Anda di halaman 1dari 51

TUGAS RADIOLOGI

Pembimbing:
Dr.Karyanto, Sp.Rad

Oleh:
Diah Ayu Larasati
1618012079

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
1. Prinsip dasar terjadinya Sinar X hingga menjadi foto Rontgen

Sinar-X merupakan gelombang elektromgnetik dengan panjang gelombang 0,01-10 Å,


sehingga sinar-X mempunyai daya tembus sangat besar. Dalam radiodiagnostik biasanya
digunakan sinar-X dengan panjang gelombang 0,1-1 Å, yang terdiri dari sinar-X kontinyu
dan sinar-X diskret. Sebagai radiasi elektromagnetik, sinar-X mempunyai beberapa sifat
fisis, yaitu: daya tembus, pertebaran (hamburan), penyerapan (absorbsi), efek fotografi,
pendar fluor (fluorosensi) dan efek biologi.
Gambar Spektrum radiasi elektromagnetik
1. Daya Tembus
Sinar-X dapat menembus bahan dengan daya tembus sangat besar dan digunakan
unuk radiografi. Semakin tinggi tegangan tabung sinar-X yang digunakan serta semakin
rendah nomor atom suatu benda maka daya tembus sinar-X akan semakin besar.

2. Hamburan
Apabila sinar-X melewati suatu bahan atau zat, maka berkas tersebut bertebaran
kesegala arah. Hal ini dapat mengakibatkan tampak pengaburan kelabu secara
menyeluruh pada citra radiograf dari film.

3. Penyerapan (Absorbsi Radiasi)


Sinar-X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau
ketebalan/volume/kepadatannya atau makin besar nomor atomnya , makin besar pula
penyerapannya.

4. Efek Fotografi
Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak mbromida) setelah diproses
secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

5. Fluorosensi
Sinar-X dapat menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium tungsten (Zine
sulfida) memendarkan cahaya (luminisensi) jika bahan tersebut dikenai sinar-X.
2. Sebutkan diagnosa banding radio-opaque pada foto thorax beserta gambaran
radiologis (sebanyak 15 diagnosis)

NO. DIAGNOSA Interpretasi Hasil Gambaran Radiologis


BANDING
1. Bronkopneumonia Bercak infiltrat pada lapangan bawah/tengah
paru.

2. Bronkitis kronik Bronkitis kronis golongan ringan: corakan


peribronkial yang ramai/bertambah di bagian
basal paru oleh penebalan dinding bronkus dan
peribronkus. Bronkitis kronis golongan sedang
juga disertai emfisema, sedangkan bronkitis
kronis golongan berat ditemukan hal-hal
tersebut diatas dan disertai cor pulmonale
(komplikasi bronkitis kronis).
3. Tuberkulosis paru Bercak berawan pada kedua lapangan paru atas
lama aktif yang disertai kavitas, bintik-bintik kalsifikasi,
garis fibrosis yang menyebabkan retraksi hilus
ke atas.

4. Tuberkulosis Bercak-bercak granuler pada seluruh lapangan


miliar kedua paru
5. Tuberkulosis paru Bercak berawan disertai kavitas pada kedua
aktif lapangan paru.

6. Pneumonia Bayangan perselubungan homogeny berdensitas


alveolar tinggi pada non segmental atau segmental, lobus
paru, atau pada sekumpulan segmen lobus yang
berdekatan, berbatas tegas. Air bronchogram
biasanya ditemukan diantara daerah konsolidasi.
7. Pneumonia Gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan
interstitial dan edema pada dinding bronkiolus. Corakan
bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercak-
bercak infiltrat dan efusi pleura juga dapat
ditemukan.

8. Abses paru Satuatau multi kavitas berdinding tebal, dapat


pula ditemukan permukaan udara dan cairan di
dalamnya.Bayangan dengan batas tidak tegas
(irreguler), dinding
granulomatous/radang/jaringan atelektasis, bila
berhubungan dengan bronkus air fluid level (+),
sering dekat dengan permukaan pleura (fistula
bronchopleura).
9. Efusi pleura Perselubungan homogen menutupi struktur paru
bawah yang biasanya relative radioopak dengan
permukaan atas cekung ,berjalan dari lateral atas
kearah medial bawah. Jaringan paru akan
terdorong kearah sentral/hilus dan kadang
mendorong mediastinum kearah kontralateral.

