Anda di halaman 1dari 26

Thematic Apperception Test ( TAT )

Thematic Apperception Test (TAT), adalah suatu teknik proyeksi yang digunakan untuk
mengungkap dinamika kepribadian, yang menampakkan diri dalam hubungan interpersonal
dan dalam apersepsi (atau interpretasi yang ada artinya) terhadap lingkungan. Dengan
teknik ini seorang interpreter yang mahir dapat mengungkap dorongan-dorongan emosi,
sentiment, kompleks dan konflik-konflik pribadi yang dominan.

Letak TAT dalam teknik proyeksi

Ada berbagai teknik proyeksi yang digunakan sebagai tes kepribadian. Diantara jajaran
tesjenis ini TAT mendapatkan jenjang ke dua sesudah Tes Rorschach. Beberapa ahli
menyarankan digunakan kedua tes ini (TAT dan Rorschach) untuk mengungkapkan
kepribadian secara lengkap. Tes Rorschach (selanjutnya kita sebut Ro) yang sifatnya formal
dan menggunakan analisis persepsi, adalah tes yang paling baik diantara tes-tes formal
ekspresif mengenai jalan pikiran dan organisasi emosi. Karena umumnya tes Ro
ditekankan pada analisis proporsi kuantitatif, analisis content. Dengan tes Ro
diestimasikan besarnya kecemasan dan adanya kebutuhan-kebutuhan. Sedang TAT
dapat diajukan working hipothesis mengenai hal-hal yang dicemaskan dan hierarki
need yang dimiliki testi.

Dasar Pemikiran

Ada beberapa alasan mengapa kepribadian testi tidak diungkap atau ditanyakan secara
langusng kepada testi, seperti pada personality inventories:
1. Tidak semua orang dapat mengkomunkasikan dengan jelas ide-ide dan sikap-sikap yang
ada dalam kesadarannya.
2. Umumnya lebih mudah menghindari mengatakan hal-hal tersebut walaupun tidak dengan
maksud menyembunyikannya atau menipu.
3. Banyak hal yang tidak disadari oleh seseorang, yang tentu saja ia tidak mampu untuk
mengemukakannya.

Prosedur pengumpulan data TAT dilakukan dengan jalan menyajikan serentetan gambar
kepada testi. Testi diminta membuat cerita mengenai gambar-gambar yang diajikan tersebut.

Dalam usaha menyusun cerita-cerita inilah komponen kepribadian memegang peranan


penting, karena aadanya dua kecenderungan:
a. Kecenderungan bahwa orang akan menginterpretasikan sesuatu yang tidak jelas menganut
pengalaman masa lalunya dan kebutuhan-kebutuhan masa kini.
b. Kecenderungan orang waktu membuat cerita untuk mengambil bahan dari perbendaharaan
pengalamannya dan mengekspresikan kesenangan – ketidak senangan, maupun
kebutuhannya, maupun scara sadar maupun tidak sadar.

Menurut pandangan organismik, semua bagian merupakan fungsi dari keseluruhan, maka
segala aspek tingkah laku manusia, termasuk kecenderungan-kecenderungan dalam
menanggapi gambar/lingkungan, dapat digunakan untuk pengetesan, atau sebagai sampel
yang memungkinkan dibuatnya kesimpulan mengenai keseluruhan kepribadian. (perlu
diingat: makin banyak dan makin representative sample makin lebih dapat diandalkan
hasilnya).
Bila gambar-gambar disajikan sebagai tes daya khayal (imajinasi), minat testi akan
tercurah pada tugasnya, sehingga ia lupa akan kepekaan dirinya dan lupa untuk
mempertahankan penampilannya. Akibatnya, tanpa disadari testi telah mengatakan hal-hal
mengenai pelaku cerita yang dapat dikenakan pada dirinya sendiri. Hal-hal yang diceritakan
antara lain adalah hl-hal yang enggan ia ceritakan bila ditanya secara langsung. Setelah
selesai tugasnya, testi bersyukur tanpa menyadari bahwa kehidupan bantinnya telah diambil
gambarnya “dengan sinar X”.

Gambar Sebagai Stimuli

Orang dapat disuruh membuat cerita begitu saja. Namun demikian, gambar sebagai stimuli
pemancing cerita ternyata:
o Lebih efektif untuk menggugah imajinasi.
o Memaksa pembuat cerita menangani dengan caranya sendiri masalah manusiawi yang
disajikan.
o Stimuli yang disajikan dapat distandardisasikan.

