Pembimbing:
Dr.Karyanto, Sp.Rad
Oleh:
Diah Ayu Larasati
1618012079
2. Hamburan
Apabila sinar-X melewati suatu bahan atau zat, maka berkas tersebut bertebaran
kesegala arah. Hal ini dapat mengakibatkan tampak pengaburan kelabu secara
menyeluruh pada citra radiograf dari film.
4. Efek Fotografi
Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak mbromida) setelah diproses
secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.
5. Fluorosensi
Sinar-X dapat menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium tungsten (Zine
sulfida) memendarkan cahaya (luminisensi) jika bahan tersebut dikenai sinar-X.
2. Sebutkan diagnosa banding radio-opaque pada foto thorax beserta gambaran
radiologis (sebanyak 15 diagnosis)
Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi yang terbagi menjadi 4
kategori:
a. Kategori I, ditujukan terhadap:
Kasus baru dengan dahak positif
Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori II, ditujukan terhadap:
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan dahak BTA positif
c. Kategori II, ditujukan terhadap:
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik
Masa inkubasi tuberkulosis yaitu 2-10 minggu sesudah exposure. Proses terbentuknya
tuberkulosis primer; Di paru basil yang berkembang biak menimbulkan suatu daerah radang
yang disebut afek/fokus primer dari ghon. Kemudian, basil akan menjalar melalui saluran limfe
dan terjadi limfangitis dan akan terjadi limfadenitis regional. Pada lobus atas paru akan terjadi
pada kelenjar limfe pada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada kelenjar limfe
hiler.
Pada proses tuberkulosis primer pada anak biasa melalui inhalasi. Komplikasi yang
sangat mungkin terjadi adalah pleuritis, karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui
penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena
perforasi kelenjar ke dalam bronkus.
Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberculosis tidak menjadi sakit selama masa
anak‐anak. Satu‐satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yang positif.
Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosis adalah segera setelah
infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksi menjadi sakit, sebagian besar akan
menunjukkan gejala dalam jangka waktu satu tahun setelah infeksi. Namun untuk bayi, jangka
waktu tersebut mungkin hanya 6‐8 minggu.
Secara umum gambaran radiologi sugestif Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
Pada TB paru anak, ciri radiografi adalah berukuran relatif lebih besar dan pentingnya
limfadenopati dibandingkan dengan ukuran yang kurang signifikan pada fokus parenkim.
Adenopati selalu hadir dengan tuberkulosis pada anak, tetapi tidak dapat dilihat oleh radiograf
polos ketika temuan paru lainnya muncul. Kebanyakan kasus TB paru pada anak, infiltrat ringan
parenkim dan limfadenopati resolusi secara spontan, radiografi dada tetap normal, dan anak
tanpa gejala. Pada beberapa anak, kelenjar getah bening hilus dan mediastinum terus membesar
dan dapat segera terlihat pada rontgen dada. Sumbatan sebagian bronkus yang disebabkan oleh
kompresi eksternal dari node membesar dapat menyebabkan terperangkapnya udara, hiperinflasi,
dan bahkan emfisema. Nodus yang menempel dan menyusup ke dinding bronkus, caseum
mengisi lumen menyebabkan obstruksi lengkap. Hal ini menyebabkan atelektasis yang biasanya
melibatkan distal segmen lobar ke lumen terhambat. Yang dihasilkan bayangan radiografi
biasanya disebut runtuhnya-konsolidasi atau lesi segmental. Temuan ini mirip dengan yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing; pada dasarnya, kelenjar getah bening bertindak sebagai
benda asing. Beberapa lesi segmental di lobus yang berbeda dapat terlihat pada 25% anak-anak.
TB primer TB sekunder
(TB anak) (TB dewasa)
Lokasi Dapat di semua bagian paru Apeks dan infra klavikuler
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah
kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan
hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute
yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain
itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang
Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang
diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan
hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein.
alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran
cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan,
koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental
membuktikan bahwa hokum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan
sirkulasi sistemik.
