Kandidiasis
Kandidiasis
(UKRIDA)
KANDIDIASIS
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmatnya
akhirnya referat yang berjudul Kandidiasis ini dapat diselesaikan.
Referat ini dibuat dengan tujuan sebagai tugas kepaniteraan ilmu penyakit kulit dan
kelamin dan didasarkan atas tingginya insiden penyakit kulit di Indonesia yang
disebabkan oleh infeksi Candida albicans. Infeksi jamur intermediat merupakan suatu
kelainan kulit yang banyak menyerang masyarakat dan tidak dapat didiagnosa dengan
tepat dengan hanya melihat kelainan. Oleh karena itu, didalam referat ini dicantumkan
semua perbahasan tentang tinea pedis mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, gejala
klinis, pemeriksaan, diagnosis banding, penatalaksanaan hingga prognosisnya.
Namun menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan bahkan jauh dari
sempurna maka dengan hormat penulis memohon kritik dan saran sebagai masukan untuk
perbaikan referat yang selanjutnya.
2
DAFTAR ISI
PERKARA HALAMAN
PENDAHULUAN 4
DEFINISI 5
EPIDEMIOLOGI 5
ETIOLOGI 5
KLASIFIKASI 6
PATOGENESIS 6
GEJALA KLINIK 7
PEMERIKSAAN PENUNJANG 12
DIAGNOSIS BANDING 13
PENATALAKSANAAN 13
PROGNOSIS 16
DAFTAR PUSTAKA 17
3
PENDAHULUAN
Infeksi jamur dewasa ini semakin sering terjadi seiring dengan meningkatnya
penggunaan antibiotika berspektrum luas, steroid, obat-obat sitostatika, penyakit kronik,
keganasan, bayi- bayi dengan berat badan lahir rendah dan penderita-penderita dengan
penurunan daya tahan tubuh. Antara tahun 1980-1990 dari data rumah sakit di Amerika
Serikat yang melakukan surveillance terhadap patogen nosokomial didapati 7,9% (22,200
kasus) disebabkan oleh infeksi jamur, sekitar 79% infeksi jamur ini disebabkan oleh
spesies kandida. Sekitar 8,8% bayi prematur (berat kurang dari 1500 gram) yang dirawat
di NICU, Universitas Gottingen, dan pemeriksaan mukokutaneus didapati adanya kotoni
jamur kandida.
Spesies jamur yang paling sering dijumpai pada penderita immunokompromi yaitu
infeksi kandida. Jamur kandida merupakan flora mikrobial normal rongga mulut, saluran
pencernaan dan vagina, bersifat invasif/patogen bila daya tahan host (pejamu) terganggu.
Infeksi jamur ini umumnya terjadi di daerah mukokutaneus, tetapi dapat pula terjadi pada
organ- organ lain di dalam tubuh seperti esofagus, ginjal, hati, jantung, mata, otak dan
paru
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang sangat umum. Jamur ini biasa hidup dalam
tubuh. Kandidiasis juga merupakan infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang
terinfeksi HIV. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistem
kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Cara terbaik untuk
menghindari jangkitan kandidiasis adalah dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh
melalaui penggunaan terapi antiretroviral. Sebagian besar penyakit kandidiasis dapat
diobati secara mudah dengan terapi lokal. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang lemah, penyakit ini menjadi lebih menetap.
4
I. DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh jamur
intermediate Candida sp., biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai
mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, dengan berbagai manifestasi klinisnya yang
bisa berlangsung akut, kronis atau episodik, kadang-kadang dapat menyebabkan
septicemia, endokarditis atau meningitis.
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya
dengan tepat.
III. ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit,
mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis
kandidiasis ialah C. parapsilosis dan penyebab kandidiasis septicemia adalah C.
tropikalis.
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar 80
spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan
pada manusia, C.albicans lah yang paling pathogen. Candida sp. memperbanyak diri
dengan membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan
bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen
dan invasif daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar
sehingga lebih sulit difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-
titik blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang
ada lebih besar.
Sel jamur kandida berbentuk bulat, lonjong, dengan ukuran 25µ x 36 µ hingga 25 µ x 5-
28,5 µ Spesies-spesies kandida dapat dibedakan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakarosa, galaktosa dan laktosa. Jamur
kandida dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan kelainan apapun di dalam
berbagai alat tubuh baik manusia maupun hewan.