Gambar-gambar yang dipilih sebagai perangkat stimuli TAT (Murrray) telah diuji
cobakan sehingga telah terpilih gambar-gambar yang efektif. Menurut pengalaman, gambar-
gambar lebih efektif mengungkap kepribadian testi bila sebagian besar gambar mengandung
gambaran orang yang sejenis dan sebaya testi.

Usia Testi

Perangkat gambar TAT yang disiapkan Murray disediakan untuk anak laki-laki
dan perempuan usia 4 – 14 tahun, dan untuk pria dan wanita diatas 14 tahun.

Variasi gambar-gambar semacam TAT kini telah banyak digunakan, menyesuaikan


umur, budaya, atau aspek-aspek yang akan diungkap. Hal ini akan dibicarakan terutama pada
bab Derivat TAT nanti.

PENYAJIAN

Seperti umumnya penyajian tes, raport tester – testi diperlukan. Suasana hendaknya
sedemikian rupa sehingga testi merasa akan mendapatkan simpati dan merasa akan
mendapatkan penerimaan. Niat baik dan dihargai oleh tester, sehingga testi dapat
mengembangkan kreativitasnya. Kreativitas sendiri sulit berkembang pada suasana yang
kaku,dingin, formal, terlalu menuntut dan terlalu ilmiah.

Prosedur penyajian yang dianggap baku ialah penyajian individual dalam bentuk lain.
Dalam prosedur ini tester memberikan petunjuk pelaksanaan tugas dan menyajikan gambar
satu demi satu. Testi menanggapi secara verbal setiap gambar yang disajikan. Tester
mencatat/merekam semua tanggapan terhadap gambar sampai tes berakhir.

Sebaiknya disediakan tempat duduk tegak, tester dan testi duduk berhadapan,
sehingga komunikasi lancar.

Murray menyarankan disajikan ke 20 kartu dalam 2 sidang (session). Sidang


pertama menyajiikan seri pertama (kartu 1 – 10) terlebih dahulu. Selang minimal satu
hari atau lebih disajikan seri kedua (kartu 11 - 20). Testi tidak diberi tahu bahwa akan
ada penyajian sidang kedua, agar ia tidak mempersiapkan diri sebelumnya. Penyajian
seluruh kartu dalam sidang tunggal, akan melelahkan testi yang produktivitas
tengahan. Kelelahan dapat berakibat cerita menjadi datar dan tidak berisi.

Petunjuk penyajian pada remaja dan orang dewasa (yang cukup kemampuannya) bagi
sidang pertama disarankan sebagai berikut:
“Ini adalah tes daya khayal, yang merupakan suatu bentuk tes kecerdasan. Saya akan
menyajikan beberapa gambar, satu demi satu. Tugas anda adalah membuat cerita
untuk tiap-tiap gambar, buatlah cerita itu sedramatis mungkin. Ceritakan peristiwa
apa yang terjadi sebelum kejadian tersebut ceritakan kejadian yang sedang
berlangsung pada gambar tersebut, apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh para
pelakunya, dan berikan akhir ceritanya. Anda katakan secara langsung saja apa yang
ada dalam pikiran anda. Apakah anda sudah memahami permintaan saya?”
“Anda dapat memamfaatkan sekitar lima menit untuk tiap-tiap gambar. Inilah
gambar pertama”.

Sedang bagi anak-anak atau orang dewasa yang kurang cerdas dan kurang pendidikan, juga
untuk orang psikotis, Murray menyarankanpetunjuk penyajian sebagai berikut:
“Ini adalah tes bercerita. Ada beberapa gambar yang akan saya tunjukkan.
Saya kamu membuat cerita mengenai masing-masing gambar. Ceritakan apa yang
terjadi sebelumnya, dan apa yang sedang terjadi sekarang. Katakan apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh orang-orang dalam cerita itu. Dan katakan
bagaimana akhir ceritanya. Buatlah ceritanya sesukamu. Sudahkah kamu mengerti
maksudku?”
Nah ini gambar pertama. Waktu untuk mengarang cerita ada lima menit.
Mari kita dengan apa yang dapat anda ceritakan.

Petunjuk penyajian tidak harus tepat seperti saran Murray. Petunjuk hendaknya
disesuaikan dengan umur, kecerdasan, kepribadian, dan keadaan lain-lain test.

Beberapa ahli menyarankan agar pertanyaan “yang merupakan bentuk tes


kecerdasan” dihilangkan. Pada umumnya, penghilangan ini tidak merugikan, bahkan
menghindarkan tester dari pertanyaan-pertanyaan mengenai hasil tes kecerdasan.

