Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH BALANCE EXERCISE TERHADAP

KESEIMBANGAN USIA LANJUT

SKRIPSI

Oleh :
Amsal Julianti Panjaitan
NIM : 2111202003

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI STIKES


SITI HAJAR
2023
1
2

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Lanjut umur( Lanjut usia) merupakan kelompok penduduk yang berumur 60 tahun
keatas. Secara biologis lanjut umur yakni orang yang hadapi proses penuaan secara terus
menerus, yang diisyarati dengan menyusutnya energi tahan raga ialah terus menjadi
rentannya terhadap serbuan penyakit yang bisa menimbulkan kematian. Perihal ini
diakibatkan terbentuknya pergantian dalam struktur serta guna sel, jaringan, dan sistem
organ. Salah satu kasus lanjut usia merupakan tingginya angka prevalensi peristiwa jatuh
sebab terdapatnya kasus pada penyeimbang badan( Muhith, 2017).

Bagi World Health Organization( 2016) memperkirakan 30- 50% lanjut usia hadapi
peristiwa jatuh serta 40% lanjut usia peristiwa jatuh kesekian. Lanjut usia di Indonesia
hadapi kasus penyeimbang( jatuh) minimun satu kali sebanyak 75% serta 45% antara lain
dapat hadapi kasus penyeimbang sebanyak 2 kali ataupun lebih disebabkan sebab kendala
muskuloskeletal, berbentuk melemahnya kekuatan otot serta menyusutnya fleksibilitas.
Kasus penyeimbang badan( jatuh) pada lanjut usia di Jawa Timur sebanyak 75%. Dari
presentase lebih dari 50% dengan angka peristiwa penyeimbang badan( jatuh) pada lanjut
usia akibat dari kendala muskuloskeletal, berbentuk melemahnya kekuatan otot serta
menyusutnya fleksibilitas.

Kendala muskuloskeletal menimbulkan kendala penyeimbang serta proses


berjalan( penyeimbang dinamis). Ganggun muskuloskeletal ini berhubungan dengan proses
menua yang secara fisiologis diakibatkan oleh kekakuan jaringan penghubung,
berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf, penyusutan visus/ luas pandang
serta kehancuran proprioseptif. Bila kendala muskuloskeletal terjalin terhadap otot- otot
core stability hingga hendak pengaruhi postural serta menimbulkan kendala penyeimbang.
Perihal ini dilihat kalau dengan core yang baik hendak menolong dalam melaksanakan
gerak dan jadi bawah buat seluruh gerakan pada lengan serta tungkai. Perihal tersebut
menampilkan kalau cuma dengan stabilitas bentuk badan( aktifasi otot core stability) yang
maksimal, hingga mobilitas pada ektremitas bisa dicoba dengan baik
Banyak metode buat bisa menanggulangi kasus yang dialami lanjut usia yang bisa
pengaruhi penyeimbang posturalnya. Salah satunya ialah dengan latihan balance
exercise( Masitoh, 2015). Balance exercise ialah kegiatan raga yang dicoba buat tingkatkan
kestabilan badan dengan tingkatkan kekuatan otot ekstremitas dasar( Nyman dalam
Masitoh, 2017). Hendak namun hingga dikala ini pengaruh latihan balance exercise
terhadap penyeimbang postural lanjut usia masih butuh uraian Aktivitas latihan
3

penyeimbang ini bisa dicoba 3 kali dalam seminggu sepanjang 5 pekan dalam frekuensi
yang maksimal, sehingga bisa tingkatkan penyeimbang postural lanjut usia serta
menghindari munculnya jatuh( Skelton dalam Masitoh, 2017). Diharapkan dengan
terdapatnya latihan balance exercise ini bisa tingkatkan penyeimbang badan serta
merendahkan resiko jatuh pada lanjut usia.

Bersumber pada permasalahan diatas, penulis tertarik buat mengenali apakah ada pengaruh
balance exercise terhadap penyeimbang badan lanjut usia.

masalah lansia yang sering dijumpai yaitu menurunnya fungsi fisiologis yang dapat
menyebabkan masalah salah satunya keseimbangan tubuh yang mengakibatkan resiko
jatuh.akibatnya banyak lansia yang mengalami kejadian jatuh.Gangguan muskuloskeletal
menyebabkan gangguan keseimbangan dan proses berjalan (keseimbangan dinamis).Penangan
dan pencegahan lansia yang mengalami resiko jatuh secara non farmakologi dapat dilakukan
dengan latihan balance excercise. Tujuan literature review ini adalah untuk menganalisis
pengaruh balance excercise terhadap keseimbangan tubuh lansia melalui literature review.
Metode: desain penelitian adalah literature review. Pencarian database menggunakan
Conference book, Scient Direct dan Google Scholar artikel tahun 2014 sampai 2019 sebanyak
415 diduplikasi 15 menjadi 400 yang telah dilakukan proses seleksi menggunakan format PICOS
dengan criteria inklusi pengaruh balance excercise tehadap keseimbangan tubuh dengan desain
pre-post test mendapatkan 35 artikel lalu diseuaikan tema literature revew mendapatkan 5 atikel

Result dan analisis: Dari hasil analisis sementara adanya pengaruh yang signifikan
sebelum dan sesudah intervensi dari lima artikel didapatkan hasil nilai p value sebesar 0,003 <
0,05
Kesimpulan: Ada pengaruh balance excercise terhadap keseimbangan tubuh pada lansia.
Diskusi: Penelitian yang akan dtang di harapkan dapat mengkomparasikan beberapa terapi-terapi
lain secara literatur review sehingga dapat melihat kefektifan balance excecise dibandingkan
terapi lain.