10. Atelektasis Bayangan lebih suram (densitas tinggi) pada


bagian paru, baik lobaris, segmental, atau
seluruh paru, dengan penarikan mediastinum
kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik
keatas dan sela iga menyempit.
11. Tumor paru Perselubungan homogen yang berbatas tegas
pada daerah paru.

12. Metastasis paru Gambaran bayangan bulat berukuran beberapa


milimeter sampai beberapa centimeter, tunggal
(soliter) atau ganda (multiple), batas tegas yang
sering disebut coin lesion pada kedua lapangan
paru. Bayangan tersebut dapat mengandung
bercak kalsifikasi. Dapat juga terdapat
pembesaran kelenjar mediastinum, penekanan
trakea, bronkovaskular kasar unilateral atau
bilateral atau gambaran garis-garis berdensitas
tinggi halus seperti rambut.
13. Edema paru Perselubungan atau perbercakan di 2/3 medial
(perihilar) kedua paru (bilateral) yang
memberikan gambaran “bat wings appearance”.

14. Hyalin membran Lesi granuler yang merata di seluruh paru,


disease (HMD) ukuran paru mengecil, batas pembuluh darah
tidak jelas, dan toraks berbentuk bel. Pada kasus
lebih berat didapatkan bayangan paru lebih
radioopak, adanya air bronkogram, dan batas
jantung dan mediastinum yang tidak jelas,
kadang-kadang diperoleh gambaran ground
glass appearance. Pada keadaan paling berat
ditemukan gambaran white lung.
15. Sindrom aspirasi Bercak-bercak tersebar di kedua paru, kadang
mekonium disertai atelektasis.

3. Sebutkan diagnosa banding radio-luscent pada foto thorax beserta gambaran


radiologis (sebanyak 10 diagnosis)

NO. DIAGNOSA Interpretasi Hasil Gambaran Radiologis


BANDING
1. Pneumothorax - Tampak hiperlusen avaskuler pada
lapangan paru dextra/sinistra; adanya
gambaran paru dextra / sinistra kolaps
dengan bayangan pleura visceralis
yang jelas terlihat sesuai gambaran
pleural white line, dengan shift
mediastinum ke arah berlawanan
(tidak selalu ada)
- Lapangan paru luar terlihat hitam
2. Tension - Pada foto inspirasi, paru yang terkena
Pneumothorax seluruhnya kolaps tetapi mediastinum
ditengah
- Pada foto ekspirasi, udara terjebak di
hemithorax yang terkena di bawah
tekanan positif, jantung, dan paru
kontralateral tertekan ke arah yang
sehat

3. Emfisema Toraks berbentuk silindrik. Bayangan paru


lebih radiolusen pada seluruh paru atau lobaris
ataupun segmental, corakan jaringan paru
tampak lebih jelas, vascular paru yang relative
jarang. Diafragma letak rendah dengan
bentuk yang datar dan peranjakan yang
berkurang. Jantung ramping, sela iga
melebar.
4. Pulmonary - Tampak fissura horizontal pada paru
embolus kanan atas dimana daerah tersebut
terlihat lebih hitam dibandingkan
bagian kontralateral pada tinggi yang
sama (Westermark’s sign) dari perfusi
yang berkurang pada daerah paru yang
mengindikasikan bahwa arteri pada
daerah ini mengandung gumpalan
besar
- Daerah konsolidasi dibawah fissura
horisontal, merupakan titik kecil dari
infarksi.

5. Bronkiektasis Bronkovaskular yang kasar yang umumnya


terdapat di lapangan bawah paru, atau
gambaran garis-garis translusen yang panjang
menuju ke hilus dengan bayangan konsolidasi
sekitarnya akibat peradangan sekunder,
kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-bulat
antranslusen yang sering dikenal sebagai
gambaran sarang tawon (honey comb
appearance). Bulatan-bulatan ini dapat
berukuran besar (diameter 1-10cm) yang
berupa kista-kista translusen dan kadang-
kadang berisi cairan (air fluid level) akibat
peradangan sekunder.
6. Chronic - Kedua lapangan paru terlihat lebih
obstructive hitam dan lebih besar secara volume
pulmonary dibandingkan dengan gambaran
disease normal
(COPD) - Hemidiafragma terlihat rata
- Lebih sedikit pembuluh darah yang
terlihat secara peripheral terutama di
bagian atas dan tengah namun arteri
pulmonari terlihat besar di pertengahan

7. Flail chest Bayangan udara yang terlihat akibat kontusio


paru. Gambaran fraktur kosta yang multipel.

