Anda di halaman 1dari 16

Tinjauan Pustaka

TERAPI SULIH HORMON PADA SARKOPENIA USIA LANJUT


I Gusti Putu Hery Sikesa, I Gusti Putu Suka Aryana, Program Studi Pendidikan
Dokter Spesialis 1 Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah

Pendahuluan
Massa otot manusia mengalami perubahan secara konstan. Tiap tahunnya
setelah melewati umur 50 tahun, massa otot akan mengalami penurunan sebesar
1-2%, antara umur 50-60 tahun penurunan sebesar 1,5%, serta penurunan 3%
setelah umur 60 tahun (1). Sarkopenia merupakan salah satu penyebab hilangnya
massa otot. Diperkirakan 5-13% usia tua dengan rentang umur 60-70 tahun
menderita sarkopenia. Jumlah tersebut meningkat 11-50% pada umur 80 tahun
atau lebih (1). Sarkopenia dapat menimbulkan frailty. Beberapa studi
menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap kejadian falls pada orang
yang mengalami penurunan kekuatan otot (1). Jika defisiensi massa otot sudah
ada sebelum terjadi trauma, kehilangan fungsi dan massa otot secara akut akan
membuat pemulihan fungsi normal tubuh tidak akan terjadi. Untuk alasan ini,
lebih dari 50% dari wanita berumur lebih dari 65 tahun dengan patah tulang
panggul akibat terjatuh tidak dapat berjalan lagi (2). Pengobatan sarkopenia
merupakan tantangan, namun hasil yang menjanjikan telah diperoleh dengan cara
latihan daya tahan tubuh yang rutin, pemberian testosteron, estrogen, hormon
pertumbuhan, vitamin D, dan enzim angiotensin-converting inhibitor (ACE
Inhibitor), serta intervensi nutrisi (1).
Beberapa hormon memiliki pengaruh terhadap massa, kekuatan, dan fungsi
otot. Level hormon tersebut akan semakin rendah pada usia tua, serta frekuensi
hormon yang dikeluarkan juga semakin berkurang. Sehingga terapi sulih hormon
bermanfaat untuk mencegah kehilangan massa otot karena faktor usia (2). Oleh
karena itu penting untuk mengetahui secara dini tentang sarkopenia dan
penatalaksanaan khususnya terapi sulih hormon pada penderita sarkopenia.

Definisi dan Patogenesis Sarkopenia

1
2

Sarkopenia merupakan sindroma yang ditandai dengan berkurangnya massa


otot rangka serta kekuatan otot secara progresif dan menyeluruh yang dapat
menimbulkan disabilitas fisik, kualitas hidup rendah, dan kematian (3,4,5,6).
Beberapa penelitian sampai saat ini masih berlangsung namun belum dapat
membuktikan penyebab utama sarkopenia. Beberapa faktor tampaknya terlibat
didalam terjadinya sarkopenia (Gambar 1).
Other factors
- Motor units
- No. Muscle fibers - Muscle mass Nutrition
- Muscle fiber - Muscle strength Hormones
athropy Metabolic
Immunological
RAAS
SARCOPENIA

Weakness Disability

Disability
Loss of independence

Gambar 1. Mekanisme Sarkopenia (6,7,8)

Penurunan kekuatan otot dihubungkan dengan penurunan seluruh massa otot


(7). Penurunan massa otot tersebut dapat terjadi karena kombinasi hilangnya serat
otot serta atropi serat otot khususnya serat otot tipe 2 (5,8,9). Denervasi unit motor
yang kemudian direinervasi dengan unit motorik lambat bisa menyebabkan
peningkatan kelelahan otot. Meskipun secara keseluruhan mekanisme biologis
sarkopenia tidak sepenuhnya dipahami, studi observasional telah menunjukkan
bahwa sel-sel satelit yang terlibat dalam regenerasi otot jauh lebih rendah pada
orang tua dan, oleh karena itu, bisa memainkan peran dalam terjadinya sarkopenia
(7,8). Faktor perubahan hormon juga terlibat dalam mekanisme terjadinya
sarkopenia yaitu growth hormone (GH), insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan
androgen yang membantu mengatur pertumbuhan dan perkembangan otot rangka
tampak menurun di usia tua. Telah dikemukakankan juga bahwa sistem renin-
3