1. 2 Rumusan Masalah

Bersumber pada penjelasan diatas hingga rumusan permasalahan pada literatur review
ini, penulis mau mengenali bagaimanakah pengaruh balance exercise terhadap
penyeimbang badan lanjut usia.

1. 3 Tujuan penelitian

1. 3. 1 Tujuan Umum

Mengenali pengaruh balance exercise terhadap keseimbangan


4

badan lanjut usia.

1. 3. 2 Tujuan Khusus

1. Menarangkan penyeimbang badan saat sebelum dicoba balance exercise

2. Menarangkan penyeimbang badan sehabis dicoba balance exercise

3. Mengenali pengaruh balance exercise terhadap penyeimbang badan lanjut usia.

1. 4 Khasiat Penelitian

1. 4. 1 Teoritis.

Hasil riset ini bisa menggambarkan daya guna dari pengaruh intervensi balance exercise
buat penyeimbang badan pada lanjut usia.

1. 4. 2 Instan.

1. Hasil riset diharapkan bisa menolong penderita lanjut usia buat bisa tingkatkan
penyeimbang badan serta mutu hidupnya.

2. Hasil riset ini diharapkan bisa menolong praktisi kesehatan dalam membagikan
intervensi yang efisien buat bisa tingkatkan penyeimbang badan serta mutu hidup lansia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini hendak disajikan teori- teori yang relevan serta kerangka pikir. Pada bagian
konsep lanjut umur berisi penjelasan pergantian dalam proses menua. pada bagian konsep
penyeimbang berisi definisi hingga klasifikasi penyeimbang bagi sebagian teori. serta pada
bagian balance exercise hendak dibahas definisi, khasiat berserta teknic dalam balance
exercise. Pastinya menimpa hal- hal di dasar ini sangat relavan buat mengenali sepanjang
mana para pakar membicarakan proses terbentuknya sesuatu analisis

2. 1 Konsep Lanjut Usia

2. 1. 1 Definisi
5

Lanjut umur ialah sesi lanjut dari sesuatu proses kehidupan yang diisyarati dengan
penyusutan keahlian guna badan. Penyusutan guna badan tersebut antara lain penyusutan
guna organ serta guna badan yang bertabiat alamiah ataupun fisiologis. Pada lanjut umur
hendak hadapi sebagian penyusutan fisiologi, antara lain ialah penyusutan sistem
musculoskeletal, pergantian pada tulang, otot, sendi yang bisa menyebabkan pergantian
penampilan, kelemahan, serta lambatnya pergerakan( Novta, 2015).

2. 1. 2 Batas usia lanjut usia

Batasan- batasan usia yang mencakup batas usia lanjut usia dari bermacam komentar pakar
yang dilansir dari Nugroho( 2018):

a. Bagi undang- undang no 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat II yang berbunyi“ lanjut
umur merupakan seorang yang menggapai umur 60 tahun keatas”
b. Bagi World Health Organization:
1. Umur pertengahan: 45– 59 tahun;

2. Lanjut umur: 60– 74 tahun

3. Lanjut umur tua: 75– 90 tahun;

4. Umur sangat tua: diatas 90 tahun( Kushariyadi, 2011)

2. 1. 3 Proses Menua

Menua ataupun jadi tua merupakan sesuatu kondisi yang terjalin di dalam kehidupan
manusia. Proses penuaan ialah proses yang berhubungan dengan usia seorang. Manusia
hadapi pergantian cocok dengan bertambahnya usia. Terus menjadi bertambahnya usia
seorang hingga berkuranglah guna organ badan( Sunaryo, 2016). Kendala pada sistem
muskuloskeletal betul- betul berfungsi besar terbentuknya efek jatuh terhadap lanjut
umur( aspek murni kepunyaan lanjut umur). Atrofi otot yang terjalin pada lanjut usia bisa
menimbulkan penyusutan kekuatan otot, paling utama otot- otot ekstrimitas
dasar( Kusnanto, 2017).

Kelemahan otot ekstremitas dasar ini bisa menimbulkan kendala pada penyeimbang
postural, sehingga bisa menyebabkan kelambanan dikala bergerak, langkah pendek-
pendek, penyusutan irama, kaki tidak bisa menapak dengan kokoh serta cenderung nampak
goyah, sulit ataupun terlambat mengestimasi apabila terjalin kendala semacam terpeleset
serta tersandung.
6

Efek jatuh pada lanjut usia salah satunya dipengaruhi oleh kendala penyeimbang postural
pada lanjut usia yang diakibatkan sebagian perihal, antara lain ialah: Penuaan, kecelakan
serta penyakit yang dialami. Kendala penyeimbang postrural jadi salah satu pemicu
terbentuknya efek jatuh pada lanjut umur yang bisa menimbulkan patah tulang, keseleo
pada otot, perlukaan jaringan apalagi jatuh bisa menimbulkan kematian pada lanjut usia.
bila penyeimbang postural lanjut usia tidak dikontrol, hingga hendak bisa tingkatkan efek
jatuh pada lanjut usia( Siburian, 2006)