8. Stenosis pulmo Bayangan radiolusen pada bagian aorta karena


terjadinya ppengecilan aorta serta arteri
pulmonalis menonjol. Pembuluh darah paru-
paru berkurang dan tampak kecil-kecil.
9. Kista Paru Tampak hilus normal, corakan paru
bertambah, rongaluscen/opak berdinding tipis
reguler, soliter/multipel di kedua lapang paru

10. Bula - Terdapat area fokal dengan gambaran


emfisematus radioluscent yang dapat dilihat dengan
jelas karena dilapisi oleh sebuah
dinding tipis. Fluid level
memungkinkan adanya infeksi di
dalam bula.
- Karakteristik dalam foto thoraks lain
ialah paru yang hiperekspansi dengan
pendataran kedua hemidiafragma.
4. Klasifikasi tuberkulosis

Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi yang terbagi menjadi 4
kategori:
a. Kategori I, ditujukan terhadap:
 Kasus baru dengan dahak positif
 Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan dahak BTA positif
c. Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
 Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik

Berdasarkan Depkes: klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena


a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura dan
kelenjar hilus.
b. Tuberculosis ekstra paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, sperikardium, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kemih, dan lain-lain

Berdasarkan Internasional (American Tuberculosis Association)


Tuberkulosis paru dibagi menjadi Tuberkulosis anak (infeksi primer) dan tuberkulosis
orang dewasa (re-infeksi).
A. Tuberkulosis primer : dapat berlokasi dimana saja dalam paru, namun sarang dalam
parenkim paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks
primer)
 Tidak disertai gejala klinis
 Lokasi kelainan biasanya pada satu lobus, terutama lobus kanan bagian bawah,
tengah, dan lingula serta segmen anterior lobus atas
 15% pada foto thoraks terlihat normal
 Pada paru dijumpai infiltrat dan kavitas
 Kelainan: limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura
B. Tuberkulosis sekunder : sarang biasanya di lapangana atas dan segmen apikal lobus
bawah, walaupun kadang dapat terjadi juga di lapangan bawah, biasanya disertai
pleuritis.
Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association :
1. Tuberkulosis minimal : yaitu luas sarang-sarang yang terlihat tidak melebihi
daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarang soliter
dapat berada di mana saja tidak harus berada di kavitas atas. Tidak ditemukan
adanya lubang.
2. Tuberkulosis lanjut sedang : luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak
melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4
cm. Jika sifat bayangan sarang-sarang berupa awan yang menjelma menjadi
daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas satu lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut : luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih
daripada klasifikasi kedua diatas, atau bila ada lubang-lubang, maka diameter
keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen. Salah
satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan, yaitu :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas
dengan densitas rendah
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau pita tebal,
berbatas tegas dengan densitas tinggi.
4. Kavitas (lubang)
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
5.Bagaimana Patofisiologi dan gambaran radiologi TB pada anak

Masa inkubasi tuberkulosis yaitu 2-10 minggu sesudah exposure. Proses terbentuknya
tuberkulosis primer; Di paru basil yang berkembang biak menimbulkan suatu daerah radang
yang disebut afek/fokus primer dari ghon. Kemudian, basil akan menjalar melalui saluran limfe
dan terjadi limfangitis dan akan terjadi limfadenitis regional. Pada lobus atas paru akan terjadi
pada kelenjar limfe pada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada kelenjar limfe
hiler.
Pada proses tuberkulosis primer pada anak biasa melalui inhalasi. Komplikasi yang
sangat mungkin terjadi adalah pleuritis, karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui
penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena
perforasi kelenjar ke dalam bronkus.
Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberculosis tidak menjadi sakit selama masa
anak‐anak. Satu‐satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yang positif.
Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosis adalah segera setelah
infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksi menjadi sakit, sebagian besar akan
menunjukkan gejala dalam jangka waktu satu tahun setelah infeksi. Namun untuk bayi, jangka
waktu tersebut mungkin hanya 6‐8 minggu.