Selain itu, ada orang merasa lebih bangga bila tidak dianggap pandai berkhayal.
Sedang ada orang lain yang merasa cemas karena adanya sebutan tes daya khayal. Karena itu
terserah pada kebijaksanaan tester untuk memperkenalkan tugas testi.

Yang penting dalam memberikan petunjuk ialah testi memahami tugasnya. Petunjuk
dapat diubah, diulang, atau dijelaskan lebih lanjut, bila diperlukan.

Pokok-pokok yang harus disampaikan kepada testi dan harus dipahaminya


ialah:
1. Ia diminta membuat suatu cerita. Ini berarti mendeskripsikan apa yang tergambar saja
belum cukup. Cerita adalaha serentetan kejadian yang berkembang mengikuti waktu. Ada
permulaan, pertengahan dan akhir cerita.
2. Dalam membuat cerita ini, ia diminta menggunakan imajinasinya. Ini berarti ia harus
menerangkan dengan interpretasinya sendiri gambar yang disajikan. Orang berbeda dalam
membuat interpretasi gambar. Minat tester adalah pada ide testi sendiri.
3. Ia diminta mendeskripsikan situasi yang dilukiskan dalam gambar (menurut
interpretasinya) dan ia diminta membuat saran mengenai perasaan-perasaan, ide-ide,
watak dan lain-lain untuk melengkapi pelukisan sitiasu tersebut.
4. Testi diminta menceritakan empat hal pokok dalam menyusun cerita.

Peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Peristiwa yang terjadi sekarang.

Perasaan dan pikiran para pelaku.

Akhir cerita (out come).

Petunjuk penyajian siding kedua tidak berbeda dengan siding pertama. Hanya disini
perlu ditekankan adanya kebebasan sepenuhnya dalam menggunakan imajinasi.

Contoh penyajian untuk orang dewasa:


“Hari ini tes kita laksanakan sama seperti cara yang kemarin dulu. Hanya
sekarang anda dapat lebih bebas dalam menggunakan daya khayal anda”.
“Sepuluh cerita anda terdahulu sudah baik, tetapi terbatas pada kehidupan
sehari-hari. Sekarang akan kita lihat apa yang dapat anda lakukan bila anda tidak
usah memperhatikan kenyataan sehari-hari dan membiarkan daya khayal bebas,
seperti dalam perumpamaan, dongeng, dan cerita khayal”.
“Inilah gambar pertama”.

Contoh bentuk penyajian untuk anak-anak:


“Sekarang saya akan tunjukkan padamu beberapa gambar lagi. Kamu akan
lebih mudah membuat cerita, karena gambar-gambarnya lebih baik dan menarik.
Kemarin dulu ceritamu bagus-bagus. Sekarang saya ingin lihat apakah kamu cpat
membuat cerita lebih banyak lagi. Buatlah yang lebih menarik daripada yang
sebelumnya. Inilah gambar pertama”.

Petunuk Penyajian bagi kartu 16:


Mari kita lihat apa yang dapat anda bayangkan dari kartu kosong ini.
Bayangkan ada gambar dikartu kosong ini, dan buatlah cerita dengan gambar
tersebut.

Bila testi tidak berhasil membuat cerita, tester dapat member saran. “Pejamkan mata
anda, dan bayangkan suatu gambar”. Setelah testi menceritakan gambaran yang dibuatnya,
bila ia tidak membuat cerita, tester dapat mebuat saran lagi “sekarang buatlah cerita dari
gambar tersebut”.

Variasi Penyajian

Penyajian dalam bentuk lisan, seperti yang telah diuraikan tadi, memerlukan banyak
waktu. Lebih-lebih bila tes disajikan pada kelompok besar,seperti pada seleksi atau penelitian
perbandingan antar kelompok.

Jalan keluar yang mungkin dilakukan ialah memperpendek penyajian dengan


menggunakan tidak semua kartu dan atau mengganti bentuk lisan menjadi bentuk tertulis.
Karena penyajian kelompok biasanya tidak berorientasi klinis,maka dimungkinkan
untuk memilih hanya gambar-gambar yang relevan dengan tujuan pengetesan.

Bellak menyatakan bahwa menggunakan 10 – 12 kartu sudah cukup untuk


mengungkap kepribadian dan dinamikanya. Sedang beberapa seleksi, seperti yang dilakukan
oleh British War Office Selection Boards, masing-masing menggunakan 7 dan 8 kartu.

Untuk penyajian kelompok, satu gambar besar dapat disajikan, atau menggunakan
slides/OHP. Bila kelompok tidak terlalu besar, masing-masing testee dapat diberi kartu-kartu
secara individual. Testee. Dapat melihat gambar sambil menyusun ceritanya.

