pemikiran atau rencana. Kata logia mengandung makna ilmu
pengetahuan atau teori, sedang kata logis berasal dari kata logos dari kata legein yaitu berbicara.
Istilah ideologi sendiri pertama kali dilontarkan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754 –
1836), ketika bergejolaknya Revolusi Prancis untuk mendefinisikan sains tentang ide. Jadi
dapat disimpulkan secara bahasa, ideologi adalah pengucapan atau pengutaraan terhadap
sesuatu yang terumus di dalam pikiran.Dalam tinjauan terminologis, ideology is Manner or
content of thinking characteristic of an individual or class (cara hidup/ tingkah laku atau hasil
pemikiran yang menunjukan sifat-sifat tertentu dari seorang individu atau suatu kelas).
Ideologi adalah ideas characteristic of a school of thinkers a class of society, a plotitical
party or the like (watak/ ciri-ciri hasil pemikiran dari pemikiran suatu kelas di dalam masyarakat
atau partai politik atau pun lainnya). Ideologi ternyata memiliki beberapa sifat, yaitu dia harus
merupakan pemikiran mendasar dan rasional. Kedua, dari pemikiran mendasar ini dia harus
bisa memancarkan sistem untuk mengatur kehidupan. Ketiga, selain kedua hal tadi, dia juga
harus memiliki metode praktis bagaimana ideologi tersebut bisa diterapkan, dijaga eksistesinya
dan disebarkan.
Pancasila dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah
mendasar dan rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar dalam mengatur
kehidupan bernegara. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional
karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh
para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai kandungan Pancasila dilestarikan dari
generasi ke generasi.
Pancasila pertama kali dikumandangkan oleh Soekarno pada saat berlangsungnya sidang
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI).
Pada pidato tersebut, Soekarno menekankan pentingnya sebuah dasar negara. Istilah
dasar negara ini kemudian disamakan dengan fundamen, filsafat, pemikiran yang mendalam,
serta jiwa dan hasrat yang mendalam, serta perjuangan suatu bangsa senantiasa memiliki
karakter sendiri yang berasal dari kepribadian bangsa.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Pancasila secara formal yudiris terdapat dalam
alinea IV pembukaan UUD 1945. Di samping pengertian formal menurut hukum atau formal
yudiris maka Pancasila juga mempunyai bentuk dan juga mempunyai isi dan arti (unsur-unsur
yang menyusun Pancasila tersebut). Tepat 64 tahun usia Pancasila, sepatutnya sebagai warga
negara Indonesia kembali menyelami kandungan nilai-nilai luhur tersebut.
Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan sesuatu
yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia. Memahami Ketuhanan
sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat yang beketuhanan, yakni
membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo
Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya.
Dari sudut pandang etis keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu
adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan
beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Dari dasar ini pula, bahwa suatu
keharusan bagi masyarakat warga Indonesia menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan,
dan masyarakat yang beragama, apapun agama dan keyakinan mereka.

Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran tentang
keteraturan, sebagai asas kehidupan, sebab setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi
manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab. Manusia yang maju peradabannya tentu lebih
mudah menerima kebenaran dengan tulus, lebih mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola
kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal hukum universal.
Kesadaran inilah yang menjadi semangat membangun kehidupan masyarakat dan alam
semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha gigih, serta dapat diimplementasikan dalam
bentuk sikap hidup yang harmoni penuh toleransi dan damai.
Persatuan (Kebangsaan) Indonesia
Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran Indonesia dan
bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa Indonesia hadir untuk
mewujudkan kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari Sabang sampai Marauke. Persatuan
Indonesia, bukan sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan sempit, namun harus menjadi
upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dari dunia luar. Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk dalam proses sejarah perjuangan panjang dan terdiri dari bermacam-macam
kelompok suku bangsa, namun perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan tetapi justru
dijadikan persatuan Indonesia.
Permusyawaratan dan Perwakilan
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan dengan orang lain,
dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan saling menghargai satu sama lain atas
dasar tujuan dan kepentingan bersama. Prinsip-prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita utama
untuk membangkitkan bangsa Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam dunia modern,
yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau berada dalam
kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan.
Hikmah kebijaksanaan adalah kondisi sosial yang menampilkan rakyat berpikir dalam
tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri dari belenggu pemikiran
berazaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit.
Keadilan Sosial
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan,
keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa. Itu semua bermakna
mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik, dimana setiap anggotanya
mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada
kemampuan aslinya. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan
peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.
2.2. Hakko Ichiu sebagai Ideologi Negara Jepang
Shinto adalah agama asli Jepang yang berakar pada kepercayaan animis Jepang kuno.
Kata Shinto berasal dari bahasa Tionghoa, “Shen” artinya roh, “Tao” berarti jalannya dunia,
bumi, dan langit.1) Dengan demikian Shinto berarti perjalanan roh yang baik.
Menurut Shinto, Hakko Ichiu itu diperintahkan oleh Jimmu Tenno (Tenno pertama ± 660
SM) sebagai dewa kepada bangsa Jepang untuk membentuk kekeluargaan yang meliputi
seluruh dunia. Hakko Ichiu dianggap sebagai titah dewa yang harus dilaksanakan. Selanjutnya
Hakko Ichiu diterangkan bahwa bangsa Jepang merupakan keluarga yang sah, sedangkan
bangsa-bangsa lain tidak, karena itu Jepang boleh memperlakukannya dengan sewenang-
wenang. Sebagai keluarga yang sah, Jepang berhak atas seluruh dunia agar dunia dapat disusun
sebagai satu kekeluargaan.2)
Sejak Restorasi Meiji (1868), agama Shinto dijadikan agama negara dan mendapat
kedudukan istimewa dalam pemerintahan. Pejabat-pejabat Shinto mendapat kedudukan penting
dalam kabinet, dan doktrin-doktrin yang didasarkan pada Shinto dipropagandakan oleh
pemerintah. Isi Hakko Ichiu dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan pada masa itu. Isinya
Hakko Ichiu sebagai berikut:
1. Jepang adalah pusat dunia dan Kaisar sebagai pemimpinnya. Kaisar adalah Dewa di dunia
yang mendapat kedewaannya dari Amaterasu Omikami langsung.
2. Kami (dewa), melindungi Jepang dengan segala kekuatannya. Hal ini menjadikan Jepang
superior, lebih kuat, istimewa dibanding negara lain di dunia.
3. Semua hal tersebut adalah dasar dari Kodoshugisa (jalan Kekaisaran) sehingga Jepang
memiliki misi suci untuk menjadikan dunia sebagai satu keluarga dengan Jepang sebagai
pemimpin.
Menurut Hasbulla Bakri bahwa agama Shinto ini memang mempunyai kelebihan, yakni
dapat menarik hati golongan atas karena kekolotan mereka, dan dapat menarik hati golongan
bawah karena takhyul mereka. Itulah sebabnya agama Shinto sering digunakan sebagai alat
poltik.3)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hakko Ichiu (dunia sebagai satu keluarga)
adalah ajaran Shinto yang mengatakan bahwa Jepang harus menyusun dunia ini sebagai satu
“keluarga besar”, dan Jepang bertindak sebagai “kepala keluarga”. Ajaran Hakko Ichiu ini
tentunya tak dapat terlaksana tanpa kemajuan yang telah dicapai oleh Jepang, terutama dalam
bidang perdagangan dan industri. Ajaran tersebut telah ada sejak tahun 660 SM yang merupakan
perintah dari Tenno, namun pada kenyataannya nanti pada abad ke-19 Jepang menjadi negara
imperialis. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan yang dicapai setelah Restorasi Meiji
merupakan faktor utama yang menyebabkan Jepang menjadi negara imperialis.