5
Candida albicans
IV. KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk. (1971), mambaginya sebagai berikut:
Kandidiasis kutis:
1. Lokalisata: a. daerah intertriginosa
b. daerah perianal
2. Generalisata
3. Paronikia dan onikomikosis
4. Kandidiasis kutis granulomatosa
Kandidiasis sistemik:
1. Endokarditis
2. Meningitis
3. Pielonefritis
4. Septikemia
V. PATOGENESIS
Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai saprofit
terdapat dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik subyektif maupun
6
obyektif. Dapat dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran pencernaan, saluran
pernafasan, vagina dan kuku. Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer
maupun sekunder dari kelainan yang telah ada. Beberapa faktor predisposisi dapat
mengubah sifat saprofit kandida menjadi patogen.
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun
eksogen.
Faktor endogen:
1. Perubahan fisiologik:
Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
Kondisi vagina selama masa kehamilan menunjukkan kepekaan yang
tinggi terhadap infeksi kandida, hal ini tampak dengan ditemukannya
kolonisasi candida spp yang tinggi pada masa ini sejalan dengan tingginya
simtomatik vaginitis. Keluhan ini paling sering timbul pada usia
kehamilan trimester ketiga. Bagaimana mekanisme hormon-hormon
reproduksi dapat meningkatkan kepekaan vagina terhadap infeksi kandida
masih belum jelas.
Kegemukan, karena banyak keringat
Debilitas
Iatrogenik
Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit
Pada penderita diabetes mellitus juga ditemukan kolonisasi candida spp
dalam vagina mungkin karena peningkatan kadar glukosa dalam darah,
jaringan dan urin. Akan tetapi mekanismenya juga tidak diketahui.
Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum
yang buruk.
2. Umur: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
3. Imunologik: penyakit genetik.
Faktor eksogen:
i. Thrush
7
Biasanya mengenai bayi, tampak pseudomembran putih coklat muda kelabu yang
menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut
yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga
mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah
dan merah.
Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi
berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih tidak tampak
jelas bila penderita sering merokok.
Thrush
ii. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan
dasarnya eritematosa. Faktor predisposisnya ialah defisiensi riboflavin.
Perleche
iii. Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena kadar gula
darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen
dalam epitel vagina.
Keluhan yang paling sering adalah rasa gatal pada daerah vulva dan adanya duh
tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan
8
homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu
yang disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah
dan tidak berbau. Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Pada yang
berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispaneuria.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan
vulva, juga dapat ditemukan lesi papulopustular di sekitarnya. Pada pemeriksaan
yang ringan tampak hiperemia di labia menora, introitus vagina, dan vagina
terutamanya 1/3 bagian bawah. Servik tampak normal sedangkan mukosa vagina
tampak kemerahan. Sering pula terdapat kelainan yang khas bercak-bercak putih
kekuningan. Bila ditemukan keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH vagina <
4,5 dapat diduga adanya infeksi kandida.
Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia menora dan ulkus-ulkus
yang dangkal pada labia menora dan sekitar introitus vaginal.
Fluor albus pada kandidosis vagina bewarna kekuningan. Tanda yang khas ialah
disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu bewarna putih kekuningan.
Gumpalan tersebut berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau
vagina terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur.
vulvovaginitis
9
Balanitis
Kandidiasis kutis
i. Kandidiasis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara
jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah dan eritematosa.
Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil
atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang
kasar dan berkembang seperti lesi primer.
Kandidiasis intertriginosa
10
Kandidiasis perianal
v. Diaper-rash
Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang
dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala
sisa dermatisis oral dan perianal.
Diaper-rash
11
vi. Kandidiasis granulomatosa
HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahawa penyakit ini sering menyerang
anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal bewarna kuning
kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti
tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku,
badan, tungkai dan farings.
Kandidiasis sistemik
i. Endokarditis
Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan
yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita sesudah operasi
jantung.
ii. Meningitis
Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama dengan meningitis
tuberkulosis atau karena bakteri lain.
Reaksi id (kandidid)
Reaksi terjadi karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupa vesikel-vesikel yang
bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan yang lain, mirip
dermatofitid.
Di tempat tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidosis diobati, kandidid akan
menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil
positif.
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud,
dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah
12
pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu
37°C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi
Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn
meal agar.
3. Pemeriksaan pH vagina
a. Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit,
pemeriksaan dengan sinar Wood positif bewarna merah bata.
