Anda di halaman 1dari 49

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan tugas sebagai Asisten Dosen untuk memfasilitasi/mengampu mata


kuliah baru “Kebijakan Publik” yang diberlakukan pada program studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Suryakancana Cianjur mulai tahun ajaran 2015-2016, atas petunjuk dan izin Bapak Prof. Dr. H. Endang
Danial Ar., M.Pd., M.Si. selaku Ketua Prodi sekaligus Guru Besar mata kuliah bersangkutan, penulis
mencoba menyusun diktat berupa ikhtisar atau butir-butir bahan diskusi untuk memudahkan para
mahasiswa strata satu dalam proses pembelajaran. Bahan diktat diambil dari berbagai buku
teks/sumber dan bahan pendukung lainnya termasuk pengalaman penulis sebelumnya selaku
Widyaiswara dan Birokrat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur. Namun harus diakui bahwa
diktat ini belum sempurna, di dalamnya masih banyak terdapat kekurangan/kelemahan, yang Insya
Alloh secara bertahap sesuai dengan berjalannya proses pembelajaran, akan diperbaiki/direvisi,
sambil menimba saran masukan dari rekan-rekan sejawat. Guna pengayaan dan pendalaman materi,
para mahasiswa dianjurkan untuk mempelajari mata kuliah dimaksud lebih lanjut dari buku-buku
yang penulis pergunakan yang dicantumkan juga dalam daftar kepustakaan, selain tentu saja dari
berbagai media (cetak/elektronik) termasuk internet berkenaan dengan materi yang relevan. Semoga
kiranya bermanfaat. Cianjur, Medio Oktober 2015.
Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………… ii

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………………. 1
BAB II. PENGERTIAN, PRINSIP, DAN FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK………1
A.PENGERTIAN-PENGERTIAN ………………..……………………………………………… 1
B.PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI PUBLIK ……………………………………………. 9
C.FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK ……………………………………………. 10
BAB III. KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK………………………………………………….13
A.PERUBAHAN PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA KE ADMINISTRASI
PUBLIK………………………………………………………………………………………………. 13
B.ADMINISTRASI PEMBANGUNAN……………………………………………………….18
C.BIROKRASI PUBLIK ……………………………………………………………………………..22
D.KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………………………………………………….. 25
E.PELAYANAN PUBLIK ……………………………………………………………………………27
F.MANAJEMEN KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………………. 28
G.RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PUBLIK …………………………………………… 32

BAB IV. KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………………………………………….. 36


A.PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………………… 36
B.TUJUAN KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………………………… 40
C.JENIS-JENIS KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………………………………… 41
D.TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………… 43
E.BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………………………… 45
F.CIRI-CIRI KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………………………… 49

BAB V. SISTEM, PROSES, DAN SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK ……………………….. 51


A.SISTEM KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………………………………………. 51
B.PROSES KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………………………….53
C.SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………………………………………… 54
ii
BAB VI. KONTEKS MAKRO DAN ARTI PENTING KEBIJAKAN PUBLIK …………..56
A.NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………………………………….. 56
B.AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………………………….. 59
C.LINGKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………………………………….. 62
BAB VII. PERAN INFORMASI DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK ……… 73
A.PENGERTIAN INFORMASI ……………………………………………………………………. 73
B.PENTINGNYA INFORMASI DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN ………………. 74

BAB VIII. AGENDA SETTING ………………………………………………………………………… 77

A.ISU-ISU KONSEPTUAL ………………………………………………………………………….. 77


B.PROSES AGENDA SETTING ………………………………………………………………….. 77
BAB IX. PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………… 83

A.HAKIKAT KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………………………………………….. 83


B.ISU-ISU KONSEPTUAL ………………………………………………………………………….. 85
C.PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………………………. 87
D.TAHAP-TAHAP PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………. 93

BAB X. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK …………………………………………………… 96


A.KONSEP IMPLEMENTASI ………………………………………………………………………. 96
B.MODEL PROSES IMPLEMENTASI ………………………………………………………….. 101
C.TEKNIK/METODE IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK …………………………. 110
D.

PELAKSANA (IMPLEMENTOR)
KEBIJAKAN ……………………………………………. 119
E.HAMBATAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK DAN UPAYA PENANG-
GULANGANNYA …………………………………………………………………………………… 123

BAB XI. MONITORING DAN EVALUASI ……………………………………………………… 126

A.MONITORING KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………………………………….. 126


B.EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………………………………………… 127
C.METODE DAN PENDEKATAN EVALUASI KINERJA ………………………………… 133
D.TEKNIK-TEKNIK PENGUKURAN DALAM EVALUASI KINERJA ………………… 135

BAB XII. ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ………………………………………………………. 144

A.DIMENSI-DIMENSI KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………………………….. 144


B.PENGERTIAN DAN TUJUAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK …………………… 144
iii

C.FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS YANG BERPENGARUH DALAM PERUMUS- AN KEBIJAKAN


PUBLIK………………………………………………………………………… 146
D.ASPEK-ASPEK DALAM ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………. 147
E.VARIASI KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ……………………………….. 148
F.MODEL DAN PENDEKATAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK …………………… 150

BAB XIII. KEBIJAKAN PUBLIK DI BIDANG PENDIDIKAN ……………………………….. 165

A.MAKNA KEBIJAKAN PUBLIK DI BIDANG PENDIDIKAN …………………………. 165


B.PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH .. 168
C.POLITIK DEMOKRATIK DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN …………………….. 173
D.KEBIJAKAN PENDIDIKAN ……………………………………………………………………… 176

DAFTAR KEPUSTAKAAN ……………………………………………………………………………… 198


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Perkembangan terakhir mengenai administrasi negara seperti terlihat dalam paradigma-paradigma
administrasi negara, menurut Mustopadijaya AR (1992:3), adalah berakhirnya dikotomi (pemisahan)
antara politik (perumusan dan pem-buatan kebijakan) dengan administrasi negara
(pelaksanaan/implementasi kebijak-an). Fungsi administrasi negara pada saat ini tidak terbatas secara
tradisional dalam pelaksanaan atau implementasi kebijakan, tetapi juga dalam perumusan dan
pembuatan kebijakan. Lebih dari itu, sistem administrasi negara juga mempunyai peranan dalam
monitoring dan evaluasi pelaksanaan/implementasi dan hasil-hasilnya. Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka dalam membicarakan kebijakan, tidak ada pemisahan secara tegas dengan administrasi,
yang di dalamnya tercakup organisasi dan manajemen. Begitu pula halnya dengan organisasi yang
bernama negara, dengan administrasi dan manajemennya, yang istilah populer sekarang dikenal
dengan administrasi dan manajemen publik. Demikianlah, maka dalam mempelajari kebijakan publik
perlu juga diketahui terlebih dulu administrasi publik.

B. Deskripsi Singkat.

Mata kuliah ini membahas pengertian administrasi dan manajemen publik, serta konsep pokok
kebijakan publik yang mencakup tujuan, jenis-jenis, tingkat-tingkat, proses, aktor, sistem, siklus,
bentuk, ciri-ciri, dan agenda setting, perumusan, imple-mentasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan
publik, serta analisis kebijakan publik, dan peranan informasi dalam membuat kebijakan publik,
ditambah
kebijakan publik di bidang pendidikan.

C. Standar Kompetensi.

Mahasiswa menguasai pengetahuan tentang pengertian administrasi dan manajemen publik, konsep
pokok kebijakan publik yang meliputi pengertian, tujuan, jenis, tingkat-tingkat, proses, sistem, siklus,
bentuk, ciri-ciri, dan agenda setting, perumus-an, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan
publik, serta analisis kebijak-an kebijakan publik, serta peran informasi dalam pembuatan kebijakan
publik.
D. Kompetensi Dasar.
Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan :
1.Pengertian Administrasi dan Manajemen Publik, serta Kebijakan Publik.
2.Pengertian, Jenis dan Tingkat-tingkat Kebijakan Publik.
3.Tujuan, Bentuk, dan Ciri-ciri Kebijakan Publik.
4.Sistem, Proses, dan Siklus Kebijakan Publik.
5.Peran Infornasi dalam Pembuatan Kebijakan Publik.
6.Agenda Setting dalam Kebijakan Publik.
7.Perumusan, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
8.Analisis Kebijakan Publik.
9.Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan.
BAB II
PENGERTIAN, PRINSIP, DAN FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK

A.PENGERTIAN

1. Administrasi.
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa di antaranya :
a.The Liang Gie (1978:9) : Administrasi adalah “segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu”.

b.S. Prajudi Atmosudirdjo (1979:21) : “ Ilmu administrasi adalah cabang atau kesatuan atau disiplin
ilmu sosial yang secara khas mempelajari ‘administrasi’ sebagai salah satu fenomenon ma-syarakat
modern. Administrasi adalah sesuatu yang terdapat di dalam se-suatu organisasi modern dan yang
memberi hayat kepada organisasi tersebut, sehingga organisasi itu dapat berkembang, tumbuh dan
bergerak ” .

c. Sondang P. Siagian (1996:3) : Administrasi adalah “ proses kerjasama antara dua orang manusia
atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan
sebelumnya”.

d.Luther Gullick (1937): “ Administration has to do with getting things done with the accomplishment
of defined objectives”. (Administrasi berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditentukan).

e.John M. Pfiffner : “ Administration may be defined as the organization and direction of human and
material resourches to achieve desired ends”. (Administrasi dapat didefinisikan sebagai
pengorganisasian dan pengarahan sumber-sumber yang berupa manusia/tenaga kerja dan material
untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan).

f. William H. Newman : “ Administration is guidance, leadership and control of the effort of a group
of individuals toward some common goals”. (Administrasi adalah pemberian pedoman, kepemimpinan dan
pengendalian kegiatan-kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama). Dari definisi
para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya administrasi mempunyai
pengertian yang sama, yaitu adanya :
a.Kegiatan;
b.Proses kerjasama;
c.Sekelompok manusia (lebih dari dua orang);
d.Pembagian tugas;
e.Tujuan yang ingin dicapai.

2.Unsur-unsur Administrasi.
Unsur-unsur administrasi meliputi :
a. Organisasi , yang merupakan rangka, struktur atau wadah di mana usaha kerjasama dilakukan;

b. Manajemen, sebagai suatu proses yang menggerakkan kegiatan dalam administrasi sehingga
tujuan yang telah ditentukan benar-benar tercapai;
c. Kepegawaian, merupakan segi yang berkaitan dengan sumber tenaga kerja yang harus ada
pada setiap usaha kerjasama. Dari sini kemudian muncul administrasi kepegawaian;
d. Keuangan atau modal ,yang merupakan segi pembiayaan dalam setiap usaha kerjasama. Dari
sini kemudian muncul administrasi keuangan;
e. Perlengkapan, yang berkaitan denganm kebutuhan material/kebendaan dan kerumahtanggaan
yang harus ada dalam setiap usaha kerjasama. Dari sini kemudian muncul administrasi
perlengkapan (supply administration) yang mencakup pembelian, klasifikasi, dan standarisasi
alat-alat, dll.

f. Pekerjaan Kantor atau Tata Usaha, yaitu rangkaian kegiatan mengumpulkan, mencatat,
menggandakan, mengirim, dan menyimpan data/informasi. Ada yang sifatnya office work ,
ada yang paper work atau clerical work . Dari sini kemudian muncul administrasi
perkantoran;

g. Tata Hubungan/Komunikasi , yang merupakan urat nadi sehingga memung-kinkan orang-


orang dalam usaha kerjasama itu mengetahui apa yang terjadi atau diinginkan oleh masing-
masing. Tanpa hubungan atau komunikasi yang baik, tak mungkin proses kerjasama dapat
terlaksana dengan baik. Penge-tahuan tentang tata hubungan ini misalnya teknik pelaporan,
metode rapat, koordinasi, dll.
h. Hubungan Masyarakat (Public Relations), yang mengkaji hal-hal yang ber-kaitan dengan
hubungan antara organisasi dengan pihak luar (individu, lembaga, dll.).