2.3. Sistem Pemerintahan Indonesia dan Jepang


Secara lompatan sejarah, maka Jepang melakukan lompatan yang sangat jauh dan cepat
perkembangannya, sejak pra sejarah, zaman klasik, pertengahan sampai zaman modern Jepang
memberikan sebuah pelajaran bagi dunia tentang bagaimana cara bangkit dari kehancuran dan
melompat dengan cepat dan dengan jarak yang jauh, (Kaizen, perbaikan terus menerus).
Jepang modern, memiliki konsep demokrasi yang khas, “dengan ini memproklamasikan
bahwa kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat” adalah bunyi bagian dari Pembukaan
Konstitusi Jepang. Namun di tengah konsep demokrasi itu, konsep Kekaisaran masih tetap
dipertahankan (monarkhi konstitusional). “Kaisar harus merupakan lambang dari negaradan
dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat yang memegang
kedaulatan tertinggi.” (Pasal 1 Konstitusi Jepang).
Jepang adalah anti Perang. Pasal 9 Bab II tentang Penolakan Terhadap Perang, yang
berbunyi: Paragraf pertama “Dengan mencita-citakan secara sungguh-sunguh akan suatu
perdamaian internasional yang didasarkan atas keadilan dan ketertiban, rakyat
Jepang selama-lamanya menolak perang sebagai suatu hak berdaulat dari bangsa serta
ancaman atau penggunaan dari kekuatan sebagai sarana-sarana penyelesaian perselisihan
internasional.”Paragraf kedua: “Agar supaya untuk melengkapi sasaran dari
paragraphsebelumnya, angkatan-angkatan darat, laut dan udara, demikian pula potensi
perang lainnya, tidak akan dipelihara Hak mengenai pernyataan perang dari pemerintah tidak
akan dikenal”. Sehingga dengan ini Jepang disebut sebagai
Negara Demokrasi Pasifis Jepang menganut Sistem Pemerintahan Parlementer, dengan
argumnetasi:
Pertama, Kabinet Jepang dipimpin oleh Perdana Menteri yang dibentuk oleh atau atas
dasar kekuatan dan atau kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen. (Pasal 66 Konstitusi
Jepang), Kedua, Para anggota kabinet Jepang mayoritas harus dipilih dari antara anggota-
anggota parlemen (Diet). (Pasal 68 Konstitusi Jepang), Ketiga, Kabinet dengan ketuanya
bertanggungjawab kepada parlemen. Apabila kabinet atau seorang atau beberapa orang
anggotanya mendapat mosi tidak percaya dari parlemen, maka kabinet atau seorang atau
beberapa orang daripadanya harus mengundurkan diri.(Pasal 66 dan 69 Konstitusi
Jepang), Keempat, Sebagai imbangan dapat dijatuhkannya kabinet, maka Kaisar Jepang dengan
saran atau nasehat perdana menteri dapat membubarkan parlemen. (Pasal 7 Konstitusi
Jepang), Kelima, Hubungan yang erat antara Legislatif (parlemen) dengan Eksekutif. Dimana
kabinet hanya hanya bisa menjalankan program bila ada persetujuan dari
parlemen. Keenam, Adanya hubungan saling ketergantungan (interdependensi). Ketujuh, Sifat
hubungan antara Eksekutif dan Legislatif bersifat Sub dan Supra ordinatif. (Pasal 41 Konstitusi
Jepang)
Ketatanegaraan Indonesia setelah Amandemen UUD 1945 melahirkan perubahan yang
sangat besar dimana UUD 1945 setelah perubahan memunculkan lembaga-lembaga baru seperti
Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, dan Bank Indonesia. DPR
juga dipertegas kewenangannya baik dalam fungsi legislasi maupun fungsi pengawasan. Aturan
tentang BPK ditambah. MPR berubah kedudukannya dari lembaga tertinggi negara menjadi
lembaga join session antara DPR dan DPD (bicameral). DPA dihapus karena dilihat fungsinya
tidak lagi strategis.
Amandemen UUD 1945 telah memberikan nilai pergeseran yang sangat berarti dan besar
dalam penyelenggaraan sistem ketatanegaraan Indonesia yang mencoba untuk lebih demokratis.
Hal ini terlihat jelas dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 perubahan ketiga, dinyatakan bahwa
“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”. Kerangka pemikiran tersebut diatas telah memperkuat sistem pemerintahan
Presidensiil di Indonesia, dengan mengubah pola hubungan antara lembaga-lembaga tinggi
negara.
MPR yang pasca amandemen UUD 1945 merupakan join session antara DPR dan DPD
merubah paradigma sistem lembaga perwakilan rakyat Indonesia yang lama, sehingga sekarang
Indonesia menganut sistem dua kamar (bicameral) yang mana pada sistem ini dikenal dua badan
terpisah, seperti DPR dan Senat, atau Majelis Tinggi dan Majelis Rendah. Dengan dua majelis
yang terpisah ini lebih menguntungkan karena menjamin kualitas produk legislatif dan
pengawasan atas eksekutif dapat dilakukan dua kali (double check), menurut Harun Alrasid,
susunan MPR dengan sistem dua kamar ini bisa merumuskan tugas dan wewenang lembaga
legislatif, eksekutif, dan yudikatif lebih fundamental dan lebih efektif dibandingkan dengan
mengusulkan reposisi lembaga MPR, DPR, dan kepresidenan; apakah menganut trias
politica murni atau tidak dalam pembagian kekuasaan dan kewenangan lembaga-lembaga
negara.
Perubahan dari sistem satu kamar (unicameral) menjadi dua kamar (bicameral) tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan dengan sistem pemilihan Presiden secara langsung oleh
rakyat. Karena pada dasarnya, prinsip tersebut menurut Suwoto M. berkaitan dengan ketentuan
pola hubungan antar lembaga yang meliputi pada proses pembentukan dan pengawasan kabinet,
pertanggungjawaban kebijakan, serta pemberhentian Presiden dalam masa jabatan. Dengan
ketentuan tentang “impeachment” ini maka akan semakin jelas tentang perbedaan mekanisme
pemberhentian dalam masa jabatan yang dilakukan oleh parlemen terhadap Presiden.

