Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS JURNAL

“PENGARUH TANDEM WALKING EXERCISE TEHADAP

KESEIMBANGAN DINAMIS PADA LANSIA”

OLEH
RISKA AMELIA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masa tua merupakan masa yang pasti akan dilewati oleh semua orang dalam
kehidupannya dan merupakan masa terakhir dalam kehidupan (Nugroho, 2008).
Seorang lanjut usia akan membawa perubahan yang menyeluruh pada fisiknya yang
berkaitan menurunya kemampuan jaringan tubuh terutama pada fungsi fisiologi
dalam sistem muskuloskeletal dan sistem neurologis (Padila, 2013). Perubahan fungsi
fisiologis diantaranya terjadi pada sistem neurologis dan muskuloskeletal (Wallace,
2008). Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi
keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan
berkurang seiring penambahan usia karena perubahan pada sistem saraf pusat atau
neurologis, sistem sensori seperti visua, vestibuler, dan proprioseptif pada sistem
muskuloskeletal (Miller dalan Jusnimar, 2013).

Keseimbangan postural dibutuhkan untuk memperthankan posis dan satbilitas


baik saat kondisi statis maupun dinamis atau ketika bergerak dari satu posisi ke posisi
yang lain seperti saat berdiri, duduk, transit, dan berjalan (Howe et al., 2008).
Penurunan keseimbangan dapat menyebabkan menurunnya kontrol postur, aligament
tubuh, kontrol kestabilan gerakan tubuh. Penurunan keseimbangan menyebabkan
jatuh. Frekuensi jatuh meningkat seiring bertambahnya usia (Gusmitasari, 2014).

Batasan usia menurut WHO usia pertengahan (middle age) 45-49 tahun, (elderly)

antara 60-74 tahun, (old) 75-79 tahun, (very old) usia >90 tahun (Kemenkes RI,

2015).

Berdasarkan data proyeksi penduduk bahwa di tahun 2010 jumlah penduduk


lansia di dunia yaitu sebanyak 13,5% dari total populasi dan sebanyak 12,3% di tahun

2
2015, serta diperkirakan pada tahun 2025 dan tahun 2030 akan mencapai 14,9% dan
16,4% sedangkan di Indonesia pada tahun 2010 jumlah penduduk lansia yaitu
sebanyak 9,5%, 8,1% di tahun 2015, dan 9,03% atau 23,66 juta jiwa di tahun 2017,
serta diperkirakan mengikat pada tahun 2025 yaitu sebanyak 11,1% dan 12,9% dari
total populasi (Kemenkes, 2017).

Diperkirakan bahwa di tahun 2050 Indonesia akan masuk menjadi sepuluh besar

negara dengan jumlah lansia terbesar yaitu berkisar 10 juta lansia. Karakteristik

demografi penduduk lansia saat ini dan di masa yang mengindikasikan tentang

pentingnya membuat perkiraan penduduk lansia masa memungkinkan yang dapat

terjadi di masa depan dapat diantisipasi saat ini (Muhith, 2016).

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti atau mempertahankan

fungsi normalnya, sehinga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang diderita menggambarkan lansia sebagai suatu unit yang juga

menghendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan

kesejahteraan Guntur (2006),

Ketika lansia sering mengalami jatuh maka maka resiko gangguan pada

muskuloskeletal. Seperti yang diketahui komplokasi akibat jatuh seperti fraktur

femoralis yang mengakibatkan gangguan mobilitas pada lansia. Perlukaan jaringan

lunak yang serius seperti, memar dan keseleo otot merupakan komplikasi akibat

jatuh, disamping itu akibat dari jatuh tidak hanya menimbulkan perlukaan fisik tapi

juga menimbulkan masalah psikis, seperti perasaan takut akan jatuh itu sendiri ketika

3
lansia berjalan. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan proyeksi

pusat tubuh pada landasan penunjang baik saat berdiri, duduk, transit, dan berjalan

Darmojo, (2011)

Dampak jatuh yang terjadi pada lansia perlu dilakukan evaluasi terhadap faktor

yang dapat menyebabkan jatuh, antara lain yaitu penilaian terhadap keseimbangan

tubuh serta dapat dilakukan latihan keseeimbangan untuk lansia. Aktivitas fisik

termasuk mobilisai yang tinggi diidentifikasi merupakan salah satu kegiatan yang

dapat meningkatkan keseimbangan tubuh. Salah satu latihan yang dapat mencegah

terjadinya resiko jatuh pada lansia yaitu dengan latihan Tandem Walking

Jalan Tandem (Tandem Walking) merupakan suatu tes dan juga latihan yang

dilakukan dengan cara berjalan dalam satu garis lurus dalam posisi tumit kaki

menyentuh jari kaki yang lainnya sejauh 3-6 meter, latihan ini dapat meningkatkan

keseimbangan postural bagian laterla yang berperan dalam mengurangi resiko jatuh

pada lansia dan merupakan salah satu dari jenis latihan keseimbangan (balance

exercise) yang melibatkan proprioseptif terhadap kestabilan tubuh (Batson, et al.,

2009).

Prevalensi lansia tersebut menggambarkan adanya peningkatan jumlah lansia

setiap tahunnya yang berarti meningkat pula umur harapan hidup penduduk, baik di

tingkat dunia maupun di Indonesia. Adanya peningkatan jumlah penduduk lansia ini

berarti meningkat pula perhatian kita terhadap penanggulangan masalah kesehatan

yang umumnya muncul pada lanjut usia karena faktor kemunduran fisiologis.

4
Menurut Kemenkes RI (2013) bahwa peningkatan umur harapan hidup dapat

mengakibatkan terjadinya transisi epidemologi dalam bidang kesehatan akibat

meningkatnya jumlah kesakitan karena penyakit degenratif.