Cara lain lagi ialah memberikan booklet lengkap untuk testi. Halaman pertama berisi
formulir kepribadian dan petunjuk penyajian. Halaman-halaman selanjutnya berisi gambar
disebelah kiri, dan halaman kosong di sebelah kanan. Pada halaman kosong ini dapat diberi
petunjuk “tulislah cerita untuk gambar ini disini”.

Petunjuk penyajian dapat diberikan secra tertulis atau lisan. Umumnya digunakan
dua-duanya. Setelah petunjuk dibacakan, para testee diberi kesempatan mengajukan
pertanyan.

Waktu yang disediakan untuk tertuilis biasanya tidak berubah (sekitar 5 untuk setiap
gambar).

Kerugian-kerugian bentuk tertulis ialah adanya kemungkinan hilangnya spontanitas


testi; berkurangnya kesempatan tester untuk melakukan observasi tingkah laku testi dalam
menghadapi stimuli, misalnya keragu-raguan, berhenti, penolakan, pergantian ceritera, dan
sikap-sikap lain dalam menghadapi stimuli. Disamping itu tester juga kehilangan kesempatan
untuk mengontrol panjang crita dan mengadakan intervensi bila diperlukan.

Namun demikian untuk keperluan-keperluan tertentu, hasil tes tertulis cukup memadai
untuk digunakan.

Perlu diingat bahwa, penyajian tertulis dipengaruhi oleh beberapa variable yang
berbedadengan penyajian lisan. Karena hasil interpretasi tidak dapat begitu saja
diperbandingkan antara yang lisan dan yang tertulis.
PERAN TESTER DALAM PENYAJIAN

Peran tester pada dasarnya member semangat testi untuk menanggapi dengan bebas
stimuli yang disajikan. Ini dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengarahkan atau tidak
mempengaruhi testi untuk memilih respon tertentu. Jadi peran tester adalah member
dorongan, tetapi netral.

Tester hendaknya menunjukkan minat akan cerita testi, tetapi tidak menunjukkan
menyetujui cerita tersebut.

Untuk jelasnya, tester disarankan untuk:


1. Tidak member sugesti mengenai isi cerita. Misalnya tidak meminta penjelasan mengenai
bagian gambar yang tidak dimengertinya, tester harus menjawab bahwa terserah pada
interpretasi/pendapat testi sendiri. Ini diberi tahukan dengan ramah, sehingga membeeri
kesan tester memberikan kebebasan, bukan memaksa testi berpendapat.
2. Tidah usah banyak menyela. Bila perlu bertanya, hendaknya tidak menggangu jalan
pikiran testi dan tidak membuat testi merasa diinterogasi atau tidak dipercayai.
Kementar-kementar diperlukan dalam hal:

a. Memberi tahu testi bahwa ia terlalu ceepat selesai, atau terlalu panjang bercerita, dan
menyarankan agar waktu 5 menit dimamfaatkan sebaik-baiknya. Namun demikian bila testi
tetap mempertahankan gaya berceritanya, maka perlu da interupsi danperlu dicatat sebagai
bahan interpretasi.

Pada situasi klinis, orang yang berbicara terlalu cepat, bila terjadi karena terjadi
tekanan kecemsan, atau karena keengganan/agresi terhadap tester. Sebaliknya, orang yang
lambat responnya, menunjukkan adanya keragu-raguan atau memang alot dalam
mengeluarkan pendapat.

Ada testi yng menolak membuat cerita, disebabkan karena kesukaran


memobilisasikan ide, bersifat sangat kaku (objektif), depresi, neurasthenia inertia, terlalu
berhati-hati atau terlampau cermat karena paranoid. Dalam kasus-kasus semacam ini tester
disarankan membeeri bimbingan dengan mengajukan pertanyaan langkah demi langkah.
“Katakanlah apakah yang sedang terjadi dalam gambar ini?”. Kemudian “Bagaimana
mulanya, maka terjadi demikian?”. Lalu “menurut pendapatmu bagaimanakah
kesudahannya?”. Dan akhirnya “bagaimana perasaan dia?”.

Komentar-komentar juga digunakan untuk member pujian bagi testi pada kesempatan
yang tepat.

Pertanyaan-pertanyaan dapat diajukan pada akhir cerita, bila ada bagian penting yang
terlampaui. Misalnya, tidak ada persitiwa seblumnya, atau akhir ceritanya tidak dikatakan.

