Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

PARKINSON

Disusun Oleh:
Anggia Fabelita 04054821719024
Virdhanitya V 04084821719209

Pembimbing:
dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S

BAGIAN / DEPARTEMEN NEUROLOGI


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
0
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Parkinson

Oleh :
Anggia Fabelita 04054821719024
Virdhanitya V 04084821719209

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh.
Hoesin Palembang.

Palembang, November 2017

dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan referat yang berjudul ”Parkinson”. Referat ini merupakan salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini.
Dalam hal ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga laporan ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca.

Palembang, November 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
BAB II. STATUS PASIEN ................................................................................................... 5
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 17
BAB III. ANALISIS KASUS .............................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 42

3
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat


dengan usia. Secara patologis penyakit Parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron
berpigmen neuromelanin, terutama mengenai jaras ekstrapiramidal yang mengandung
neurotransmitter dopamin. Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh trias yaitu
tremor waktu istirahat, rigiditas, dan akinensia atau hambatan gerak.
Prevalensi parkinson insidensi meningkat dari 20 kasus per 100.000 populasi kurang
dari 70 tahun menjadi 120 kasus per 100.000 pertahun pada populasi di atas 70 tahun.
Prevalensi meningkat sampai 1-3% pada usia 80 tahun atau lebih. Di Indonesia belum ada data
prevalensi penyakit Parkinson yang pasti, namun diperkirakan terdapat sekitar 400.000
penderita penyakit Parkinson. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pria dari pada wanita
dengan angka perbandingan 3:2.

Penyakit Parkinson mempunyai gejala yang khas berupa adanya tremor, bradikinesia,
rigiditas dan abnormalitas postural. Disamping itu terdapat pula gejala psikiatri berupa depresi,
cemas, halusinasi, penurunan fungsi kognitif, gangguan sensorik, akathesia dan sindrom
restless legs, gangguan penciuman, gangguan otonom serta gangguan tidur yang disebabkan
oleh efek samping obat antiparkinson maupun bagian dari perjalanan penyakitnya. Perjalanan
penyakit atau derajat keparahan dari penyakit Parkinson diukur berdasarkan stadium Hoehn
dan Yahr atau Unified Parkinson’s Disease Rating Scale (UPDRS) (PERDOSSI, 2008).

4
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. SM
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Kunjungan Poli : Senin, 13 Nopember 2017
No. RM/Register : 1026552

II. ANAMNESIS
Penderita datang ke poliklinik bagian neurologi RSMH dikarenakan gemetar pada
kedua lengan dan kedua tungkai serta kesulitan berjalan yang disebabkan kekakuan yang
terjadi secara perlahan-lahan.

Sejak 2 tahun yang lalu, penderita mengalami gemetar pada tangan kiri, terutama saat
istirahat dan berkurang saat beraktivitas dan hilang ketika penderita tidur. Penderita juga
mulai merasakan kekakuan di lengan kiri. Sejak 1 tahun yang lalu, gemetar pada tangan kiri
semakin parah. Selain itu, gemetar juga terjadi pada tangan kanan. Sejak 6 bulan yang lalu,
gemetar pada kedua tangan semakin parah, penderita juga mulai merasakan gemetar di
kedua tungkai, gerakan kedua tangan dan tungkai menjadi lambat dengan langkah kecil-
kecil, disertai kekakuan sehingga penderita sukar berjalan karena saat berjalan seperti mau
jatuh ke depan. Sejak 3 bulan yang lalu penderita merasa gemetar pada kedua tangan dan
kedua tungkai, kekakuan, dan gerakan yang melambat belum mengalami perbaikan,
penderita mulai mengalami kesulitan saat memulai langkah dan saat akan bangun dari kursi
sehingga semakin mengganggu aktivitas penderita sehari-hari. BAB dan BAK normal.
Tidak terdapat gangguan memori pada penderita.

Penderita tidak pernah mengalami demam yang diikuti gerakan yang cepat, terpatah-
patah dan terus menerus pada keempat ekstremitas. Penderita tidak pernah mengalami
gerakan lambat, terus-menerus, melentik-lentik seperti penari. Penderita juga tidak pernah

5
mengalami gerakan seperti melempar cakram. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga
disangkal. Terdapat riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan hipertensi pada
penderita tidak terkontrol. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak
ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat penggunaan obat-obatan antipsikotik `jangka
panjang dan alkohol tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.

Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.