angiotensin berperan dalam modulasi fungsi otot. Beredarnya angiotensin 2


dikaitkan dengan pengecilan otot, penurunan tingkat IGF-1, dan resistensi insulin
sehingga berkontribusi terhadap terjadinya sarkopenia (7,8,9,10) Sarkopenia juga
dikaitkan dengan peradangan kronis, dan beberapa penelitian observasional
menunjukkan peningkatan sitokin proinflamasi, tumor necrosis factor-α (TNF-α),
dan interleukin-6 (IL-6) pada otot orang tua (7,8,9).

Diagnosis Sarkopenia
Menurut The European Working Group on Sarcopenia in Older People
(EWGSOP), sarkopenia dapat ditegakkan bila diperoleh penurunan massa otot
rangka ditambah salah satu atau lebih dari dua kriteria berikut yaitu kekuatan otot
lemah dan atau performa fisik yang kurang (3,4,5) (Tabel 1).

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sarkopenia (3,4,5)


Diagnosis berdasarkan pada kriteria 1 ditambah (kriteria 2 atau kriteria 3
1. Massa otot rendah
2. Kekuatan otot rendah
3. Performa fisik rendah

Persyaratan untuk diagnosis sarkopenia adalah adanya massa otot ≥2 standar


deviasi di bawah rata-rata populasi. Nilai ini dapat dihitung secara otomatis oleh
peralatan seperti Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA)-scanner. Kecepatan
melangkah lambat didefinisikan sebagai kecepatan berjalan di bawah 0,8 m / s
dalam tes berjalan 4 meter (1,6,9). Algoritma diagnosis sarkopenia ditunjukkan
pada Gambar 2.
4

Subjek Usia Lanjut


(>65 tahun)

Pemeriksaan
Kecepatan Berjalan

≥0,8 meter/detik ≤0,8 meter/detik

Pemeriksaan Kekuatan Pemeriksaan Massa Otot


menggenggam
Menurun Normal
Normal Menurun
Sarkopenia Normal
Normal

Gambar 2. Algoritma Diagnosis Sarkopenia menurut EWGSOP (3,4,5)

Terjadinya sarkopenia menurut EWGSOP dibagi menjadi tiga tahap yaitu


presarkopenia, sarkopenia, dan sarkopenia berat, seperti terlihat pada Tabel 2.
Pada stadium presarkopenia hanya ditemukan penurunan massa otot tanpa adanya
penurunan kekuatan dan performa otot, sedangkan pada sarkopenia ditemukan
adanya penurunan massa otot disertai penurunan penurunan kekuatan otot atau
performa otot, dan pada sarkopenia berat ditemukan penurunan pada ketiga hal
tersebut (3,5).

Tabel 2. Tahapan Sarkopenia (3,5)


Tahapan Massa Otot Kekuatan Otot Performa Status
Presarkopenia ↓
Sarkopenia ↓ ↓ atau ↓
Sarkopenia Berat ↓ ↓ ↓

Penatalaksanaan Sarkopenia
Sarkopenia merupakan kasus yang jarang terjadi. Jika diagnosis itu tercapai,
pengobatan sarkopenia tetap merupakan tantangan bagi kita untuk mengatasinya.
5

Olahraga secara progresif yang dilakukan 2-3 kali per minggu oleh orang tua,
telah menunjukkan peningkatan kecepatan berjalan, naik tangga, dan kekuatan
otot secara keseluruhan (6,11). Nutrisi juga memiliki dampak penting.
Rekomendasi terbaru menyatakan protein yang harus dikonsumsi adalah 0,8 g / kg
/ hari, namun hanya sekitar 40% dari orang di atas usia 70 tahun yang memenuhi
jumlah ini (1,5,6,12). Tambahan asupan kalori 360 kalori per hari dikombinasikan
dengan olahraga telah terbukti meningkatkan kekuatan otot tungkai pada penghuni
panti jompo setelah 10 minggu. Efek serupa terjadi pada pasien kakeksia (1).
Pemberian asam amino esensial tambahan telah terbukti meningkatkan kekuatan
genggaman tangan dan 6-menit berjalan kaki pada subjek lansia setelah 3 bulan
(1,12). Jenis pengobatan lainnya termasuk penggunaan testosteron, estrogen,
hormon pertumbuhan, vitamin D, dan ACE inhibitor (1,5). Selain itu, penelitian
pada hewan baru-baru ini dilaporkan efek menguntungkan dari pengobatan
reseptor aktivin tipe IIB (ActRIIB) dan inhibisi myostatin (1).

Terapi Sulih Hormon Pada Sarkopenia


Terdapat laporan tentang penurunan beberapa sistem endokrin dalam waktu
bersamaan dengan proses penuaan. Hal tersebut meliputi penurunan kadar
beberapa hormon dan faktor tropik seperti testosteron (T), estrogen, hormon
pertumbuhan / GH, IGF-1, dehydroepinandrosterone (DHEA), dan ghrelin (9,13,
14). Sesuai dengan hipotesis awal bahwa penurunan sekresi hormon anabolik
seperti GH, IGF-1, T, dan DHEA dapat menyebabkan pengurangan sintesis
protein, massa otot, dan kekuatan. Sehingga, dapat dipertimbangkan penggunaan
agen anabolik untuk mengembalikan penurunan massa otot, kekuatan, dan sintesis
protein yang terkait usia karena penurunan tingkat anabolik paralel dengan
kejadian sarkopenia (9,13,14). Insulin bekerja sebagai penghambat pemecahan
protein seluruh tubuh dan otot, GH, IGF-I, dan T berfungsi merangsang sintesis
protein otot. Beberapa informasi juga menyimpulkan tentang efek hormon
katabolik dan metabolisme protein otot, yang mungkin terlibat dalam peningkatan
pemecahan protein otot (9,13,14).

Growth Hormone
6

Berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan pada fase awal kehidupan serta


untuk pemeliharaan otot dan tulang pada masa dewasa. Kadar hormon yang
kurang adekuat akan sulit untuk mempertahankan kekuatan otot, meskipun
memiliki pola makan dan latihan yang baik. Ketidakseimbangan sekresi hormon
pertumbuhan terjadi pada orang usia lanjut (11). Penelitian yang dilakukan oleh
Briosche dan kawan-kawan (2013) melaporkan hasil yang mendukung argumen
bahwa pemberian GH adalah intervensi yang baik untuk melindungi massa otot
rangka pada subyek lansia. Dalam studi ini, dilakukan percobaan pada tikus,
dengan pemberian GH dengan dosis rendah dapat meningkatkan lean body mass
dan meningkatkan sintesis protein otot (2).
Terdapat tiga pendekatan umum untuk terapi hormon. Hormon dapat
diberikan untuk mengganti kekurangan, untuk meningkatkan konsentrasi di atas
nilai normal, dan untuk memblokir aksi hormon dengan baik mengurangi tingkat
sekresi atau dengan menghalangi aksi (2). Plasma IGF-1 nilai lebih rendah pada
hewan tua daripada hewan muda, tetapi tingkat IGF-1 pada hewan tua yang
diberikan dengan GH secara statistik tidak berbeda dari kontrol hewan muda.
Pada penelitian ini ditentukan juga tingkat IGF-1 hati dan ditemukan hasil
penurunan IGF-1 hati terkait usia yang dapat dicegah dengan pengobatan
menggunakan GH. Data penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian GH
secara signifikan meningkatkan spesific grafity index (SGI) pada tikus jantan tua,
yang berarti bahwa GH, yang bersifat anabolik, antilipogenic, dan lipolitik,
mampu meningkatkan massa otot dan mengurangi lemak tubuh (2,11).
Dilaporkan juga dalam penelitian ini adalah suplemen GH dapat bertindak sebagai
antioksidan karena dapat meregulasi ekspresi enzim antioksidan intraseluler
penting, seperti katalase, glutation peroksidase, dan Glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PDH). Hasil peningkatan regulasi ini adalah hewan tua
diperlakukan dengan GH dosis relatif kecil menderita stres oksidatif yang kurang
dari hewan tua yang tidak diobati, baik dari segi oksidasi protein (diukur sebagai
karbonilasi) dan oksidasi DNA (diukur dengan tingkat 8-hydroxy-2′-
deoxyguanosine (8-OhdG)). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
suplementasi dengan GH mengaktifkan enzim antioksidan endogen, mencegah
7

kerusakan oksidatif menjadi struktur selular kritis, yang kemudian menjadi


antioksidan (2,11).
Pemeliharaan massa otot rangka diatur oleh keseimbangan antara sintesis
protein dan degradasi protein. Sintesis protein otot menurun sesuai dengan
pertambahan usia. Ketika diaktifkan melalui AKT Kinase, mammalian target of
rapamycin (mTOR) mempengaruhi translasi inisiasi dengan melibatkan fosforilasi
p70S6K, yang kemudian memfosforilasi protein ribosom S6 dan memungkinkan
peningkatan regulasi dari subkelas mRNA yang mengkode translasi aparatus.
Pada penelitian ini ditemukan penurunan yang signifikan fosforilasi AKT di otot
rangka hewan tua yang benar-benar pulih ketika mereka diberikan GH.
Melemahnya kapasitas untuk hipertrofi otot pada lansia juga telah berkaitan
dengan penurunan potensi myogenik terkait usia. Myf-5 adalah penanda myoblas /
diferensiasi sel satelit dan memfasilitasi perbaikan atau regenerasi dan
pertumbuhan myofiber dewasa. Telah terbukti bahwa pengobatan GH tidak hanya
meregulasi IGF-1 hati, tetapi juga ekspresi gen IGF-1 otot rangka yang terlibat
dalam aktivasi sel-sel satelit. Meskipun penuaan tidak menyebabkan penurunan
tingkat protein otot rangka myf-5, terapi penggantian GH secara signifikan
meningkatkan tingkat faktor myogenik ini. Absen atau blok myostatin
menimbulkan hipertrofi otot rangka masif yang awalnya dikaitkan proliferasi
populasi serat otot terkait sel-sel satelit (serat hipertropik tidak mengandung
myonukleus atau sel satelit, dan myostatin tidak memiliki efek signifikan terhadap
proliferasi sel satelit in vitro. Pada penelitian ini ditemukan peningkatan myostatin
dan p21 pada otot tua. Dengan demikian, efek GH pada kedua faktor ini dapat
berkontribusi pada pencegahan berkurangnya masa otot (2,11).
Untuk mengidentifikasi mekanisme akhir dimana GH mencegah hilangnya
massa otot selama penuaan, ditentukan ekspresi otot gastrocnemius, yaitu muscle
atrophy F-box (MAFbx) dan muscle RING finger-1 (Murf-1) yang juga
merupakan otot-spesifik E3 ubiquitin ligase yang terlibat dalam proteolisis.
Ditemukan peningkatan signifikan tingkat protein otot Murf-1 di hewan tua yang
dicegah dengan pengobatan GH. Sedangkan level protein MAFbx tidak
ditemukan signifikan terhadap efek penuaan (2).
8

Penuaan menyebabkan penurunan materi dan aktivitas mitokondria. PGC-1α


adalah pengatur utama biogenesis mitokondria dan merupakan molekul yang
merespon cepat terhadap perubahan stres oksidatif. Seperti yang dijelaskan dalam
paragraf sebelumnya, kita telah melihat bahwa penuaan otot menghasilkan
peningkatan marker stres oksidatif dan hal ini dicegah dengan dosis rendah GH,
pada penelitian ini diuji apakah penuaan mengakibatkan penurunan ekspresi PGC-
1α dalam otot. Pengobatan dengan GH benar-benar mencegah penurunan PGC-1α
terkait yang dengan penuaan. PGC-1α mengaktivasi NRF-1, dan ditemukan
bahwa tingkat NRF-1 lebih rendah secara signifikan di otot rangka. Sebelumnya
telah dilaporkan bahwa PGC-1α tidak berespon terhadap aktivasi normal dengan
latihan. Kurangnya respon mungkin karena pemblokiran sebuah mekanisme
aktivasi oleh GH karena ketika diberikan ke hewan, PGC-1α diaktifkan dan
mitokondriogenesis terjadi. Kemungkinan GH mengaktifkan PGC-1α melalui tiga
cara, yaitu merangsang IGF → AKT → mTOR → jalur p70S6K , menghambat
myostatin → p38 → Murf-1, dan bertindak sebagai antioksidan (2,11). Sebuah
skema interpretasi hasil tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.

GH Replacement Therapy

IGF-1

PGC-1α

Antioxidant Enzymes

ROS

Protein Synthesis Mitochondriogenesis Protein Degradation


(P13K/Akt/mTOR/p7056K pathway) (Tfam/Nrfl/Cyt C pathway) (Myostatin/p21/P38/Murf 1)

SARCOPENIA

Gambar 3 . Terapi penggantian GH dan dampaknya pada sarkopenia. GH =


growth hormone; IGF-1 = insulin-like growth factor-1; mTOR = mamalia target
9

of rapamycin; Murf-1 = muscle RING finger-1; ROS = reactive oxygen species


(2).

Namun, beberapa studi juga menunjukkan hasil yang kurang baik setelah
pemberian suplemen GH, bahwa hormon tersebut dapat meningkatkan mortalitas
pada penderita yang mengalami sakit berat dengan malnutrisi. Efek samping yang
lain yang didapatkan antara lain atralgia, edema, efek samping kardiovaskular,
dan resistensi insulin yang membuat penggunaan hormon ini terbatas. Efek
karsinogenik juga terdapat pada GH (3).

Testosteron
Ekaterina dan kawan-kawan dalam penelitian menjelaskan mekanisme
molekular dimana testosteron dapat meningkatkan potensi regeneratif sel satelit
tua dan menekan apoptosis otot rangka serta kemudian membalikkan beberapa
fitur biologis sarkopenia yang terkait penuaan (15). Pemberian testosteron
merangsang pertumbuhan luar biasa dalam massa otot dan kekuatan, baik pada
laki-laki muda maupun tua. Ditunjukkan juga bahwa peningkatan testosteron
dikaitkan dengan hipertrofi serabut otot dan peningkatan yang signifikan dalam
jumlah myonuklear dan sel satelit (15,16).
Testosteron memiliki cara kerja menekan myostatin, menghambat JNK tapi
merangsang Akt signaling. Penekanan terhadap JNK merangsang pertumbuhan
otot dengan tidak hanya menghambat apoptosis sel otot tetapi juga merangsang
proliferasi sel dengan cara melemahkan myostatin yang mengatur p21. Akt dapat
meningkatkan pertumbuhan otot melalui aktivasi langsung Notch signaling serta
melalui modulasi dari beberapa sinyal molekul yang terlibat dalam apoptosis dan
jalur survival remodeling otot. Akt bisa juga menahan caspase-2-mediated death
pathway dan meningkatkan otot pertumbuhan dengan stimulasi metabolisme sel.
Dengan demikian, testosteron melalui stimulasi survival pathway dan dengan
menghambat death pathway akan mengembalikan lingkungan mikro dan
merangsang pertumbuhan otot dalam proses penuaan (15,16). Mekanisme
molekuler dimana testosteron dapat menyebabkan hipertrofi serat otot skeletal
tampak pada Gambar 4.
10

Testosteron

Myostatin

Akt Caspase 2 JNK p21

Notch activation

Satellite cell activation


& proliferation

Myoblasts Apoptosis Proliferation

Muscle growth

Gambar 4. Signaling pathways yang terlibat dalam mitigasi testosteron


terhadap sarkopenia pada penuaan. Akt: Protein kinase B, JNK: c-jun NH2-
terminal kinase (15).

Studi jangka panjang diperlukan untuk menentukan risiko pemberian


testosteron, karena konsentrasi prostate spesific antigen (PSA) menunjukkan
peningkatan kecil tapi signifikan. PSA adalah produk normal sel epitel prostat,
dan peningkatan konsentrasi adalah indikasi dari rangsangan jaringan prostat.
Perlu dipelajari lebih lanjut apakah rangsangan ini akan memperburuk hipertrofi
prostat jinak atau meningkatkan risiko kanker prostat pada pria tua. Konsentrasi
high density lipoprotein (HDL) juga menurun dengan pemberian testosteron (tapi
masih di atas 35mg / dl), sedangkan konsentrasi estradiol meningkat. Studi
jangka panjang juga akan menentukan apakah efek lipid profil ini akan
menimbulkan risiko kardiovaskular untuk laki-laki lanjut usia (16,17). Efek
samping yang besar diantaranya peningkatan kadar PSA, hematokrit dan risiko
kardiovaskular membuat pemberian hormon ini tidak dianjurkan sebagai terapi
sarkopenia. Selain itu studi lain juga menunjukkan bukti yang lemah untuk
peningkatan performa fisik dan tidak adanya perubahan kekuatan otot (3,16).
11

Estrogen
Estrogen merupakan antioksidan dan menstabilkan membran dan karena itu
memiliki potensi untuk melindungi membran otot dari kerusakan otot akibat
latihan dan untuk melemahkan respon inflamasi. Sejumlah penelitian pada hewan
telah melaporkan kerusakan struktur otot dan gangguan membran otot berkurang
pada saat latihan yang dapat merusak pada hewan pengerat ketika mereka terkena
estrogen (8,18).
Stabilisasi membran otot dengan estrogen juga dapat menekan aktivasi
lisosomal dan non-lisosomal protease pada otot. Penekanan aktivasi calpain (non-
lisosomal protease) pasca-latihan dan aktivasi beta-glukuronidase (lisosomal
protease) dan berkurang kerusakan otot sekunder lebih lanjut telah berulang kali
ditunjukkan pada hewan betina yang diovariektomi dengan pemberian estrogen
terhadap kontrol non-estrogen (18). Estrogen juga dapat bertindak untuk
menstabilkan homeostasis kalsium otot pasca-latihan melalui kemampuannya
untuk meningkatkan aktivitas nitric oxide synthase (NOS) dan dengan demikian
meningkatkan sintesis nitric oxide (NO) dan sinyal dalam otot (8,18). Semua
manfaat ini potensial dari estrogen juga bisa memberikan perlindungan tambahan
pada otot wanita pasca-menopause sehingga mengurangi kerusakan otot dan
peradangan (18).
Meskipun,estrogen memiliki sifat anabolik langsung pada otot, efek yang
ditimbulkan juga dapat dimediasi melalui konversi testosteron. Estrogen dan
testosteron menghambat produksi sitokin katabolik seperti interleukin (IL) -1 dan
IL-6, sehingga dapat dikemukakan bahwa hilangnya hormon-hormon gonad
seiring dengan penuaan bisa memiliki efek katabolik langsung maupun tidak
langsung pada jaringan otot. Baumgartner et al., dalam penelitiannya pada
kelompok wanita lanjut usia menyatakan hasil bahwa terapi pengganti estrogen
tidak menunjukkan efek pada lean body mass. Namun, terapi pengganti estrogen
dapat mencegah penumpukan lemak pusat pada wanita menopause (10). Dalam
penelitian mengenai kekuatan otot dan komposisi tubuh, kedua hormon ini dapat
meningkatkan kekuatan otot, tapi hanya tibolone yang dapat meningkatkan lean
body mass dan menurunkan massa lemak total (3).
Ghrelin
12

Ghrelin adalah peptida 28-asam amino terutama dihasilkan oleh sel-sel di


lambung, usus, dan hipotalamus. Ghrelin adalah ligan alami untuk reseptor GH-
secretagogue (GHS-R), yang memiliki modifikasi asam lemak yang unik, n-
octanoylation, di Ser 3. Ghrelin memainkan peran penting dalam berbagai proses
fisiologis, termasuk stimulasi sekresi GH dan regulasi energi homeostasis dengan
merangsang asupan makanan dan mempromosikan adipositas melalui mekanisme
GH-independen. Sebaliknya, ghrelin menghambat produksi sitokin proinflamasi
anoreksia, termasuk IL-1β, IL-6, dan TNF-α, Karena kombinasi efek anabolik
pada otot rangka dan nafsu makan, ghrelin dan agonis berat molekul rendah dari
reseptor ghrelin dianggap kandidat menarik untuk pengobatan kakeksia (19).
Secara umum mekanisme kerja hormon tersebut diatas dirangkum pada Gambar 5.
Pada otot muda, berlimpah serum IGF-I dapat merangsang sintesis protein
dengan mengaktifkan jalur Akt / mTOR / p70S6K . Akt blok translokasi inti
FOXO untuk menghambat ekspresi Atrogin-1 dan MuRF dan degradasi protein.
Berlimpah serum GH, yang disebabkan oleh ghrelin, mengaktifkan sinyal JAK2-
STAT-5 untuk mempromosikan transkripsi gen otot spesifik yang diperlukan
untuk hipertrofi. Pada otot muda, testosteron dan estrogen mengikat pada reseptor
intramuskular ini (reseptor androgen dan reseptor estrogen (α dan ß)), dan
mengaktivasi mTOR dan Akt. Jumlah serum myostatin yang lebih rendah dan
TNF-α gagal untuk mengaktifkan sinyal kandidat (Smad 2/3, NF-kB, dll)
meningkatkan degradasi protein (19).
Pada otot sarkopenia, sinyal myostatin melalui aktivin reseptor IIB
(ActRIIB), ALK4 / 5 heterodimer tampaknya mengaktifkan Smad2 / 3 dan
memblok transaktivasi MyoD dalam loop umpan balik autoregulasi. Berlimpah
Smad2 / 3 teraktivasi, menghambat sintesis protein kemungkinan karena
menghalangi peran fungsional Akt. Peningkatan TNF-α darah mengangkat
degradasi protein melalui IKK / NF-kB signaling dan meningkatkan apoptosis.
Jumlah serum lebih rendah dari IGF-I, GH, dan hormon anabolik (Testosteron dan
estrogen) gagal untuk mengaktifkan sinyal kandidat (Akt, mTOR, stat-5, dll)
meningkatkan sintesis protein. Gangguan regulasi FOXO oleh Akt menghasilkan
ekspresi berlimpah Atrogin-1 dan MuRF dan degradasi protein dalam otot
sarkopenia (19).
13

Gambar 5. Mekanisme kerja hormon pada sarkopenia. (a). Mekanisme kerja


14

hormon pada otot orang muda. (b). Mekanisme kerja hormon pada otot
sarkopenia. (19).

Ringkasan
Sarkopenia adalah epidemi baru yang merupakan ancaman besar bagi
kemerdekaan fungsional dan kualitas hidup individu lanjut usia. Ada bukti yang
berkembang menghubungkan terjadinya sarkopenia terhadap penurunan produksi
testosteron, GH, estrogen dan ghrelin. Uji coba jangka panjang masih diperlukan,
serta perlu ditentukan rasio risiko-manfaat dari terapi tersebut sebelum
direkomendasikan. Pengobatan sarkopenia masih dalam masa perkembangan, dan
perlu dipahami lebih mendalam mekanisme yang terlibat dalam perkembangan
sarkopenia.
15

Daftar Pustaka

1. Von Haehling S, Morley JE, Anker SD.An overview of sarcopenia: fact and
numbers on prevalence and clinical impact. J Cachexia Sarcopenia Muscle
2010; 1: 129-133.

2. Brioche T, Kireev RA, Cuesta S, Gratas-Delamarche A, Tresguerres JA,


Gomez-Cabrera MC, et al. Growth hormone replacement therapy prevents
sarcopenia by a dual mechanism: improvement of protein balance and of
antioxidant defenses. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 2014;69(10): 1186-1198.

3. Sarkopenia. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL.


Editor. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik
Klinis. 1st. Ed. Jakarta: InternaPublishing: 344–361.

4. Cruz-Jentoft AJ, Baeyens JP, Bauer JM, Boirie Y, Cederholm T, Landi F, et


al. Sarcopenia: Europian consensus on definition and diagnosis. Age and
Ageing 2010;39: 412-423.

5. Sayer AA, Robinson SM, Patel HP, Shavlakadze T, Cooper C, Grounds MD.
New horizons in the pathogenesis, diagnosis and management of sarcopenia.
Age and Ageing 2013; 42: 145–150.

6. Hairi NN, Bulgiba A, Hiong TG, Mudla I. Sarcopenia in older people. In:
Atwood C. Editor. Geriatrics. Shanghai: InTech; 2012: 29–40.

7. Burton LA, Sumukadas D. Optimal management of sarcopenia. Clinical


Intervention in Aging 2010; 5: 217-228.
8. Maltais ML, Desroches J, Dionne IJ. Changes in muscle mass and strength
after menopause. J Musculoskelet Neuronal Interact 2009; 9(4): 186–197.

9. Rolland Y, Czerwinski S, Van Kan GA, Morley JE, Cesari M, Onder G, et al.
Sarcopenia: its assessment, etiology, pathogenesis, consequences and future
perspectives. J Nutr Health Aging 2008; 12(7): 433-450.

10. Kamel HK, Maas D, Duthie Jr EH. Role of hormone in the pathogenesis and
management of sarcopenia. Drugs Aging 2002; 19(11): 865-877.
16

11. Brioche T. Sarcopenia: mechanisms and prevention - role of exercise and


growth hormone - involvement of oxidative stress and glucose-6-phosphate
dehydrogenase (Tesis) 2014. Prancis; Universitas Rennes.
12. Wakabayashi H, Sakuma K. Nutrition, exercise, and pharmaceutical therapies
for sarcopenic obesity. Journal of Nutritional Therapeutics 2013; 2: 100-111.

13. Balagopal P, Proctor D, Nair KS. Sarcopenia and hormonal changes.


Endocrine 1997; 7(1): 57-60.

14. Maggio M, Lauretani F, Ceda GP. Sex hormones and sarcopenia in older
persons. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2013: 16; 3-13.

15. Kovacheva EL, Hikim AP, Shen R, Sinha I, Sinha-Hikim I. Testosteron


suplementation reverses sarcopenia in aging through regulation of myostatin,
c-Jun NH2-terminal kinase, notch, and Akt signaling pathways.
Endocrinology 2010; 151(2): 628-638.

16. Gruenewald DA, Matsumoto AM. Testosterone supplementation therapy for


older men: potential benefits and risks. JAGS 2003; 51: 101–115.

17. Urban RJ, Bodenburg YH, Gilkison C, Foxworth J, Coggan AR, Wolfe RR,
et al. Testosteron administration to elderly men increases skulutal muscle
strenght and protein synthesis. Am J Physiol 1995; 269: 820-826.

18. Tiidus PM. Benefits of estrogen replacement for skeletal muscle mass and
function in post-menopausal females: evidence from human and animal
study. EAJM 2011; 43: 109-14.

19. Sakuma K, Yamaguchi A. Sarcopenia and age-related endocrine function.


International Journal of Endocrinology 2012; 1-10.

Anda mungkin juga menyukai