Anda di halaman 1dari 10

TELAAH JURNAL

PREVENTIVE TREATMENTS OF IRON DEFICIENCY


ANAEMIA IN PREGNANCY: A REVIEW OF THEIR
EFFECTIVENESS AND IMPLICATIONS FOR
HEALTH SYSTEM STRENGTHENING

Oleh:
Neva Arsita, S.Ked. 04054821618024

Pembimbing:
dr. H. Amir Fauzi, Sp.OG(K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNSRI


RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
TELAAH KRITIS JURNAL

1. Gambaran Umum
a. Latar Belakang
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang ditandai dengan adanya deplesi pada
penyimpanan zat besi dan kurangnya cadangan zat besi dalam jaringan. Kadar
hemoglobin pada ibu hamil dibagi dalam berbagai macam tingkatan; pada masa awal
kehamilan, ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin yang meruupakan suatu hal
yang normal dan diikuti dengan sedikit peningkatan mendekati akhir kehamilan.
Menurunnya kadar hemoglobin pada ibu hamil merupakan salah satu dampak dari
peningkatan massa sel darah merah dan kebutuhan zat besi pada janin yang berlebihan
sehingga mengurangi penyimpanan zat besi dalam tubuh. WHO mendefinisikan
anemia dalam kehamilan sebagai suatu kondisi yang memiliki kadar hemoglobin di
bawah 11 gr/dL.
Ada dua faktor yang bertanggung jawab terhadap keterjadian anemia defisiensi besi
(ADB) dalam kehamilan; Pertama, penyimpanan zat besi pada wanita pada masa
konsepsi. Kedua, jumlah zat besi yang diserap selama kehamilan. Kenyataannya,
anemia sering terjadi dalam kehamilan pada negara berkembang merupakan suatu
indikasi bahwa penyimpanan zat besi tidak adekuat dan andaptasi psikologis terhadap
kehamilan tidak sesuai dengan kebutuhan zat besi yang semakin meningkat.
Pemberian suplemen zat besi pada ibu hamil menjadi kegiatan yang rutin dilakukan
sebagai pencegahan anemia defisiensi besi dalam kehamilan di negara berkembang.
Suatu bahasan mengenai keefektivitasan pencegahan anemia defisiensi besi dalam
kehamilan dibuat untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang dapat terjadi.

b. Subjek dan Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif yang dilakukan terhadap 100 pasien
dengan keluhan perdarahan per vaginam setelah usia kehamilan 28 minggu yang dirawat
di Departemen Obstetri dan Ginekologi, Pt. B.D. Sharma PGIMS, Rohtak, India tahun
2011-2012. Mereka dibagi berdasarkan diagnosis, seperti plasenta previa, solusio plasenta
dan perdarahan yang tidak terklasifikasi.
Selama penelitian ini (2011-2012), terdapat 4100 kelahiran. Jumlah kasus dengan
perdarahan antepartum dicatat dan insiden perdarahan antepartum dihitung. Pada saat
penerimaan, riwayat yang rinci mengenai onset, karakter, jumlah, episode perdarahan,
faktor predisposisi atau kondisi yang berhubungan seperti riwayat trauma, hipertensi,
preeklampsia, ikterik, nefritis, perdarahan diatesis, riwayat operasi caesar sebelumnya dan
kuretase dicatat.
Pemeriksaan fisik umum dan tanda-tanda vital dicatat. Derajat anemia dan tanda-
tanda kehamilan yang memicu hipertensi dicatat. Pemeriksaan abdomen juga dilakukan,
tinggi fundus uteri untuk mengetahui usia kehamilan, kontur abdomen, tonus uterus, nyeri
tekan, presentasi dan denyut jantung janin dicatat. USG juga dilakukan untuk
memperkirakan usia kehamilan, lokalisasi plasenta, jumlah cairan ketuban, bukti bekuan
retroplasenta, untuk menyingkirkan kemungkinan malformasi kongenital bayi. Mereka
dibagi berdasarkan diagnosis, seperti plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan
yang tidak terklasifikasi.
Inspeksi vulva dilakukan untuk menilai jumlah kehilangan darah. Pemeriksaan
spekulum dilakukan setelah 48 jam dari berhentinya perdarahan untuk mencari tempat
lain yang menyebabkan perdarahan. Pemeriksaan dan terminasi per vaginam
dipertimbangkan pada kasus solusio plasenta. Berdasarkan derajat plasenta previa, waktu
dan jenis persalinan diputuskan.