III. PEMERIKSAAN
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Suhu Badan : 36,7º C
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
BB : 50 kg
TB : 157 cm
IMT : 20,28 kg/m2 (Normoweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor : I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di 2 jari lateral linea midclavicularis sinistra
ICS V
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra,
batas kiri 2 jari lateral linea midclavicularis sinistra ICS V
A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR= 82x/menit, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, laju pernafasan=
20x/menit
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : Datar
P : Lemas
6
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibial (-)

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : berkurang
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normocephali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetri : simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : (-) Pulsasi : (-)
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia - -
Hiposmia - -
Parosmia - -

N. Optikus Kanan Kiri


Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

7
Anopsia - -
Hemianopsia - -
Fundus Oculi
- Papil edema - -
- Papil atrofi
- -
- Perdarahan retina
- -

N. Oculomotorius, Trochlearis, & Kanan Kiri


Abducens
Diplopia - -
Celah mata - -
Ptosis - -
Sikap bola mata
- Strabismus - -
(-) - -
- Exophtalmus - -
(-) - -
- Enophtalmus Baik ke segala Baik ke segala
(-) arah arah
- Deviation conjugae
Gerakan bola mata Bulat Bulat
3 mm 3 mm
Pupil Isokor Isokor
- Bentuk - -
- Diameter
- Isokor/anisokor
+ +
- Midriasis/miosis
- Refleks cahaya + +
 Langsung + +
 Konsensuil
 Akomodasi

8
N. Trigeminus Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Refleks kornea
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Fasialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Menutup mata
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lipatan nasolabialis
- Bentuk muka
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sensorik Simetris Simetris


- 2/3 depan lidah
- Otonom Tidak dikerjakan Tidak dikerjakan
 Salivasi
 Lakrimasi
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
 Chvostek’s sign
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- -

N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tes Weber
Tes Rinne

N. Olfaktorius Kanan Kiri


Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia - -
9
Hiposmia - -
Parosmia - -

N. Vestibularis Kanan Kiri


Nistagmus - -
Vertigo - -

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri


Arcus pharingeus Tidak ada kelainan
Uvula Tidak ada kelainan
Gangguan menelan -
Suara serak/sengau -
Denyut jantung Tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah Tidak ada kelainan
- Batuk
Tidak ada kelainan
- Okulokardiak
Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus
Tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah
Tidak ada kelainan

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada kelainan

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah
Simetris
Fasikulasi - -
Atrofi papil - -
Disatria - -
Tremor -
-
10
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang Kurang
Kekuatan 4 3
Tonus Normal 
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Meningkat
- Triceps Meningkat
Normal
- Radius
Normal Meningkat
- Ulnaris
Normal Meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner
- Leri - -
- Meyer - -
Trofi - -
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Kurang Kurang
Kekuatan 4 4
Tonus  
Klonus
- Paha - -
- Kaki - -
Refleks fisiologis
- KPR
Normal Normal
- APR
Normal Normal
Refleks patologis
- Babinsky
- -
- Chaddock
- -
- Oppenheim
- -
- Gordon
- -
- Schaeffer
- -
11
- Rossolimo - -

Refleks kulit perut


- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
- Trofik tidak ada kelainan

SENSORIK : tidak ada kelainan


FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : (+)
Lordosis : (-)
Gibbus : (-)
Deformitas : (-)
Tumor : (-)
Meningocele : (-)
Hematoma : (-)
Nyeri ketok : (-)

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kaku kuduk : (-)
Kerniq : (-)
Lasseque : (-)
Brudzinsky
- Neck : (-)
- Cheek : (-)
- Symphisis : (-)
- Leg I : (-)
12
- Leg II : (-)

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : tidak ada kelainan Romberg : tidak dilakukan
Hemiplegic : tidak ada kelainan Dysmetri : tidak ada kelainan
Scissor : tidak ada kelainan - jari-jari : tidak ada kelainan
Propulsion : ada - jari hidung : tidak ada kelainan
Histeric : tidak ada kelainan - tumit-tumit : tidak ada kelainan
Limping : tidak ada kelainan Rebound phenomen : tidak ada kelainan
Steppage : tidak ada kelainan Dysdiadochokinesis : tidak ada kelainan
Astasia-Abasia: tidak ada kelainan Trunk Ataxia : tidak ada kelainan
Limb Ataxia : tidak ada kelainan

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Resting Tremor (+) tangan kiri lebih tremor dari tangan kanan
Rigiditas : (+)
Bradikinesia : (+)
Chorea : (-)
Mikrografia : (+)
Athetosis : (-)
Ballismus : (-)
Dystoni : (-)
Myocloni : (-)

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia : (-)
Agrafia : (-)
Alexia : (-)
Afasia nominal : (-)