Dari hasil studi pendahuluan didapatkan 70% mengalami resiko jatuh. selain
melakukan pengukuran keseimbangan diberikan pertanyaan kepada lansia tentang
cara untuk menghindari resiko jatuh yang terjadi karena keseimbangan tubuh
didapatkan hasil bahwa lansia hanya mempunyai satu cara yaitu dengan berjalan
pelan-pelan serta selalu berpegangan dengan dinding saat berjalan. Resiko jatuh pada
lansia dapat dikurangi dengan latihan jalan dalam garis lurus sehingga meningkatkan
keseimbangan postural bagian lateral yang disebut dengan istilah Tandem Walking
(Batson et al., 2009) terhadap tingkat keseimbangna tubuh untuk mengurangi resiko
jatuh lansia di UPT PSTW Ilomata Kota Gorontalo sehingga, dalam hal ini penulis
tertarik untuk menganalisis tentang “Pengaruh Latihan Tandem Walking Exercise
Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dinamis Pada Lansia”

1.1. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh latihan tandem walking exercise terhadap
peningkatan keseimbangan dinamis pada lansia. .
1.2. Manfaat
a. Bagi program studi profesi ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi dan bahan
bacaan tentang pengaruh latihan tandem walking exercise terhadap
peningkatan keseimbangan dinamis pada lansia.
b. Bagi perawat
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
perawat dalam melakukan intervensi.
c. Bagi UPT PSTW Ilomata

5
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi UPT PSTW
Ilomata dalam melaksanakn penatalaksanan pada Lansia.
d. Bagi pasien dan Keluarga
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi referensi bagi pasien dan
keluarga agar dapat menggunakan pengaruh latihan tandem walking exercise
terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada lansia.

6
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Metode pencarian


Analisis jurnal dilakukan dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi ilmiah
tahun 2014 – 2018 dengan penelusuran menggunakan data based google scholar.
Strategi pencarian literature penelitian yang relevan untuk analisis jurnal dapat
dilihat pada skema dibawah ini.
Kata kunci Hasil pencarian
Latihan Tandem Walking Exercise

Latihan Tandem Walking Exercise


Terhadap Peningkatan Keseimbangan
Dinamis

Latihan Tandem Walking Exercise


Terhadap Peningkatan Keseimbangan
Dinamis Pada Lansia

Pengaruh Latihan Tandem Walking


Exercise Terhadap Peningkatan
Keseimbangan Dinamis Pada Lansia

7
2.2 Konsep Tentang Tinjauan Teoritis
2.2.1 Definisi Tandem Walking

Jalan tandem (Tandem Walking) adalah suatu tes dan juga latihan

keseimbangan yang dilakukan dengan berjalan dalam satu garis lurus dengan

posisi tumit kaki menyentuh jari-jari kaki yang lainnya denga berjalan sejauh 3-6

meter, latihan tersebut dapat meningkatkan keseimbangan postural di bagian

lateral, yang berperan dalam mengurangi resiko jatuh pada lansia, dan juga

latihan ini salah satu dari jenis latihan keseimbangan (balance exercise) dengan

melibatkan proprioseptif kestabilan tubuh (Batson, 2009).

Jalan Tandem (Tandem Walking) merupakan latihan yang melibatkan

faktor-faktor keseimbangan yang berguna dalam meningkatkan keseimbangan

atau stabilitas tubuh, namun yang mana yang lebih efektif dan efisien untuk

diterapkan kepada lansia dalam mengurangi resiko jatuh (Nugrahani, 2014).

Latihan jalan tandem ini bertujuan untuk melatih posisi tubuh atau sikap

tubuh, gerak pada tubuh, dan koordinasi serta pengontrol keseimbangan (World

&Organitation). Latihan ini melatih sistem visual dengan cara melihat ke depan

serta memperluas arah pandangan mata untuk berjalan lurus dan juga

mengaktifkan sistem vestibular dan sistem somatosensoris untuk

mempertahankan posisi pada tubuh agar tetap tegak selama berjalan dan

melakukan pola jalan yang benar.

8
Jalan tandem juga merupakan salah satu metode untuk menumbuhkan

kebiasaan dalam mengontrol postur tubuh langkah demi langkah yang dilakukan

dengan bantuan koognisi dan koordinasi otot trank, lumbal spine, pelvic, hip,

otot-otot perut hingga ankle (Batson et., al 2009).

2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Jalan Tandem


Indikasi jalan tandem adalah : orang yang mengalami gangguan

keseimbangan tubuh yang disebabkan oleh fraktur extremitas inferior, dislokasi

etremitas inferior, HNP, LBP, stroke, vertigo (Batson, 2009).

Kontraindikasi jalan tandem yaitu seorang dengan kondisi ataksia cebellar

tidak mampu menjaga keseimbangan bahkan dengan kondisi mata terbuka, bahkan

ketika langkah pertamnya. Orang yang mengalami suatu kelumpuhan pada

ekstremitas bawah (Batson, 2009).

2.2.3 Teknik Pelaksanaan Latihan Tandem Walking (Jalan Tandem)

Teknik pelaksanaan latihan jalan tandem menurut Batson, (2009) adalah:

1. Kedua kaki bersampingan ditujukan untuk melatih keseimbangan kaki yang

dilakukan dengan cara merapatkan kedua kakinya dan berdiri tegak selama 10

detik atau semampunya. Selama 10 detik klien dapat sambil menggerak-

gerakkan kepala kekiri, kakana, atas, dan bawah, selanjutnya teknik yang

sama dilakukan namun dengan kondisi mata tertutup.