2.4. Perbandingan Sosial Budaya Indonesia dengan Jepang


2.4.1. Tradisi Penamaan di Jepang
Nama di Jepang terdiri dari dua bagian : family name dan first name. Nama ini harus
dicatatkan di kantor pemerintahan (kuyakusho), selambat-lambatnya 14 hari setelah seorang
bayi dilahirkan. Semua orang di Jepang kecuali keluarga kaisar, memiliki nama keluarga.
Tradisi pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman restorasi Meiji, sedangkan di era
sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak memiliki nama keluarga. Sejak restorasi meiji,
nama keluarga menjadi keharusan di Jepang. Dewasa ini ada sekitar 100 ribu nama keluarga di
Jepang, dan diantaranya yang paling populer adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang wanita
menikah, maka dia akan berganti nama keluarga, mengikuti nama suaminya. Namun demikian,
banyak juga wanita karir yang tetap mempertahankan nama keluarganya. Dari survey yang
dilakukan pemerintah tahun 1997, sekitar 33% dari responden menginginkan agar walaupun
menikah, mereka diizinkan untuk tidak berganti nama keluarga [2]. Hal ini terjadi karena
pengaruh struktur masyarakat yang bergeser dari konsep “ie”(家) dalam tradisi keluarga Jepang.
Semakin banyak generasi muda yang tinggal di kota besar, sehingga umumnya menjadi
keluarga inti (ayah, ibu dan anak), dan tidak ada keharusan seorang wanita setelah menikah
kemudian tinggal di rumah keluarga suami. Tradisi di Jepang dalam memilih first name, dengan
memperhatikan makna huruf Kanji, dan jumlah stroke, diiringi dengan harapan atau doa bagi
kebaikan si anak.
2.4.2. Tradisi penamaan di Indonesia
Adapun masyarakat di Indonesia tidak semua suku memiliki tradisi nama keluarga.
Masyarakat Jawa misalnya, tidak memiliki nama keluarga. Tetapi suku di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi memiliki nama keluarga. Dari nama seseorang, kita dapat
memperkirakan dari suku mana dia berasal, agama apa yang dianut dsb. Berikut karakteristik
nama tiap suku di Indonesia
Suku Jawa (sekitar 45% dari seluruh populasi) : biasanya diawali dengan Su (untuk
laki-laki) atau Sri (untuk perempuan), dan memakai vokal “o”. Contoh : Sukarno,
Suharto, Susilo, Joko, Anto, Sri Miranti, Sri Ningsih.
Suku Sunda(sekitar 14% dari seluruh populasi) : banyak yang memiliki perulangan
suku kata. Misalnya Dadang, Titin, Iis, Cecep
Suku Batak : beberapa contoh nama marga antara lain Harahap, Nasution.
Suku Minahasa : beberapa contoh nama marga antara lain Pinontoan, Ratulangi.
Suku Bali : Ketut, Made, Putu, Wayan dsb. Nama ini menunjukkan urutan, bukan
merupakan nama keluarga.
Selain nama yang berasal dari tradisi suku, banyak nama yang diambil dari pengaruh
agama. Misalnya umat Islam : Abdurrahman Wahid, Abdullah, dsb. Sedangkan umat Katolik
biasanya memakai nama baptis : Fransiskus, Bonivasius, Agustinus, dsb.
2.4.3. Perbandingan kedua tradisi
Persamaan antara kedua tradisi :
Baik di Jepang maupun di Indonesia dalam memilih nama (first name) sering memilih kata yang
mensimbolkan makna baik, sebagai doa agar si anak kelak baik jalan hidupnya. Khusus di
Jepang, banyaknya stroke kanji yang dipakai juga merupakan salah satu pertimbangan tertentu
dalam memilih huruf untuk anak. Umumnya laki-laki di Jepang berakhiran “ro” (郎), sedangkan
perempuan berakhiran “ko” (子)
Perbedaan antara kedua tradisi sbb.
1. Di Jepang, nama keluarga dimasukkan dalam catatan sipil secara resmi, tetapi di Indonesia
nama keluarga ini tidak dicatatkan secara resmi di kantor pemerintahan. Nama family/marga
tidak diperkenankan untuk dicantumkan di akta kelahiran
2. Di Jepang setelah menikah seorang wanita akan berganti nama secara resmi mengikuti nama
keluarga suaminya. Sedangkan di Indonesia saat menikah, seorang wanita tidak berganti nama
keluarga. Tapi ada juga yang nama keluarga suami dimasukkan di tengah, antara first name dan
nama keluarga wanita, sebagaimana di suku Minahasa. Di Indonesia umumnya setelah menikah
nama suami dilekatkan di belakang nama istri. Misalnya saja Prio Jatmiko menikah dengan Sri
Suwarni, maka istri menjadi Sri Suwarni Jatmiko. Tetapi penambahan ini tidak melewati proses