13
LABORATORIUM
DARAH
Hb : tidak diperiksa Total Kolesterol : tidak diperiksa
Eritrosit : tidak diperiksa Kolesterol HDL : tidak diperiksa
Leukosit : tidak diperiksa Kolesterol LDL : tidak diperiksa
Diff Count : tidak diperiksa
Trombosit : tidak diperiksa
Hematokrit : tidak diperiksa
BSS : tidak diperiksa
SGOT : tidak diperiksa
SGPT : tidak diperiksa

URINE
Warna : tidak diperiksa Sedimen :
Reaksi : tidak diperiksa - Eritrosit : tidak diperiksa
Protein : tidak diperiksa - Leukosit : tidak diperiksa
Reduksi : tidak diperiksa - Thorak : tidak diperiksa
Urobilin : tIdak diperiksa - Sel Epitel : tidak diperiksa
Bilirubin : tidak diperiksa - Bakteri : tidak diperiksa

FESES
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa
Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa
Amuba coli/ : tidak diperiksa
Histolitika : tidak diperiksa

LIQUOR CEREBROSPINALIS
Warna : tidak diperiksa Protein : tidak diperiksa
Kejernihan : tidak diperiksa Glukosa : tidak diperiksa
Tekanan : tidak diperiksa NaCl : tidak diperiksa
Sel : tidak diperiksa Queckensted : tidak diperiksa
14
Nonne : tidak diperiksa Celloidal : tidak diperiksa
Pandy : tidak diperiksa Culture : tidak diperiksa

PEMERIKSAAN KHUSUS
MRI kepala dengan kontras : tidak diperiksa
CT Scan Kepala : tidak diperiksa

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Resting tremor, rigiditas, bradikinesia, propulsion
gait

Diagnosis Topik : Substantia nigra pars kompakta


Diagnosis Etiologi : Idiopatik

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Parkinson’s disease
2. Parkinson sekunder
3. Tremor esensial
4. Hipertiroid

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorim
2. CT Scan
3. MRI

VII. PENATALAKSANAAN
A. Nonfarmakologis
- Edukasi
1. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang
dideritanya
2. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang keteraturan minum
obat dan kontrol teratur
- Terapi rehabilitasi berupa latihan fisioterapi, okupasi dan psikoterapi.
B. Farmakologis
- Levodopa-Benserazide Hydrochloride 3 x (100 mg-25 mg)

15
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. Anatomi Ganglia Basalis


Ganglia basalis terdiri dari striatum, globus palidus, dan nucleus subthalamikus.
Disebut ganglia basalis karena letaknya yang hampir seluruhnya terletak di basal dari
hemisfer serebri. Striatum merupakan target dari input korteks putamen. Globus palidus
merupakan sumber output terhadap thalamus dan dibagi menjadi segmen interna dan
segmen eksterna.

Gambar 1. Anatomi Ganglia Basalis

Ganglia basalis menerima input dari korteks serebri di striatum, kemudian input
diteruskan ke globus pallidus dan kemudian menuju substansia nigra. Kemudian sinyal
diteruskan kembali ke korteks serebri melalui thalamus. Fungsi ganglia basalis
mempertahankan tonus otot yang diperlukan untuk menstabilkan posisi sendi. Adanya
kerusakan pada struktur ganglia basalis menyebabkan gerakan yang tidak terkontrol seperti
tremor. Berkurangnya dopaminergik (neurotransmitter) dari substansia nigra ke striatum terjadi
pada penyakit Parkinson.

17
Ganglia basalis mendapat masukan saraf aferen dari korteks serebri dan thalamus. Pintu
masuk saraf aferen ke basal ganglia adalah putamen (striatum), sedangkan pintu keluarnya
adalah globus pallidus. Saraf aferen dari ganglia basalis ini selanjutnya menuju thalamus dan
korteks motorik.