Lanjut usia hadapi pergantian morfologis pada otot yang menimbulkan pergantian
fungsional otot, sehingga terjalin penyusutan kekuatan otot, kontraksi otot, elastisitas, serta
fleksibilitas( Nurdianti, 2017).
2. 1. 4 Pergantian pada lanjut usia

Ada pula pergantian yang terjalin pada lanjut usia selaku berikut:

a. Pergantian pada system sensori. Pergantian sensori pengaruhi keahlian seorang buat silih
berhubungan dengan orang lain serta memelihara ataupun membentuk ikatan baru. Pada
lanjut usia yang hadapi penyusutan sensori hendak enggan untu bersosialisasi. Ada pula
anggapan sensori ialah penciuman, pendengaran, perabaan, serta pengecapan( Sunaryo,
2016).

b. Pergantian pada sistem neurologi. Pergantian yang terjalin pada lanjut usia akibat system
neurologis ialah kenaikan lipofusin selama neuron- neuron, akibat dari perihal ini ialah
vasokontriksi serta vasodilatasi yang tidak sempurna. Ada pula pergantian yang lain ialah
konduksi saraf perifer yang lebih lelet. Akibat dari perihal ini ialah reflek tendon yang lebih
lelet serta meningkatnya waktu reaksi

( Sunaryo, 2016).

c. Pergantian pada system musculoskeletal. Bertambahnya umur hingga jumlah masa otot
hadapi penyusutan. Pergantian musculoskeletal terjalin pada cairan tulang yang menururn
sehingga gampang rapuh( osteoporosis),

bungkuk

d.( kifosis), persendian membengkak serta jadi kaku, kram, tremor, tendon berkerut serta
hadapi skelerosis( Maryam, 2018).
7

Bagi Pujiastuti( 2017), pergantian pada sistem

muskuloskeletal antara lain selaku berikut:

Jaringan penghubung( kolagen serta elastin). Kolagen selaku protein pendukung utama
pada kulit, tendon, tulang, kartilago, serta jaringan pengikat hadapi pergantian jadi
bentangan cross linking yang tidak tertib. Bentangan yang tidak tertib serta penururnan
ikatan tarikan linier pada jaringan kolagen ialah salah satu alibi penyusutan mobilitas pada
jaringan badan. Kolagen serta elastin yang ialah jaringan ikat pada jaringan penghubung
mengalami
pergantian kualitatif serta kuantitatif cocok penuaan. Pergantian kolagen itu ialah pemicu
turunnya fleksibilitas pada lanjut usia sehingga memunculkan akibat berbentuk perih,
penyusutan keahlian buat tingkatkan kekuatan otot, kesusahan bergerak dari duduk ke
berdiri, jongkok, berjalan, serta hambatan dalam melaksanakan kegiatan satu hari– hari.

b. Kartilago. Jaringan kartilago pada persendian jadi lunak serta hadapi granulasi serta
kesimpulannya permukaan sendi jadi rata. Berikutnya, keahlian kartilago untuj re- genarisi
menurun serta degenerasi yang terjalin cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang
ialah komponen bawah matriks kartilago menurun ataupun lenyap secara bertahap. Sehabis
matriks hadapi deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehabisan kekokohannya, serta
akhirnya

d. kartilago cenderung hadapi fibrilasi. Kartilago hadapi klasifikasi di sebagian tempat,


semacam pada tulng rusuk serta tiroid. Guna kartilago jadi tidak efisien tidak cuma selaku
peredam kejut, namun pula selaku permukaan sendi yang berpelumas.

Konsekuensinya, kartilago pada persendian menjadi

rentan terhadap gesekan. Pergantian tersebut kerap terjalin pada sendi besar penumpu berat
tubuh. Akibat pergantian itu sendi gampang hadapi infeksi, kela longitukakuan, perih,
keterbatasan gerak, serta terganggunya kegiatan satu hari– hari.

c. Tulang. Berkurangnya kepadatan tulang, sehabis diobservasi, merupakan bagian dari


penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal jadi tipis serta trabekula transversal teabsorbsi
kembali. Selaku akibat pergantian itu, jumlah tulang spongiosa menurun serta tulang
kompakta jadi tiis. Pergantian lain yang terjalin merupakan penyusutan estrogen sehingga
penciptaan osteoklas tidak terkontrol, penyusutan penyerapan kalsium di usus, kenaikan
kanal Haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan serta dimensi tulang secara
totalitas menimbulkan kekuatan serta kekuatan tulang menyusut. Akibat berkurangnya
kepadatan hendak menyebabkan osteoporosis lebih lanjut menyebabkan perih, deformitas,
8

serta fraktur. Latihan raga bisa diberikan selaku metode buat menghindari terbentuknya
osteoporosis.

d. Otot. Pergantian struktur otot pada penuaan sangat bermacam- macam. Penyusutan
jumlah serta dimensi serabut otot, kenaikan jaringan penghubung, serta jaringan lemak
pada otot menyebabkan dampak negatif