9
Gambar: 2.1 side by side
Sumber Gambar :Batson, 2009

2. Semi tandem standing adalah gerakan untuk melatih keseimbangan kaki yang

dilakukan dengan cara meletakkan tumit kaki di sebelah ibu jari sebelahnya

dan bertahan selama 10 detik atau semampunya. Selama 10 detik klien dapat

sambil menggerak-gerakkan kepala ke kiri, kanan, ke atas dan ke bawah.

Gambar 2.1 : Semi Tandem


Sumber data: Batson, 2009

3. Full tandem standing adalah gerakkan untuk melatih keseimbangan kaki yang
dilakukan dengan cara meletakkan tumit kaki di ujung ibu jari kaki
sebelahnya. Selama 10 detik klien dapat sambil menggerak-gerakkan kepala
ke kiri, kanan, atas, dan bawah. Subjek diminta untuk berjalan maju pada jalur
(satu garis lurus) dengang menempatkan kaki kanan menyentuh tumit kaki
kiri dan berjalan sejauh 3-6 meter. Lakukan sebanyak 10 kali kemudian
isitirahat.

10
Gambar 2.1 : Tandem Side View
Sumber Gambar :Batson, 2009
Latihan jalan tandem dapat dilakukan dengan mata terbuka dan tertutup.
Latihan jalan tandem yang dilakukan dengan mata yang terbuka akan lebih mudah
untuk dilakukan karena adanya korelasi visual terhadap vestibular dan prorioseptif.
Sedangkan jalan tandem yang dilakukan dengan mata tertutup dilakukan untuk
menguji fungsi vestibular. Latihan ini dan tes ini akan berhasil dilakukan jika dari
cereberal dan propriosetfi normal. Dosis yang danjurkan untuk menghasilkan
keseimbangan yang adekuat adalah 2-4 minggu (Batson, 2009).

2.3 Konsep Dasar Keseimbangan Tubuh

2.3.1 Definisi Keseimbangan Tubuh

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan proyeksi pusat

tubuh pada landasan penunjang baik saat berdiri, duduk, istirahat, dan berjalan (Howe

et., al 2008). Keseimbangan dibutuhkan untuk meempertahankan posisi dan stabilitas

ketika bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain (Lee dan Scudds, 2013).

Keseimbangan juga merupakan kemapuan bereaksi secara cepat dan efisien untuk

menjaga stabilitas postural sebelum, selama, dan setelah pergerakkan serta dalam

berespon terhadap gangguan eksternal. Keseimbangan dipertahankan oleh integrasi

yang dinamik dari faktor internal dan eksternal yang melibatkan lingkungan (Cetin,

2008).

11
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik

statis maupun dinamis tubuh ketika ditempatkan pada berbagai posisi. Equlibrium

adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi pada waktu bergerak (Delito,

2003).

Keseimbangan dikatakan sebagai “satu keluarga penyesuaian” yang bertujuan

untuk mempertahankan kepala dan tubuh terhadap gravitasi dan kekuatan dari luar

lainnya, mempertahankan tegak dan seimbangnya pusat masa tubuh salam bidang

tumpu, dan menstabilkan bagian tubuh tertentu sementara bagian tubuh lainnya

bergerak (Setiawan, 2008). Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan dinamis

(Abrahamova & Havacka, 2008) yaitu : Keseimbangan statis adalah kemampuan

untuk mempertahankan posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah.

Contoh keseimbangan statis dengan satu kaki, menggunakan papan keseimbangan.

Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh

dimana (COG) selalu berubah, contoh saat berjalan.

2.3.2 Pusat Keseimbangan Tubuh

1. Sistem Vestibuler

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting

dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor

sensoris vestibular berada di dalam telinga (Waston, 2008).

2. Sistem Somatosensoris

12
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi

kognitif, Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna

dorsalis medulla spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif

menuju serebelum, tetapi pula yang menuju ke korteks serebri melalui

lemniskusmedialis dan thalamus (irfan, 2010).

3. Sistem Visual

Visual memegang peran penting dala sistem sensori. Cratty & Martin (1969)

dalam (Irfan, 2010), menyatakan bahwa keseimbangan akan terus

berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik

utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh

selama melakukan statik atau dinamik. Pengelihatan juga merupakan sumber

utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada. Pengelihatan

muncul ketika mata menerima sinar matahari yang berasal dari objek sesuai

jarak pandang.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Suhartono (2015), yaitu :

1. Pusat Gravitasi (Center of Gravitiy-COG)

Pusat gravitasi terdapat pada semua objek, pada benda, pusat gravitasi terletak

tepat di tegah benda tersebut. Pusat garvitasi adalah titik utama paa tubuh

yang akan mendistribusikan masa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu

ditopang oleh titik inimaka tubuh dalam keadaan seimbang. pada manusia,

13
pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang

diantara depan dan belakang vertebra sarkum kedua.

2. Garis Gravitasi (Line of Gravitiy- LOG)

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat

gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi

dengan bidang tumpu adalah menentuka derajat satbilitas tubuh.

3. Bidang Tumpu (Base of Support)

Bidang tumpu merupakan bagian tubuh yang berhubungan dengan permukaan

tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam

keadaan seimbang.

14
4. Kecepatan Reaksi

Kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan respon

kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan, karena melalui

stimulus reaksi tersebut mendapat sumber dari : visual, vestibukar, rabaan

maupun gabungan antara pendengaran dan rabaan.

5. Koordinasi Neuromuskular

Korrdinasi neuromuskular merupakan kemampuan untuk mengintegrasi

indera (visual, auditor, dan proprioceptif untuk mengetahui jarak pada posisi

tubuh) dengan fungsi motorik untuk menghasilkan akurasi dan kemampuan

gerak.