3.2. Autoregulasi Dopamin


Dopamin adalah katekolamin yang disintesis dari tirosin di terminal neuron dopaminergik.
Dopamin melewati sawar darah otak melalui transport aktif. Proses perubahan L-tyrosin
menjadi L-dihydrophenilalanie (L-dopa) dikatalisis oleh enzim tyrosin hydroxylase yang ada
dalam neuron katekolamin. L-dopa diubah secara cepat menjadi dopamine oleh aromatic L-
aminoacid decarboxylase. Di dalam ujung saraf dopamine dibawa ke vesikel oleh protein
pembawa dan dilepaskan dari ujung saraf melalui eksositosis, suatu proses yang dirangsang
oleh depolarisasi akibat masuknya Ca2+ kedalam sel. Kerja dopamine di celah sinap dapat
diakhiri dengan 2 cara. Pertama, dopamine diambil kembali oleh protein karier membrane.
Kedua, dopamine di degradasi oleh kerja DOPAC oleh enzim monoamine oxidase tipe B
(MAO-B)
Kerja dopamine diotak diperantarai oleh reseptor protein dopamine. Ada 5 reseptor
dopamine yang berbeda. Kelima reseptor dibagi menjadi dua kelompok yaitu reseptor D1 yang
menstimulasi sintesis intraseluler c-AMP dan reseptor D2 yang menghambat sintesis cAMP,
menghambat arus Ca2+ dan meningkatkan arus K+. Yang termasuk kelas reseptor D1 adalah
protein D1 dan D5 sementara yang termasuk kelas D2 adalah protein D2, D3, D4. Protein D1
dan D2 banyak ditemukan di striatum.

3.3.Fungsi dan Disfungsi Ganglia Basalis


Ganglia basalis berperan sebagai proses motorik, termasuk ekspresi, emosi serta
integrasi impuls motorik dan sensorik dan pada proses kognitif. Ganglia basalis melakukan
fungsi motoriknya secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada area pramotor, motro,
dan suplementer korteks serebri. Fungsi utama ganglia basalis menyangkut inisiasi dan
fasilitasi gerakan volunter, dan supresi simultan pengaruh involunter atau tidak diinginkan
yang dapat mengganggu gerakan halus dan efektif.
Ganglia basalis juga menggunakan umpan balik propioseptif dari perifer untuk
membandingkan pola atau program gerakan yang ditimbulkan oleh korteks motorik dengan
gerakan yang diinisiasi, sehingga gerakan mengalami penghalusan oleh mekanisme servo-
18
kontrol berkelanjutan (Baehr M, Frotscher M, 2007).
Defisit khas ganglia basalis menimbulkan berbagai jenis gangguan tergantung pada
lokasi dan luasnya.
 Gangguan klinis yang melibatkan ganglia basalis terlihat dalam defisiensi pergerakan
(hipokinesia) atau gerakan berlebihan (hiperkinesia, korea, atetosis, balismus).
 Abnormalitas tonus otot umumnya menyertai abnormalitas kedua tipe di atas tetapi
dapat juga menjadi manifestasi tunggal atau dominan pada disfungsi ganglia basalis
(distonia)

4. Parkinson
4.1 Definisi
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-
neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang
disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme
idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar
dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom
Parkinson.

4.2 Klasifikasi
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.Bentuk Parkinson kronis yang paling
sering dijumpai ialah jenis primer, yang disebut juga sebagai paralis agitans. Kira-kira
7 dari 8 kasus adalah jenis ini.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine
(MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan
menurunkan cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin
dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada
petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

19
3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple
system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar
degeneration, parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal
ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter
(Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati
peripheral).

4.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di
antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal
terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa faktor
resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit
Parkinson.
2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
Parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif Parkinson, ditemukan titik delesi dan mutasi poin pada gen parkin (PARK2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat
penyakit Parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit
Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari
70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala Parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum
ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
20
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab
genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada
usia 46 tahun.

3. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrauterin diduga turut menjadi faktor predisposisi
penyakit Parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit Parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
4. Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
berwarna.
5. Trauma kepala : Cedera kranioserebral bisa menyebabkan penyakit Parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar.
6. Stres dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit Parkinson karena pada stres dan
depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres oksidatif.

4.4 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar
40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan
penyebab multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak
(brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang
disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan
tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
21
keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit
Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine
menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP) menurun dan
menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir
(bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas).
Dua jalur yang terjadi pada sirkuit basal ganglia, yaitu jalur direct dan indirect:
 Jalur direct, aliran yang keluar dari striatum secara langsung menghambat GPi dan SNr,
neuron striatal memiliki D1 reseptor yang memiliki hubungan secara langsung ke
GPi/SNr
 Jalur Indirect, memiliki hubungan inhibisi diantara striatum dan bagian eksternal dari
globus pallidus (GPe) dan diantara GPe dan nukleus subthalamik (STN). Neuron
striatal dengan D2 reseptor merupakan jalur indirect yang memilki proyeksi ke GPe
STN menggunakan rangsangan dari GPi dan SNr.
GPi dan SNr mengirimkan output inhibisi ke nukleus ventral lateral (VL) dari
thalamus. Dopamin dilepaskan dari neuron nigostriatal (substansia nigra pars compacta
(SNpc)) untuk mengaktivasi jalur direct dan menginhibisi jalur indirect. Pada penyakit
parkinson, berkurangnya dopamin striatal menyebabkan meningkatnya output inhibisi dari
GPi/SNr melalui jalur direct dan indirect.