Juga bila ceritanya menjadi bertele-tele, tester dapat memberi komentar: “bagaimana
kesudahannya”. Tester dapat juga mengatakan bahwa, yang dipentingkan adalah jalan
ceritanya, bukan perincian-perinciannya.

Sering pada kasus-kasus kompulsif dan paranoid, testi disibukkan dengan


mendeskripsikan detail gambar. Kesibukan ini dapat dihentikan dengan meminta ia mulai
membuat ceritera.
Sebaliknya, pada kasus obsesi sering terjadi testi membuta cerita yng bermacam-
macam dari satu gambar. Di sini disarankan bahwa untuk menghemat energy, testi diminta
mmilih satu ceritera saja yang paling menarik.

Komentar-komentar tester hendaknya dicarat, untuk menunjukkan adanya intervensi,


sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan pada proses interpretasi.

Untuk menanyakan lebih lanjut (inquiry) mengenai dari mana ide cerita didapat, dapat
dilakukan sesudah dilakukan sesudah testi selesai satu cerita (Murray). Untuk menanyakan
dua gambar yang paling tidak disenangi, dilakukan setelah semua gambar disajikan (Henry).

Raport memperingatkan untuk tidak melakukan overinquiry, pada tes Ro, dan ini juga
berlaku pada TAT. Ada beberapa ahli menyarankan untuk melakukan inquiry bagi hal-hal
yang kurang jelas, seperti keraguan mengenai jenis kelamin, kesalahan persepsi, atau objek-
objek afeksi yang tidak jelas (misalnya takut terhadap sesuatu, atau sesuatu ini perlu
ditanyakan lebih lanjut). Henry menyarankan hal ini tidak perlu dipertanyakan. Sebab
ketidak jelasan semacam ini merupakan gejala-gejala kecenderungan kerpibadian yang
dimiliki testi. Hal ini akan dibicarakan lebih lanjut pada uraian-uraian mengenai interpretasi
nanti.

Pencatatan

Berkas TAT hendaknya dilengkapi data pribadi testi untuk kepentingan identifikasi
maupun interpretasi. Selain nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, alamat, status keluarga
(anak keberapa dari berapa bersaudara), status perkawinan, juga perlu dicatat tanggal tes,
keperluan, dan nam tester.

Karena penting bagi interpretasi, tester hendaknya mencatat semua tanggapan testi
terhadp gambar maupun terhadap suasana penyajian. Jadi catatan tidak hanya berupa skema
cerota, tetapi berisi semua ucapan-ucapan testi dan catatan observasi tingkahlaku testi.

Pada catatan yang berbentuk langsung, adanya salah ucap, salah kata, ulangan
kata, susunan kalimat yang tidak teratur, dan kalimat-kalimat yang aneh, hendaknya
digrisbawahi, untuk membedakan dengan kesalahan pencatatan.

Untuk memudahkan pencatatan dapat digunakan tape recorder. Transkrip dalam


bentuk tertulisnya hendaknya juga selengkapnya mungkin.

Observasi

Bahan lain yang perlu dicatat untuk interpretasi ialah tingkah laku testi selama tes
berlangusng. Sebab sering kali tingkah laku ini adalah akibat langsung dari perasaan,
sentiment, kecemasan dan lain-lain yang timbul karena stimuli yang disajikan, atau cerita
yang dibuatnya.

Tingkah laku terbuka yang perlu dicatat ialah:


a. Berhenti atau macet selagi bercerita, ini dapat ditandai dengan garis ---- yang banyaknya
sesuai dengan lamanya.
b. Mendehem.
c. Gelisah.
d. Menggosok-gosok atau memegang bagian-bagian badan, seperti mengusap hidung,
menarik telinga dan sebagainya.
e. Berkeringat.
f. Berhenti untuk menyulut rokok.
g. Meminta diri untuk pergi ke WC.
h. Ragu-ragu.
i. Adanya Tics (saradan).

Reaksi testi terhadap tester dan suasan tes pada umumnya, juga perlu dicatat.
Misalnya komentar-komentar mengenai kompetisi testeer, kritik terhadap gambar, terhadp
penyajian ataupun ruangan, dan lain-lain.

Demikian juga perlu dicatat perubahan suasana hati dan perubahan sikap yang
ditunjukkan oleh testi.

MATERI TES

Materi TAT terdiri dari 20 gambar:

11 kartu untuk segala testi; termasuk disini kartu kosong, dan 9 kartu disesuaikan
untuk dewasa/anak dan pria/wanita. Ke 9 kartu ditandai dengan:

BM = Boy & Male (untuk pria)

GF = Girl & Female (untuk wanita)

MF = Male & Female (untuk dewasa)

GB = Boy & Girl (untuk anak-anak 4 – 14 tahun).