3.Publik.
Istilah publik berasal dari bahasa Inggris “ public” yang berarti umum, masyarakat, atau negara.
Tentang pengertian publik, Inu Kencana Syafiie, dkk. (1999) memberikan pengertian, “sejumlah
manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan
baik berdasar-kan nilai-nilai norma yang mereka miliki ”. Karena itu publik tidak langsung diartikan
sebagai penduduk, masyarakat, warga negara, atau pun rakyat. Untuk jelasnya berikut dikemukakan :

a. Penduduk : Orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara. Di Indonesia terdiri
dari WNI (Warga Negara Indonesia), dan WNA (Warga Negara Asing), serta terdapat juga
yang nonpenduduk, yatu orang-orang yang tinggal di Indonesia untuk sementara, misalnya
turis asing;
b. Masyarakat : Kelompok individu atau komunitas, disebut juga masyarakat umum;
c. Warga Negara: Penduduk yang secara resmi menjadi anggota/warga suatu negara dan tunduk
pada kekuasaan negara itu;
d. Rakyat : Merupakan konsep politis, menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah satu
pemerintahan, dan tunduk pada pemerintahah itu. Istilah rakyat ini umumnya dilawankan
(Vis-a-vis) dengan istilah penguasa/ pemerintah.
Berkaitan dengan terjemahan publik dalam bahasa Inggris sebagai umum, masyarakat, dan negara
yang berganti-ganti, dapat disimak contoh berikut ini :
a. Public offering (penawaran umum);
b. Public ownership (milik umum);
c. Public service corporation (perseroan jasa umum);
d. Public switched network (jaringan telepon umum);
e. Public utility (perusahaan umum), dll.
f. Public relations (hubungan masyarakat);
g. Public service(pelayanan masyarakat);
h. Public opinion (pendapat masyarakat);
i. Public interest (kepentingan masyarakat);
j. Public authority (otoritas negara);
k. Public building (gedung negara);
l. Public finance (keuangan negara);
m. Public revenue (penerimaan negara);
n. Public sector (sektor negara), dll. Jadi, publik dalam kaitan dengan administrasi publik, dari
istilah bahasa Inggris “Public Administration”, kecenderungannya diterjemahkan sebagai admi-
nistrasi negara. Maka penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pemba-ngunan, dan
pembinaan kemasyarakatan akan bersifat serba negara. Jika permasalahan sudah
mengatasnamakan negara, maka sulit dibantah, dan satu-satunya yang dilegitimasi untuk
“memaksa” hanyalah negara.

4.Negara.
Pengertian umum negara adalah :
a. Organisasi kekuasaan suatu bangsa;
b. Suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati oleh rakyatnya;
c. Suatu organisasi kekuasaan dari manusia (masyarakat) dan merupakan alat yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan bersama;
d. Merupakan kesatuan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan
kepentingan bersama.
Adapun pengertian negara yang diberikan oleh para ahli, di antaranya :
a.J.H.A. Logemann :
“Keberadaan negara bertujuan untuk mengatur dan menyelenggarakan masyarakat yang dilengkapi
dengan kekuasaan tertinggi ”.

b.George Jellinek :
“Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah
tertentu”.

c. G.W.F. Hegel :
“Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan
universal ”.

d.Krannenburg :
“Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya
sendiri ”.

e.Roger F. Soltau :
“Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan
persoalan bersama atas nama masyarakat ”.

f. R. Djokosoetono :
“Negara ialah suatu organisasi atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan
yang sama”.

g.R. Soenarko :
“Negara ialah suatu organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, di mana kekuasaan
negara berlaku ‘souvereign’ (kedaulatan)”.
h. A.G. Pringgodigdo :
“Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi
persyarakat tertentu, yaitu harus ada pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang
hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu bangsa”.

5. Administrasi Publik.
Nigro & Nigro (1992) memberikan definisi tentang “Administrasi Publik ” sebagai
berikut :
a. Suatu kerjasama kelompok dalam lingkungan negara;
b. Meliputi tiga cabang kekuasaan : Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif, serta hubungan di
antara mereka;
c. Mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijakan publik, dan karenanya merupakan
sebagian dari proses politik;
d. Sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan perorangan, dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat;
e. Dalam beberapa hal berbeda dengan administrasi privat.

Menurut John M. Pfiffner dan Robert V. Presthus dalam Inu Kencana Syafiie (1999) :
a. Administrasi publik meliputi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan
oleh badan-badan perwakilan politik;
b. Administrasi publik dapat didefinisikan sebagai koordinasi usaha-usaha perorangan dan
kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah, terutama meliputi pekerjaan sehari-hari
pemerintah;
c. Secara menyeluruh, administrasi publik adalah suatu proses yang berkaitan dengan pelaksanaan
kebijakan-kebijakan pemerintah, penggunaan keteram-pilan dan teknik-teknik yang tak terhingga
jumlahnya yang memberikan arah terhadap usaha-usaha sejumlah besar orang.

Sementara menurut Dwight Waldo dalam Soetopo, dkk. (2001:10) :


a. Administrasi publik adalah organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai
tujuan-tujuan pemerintah;
b. Administrasi publik adalah suatu seni dan ilmu tentang manajemen yang dipergunakan untuk
mengatur urusan-urusan negara. Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulan bahwa
administrasi publik adalah suatu proses yang melibatkan banyak orang dengan berbagai keahlian
dan keterampilan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan
pemerintah.
B. PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI PUBLIK

Menurut Nigro & Nigro (1992) berdasarkan tulisan Henri Fayol, Luther Gullick, dan Lyndall Urwick,
prinsip-prinsip administrasi publik itu adalah :
1. Struktur organisasional yang dikoordinasikan oleh manajemen merupakan kunci adanya
administrasi yang efektif dan efisien. Keberadaan orang-orang anggota organisasi harus
sesuai dengan struktur organisasi, dan bagan struktur organisasi merupakan alat untuk
memonitor dan mengendalikan seluruh proses administrasi.
2. Organisasi harus disusun atau distrukturkan berdasarkan empat kriteria, yaitu :
a. Tujuan dari pelayanan yang akan diberikan;
b. Proses-proses yang akan dipakai;
c. Pembiayaan dari seluruh kegiatan;
d. Orang-orang yang akan bekerja dan peralatan yang akan dipergunakan.
3. Kesatuan perintah atau komando. Secara esensial, hanya seorang atasan yang dapat
memerintah bawahannya. Jika bawahan diperintah oleh banyak atasan akan menimbulkan
konflik dan kebingungan.
4. Adanya delegasi wewenang dan tanggung jawab bagi orang-orang yang melaksanakan tugas
organisasi. Delegasi dimaksud ke bawah secara hierarkis, dan manajer puncak (top manager )
perlu mengkonsentrasikan diri dalam penentuan tujuan dan kebijakan umum yang harus
dilaksanakan oleh manajer tengah (middle manager ), manajer bawah (lower manager ) dan
seluruh karyawan.
5. Perlunya rentang kendali (span of control ) yang sempit, karena keterbatasan seseorang untuk
mengawasi sejumlah bawahan.
6. Perencanaan yang sistematik merupakan fungsi administratif yang perlu mendapat perhatian.
Melalui perencanaan, manajemen dapat menciptakan pandangan organisasi ke masa depan.
7. Variabel-variabel psikologis manusia harus mendapat pertimbangan. Menurut Henri Fayol,
manajemen perlu menciptakan kondisi-kondisi di mana para karyawan merasa diperlakukan
secara manusiawi dan adil.

C.FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK


Fungsi-fungsi administrasi publik pada prinsipnya sama dengan fungsi-fungsi administrasi dan
manajemen. Fungsi-fungsi dimaksud misalnya dari :
1. George R. Terry : POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
2. Henri Fayol : POCCC (Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Con-trolling).
3. John F. Mee : POMC (Planning, Organizing, Motivating, Controlling).
4. Louis A. Allen : LPOC (Leading, Planning, Organizing, Controlling).
5. Harold Koontz & Cyril O’Donnel : POSDC (Planning, Organizing, Staffing, Direc-ting,
Controlling).
6. Lyndall F. Urwick : FPOCCC (Forcasting, Planning, Organizing, Commanding, Coordinating,
Controlling).
7. Luther F. Gullick : POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordi-nating,
Reporting, Budgetting).

Nigro & Nigro (1992) mengemukakan fungsi-fungsi administrasi publik dari fungsi-fungsi
administrasi dan manajemen L. F. Gullick, yaitu :
1. Planning(Perencanaan), yaitu mengembangkan adanya garis-garis besar kegiatan yang
dilakukan dan mengembangkan metode-metode pelaksa-naannya untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Organizing (Pengorganisasian),yaitu mengembangkan struktur formal dari wewenang
berdasarkan pengelompokan-pengelompokan kerja, misalnya departemen/kementerian, biro,
bagian, dinas, dll. yang perlu dikoordinasikan.
3. Staffing (Penstafan), yang meliputi keseluruhan fungsi kepegawaian, yaitu merekrut dan
melatih staf serta memelihara kondisi kerja yang menyenangkan.
4. Directing (Pengarahan), yang meliputi tugas memimpin organisasi dengan membuat
keputusan-keputusan dan mengimplementasikannya melalui kebijakan-kebijakan prosedur.
5. Coordinating (Pengkoordinasian), yang meliputi tugas-tugas mengintegrasikan dan
menyelaraskan berbagai macam unit (bagian) yang saling berkaitan.
6. Reporting (Pelaporan), yang merupakan proses dan teknik untuk memberikan informasi
tentang pekerjaan yang telah dan sedang dilaksanakan (misalnya koleksi data dan manajemen
informasi).
7. Budgeting (Penganggaran), yang meliputi tugas-tugas perencanaan fiskal, akuntansi
(accounting), dan pengendalian.
Demikianlah, maka terkait dengan administrasi publik, terdapat juga manajemen publik, juga
manajemen dalam kebijakan publik. Dalam kepustakaan bisnis, manajemen senantiasa dipahami
sebagai sektor dan proses. Sebagai sektor, dikenal manajemen keuangan, produksi, pemasaran, dan
sumber daya manusia, dll. Sebagai proses, manajemen dipahami sebagai perencanaan, peng-
organisasian, kepemimpinan, motivasi, pengawasan/pengendalian, dll.
Riant Nogroho (2012:525) menyarankan manajemen kebijakan publik untuk dipahami sebagai proses
karena sektor dalam kebijakan publik teramat luas untuk dibuatkan diferensiasi ataupun pemilahan.
Contohnya, pada pemilahan paling awam dapat digunakan pemilahan politik ala Montesquieu tentang
Trias Politica, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada tingkat eksekutif dapat dikelompok-kan
menjadi birokrasi di tingkat pusat, daerah, dan lokal. Pada tingkat jenis organisasi dapat
dikelompokkan menjadi organisasi perencanan seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Beppenas) dan Badan Perencanaan Pem-bangunan Daerah (Bappeda); organisasi pelaksana seperti
departeman (sekarang kementerian) dan dinas teknis; dan organisasi pengendali/pengawasan seperti
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Inspektorat Daerah (Irda dh. Bawasda), dan yang melekat pada presiden UP3KR (sekarang Staf
Kepresidenan, dan pada zaman Orba, Sekretariat Pengendali Operasi Pembangunan (Sesdalopbang).