2. 2. Konsep Keseimbangan

2. 2. 1 Definisi

Penyeimbang ialah keahlian buat mempertahankan penyeimbang badan kala ditempatkan


di bermacam posisi, serta keahlian buat mempertahankan pusat gravitasi pada bidang
tumpu paling utama kala dikala posisi tegak, serta tujuan dari badan mempertahankan
penyeimbang merupakan menyangga badan buat melawan gravitasi serta faktor- faktor
ekternal lain, mempertahankan pusat massa badan supaya sejajar serta balance dengan
bidang tumpu,

dan menstabilisasi bagian badan kala bagian badan lain bergerak. Keahlian buat
menyeimbangkan massa badan dengan bidang tumpu hendak membuat manusia sanggup
buat beraktifitas secara efisien serta efektif( Irfan, 2012 dalam Syapitri, 2016)..

Penyeimbang merupakan keahlian mempertahankan perilaku serta posisi badan secara kilat
pada dikala berdiri( static balance) ataupun pada dikala melaksanakan gerakan( dynamic
balance). Penyeimbang ialah keahlian badan buat melaksanakan respon atas tiap pergantian
posisi badan dimana badan senantiasa dalam kondisi normal serta terkontrol. Penyeimbang
pula dapat dimaksud sesuatu keahlian buat memepertahan posisi tubuh secara pas dikala
melaksanakan gerakan secara kilat cocok dengan kondisi yang dirasakan dikala
itu( Zulvikar, 2016).

Penyeimbang disarankan untuk lanjut umur sebab berhubungan dengan perilaku


mempertahankan kondisi penyeimbang kala lagi diam ataupun lagi bergerak. Lanjut umur
yang memiliki kebugaran
jasmani dituntut buat tidak bergantung pada orang lain, hingga diharapkan masih dapat
senantiasa berdiri serta berjalan dengan baik.( Sumintarsih, 2006 dalam Cahyoko dkk,
2016).

2. 2. 2 Fisiologi Keseimbangan
9

Banyak komponen fisiologis dari badan manusia membolehkan kita buat melaksanakan
respon penyeimbang. Bagian sangat berarti merupakan proprioception yang melindungi
penyeimbang. Keahlian buat merasakan posisi bagian sendi ataupun badan dalam gerak.
Penyeimbang dipengaruhi oleh komponen- komponen penyeimbang ialah sistem data
sensoris( meliputi visual, vestibular serta somatosensoris), reaksi otot postural yang
sinergis,

kekuatan otot, sistem adaptif, serta lingkup gerak sendi( Munawwarah, 2015).

Proprioseptif berkaitan dengan pemahaman menimpa orientasi serta posisi segmen badan.
Sistem proprioseptif yang membagikan data ke saraf pusat menimpa posisi badan lewat
sendi, tendon, otot, ligament, serta kulit, hadapi kendala sehingga ikut berfungsi pada
terbentuknya kendala penyeimbang. Melemahnya kekuatan otot akibat inaktivitas, tidak
digunakannya otot, serta deconditioning bisa berfungsi pada terbentuknya kendala metode
berjalan dan membetulkan posisi sehabis kehabisan penyeimbang. Terbentuknya
penyusutan kekuatan otot akibat proses penuaan, apalagi pada lanjut usia yang sehat serta
aktif( Munawwarah, 2015).

2. 2. 3 Klasifikasi Keseimbangan

Bagi Abrahamova serta Hlavacka( 2018), keseimbangan

dibagi jadi 2 klasifikasi, ialah:

a. Penyeimbang Statis. Penyeimbang statis merupakan keahlian buat mempertahankan


posisi badan dimana Center of Gravity( COG) tidak berganti. Contoh penyeimbang statis
dikala berdiri dengan satu kaki, memakai papan penyeimbang.

b. Penyeimbang Dinamis. Penyeimbang dinamis merupakan keahlian buat


mempertahankan posisi badan dimana( COG) senantiasa berganti, contoh dikala berjalan.
Penyeimbang merupakan keahlian buat mempertahankan kesetimbangan kala bergerak.
Penyeimbang dinamis merupakan pemeliharaan pada badan melaksanakan gerakan ataupun
dikala berdiri pada landasan yang bergerak( dynamic standing) yang hendak menempatkan
ke dalam keadaan yang tidak normal. Penyeimbang ialah interaksi yang lingkungan dari
integrasi sistem sensorik( vestibular, visual, serta somatosensorik tercantum proprioceptor)
serta muskuloskeletal( otot, sendi, serta jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/ diatur
dalam otak( kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, zona asosiasi) selaku
reaksi terhadap pergantian keadaan internal serta eksternal. Dipengaruhi pula oleh aspek
lain semacam umur, motivasi, kognisi, area, keletihan, pengaruh obat serta pengalaman
terdahulu.
10

2. 2. 4 Komponen– komponen pengatur keseimbangan

Bagi Irfan( 2018), yang tercantum komponen– komponen pengatur penyeimbang ialah:

a. Sistem data sensoris. Sistem data sensoris meliputi visual, vestibular, serta
somatosensoris.