Gambar 1. Diagram skematik dari jalur neurotransmiter pada sirkuit cortical-basal

ganglia-thalamik (garis biru bertindak sebagai eksitatori dan garis hitam sebagai
inhibisi). B. Pada penderita parkinson

22
Akibat inhibisi pada thalamus menyebabkan tersupresi gerakan volunter, pasien sukar
untuk mulai bergerak (hipokinesia). Tonus otot meningkat (rigor) dan timbul resting
tremor (4-8 kali/detik) terutama pada tangan dan jari. Hipokinesia menyebabkan pasien
mempertahankan posisinya seperti membungkuk dengan tangan dan kaki yang
menekuk. Hal tersebut juga menyebabkan ekspresi wajah yang kaku (rigid), monoton
dan percakapan yang tidak jelas. Beberapa gejala lain muncul berupa peningkatan
salivasi, depresi dan demensia yang disebabkan oleh lesi tambahan (kematian neuron
pada median raphe, locus coeruleus dan nervus vagus).

Gambar 2. Patofisiologi penyakit parkinson.

23
4.5 Manifestasi Klinis
 Gejala Motorik

a. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai
suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit
parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang
itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut
resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill
rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-
ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi
terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung
uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa
bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika

24
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu
sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada
pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi
sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di
kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi
tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan
berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya
agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini
oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi
(cogwheel phenomenon).
c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya
sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek,
bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan
berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang,
misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan
ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi. Hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari
25
saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus
dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit
pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan.
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus (suara bisikan) yang lambat.
h. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit
kognitif.

i. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu
yang cukup.
j. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif)

 Gejala non motorik


a. Disfungsi otonom
 Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
 Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
26
 Pengeluaran urin yang banyak
 Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
 kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
 penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
 berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau
anosmia).

4.6 Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala
motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan
hilangnya refleks postural. Selain itu, Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan
berdasarkan kriteria:
a) Secara klinis
a. Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
b. Dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan
postural.
b) Kriteria Koller
a. Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat atau
gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun
atau lebih.
b. Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
(minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau
lebih.
c) Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
27
a. Resting tremor
b. Bradikinesia
c. Rigiditas
d. Permulaan asimetris

Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari:
a. Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
b. Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
c. Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
d. Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.

 Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana


salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala
kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap
levodopa atau dopamine agonis.
 Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan
tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
 Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan
histopatologis yang positif.

4.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding penyakit Parkinson antara lain :
A. Parkinsonism ( atipik), seperti :
1) Progresif supranuklear palsi ( PSP) dengan gejala parkinsonism progresif, terutama
instabilitas postural, gerak sakadik vertical lambat atau gangguan pandangan vertical,
disertai :
 Kesulitan bicara dan menelan
 Demensia
 Ada degenerasi globus palidus dan STN
2) Degenerasi kortikal basal (CBD) dengan gejala
 Parkinsonism (bradikinesia dan rigiditas)
 Disfungsi sensorik kortikal (aprasia)
28
 Asimetris, rigiditas fokal dan dystonia
 Alien limbs phenomen
3) Atrofi multisystem (MSA) termasuk
 Degenerasi striatonigral dengan gejala parkinsonism tanpa tremor, disatria,
disfonia, stridor, hiperrefleksia dan instabilitas postural tubuh.
 Sindrom Shy Dragger : parkinsonism dengan gangguan otonom/impotensi, tekanan
darah labil, dan gangguan vegetative.
 Degenerasi olivopontoserebral adalah parkinsonism dengan gejala serebral dengan
spastisitas.
4) Demensia Lewy bodies dengan gejala:
 Demensia sejak dini, gangguan otonom
 Halusinasi visual
 Terdapat lewy bodies pada korteks, limbus, hipotalamus, dan nuclei batang otak.

5) Parkinsonism vaskuler dengan gejala :


Lower half parkinsonism : rigiditas tungkai menyebabkan gangguan berjalan dan
disfungsi kortikospinal serta pseudobulber palsy.
B. Parkinson sekunder akibat dari infeksi, drug induced, tumor, trauma, dan toksin serta
vaskular

4.8 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak
memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson.
1. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam urine, darah maupun
cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol.
2. Patologi anatomi (Lewy bodies)
b. Neuroimaging :
1. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien yang
dianggap mempunyai atropi multisistem memperlihatkan signal di striatum.
2. Positron Emission Tomography (PET)
29
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi
kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan
peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada
pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada
semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala,
penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan
fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit
Parkinson dengan Parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara
obyektif memonitor progresi penyakit, maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi
implantasi jaringan mesensefalon fetus.

4.9 Tatalaksana
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan
penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah 1) terapi
simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3)
neurorestorasi, keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini
ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada
neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-
Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini
diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi
dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa
berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan
30
memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia  yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat
mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi
terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu
gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau
MAO-B inhibitor.

b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol
(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin,
akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif
yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat
berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi
dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan
subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala
31
motorik. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki,
mual dan muntah.

c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi
keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala
tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit
parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat
lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine
(disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut kering dan
pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit
Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.

d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)


Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom
Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa
waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk
mengaluskan pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-
amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan
gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan
ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.

e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu
ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala
penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada
awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-
off) dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau
32
sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.

f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT


Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi
menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer
levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa
menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena
on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari. Efek samping obat
ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati secara serial.
Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah-oranye.

g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic
agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah
monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan
complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.

33
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek
operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan
ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung.
Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya
adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall
dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan
dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan
embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau
progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived
sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi
T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik
dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun
4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan
seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.

34
3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya
meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari
anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.

b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala
otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan
psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi,
okupasi, dan psikoterapi.

Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di
lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar
memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.

Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan


tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi,
yaitu :

- Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan tidak
cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya melakukan
satu tugas kognitif maupun motorik.
- Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak
lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
- Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan kedua
kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari eskalator
atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata harus
konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.

35
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status mental
pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi
kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi
4.10 Prognosis
Sebelum pengenalan Levodopa, penyakit Parkinson menimbulkan cacat berat atau
kematian pada 25% pasien dalam 5 tahun dari onset, 65% dalam waktu 10 tahun, dan 89%
dalam waktu 15 tahun. Tingkat kematian akibat penyakit Parkinson adalah 3 kali dari populasi
umum sesuai untuk usia, jenis kelamin, dan asal ras. Dengan diperkenalkannya Levodopa,
angka kematian menurun sekitar 50%, dan umur diperpanjang beberapa tahun. Hal ini diduga
disebabkan oleh efek simtomatik Levodopa. The American Academy of Neurology mencatat
bahwa gambaran klinis berikut dapat membantu memprediksi tingkat perkembangan penyakit
Parkinson:15
 Usia yang lebih tua saat onset dan kekakuan/hipokinesia awal dapat digunakan untuk
memprediksi (1) progresi motorik yang lebih cepat motorik pada pasien dengan penyakit
Parkinson yang baru didiagnosis dan (2) penurunan kognitif dan demensia yang
berkembang lebih awal. Namun, gejala tremor di awal dapat memprediksi perjalanan
penyakit yang lebih jinak dan manfaat terapeutik Levodopa yang lebih lama.
 Progresi motorik yang lebih cepat juga dapat diprediksi jika pasien laki-laki, memiliki
komorbiditas, dan memiliki ketidakstabilan postural/kesulitan gait.
 Usia yang lebih tua saat onset, demensia, dan penurunan respon terhadap terapi
dopaminergik dapat memprediksi penurunan kelangsungan hidup.

36
BAB IV

ANALISIS KASUS

Penderita, perempuan berumur 53 tahun, datang ke poliklinik bagian neurologi RSMH


dikarenakan gemetar pada kedua lengan dan tungkai disertai kesulitan berjalan yang
disebabkan kekakuan yang terjadi secara perlahan-lahan.

Berdasarkan keluhan utama, dapat dirangkum gejala yang dialami pasien yaitu tremor
dan rigiditas yang terjadi secara perlahan-lahan. Usia pasien (53 tahun, dikelompokkan dalam
usia tua) merupakan salah satu faktor risiko penyakit Parkinson, di mana insidensi meningkat
dari 20 kasus per 100.000 populasi kurang dari 70 tahun menjadi 120 kasus per 100.000
pertahun pada populasi di atas 70 tahun.

Dari anamnesis, kronologis gejala yang dialami pasien yaitu: Sejak 2 tahun yang lalu,
penderita mengalami gemetar pada tangan kiri, terutama saat istirahat dan berkurang saat
beraktivitas serta hilang ketika penderita tidur. Penderita juga mulai merasakan kekakuan di
lengan kiri. Sejak 1 tahun yang lalu, gemetar pada kedua tangan semakin parah, Penderita juga
mulai merasakan gemetar di kedua tungkai, gerakan kedua tangan dan tungkai menjadi lambat
dengan langkah kecil-kecil, disertai kekakuan sehingga penderita sukar berjalan karena saat
berjalan seperti mau jatuh ke depan.