Manajemen kebijakan publik sebagai proses terdiri dari tiga dimensi pokok, yaitu
perumusan, implemantasi , dan pengendalian. Adapun pengendalian, bersifat khusus dan sedikit
berbeda karena lazimnya pada proses kebijakan yang ada hanyalah monitoring dan evaluasi
kebijakan. Capaian kebijakan akan paripurna jika dikendalikan, termasuk bagaimana kebijakan
dimonitor, dievaluasi, diberikan ganjaran dan hukuman (reward and funishment ), dan jika diperlukan
dilakukan revisi kebijakan. Berkaitan dengan evaluasi kebijakan, pemahamannya tidak hanya
berkenaan dengan implementasi dan kinerja kebijakan, tetapi juga dengan perumusan kebijakan dan
lingkungan tempat kebijakan itu dilaksanakan.
BAB III KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK

A.PERUBAHAN PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA KE ADMINISTRASI PUBLIK

Dalam perkembangan konsep ilmu administrasi negara, dewasa ini telah terjadi pergeseran titik tekan
dari administration of public di mana negara sebagai agen tunggal implementasi fungsi
negara/pemerintah; administration for public yang menekankan fungsi negara/pemerintah yang
bertugas public service, ke arah administration by public yang berorientasi bahwa public demand are
differentiated , dalam arti, fungsi negara/pemerintah tidak lagi merupakan faktor utama atau sebagai
driving forces. (Warsito Utomo, 2007:7).
Dalam kaitan ini sesungguhnya telah terjadi perubahan makna dari publik sebagai negara menjadi
publik sebagai masyarakat. Jadi, aktivitasnya pun bukan lagi berorientasi pada aktivitas negara, tetapi
menjadi dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pendekatannya (approach) tidak lagi kepada negara, tetapi
lebih kepada masyarakat (customer’s oriented atau customer’s approach). Hal ini sesuai dengah tuntutan
perubahan dari government yang lebih menitikberatkan pada “otoritas” menjadi governance yang
menitikberatkan pada “komptabilitas” , yang di antara para aktor atau domainnya adalah : State
(pemerintah/negara), privat (sektor swasta), dan civil society (masyarakat madani).
Dengan menyebut administrasi negara, kesannya memang menjadi serba negara, dan jika segala
sesuatu diatasnamakan negara, maka hal tersebut sudah harus tuntas, selesai, dan direlakan. Semua
orang harus berkorban demi negara-nya. Dengan demikian, pelayanan yang semula dikonsep untuk
masyarakat umum, terbalik menjadi pelayanan terhadap negara. Padahal negara itu sendiri sebenarnya
untuk kepentingan rakyat. (Inu Kencana Syafiie, dkk., 1999:v).
Proses, sistem, prosedur, hierarki atau lawfull statetidak lagi merupakan acuan yang utama kendati
tetap perlu diketahui dan merupakan skill . Akan tetapi result , teamwork , dan fleksibilitas harus
lebih dikedepankan, disebabkan oleh tekanan, pengaruh, dan adanya differentiated public demand .
Itulah sebabnya, seorang administrator atau mereka yang berkiprah sebagai pejabat publik atau
aparatur negara, dituntut memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan profesionalisme,
serta kapabilitas untuk mengembangkan konsep organisasi dan manajemen. Juga dapat
mengorganisasi dan memenej aktivitas dan infrastruktur dalam mamahami tuntutan dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Itulah pula sebabnya mengapa mereka dituntut tidak saja memiliki
responsibility dan accountability, tetapi juga responsiveness , transparent , integrity , dan
impartiality .
Yang perlu dicatat adalah, meskipun telah terjadi pergeseran makna, tidak berarti bahwa administrasi
publik melepaskan diri atau terlepas sama sekali dari kehidupan atau permasalahan negara.
Kesemuanya itu tetap akan bersumber pada politik negara. Negara, politik, pemerintah, pemerintahan,
hukum, kebijakan, sosiologi, masih tetap merupakan unsur penting sebagai dasar untuk mendalami
konsep-konsep administrasi publik.
Berkaitan dengan determinasi negara/pemerintah tidak lagi merupakan faktor utama atau
driving force, maka David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku mereka
“Mewirausahakan Birokrasi”(Reinventing Government) memberikan sepu-luh prinsip sebagai
berikut.
1. Pemerintahan Katalis: Pemerintahan yang mengarahkan tinimbang mengayuh /melaksanakan
(Catalistyc government, steering rather than rowing). Intinya :
a.Dominasi pemerintah dalam pelayanan publik harus diakhiri atau dikurangi;
b.Apa yang biasa dilakukan masyarakat jangan dilakukan pemerintah;
c.Penyerahan sebagian wewenang pemerintah kepada masyarakat atau sektor swasta.
2. Pemerintahan Milik Masyarakat: Memberi wewenang tinimbang melayani (Community
owned government : Empowering rather than serving). Intinya :
a.Berikan sepenuhnya kepada masyarakat otoritas serta kepercayaan agar mau melayani dan
menolong dirinya sendiri (to help self help);
b.Birokrasi harus menempatkan masyarakat di tengah-tengah (bersama-sama) bukan
diisolasikan dari dunia birokrasi;
c.Birokrasi harus memposisikan masyarakat bukan sebagai obyek, tetapi sebagai subyek, di
antaranya sebagai sumber informasi tempat gagasan-gagasan pembangunan lahir.
3. Membangun Pemerintahan yang Kompetitif : Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian
pelayanan (Competitif government : Injecting competition in to service delivery ). Intinya :
a.Praktek monopoli harus dibersihkan dari birokrasi, kecuali untuk kepenting-an rakyat
banyak;
b.Birokrasi harus bebas kepentingan (pribadi, kelompok, politik), kecuali ke- pentingan
publik.
4. Pemerintahan yang Digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang digerak-kan oleh
peraturan. (Mission driven government : Transforming role driven government ). Intinya :
a.Misi atau tujuan harus dijadikan penggerak organisasi, bukan digerakkan oleh aturan;
b. Aturan atau prosedur lahir dalam rangka pencapaian misi bukan memper-sulit.
5. Pemerintahan yang Berorientasi Hasil : Membiayai hasil bukan masukan (Result oriented
government : Funding outcomes not input ). Intinya :
a. Jadikan kinerja sebagai tolok ukur keberhasilan (bukan input atau semata proses);
b.Membangun akuntabilitas pemerintahan;
c.Pemerintah yang menekankan arti pentingnya efisiensi dan efektivitas.
6. Pemerintahan yang Berorientasi Pelanggan : Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi
(Customer driven government : Meeting the needs of custo-mer, not the beureaucracy ).
Intinya :
a.Selalu mendengar suara/aspirasi masyarakat;
b.Misi pemerintah harus menyuarakan kepentingan masyarakat;
c.Ke mana rakyat menunjuk, ke sanalah arah pemerintah harus ditujukan.
7. Pemerintahan Wirausaha : Menghasilkan tinimbang membelanjakan. (Enterprising
government : Earning rather than spanding). Intinya :
a.Pemerintahan yang sadar pendapatan/investasi;
b.Birokrasi harus dijalankan dalam perspektif investasi, yang bukan semata-mata investasi
uang, tetapi juga investasi jangka panjang, yaitu pembangunan sumber daya manusia.
8. Pemerintahan Antisipatif : Mencegah daripada mengobati ( Anticipatory government :
Prevention rather than cure). Intinya :
a.Pemerintahan harus menghindari pemborosan;
b.Lebih baik mendanai ratusan juta rupiah untuk program keluarga berencana, tinimbang
milyaran rupiah untuk program mengatasi pengangguran atau kemiskinan;
c.Lebih baik mendanai jutaan rupiah untuk penghijauan, tinimbang ratusan juta rupiah untuk
penanggulangan bencana alam;
d.Pemerintahan yang pandai menghindari masalah, bukan semata-mata me-mecahkan
masalah.
9. Pemerintahan Desentralistik : Pemerintahan yang dibangun berdasarkan prinsip partisipasi dan
tim kerja, bukan hierarki. (Decentralized government : From hierarchy to participation team
work ). Intinya :
a.Delegasikan wewenang pada tingkat terdepan (pemberi pelayanan) bukan menumpuk/
terkonsentrasi pada pucuk pimpinan;
b.Jauhkan budaya “Bapak tahu yang paling baik ”;
c.Jauhkan budaya minta petunjuk.
10. Pemerintahan Berorientasi Pasar : Mendongkrak perubahan melalui pasar (Market oriented
government : Leveraging change through the market ). Inti-nya : Perubahan cara kerja birokrasi dari
pendekatan program menuju pende-katan pasar, dari pendekatan instruktif menuju pendekatan
insentif;
a.Program cenderung berjalan kaku, karena sifatnya hanya menjalankan sesuatu yang telah
ditetapkan dan karena monopolistik.
b.Mekanisme pasar  menciptakan insentif yang menggerakkan orang membuat keputusan
sendiri secara cepat dan kompetitif cenderung responsif terhadap perubahan.

Jawaban terhadap 10 prinsip Rego (Reinventing Government ) tersebut di atas, lebih lanjut David
Osborne bersama Peter Plastrik menyusun buku “Memangkas Birokrasi” (Banishing Beureaucracy ),
yaitu lima strategi menuju pemerintahan wirausaha. Ke lima strategi dimaksud adalah :
1.Strategi Inti : Merumuskan kembali kejelasan tujuan sebuah organisasi birokrasi. Intinya :
a.Singkirkan fungsi-fungsi birokrasi dari fungsi yang tidak relevan dengan tujuan pokok pemerintah;
b.Fungsi pokok pemerintah adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendorong
masyarakat menjalankan sendiri urusannya (steering rather than rowing, empowering rather than than
serving);
c.Lakukan pemilihan untuk memisahkan fungsi yang secara fundamental memiliki tujuan ke dalam
organisasi yang berbeda :
1)Pisahkan organisasi yang memiliki fungsi membuat kebijakan atau aturan dengan organisasi
yang memiliki fungsi melayani;
2)Bedakan organisasi perencana dengan pelaksana.
2.Strategi Konsekuensi : Memberlakukan konsekuensi atau kinerja sebagai ukuran keberhasilan.
Intinya : a.Ciptakan suasana kondusif yang memungkinkan munculnya perilaku kompe-titif (bersaing
dalam mencapai tujuan organisasi);
b.Kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi akan mendatangkan konse-kuensi (akibat) hilangnya
pendapatan organisasi;
c.Strategi untuk membangun pemerintahan yang kompetitif;
d.Penghematan adalah inti strategi ini.
3.Strategi Pelanggan : Menempatkan pelanggan (masyarakat) sebagai pengarah, mendefinisikan
keberhasilan sebuah organisasi sebagai kemampuan memuas-kan pelanggan atau masyarakat. Intinya:
a.Berikan masyarakat banyak pilihan pelayanan;
b.Tentukan standar pelayanan yang dikehendaki masyarakat;
c.Berikan sanksi/konsekuensi bagi yang tidak memenuhi standar;
d.Sediakan kompensasi bagi masyarakat yang merasa dirugikan;
e.Birokrasi harus terbuka menerima kritik untuk perbaikan/kepuasan pelang-gan.
4.Strategi Pengendalian : Menempatkan misi/tujuan organisasi sebagai alat pengendalian organisasi.
Intinya :
a.Memberikan kepercayaan yang penuh kepada pegawai;
b.Hindari terlalu banyak intervensi teknis dari atasan;
c.Hindari terlalu banyak petunjuk teknis;
d.Libatkan masyarakat mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi;
e.Berikan kesempatan staf/masyarakat agar mau mengendalikan dirinya sendiri, bukan melulu
dikendalikan.
5.Strategi Budaya: Melepas kebiasaan lama yang birokratis/kaku dan mengganti-kannya dengan
budaya baru dengan katrakteristik wirausaha. Intinya : Merubah paradigma lama dengan paradigma
baru birokrasi melalui berbagai cara :
a. Merubah simbol-simbol baru dengan merangsang/mendorong perubahan sikap;
b.Membangun visi baru atau governing idea organisasi, dsb.

B. ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
1.Pengertian Administrasi Pembangunan.
Administrasi Pembangunan = Administrasi + Pembangunan. Administrasi adalah proses kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Menurut Waldo dalam Ginanjar
Kartasasmita (1997), bahwa admi-nistrasi publik adalah species dari genus administrasi, dan
administrasi itu sendiri berada dalam keluarga kegiatan kerjasama antar manusia. Yang membedakan
administrasi dengan kegiatan kerjasama antar manusia lainnya adalah derajat rasionalitasnya yang
tinggi. Derajat rasionalitas yang tinggi ini ditunjukkan oleh tujuan yang ingin dicapai serta cara untuk
mencapainya.
Pengertian administrasi sebagaimana telah dikemukakan terdahulu (dalam bab sebelumnya), pada
pokoknya adalah proses kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sedangkan istilah pembangunan pada awalnya diperkenalkan kepada publik dunia oleh
Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman tahun 1949 pada pelantikannya sebagai Presiden, dengan
pengertian “kawasan terbelakang” (underdeveloped areas) yang memerlukan “pembangunan”
(development ) untuk menyebut kawasan Amerika bagian selatan. Namun kemudian istilah kawasan
terbelakang ini berlaku juga untuk kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang menjadi politik AS
tahun 1950-an sebagai kelanjutan dari program “Marshall Plan” yang berhasil memulihkan Eropa dari
kehancuran akibat Perang Dunia Kedua. Persaingan antara AS dengan Uni Soviet menjadikan AS
membawa bendera “pembangunan” sebagai ideologi global bagi negara-negara pengikut maupun
simpatisannya sebagai lawan dari “revolusi” yang ditawarkan Blok Timur pimpinan US.Pemahaman
pembangunan ini kemudian dikembangkan oleh Sudjatmoko, Rektor Universitas PBB, bahwa
pembangunan merupakan sebuah proses alami, otonom, dan kontekstual. Kekuatannya pada proses
belajar yang bertahap, sehingga selalu ada proses kapitalisasi kemajuan pada setiap tahapnya.
Pembangunan dipahami sebagai sebuah proses perubahan yang positif dari tahap ke tahap.

Adapun pengertian pembangunan, terdapat beberapa pendapat sebagai berikut :


a. Ginanjar Kartasasmita (1997:9) : “Pembangunan adalah perubahan ke arah kondisi yang lebih
baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
b. Ucky Padmadiredja (1983) : “Pembangunan adalah usaha dan upaya yang dilakukan secara
sadar, rasional, dan sistematik, serta terencana yang dilakukan oleh suatu bangsa, daerah,
menuju ke arah tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang lebih baik ”.
c. Sondang P. Siagian (2005:4) : “Pembangunan adalah rangkaian usaha mewujudkan
pertumbuhan dan per- ubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara
bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.

Lebih lanjur Siagian mengemukakan tujuh ide pokok pembangunan yang meliputi :
1) Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti, merupakan rangkaian kegiatan yang
berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang di satu pihak bersifat
independen, namun di pihak lain merupakan bagian dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir
(never ending);
2) Pembangunan adalah upaya sadar yang ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan;
3) Pembangunan dilakukan secara terencana, ada jangka pendek, jangka sedang, dan jangka
panjang. Merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan
dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan;
4) Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Pertumbuhan
dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara bangsa untuk berkembang, tidak
sekedar mampu mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya. Sedangkan
perubahan me-ngandung makna bahwa negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif
dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari satu jangka waktu ke jangka waktu
yang lain, terlepas apakah situasi itu dapat diprediksi sebelumnya atau tidak. Artinya, tidak
sekedar mempertahankan status quo.
5) Pembangunan mengarah kepada modernitas. Modernitas diartikan sebagai cara hidup baru
dan lebih baik dari sebelumnya, cara berpikir yang rasional, dan sistem budaya yang kuat
tetapi fleksibel. Modernitas dalam hal ini jangan diartikan sama dengan cara hidup gaya
Barat;
6) Modernitas pembangunan meliputi berbagai kegiatan yang multidimen-sional, yang
mencakup seluruh segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dapat
mengejawantah dalam bidang ideologi politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan
keamanan, baik yang bersifat fisik-material maupun mental-spiritual.
7) Semuanya ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa, agar negara bangsa semakin kukuh
fondasinya dan semakin mantap keberadaannya, sehingga menjadi negara bangsa yang sejajar
dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang sudah maju dan sejahtera.

Dalam kata pembangunan, hal yang sangat pokok adanya hakikat


membangun , yang berlawanan dengan merusak . Karenanya, perubahan ke arah keadaan yang lebih
baik seperti yang dikehendaki dan upaya terencana, harus dilakukan melalui jalan yang tidak merusak,
tetapi mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.

Berdasarkan definisi administrasi dan pembangunan tersebut di atas, maka administrasi


pembangunan dapat disimpulkan sebagai “seluruh usaha yang dilakukan oleh negara bangsa untuk
bertumbuh, berkembang, dan berubah secara sadar dan terencana dalam semua segi kehidupan dan
penghidupan negara bangsa yang bersangkutan dalam rangka tujuan akhir negara”. (S.P. Siagian,
ibid:5).
Dewasa ini pembangunan menjadi bahan kajian atau studi berbagai disiplin ilmu, misalnya
ilmu ekonomi, politik, sosial, ekologi, hukum, administrasi, dll. Atau berkembang sebagai suatu studi
multidisiplin degan pendekatan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.

2. Konsep Administrasi Pembangunan.

Administrasi pembangunan berkembang karena adanya kebutuhan terutama di negara-negara yang


sedang membangun untuk mengembangkan lembaga-lembaga sosial, politik, dan ekonomi agar
pembangunan berhasil. Dari aspek praktis, administrasi pembangunan merangkum dua kegiatan besar
dalam satu kesatuan pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan. Perkembangan administrasi
pembangunan baik teori maupun praktek mengikuti perkembangan pemikiran studi administrasi,
khususnya administrasi publik dan studi pembangunan.
Sebagai bidang studi, administrasi pembangunan berkembang dari studi administrasi
perbandingan (comparative administration) yang merupakan upaya menyegarkan kembali ilmu
administrasi, dan menyempurnakan sistem adminis-trasi di negara-negara berkembang (developed
countries) agar dapat mendukung pembangunan nasionalnya masing-masing. Hal ini didorong pula
oleh lembaga- lembaga internasional yang berupaya membantu mereka.
Administrasi pembangunan bersumber dari administrasi publik, karena itu kaidah-kaidah
umum administrasi publik berlaku pula pada administrasi pembangunan. Akan tetapi administrasi
pembangunan lebih dinamis dan inovatif karena menyangkut upaya mengadakan perubahan-
perubahan sosial. Upaya ini sangat berkepentingan dan terlibat dalam pengerahan berbagai sumber
daya dan pengalokasiannya untuk kegiatan pembangunan.
Administrasi pembangunan umumnya diterapkan di negara-negara ber-kembang dan tidak di
negara-negara maju, meskipun administrasi publik di negara-negara maju juga secara aktif terlibat
dalam upaya memperbaiki kehidupan masyakaratnya. Menurut Ginanjar Kartasasmita (1997), latar
belakang perbe-daan keduanya terletak pada aspek :
a.Tingkat perkembangan sosial ekonomi dan sosial politik sebagai ukuran kemajuan;
b.Lingkungan budaya yang mempengaruhi perkembangan sistem nilai serta penetapan
sasaran-sasaran pembangunannya.
Di negara-negara maju, peranan pemerintah relatif kecil, karena lembaga-lembaga masyarakatnya
telah berkembang maju. Sebaliknya di negara-negara berkembang, justru peranan pemerintah sangat
besar, bahkan menjadi penanggung jawab karena institusi lain seperti swasta (dunia usaha) belum
berkembang, bahkan masih memerlukan bantuan modal pemerintah. Tugas administrasi publik di
negara-negara yang sedang membangun mencakup tugas umum administrasi publik dan tugas
pembangunan. Dan tak kurang pentingnya adalah perhatian dan komitmen terhadap kepentingan
publik yang dapat menjadi ukuran bagi kredibilitas dan akuntabilitasnya.

C. BIROKRASI PUBLIK

Secara etimologis istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani “bureau” yang artinya meja tulis atau
tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi untuk mencapai tugas-
tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasikan secara sistematis pekerjaan dari orang
banyak (Wahyudi Kumo-rotomo, 1992:74). Kata birokrasi juga bermakna suatu metode organisasi
yang rasional dan efisien (David Osborne dan Ted Gaebler, 1999:14).

Birokrasi menurut Peter M. Blau dan Marshal W. Meyer dalam Riant Nugroho (2012:161),
adalah lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk mening-katkan kapasitas-kapasitas
potensial terhadap hal-hal yang baik ataupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen
administrassi rasional yang netral pada skala besar. Dalam masyarakat modern, di mana terdapat
begitu banyak urusan yang terus-menerus dan rutin, hanya organisasi birokrasi yang mampu
menjawab-nya. Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sekarang
Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut S. Prajudi Atmosudirdjo (1996), birokrasi itu mempunyai tiga arti, yaitu :
1. Birokrasi sebagai suatu tipe organisasi. Dalam hal ini birokrasi sangat cocok untuk
melaksanakan sesuatu pekerjaan yang terikat pada peraturan-peraturan rutin, artinya,
volume pekerjaan besar, tetapi sejenis dan bersifat berulang-ulang, serta pekerjaan yang
memerlukan keadilan merasa dan stabil;
2. Birokrasi sebagai sistem. Dalam hal ini birokrasi dipandang sebagai suatu sistem kerja
yang berdasar atas tata hubungan kerjasama antara jabatan-jabatan (pejabat-pejabat)
secara formal dan berjiwa tanpa pilih kasih atau tanpa pandang bulu;
3. Birokrasi sebagai jiwa kerja. Dalam hal ini birokrasi merupakan jiwa kerja yang kaku,
sebab cara bekerjanya seolah-olah seperti mesin, ditambah lagi dengan disiplin kerja yang
ketat/keras, dan sedikit pun tidak boleh menyimpang dari apa yang diperintahkan atasan
atau yang telah ditetapkan oleh peraturan.
Jika memperhatikan butir a dan butir b, maka birokrasi kelihatannya sangat baik untuk
pengembangan pekerjaan atau untuk memperlancar kegiatan operasi-onal. Akan tetapi butir c
tampaknya sudah tidak sesuai lagi, karena di samping akan menutup kreativitas para
pekerja/karyawan, juga kemungkinan peraturan-peraturan yang dijadikan pegangan telah
usang atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman atau era pembangunan sekarang ini.
Di Indonesia misalnya masih banyak peraturan-peraturan yang berasal dari zaman kolonial
Belanda.