c. Hasil

Tabel 1. Insidensi Perdarahan Antepartum

Pada penelitian ini, dari 100 kasus perdarahan antepartum, 54 di antaranya merupakan
plasenta previa, 34 solusio plasenta dan 12 pasien mengalami perdarahan yang tidak
terklasifikasi. Insiden terjadinya plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang
tidak terklasifikasi secara berurutan adalah 1,31%, 0,82% dan 0,29%. Keseluruhan
insiden perdarahan antepartum adalah 2,43%.
Tabel 2. Tipe plasenta previa dan jenis persalinan

Semua kasus plasenta previa tipe IV melahirkan melalui operasi caesar. Bahkan 80 %
plasenta previa tipe III melahirkan melalui operasi caesar, sementara 75 % kasus plasenta
previa tipe I melahirkan per vaginam. Pada 2 kasus plasenta previa tipe III, setelah
dirawat, migrasi plasenta terjadi dan pasien ini melahirkan per vaginam.

Tabel 3: Insiden berdasarkan Derajat Solusio Plasenta

41% pasien dengan solusio plasenta berada pada derajat II dan 10 pasien dengan
solusio plasenta mengalami toksemia dalam kehamilan. Tiga pasien solusio plasenta
derajat III mengalami kelainan koagulasi dan 2 pasien dengan solusio plasenta derajat III
mengalami gagal ginjal akut.

Tabel 4. Jumlah unit darah yang digunakan pada kasus perdarahan


87% pasien dengan plasenta previa menerima transfusi darah. 27,7% pasien dengan
plasenta previa membutuhkan lebih dari 2 unit transfusi darah. 70,6% solusio plasenta
memerlukan transfusi darah.

Tabel 5. Jarak plasenta dari os servikal dari USG pada plasenta previa dan jenis persalinan

95% kasus plasenta previa dengan plasenta yang kurang dari 2 cm dari os yang dilihat
dari USG melahirkan LSCS.

Tabel 6. Analisis jenis tatalaksana yang diberikan kepada pasien dan persalinan pada perdarahan antepartum

40,7% pasien dengan plasenta previa harus dilakukan LSCS segera. 44,4% pasien
dengan plasenta previa dilakukan manajemen konservatif dan LSCS dilakukan setelah
manajemen ekspektatif. 61,76% pasien dengan solusio plasenta harus diterminasi per
vaginam dengan segera.

Tabel 7. Insiden komplikasi derajat tiga


Dari 100 kasus perdarahan antepartum, 16% mengalami perdarahan post partum
atonia. Dari 100 kasus, 2 di antaranya harus dilakukan histerektomi subtotal, untuk
mengontrol perdarahan. Satu pasien dilakukan penjahitan lynch. Pada dua kasus,
dilakukan ligasi arteri internal bilateral. Pada 3 kasus dilakukan ligasi arteri uteri bilateral
untuk mengontrol perdarahan post partum. Satu pasien meninggal karena perdarahan
yang banyak. Satu pasien dengan solusio plasenta datang dengan syok hemoragik yang
tak tertangani.

Tabel 8. Insiden dari komplikasi lambat pada perdarahan antepartum

71 % pasien dengan perdarahan antepartum mengalami anemia post partum. Satu


pasien mengalami gagal ginjal akut sebagai komplikasi lambat.