Skema Patogeenesis Tuberkulosis


Radiografi dada berguna dalam diagnosis TB pada anak. Gambaran umum radiologi
pada TB anak adalah gambaran opaque dalam paru-paru bersama-sama dengan hilus membesar
atau kelenjar getah bening subcarinal. Pola milier gambaran opaque pada HIV - anak yang tidak
terinfeksi sangat sugestif TB. Pasien dengan gambaran opaque persisten yang tidak membaik
setelah antibiotik harus diselidiki untuk TB. Remaja pasien dengan TB memiliki chest x ray
berubah mirip dengan pasien dewasa dengan efusi pleura besar dan infiltrat apikal dengan
pembentukan rongga menjadi bentuk yang paling umum dari presentasi. Remaja juga dapat
mengembangkan penyakit primer dengan adenopati hilar dan runtuhnya lesi terlihat pada chest x
ray.

Secara umum gambaran radiologi sugestif Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:

a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain


dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrat
h. Tuberkuloma

Pada TB paru anak, ciri radiografi adalah berukuran relatif lebih besar dan pentingnya
limfadenopati dibandingkan dengan ukuran yang kurang signifikan pada fokus parenkim.
Adenopati selalu hadir dengan tuberkulosis pada anak, tetapi tidak dapat dilihat oleh radiograf
polos ketika temuan paru lainnya muncul. Kebanyakan kasus TB paru pada anak, infiltrat ringan
parenkim dan limfadenopati resolusi secara spontan, radiografi dada tetap normal, dan anak
tanpa gejala. Pada beberapa anak, kelenjar getah bening hilus dan mediastinum terus membesar
dan dapat segera terlihat pada rontgen dada. Sumbatan sebagian bronkus yang disebabkan oleh
kompresi eksternal dari node membesar dapat menyebabkan terperangkapnya udara, hiperinflasi,
dan bahkan emfisema. Nodus yang menempel dan menyusup ke dinding bronkus, caseum
mengisi lumen menyebabkan obstruksi lengkap. Hal ini menyebabkan atelektasis yang biasanya
melibatkan distal segmen lobar ke lumen terhambat. Yang dihasilkan bayangan radiografi
biasanya disebut runtuhnya-konsolidasi atau lesi segmental. Temuan ini mirip dengan yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing; pada dasarnya, kelenjar getah bening bertindak sebagai
benda asing. Beberapa lesi segmental di lobus yang berbeda dapat terlihat pada 25% anak-anak.

Gambar Chest x-ray pada anak dengan TB paru primer

Temuan radiografi lainnya terjadi pada beberapa pasien. Kadang-kadang, anak-anak


memiliki gambaran lobar pneumonia tanpa muncul gambaran limfadenopati. Jika infeksi
semakin destruktif, pencairan parenkim paru menyebabkan pembentukan rongga tuberkulosis
berdinding tipis primer. Jarang lesi bulosa terjadi di paru-paru yang mengarah ke pneumothorax.
Pembesaran kelenjar getah bening subcarinal menyebabkan kompresi esofagus, dan jarang
fistula bronchoesophageal. Sebuah tanda tuberkulosis subcarinal adalah splaying horizontal
bronkus mainstem.
Perbedaan TB paru anak dengan dewasa:
a. TB pada anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa didaerah apeks dan
infraclavicular
b. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran
kelenjar limfe regional
c. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis
d. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang
Perbedaan tuberkulosis primer (TB anak) dengan tuberkulosis sekunder (TB dewasa/re-infeksi)
antara lain, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

TB primer TB sekunder
(TB anak) (TB dewasa)
Lokasi Dapat di semua bagian paru Apeks dan infra klavikuler

Kelenjar limfe regional Membesar Tidak

Penyembuhan Perkapuran Fibrosis

Penyebaran Hematogen Sering Jarang


6. Patofisiologi dan gambaran radiologi oedem pulmo

Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah

kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan

hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute

yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain

itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang

peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi.

Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang

diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan

hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein.

Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru:


1. Membran kapiler alveoli
Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang interstisial atau ke

alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran

cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan,

koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental

membuktikan bahwa hokum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan

sirkulasi sistemik.

Q(iv-int)=Kf[(Piv-Pint) – df(Iiv-Iint)]
Q = kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstisial
Piv = tekanan hidrostatik intravaskular
Pint = tekanan hidrostatik interstisial
Iiv = tekanan osmotik koloid intravaskular
Iint = tekanan osmotik koloid interstisial
Df = koefisien refleksi protein
Kf = kondukstan hidraulik

2. Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari

pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkhial dan

perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih

sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran

limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah

cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam

keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan

kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-

rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan

mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler

dalam jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edem. Sehingga sebagai

konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah

akan terkompresi (1,4)

Edem Paru Kardiogenik


Edem paru kardiogenik atau edem volume overload terjadi karena peningkatan tekanan

hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular,

ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak

menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel
tetap normal, maka cairan edem yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein

yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan

dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik

ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25

mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang interstisial

peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan

edem akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan

menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut :

- Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya pasokan oksigen

miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi jantung

- Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi pulmonal

sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan ventrikel kanan

melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan semakin menurunkan fungsi ventrikel

kiri

- Insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi jantung.