Max Weber dalam bukunya “The Theory of Social and Economic Organization”
mengemukakan perilaku sosial yang berkaitan dengan birokrasi yang tujuannya bersifat teknis
dan mengidentifikasikan sifat-sifat dasar khusus bentuk yang formal, antara lain :
1.Kegiatan reguler yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi dengan dukungan
distribusi tugas-tugas resmi yang dipertanggungjawabkan secara kokoh kepada officialnya;
2.Organisasinya mengikuti prinsip-prinsip hierarki;
3.Operasionalnya terencana dengan baik, dilakukan secara teratur oleh sistem yang konsisten
dari peraturan-peraturan abstrak untuk ditetapkan pada kasus individual;
4.Para petugas yang ideal akibatnya melakukan kerja secara formalitas, seakan-akan tidak
mempunyai kepribadian tanpa emosi;
5.Pengangkatan pegawai dalam organisasi didasarkan atas kualifikasi teknis dan tidak mudah
terkena pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang;
6.Ditinjau dari sudut pandang teknis yang murni, birokrasi pada umumnya memiliki tingkat
daya hasil yang tinggi.
Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, birokrasi memang sangat diper-lukan bagi
keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemerintah. Namun karena adanya perlakuan dalam
pelayanan terhadap masyarakat, yang menjadikan segala urusan penting dan segera dirasakan
oleh yang berkepentingan sangat menghambat waktu, atau “birokratis”, akhirnya timbul
anggapan bahwa birokrasi itu harus disingkirkan. Tentu saja pendapat ini keliru karena jika
birokrasi dihilangkan pemerintah tidak dapat menjalankan kegiatan operasionalnya. Dalam
hal ini birokrasi perlu mendapat perbaikan, disesuaikan dengan situasi kondisi yang sedang
berlangsung, misalnya dalam menyukseskan gerakan pembangunan. Segala perilaku yang
menghambat pelayanan kepada masyarakat perlu diubah atau mungkin dihilangkan
(debirokratisasi).
'Adapun ciri-ciri birokrasi menurut The Liang Gie dalam “Kamus Administrasi ” adalah :
1. Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya;
2. Adanya peraturan-peraturan yang benar-benar ditaati;
3. Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian dan kemampuan;
4. Para pejabat terikat oleh disiplin;
5. Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis yang dinyatakan melalui ujian atau
ijazah;
6. Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dengan urusan pribadi.

Dalam birokrasi publik, kegiatan-kegiatan pemerintah selalu terikat pada ketentuan-


ketentuan, peraturan-peraturan, kendati jiwa yang terkandung di dalamnya sudah tidak sesuai
lagi dengan situasi dan kondisi sekarang yang sudah berubah. Birokrasi ternyata lebih
mengutamakan formalitas daripada kreativitas. Akibatnya birokrasi mematikan kreativitas
sehingga banyak menimbulkan inefisiensi. Karena itu upaya yang dilakukan adalah
debirokratisasi , yang mengandung pengertian “mengubah” atau “menyesuaikan”. Yang
diubah atau disesuaikan adalah :
1. Prosedur yang panjang yang harus ditempuh secara berbelit-belit, dan menyulitkan,
diubah menjadi prosedur yang lebih pendek, tidak berbelit-belit, dan tidak menyulitkan.
2. Prosedur birokrasi yang panjang pada umumnya memerlukan biaya tinggi (high cost ).
Oleh karenanya prosedur dimaksud perlu diubah atau disesuaikan, sehingga menjadi
prosedur yang singkat dan mudah dilaksanakan dengan biaya relatif murah.
3. Prosedur birokrasi yang panjang dan cenderung berbelit-belit sering menimbulkan
stagnasi dalam arus barang, pelayanan, dan arus dokumen. Dengan debirokratisasi segala
permasalahan akan segera dapat diatasi.
Pengertian debirokratisasi tidak dapat dipisahkan dengan regulasinya, yaitu peraturan
yang mengatur birokrasi tersebut. Peraturan-peraturan yang sudah usang, ketinggalan zaman,
atau tidak sesuai lagi dengan situasi kondisi saat ini seyogianya diubah/direvisi, diganti atau
dicabut, dan dibuatkan aturan baru yang sesuai dengan kehendak masyarakat dan zaman.

D. KEBIJAKAN PUBLIK
Administrasi publik pada saat ini tidak terbatas secara tradisional dalam implementasi atau
pelaksanaan kebijakan, tetapi juga dalam perumusan dan pembuatan kebijakan. Lebih dari itu, sistem
administrasi publik mempunyai peranan dalam monitoring dan evaluasi implementasi kebijakan dan
hasil-hasilnya.
Kebijakan publik ( public policy ) dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu proses kebijakan
( policy process ) dan analisis kebijakan ( policy analysis ). Dimensi pertama, proses kebijakan,
mengkaji proses penyusunan kebijakan yang dimulai dari identifikasi dan perumusan
masalah/kebijakan, implementasi kebijakan, monitoring kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Sedangkan dimensi kedua, analisis kebijakan, meliputi penerapan metode dan teknik analisis yang
bersifat multidisiplin dalam proses kebijakan, yaitu untuk menyusun strategi kebijakan.
Suatu kebijakan publik tidak hanya berkaitan dengan satu disiplin ilmu saja, tetapi meliputi
berbagai disiplin ilmu. Oleh karenanya pendekatannya adalah multidisipliner. Di samping itu
kebijakan publik melibatkan berbagai pihak dalam masyarakat ( policy stakeholders), yang masing-
masing mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, dan kekuasaan yang berbeda-beda pula, baik
untuk mendu- kung maupun menentang suatu kebijakan publik. Menurut Ginanjar Kartasasmita
(1997), kebijakan publik dapat dilihat dari dua hal, yaitu :
1. Mengapa dan bagaimana ( why and how ), yang mencoba memahami proses kebijakan
publik tanpa terkait dengan isinya.
2. Apa (what ), yang memberi perhatian pada substansi kebijakan publik dan mencari
pemecahan masalah atas permasalahan yang dihadapi.

Pengetahuan tentang dua hal tersebut di atas sangat diperlukan. Para pembuat kebijakan yang
tidak memahami metodologi perumusan kebijakan publik dapat menyebabkan hasil atau dampak
kebijakan publik tidak sesuai dengan yang diinginkan. Sebaliknya, para praktisi yang ingin
mendalami pengetahuan tentang berbagai aspek kebijakan publik, tidak mungkin hanya membatasi
diri pada teknik analisis, tanpa mengetahui isue-isue yang dihadapi dalam masyarakat, yang harus
diatasi dengan berbagai kebijakan publik.
Pemerintah di semua negara, setiap hari membuat kebijakan berdasarkan kewenangannya
mengatur alokasi sumber daya publik, mengarahkan kegiatan masyarakat, memberikan pelayanan
publik, menjamin keamanan, dsb. Perbedaan di negara maju dan negara berkembang terletak pada
kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang berbeda. Demikianlah, maka adanya administrasi publik
yang mampu menghasilkan kebijakan-kebijakan yang “baik” yang dapat menghindari kebijakan-
kebijakan yang “buruk” dan kebijakan publik yang memperhatikan “kepentingan umum” menjadi
tantangan bagi semua negara. Itulah sebabnya pengetahuan mengenai kebijakan publik dan berbagai
aspeknya perlu dimiliki oleh segenap aparatur negara/pemerintah, terutama yang terlibat dalam proses
kebijakan, baik dalam perumusan, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan.

E. PELAYANAN PUBLIK

David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku mereka “Reinventing Government ” mengemukakan tentang
perlunya upaya peningkatan pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah, yaitu dengan lebih banyak
memberi wewenang kepada pihak swasta untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Yang
terjadi di Amerika Serikat (AS), memang sudah menjadi tradisi, hampir semua kebutuhan masyarakat
dilayani oleh swasta. Di dalam praktek, terutama di Indonesia, tidak semua pela-yanan diserahkan
kepada swasta. Pelayanan terhadap produk yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan,
tidak dapat diserahkan kepada swasta, misalnya pelayanan-pelayanan : Kartu Keluarga (KK), Kartu
Tanda Penduduk (KTP), Akte Kelahiran, Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), Paspor, dsb.
Dalam memberikan pelayanan, pemerintah harus memperhatikan kehendak masyarakat
sebagai pelanggan (customers). Harapan masyarakat itu hendaknya dapat “dipuaskan” oleh pelayanan
pemerintah dengan “pelayanan prima”.
Pelayanan prima adalah pelayanan terbaik yang diperoleh masyarakat yang sesuai dengan standar
yang ditentukan dalam ketentuan, atau melebihi standar. Dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat
mengidentifikasi melalui survei terhadap keinginan pelanggan. Untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat, beberapa ahli pelayanan publik menyarankan penerapan Total Quality
Management (TQM). TQM yang berhasil diterapkan di sektor swasta diharapkan dapat dilaksanakan
di sektor publik (pemerintah).
TQM merupakan pendekatan dalam manajemen yang berusaha memaksi-mumkan daya
saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas barang, jasa, manusia, dan
lingkungan organisasi, dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Menurut Fandy
Tjiptono dan Anastasia Diana (1997), TQM hanya akan berhasil jika memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.
2. Obsesi terhadap kualitas. Penentu terakhir adalah pelanggan internal dan eksternal.
Dengan kualitas yang ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau
melebihi yang ditentukan.
3. Pendekatan ilmiah. Terutama untuk merancang pekerjaan, proses pembuat-an keputusan
dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan rancangan pekerjaan tersebut.
4. Komitmen jangka panjang. Agar penerapan TQM berhasil dibutuhkan budaya organisasi
yang baru. Untuk itu perlu ada komitmen jangka panjang guna per- ubahan budaya.
5. Kerjasama Tim. Untuk menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan dan hubung-an
perlu terus dijalin dan dibina baik antar aparatur dalam organisasi maupun dengan pihak
luar (masyarakat).
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan. Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui
proses-proses di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu sistem yang ada perlu
diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkan meningkat.
7. Pendidikan dan pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, diklat merupakan
faktor fundamental. Di sini berlaku prinsip, bahwa belajar merupa-kan suatu proses
yang tidak ada akhirnya, dan tidak mengenal batas usia.