1. Visual. Visual memegang kedudukan berarti dalam sistem sensoris. Penglihatan pula
ialah sumber utama data tentang area serta tempat kita terletak, penglihatan memegang
kedudukan berarti buat mengenali serta mengendalikan jarak gerak cocok area tempat kita
terletak. Penglihatan timbul kala mata menerima cahaya yang berasal dari obyek cocok
jarak pandang. Dengan data visual, hingga badan bisa membiasakan ataupun bereaksi
terhadap pergantian bidang pada area kegiatan sehingga membagikan kerja otot yang
sinergi buat mempertahankan penyeimbang badan.

2. Sistem vestibular. Komponen vestibular ialah sistem sensoris yang berperan berarti
dalam penyeimbang, kontrol kepala, serta gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular
terletak di dalam kuping. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis,
utrikulus, dan sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini diucap dengan sistem labyrinthine.
Sistem labyrinthine mengetahui pergantian posisi kepala serta percepatan pergantian sudut.
Lewat refleks vestibulooccular, mereka mengendalikan gerak mata, paling utama kala
memandang obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan lewat ke 8 saraf kranialis ke
nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Sebagian stimulus tidak mengarah
nukleus vestibular namun ke serebelum, retikular formasi, talamus serta korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan( input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi,
serta serebelum. Keluaran( output) dari nukleus vestibular mengarah ke motor neuron
melalui

medula spinalis, paling utama ke motor neuron yang menginervasi otot– otot proksimal,
kumparan otot pada leher serta otot- otot punggung( otot- otot postural). Sistem vestibular
bereaksi sangat kilat sehingga menolong mempertahankan penyeimbang badan dengan
mengendalikan otot- otot postural.

3. Somatosensoris. Sistem somatosensoris terdiri dari taktil ataupun proprioseptif dan


anggapan kognitif. Data propriosepsi disalurkan ke otak lewat kolumna dorsalis medula
spinalis. Sebagian besar masukan( input) proprioseptif mengarah serebelum, namun
terdapat pula yang mengarah ke korteks serebri lewat lemniskus medialis serta talamus.
Pemahaman hendak posisi bermacam bagian badan dalam ruang sebagian tergantung pada
impuls yang tiba dari perlengkapan indra dalam serta dekat sendi. Perlengkapan indra
11

tersebut merupakan ujung- ujung saraf yang menyesuaikan diri lelet di sinovia serta
legamentum. Impuls dari perlengkapan indra ini dari reseptor raba di kulit serta jaringan
lain, dan otot di proses di korteks jadi pemahaman hendak posisi badan dalam ruang.

b. Reaksi otot- otot postural yang sinergis( Postural muscles response synergies)

Reaksi otot- otot postural yang sinergis menuju pada waktu serta jarak dari kegiatan
kelompok otot yang dibutuhkan buat mempertahankan penyeimbang serta kontrol bentuk
badan. Sebagian kelompok otot baik pada ekstremitas atas ataupun dasar berperan
mempertahankan bentuk badan dikala berdiri tegak dan mengendalikan
keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan
pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika
respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi
dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment
tubuh. Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang
tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya
dalam melakukan fungsi gerak tertentu misalnya pada gerakan fleksi

elbow joint, maka otot-otot penggerak elbow joint akan melakukan


reaksi kerja yang sinergis antara otot fleksor (penggerak fleksi)
dengan otot ekstensor (penggerak ekstensi) dalam hal kecepatan dan
kekuatan yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan tersebut.

a. Kekuatan otot

Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot


menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force)
maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat
berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar
kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan
kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi,
maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dariluar.
12

Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan


otot untuk melawan gaya garvitasi serta beban eksternal lainnya yang
secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.

b. Adaptive systems

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan


keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai
dengan karakteristik lingkungan.

c. Lingkup gerak sendi ROM (Joint range of motion)

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan


mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan
keseimbangan yang tinggi.
2.2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Suhartono

(2015) adalah :

a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG). Pusat gravitasi terdapat


pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di
tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh
yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh
selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang.
Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau
perubahan berat. Pusat grav itasi manusia ketika berdiri tegak adalah
tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum
ke dua. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran
bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat
badan.
13

b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG). Garis gravitasi merupakan


garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan
pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan
bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.

c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS). Bidang tumpu merupakan


bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan.
Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam
keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area
bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi
stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil
dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu
dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.
2.2.6 Time Up and Go Test

Nugrahani (2014) mengatakan bahwa keseimbangan diukur


dari kecepatan berjalan dengan menggunakan Time Up and Go Test
(TUG) Pemeriksaan ini valid (bila dilakukan pada individu yang tidak
menggunakan alat bantu berjalan) karena berkorelasi tinggi dengan uji
keseimbangan Berg Balance Scale (uji aktivitas fungsional terhadap 14
tugas), indeks Bhartel (penilaian kemampuan untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari), dan kecepatan berjalan, juga mudah dilakukan
karena hanya membutuhkan perlengkapan, waktu, dan tempat yang
minimal, dapat dikuantifikasi, erkorelasi dengan kemampuan lansia
untuk bergerak dengan aman dilingkungannya, serta dapat digunakan
untuk mengukur perubahan mobilitas setelah dilakukan intervensi.
Shumway-Cook, melaporkan pemeriksaan TUG memiliki sensitivitas
87% dan spesivisitas 87% untuk mengidentifikasi orang dewasa
dikomunitas yang beresiko untuk jatuh. Cara pengukuran dengan TUG
dimulai saat lansia duduk dikursi bersandaran punggung dan tangan
dengan tinggi duduk 46 cm, kemudian berjalan kedepan dengan jarak 3
14

m dan kembali lagi ke kursi dihitung dengan stopwatch dalam satuan


detik.