legalisasi/pencatatan resmi di kantor pemerintahan.
3. Huruf Kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di Jepang dibatasi oleh
pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang disebut jinmeiyo kanji), sedangkan di Indonesia tidak ada
pembatasan resmi untuk memilih kata yang dipakai sebagai nama anak
2.4.4. Pemakaian gesture/gerak tubuh untuk memberikan penghormatan dan kasih sayang
Salah satu topik menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai bahasa tubuh untuk
mengungkapkan penghormatan. Jepang dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam
mengekspresikan terima kasih, permintaan maaf, dsb.
Ojigi
Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan,
misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda,
dsb. Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼). Ritsurei adalah ojigi yang dilakukan
sambil berdiri. Saat melakukanojigi, untuk pria biasanya sambil menekan pantat untuk menjaga
keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan badan.
Sedangkan zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Berdasarkan
intensitasnya, ojigi dibagi menjadi 3 : saikeirei (最敬礼), keirei (敬礼), eshaku (会釈).
Semakin lama dan semakin dalam badan dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang
ingin disampaikan. Saikeirei adalah level yang paling tinggi, badan dibungkukkan sekitar 45
derajat atau lebih. Keirei sekitar 30-45 derajat, sedangkan eshaku sekitar 15-30
derajat. Saikeirei sangat jarang dilakukan dalam keseharian, karena dipakai saat
mengungkapkan rasa maaf yang sangat mendalam atau untuk melakukan sembahyang. Untuk
lebih menyangatkan,ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat ingin menyampaikan perasaan
maaf yang sangat mendalam. Adapun dalam budaya Indonesia, tidak dikenal ojigi.
Jabat tangan
Tradisi jabat tangan dilakukan baik di Indonesia maupun di Jepang melambangkan
keramahtamahan dan kehangatan. Tetapi di Indonesia kadang jabat tangan ini dilakukan dengan
merangkapkan kedua tangan. Jika dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis kelamin, ada
kalanya tangan mereka tidak bersentuhan. Letak tangan setelah jabat tangan dilakukan, pun
berbeda-beda. Ada sebagian orang yang kemudian meletakkan tangan di dada, ada juga yang
diletakkan di dahi, sebagai ungkapan bahwa hal tersebut tidak semata lahiriah, tapi juga dari
batin.
Cium tangan
Tradisi cium tangan lazim dilakukan sebagai bentuk penghormatan dari seorang anak
kepada orang tua, dari seorang awam kepada tokoh masyarakat/agama, dari seorang murid ke
gurunya. Tidak jelas darimana tradisi ini berasal. Tetapi ada dugaan berasal dari pengaruh
budaya Arab. Di Eropa lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi sebagai penghormatan
seorang pria terhadap seorang wanita yang bermartabat sama atau lebih tinggi. Dalam agama
Katolik Romawi, cium tangan merupakan tradisi juga yang dilakukan dari seorang umat kepada
pimpinannya (Paus, Kardinal). Di Jepang tidak dikenal budaya cium tangan.
Cium pipi
Cium pipi biasa dilakukan di Indonesia saat dua orang sahabat atau saudara bertemu, atau
sebagai ungkapan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya dan sebaliknya. Tradisi ini
tidak ditemukan di Jepang.
Sungkem
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku
lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid
kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan,
atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang
tua, dan meminta doa restunya.
Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam
mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku
baik di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru
mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak ikut ditundukkan melainkan
memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang
lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata. Kesalahan lain yang juga sering terjadi
adalah mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal ini juga kurang tepat dipandang dari tradisi
Jepang.