Penghapusan cairan edem dari ruang udara paru tergantung pada transpor aktif natrium dan

klorida melintasi barier epitel yang terdapat pada membran apikal sel epitel alveolar tipe I

dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium secara aktif ditranspor keluar ke ruang

instrstisial dengan cara Na/K-ATPase yang terletak pada membran basolateral sel tipe II.

Air secara pasif mengikuti, kemungkinan melalui aquaporins yang merupakan saluran air

yang ditemukan terutama pada epitel alveolar sel tipe I.


Edem paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinis Acute

Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS ini didefinisikan sebagai munculnya gejala dan

tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal.

Secara patofisiologi edem paru kardiogenik ditandai dengan transudai cairan

dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di

atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada

permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi

adalah penurunan kemampuan difusi, hiposemia dan sesak nafas.

Edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka

sebaliknya edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke

dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru nonkardiogenik memiliki kadar

protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh

moleku besar seperti protein plasma. Banyaknya cairan edem tergantung pada luasnya

edem interstisial, ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan acute lung injury

di mana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk

menghilangkan cairan alveolar.

Temuan Radiologi

Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel

vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B

dan C akibat edema instrestisial atau alveolar seperti pada gambaran ilustrasi. Lebar
pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior terlihat pada 90% foto thorax

normal dan lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan 80% pada kasus edem paru.

Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan

diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax telentang

dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos > 3

mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan menggambarkan adanay

overload cairan.

Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru kardiogenik dan

edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa

edem tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%.

Beberapa masalah teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru,

seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film.

Tabel Perbedaan Gambaran Radiologi


7. Macam-macam gambaran lesi metastase pada foto thorax

Klasifikasi gambaran metastase


– Noduler  milier, coin lession hingga cannon ball (diameter 3-4 cm)/golf ball (diameter
4-5 cm)
– Limfangitis
– Efusi pleura
– Intra alveolar dan endobronchial

 Noduler

– Milier  contohnya pada : Ca tiroid, paru atau mammae dll

– Cannon ball / golf ball  contohnya pada : sarcoma, carsinoma, seminoma,


colon, ginjal.

Metastasis Milier
Cannon ball / coin lesion

Nodul paru merupakan gambaran manifestasi metastasis paru yang umum didapati. Pada
kebanyakan kasus, nodul ini tersebar secara hematogen, sehingga tempat predominannya berada
di dasar paru yang menerima lebih banyak darah daripada lobus atas paru.
Nodul – nodul ini biasanya bertepi jelas dan berbentuk bulat maupun berlobulasi. Nodul
yang berdinding tipis dapat terlihat pada keadaan terdapatnya darah yang mengelilingi nodul
tersebut.
Kavitasi dari metastasis jarang muncul seperti pada tumor primer paru, namun dapat
muncul kira – kira pada 5% kasus.kavitasi dapat terlihat sebagai nodul yang sangat kecil. Namun
begitu, struktur kavitas ini berbeda secara histologis. Kavitasi sering terjadi pada Ca sel
skuamosa dan Ca sel transisional, tapi juga bisa terjadi pada adenokarsinoma, sebagian dari
kolon, juga pada sarkoma.1 kavitasi ini juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
pneumothoraks.3

Kalsifikasi pada metastasis, sering terlihat pada sarkoma osteogenik, chondrosarkoma,


