Anda di halaman 1dari 3

Nama : Berliana Yogiyanti

NIM / Kelas : 1810301049 / 6B1

Modul : LO Tutor SST 1.2

Dosen : Galih Adhi Ishak Setiawan, S.FT. Ftr.

1. Apa diagnosa pada kasus tersebut dan bagaimana cara menegakkan

diagnosanya?

Jawab :

1) Diagnosa fisioterapi

 Impairment : Gangguan fungsi sensori yang berhubungan dengan suhu dan

stimulus lain, gangguan fungsi mobiitas sendi dan kekuatan serta daya tahan otot,

gangguan fungsi otot respirasi dan gangguan fungsi pola jalan.

 Functional limitation : Pasien tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara

mandiri.

 Participation restriction : Kesulitan dalam berkerja, kesulitan dalam bersosialisasi,

dan kesulitan dalam membantu pekerjaan rumah.

2) Cara menegakkan diagnosa

Diagnosis SGB diperlukan untuk membedakannya dari defisit neurologis yang

disebabkan karena penyebab lain seperti stroke, infeksi sistem saraf lainnya. SGB

memerlukan tindakan diagnosis antara lain:

 Manifestasi klinis yang jelas seperti: gejala pasti SGB yaitu kelemahan progresif

pada kaki dan tangan (dimulai dari kaki terlebih dahulu) dan hilangnya refleks

pada pada tungkai yang lemah. Gejala tambahan lainnya: fase progresif yang

dimulai dari beberapa hari hingga beberapa minggu (biasanya 2 minggu),

kesimetrisan yang relatif antara bagian tubuh kiri atau kanan, kelemahan pada
saraf kranial terutama kelemahan saraf fasialis bilateral, disfungsi autonomis, dan

kadang disertai nyeri.

 Elektrodiagnosis dengan Elektromiografi (EMG) dan studi konduksi saraf: kasus

SGB sering memperlihatkan beberapa gejala dan tanda demieliniasi yaitu:

dispersi temporal, perlambatan kecepatan konduksi yang signifikan. Pada gejala

awal SGB akan didapat tanda khas pada kondisi neuropati akibat demielinisasi

oleh karena mediasi imun antara lain: blok konduksi, dispersi temporal, dan

perlambatan kecepatan konduksi yang tidak berpola.

 Analisa Cairan Serebrospinal dengan tindakan Lumbal Pungsi: pada analisa

cairan serebrospinal pasien dengan kasus SGB akan didapatkan peningkatan

konsentrasi protein. Peningkatan konsentrasi protein terjadi pada 50% kasus SGB

pada onset awal serangan dan 90% kasus pada saat puncak dari progresif kasus

SGB. Nilai protein pada SGB sangat berbeda yaitu 1-10 g/L tanpa disertai

pleositosis.

Sumber :

 Sitompul, Miratiani., & Pratama, AD. 2021. Penggunaan Lower Limb

Strengthening dan Balance Exercise Pada Kasus Gullain-Barre Syndrome. Jurnal

Fisioterapi Terapan Indonesia. 1(1).

 Theresia. Laporan Kasus Penanganan Sindrom Gullain-Barre Dengan Terapi

Plasmaferesis. Jurnal Nursing Current. 5(2):8-19.

2. Bagaimana intervensi fisioterapi yang dapat diberikan pada kasus tersebut?

Jawab :
 Static stretching ditujukan untuk meregangkan struktur jaringan lunak untuk

memungkinkan mobilitas yang lebih besar yang mengarah pada peningkatan

ROM dan fleksibilitas.

 Single leg glute bridge. Latihan ini ditujukan untuk meningkatkan kekuatan otot

ekstensor hip, yaitu otot gluteal (gluteus maximus, medius, dan minimus) yang

berperan penting menstabilkan postur dan fase saat berjalan, serta otot hamstring,

dimana otot ini merupakan otot yang krusial saat berjalan.

 Clamshell with resistance band ditujukkan untuk meningkatkan kekuatan otot hip

abductor, yaitu gluteus medius.

 Wall squat ditujukan untuk penguatan otot quadriceps (rectus femoris, vastus

lateralis, vastus medialis, dan vastus intermedius). Saat melakukan squat, puncak

aktivitas otot quadriceps terjadi pada 80-90º.

 Obstacle ambulation training dengan cone sebagai haling rintang yang ditujukan

untuk melatih keseimbangan dalam berjalan.

 Ball training berupa melempar, menangkap, dan menendang bola yang dilakukan

pada permukaan lantai yang kasar.

Sumber : Sitompul, Miratiani., & Pratama, AD. 2021. Penggunaan Lower Limb

Strengthening dan Balance Exercise Pada Kasus Gullain-Barre Syndrome. Jurnal

Fisioterapi Terapan Indonesia. 1(1).

Anda mungkin juga menyukai