d. Diskusi
Perdarahan antepartum merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas ibu.
Pada penelitian ini, insiden perdarahan antepartum adalah 2,43%. Insiden dari plasenta
previa, solusio plasenta dan perdarahan yang tidak terklasifikasi secara berturut-turut
adalah 1,31% (n=54), 0,82% (n=34) dan 0,29% (n=12) [Tabel-1]. Hasil ini serupa dengan
penelitian dari Arora dkk yang menyatakan bahwa insiden dari perdarahan antepartum
adalah 2,53%. Plasenta previa 1,17%, solusio plasenta 0,63% dan yang tak terklasifikasi
0,52%.
Pada penelitian ini sebanyak 29,4% dari solusio plasenta berhubungan dengan
toksemia dalam kehamilan dan kebanyakan dari pasien ini memiliki derajat solusio
plasenta yang lebih tinggi (derajat II dan III) [Tabel-3]. Hal ini sebanding dengan
penelitian dari Abdella dkk yang menunjukkan insiden kehamilan dengan toksemia dan
solusio plasenta adalah 26,8%.9
Penelitian ini menunjukkan tidak ada kasus koagulopati atau gagal ginjal akut pada
solusio plasenta derajat I dan II, sementara pada derajat III, ada 3 kasus koagulopati
(33,3%) dan 2 kasus gagal ginjal (20%) [Tabel-3].
Hal ini mirip dengan penelitian dari Menon dkk yang melaporkan insiden kegagalan
koagulasi pada solusio plasenta derajat III sebesar 24,8% dari 125 kasus.10
Pada penelitian ini 87,2% pasien dengan plasenta previa dan 70,6% pasien dengan
solusio plasenta memerlukan transfusi darah [Tabel-4]. Brenner dkk melaporkan insiden
kasus plasenta previa yang memerlukan transfusi darah sebesar 36%11 dan William
melaporkan transfusi darah diperlukan pada 52,4% dari 189 kasus solusio plasenta.12
Insiden yang lebih tinggi pada transfusi darah dalam penelitian ini terjadi karena
tingginya prevalensi anemia pada pasien dalam penelitian ini.
Insiden dari operasi caesar pada penelitian ini menurun dari 95% menjadi 35,7% jika
tepi plasenta berjarak lebih besar dari 2 cm dari os. [Tabel-5]. Bhide dkk juga menyatakan
hal yang sama, operasi caesar pada 90% kasus ketika jarak tepi plasenta dengan os sekitar
0,1 sampai 2 cm maka akan menurun menjadi 37% ketika jaraknya di atas 2 cm.13
Pada penelitian ini, dari 54 kasus plasenta previa, 9 kasus mengalami perdarahan post
partum karena atonia uteri (16,6%), 3 kasus mengalami syok hemoragik (5,5%), 2 kasus
(3,7%) mengalami skar dehiscence, 2 kasus mengalami retensio plasenta (3,7%) dan 2
kasus (3,7%) mengalami plasenta akreta. Histerektomi emergensi dilakukan pada 2 pasien
(3,7%), satu pada pasien plasenta akreta dan yang lainnya pada perdarahan post partum
karena atonia uteri [Tabel-7]. Crane dkk juga melaporkan hal yang serupa, komplikasi
plasenta previa seperti perdarahan post partum (20%), syok hemoragik (7%), skar
dehiscence sebesar 5% dan plasenta akreta sebanyak 5%.
Manajemen bedah dari perdarahan post partum dilakukan pada 5 kasus. Pada 3 kasus
dilakukan ligasi arteri uteri bilateral dan 2 lainnya memerlukan ligasi ateri iliaka interna
bilateral untuk mengontrol perdarahan post partum. Pada satu pasien, diperlukan
tambahan penjahitan B-lynch untuk mengontrol perdarahan post partum [Tabel-7].
Penggunaan ligasi arteri uteri bilateral, ligasi arteri iliaka interna bilateral dan penjahitan
B-lynch untuk mengontrol perdarahan post partum juga dilaporkan pada beberapa
penelitian.15-17
Anemia post partum merupakan komplikasi lambat yang paling banyak terjadi pada
penelitian ini, 71% pasien dengan perdarahan antepartum mengalami anemia post partum
[Tabel-8].
Insiden dari mortalitas ibu hamil sebesar 2% pada perdarahan antepartum di
penelitian ini. Hal ini serupa dengan penelitian dari Motwani dkk yang melaporkan
insiden yang sama.18 6% mortalitas ibu terjadi pada solusio plasenta. Hasil ini mirip
dengan literatur yang dipublikasikan.19 Tidak ada mortalitas ibu yang terjadi pada kasus
plasenta previa dan perdarahan yang tak terklasifikasi. Tidak ada mortalitas pada ibu
dengan plasenta previa di penelitian ini kemungkinan karena diagnosis yang lebih awal
dengan USG, manajemen ekspektatif, transfusi darah berulang dan kelahiran melalui
operasi caesar.