2.5. Perbandingan antara Jepang dan Indonesia

Perbandingan Jepang Indonesia

Bentuk Negara Monarkhi Republik (Negara


Konstitusional Kesatuan)

Demokrasi Demokrasi Pasifis Demokrasi Pancasila

Sistem Parlementer Presidensiil


Pemerintahan

Kepala Negara Kaisar Presiden

Kepala Perdana Menteri Presiden


Pemerintahan

Sistem dua kamar (bicameral) kita masih setengah-setengah, peranan DPD sangatlah
minim, hal ini juga sejalan dengan bentuk Negara kita yang berbentuk Negara Kesatuan, bukan
sebagai Negara Federal, walaupun dengan keberadaan Otonomi Daerah yang ada sekarang ini
akhirnya menambah campur aduknya sistem yang ada, Antara Federal dan Kesatuan, antara
Parlementer dan Presidensil, Antara satu kamar (unicameral) dan dua kamar (bicameral).

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sistem pemerintahan Republik Indonesia (RI) menurut UUD yang sudah diamandemen
adalah sistem pemerintahan Presidensial yang tidak bertanggung jawab kepada parlemen.
Ekonomi, Budaya, Politik memiliki keterkaitan dalam membawa Indonesia menjadi lebih baik.
Antara Indonesia maupun Jepang memiliki persamaan dalam hal budaya, ekonomi,
maupun politik. Kedua Negara memiliki bentuk demografi yang sama, sehingga dalam
pembangunan ekonomi Indonesia-Jepang sama-sama menekankan terhadap ekonomi kelautan
yang dimilikinya. Faktor penjajahan yang dilakukan Jepang terhadap Indonesia telah membuat
sistem-sistem budaya dalam masyarakat memiliki persamaan, sebagai contoh penghormatan
terhadap yang lebih tua menjadi nilai moral yang tinggi. Dalam kepemerintahan dan politik
kedua Negara sama-sama menerapkan sistem demokrasi, namun dalam pelaksanaan
kepemerintahan Indonesia dilaksanakan oleh Presiden sedangkan Jepang Perdana Menteri.
Kaisar hanya dijadikan sebagai symbol pemersatu rakyat.
Perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang bermanfaat untuk mengetahui pola
berfikir bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Salah satu kesulitan utamanya adalah perbedaan
karakteristik kedua bangsa.
Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam
mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku
baik di Jepang maupun Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

http://asnugroho.wordpress.com/2006/08/31/perbandingan-budaya-indonesia-dan-jepang/

Anda mungkin juga menyukai