F.MANAJEMEN KEBIJAKAN PUBLIK

Sampai dengan saat ini memang ada pendapat yang menyamakan pengertian administrasi dengan
manajemen, dan ada pula yang membedakannya. Di antara yang menyamakan adalah :
1. William H. Newman : Dia mengemukakan apa yang dimaksud dengan administrasi, termasuk
juga arti manajemen. Hal ini tercermin dalam bukunya yang berjudul “Administrative Action
” yang isinya “the techniques of organization and management ”.
2. Dimock & Dimock and Koenig : Definisinya : “Administration (or management) is a planned
approach to the solving of all kinds of problems in almost every individual or group activity
both public or private”. (Administrasi atau manajemen adalah suatu pendekatan yang
terencana terhadap pemecahan semua macam masalah yang kebanyakan terdapat pada setiap
individu atau kelompok baik negara atau swasta).
Sementara itu pendapat yang membedakan pengertian administrasi dan manajemen, di
antaranya :
1. Dalton E. McFarland : Definisinya : “ Administration refers to the determination of major
aims and poli- cies, whereas management refers to the carrying out of operations the signed to
accomplish the aims and effectuate policies”. (Administrasi ditujukan terhadap penentuan
tujuan pokok dan kebijakannya, sedangkan manajemen ditujukan terhadap pelaksanaan
kegiatan dengan maksud menyelesaikan/mencapai tujuan dan pelaksanaan kebijakan).
2. Ordway Tead : Definisinya : “Administration is the process and agency which is responsible
for the determination of the aims for which an organization and its management are to
strive...etc”. (Administrasi adalah suatu proses dan badan yang bertanggung jawab terhadap
penentuan tujuan, di mana organisasi dan manajemen digariskan...dsb.). Maksudnya,
administrasi menentukan garis besar daripada suatu kebijakan dan pemberian pengarahan
(general policies), sedangkan manajemen adalah prosesnya, yaitu bagaimana kegiatan-
kegiatan diatur/dilakukan agar tujuan dapat dicapai dengan baik.
Berdasarkan teori Dalton McFarlan dan Ordway Tead ini, maka dapat disimpulkan bahwa
administrasi terdiri dari organisasi dan manajemen.
Organisasi dapat ditinjau secara statis, sebagai wadah atau tempat di mana kegiatan-kegiatan
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama dilakukan, yang tiada lain kegiatan
administrasi dan manajemen dijalankan yang biasa disebut tata usaha. Sedangkan tinjauan
organisasi secara dinamis, adalah sebagai proses, yaitu interaksi antarorang-orang yang ada
dalam organisasi. Dari interaksi ini menimbulkan dua macam hubungan, yaitu hubungan
formal (formal organization) yang diatur dalam dasar hukum pendirian (Akte, Perda, Struktur
Organisasi dan Tatakerja, hierarki, dsb.), serta hubungan informal (informal organization) yang
didasarkan pada personal relations, kesamaan keahlian, kesamaan kepentingan, kesamaan
interest, dll. dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Sementara itu manajemen adalah “ilmu dan seni mengatur proses peman- faatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu
”. (Malayu Hasibuan, 2004:2). Atau “ pengendalian dan pemanfaatan daripada semua faktor dan
sumber daya, yang menurut suatu perencanaan (planning) diperlukan untuk mencapai atau
menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu”. (Prajudi Atmosudirdjo, 1979:124).
Dalam pada itu menurut Andrew F. Sikula, “management in general refers to planning, organizing,
controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decision making activities performed
by any organization ini order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring and
efficient creation of some product or service”. (manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas
-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian,
komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk
mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan
suatu produk atau jasa secara efisien).
Demikianlah, maka manajemen dapat diterapkan dalam setiap organisasi dan segala bidang,
termasuk organisasi negara/pemerintah dan kebijakan negara. Berkaitan dengan dengan kebijakan
publik, maka diperlukan pula manajemen kebijakan publik.
Menurut Diklat Spimnas LANRI (2009:15), manajemen kebijakan publik adalah proses
pengelolaan kebijakan publik, yaitu suatu pengaturan yang diperlukan untuk merencanakan kegiatan
formulasi, implementasi, dan evaluasi hasil kebijakan publik dengan memanfaatkan sumber daya
secara efektif dan efisien seta memperhatikan lingkungan internal dan eksternal dalam rangka
mencapai sutu tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen kebijakan publik dibutuhkan karena yang
ditangani sangat rumit dan kompleks sehingga membutuhkan sumber daya, waktu, dan keterlibatan
banyak orang. Tanpa manajemen kebijakan publik, akan menimbulkan resiko, antara lain proses yang
berlarut-larut dan tidak terselesaikan, pemborosan peng-gunaan dana dan waktu, serta
kesimpangsiuran pemikiran yang dilandasi oleh perbedaan kepenting-an antar pelaku yang terlibat
(stakeholders). Manajemen kebijakan publik itu meliputi :
1. Sistem Kebijakan Publik , yang mengikuti sistem politik, yang menurut David Easton
seperti dikemukakan oleh Anderson (Diklat Spimnas LANRI, 2009:16), terdiri dari
lembaga-lembaga yang berkaitan dalam aktivitas/kegiatan masya-rakat yang dapat
membuat keputusan yang mengikat dan ditaati oleh masyarakat. William N. Dunn pun
mengidentikkan sistem politik dengan sistem kebijakan yang sekaligus mencermintan
elemen-elemen :
a. Stekholders Kebijakan (Policy/Political Actors);
b. Kebijakan Publik (Policy Content );
c. Lingkungan Kebijakan (Policy Environmen). Mustopadidjaya A.R. (1992)
menambahkan satu elemen lagi, yaitu kelompok sasaran kebijakan (target group).
Alasannya, khusus bagi Indonesia yang secara obyektif sangat heterogen dan
plural, karenanya tidak mungkin membuat kebijakan yang seragam.
2. Proses Pengelolaan Kebijakan Publik , yang terkait dengan konsep-konsep dasar
pembuatan kebijakan publik serta adanya kebutuhan untuk melaksanakan analisis
kebijakan publik yang prosesnya seperti seperti dikemukakan oleh William N. Dunn,
yaitu :
a.Perumusan masalah;
b.Peramalan;
c.Rekomendasi;
d.Pemantauan;
e.Evaluasi.
Sementara itu langkah-langkah yang ditawarkan oleh Mustopadidjaya A.R.
adalah :
a. Pengkajian persoalan;
b. Penentuan tujuan;
c. Perumusan alternatif;
d. Penyusunan model;
e. Penentuan kriteria;
f. Penilaian alternatif;
g. Perumusan rekomendasi.

3. Stratifikasi Kebijakan Publik , yaitu mengikuti hierarki atau tata urut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Menurut LAN, stratifikasi ini tidak lain adalah
tingkat-tingkat kebijakan publik, yaitu tingkat nasional dan wilayah, yang di dalamnya
ada kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan pelak-sanaan. Pengaturannya
didasarkan pada :
a.UUD 1945;
b.Tap MPR;
c.UU/PERPPU;
d.PP;
e.Perpres;
f.Perda Provinsi;
g.Perda Kabupaten/Kota. (UU No. 12 Tahun 2011).
Menurut Riant Nugroho, terdapat kebijakan yang bersifat makro, messo, dan
mikro.

G. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PUBLIK

Ruang lingkup administrasi publik sangat luas, mencakup ilmu-ilmu sosial lain terutama yang
memiliki obyek materi negara, antara lain ilmu pemerintahan, ilmu politik, ilmu negara dan hukum
tata negara, serta filsafat yang menjadi sumber keilmuan. Demikianlah, maka ruang lingkup
administrasi publik dapat diuraikan sebagai berikut. (Inu Kencana Syafiie, dkk., 1999:29-31).
1. Di bidang hubungan, peristiwa, dan gejala pemerintahan :
a. Administrasi Pemerintahan Pusat;
b. Administrasi Kementerian/Departemen;
c. Administrasi Lembaga Pemerintahan Non Kementerian;
d. Administrasi Pemerintahan Daerah;
e. Administrasi Pemerintahan Kecamatan;
f. Administrasi Pemerintahan Kelurahan/Desa;
g. Administrasi BUMN/BUMD.

2. Di bidang kekuasaan :
a. Administrasi Politik Dalam Negeri;
b. Administrasi Politik Luar Negeri;
c. Administrasi Partai Politik;
d. Administrasi Kebijakan Pemerintah.

3. Di bidang peraturan perundang-undangan :


a. Landasaan ideal;
b. Landasan Konstitusional;
c. Landasan Operasional.

4. Di bidang kenegaraan :
a.Tugas dan Kewenangan Negara;
b.Hak dan Kewajiban Negara;
c.Tipe dan Bentuk Negara;
d.Fungsi dan Prinsip Negara;
e.Unsur-unsur Negara;
f.Tujuan negara (tujuan nasional).

5. Di bidang pemikiran hakiki :


a.Etika Administrasi Publik;
b.Estetika Administrasi Publik;
c.Logika Administrasi Publik;
d.Hakekat Administrasi Publik.

6. Di bidang ketatalaksanaan :
a.Administrasi Pembangunan;
b.Administrasi Perkantoran;
c.Administrasi Kepegawaian;
d.Administrasi Kemiliteran;
e.Administrasi Kepolisian;
f.Administrasi Perpajakan;
g.Administrasi Pengadilan;
h.Administrasi Kepenjaraan;
i.Administrasi Perusahaan yang meliputi :
1) Administrasi Produksi;
2) Administrasi Penjualan;
3) Administrasi Periklanan;
4) Administrasi Pemasaran;
5) Administrasi Perbankan;
6) Administrasi Perhotelan;
7) Administrasi Pengangkutan.
Berkaitan dengan administrasi perusahaan ini, memang sulit dibedakan apakah milik
pemerintah atau swasta. Hal ini karena ada perusahaan yang dibentuk dan disponsori
oleh pemerintah, termasuk badan hukum, dan badan-badan kemanusiaan yang tidak
mencari untung. Untuk itu perlu dilihat :
a) Apakah kepemilikan perusahaan itu pribadi/swasta atau milin negara
(BUMN/BUMD);
b) Apakah kadar kepemilikannya (saham) melebihi 50% pemerintah atau swasta;
c) Apakah merupakan subyek bagi ketetapan kontrol (pengawasan) pemerintah atau
swasta;
d) Apakah merupakan subyek lain untuk aksi pada budget oleh musyawarah dalam
proses pendermaan atau tidak sama sekali.
Dalam hal ini pertumbuhan dan perkembangan dari perusahaan-perusahaan publik
dan badan-badann yang tidak mengutamakan keun-tungan (yayasan) serta organisasi
semi pemerintah, perlu dilihat dari per-tanggungjawabannya (responsibility/
accountability). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini.

MURNI SEMI BUKAN ADMINISTRASI ADMINISTRASI ADMINISTRASI PUBLIK PUBLIK


PUBLIK
Sumber : Inu Kencana Syafiie, 1999:31
BAB IV
KEBIJAKAN PUBLIK

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK


Istilah “ Kebijakan Publik ” adalah terjemahan dari bahasa Inggris “Public Policy ”. Kata “
policy
” ada yang menerjemahkan “
kebijakan
” (Samodra Wibawa, 1994
; Muhadjir
Darwin, 1998), dan ada juga yang menerjemahkan “
kebijaksanaan
” (Irfa
n Islamy, 2009; Abdul Wahab, 1990). Ada yang menyamakan arti kebijakan dengan kebijaksanaan,
dan ada pula yang membedakannya. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwa-
darminta, 2007:157), kebijakan dan kebijaksanaan dianggap sama, demikian juga dalam Kamus
Inggris-Indonesia (John M. Echol dan Hassan Shadily, 2005:437;649) dari kata
policy
dan
wisdom
. Sementara menurut Inu Kencana Syafiie (1999:105), kebijakan (
policy
) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan (
wisdom
), karena kebijaksanaan merupakan pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan
kondisi setempat oleh person pejabat yang berwenang. Dalam pembahasan lebih lanjut dalam tulisan
ini, kebijakan dan kebijaksanaan dianggap sama. Pengertian kebijakan atau kebijaksanaan sendiri
diberi arti bermacam-macam seperti yang dikemukakan oleh : 1.

Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan (1970:71) :



A projected program of goald, values and practice
”. (
Suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan pratek-praktek yang terarah). 2.

Carl J. Friedrick (1963:79) :


“...
a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing
obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to
reach a goal or realize an objective or purpose
”. (...serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjuk- kan hambatan-
hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan

37
usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu). 3.

James A. Anderson (1979:3) :



A purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter
of concern

. (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). 4.

Amara Raksasataya dalam Irfan Islamy (2009:17) :



Kebijaksanaan dalam suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan

. 5.

United Nations (PBB) 1975 :



Kebijaksanaan merupakan suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah
tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana
”. (Solihin Abdul Wahab, 2004:2).
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kebijakan/kebijaksanaan
memuat tiga elemen, yaitu: 1.

Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. 2.

Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3.

Penyediaan berbagai masukan (


input
) untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. (Irfan Islamy, 2009:17-18).
Sampai kini memang belum ada kesepakatan istilah mana yang mesti digunakan, akan tetapi
kecenderungan yang terjadi atau yang lebih populer kita dengar dan baca dan dikembangkan oleh
Lembaga Administrasi Negara (LAN) adalah
kebijakan
. Karenanya dalam tulisan ini digunakan istilah “
Kebijakan Publik
”.
Adapun definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang kebijakan publik dapat dibaca sebagai
berikut : 1.

Thomas R. Dye (1978:3) :


“...
is whatever governments choose to do or not to do
”. (...apa pun yang dipilih
oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). 2.

George C. Edwards III dan Ira Sharkansky (1978:2) :


“...

is what governments say and do, or do not do. It is the goals or purposes of

government programs
”. (...
adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik itu berupa
sasaran atau tujuan program-program pemerintah). 3.
James A. Anderson (op.cit.:3) :

Public policy are those policies developed by governmental bodies and officials
”.

Juga pendapatnya yang lain (1965:212), “


the impact of government activity
”.
(Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah, dan sebagai akibat aktivitas pemerin-tah). 4.