Meskipun tanpa gambarpun kita dapat menyarahkan seseorang untuk bercerita,


pengalaman menunjukkan bahwa:
1. Gambar ternyata efektif untuk menimbulkan imajinasi.
2. Memaksa seseorang menangani dengan caranya sendiri situasi manusiawi tertentu.
3. Stimuli yang digunakan dapat dibakukan.

Dengan pembekuan stimuli, maka cerita yang diberikan oleh para testi akan terkontrol
topiknya atau konteksnya/situasi fantasinya. Sedang perasaan, tindakan dan perkembangan
ceritera tetap bebas baik isi maupun bentuknya.

Deskripsi hal-hal yang tidak terkontrol inilah yang merupakan kristalisasi dan
proyeksi simbolis usaha seseorang untuk merumuskan perasaan, kecemasan, kepuasan, dan
lain-lain, yang telah dipelajari dan biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian
juga akhir cerita adalah ekspresi pilihan testi sendiri. Jadi, detil ceritera merupakan gejala-
gejala perasaan perasaan yang ada dalam diri seseorang, sera system pertahanan dan system
penampilan luarnya.
Deskripsi gambar kartu-kartu TAT menurut Murray

Berikut ini adalah daftar gambar stimulis TAT:


1. Seorang anak laki-laki sedang memandangi sebuah biola yang terletak di atas meja di
depannya.
2. Pemandangan desa; disebelah depan ada seorang wanita membawa buku; dilator belakang
ada seorng laki-laki sedang bkerja di lading dan seorang wanita lebih tua dari wanita
pertama sedang memandanginya.
3. GM. Dilantai seorang anak kali-laki sedang meringkuk menmpel sofa dengan kepalanya
disandarkan di atas tangan kanannya. Disampingnya di lantai tergeletak sepucuk pistol.
GF. Seorang wanita sedang berdiri dengan kepala menunduk. Mukanya ditutupi dengan
tangan kanannya. Tangan kirinya direntangkan pada suatu pintu kayu.
4. Seorang wanita sedang memegang erat-erat bahu seorang pria yang badan dan wajahnya
membelakangi wanita tadi. Pria ini seolah-olah berusaha menghindar dari wanita tadi.
5. Seorang wanita setengah baya sedang berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka dan
mlihat kearah suatu kamar.
6. BM. Seorang wanita tua pendek berdiri membelakangi seorang pria muda jangkung. Si
pria memandang ke bawah dengan ekspresi wajah kebingungan.
GF. Seorang wanita sedang duduk ditepi sebuah sofa. Ia memandang kebelakang kea rah
seorang pria yang lebih tua yang berpipa di mulutnya. Pria ini seakan-akan sedang
berbicara dengan wanita tadi.
7. BM. Seorng pria ubanan memndang seorang pria muda cemberut yang sedang melamun.
GF. Seorang wanita agak tua sedang duduk disamping seorang perempuan, sambil
berbicara atau membacakan sesuatu untuk si anak. Si anak yang sedang memegangi
boneka, memandang kearah lain.
8. BM. Seorng pria remaja memandang lurus ke luar gmbar. Di satu sisi tampak sebuah laras
senapan, dan dilator belakang tampak lamat-lamat seperti bayangan dalam mimpi,
pemandangan semacam operasi.
GF. Seorang wanita muda duduk bertopang dagu sambil melamun.
9. BM. Empat pria berpakaian kerja sedang tiduran santai di rerumputan.
GF. Seorang wanita muda dengan majalah dan dompe di tangan memandang dari balik
sebatang pohon seorang wanita muda lain berpakaian pesta yang sedang berlari-lari ditepi
pantai.
10. Kepala seorang wanita muda bersandar dibahu seorang pria.
11. Suatu jalan menyusuri suatu jurang yang dalam diantara batu-bati cadas yang terjal.
Diatas jalan dikejauhan ada gambaran-gambaran yang tidak jelas. Dari salah satu dinding
cadas menjulur kepala dan leher panjang seekor naga.
12. M. Seorang pria muda sedang berbaring memejamkan mata diatas dipan. Seorang pria tua
membungkuk, tangannya terbuka diatas muka orang yang sedang berbaring
F. Gambar seorang wanita muda. Dilatar belakangnya seorang wanita tua berkerudung
dan menyeramkan sedang mengerutkan wajah.
BG. Sebuah kapal dayung didaratkan dipinggiran sungai didaerah berhutan.
13. MF. Seorang pria muda sedang berdiri menunduk, mukanya ditutup dengan lengan.
Dibelakangnya ada gambaran seorang wanita sedang berbaring diatas tempat tidur.
B. Seorang anak laki-laki kecil sedang duduk ditangga sebuah pondok kayu
F. Seorang anak perempuan sedang memanjat tangga yang berkelok-kelok.
14. Bayangan seorang pria (atau wanita) pada suatu jendela yang terang. Gambar sisanya
seluruhnya gelap.
15. Seorang pria kurus dengan tangan terpadu berdiri diatara batu-batu nisan.
16. Kartu kosong.
17. BM. Seorang pria tanpa busana sedang bergantung pada seutas tali. Ia sedang memanjat
atau menurun.
GF. Sebuah jembatan diatas air, sesosok wanita bersandar menjulur diatas pagar jembatan
itu. Dilatar belakangnya tampak gedung-gedung tinggi dan gambar-gambar kecil
beberapa pria
18. BM. Seorang pria dipegang erat-erat dari belekang oleh tiga tangan. Tidak tampak
gambar lawan-lawan orang ini.
GF. Seorang wanita tangannya mencekam lehr wanita lain yang tanpaknya didorong
kebelakang kearah pagar tangga.
19. Gambar yang menyeramkan, melukiskan kumpulan awan menyelimuti pondok yang
tertutup salju dipedesaan.
20. Gambar remang-remang seorang pria (atau wanita) bersandar pada tiang lampu dimalam
buta.

Karakteristik Kartu-Kartu

Dalam menginterpretasikan tanggapan testi terhadap stimuli yang disajikan


diperlukan pemehaman mengenai karakteristik atau sifat-sifat stimuli tersebut. Pengenalan
karakteristik juga diperlukan untuk memilih kartu-kartu yang akan disajikan pada penyajian
singkat.

Karakteristik kartu dapat digolongkan dalam karakteristik-karakteristik sebagai


berikut:
1. Kajelasan struktur konteks/situasi orang yang terlibt, dan objek yang terlibat.
Dalam beberapa gambar, situasi, orang dan objek, tampak jelas. Pada kartu 1, disitu
tampak jelas gambar seorang anak laki-laki sedang instrospeksi yang melibatkan biola
yang tampak jelas. Pada kartu 2, jelas pemandangan pertanian dengan orang-orang yang
terlibat ialah seorang wanita muda, seorang pria dan seorang wanita yang leebih tua.
Kartu-kartu lain yangjelas strukturnya ialah kartu 3 MF, 4, 5, 6 BM, dan 9 GF, 10, 13
MF.
Dari stimuli yang jelas begini, imajinasi tidak dibutuhkan. Bila testi
menginterpretasikan gambar yang jelas tidak seperti yang seharusnya, maka dapat
dikatakan ada penyimpangan persepsi atau salah interpretasi. Hal ini dapat digunakan
bahan diagnosa.
Namun demikian, dalam kartu-kartu yang tergolong jelas strukturnya itupun kadang-
kadang terdapat objek-objek yang tidak jelas strukturnya. Ketidakjelasan struktur ini
mungkin disebabkan oleh:

a. Objek-objek tersebut bentuknya meragukan, sehingga sukar ditentukan atau tidak teramati oleh
pembuat cerita. Misalnya pada kartu 1, objek dibawah biola tidak dapat diinterpretasikan
sebagai meja, taplak meja, kertas bungkus, kertas musik, dan sebagainya. Demikian juga
pada kartu 2, latar paling belakang agak kabur. Disitu ada gambar pria dan kuda lain, ada
gedung-gedung, dan ada “air”. Objek-obej “kabur” semacam ini memberikan kesempatan
testi untuk memproyeksikan diri.