synovial sarkoma, Ca tiroid, dan adenokarsinoma mucinosa.
1. Nodul soliter

Metastasis paru yang soliter jarang terjadi, kira – kira hanya sebanyak 2 – 10% dari
seluruh nodul soliter. Lesi primer yang paling sering membuat nodul soliter yaitu Ca kolon,
osteosarkoma, Ca ginjal, testes, maupun Ca mammae. Dan juga melanoma maligna. Ca kolon,
khususnya pada area rectosigmoid, menghasilkan kira – kira sepertiga kasus yang berhubungan
dengan metastasis paru yang soliter. Harus dipikirkan bahwa banyak pasien yang menunjukkan
suatu nodul soliter pada foto polos dada, memiliki nodul – nodul multiple saat diperiksa dengan
CT, dengan 1 nodul dominan.
Biasanya sulit untuk menghilangkan pemikiran adanya nodul soliter metastasis dari Ca
paru primer pada foto thoraks, maupun CT Scan. Pada HRCT Scan, kira – kira 1,5 x dari nodul –
nodul metastasis memperlihatkan tepi yang tidak rata. Nodul – nodul tersebut dapat bulat
maupun oval, atau dapat pula memiliki batas yang berlobus – lobus. Tepi yang ireguler dengan
spikulasi dapat merupakan akibat dari reaksi desmoplastik maupun infiltrasi tumor pada batas
sekitar daerah limfatik maupun bronkovaskular.

2. Nodul multiple

Metastasis noduler biasanya terjadi multiple. biasanya nodul – nodul ini bervariasi
besarnya, memperlihatkan episode yang berbeda dari emboli tumor, ataupun tingkat
pertumbuhan yang berbeda. Penampakan ini jarang terjadi pada keadaan penyakit nodular yang
jinak, seperti sarkoidosis. Kadang – kadang, semua metastasis berukuran sama. Saat banyak
nodul yang terlihat, mereka biasanya terdistribusi ke seluruh paru. Ketika hanya sedikit terlihat
gmabaran metastasis, maka biasanay tempat predominannya di subpleura.

Jumlah dan ukuran nodul – nodul tersebut sangat bervariasi.nodul dapat terlihat sangat
kecil (miliar) dan sangat banyak. Hal seperti ini biasanya dapat kita lihat pada tumor dengan
perdarahan yang baik (seperti Ca tiroid, renal cell Ca, adenokarsinoma, sarkoma) dan juga dapat
memperlihatkan sebaran dari emboli tumor yang masif.
 Limfangitis metastase

Metastasis limfangitis

Meskipun penyebaran dipembuluh limfe dapat disebabkan oleh neoplasma maligna,


namun hal ini biasanya mucul dari tumor yang berasal dari mammae, abdomen, pankreas, paru,
atau prostat. Fenomena ini juga disebabkan oleh Ca paru primer, khususnya small cell Ca dan
adenokarsinoma. Biasanya juga berhubungan dengan pleura.

Gambaran radiologi klasik terdiri dari penebalan septum interlobularis (5 – 10 mm atau


lebih kecil) dan terdapat corakan bronkovaskular yang ireguler. Gambaran ini mudah dilihat
pada lobus bawah pada kedau paru. Komponen nodular dari penyebaran intraparenkim dapat
berhubungan dengan limfangitis karsinomatosis. Hilus dan mediastinal limfadenopati dapat
muncul pada 20 – 40% pasien, dan efusi pleura dapat timbul pada 30 – 50% pasien. Diagnosis
dini dari limfangitis karsinomatosis biasanya sulit dilihat dengan temuan foto thoraks biasa, yang
biasanya ditemukan normal pada 30 – 50% kasus. Namun dapat didiagnosis secara dini dengan
menggunakan HRCT Scanning.
 Pleural metastase

Contohnya pada : Ca mammae, Ca gaster dll

Efusi pleura – metastasis pleura

 Tipe alveolar / pnemonic / peribronchial

Contohnya pada : Ca paru, Ca esofagus, Ca mammae

Metastase alveolar/pneumonik
Beberapa contoh gambaran radiologis Metastasis pada Paru

Metastasis dari Tiroid tipe miliar

Metastasis Karsinoma Paru tipe miliar


Limfangitis karsinomatosa dari kanker
payudara dengan Tension pneumotoraks
kanan dan efusi pleura kiri

Unilateral limphangitis karsinomatosa dari


Karsinoma Bronkus di hilus kanan
Unilateral limphangitis karsinomatosa dari
Karsinoma Prostat

Tipe Coin Lession / golf ball metastasis dari


karsinoma sel ginjal
Wanita tua, 60 thn dengan riwayat pembedahan
perut sebelumnya. Jantung dan paru-paru dalam
batas normal. Ada dua densitas jaringan lunak di
zona atas pada akhir anterior kanan kosta kedua

Laki-laki,70 thn dengan post prostatektomi dan


sedang menjalani terapeutik orkidektomi
bilateral.
Ada beberapa nodul di kedua bidang paru-paru.
Luas kehancuran mulai rusuk pertama yang tepat
dengan hilangnya beberapa korteks lateral.
Kalsifikasi (anak panah) pada metastasis paru
dari condrosarkoma

Masa kavitas karena Wegener granulomatosa


Metastasis pulmonal dari carcinoma sel anus
menunjukkan kavitas.