Berdasarkan kronologis, pada awal onset penyakit pasien mengalami resting tremor
unilateral pada tangan kiri. Selain itu, pasien juga mulai mengalami kekakuan/rigiditas pada
kedua tangan. Gejala ini mengalami progresivitas seiring dengan berjalannya waktu.
Progresivitas ditandai dengan tremor yang juga terjadi pada tangan kiri dan kedua kaki. Tremor
terasa pada tangan kanan juga dirasakan semakin parah. Tanda-tanda bradikinesia juga ada,
yang dimulai dari gerakan kedua tangan dan tungkai menjadi lambat, gangguan gait dengan
langkah kecil-kecil, kemudian diikuti kesulitan untuk memulai berjalan dan bangkit dari duduk.
Gejala rigiditas yaitu keluhan kekakuan juga ditemukan pada pasien ini. Selain itu, ada pula
keluhan penderita sukar berjalan karena saat berjalan seperti mau jatuh ke depan. Sejak 3 bulan
yang lalu penderita merasa gemetar pada kedua tangan dan kedua tungkai, kekakuan, dan

37
gerakan yang melambat belum mengalami perbaikan, penderita mulai mengalami kesulitan
saat memulai langkah dan saat akan bangun dari kursi sehingga semakin mengganggu aktivitas
penderita sehari-hari. Pada pasien ini fungsi otonom masih baik, hal ini didapat dari riwayat
BAB dan BAK normal. Tanda-tanda gangguan neurokognitif juga belum ditemukan.

Dari riwayat penyakit, penderita tidak pernah mengalami demam yang diikuti gerakan
yang cepat, terpatah-patah dan terus menerus pada keempat ekstremitas. Penderita tidak pernah
mengalami gerakan lambat, terus-menerus, melentik-lentik seperti penari. Penderita juga tidak
pernah mengalami gerakan seperti melempar cakram. Riwayat keluhan yang sama dalam
keluarga disangkal. Riwayat darah tinggi tidak ada. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat
penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat
penggunaan obat-obatan antipsikotik jangka panjang dan alkohol tidak ada. Dari riwayat ini,
kemungkinan terjadinya Parkinson sekunder dapat disingkirkan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya kekakuan pada wajah, resting tremor (+)
disertai dengan pill rolling, kekakuan (+) pada kedua tangan dan kaki, bradikinesia (+),
propulsion gait (+), serta gait yang abnormal dengan langkah kaki yang kecil.

Berdasarkan kriteria Hughes (1992), diagnosis Parkinson dapat ditegakkan dengan


ditemukannya gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut:

1. Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama


2. Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama (termasuk postural instability) atau 1
dari 3 gejala pertama yang tidak simetris
3. Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama atau 2 dari gejala tersebut muncul
dengan salah satunya tidak simetris.

Pada pasien ini didapatkan gejala tremor pada waktu istirahat, rigiditas, akinesia, dan
hilangnya refleks postural. Maka, kriteria Hughes pada pasien ini adalah definite untuk
penyakit Parkinson.

38
Berdasarkan kriteria klinis yang telah dibuat UK Parkinson’s Disease Society Brain
Bank, diagnosis Parkinson dapat ditegakkan apabila memenuhi 3 langkah diagnostik (Tabel 1).
Tabel 1. Kriteria Diagnostik UK Parkinson’s Disease Society Brain Bank

Pada pasien ini, ketiga langkah diagnosis telah terpenuhi. Pada langkah 1, pada pasien
didapatkan tanda-tanda bradikinesia, yaitu gerakan kedua tangan dan tungkai menjadi lambat,
gangguan gait dengan langkah kecil-kecil, pasien mengalami kesulitan untuk memulai berjalan
dan bangkit dari duduk. Didapatkan pula gejala rigiditas, tremor istirahat, serta instabilitas
postural. Pada langkah kedua, beberapa kriteria eksklusi terpenuhi melalui data yang diperoleh
dari anamnesis. Namun, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan beberapa
kemungkinan penyebab lain dari gejala Parkinson pada pasien ini. Langkah ketiga juga telah
terpenuhi, melalui anamnesis yang menunjukkan pada awal onset penyakit pasien mengalami
resting tremor unilateral pada tangan kanan. Selain itu, pasien juga mulai mengalami
kekakuan/rigiditas pada tangan kanan yang kemudian kekakuan juga terjadi pada kedua lengan
39
dan kaki. Gejala-gejala tersebut mengalami progresivitas seiring dengan berjalannya waktu.
Progresivitas ditandai dengan tremor yang juga terjadi pada tangan kiri dan kedua kaki. Tremor
terasa pada tangan kanan juga semakin parah. Tanda-tanda bradikinesia juga ada, yang dimulai
dari gerakan kedua tangan dan tungkai menjadi lambat, gangguan gait dengan langkah kecil-
kecil, kemudian diikuti kesulitan untuk memulai berjalan dan bangkit dari duduk. Gejala
rigiditas, yaitu keluhan kekakuan, juga ditemukan pada pasien ini. Terdapat juga keluhan
penderita sukar berjalan karena saat berjalan seperti mau jatuh ke depan. Namun, penderita
menderita mengalami penyakit ini untuk pertama kalinya, sehingga beberapa kriteria klinis
pada langkah ketiga tidak terpenuhi. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut pada pasien ini
mengenai respon terapi dan perjalanan penyakit selanjutnya.