6. Kekuatan Otot

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan

dan tenaga selama usaha maksiamal baik secara dinamis maupun secara statis.

Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal.

7. Usia

Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. pada anak-anak

letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relatif lebih besar dari

kakinya yang lebih kecil. Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan

tubuh, dimana semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpu akan

semakin mantap atau stabil.

8. Jenis kelamin

15
Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak

berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipengaruhi tarkait pengaruh

jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan keseimbangan tubuh

bedrasarkan jenis kelamin antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya

perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi

badannya sedangkan pada wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi

badannya.

9. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah suatu gerakan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya

kontraksi otot. Aktivitas fisik dapat meningkatkan kebugaran jasmani,

koordinasi, kekuatan otot yang berdampak pada perbaikan keseimbangan

tubuh.

2.4 Konsep Teori Tentang Lansia

2.4.1 Definisi Lansia

Lansia merupakan siklus tumbuh kembang terakhir dari kehidupan di dunia

yang pasti akan dialami semua manusia tetapi masa tua ini bisa ditunda dengan cara

menjaga kesehatan dan melakukan pola hidup sehat dimasa mudanya. Masa tua

sangat erat kaitannya dengan istilah degenerasi yang ditandai dengan penurunan

masalah kesehatan yang paling kompleks diantara semua siklus tumbuh kembang

dalam daur kehidupanm Azizah (2011) dalam (Potut, 2017).

16
Lanjut usia adalah fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap

individu. UU No. IV Tahun 1965 Pasal 1, yang menyatakan bahwa seseorang dapat

dikatakan lanjut usia setelah mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima

nafkah dari orang lain (Rahmawati, 2015).

Menurut (Roehadi, 2016) menggambarkan lansia sebagai suatu unit yang juga

menghendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan

kesejahteraannya. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam

melakukan aktivitas sehari-hari seperti usia, imobilitas dan mudah jatuh.

2.3.2 Batasan-Batasan Lanjut Usia

Berikut ini adalah batasan-batasan umur yang mengucapkan batasan umur

lansia dari pendapatan berbagai ahli yang dikutip (Efendi, 2009) :

1. Menurut UU No. 13 Tahun 1998 dalam Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “

Lanjut usia adalah seorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke

atas.

2. Menurut WHO

a.Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun


b. Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun
c.Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) 90 tahun keatas
2.3.4 Penuaan

17
a. Definisi Menua

Menurut Santoso, (2009) menua (aging) adalah suatu proses

menghilangnya perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

dirinya/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,

sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan

memperbaiki kerusakan yang diderita. Para ahli berusaha menyelidiki apa

sebabnya manusia menjadi tua.

b.Teori-Teori Proses Menua

Telah dikemukakan banyak teori proses menua, tapi malah saling

bertentangan dan belum ada kesepakatan diantara para ahli. Berikut ini teori-

teori dasar yang dianggap penting (Santoso, 2009).

2.3.5 Teori Pakai-Rusak

Dikatakan bahwa tubuh dan sel-selnya rusak karena banyak dipakai. Jika

dipakai berlebihan tentu akan lebih cepat rusak. Organ-organ tubuh kita menjadi

cepat rusak bila ada racun (toksin) yang kita dapatkan melalui makanan dan

minuman. Misalnya, minuman beralkohol, lemak berlebihan, terlalu banyak

mengkonsumsi gula dan kopi, dan lain-lain. dapat juga berasal dari lingkungan

sekitar kita, misalnya dari asap rokok, polusi dari kendaraan bermotor, dan paparan

kimia lainnya.

a. Teori Genetik atau Genetik Clock

Berdasarkan teori ini, proses penuaan telah terprogram secara genetik

pada unsur terkecil dalam inti sel. Setiap mahkluk hidup seakan-akan

18
memiliki jam genetik yang berjalan terus sampai masanya habis dan

meninggal. Teori ini mendukung kenyataan bahwa makhluk hidup

mempunyai life-span (rentang hidup) yang berlainan. Misalnya, umur

hidup tikus lebih pendek dari pada marmut, lalat lebih cepat mati

dibandingkan nyamuk, gajah lebih panjang umurnya dibandingkan

dengan kuda, dan lain-lain. Jadi, umur rata-rata manusia dikontrol secara

genetik atau keturunan dan menurut teori umur manusia tidak dapat

diperpanjang meskipun dengan usaha peningkatan kesehatan, pencegahan

dan pengobatan penyakit, dan tindakan-tindakan lainnya.

b.Teori Neuro-Endokrin

Proses menua berkaitan dengan kadar hormon didalam tubuh. Hormon

tubuh ini diatur oleh sistem jaringan biokimiawi yang kompleks dan

rumit. Bermacam-macam hormon tubuh kita bekerja sama mengatur

fungsi organ tubuh. Pada proses penuaan, produksi hormon tubuh akan

berkurang sehingga kemampuan tubuh untuk memperbaiki diri

menjadi menurun. Oleh karena itu, para ahli mengatakan bahwa terapi

hormon pengganti adalah penting untuk menunda proses penuaan. Hal

ini menjadi salah satu dasar pengembangan ilmu anti aging.

2.3.6 Karakteristik Lansia

Menurut Maryam dkk. (2008) lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun

19
b. Kebutuhan dan masalah yang bervasi dari rentang sehat sampai sakit, dari

kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga

kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang beravriasi.