2.3 Balance Exercise

2.3.1 Definisi

Balance exercise merupakan exercise yang bertujuan


meningkatkan kekuatan otot terutama ekstremitas bawah serta
meningkatkan keseimbangan. Organ yang berperan dalam sistem
keseimbangan tubuh adalah balance percepsion. Latihan ini sangat
membantu mempertahankan tubuhnya agar stabil sehingga mencegah
terjatuh yang sering terjadi pada lansia (Jowir, 2019).

2.3.2 Manfaat

Balance exercise memiliki manfaat penting bagi lansia, exercise


ini membantu lansia untuk tetap menjaga kemampuan mempertahankan
tubuh agar stabil yang akan mecegah kejadian jatuh pada lansia.
Balance exercise dilakukan setidaknya 3 hari dalam seminggu. Sebagian
besar aktivitas dilakukan pada intensitas rendah. Reddy dan Alahmari
(2016) menyatakan bahwa ketika dilakukan balance exercise maka akan
mempengaruhi propioseptif kemudian mengurangi kekakuan pada
sendi, fasci dan musculo-tendinous unit, perubahan ini kemudian
mempengaruhi input dari otot yang masuk ke sistem saraf pusat dan
menjadi output baru yang berefek pada kemampuan beradaptasi pada
kegiatan yang memerlukan keseimbangan.

2.3.3 Tehnik Balance Exercise

Tehnik balance exercie menurut Khanna dan Singh (2016)


terdiri dari berbagai tahap, yaitu :

a. Berdiri dengan satu kaki


15

Berdiri dengan satu kaki tidak hanya akan melatih keseimbangan,


tapi juga kekuatan otot kaki lansia. Latihan ini mungkin agak sulit
bagi lansia yang baru memulainya. Akan tetapi, latihan
keseimbangan ini jadi lebih mudah dilakukan jika lansia
menempelkan tangan pada dinding. Berikut langkah-langkah yang
bisa dilakukan:

1. Berdirilah menghadap dinding, lalu ulurkan tangan Anda dan


sentuh dinding dengan ujung jari Anda. Jadikan jari Anda sebagai
tumpuan;

2. Angkat kaki kiri hingga setinggi pinggul. Biarkan kaki kanan


sedikit menekuk dengan nyaman;

3. Tahan selama 5-10 detik, lalu turunkan kaki secara perlahan.


Ulangi sebanyak 3 kali. Kemudian, lakukan langkah yang sama
pada kaki kanan

b. Berjalan dengan tumit menyentuh jari kaki

Setelah lebih terbiasa berdiri dengan satu kaki, latihan keseimbangan


lainnya bisa mulai dilakukan, salah satunya berjalan kaki dengan
teknik khusus. Berjalan dengan tumit menyentuh jari kaki akan
membantu lansia melatih kestabilan tubuhnya. Berikut caranya:

1. Berdirilah dengan tegak, lalu langkahkan kaki kanan ke depan.


Pastikan tumit kanan bersentuhan dengan ibu jari kaki kiri;

2. Kini, langkahkan kaki kiri dan pastikan tumit kiri Anda


bersentuhan dengan ibu jari kaki kanan;

3. Lanjutkan langkah Anda sambil terus menatap ke depan.


16

Berjalanlah setidaknya sebanyak 5 langkah

c. Mengangkat kaki ke belakang

Latihan ini bermanfaat untuk menjaga keseimbangan serta


memperkuat otot punggung dan bokong lansia. Sebelum melakukan
gerakan, siapkan sebuah bangku untuk dijadikan tumpuan. Pastikan
bangku cukup kokoh untuk dijadikan pegangan. Kemudian, ikuti
langkah-langkah berikut:

1. Berdirilah dengan tegak di belakang bangku, lalu peganglah


sandarannya;

2. Angkat kaki kiri Anda dan luruskan ke belakang. Usahakan agar


lutut kiri Anda tidak ikut menekuk;

3. Selama mengangkat kaki kiri, jagalah kaki kanan Anda agar tetap
lurus. Anda dapat mencondongkan badan ke depan agar posisi
badan lebih nyaman. Tahan posisi ini selama satu detik, lalu
kembalilah ke posisi semula. Ulangi sebanyak 15 kali, kemudian
lakukan kembali dengan kaki kanan Anda.

d. Berjinjit

Meski sederhana, latihan berjinjit bermanfaat untuk menjaga


keseimbangan lansia saat berjalan dan menaiki tangga. Gerakan ini
juga dapat memperkuat otot kaki, betis, dan pergelangan kaki. Agar
lebih aman, gunakanlah bangku atau meja sebagai tumpuan. Berikut
langkah-langkahnya:

1. Berdirilah dengan tegak sambil berpegangan pada tumpuan;

Angkat tumit Anda secara perlahan hingga Anda berada dalam posisi berjinjit. Usahakan
agar tumit terangkat setinggi mungkin;
3. Kembalilah ke posisi semula, kemudian ulangi kembali segala langkah sebanyak 20 kali.
17

e. Push- up dinding

Push- up bilik merupakan latihan yang cocok buat melindungi penyeimbang serta kekuatan
otot inti lanjut usia. Latihan ini lumayan nyaman serta gampang dicoba, tetapi lanjut usia
bisa jadi butuh menyesuikan diri dulu saat sebelum dapat melaksanakannya dengan
gampang. Berikut langkahlangkahnya:

1. Berdirilah menghadap bilik dengan kedua kaki sedikit melebar;

2. Ulurkan tangan Kamu serta sentuh bilik dengan kedua telapak tangan. Yakinkan kedua
tangan Kamu sejajar dengan bahu;

3. Condongkan sedikit tubuh Kamu ke depan sampai tangan Kamu menekuk. Dikala
mencondongkan tubuh, jaga kedua kaki Kamu supaya senantiasa diam;

4. Mulailah mendesak tubuh secara lama- lama sampai kedua tangan

Kamu lurus;

5. Condongkan

lagi

badan

Kamu,

lalu

dorong

kembali.

Ulangi

sebanyak 20 kali.

2. 3. 4 Aspek– aspek yang memperngaruhi Balance Exercise


18

Bagi Kisner serta Colby( 2018) aspek gejala dicoba balance exercise merupakan:

a. Seorang yang hadapi bed rest dalam waktu yang lama;

b. Seorang yang hadapi penyusutan penyeimbang statis ataupun dinamis;

c. Seorang yang hadapi penyusutan kewaspadaan serta reflek;

d. Mempunyai permasalahan muskuloskeletal ialah penyusutan kekuatan, mobilitas sendi,


kelenturan serta bentuk badan yang kurang baik.

2. 3. 5 Kontra Gejala Balance Exercise

Bagi Kisner serta Colby( 2018) kontra gejala dicoba balance exercise merupakan
mempunyai kendala kognitif

2. 4 Kerangka Teori

NON

FARMAKOLOGI

BALANCE EXERCISE

FARMAKOLOGI

19

BAB 3 Tata cara PENELITIAN

3. 1

Strategi Pencarian Literature

3. 1. 1 Protokol serta Regristasi


19

Rangkuman merata dalam wujud literature review menimpa pengaruh balance exercise
terhadap penyeimbang badan lanjut usia. Protocol serta penilaian dari literature review
hendak memakai PRISMA checklist buat memastikan penyeleksian riset yang sudah
ditemui serta disesuaikan dengan tujuan dari literature review( Nursalam, 2020).

3. 1. 2 Database Pencarian

Literature review yang ialah rangkuman merata sebagian riset riset yang didetetapkan
bersumber pada tema tertentu. Pencarian literature dicoba pada bulan September hingga
November 2020.

a. Informasi yang digunakan dalam riset ini merupakan informasi sekunder yang diperoleh
bukan dari pengalaman langsung, hendak namun diperoleh dari hasil riset yang sudah
dicoba oleh peneliti- peneliti terdahulu. Sumber informasi sekunder yang didapat berbentuk
postingan harian bereputasi baik nasional ataupun internasional dengan tema yang telah
didetetapkan( Nursalam, 2020). Pencarian literature dalam literature review ini memakai 3
database dengan kriteria mutu besar serta lagi, ialah Conference book, Scient Direct serta
Google Scholar. Outcome ialah hasil ataupun luaran yang diperoleh pada riset terdahulu
yang cocok dengan tema yang telah didetetapkan dalam literature review

b. Study design ialah desain riset yang digunakan dalam postingan yang hendak di review

Kriteria Inklusi Ekslusi

Populasion Studi terdiri dari lansia yang Studi terdiri dari bukan
mengalami ketidakseimbangan lansia yang tidak
tubuh mengalami
ketidakseimbangan
tubuh
Intervension ada intervensi ada intervensi

Comparasion Tidak ada faktor Tidak ada faktor


pembanding Pembanding

Outcomes Adanya upaya diri melakukan Adanya terapi-terapi


balance exercise untuk yang lain untuk
meningkatkan keseimbangan meningkatkan
tubuh dan menurunkan risiko keseimbangan tubuh
jatuh pada lansia dan menurunkan risiko
20

jatuh pada lansia.

Study Design Pra- eksperimental one group Letter to editor


anda pre-post test
publication type
Publication years Tahun 2014-2019 Dibawah tahun 2014

Language Bahasa Indonesia dan Selain Bahasa Indonesia


Bahasa Inggris dan Bahasa Inggris

3.2 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

Analisis kualitas metodologi dalam setiap studi (n= 9) dengan Checklist


daftar penilaian dengan beberapa pertanyaan untuk menilai kualitas dari
study. Penilaian kriteria diberi nilai „ya‟, „tidak‟, „tidak jelas‟ atau „tidak
berlaku‟, dan setiap kriteria dengan skor „ya‟ diberi satu point dan nilai
lainnya adalah nol, setiap skor studi kemudian dihitung dan dijumlahkan.

Critical appraisal untuk menilai studi yang memenuhi syarat dilakukan oleh
para peneliti. Jika skor penelitian setidaknya 50% memenuhi kriteria critical
appraisal dengan nilai titik cut-off yang telah disepakati oleh peneliti, studi
dimasukkan ke dalam kriteria inklusi. Peneliti mengecualikan studi yang

berkualitas rendah untuk menghindari bias dalam validitas hasil dan


rekomendasi ulasan. Dalam skrining terakhir, sembilan studi mencapai skor
lebih tinggi dari 50% dan siap untuk melakukan sintesis.

Risiko bias dalam literature review ini menggunakan asesmen pada


metode penelitian masing-masing studi, yang terdiri dari (Nursalam, 2020):

a. Teori: Teori yang tidak sesuai, sudah kedaluarsa, dan kredibilitas yang
kurang;

b. Desain: Desain kurang sesuai dengan tujuan penelitian;


21

c. Sample: ada empat hal yang harus diperhatikan yaitu populasi, sampel,
sampling, dan besar sampel yang tidak sesuai dengan kaidah pengambilan
sampel;

d. Variabel: Variabel yang ditetapkan kurang sesuai dari segi jumlah,


pengontrolan variable perancu, dan variable lainnya;

e. Instrument: Instrumen yang digunakan tidak memiliki sesitivitas, spesivikasi


dan validas-reabilitas;

f. Analisis Data: Analisis data tidak sesuai dengan kaidah analisis yang sesuai
dengan standar.

3.2.1 Hasil Pencarian dan Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian literature melalui publikasi di tiga


database dan menggunakan kata kunci yang sudah disesuaikan dengan
MeSH, peneliti mendapatkan 415 artikel yang sesuai dengan kata kunci
tersebut. Hasil pencarian yang sudah didapatkan kemudian diperiksa
duplikasi, ditemukan terdapat 15 artikel yang sama sehingga dikeluarkan
dan tersisa 400 artikel. Diskrining kembali sesuai dengan PICOS
mendapatkan 35 artikel, kemudian dilakukan penilaian critical appraisal
memenuhi kriteria diatas 50% dan disesuaikan dengan tema literature
review mendapatkan 5 artikel. Assessment yang dilakukan berdasarkan
kelayakan terhadap kriteri inklusi dan eksklusi didapatkan sebanyak 5
artikel yang bisa dipergunakan dalam literature review.

3.1 Gambar Diagram Alur


22

Pencarian artikel dengan kata


kunci melalui Conference book,
Science Direct, and Google
Shcolar (n= 415)

Jumlah setelah jurnal


duplikat dihapus (n= 400)

Dikeluarkan (n= 15)


Jurnal yang duplikat

Jurnal yang sesuai (n=5)

Gambar 3.1 Diagram Alur literature review berdasarkan PRISMA 2009 (Polit and Beck,
2013 dalam Nursalam, 2020
3.3 Rencana Analisa
Pada bagian ini memuat literatur yang relevan dengan tujuan penelitian.
Rencana analisis hasil seleksi artikel studi ini menggunakan beberapa jurnal
berikut ringkasan dari gambaran beberapa jurnal yang telah ditemukan
meliputi: Nama author, Tahun pembuatan, Nama jurnal, Judul jurnal dan
Metode dimana peneliti ingin menganalisis seluruh analisa yang berfokus
pada hasil dan kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut:
3.3 Tabel Rencana Analisa Jurnal.
No Penulis, Tahun dan Desain studi, Sampel, Hasil Kelemahan Databes
Judul Variabel, Instrumen,
Analisis

1. Penulis: Wenny Lazdia • Desain : Penelitian Ditemukan dari 41 Penelitian ini memilki Google
kuantitatif dengan responden, sebanyak 36 ukuran sampel yang scholar
et al, pra- eksperimental relatif kecil dan
lansia berada pada
one group pre-post rentang resiko jatuh penggunaan
test Sampel : 41 orang sedang (87,8%) dan pengambilan sample
Tahun: 2014 • Instrumen : Kuisioner dengan purposive
sebanyak 24 lansia
• dan lembar observasi sampling tidak menjamin
(58,5%) setelah
berg balance scale
diberikan latihan bahwa jumlah sample
Judul: Balance Exercise Analisis : Uji paired-t
balance excercise representatif dalam segi
test
Terhadap Keseimbangan • Variable dependent berada pada resiko kesimpulan
Postural Pada Lansia Di balance exercise, variabel jatuh ringan, rata-rata diperlukan pengukuran
(mean) keseimbangan sample yang lebih besar
Pstw Kasih Sayang Ibu • sehingga
Batusangkar
independent : postural lansia mendukung kesimpulan
keseimbangan postural sebelum yang ditulis
pada lansia intervensi (pre-test)
sebesar 33,8
sedangkan rata-rata
(mean) keseimbangan
postural lansia setelah
intervensi (post-test)
sebesar 41, Hal ini
menunjukkan bahwa
terdapat Ada pengaruh

24

Anda mungkin juga menyukai