Cavitating metastasis pada post total


laryngectomy karena karsinoma sel skuamosa
laringeus 2 tahun sebelumnya.

Frontal dada sinar rontgen diperoleh sebelum


kemoterapi menunjukkan beberapa massa (anak
panah) di kedua paru-paru. Catatan : eksentrik
kecil kavitasi (panah) dari massa di paru kiri atas.
Metastasis pulmonal dari carcinoma sel anus
menunjukkan kavitas (proyeksi lateral,pasien
yang sama dengan gambar sebelumnya)

Metastasis pulmonal multiple dari osteosarkoma


Penyebaran yang luas pada metastasis pulmonal

Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul soliter termasuk lesi jinak
seperti hamartoma, granuloma (misalnya pada tuberculosis, histoplasmosis, granulomatosis
Wegener), abses pulmonal, infark, fibrosis fokal, dan neoplasma bronchial primer.

Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul multiple hampir sama seperti
metastasis paru pada nodul soliter, yaitu abses granulomatosa, infark multiple, dan sarkoidosis.
8. Sebutkan indikasi, kontraindikasi, persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan
BNO-IVP dan Colon in Loop

a. BNO-IVP (Blass Nier Oversich – Intra Venous Pyelogram)

Indikasi Kontraindikasi
Renal agenesis Alergi terhadap media kontras
Polyuria Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit
BPH (benign prostatic hyperplasia) jantung
Congenital anomali : Pasien dengan riwayat atau dalam serangan
– duplication of ureter n renal jantung
pelvis Multi myeloma
– ectopia kidney Neonatus
– horseshoe kidney Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
– malroration Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
Hydroneprosis Hasil ureum dan creatinin tidak normal
Pyelonepritis
Renal hypertention

Persiapan :

 Pemeriksaan ureum kreatinin


 ureum maksimum 60 mg %
 kreatinin maksimum 2 mg %
 Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laxantia (pencahar) untuk membersihkan
kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal.

Persiapan Pasien
 Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan BNO-
IVP dilakukan.
 Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
 Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas air
matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.
 Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna
meminimalisir udara dalam usus.
 Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan
sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk
mengosongkan blass.
 Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang
akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.

Persiapan Media Kontras


Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya
disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

Persiapan Alat dan Bahan


 Wings needle No. 21 G (1 buah)
 Spuit 20 cc (2 buah)
 Kapas alcohol atau wipes
 Plester
 Marker R/L dan marker waktu
 Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
 Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
 Baju pasien
 Tourniquet

Pelaksanaan :

 Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih


 Dilakukan foto BNO
 Injeksi kontras intravena (setelah cek tensi dan cek alergi)
 Beberapa saat setelah injeksi dapat terjadi flushing, rasa asin di lidah, sakit kepala
ringan, gatal, mual/muntah
 Jenis kontras yang digunakan :
 tonik : contohnya urografin
 non tonik : lapanero, ultravist, omnipaque
 Pengambilan foto serial
Sebaiknya segera setelah pasien disuntikkan kontras, kedua ureter di bendung, baru
dibuat foto serial.
 menit ke-5 : menilai nefrogram dan pelviocalices system (pcs)
 menit ke-15 : menilai pcs sampai dengan kedua ureter
 menit ke-30 : menilai uretrerovesico juntion
 menit ke-45 : menilai vesika urinaria dan funf=gsi voiding (fungsi pengosongan
kandung kencing), yaitu melihat kontraksi otot-otot vesika urinaria.