2.3.6 Tipe Lansia

Menurut Maryam, dkk. (2008) tipe lanjut usia bergantung pada karakter

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe

lansia tersebut diantaranya:

a. Tipe arif/bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan

zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe Mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari

pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe Pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

d. Tipe Tidak Puas

20
Konflik lahir batin menentang proses pemarah sehingga menjadi pemarah,

tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak

menuntut.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, dan acuh tak acuh

f. Tipe bermusuhan

Lansia tipe ini lebih negatif dari poin sebelumnya. Mereka selalu

menganggap bahwa orang lainlah yang menyebabkan kegagalan pada

dirinya. Maka dari itu mereka selalu megeluh, bersifat negatif, dan

curiga. Karena rasa takut akan kematian, masa tua bagi mereka

bukanlah hal baik. Untuk itu, kerap timbul dalam hati rasa iri pada yang

muda (Ratnawati. E, 2015).

2.3.7 Tugas dan Perkembangan Lansia

Tugas perkembangan lansia menurut Maryam dkk, (2008) sebagai berikut.

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan kehidupan baru

21
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara

santai.

f. Mempersiapkan diri untuk kematian.

2.3.8 Perubahan Perubahan Fisik Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak

hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan

Lilik M, 2011).

1. Perubahan fisik

a. Sistem Indra

b.Sistem integument

c. Sistem musculoskeletal

d. Sistem Kardiovaskular

e. Sistem Respirasi

f. Pencernaan dan metabolism

g. Sitem saraf

h. Sistem Reproduksi

2. Perubahan Kognitif

a. Memory (Daya ingat, Ingatan)

b. IQ (Intellegent Quotien)

c. Kemampuan belajar

22
d.Kemampuan pemahaman (Comperhension)

e. Pengambilan Keputusan (Decision Making)

f. Kebijakan (Wisdom)

g.Kinerja (Perfomance)

h.Perubahan mental

i. Perubahan Spritual

j. Perubahan Psikososial.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil

Author Tahun Judul Metode Hasil Source

Kartya Nur 2018 Pengaruh Jalan Jenis penelitian Haisl penelitian ini @Google
Sholihatul Tandem ini adalah pra diketahui bahwa Cendekia
Umah Terhadap eksperimental terdapat 15
Keseimbangan design dengan responden
Untuk
one group pra- mengalami
Mengurangi
Resiko Jatuh
post test. peningkatan
Lansia DI keseimbangan
PSTW setelah dilakukan
Kabupaten jalan tandem. Hasil
Ponogoro. analisa Wilcoxon
diperoleh nilai P
value = 0,001< α =
0.05 artinya ada
pengaruhjalan
tandem terhadap
tingkat
keseimbangan tubuh

23
untuk mengurangi
resiko jatuh pada
lansia di UPT PSTW
Kabupaten Magetan
Asrama Ponogoro.
Sri Rejeki 2018 Pengaruh Metode penelitian Hasil uji normalitas @Google
latiahan Jalan ini adalah Quasi dengan Shapiro – Cendekia
Tandem Experimental, Wilk Test didapatkan
Terhadap dengan data berdistribusi
Keseimbangan membandingkan normal. Hasil latihan
Lanjut Usia Di dua hasil ayitu jalan tandem
Desa Luwang Pre dan Post test meningkatkan
Gatak With Control keseimbangan pada
Sukoharto Group Design. lansia. Sedangkan
pada hasil uji beda
pengaruh Paried
Sample T-Test
diperoleh nilai
p=0.000 yang berarti
adanya peningkatan
keseimbangan pada
lansia. Sedangkan
pada hasil uji beda
pengaruh
Independent Sample
T-Test diperoleh
nilai p=0,000 yang
berarti adanya
peningkatan adanya
peningkatan
keseimbangan pada
lansia yang
signifikan antara
kelompok perlakuan
dan kontrol.
Carolina 2016 Pengaruh Jenis penelitian ini Hasil penelitian @Google
Putri Latihan Jalan menggunakan menunjukkan ada Cendekia
Kusuma tandem metode Quasi pengaruh positif
Rahmadani (Tandem Experiment denga latiahn jalan tandem
Stance) desain The Static terhadap Square
Terhadap Group didapatkan nilai
Pengingkatan Comparasion yaitu signifikansi 0,015
Keseimbangan desain yang dengan alat ukur TUG,

24
Untuk dirancang untuk dan nilai signifikansi
Mengurangi meneliti pengaruh 0,009 dengan alat ukur
Resiko Jatuh dari sebuah uji Leg Dynamometer.
Pada Lanjut coba terhadap Perlakuan jalan tandem
Usia. kelompok kontrol. pada lansia mampu
meningkatkan
keseimbangan jalan
berdasarkan catatatn
kecepatan jalan yang
diukur dengan TUG.
Helen S, 2017 Jalan Tandem Metode penelitian Hasil dari penelitian @Pubmad-
Cohen EdD, Sebagai Test yang dilakukan tersebut yaitu NCBI
Jasmine Skrining cepat yaitu metode yaitu menunjukkan analisis
Stitz MS, Untuk kelompok yang kinematik
Sangi- Gangguan diberikan perlakuan menunjukkan bahwa
Haghpykar, Vestibular dan kontrol. menggunakan langkah-
PhD Populasi pada langkah itu tidak
penelitian ini meningkatkan
sebanyak 292 dan kemampuan untuk
responden yang memisahkan kontrol
memiliki gangguan sehat dari pasien
vestibular yaitu 90 dengan gangguan
responden vestibular. Dengan
hasil seubjek berjalan
jauh lebih cepat pada
percobn yang berhasil
p=0,001
Adina Zeki 2017 Perspsi Metode penelitian Dari hasil penelitian @Pubmad-
Al Kecepatan ini memakai menunjukkan ada NCBI
Hazzouri, Jalan Tandem metode hubungan antara
Elizabeth Terukur, wawancara persepsi berjalan,
Rose Insiden Stroke
telepon dan kecepatan, dan
Mayeda dan Kematian
dkk. Pada Orang
mengunjungi insiden stroke dari
Dewasa yang rumah-rumah Model Hazard
lebih tua pada 168 Proposional Cox.
seorang calon responden dengan Dalam model Cox
Studi Kohort riwayat stroke. yang disesuaikan,
Dalam penelitian termasuk
ini mereka penyesuaian untuk
menguji tiga titik kesehatan yang
akhir dari suatu dimiliki sendiri, dan
kejadian stroke, ada gradien yang
yang pertama jelas sehingga resiko
total stroke (tidak stroke total tidak
fatal atau fatal) fatal.