Q(iv-int)=Kf[(Piv-Pint) – df(Iiv-Iint)]
Q = kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstisial
Piv = tekanan hidrostatik intravaskular
Pint = tekanan hidrostatik interstisial
Iiv = tekanan osmotik koloid intravaskular
Iint = tekanan osmotik koloid interstisial
Df = koefisien refleksi protein
Kf = kondukstan hidraulik
2. Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari
pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkhial dan
perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih
sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran
limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah
cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam
keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan
kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-
rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan
dalam jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edem. Sehingga sebagai
konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah
hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular,
ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak
menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel
tetap normal, maka cairan edem yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein
dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25
peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan
edem akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan
menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut :
kiri
Penghapusan cairan edem dari ruang udara paru tergantung pada transpor aktif natrium dan
klorida melintasi barier epitel yang terdapat pada membran apikal sel epitel alveolar tipe I
dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium secara aktif ditranspor keluar ke ruang
instrstisial dengan cara Na/K-ATPase yang terletak pada membran basolateral sel tipe II.
Air secara pasif mengikuti, kemungkinan melalui aquaporins yang merupakan saluran air
Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS ini didefinisikan sebagai munculnya gejala dan
tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal.
dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di
atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada
permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi
pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke
dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru nonkardiogenik memiliki kadar
protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh
moleku besar seperti protein plasma. Banyaknya cairan edem tergantung pada luasnya
edem interstisial, ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan acute lung injury
di mana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk
Temuan Radiologi
Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel
vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B
dan C akibat edema instrestisial atau alveolar seperti pada gambaran ilustrasi. Lebar
pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior terlihat pada 90% foto thorax
normal dan lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan 80% pada kasus edem paru.
Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan
diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax telentang
dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos > 3
overload cairan.
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru kardiogenik dan
edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa
edem tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%.
Beberapa masalah teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru,
Noduler
Metastasis Milier
Cannon ball / coin lesion
Nodul paru merupakan gambaran manifestasi metastasis paru yang umum didapati. Pada
kebanyakan kasus, nodul ini tersebar secara hematogen, sehingga tempat predominannya berada
di dasar paru yang menerima lebih banyak darah daripada lobus atas paru.
Nodul – nodul ini biasanya bertepi jelas dan berbentuk bulat maupun berlobulasi. Nodul
yang berdinding tipis dapat terlihat pada keadaan terdapatnya darah yang mengelilingi nodul
tersebut.
Kavitasi dari metastasis jarang muncul seperti pada tumor primer paru, namun dapat
muncul kira – kira pada 5% kasus.kavitasi dapat terlihat sebagai nodul yang sangat kecil. Namun
begitu, struktur kavitas ini berbeda secara histologis. Kavitasi sering terjadi pada Ca sel
skuamosa dan Ca sel transisional, tapi juga bisa terjadi pada adenokarsinoma, sebagian dari
kolon, juga pada sarkoma.1 kavitasi ini juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
pneumothoraks.3
Metastasis paru yang soliter jarang terjadi, kira – kira hanya sebanyak 2 – 10% dari
seluruh nodul soliter. Lesi primer yang paling sering membuat nodul soliter yaitu Ca kolon,
osteosarkoma, Ca ginjal, testes, maupun Ca mammae. Dan juga melanoma maligna. Ca kolon,
khususnya pada area rectosigmoid, menghasilkan kira – kira sepertiga kasus yang berhubungan
dengan metastasis paru yang soliter. Harus dipikirkan bahwa banyak pasien yang menunjukkan
suatu nodul soliter pada foto polos dada, memiliki nodul – nodul multiple saat diperiksa dengan
CT, dengan 1 nodul dominan.
Biasanya sulit untuk menghilangkan pemikiran adanya nodul soliter metastasis dari Ca
paru primer pada foto thoraks, maupun CT Scan. Pada HRCT Scan, kira – kira 1,5 x dari nodul –
nodul metastasis memperlihatkan tepi yang tidak rata. Nodul – nodul tersebut dapat bulat
maupun oval, atau dapat pula memiliki batas yang berlobus – lobus. Tepi yang ireguler dengan
spikulasi dapat merupakan akibat dari reaksi desmoplastik maupun infiltrasi tumor pada batas
sekitar daerah limfatik maupun bronkovaskular.