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatofitosis (tinea)
IX. PENATALAKSANAAN
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal
maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun kronik. Kecenderungan saat
ini adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis
tinggi. Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk,
misalnya krim, lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam
pemilihan bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan
penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk pasien. Untuk keradangan
pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim.
Pengobatan:
13
1. Topikal:
Larutan ungu gentian ½ - 1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
Nistatin: berupa krim, salap, emulsi
Amfoterisin B
Grup azol antara lain:
i. Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
ii. Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
iii. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
iv. Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
v. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas
2. Sistemik
Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,
obat ini tidak diserap usus.
Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per
vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg
selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk
orang dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.
Polyenes
Antimikotik golongan polyenes ditemukan pada awal tahun 1950-an. Golongan polyenes
efektif untuk melawan semua spesies ragi karena berikatan dengan membran sel jamur.
Efek pengrusakan membran sel tergantung kuatnya ikatan antara polyenes dengan sterol
khususnya ergosterol yang banyak dikandung oleh dinding sel jamur, sedangkan dinding
sel manusia banyak mengandung kolesterol.
Golongan polyenes yang paling banyak dipakai adalah nystatin. Obat ini juga aman
diberikan pada wanita hamil. Pemberian peroral tidak dapat diserap oleh usus dan hanya
diberikan peroral untuk mengobati kandidiasis gastrointestinal saja. Golongan polyenes
yang lain adalah amphoterisin B. Golongan polyenes bekerja dengan cara merusak
membran sel eukariota dan menimbulkan efek toksik pada membran jamur. Efek
kerusakan membran tersebut karena polyenes mempunyai daya ikat yang tinggi dengan
ergosterol yang membentuk membran sel jamur.
Azol
Golongan azol dikembangkan sekitar akhir tahun 1960-an dan tersedia dalam bentuk
sediaan topikal dan sistemik.
14
Imidazol
Cara kerja azol termasuk di sini derivat imidazol maupun triazol adalah
melakukan penghambatan 14a-demethylase, suatu enzim dependent cytochrom p
450 yang sangat diperlukan untuk sintesa ergosterol. Golongan imidazol
mempunyai efek penyembuhan klinis dan mikologis sebesar 85-95%. Pemakaian
yang hanya satu kali perhari dan lama pemakaian hanya 1 sampai 7 hari yang
dirasakan lebih nyaman untuk penderita maka banyak dipakai sehingga
menggeser pemakaian nystatin.
Triazol
Azol generasi ketiga adalah goongan triazol yang dikembangkan pada tahun
1980. Derivat triazol yang pertama adalah itrakonazol, dan yang lainnya adalah
flukonazol dan terkonazol.
Efek terapi itrakonazol dosis tunggal yang diteliti pada tikus percobaan
menunjukkan dalam waktu 24 jam obat telah mempengaruhi perubahan
ultrastruktur dinding sel dan dalam waktu 3 hari jamur tereradikasi sempurna dari
epitel vagina. Penelitian lanjutan terhadap jaringan vagina manusia menunjukkan
200 mg dosis tunggal itrakonazol peroral memberikan efek penghambatan dalam
waktu 3 hari. Pemanjangan efek itrakonazol diakibatkan karena adanya
kemampuan lipofilik obat tersebut. Akhirnya angka penyembuhan klinis dan
mikologis tidak berbeda untuk terapi jangka pendek peroral dari itrakonazol
dengan pemakaian topikal golongan imidazol.
15
Efek samping pemberian obat antimikotik golongan azol umumnya adalah rasa
tidak nyaman pada daerah gastrointestinal, dapat terjadi gejala hepatotoksis pada
pemberian ketokonazol (jarang), sedangkan reaksi anafilaksis sangat jarang
terjadi. Flukonazol secara umum dapat ditoleransi dengan baik walaupun
mempunyai efek gastro intestinal (mual, muntah).
X. PROGNOSIS
16
Daftar pustaka
1. Unandar B. Kandidosis. dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds), Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.2007: 106-9.
2. Siregar, R.S. Kandidiasis. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2005 : 31 – 4.
3. Madani, F. Infeksi Jamur Kulit, dalam Harahap, M. (ed), Ilmu Penyakit Kulit,
Penerbit Hipokrates, Jakarta.2000: 73 – 87.
4. Kandidiasis vulvovaginal. Edisi 2010. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/34699247/Kandidiasis-Vulvovagina-, 03 Agustus
2010.
5. Setiabudy R, Bahry B. Obat jamur. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007: 571-83.
17