Menurut Kriteria Hoehn & Yahr (1967), untuk kepentingan klinis diperlukan adanya
penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis.
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala
yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu
anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu
3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu,
rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang
dibandingkan stadium sebelumnya
5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachectic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan
berjalan walaupun dibantu.
Pada pemeriksaan saat ini, pada pasien ini didapatkan tremor bilateral yang semakin
parah (pada kedua tangan dan kaki), gerakan tubuh yang melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri dan harus dibantu untuk berdiri dan berjalan. Maka, berdasarkan
temuan-temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini mengalami penyakit
Parkinson stadium klinis 4.
Diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT-
Scan, dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis banding pada pasien ini. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan kadar T3, T4, dan TSH untuk
mengevaluasi kemungkinan adanya hipertiroidisme. Pemeriksaan CT-Scan dan MRI dapat
40
dilakukan untuk mengevaluasi adanya tumor otak, hidrosefalus, dan tanda-tanda stroke.
Diagnosis pasti penyakit Parkinson dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histologis
postmortem.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini meliputi tatalaksana nonfarmakologis
dan farmakologis. Tatalaksana nonfarmakologis yaitu melalui komunikasi, informasi, dan
edukasi, yaitu dengan menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
penyakitnya, baik proses penyakit, kondisi yang terjadi pada pasien, medikasi yang
dibutuhkan, pentingnya meminum obat teratur, serta menganjurkan kepada penderita untuk
olahraga yang teratur. Terapi lain yang dapat dilakukan berupa latihan fisioterapi, terapi
okupasi dan psikoterapi. Fisioterapi dapat berguna untuk mencegah atau mengurangi beberapa
efek kekakuan sekunder dan postur menekuk seperti bahu, pinggul, dan punggung. Fisioterapi
juga dapat meningkatkan keseimbangan dan koordinasi motorik.
Pada pasien ini diberikan terapi farmakologis berupa Levodopa dikombinasikan dengan
Benserazide. Levodopa merupakan golongan obat yang mengganti dopamine dan merupakan
pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Pemberian Levodopa bertujuan untuk
mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit Parkinson
ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Terapi farmakologis diberikan
karena gejala Parkinson telah mengakibatkan gangguan fungsional yang cukup berarti pada
pasien ini. Pasien berusia >60 tahun, sehingga pilihan terapinya adalah levodopa. Penderita
dianjurkan untuk kontrol ulang untuk mengevaluasi respon terhadap pengobatan untuk
menentukan diagnosis dan terapi selanjutnya.
Prognosis quo ad vitam pasien ini adalah dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan penyakit
Parkinson tidak mengancam jiwa, dan apabila ditatalaksana dengan tepat progresivitas gejala
pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Prognosis quo ad functionam pasien
adalah dubia, mengingat progresivitas penyakit Parkinson. Selain itu, respon terhadap terapi
pada pasien ini belum dievaluasi, sehingga prognosis pasien untuk quo ad functionam masih
diragukan. Meskipun demikian, dengan tatalaksana yang tepat, kebanyakan pasien Parkinson
dapat hidup produktif hingga beberapa tahun setelah diagnosis.

41
DAFTAR PUSTAKA

American Parkinson Disease Assocoation. 2010. Parkinson′s Disease Handbook A Guide for
Patients and Their Family.
Baehr M, Frotscher M. 2007. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi Tanda
dan Gejala Edisi 4. Jakarta ꞉ EGC
Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
Olanow, CW, et al. The scientific and clinical basis for the treatment of Parkinson disease.
2009. NEUROLOGY;72 (Suppl 4):S1–S136

Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal 1006-
1041.
Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.

42

Anda mungkin juga menyukai