David Easton (1953:129) :


“...
the authoritative allocation of values for the whole society
”. (...pengalokasian
nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat). 6.

Budi Winarno (2005:17) :



Kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat- pejabat pemerintah
yang dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah

.
7.

RC. Chandler dan JC Plano 1988) dalam Inu Kencana Syafiie, (1999:107) :
Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada
untuk memecahkan masalah publik.
8.

Arnold Rose (Inu Kencana Syafiie, 1999:107) :


Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang salaing berkaitan (dalam pemerintahan).
9.

William N. Dunn (Inu Kencana Syafiie, 1999:107) :


Kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh
lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti
pertahanan keamanan, energi, kese-hatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas,
perkotaan, dan lain-lain.
10.

Dalam suatu glossary di bidang administrasi publik (Irfan Islamy, 2009:20), kebijakan publik diberi
arti sebagai berikut : a.

Susunan rancangan tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan program-

39
program pemerintah yang berhubungan dengan masalah-masalah tertentu yang dihadapi masyarakat;
b.

Apa pun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan; c.
Masalah-masalah yang kompleks yang dinyatakan dan dilaksanakan oleh pemerintah. Dari beberapa
definisi tersebut di atas, dan dengan mengikuti paham bahwa kebijakan publik itu harus mengabdi
pada kepentingan masyarakat, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah “
serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat

. (Irfan Islamy, 2009:20). Sementara itu kesimpulan dari Riant Nugroho, bahwa
kebijakan publik adalah “...
setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara.
Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat
pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan
”.
KEBIJAKAN PUBLIK Masyarakat pada Masyarakat pada Masyarakat yang Kondisi Awal Masa
Transisi dicita-citakan
Sumber : Riant Nugroho (2012:123).
Implikasi dari pengertian kebijakan publik dimaksud adalah : 1.

Dalam bentuk pertamanya kebijakan publik itu berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah. 2.

Kebijakan publik tidak cukup hanya dinyatakan, tetapi mesti dilaksanakan secara nyata. 3.

Kebijakan publik, baik untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu, harus dilandasi maksud dan
tujuan tertentu. 4.

Kebijakan publik harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Demikianlah, maka yang perlu ditegaskan bahwa tugas administrator publik

bukan membuat kebijakan atas nama publik (negara/pemerintah), tetapi benar-benar bertujuan untuk
mengatasi masalah dan memenuhi kehendak atau aspirasi seluruh anggota masyarakat.
B.

TUJUAN KEBIJAKAN PUBLIK


Kebijakan publik adalah keputusan otoritas negara yang bertujuan mengatur kehidupan bersama.
Tujuan kebijakan publik dapat dibedakan dari sisi sumber daya, yaitu antara kebijakan publik yang
bertujuan menyalurkan (
distribusi
) sumber daya negara, dan yang bertujuan menyerap (
absorptif
) sumber daya negara. Pemilahan
pertama
, tujuan kebijakan publik adalah kebijakan
distributif
atau juga disebut
alokatif
, yaitu kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung mengalokasikan sumber-sumber daya
material atau nonmaterial ke seluruh masyarakat. (Kolb, 1978:226). Kebijakan distributif ada yang
membedakannya dengan kebijakan redistributif. Sebenarnya keduanya bermakna sama, hanya
berbeda dalam sekuensi. Sedangkan kebijakan absorptif adalah kebijakan yang menyerap sumber
daya, terutama sumber daya ekonomi dalam masyarakat yang akan dijadikan modal atau biaya untuk
mencapai tujuan bersama. Kebijakan ini sering disebut
extractive policy
, dan termasuk di dalamnya dan terutama, adalah kebijakan perpajakan. Pemilahan
kedua
, tujuan kebijakan publik adalah
regulatif
versus
deregulatif
. Kebijakan regulatif bersifat mengatur dan membatasi, misalnya kebijakan tarif, pengadaan barang
dan jasa, HAM, proteksi industri, dsb. Sedangkan kebijakan deregulatif bersifat membebaskan,
misalnya kebijakan privatisasi, penghapusan tarif, pencabutan daftar negatif investasi, dsb. Pemilahan
ketiga
, tujuan kebijakan publik adalah
dinamisasi
versus
stabilisasi
. Kebijakan dinamisasi adalah kebijakan yang bersifat menggerakkan sumber daya nasional untuk
mencapai kemajuan tertentu yang diinginkan. Misalnya, kebijakan desentralisasi, kebijakan zona
industri ekslusif, dll. Sedangkan kebijakan stabilisasi adalah kebijakan yang bersifat mengerem
dinamika yang terlalu cepat, agar tidak merusak sistem yang ada, baik sistem politik, ekonomi,
maupun sosial. Misalnya,

41
pembatasan transaksi valas, penetapan suku bunga, kebijakan keaman negara, dll. Pemilahan
keempat
, adalah kebijakan yang
memperkuat negara
versus
memperkuat pasar
. Kebijakan yang memperkuat negara adalah kebijakan-kebijakan yang mendorong lebih besar peran
negara, misalnya kebijakan pendidikan nasional yang menjadikan negara sebagai pelaku utama.
Kebijakan yang memperkuat pasar adalah kebijakan yang mendorong lebih besar peran publik atau
mekanisme pasar daripada negara, misalnya kebijakan privatisasi BUMN, perseroan terbatas, dll.
Dalam praktiknya, memang setiap kebijakan publik mengandung lebih dari satu tujuan kebijakan
seperti dikemukakan di atas, dengan kadar yang berbeda. Kebijakan yang multitujuan adalah untuk
menjadikan kebijakan itu adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Tujuan
kebijakan publik dapat digambarkan sebagai berikut. MEMBAGI MENYERAP (Distributif, Alokatif)
(Absorptif) MEREGULASI MENDEREGULASI (Mengatur, Membatasi) (Membebaskan) VERSUS
MENGGERAKKAN MENJAGA (Dinamisasi) (Stabilisasi) MEMPERKUAT PASAR MEMPERKUAT
NEGARA (Deregulatif) (Regulatif)
Sumber : Riant Nugroho (2012:141).
C.

JENIS-JENIS KEBIJAKAN PUBLIK


Menurut James A. Anderson (1979), jenis-jenis kebijakan publik adalah :
1.

Substantive and Procedural Policies :


a.

Substantive Policy
, yaitu suatu kebijakan yang dilihat dari substansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Contohnya,
kebijakan ekonomi, kebijakan pendidikan, dsb. b.

Procedural Policy
, yaitu suatu kebijakan yang dilihat dari pihak- pihak yang terlibat dalam perumusannya (

policy stakeholders
). Contohnya, dalam mem-buat suatu kebijakan publik, meskipun sudah ada instansi/organisasi peme-
rintah yang secara fungsional berwenang membuatnya, misalnya Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengatur tentang pendi-dikan (Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan atau Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan/Keputusan Dirjen, dst.),
tetapi harus melibatkan banyak instansi terkait seperti DPR, Kementerian Hukum dan HAM,
Kementerian Tenaga Kerja, Perguruan Tinggi, bahkan organisasi di luar pemerintahan seperti PGRI,
LSM, para ahli pendidikan, dan praktisi pendidik-an, serta masyarakat umum. Mereka yang terlibat
atau berkepentingan itu disebut
stakeholders
.
2.

Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies.


a.

Distributive Policy
, yaitu suatu kebijakan yang mengatur pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu-individu,
kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan. Contohnya, kebijakan tentang
Tax Holiday
. b.

Redistributive Policy,
yaitu suatu kebijakan yang mengatur pemindahan alokasi kekayaan, kepemilikan, atau yang berkaitan
dengan hak-hak sesuatu. Contohnya kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
c.

Regulatory Policy,
yaitu suatu kebijakan yang mengatur pembatasan/ pelarangan terhadap suatu perbuatan atau tindakan.
Contohnya, kebijakan tentang larangan kepemilikan dan penggunaan senjata api.
3.

Material Policy :
Suatu kebijakan yang mengatur pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi
penerimanya. Contohnya, kebijakan pembuatan rumah sederhana.
4.

Public Goods and Private Goods Policies


: a.

Public Goods Policy


, yaitu suatu kebijakan yang mengatur penyediaan barang- barang/pelayanan-pelayanan oleh
pemerintah untuk kepentingan orang ba- nyak. Contohnya, kebijakan perlindungan keamanan
ketertiban, penyedia-

43
an jalan atau fasilitas-fasilitas umum. b.

Privat Goods Policy


, yaitu suatu kebijakan yang mengatur penyediaan barang-barang/pelayanan oleh pihak swasta untuk
kepentingan individu-individu (perseorangan) di pasar bebas dengan imbalan biaya tertentu.
Contohnya, untuk keperluan perseorangan seperti tempat hiburan, hotel/penginapan, dsb.
D.

TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKAN PUBLIK


Menurut LAN (1997), tingkat-tingkat kebijakan publik, meliputi :
1.

Lingkup Nasional :
a.

Kebijakan Nasional
, yaitu kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam rangka pencapaian tujuan
nasional/negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Yang berwenang menetapkan
kebijakan nasional ini adalah MPR, DPR, dan Presiden. Kebijakan nasional yang dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan dapat berbentuk UUD, Ketetapan MPR, UU, PP/PERPPU.
Demikianlah, maka kebijakan publik di lingkup nasional ada yang dibuat oleh Eksekutif (Presiden)
untuk melaksanakan kebijakan publik yang bersifat umum yang dibuat oleh Legislatif
(MPRD/DPR/DPD), baik secara tunggal (UUD, TAP MPR), maupun melalui kerjasama dengan
Eksekutif (UU). Ada kebijakan publik yang dibuat oleh Legislatif (DPR) dalam rangka pelaksanaan
tugas dan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, yang dicantumkan dalam Peraturan Tata Tertib,
dll. selain yang dibuat bersama Eksekutif (UU). Dan ada kebijakan publik dan yang dibuat oleh
Yudikatif (Mahkamah Agung), melalui keputusan-keputusan khusus MA yang biasanya berkenaan
dengan perselisihan hukum yang diputuskan Pengadilan di bawahnya yang belum/ tidak dapat
diterima oleh para pihak. b.

Kebijakan umum
, yaitu kebijakan Presiden sebagai pelaksana UUD, TAP MPR, dan UU dalam rangka usaha untuk
mencapai tujuan nasional. Jadi, yang berwenang menetapkannya adalah Presiden, dan diatur dalam
kebijakan
umum yang tertulis berupa PP, Perpres, Keppres, dan Inpres. c.

Kebijakan Pelaksanaan
, yang merupakan penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang
tertentu. Yang berwenang menetapkan kebijakan ini adalah Menteri/Pejabat setingkat Menteri dan
pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Pengaturan ter-tulisnya dituangkan dalam
Peraturan, Keputusan, Instruksi, dan Surat Edaran Menteri/Kepala LPNK.
2.

Lingkup Wilayah/Daerah
. a.

Kebijakan Umum
, yaitu kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai pelak-sana asas desentralisasi dalam rangka
mengatur urusan rumah tangga daerah (otonomi daerah). Yang berwenang menetapkan kebijakan
umum di daerah provinsi adalah Gubernur dan DPRD Provinsi, dan di kabupaten/kota adalah
Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota. Bentuk pengaturan tertulisnya dituangkan dalam
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Perda Kabupaten/ Kota. b.