2. Nodul multiple
Metastasis noduler biasanya terjadi multiple. biasanya nodul – nodul ini bervariasi
besarnya, memperlihatkan episode yang berbeda dari emboli tumor, ataupun tingkat
pertumbuhan yang berbeda. Penampakan ini jarang terjadi pada keadaan penyakit nodular yang
jinak, seperti sarkoidosis. Kadang – kadang, semua metastasis berukuran sama. Saat banyak
nodul yang terlihat, mereka biasanya terdistribusi ke seluruh paru. Ketika hanya sedikit terlihat
gmabaran metastasis, maka biasanay tempat predominannya di subpleura.
Jumlah dan ukuran nodul – nodul tersebut sangat bervariasi.nodul dapat terlihat sangat
kecil (miliar) dan sangat banyak. Hal seperti ini biasanya dapat kita lihat pada tumor dengan
perdarahan yang baik (seperti Ca tiroid, renal cell Ca, adenokarsinoma, sarkoma) dan juga dapat
memperlihatkan sebaran dari emboli tumor yang masif.
Limfangitis metastase
Metastasis limfangitis
Metastase alveolar/pneumonik
Beberapa contoh gambaran radiologis Metastasis pada Paru
Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul soliter termasuk lesi jinak
seperti hamartoma, granuloma (misalnya pada tuberculosis, histoplasmosis, granulomatosis
Wegener), abses pulmonal, infark, fibrosis fokal, dan neoplasma bronchial primer.
Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul multiple hampir sama seperti
metastasis paru pada nodul soliter, yaitu abses granulomatosa, infark multiple, dan sarkoidosis.
8. Sebutkan indikasi, kontraindikasi, persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan
BNO-IVP dan Colon in Loop
Indikasi Kontraindikasi
Renal agenesis Alergi terhadap media kontras
Polyuria Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit
BPH (benign prostatic hyperplasia) jantung
Congenital anomali : Pasien dengan riwayat atau dalam serangan
– duplication of ureter n renal jantung
pelvis Multi myeloma
– ectopia kidney Neonatus
– horseshoe kidney Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
– malroration Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
Hydroneprosis Hasil ureum dan creatinin tidak normal
Pyelonepritis
Renal hypertention
Persiapan :
Persiapan Pasien
Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan BNO-
IVP dilakukan.
Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas air
matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.
Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna
meminimalisir udara dalam usus.
Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan
sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk
mengosongkan blass.
Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang
akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.
Pelaksanaan :
b. Colon in Loop
Colon in loop:
Indikasi Kontraindikasi
Untuk melihat adanya kelainan pada colon : Ileus paralitik
Colitis : Peradangan / Imflamasi Perforasi usus
pada mucosa colon.
Polyp,lesi,tumor,carcinoma. Peritonitis
Diverticulitis. Ileus obstruktif lama (>8 jam)
Megacolon.
Invaginasi yaitu masuknya lumen Infeksi akut saluran cerna
usus bagian proximal ke dalam Kolitis berat, dimana dinding abdomen menjadi
lumen usus bagian lebih distal yang
diameternya lebih besar, sangat tipis dan ditakutkan terjadi perforasi
pemeriksaan ini dilakukan pada KU pasien yang jelek
pasien anak-anak, sifatnya sebagai
tindakan terapi.
Kesimpulan: Kontra-indikasi, tidak boleh
General Check up dilakukan saat perdarahan intestinal aktif,
adanya perforasi (usus bocor), diarrhea
profuse/berlebihan, atau panas tinggi.
Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus
besar dengan menggunakan media kontras. Tujuan pemeriksaan Colon in Loop adalah
untuk mendapatkan gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu
menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.
Dua hari sebelum dilakukan pemeriksaan colon inloop, pasien diberitahu untuk melakukan
persiapan yang nantinya akan membantu kelancaran pelaksanaan pemeriksaan.
Hari Pertama:
Pagi : Makan bubur kecap + telur rebus 2 biji + minum air banyak.
Siang : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
Malam : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
Pelaksanaan :