25
yang ke dua
(stroke tidak
fatal) dan yang
ketiga stroke fatal

3.2 Pembahasan

Jalan Tandem (Tandem Walking) merupakan suatu tes dan juga latihan yang

dilakukan dengan cara berjalan dalam satu garis lurus dalam posisi tumit kaki

menyentuh jari kaki yang lainnya sejauh 3-6 meter, latihan ini dapat meningkatkan

keseimbangan postural bagian laterla yang berperan dalam mengurangi resiko jatuh

pada lansia dan merupakan salah satu dari jenis latihan keseimbangan (balance

exercise) yang melibatkan proprioseptif terhadap kestabilan tubuh (Batson, et al.,

2009).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kartya Nur Sholihatul Umah dengan Judul

“Pengaruh Jalan Tandem Terhadap Keseimbangan Untuk Mengurangi Resiko Jatuh Lansia

DI PSTW Kabupaten Ponogoro”. Jenis penelitian ini adalah pra eksperimental design

dengan one group pra-post test. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 20 orang,

besar sampel yang digunakan sejumlah 19 responden. Teknik sampling yang

digunakan adalah Simple Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan tes

keseimbangan tubuh menggunakan TUGT.

Waktu intensitas pada penelitian ini berlangsung 13 detik dan skor tertinggi yaitu

31 detik pada saat diberikan latihan tandem walking, Hasil dari penelitian ini yaitu

adanya peningkatan nilai keseimbangan tubuh dari sebelum dilakukan latihan jalan

26
tandem didapatkan rata-rata keseimbangan tubuh setelah melakukan latihan jalan

tandem adalah 19.89. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan jalan tandem

terhadap keseimbangan tubuh lansia. Dari hasil uji statistik menggunakan uji

Wilcoxon niali (p) yang diperoleh yaitu 0.001 kurang dari nilai α yaitu 0.05, maka

dapat dikatakan hipotesa diterima. Hal ini menyatakan bahwa terdapat peningkatan

yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian latihan jalan tandem.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki degan Judul :

“Pengaruh latiahan Jalan Tandem Terhadap Keseimbangan Lanjut Usia Di Desa

Luwang Gatak Sukoharto” dengan jenis penelitian ini menggunakan Metode

penelitian Quasi Experimental, dengan membandingkan dua hasil yaitu Pre dan Post

test With Control Group Design. Pada penelitian ini terdapat 20 lansia yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok

kontrol. Kelompok kontorl diberikan latihan jalan tandem dan kontrol tidak diberikan

jalan tandem selama 3 kali dalam 4 minggu. Pengukuran lansia menggunakan Time

Up and Go Test

Dari hasil uji pengaruh menggunakan uji Paired Sample T-Test pre test dan post

test pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa adanya pengaruh latihan jalan

tandem terhadap keseimbangan lanjut usia yang signifikan karena nilai p= 0,000 yang

berarti nilai p<0,005. Latihan jalan tandem ini merupakan bentuk latihan untuk

meningkatkan proprioseptif yang berperan dalam menginformasikan posisi gerak dan

keseimbangan yang dipengaruhi oleh komponen keseimbangan.

27
Hasil uji pengaruh menggunakan uji Paired Sample T-Test sebelum dan sesudah

pada tingkat keseimbangan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan pada kelompok kontrol terhadap keseimbangan lanjut usia

karena nilai p=0,000 p<0,005. Pada kelompok perlakuan sama-sama signifikan yang

berarti memiliki pengaruh yang lebih banyak daripada kelompok kontrol. Dengan

hasil pada kelompok perlakuan didapatkan nilai pre test dengan rata-rata 18,765 dan

post test perlakuan dengan nilai rata-rata menjadi 5,410. Sedangkan pre test pada

kelompok kontrol didapatkan nilai rata-rata 18,114 dan post test kontrol dengan nilai

reata-rata 11,725. Yang berarti pada kelompok perlakuan hasilnya resiko rendah

jatuh, sedangkan pada kelompok kontrol resiko tinggi jatuh.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carolina Putri Kusuma

Rahmadani dengan judul “Pengaruh Latihan Jalan tandem (Tandem Stance) Terhadap

Pengingkatan Keseimbangan Untuk Mengurangi Resiko Jatuh Pada Lanjut Usia”. Penelitian

ini menggunakan jenis penelitian ini menggunakan metode Quasi Experiment denga desain

The Static Group Comparasion yaitu desain yang dirancang untuk meneliti pengaruh dari

sebuah uji coba terhadap kelompok kontrol. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak

71 responden lansia. Jumlah sampel dalam penelitian ini yatiu berjumlah 50 responden lansia

sesua dengan inklusi dan eksklusi. Dalam penelitian ini adalah jalan tandem dengan alat ukur

meteran. Sedangakn untuk variabel terkait yaitu keseimbangan jalan untuk mengurangi resiko

jatuh dengan alat ukur Time Up and Go Test (TUG) dan Leg Dynamometer.