Kebijakan Pelaksanaan
, yaitu sebagai implementasi dari kebijakan umum, terdapat tiga macam : 1)

Kebijakan pelaksanaan dalam rangka desentralisasi (otda), merupakan realisasi Perda; 2)

Kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi, merupakan pelak-sanaan kebijakan nasional di


daerah; 3)

Kebijakan pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan (


medebewind
), merupakan pelaksanaan tugas pemerintah Pusat di daerah. Yang berwenang menetapkan kebijakan
pelaksanaan adalah : 1)
Dalam rangka desentralisasi adalah Gubernur/Bupati/Walikota; 2)

Dalam rangka dekonsentrasi adalah Gubernur. Ingat, berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kedudukan Gubernur adalah sebagai Kepala Daerah (desentralisasi) sekaligus
sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerah (dekonsentrasi). Sementara Bupati/ Walikota hanya sebagai
Kepala Daerah (desentralisasi/otda);
3)

Dalam rangka tugas pembantuan adalah Gubernur/Bupati/Walikota. Catatan : Terdapat tugas


pembantuan dari Pemerintah Pusat kepada Pemda Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Desa, terdapat tugas
pembantuan dari Pemda Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Desa, serta terdapat tugas pembantuan
dari Pemda Kabupaten/Kota ke Desa. Bentuk pengaturan tertulis dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi adalah berupa Keputusan-keputusan dan Instruksi Gubernur/Bupati/ Walikota. Dalam
rangka dekonsentrasi berupa Keputusan-keputusan dan Instruksi Gubernur, serta dalam rangka tugas
pembantuan berupa Keputusan-keputusan dan Instruksi Gubernur/Bupati/Walikota.
E.

BENTUK KEBIJAKAN PUBLIK


Menurut Riant Nugroho

(2012:131), bentuk
pertama
kebijakan publik adalah peraturan perundang-undangan yang terkodifikasi secara formal dan legal.
Jika melihat Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, maka hierarki atau tata urut peraturan perundang-undangan di Indonesia
adalah : 1.

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). 2.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR). 3.

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/ PERPPU). 4.

Peraturan Pemerintah (PP). 5.

Peraturan Presiden (Perpres). 6.

Peraturan Daerah (Perda) Provinsi. 7.

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota. Setiap peraturan dari tingkat pusat atau nasional, hingga
tingkat kelurahan/ desa, adalah kebijakan publik. Mereka adalah aparat publik yang dibayar oleh uang
publik melalui pajak dan penerimaan negara lainnya, dan karenanya secara hukum formal
bertanggung jawab kepada publik. Jadi, rentetan kebijakan publik sangat banyak, akan tetapi dalam
pemahaman kontinentalis dapat dikelompokkan menjadi
tiga : 1.

Kebijakan publik yang bersifat


makro
, umum, atau mendasar, yaitu peraturan-peraturan tersebut di atas. 2.

Kebijakan publik yang bersifat


messo
, menengah, atau penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk Peraturan Menteri (Permen),
Surat Edaran (SE) Menteri, Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Bupati/Walikota (Perbub/
Perwal). Kebijakannya dapat juga berbentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) antarMenteri,
Gubernur, dan Bupati/Walikota. 3.

Kebijakan publik yang bersifat


mikro
, kecil atau bawah yang mengatur pelak-sanaan/implementasi kebijakan di atasnya. Bentuk
kebijakannya adalah per-aturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di bawah Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota. Peraturan-peraturan tersebut sifatnya mengatur (
regeling
), tetapi terdapat beberapa perkecualian, yaitu kebijakan yang sifatnya makro dan messo kadang
bersifat implementasi/pelaksanaan langsung (
beshicking
), namun tidak berarti kekeliruan. Kebijakan seperti itu bahkan dapat dikatakan lebih efisien karena
tidak memerlukan peraturan penjelasan tambahan yang akan menjadikan kebijakan tersebut secara
formulasi saja sudah memerlukan biaya besar (
high cost economy
). Di negara-negara maju di Amerika utara, kebanyakan peraturan itu dibuat secara detail hingga
berkenaan dengan implementasi. Pada sejumlah negara di Eropa, kebijakan publik ditata secara lebih
rigid
(kaku) dalam aransemen makro-messo-mikro. Memang tidak ada preferensi terbaik, apakah peraturan
dibuat secara detail meliputi pengaturan dan pelaksanaan, atau pengaturan dan pelaksanaan dibuat
secara terpisah. Yang jelas kelemahan utama yang dibuat secara detail (pengaturan sekaligus
pelaksanaan), adalah jika diperlukan perubahan-perubahan prosesnya sangat sulit, berat, lama, dan
karenanya sangat mahal, sebab yang diubah harus induk kebijakan. Berbeda jika yang diubah adalah
kebijakan di bawahnya, pada tingkat penjelasan atau pelaksanaan. Bentuk
kedua
kebijakan publik, selain peraturan perundang-undangan yang terkodifikasi, adalah pernyataan-
pernyataan lisan pejabat publik. Pernyataan di- maksud harus dan selalu mewakili lembaga publik
yang diwakili atau dipimpinnya.
Demikianlah, maka pernyataan-pernyataan pejabat publik yang berkenaan dengan tugas dan
kewenangannya menjadi sesuatu yang harus dipedomani dan dilaksana-kan. Karena itu pejabat publik
harus bijaksana dalam mengemukakan pernyataan-pernyataannya yang berkaitan dengan tugas pokok
dan fungsinya sebagai pejabat publik. Pengalaman Indonesia, khususnya di zaman reformasi ini, tidak
sedikit pejabat publik yang terbiasa dan sembarangan membuat pernyataan. Contoh kalimat-kalimat
yang terlontar di antaranya : -

Gitu aja kok repot


;-

Salahnya sendiri, mengapa rakyat mau tinggal di bantaran sungai atau di daerah banjir
?-

Kelaparan itu kecelakaan, kok


;-

Kalau tidak kuat beli BBM, ya jangan beli;


dan banyak lagi, yang kadang juga bertolak belakang antara apa yang dikatakan dengan yang
dilakukannya, atau tidak ada satunya kata dengan perbuatan, sehingga integritasnya diragukan.
Pernyataan pejabat publik yang paling dianggap sebagai kebijakan publik adalah yang disampaikan
dalam forum resmi dan dikutip oleh media massa serta disebarluaskan kepada masyarakat luas.
Pernyataan yang disampaikan dalam ruang-ruang privat, tidak dapat dianggap sebagai kebijakan
publik, kecuali hal tersebut dikemukakan kembali oleh pejabat publik secara publik. Menurut Riant
Nugroho (2012:135), ucapan pejabat publik di depan publik yang disebut sebagai kebijakan publik
harus : 1.
Berisi kebenaran. 2.

Konsisten, karena mencerminkan lembaganya. 3.

Apabila berkenaan dengan hal-hal yang harus segera diimplementasikan oleh struktur di bawahnya,
sudah dikomunikasikan terlebih dulu dengan struktur di bawahnya itu dan sudah siap dengan
manajemen implementasinya. 4.

Apabila berkenaan dengan hal-hal yang masih bersifat konsep atau rencana, harus disampaikan secara
jelas bahwa yang dinyatakannya itu adalah baru kon- sep atau rencana atau biasa disebut wacana.
Barang tentu pejabat publik berhak tidak memberikan pernyataan publik, dengan tiga prakondisi yang
perlu ditegaskan kepada publik (biasanya melalui media massa), yaitu : 1.

Pejabat bersangkutan tidak memiliki kompetensi di bidang yang dimintakan pernyataannya. 2.

Pejabat bersangkutan tidak cukup menguasai materi yang dimintakan per-nyataannya. 3.

Isu yang dimintakan pernyataan berkenaan dengan keamanan negara. Bentuk


ketiga
kebijakan publik, adalah perilaku dan
gesture
atau gerak-mimik-gaya pejabat publik. Kebijakan publik jenis ini adalah bentuk kebijakan yang paling
jarang diangkat sebagai isu kebijakan. Padahal dalam prakteknya, perilaku pejabat publik akan ditiru
rakyat. Pimpinan lembaga negara/pemerintah atau instansi yang jujur dan berdisiplin, akan
menghasilkan perilaku yang jujur dan berdisiplin bukan saja di kalangan instasinya, namun juga
jajaran di daerah dan publik yang dilayaninya. Demikian halnya yang negatif, misalnya di suatu
daerah yang dipimpin oleh kepala daerah yang korup, akan mengembangkan perilaku korup, karena
korupsi dianggap sebagai kebijakan publik secara
konvensi.
Dalam hal gesture, maka gerik-mimik-gaya pejabat publik akan ditirukan oleh bawahannya. Ketika
pejabat publik bermuka masam kepada bawahannya atau kepada maha-siswa, maka mereka akan
mengimitasi gerak-mimik-gaya tersebut. Ketika pimpinan bertemu dengan rekannya bercipika-cipiki,
maka pejabat lain bawahannya akan menirunya. Demikian juga dalam kehidupannya yang glamor
misalnya, akan ditiru juga oleh bawahannya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, kiranya perlu
dijelaskan siapa sebenar-nya pejabat publik itu. Pejabat publik dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu : 1.

Pejabat Negara : a.

Pejabat Legislatif, yaitu Ketua dan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD; b.

Pejabat Yudikatif, yaitu Pimpinan MA, MK, dan KY; c.

Pejabat Eksekutif, yaitu : 1)

Presiden dan Wakil Presiden; 2)

Menteri dan Pejabat Pemerintah setingkat Menteri (LPNK);


3)

Gubernur dan Wakil Gubernur; 4)

Duta Besar; 5)

Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota; d.


Pejabat Akuntatif, yaitu Pimpinan BPK; e.

Pejabat Lembaga Publik semi Negara, termasuk di antaranya : KPK, Komnas HAM, KPPU, hingga
badan-badan regulator infrastruktur publik, seperti Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia dan
Badan Regulator Air Minum PAM Jaya. 2.

Pejabat Administratif : a.

Pejabat Struktural Pusat (Eselon I dan II); b.

Pejabat Struktural Daerah Provinsi (Eselon I dan II); c.

Pejabat Struktural Daerah Kabupaten/Kota (Eselon II dan III); d.

Para Pejabat Humas Pemerintah; e.

Pejabat Pimpinan Pelaksana di tingkat bawah (Camat, Kepala Kelurahan/ Kepala Desa).
F.

CIRI-CIRI KEBIJAKAN PUBLIK


Ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu
dirumuskan oleh orang-orang (pejabat) yang memiliki wewe-nang dalam sistem politik, yakni para
tetua adat, para ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator, para
monarki, dsb. (David Easton dalam Solihin Abdul Wahab, 2004:5). Ciri-ciri tersebut di atas membawa
implikasi tertentu terhadap konsep kebijakan publik, yaitu : 1.

Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku
atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. Artinya, tindakan dimaksud direncanakan terlebih dulu.
2.

Kebijakan publik pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling ber- kait dan berpola,
yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh peja- bat-pejabat pemerintah dan bukan
merupakan keputusan-keputusan yang ber- iri sendiri. Artinya, tidak hanya menyangkut pembuatan
aturan, tetapi juga implementasi dan pemaksaan pemberlakuannya. 3.

Kebijakan publik bersangkut-paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-
bidang tertentu. Contohnya, dalam mengatur per-dagangan, mengendalikan inflasi, menggalakkan
penggunaan produk dalam negeri, mengadakan program perumahan rakyat bagi masyarakat yang
berpeng-hasilan rendah, dsb. 4.

Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif. Bentuk positif misalnya
kebijakan yang mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi masalah-masalah tertentu, sedangkan bentuk negatif mungkin meliputi keputusan-
keputusan pejabat untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan tindakan apa pun dalam masalah-
masalah yang seharusnya campur tangan pemerintah justru diperlukan. Dengan kata lain, pemerintah
bisa saja menempuh suatu kebijakan yang sangat liberal, atau cuci tangan sama sekali, baik terhadap
seluruh atau sebagian sektor kehidupan. Tentu saja tiadanya campur tangan atau keterlibatan
pemerintah akan mem-bawa dampak tertentu bagi seluruh atau sebagian warga masyarakat yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai