Disusun Oleh :
HIU ISWAHYUDI S.Pd
NIP.19650512 198603 1 014
Disusun Oleh :
HIU ISWAHYUDI S.Pd
NIP.19650512 198603 1 014
MENUGASKAN
Dikeluarkan di : Sumenep
Pada tanggal : 01 Desember 2014
Mengetahui,
KEPALA UPT PELATIHAN KERJA SUMENEP
Disusun Oleh :
HIU ISWAHYUDI S.Pd
NIP.19650512 198603 1 014
Bismillahhirrahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan malakah
yang berjudul : “Pengaruh Disiplin dalam Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Negeri Sipil di UPT Pelatihan Kerja Sumenep”. Untuk terwujudnya makalah ini
penulis sangat berterima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu pembuatan makalah ini sehingga dapat diselesaikan sesuai dengan
rencana. Makalah ini didekasikan kepada seluruh pihak yang peduli akan pentingnya
ketekunan dan kesabaran dalam menjalankan tugas tugas sebagai Pegawai Negeri
Sipil. Dalam menjalankan tugasnya pegawai negeri sipil dituntun untuk dapat
memberikan pelayanan prima yang baik kepada masyarakat.
Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis berharap
makalah ini dapat dipergunakan dengan sebaik baiknya. Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi memperbaiki makalah yang telah
disusun ini, agar kedepannya dapat menjadi lebih baik.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Permasalahan
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian Budaya?
2 Apakah pengertian Kerja?
3. Apakah pengertian Budaya Kerja?
4. Bagaimana Ketekunan dan Kesabaran dalam Budaya Kerja Pegawai
Negeri Sipil ?
1
1.3. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja.
Keberhasilan pelaksanaan program budaya kerja antara lain dapat dilihat dari
peningkatan tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada
norma/aturan, terjalinnya komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua
tingkatan,peningkatan partisipasi dan kepedulian, peningkatan kesempatan untuk
pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat kemangkiran dan keluhan dalam
suatu Lembaga maupun organsasi.
2
BAB. II
PEMBAHASAN
Secara harfiah, pengertian budaya (culture) berasal dari kata Latin Colore,
yang berarti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Namun, pengertian
yang semula agraris ini lebih lanjut diterapkan pada hal hal yang bersifat rohani
dalam pengertian lain kebudayaan diartikan sebagai way of life, yaitu cara hidup
tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa.
The American Herritage Dictionary mendefinisikan “kebudayaan” secara lebih
formal, “sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui
kehidupan social, seni, agama, kelembagaan, dan segala hasil kerja dan pemikiran
manusia dari suatu kelompok manusia”. Menurut koenjaraningrat, budaya adalah
“keseluruhan system gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”.
Selanjutnya dinyatakan, bahwa kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide ide, gagasan, nilai
nilai, norma norma, peraturan, dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda benda hasil karya manusia.
Dalam kenyataan kehidupan sehari hari, ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak
terpisah satu sama lain dan bahkan saling mengisi dan saling terkait secara erat.
Kemudian pada bagian lain, menurut Koentjaraningrat kebudayaan dirumuskan
sebagai “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya
dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil karyanya itu”.
3
2.2. Pengertian Kerja
Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basic
assumption tentang sesuatu dalam hal ini kerja. Kata kerja dapat diidentifikasikan
dalam berbagai pernyataan sebagai berikut :
1. Kerja adalah kewajiban. Dalam system birokrasi atau system kontraktual,
kerja adalah kewajiban, guna memenuhi perintah atau membayar hutang.
2. Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan tulus , tanpa pamrih.
3. Kerja adalah suci, Kerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan
perbuatan dosa,kesalahan, pelanggaran dan kejahatan.
4
Budaya Kerja organisasi adalah manajemen yang meliputi pengembangan,
perencanaan, produksi, dan pelayanan sutu produk yang berkualitas dalam arti
optimal, ekonomi, dan memuaskan. Budaya kerja adalah salah satu komponen
berkualitas manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi
tolak ukur dasar dalam pembangunan. Budaya kerja dapat ikut menentukan
integrasi bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan
kehidupan bangsa. Budaya kerja juga sangat erat kaitannya dengan nilai – nilai yang
dimilikinya, terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja
setinggi tingginya. Program budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses
panjang, karena perubahan nilai nilai lama menjadi nilai nilai baru akan memakan
waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti hentinya terus melakukan
penyempurnaan dan perbaikan.Wahana budaya kerja adalah produktivitas yang
berupa perilaku kerja yang tercermin antara lain: kerja keras,ulet, disiplin, produktif,
tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, konsisten,
responsive, mandiri, makin lebih baik, dan sebagainya.
Manfaat yang didapat dari budaya kerja itu sendiri adalah menjamin hasil kerja
dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi,
keterbukaan, kebersamaan, kegotong royongan, kekeluargaan, menemukan
kesalahan, dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan
dari luar ( factor eksternal seperti pelanggan, teknologi, social, ekonomi, dan lain-
lain). Mengurangi laporan berupa data data dan informasi yang salah dan palsu.
Manfaat lainnya yaitu: kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih meningkat,
pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi turun,
ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi organisasi dan lain lain.
Dalam arti lain budaya kerja aparatur pemerintah dapat diartikan sebagai : sikap dan
perilaku individu dan kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai nilai yang
diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan sehari hari. Pelaksanaan budaya kerja dengan cara cara yang
seharusnya tersebut diarahkan kepada terciptanya aparatur Negara yang
professional, bermoral dan bertanggung jawab dengan persepsi yang tepat terhadap
pekerjaan sehingga yang dilakukan selalu dengan keyakinan untuk berbuat yang
terbaik, dengan cara yang seharusnya dan menghasilkan pekerjaan yang terbaik
pula.
5
Dengan demikian makna dan arti pelaksanaan budaya kerja bagi aparatur
adalah sebagai aparatur Negara akan bermanfaat, baik bagi dirinya, organisasi, dan
dalam menjalankan tugas, dengan penuh kesungguhan yang memiliki kemungkinan
untuk melakukan aktualisasi, berperan dan berprestasi, yang akan berdampak pada
peningkatan kerja kelompok atau organisasi. Pelaksanaan budaya kerja aparatur
Negara dengan nilai-nilai yang seharusnya merupakan langkah awal yang sebaiknya
dipilih dalam upaya melakukan Reformasi birokrasi secara keseluruhan, sehingga
dapat menjadi birokrasi yang efisien dan efektif dengan aparatur yang bersih,
transparan, dan professional dalam menjalankan tugasnya. Hukum menjadi dasar
dari tatanan birokrasi yang ada dan dilaksanakan secara konsisten sehingga
pelaksanaan Negara menjadi baik dan bersih (good and clean government) dan
masyarakat sebagai pihak yang harus dilayani memperoleh imbas yang baik pula.
2.4. Ketekunan dan Kesabaran dalam Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil.
Budaya kerja sangat diperlukan dalam organisasi pemerintahan dimana budaya
kerja tersebut dapat meningkatkan kinerja dari pegawai negeri sipil itu sendiri.
Meningkatnya kinerja pegawai akan berdampak secara langsung kepada kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan yang diterima mereka dari pegawai negeri sipil.
Pegawai negeri sipil itu sendiri merupakan sumber daya yang sangat diperlukan
karena peran dan kedudukannya dalam organisasi pemerintahan. Dalam kedudukan
dan peranan di organisasi pemerintahan setiap negara, pegawai negeri sipil
merupaka tulang punggung pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
melaksanakan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional. Ketekunan dan
kesabaran merupakan salah satu indikator peningkatan budaya kerja perilaku
perilaku pegawai negeri sipil yang dianggap perlu ditingkatkan untuk peningkatan
fungsi pelayanan (baik kepada masyarakat, maupun ke dalam instansi sendiri dan
antar instansi pemerintah itu sendiri). Asal kata ketekunan yaitu tekun. Yang artinya
adalah rajin, keras hati, dan bersungguh sungguh. Ketekunan adalah
kekerasan,kesungguhan dan
keasyikan. Ketekunan bermaksud bersungguh sungguh, komite, sabar dan teliti
dalam melaksanakan sesuatu tugas.
6
Ketekunan akan menghasilkan output yang berkualitas dan mencapai sasaran
yang ditetapkan. Ketekunan merupakan sikap mental seseorang yang bersifat
tangguh, tekun dan bersungguh sungguh, amanah untuk mencapai sasaran kerja
dan prestasi kerja terbaiknya, tidak asal jadi. Dalam makna lain ketekunan adalah
teliti, rajin mendalami sesuatu pekerjaan/tugas seseorang maupun kelompok yang
bersifat konsisten dan berkelanjutan sesuai dengan komitmen yang disepakatinya
(atau sikap kerja yang memuat nilai: Commitment,Consistence,Continuous).
Sedangkan kesabaran asal katanya yaitu dari kata sabar yang mengandung makna
tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, dan tidak lekas
patah hati). Kesabaran merupakan sifat kekuatan dan ketahanan diri dalam
menerima kesusahan atau halangan dengan menganggap tekanan dan kesukaran
tugas adalah dugaan dari Tuhan. Dalam makna lain kesabaran adalah tidak
emosional, tidak perlu terges gesa, asalkan tercapai tujuannya tanpa mengorbankan
kepentingan orang lain.
Ketekunan dan kesabaran ini diharapkan sudah tertanam dalam jiwa para
pegawai negeri sipil sehingga fungsi mereka sebagai penyelenggara pemerintahan
berjalan dengan baik. Masyarakat akan puas terhadap kinerja pegawai negeri sipil
tersebut. Pelayanan yang diberikan pun akan menjadi pelayanan prima seperti yang
telah mereka idam idamkan. Pelaksanaan budaya kerja berkaitan dengan
penyelenggaraan pelayanan public karena pelayanan public pada hakikatnya adalah
pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan
kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
7
BAB. III
MEMBANGUN BUDAYA KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
Budaya kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih dipandang oleh sebelah
mata; lambat, birokratis, malas, dan biaya tinggi. Namun di satu pihak yang lain
berpandangan sebaliknya. Bahwa budaya kerja PNS sudah berangsur membaik,
ditandai dengan membaiknya pelayanan kepada masyarakat. Terlepas dari dua
pandangan berbeda di atas, yang pasti budaya kerja PNS harus ditingkatkan.
Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem yang mampu mengembangkan
profesionalisme dan lingkungan yang kondusif dalam rangka mendukung
pencapaian tugas.
Paling tidak ada lima syarat yang harus dipenuhi dalam rangka meningkatkan
Budaya Kerja PNS.
9
Hal lain yang harus ditegaskan juga kaitannya dengan masalah etika kerja ini
adalah soal reward and punishment. Untuk menjalankan reward and punishment ini
perlu dibarengi dengan kejelasan pola karier jabatan, penempatan berdasarkan
keahlian, remunerasi dan meritokrasi. Melaksanakan Paradigma Baru, Perubahan
besar sistem sosial politik, ekonomi, dan lain lain telah mendorong masyarakat luas
menjadi semakin kritis dan paham terhadap hak haknya. Berbarengan dengan itu,
maka mau tidak mau PNS harus mampu mengimbangi kecerdasan dan kepekaan
masyarakat yang berkembang pesat. Di antara cara yang dapat ditempuh adalah
dengan melaksanakan paradigma baru. PNS dan juga pejabat negara adalah
pamong praja, yaitu abdi dan pelayan masyarakat. Tugasnya adalah memberikan
pelayanan secara menyenangkan kepada masyarakat tentang apa saja yang
menjadi kepentingan kepentingannya. Persoalannya sekarang adalah masih ada
sebagian pihak yang sering memanjakan aparatur negara dengan cara memberikan
fasilitas fasilitas lebih sehingga memaksa aparatur negara kembali berparadigma
lama. Sekarang ini hasrat pegawai untuk menyenangkan masyarakat sudah tumbuh
menggembirakan.
Di berberbagai daerah sudah digalakan tentang bagaimana (misalnya)
memberikan pelayanan secara cepat, tepat, dan murah. Sebut saja sebagai contoh
kecil adalah merebaknya penerapan model pelayanan satu pintu,dimana
masyarakat cukup datang ke satu kantor mulai dari soal pendaftaran sampai urusan
seleksi. Berikutnya, sejak awal diangkat setiap pegawai telah diambil sumpahnya di
bawah persaksian kiab suci untuk menjalankan amanah jabatan itu secara
konsekuen. Namun, lagi-lagi amanah itu ternodai karena berbagai hal. Untuk itu,
perlu diciptakan sistem yang mampu mengawal sumpah sehingga dapat
dilaksanakan secara konsisten. Banyak faktor yang menyebabkan amanah kurang
dapat diaplikasikan secara maksimal. Bisa jadi itu disebabkan oleh pibadinya yang
bermasalah, atau bisa juga disebabkan oleh sistemnya yang tidak mendukung, dan
tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh dua duanya; pribadinya bermasalah
dan sistemnya tidak benar. Untuk itu diperlukan upaya terus menerus untuk
membenahi pribadi pribadi bermasalah dan sistem yang salah. Dari paradigma di
atas perlu dirasakan getarannya oleh masyarakat, sehingga tidak hanya menjadi
untaian kata kata indah. Caranya, segenap aparatur negara harus terus bekerja dan
berkarya membuktikan bahwa dirinya adalah pelayan masyarakat prima yang baik.
10
BAB. IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan.
4.2. Saran.
12
DAFTAR PUSTAKA
6. Website ; http://puslit.petra.ac.id/~puslit.
13
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN MAKALAH
MENYATAKAN
Bahwa buku laporan Makalah yang saya buat ini adalah hasil karya sendiri
dan bukan hasil karya orang lain, kecuali ada kutipan yang telah disebutkan
sumbernya.
Penulis
14