Berdasarkan hasil analisis kecepatan jalan lansia antara kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol diketahui nilai signifikan uji bedan pada chi square 0,05 sehingga kurang

28
dari 0.05. Perlakuan jalan tandem bagi lansia mampu meningkatkan keseimbangan jalan

berdasarkan catatatn kecepatan jalan yang diukur dengan TUG. Sedangkan hasil dari Leg

Dynamometer, untuk mengukur kekuatan otot quadricept, ada perbedaan kekuatan otot lansia

sebelum dan sesudah perlakuan tandem. Perlakuan jalan tandem bagi lansia mampu

meningkatkan keseimbangan jalan berdasarkan catatan kekuatan otot yang diukur dengan

LEG.

Berdasarkan penelit yang dilakukan oleh Helen S, Cohen EdD, Jasmine Stitz MS, Sangi-

Haghpykar, PhD Judul : Jalan Tandem Sebagai Test Skrining cepat Untuk Gangguan

Vestibular (Tandem Walking As Quick Screening Test For Vestibular Disorders” Metode

penelitian yang dilakukan yaitu metode yaitu kelompok yang diberikan perlakuan dan

kontrol. Populasi pada penelitian ini sebanyak 292 dan responden yang memiliki

gangguan vestibular yaitu 90 responden. subjek diminta berjalan 10 langkah, tumit ke

kaki, tanpa spasi, di antara langkah-langkah dengan lengan mereka bersaling. Setiap

subjek melakukan uji coba praktik dengan 3 hingga 5 langkah untuk medapatkan ide

gerakan dan kemudian melakukan uji tugggal 10 langkah dengan mata terbuka.

Kemudian subjek/responden melakukan iga percobaan dari 10 langkah dengan mata

tertutup. Pengamat mencatat jumlah memperbaiki langkah-langkah tandem baik itu

berturut-turut atau tidak.

Hasil dari penelitian tersebut yaitu menunjukkan analisis kinematik menunjukkan

bahwa menggunakan langkah-langkah itu tidak meningkatkan kemampuan untuk

memisahkan kontrol sehat dari pasien dengan gangguan vestibular. Dengan hasil

seubjek berjalan jauh lebih cepat pada percobn yang berhasil p=0,001.

29
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adina Zeki Al Hazzouri, Elizabeth Rose

Mayeda dkk. Judul : “Perspsi Kecepatan Jalan Tandem Terukur, Insiden Stroke dan

Kematian Pada Orang Dewasa yang lebih tua seorang calon Studi Kohort” Metode

penelitian ini memakai metode wawancara telepon dan mengunjungi rumah-rumah

pada 168 responden dengan riwayat stroke. Dalam penelitian ini mereka menguji tiga

titik akhir dari suatu kejadian stroke, yang pertama total stroke (tidak fatal atau fatal)

yang ke dua (stroke tidak fatal) dan yang ketiga stroke fatal.

Hasil dari penelitian ini yaitu menunjukkan ada hubungan antara persepsi

berjalan, kecepatan, dan insiden stroke dari Model Hazard Proposional Cox. Dalam

model Cox yang disesuaikan, termasuk penyesuaian untuk kesehatan yang dimiliki

sendiri, dan ada gradien yang jelas sehingga resiko stroke total tidak fatal.

3.3 Implikasi Keperawatan

Temuan dalam penelitian ini memiliki beberapa implikasi bagi lahan praktek dan

penelitian keperawatan.

3.3.1 Bagi Praktek Keperawatan

Dari hasil penelitian didapatkan adanya pengaruh jalan tandem terhadap

peningkatan keseimbangan pada lansia untuk mencegah terjadinya resiko jatuh pada

lansia. Hasil temuan penelitian ini juga menggambarkan sikap perawat yang sduah

baik dalam memberikan pelayanan keperawatan. Temuan ini memberikan masukan

bagi perawat bahwa sikap profesional akan memberikan kepuasan dan ketenangan

30
bagi klien, sehingga sudah seharusnya perawat menunjukkan sikap profesional

kepada klien dalam memberikan asuhan keperawatan. Jika klien puas terhadap

pelayanan keperawatan yang diberikan, maka tingkat keseimbangan pada lansia akan

menjadi lebih baik, juga dapat mempermudah untuk memberikan intervensi

keperawatan pemberian latihan jalan tandem.

3.3.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini juga memiliki implikasi bagi pendidikan keperawatan untuk lebih

menggali seluruh aspek yang dibutuhkan baik oleh partisipan, bukan hanya dari aspek

fisik, tetapi juga aspek psikososial dan spiritual juga harus menjadi perhatian.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa yang telah diuraikan dengan pemberian tandem walking

dapat disimpulkan dari ke 5 jurnal yang telah di uraikan yaitu sebagai berikut.

Pada jurnal/artikel penelitian yang pertama yang dilakukan oleh Kartya Nur

Sholihatul Umah dengan Judul “Pengaruh Jalan Tandem Terhadap Keseimbangan Untuk

Mengurangi Resiko Jatuh Lansia DI PSTW Kabupaten Ponogoro”. Pada penelitiannya

peneliti menggunakan Pengumpulan data dengan menggunakan tes keseimbangan

tubuh menggunakan TUGT. Waktu intensitas pada penelitian ini berlangsung 13 detik

dan skor tertinggi yaitu 31 detik pada saat diberikan latihan tandem walking, Namun

pada penelitian yang kedua dilakukan oleh Sri Rejeki degan Judul : “Pengaruh

31
latiahan Jalan Tandem Terhadap Keseimbangan Lanjut Usia Di Desa Luwang Gatak

Sukoharto”. Intensitas waktu dalam penelitian ini yaitu diberikannya latihan tandem

walking diberikan pada selama 3 kali dalam 4 minggu, dengan 2 kelompok perlakuan

dan kontrol.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Helen S, Cohen EdD, Jasmine Stitz MS, Sangi-