e. Kesimpulan
Menganalisis insiden dari perdarahan post partum, kami menyatakan hal ini masih
merupakan masalah obstetri yang signifikan. Walaupun mortalitas ibu telah menurun
dengan manajemen modern dari perdarahan antepartum, mortalitas perinatal masih tinggi.
Satu-satunya faktor penting dalam menurunkan mortalitas ibu adalah persalinan
melalui operasi caesar pada kasus dengan solusio pasenta. Persalinan per vaginam cocok
pada kasus plasenta previa yang terpilih.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa mendidik ibu hamil tentang pentingnya
antenatal care dan aksesibilitas yang mudah ke pelayanan antenatal akan menurunkan
morbiditas dan mortalitas ibu yang terkait dengan pendarahan antepartum, ultrasonografi
untuk memutuskan waktu intervensi dan pelaksanaan operasi caesar di rumah sakit yang
dilengkapi dengan ketersediaan pelayanan transfusi darah, akan membantu untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu.

2. Telaah Kritis
Berdasarkan jurnal yang diakses dari International Journal of Reproduction,
Contraception, Obstetrics and Gynecology merupakan bagian dari kedokteran berbasis bukti
(evidence-based medicine) diartikan sebagai suatu proses evaluasi secara cermat dan
sistematis suatu artikel penelitian untuk menentukan reabilitas, validitas, dan kegunaannya
dalam praktik klinis. Komponen utama yang dinilai dalam critical appraisal adalah validity,
importancy, applicability. Tingkat kepercayaan hasil suatu penelitian sangat bergantung dari
desain penelitian dimana uji klinis menempati urutan tertinggi. Telaah kritis meliputi semua
komponen dari suatu penelitian dimulai dari komponen pendahuluan, metodologi, hasil, dan
diskusi. Masing-masing komponen memiliki kepentingan yang sama besarnya dalam
menentukan apakah hasil penelitian tersebut layak atau tidak digunakan sebagai referensi.
Telaah kritis meliputi semua komponen dari suatu penelitian dimulai dari komponen
pendahuluan, metodologi, hasil, dan diskusi. Masing-masing komponen memiliki
kepentingan yang sama besarnya dalam menentukan apakah hasil penelitian tersebut layak
atau tidak digunakan sebagai referensi.

Penilaian VIA (Validity, Importancy, Applicability)


I. Study Validity
Research questions
Is the research question well-defined that can be answered using this study design?
Ya. Desain studi pada penelitian ini adalah kohort prospektif (prospective cohort study)
yaitu dengan mengikuti perkembangan pasien dengan perdarahan antepartum sampai setelah
melahirkan untuk mengetahui morbiditas dan mortalitas ibu hamil.

Does the author use appropriate methods to answer their question?


Ya. Metode yang digunakan penulis adalah descriptive statistics, metode ini tepat untuk
mengetahui insiden morbiditas dan mortalitas ibu hamil.

Is the data collected in accordance with the purpose of the research?


Ya. Data diperoleh dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, Pt. B.D. Sharma PGIMS,
Rohtak, India tahun 2011-2012 dengan keluhan perdarahan per vaginam setelah usia
kehamilan 28 minggu.

Randomization
Was the randomization list concealed from patients, clinicians, and researchers?
Randomisasi tidak dijelaskan secara rinci pada jurnal ini.

Interventions and co-interventions


Were the performed interventions described in sufficient detail to be followed by
others? Other than intervention, were the two groups cared for in similar way of treatment?
Penelitian ini tidak melakukan intervensi pada sampel kasus.
II. Importance
Is this study important?
Ya. Penelitian ini penting karena perdarahan antepartum masih merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu di negara berkembang. Dari penelitian ini, kita dapat
mengetahui insidensi morbiditas dan mortalitas ibu hamil dengan perdarahan antepartum
sehingga kita dapat mencegah terjadinya hal tersebut.

III. Applicability
Are your patient so different from these studied that the results may not apply to them?
Tidak. Studi ini juga bisa diaplikasikan pada pasien di Indonesia, karena karakteristik
dan gaya hidup pada kedua negara hampir sama.

Is your environment so different from the one in the study that the methods could not be
use there?
Tidak. Secara geografis di Indonesia cukup mirip dengan India. Indonesia dan India
sama-sama merupakan negara berkembang sehingga penelitian yang sama juga bisa
diterapkan di Indonesia.

Kesimpulan: Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan sehingga jurnal ini dapat
digunakan sebagai referensi.

Anda mungkin juga menyukai