Prosedur Pemeriksaan BNO-IVP


 Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
 Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja,
diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
 Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri
 Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi
media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama pada
pasien hypertensi dan anak-anak.
 Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film 24
x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
 Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30 mencakup
gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
 Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi
penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.
 Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya dibuat
foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut usia).
 Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat
kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat
menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos
hematuri.

b. Colon in Loop
Colon in loop:
Indikasi Kontraindikasi
Untuk melihat adanya kelainan pada colon : Ileus paralitik
 Colitis : Peradangan / Imflamasi Perforasi usus
pada mucosa colon.
 Polyp,lesi,tumor,carcinoma. Peritonitis
 Diverticulitis. Ileus obstruktif lama (>8 jam)
 Megacolon.
 Invaginasi yaitu masuknya lumen Infeksi akut saluran cerna
usus bagian proximal ke dalam Kolitis berat, dimana dinding abdomen menjadi
lumen usus bagian lebih distal yang
diameternya lebih besar, sangat tipis dan ditakutkan terjadi perforasi
pemeriksaan ini dilakukan pada KU pasien yang jelek
pasien anak-anak, sifatnya sebagai
tindakan terapi.
Kesimpulan: Kontra-indikasi, tidak boleh
General Check up dilakukan saat perdarahan intestinal aktif,
adanya perforasi (usus bocor), diarrhea
profuse/berlebihan, atau panas tinggi.

Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus
besar dengan menggunakan media kontras. Tujuan pemeriksaan Colon in Loop adalah
untuk mendapatkan gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu
menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.

Persiapan dalam prosedur Colon in Loop:


a. Persiapan Pasien
1) Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in Loop adalah
untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari feases dapat
mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga dapat
memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.
2) Prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop memerlukan beberapa persiapan pasien,
yaitu :
o Mengubah pola makanan pasien
o Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah
lemak untuk menghindari terbentuknya bongkahan-bongkahan tinja yang keras
(48 jam sebelum pemeriksaan)
o Minum sebanyak-banyaknya
o Absorbi air terbanyak terjadi pada kolon, denganpemberian air minum yang
banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
o Pemberian obat pencahar
o Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar
hanya sebagai pelengkap saja. Pencahar mutlak diberikan pada pasien dengan
keadaan : rawat baring yang lama, sambelit kronis, orang tua (18 jam sebelum
pemeriksaan dan 4 jam sebelum pemeriksaan)
o Seterusnya puasa sampai pemeriksaan agar kolon kosong sehingga gambaran
anatomi dari kolon terlihat dengan jelas
o 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25–1mg/oral untuk
mengurangi pembentukan lendir
o 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi injeki obat yang menunkan
peristaltic usus sehingga saat mamasukan barium tidak dikeluarkan kembali.

b. Persiapan Alat dan Bahan


1) Persiapan alat pada pemeriksaan Colon in Loop, meliputi :
o Pesawat x – ray siap pakai
o Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
o Marker
o Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
o Vaselin atau jelly
o Sarung tangan
o Penjepit atau klem
o Kassa
o Bengkok
o Apron
o Plester
o Tempat mengaduk media kontras
2) Persiapan bahan
o Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi
antara 12-25% W/V untuk kontras tunggal dan 70 – 80 % W/V (Weight
/Volume) untuk kontras ganda. Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang
pendeknya colon, kurang lebih 600 – 800 ml
o Air hangat untuk membuat larutan barium
o Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula
dimasukkan kedalam anus.

Dua hari sebelum dilakukan pemeriksaan colon inloop, pasien diberitahu untuk melakukan
persiapan yang nantinya akan membantu kelancaran pelaksanaan pemeriksaan.

Hari Pertama:

 Pagi : Makan bubur kecap + telur rebus 2 biji + minum air banyak.
 Siang : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
 Malam : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.

Pukul 24.00 WITA masukkan dulcolax melalui lubang dubur 1 biji.


Hari Kedua:
 Pagi : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
 Siang : - Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
- Pukul 20.00 WITA minum 1 botol fleet phosphosoda dibagi dalam 3 dosis. (15 ml fleet
phosphosoda + 1 gelas air 240 ml).
- 3 gelas ini diminum habis dalam waktu 20 menit.
- Selanjutnya pasien puasa sampai selesai di foto.
- Pukul 05.00 WITA masukkan dulcolax melalui lubang dubur 1 biji.
- Pukul 06.00 WITA pasien di klisma tinggi (untuk pasien di opname).
- Pukul 07.00 WITA pasien datang ke bagian radiologi untuk di foto ( dalam keadaan puasa).

Pelaksanaan :

 Satu hari sebelum peneriksaan pasien makan bubur kecap


 Jam 20.00 makan malam terakhir
 Jam 22.00 pasien makan garam inggris (MgSO4) dan mulai puasa
 Boleh minum, maksimal 100 cc sampai jam 12 malam
 Mengurangi bicara dan merokok untuk menghindari penumpukan udara dalam seluruh
traktus gastrointestinal
 Pasien rawat inap boleh diberikan lavement

Anda mungkin juga menyukai