Haghpykar, PhD Judul : Jalan Tandem Sebagai Test Skrining cepat Untuk Gangguan

Vestibular (Tandem Walking As Quick Screening Test For Vestibular Disorders” dengan

subjek diminta berjalan 10 langkah, tumit ke kaki, tanpa spasi, di antara langkah-

langkah dengan lengan mereka bersaling. Setiap subjek melakukan uji coba praktik

dengan 3 hingga 5 langkah untuk medapatkan ide gerakan dan kemudian melakukan

uji tugggal 10 langkah dengan mata terbuka . kemudian subjek/responden melakukan

iga percobaan dari 10 langkah dengan mata tertutup. Pengamat mencatat jumlah

memperbaiki langkah-langkah tandem baik itu berturut-turut atau tidak.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Carolina Putri Kusuma Rahmadani dengan judul

“Pengaruh Latihan Jalan tandem (Tandem Stance) Terhadap Pengingkatan Keseimbangan

Untuk Mengurangi Resiko Jatuh Pada Lanjut Usia” dengan hasil penelitian yaitu kelompok

pada eksperimen dengan kelompok kontrol diketahui nilai signifikan uji bedan pada chi

square 0,05 sehingga kurang dari 0.05.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Adina Zeki Al Hazzouri, Elizabeth Rose

Mayeda dkk. Judul : “Perspsi Kecepatan Jalan Tandem Terukur, Insiden Stroke dan

Kematian Pada Orang Dewasa yang lebih tua seorang calon Studi Kohort” Metode

32
penelitian ini memakai metode wawancara telepon dan mengunjungi rumah-rumah

pada 168 responden dengan riwayat stroke. Dalam penelitian ini mereka menguji tiga

titik akhir dari suatu kejadian stroke, yang pertama total stroke (tidak fatal atau fatal)

yang ke dua (stroke tidak fatal) dan yang ketiga stroke fatal. Hasil dari penelitian ini

yaitu menunjukkan ada hubungan antara persepsi berjalan, kecepatan, dan insiden

stroke dari Model Hazard Proposional Cox. Hal ini menunjukkan bahwa ada

pengaruh latihan jalan tandem terhadap keseimbangan tubuh lansia.

4.2 Saran

Dari hasil analisis jurnal yang penulis lakukan, maka penulis ingi menyampaikan

saran sebagai berikut:

1. Bagi Perawat dan Petugas Panti

Diharapkan para lansia meiliki jadwal yang rutin dalam melakukan aktivitas

fisik seperti olahraga ataupun senam. Selain itu pihak panti diharapkan

memeberikan lingkungan yang baik seperti pencahayaan yang cukup lantai

yang tidak licin, serta dinding yang dipasang pegangan untuk lansia.

2. Bagi Mayarakat

Analisis jurnal ini diharapkan dapat dijadikan informasi guna untuk

masyarakat khususnya masyarakat yang mempunyai anggota keluarga lanjut

33
usia agar mengetahui dan mencegah faktor-faktor yang dapat mengakibatnkan

berkurangnya tingkat keseimbangan pada lanjut usia yang berujung pada

resiko jatuh.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah L.M. 2011,.“Keperawatan Lanjut Usia” Graha Ilmu. Yogyakarta
Batson, G. 2009. “Update On Propriocetion : Consideration For Dance Education
(online). www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
Delito, A. 2010 “The Link Between Balance Confidence And Falling”. Physical
Therapy Research That Benefit You, American Phisical Therapy
Association.
Darmojo. 2009. “GeriatriIlmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4, Jakarta: Balai
Penerbiit FKUI. 2009.
Guntur. (2006). Gaya Hidup Lansia Dengan Hipertensi
Howe, TE, Rochester dkk. 2008. “ Exercise For Improving Balance In Older People”
(Online) http://www.google.co.id
Kementerian Kesehatan RI, 2015. “Pelayanan dan Peningkatan Kesehatan Usia
lanjut”. http://www.depkes.go.id.
Kementrian Kesehatan RI, 2013. Buletin Lansia. Jakarta
Muhith A, Siyoto S 2016. :”Pendidikan Keperawatan Gerontik” CV. ANDI OFFSET,
Yogyakart

34
Nugrahani, P.N. (2014). ”Latihan Jalan Tandem Lebih Baik Dari Pada Latuhan
Dengan Menggunakan Swiss Ball Terhadap Peningkatan Keseimbangan
Untuk Mengurangi Resiko Jatuh Pada Lanjut Usia (LANSIA)” Jurnal
Fisioterapi.
Padila. 2013. “Buku Ajaran Keperawatan Gerontik”. Yogyakarta : Nuha Medika
Ratnawati E, 2015 “Asuhan Keperawatan Gerontik” Pustaka Baru Pres, Yogyakarta
Indinesia.
Santoso, dkk. 2009. Memahami Krisis Lanjut Usia. PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta
Suhartono. 2015. “Mekanisme Keseimbangan Postural Pada Lansia” (online)
http://www.google.co.id

Talkowski, Jaime. S Brsch, Jenifer. 2008. Studenski “ Impact Of Helath Perception,


Balance Perception, Fall History, Balance Perfomance. And Gait Speed
On Walking Activity In Older Adult” Physiotheraphy Journal

Wallac, M, & Shelkey, M. 2008. “Age Related Of Human Balance During


Quiet Stance” Physiological Research Institut Physiology v.v.i., Academy Of Science
Of The Czech Republic.

35

Anda mungkin juga menyukai