b. Meskipun objek, manusia-manusia, maupun situasi umumnya cukup jelas, hubungan antara
manusia-manusia tersbut, aktivits, perasaan, jalan ceritanya, dan akhir cerita, tidak sama
strukturnya. Disinilah imajinasi testi dibangkitkan.
Contoh kartu yang tidak jels strukturnya ialah kartu 3 BM. Disini gambaran orang
tidak jelas pria atau wanita, tua atau muda. Juga benda yang di atas lantai, dapat dikatakan
sebagai sepucuk pistol, kunci, mainan, atau lubang dilantai. Latar belakangnya pun tidak
jelas, sehingga dapat dinterpretasikan di berbagai tempat.
Pada kartu 10, 11, dan 19 ketidakjelasan ini semakin menonjol. Pada kartu-kartu
semacam ini tugas testi semakin rumit. Ia tidak hanya harus membuat cerita untuk
mendasari perasaan dan interaksi antara manusia-manusia dan objek, tetapi ia juga harus
menentukan sendiri situasi umumnya, macam orang-orangnya, dan kejadian-kejadian
yang dibuthkan untuk membuat ceritanya jalan.
Dari stimulasi macam inilah kita dapat menyimpulkan kesiapan testi dalam
menanggapi hal-hal yang tidak jelas. Ada orang yang siap menghadapi sesuatu yang tidak
jelas, dan ada orang yang goncang dalam keadaan demikian.
2. Situasi kejadiannya biasa atau luar biasa, ditinjau dari pengalaman manusia pada
umumnya.
Kartu 6 BM, yang menggambarkan wanita setengah umur berdiri membelakangi pria
muda jangkung, dan 7 GF, ialah seorang ibu dudukdisamping anak perempuan,
merupakan contoph gambar yang strukturnya jelas dan situasinya tidak asing lagi bagi
kebanyakan orang. Juga kartu 10, yang meskipun gambarnya kurang jelas pelakunya,
tetapi kejadiannya masih merupakan pengalaman biasa.
Beberapa orang dapat “terkejut” menghadapi kejadian yang digambarkan yang diluar
jangkauan kehidupan sehari-hari. Kartu 17 BM, meskipun gambarnya jelas, kartu 18 BM
dan 19, merupakan contoh gambar kejadian yang luar biasa, yang tidak dinyana.
Menurut criteria ini kartu-kartu TAT dibagi atas dua set. Set pertama, gambar 1
sampai 10 dirancang menggambarkan kejadian sehari-hari. Dan set kedua kartu 11
sampai 20 dirancang menggambarkan kejadian yang lebih luar biasa dan lebih menantang
daya khayal testi.
Keluarbiasaan gamabr biasanya disajikan dalam bentuk unsure yang menyimpang,
bukan adanya sesuatu yang tidak pernah ditemui atau tidak realistic.
Variasi biasa/luar biasa ini sengaja digunakan untuk mengungkap kemampuan testi
menghadapi hal-hal yang biasa dan luar biasa.
Unsur-unsur yang penyimpangannya menonjol terlihat pada kartu 12 F, 15, 17 GF,
dan 18 BM. Stimuli berupa manusia nyata, tetapi dalam situasi yang aneh disajikan pada
kartu 12 F dan 18 BM. Sedang makhluk yang aneh pada situasi yang aneh, merupakan
stimuli kartu 15.
Kartu 11, 17 GF atau 19 menyajikan gambar yang tidak jelas situasi maupun
hubungannya, sehingga benar-benar menantang daya khayal, adaptasi dan fleksibilitas
testi.
3. Bermanusia atau tidak.
Kebanyakan stimuli TAT mengambarkan kejadian yang ada manusianya,
seseorang atau lebih. Beberapa hanya memberikan kesan ada orangnya, seperti kartu 11.
Kartu 12 BG dan 19 sama sekali tidak menampakan manusianya.
Ditinjau dari karakteristik ini, kertu 16 termasuk kartu yang tidak bermanusia,
bahkan sama sekali tidak ada gambarannya alias kosong. Kartu ini menantang testi untuk
menciptakan sendiri seluruh ceritanya, mencari sendiri bahan-bahannya, ialah orang-
orangnya yang terlibat, hubungan-hubungannya, kejadiannya, dan lain-lain.
4. Sederhana atau rumitnya bentuk, tanpa memandang sederhana dan rumitnya isi.
Sekilas dapat diamati adanya perbedaan definit dan tidaknya gambar. Bandingkan
kartu 1 dengan kartu 19. Pada kartu 1, unsur pokok tampak jelas: anak laki-laki dan biola,
atau mungkin ditambah meja. Sebaliknya pada kartu 19, gambar yang meliuk-liuk tidak
menonjolkan bentuk yang dominan yang dapat menjadi pusat perhatian, dan keseluruhan
gambar tidak meberikan bentuk yang definit sehingga dapat diartikan bermacam-macam.
Testi dipaksa puas mengartikan sebagai benda-benda yang tidak berbentuk seperti
mendung, awan, asap, kekuatan pusaran, dan sebagainya.
Lain lagi bila kita bandingkan kartu 1 dengan kartu 2, ialah pemandangan daerah
pertanian. Pada kartu 1, unsurnya hanya 2 atau 3, sedang pada kartu 2, tampak bahwa
disini terdapat lebih banyak gambar orang, sehingga lebih banyak interprestasi hubungan
antara orang-orang ini. Demikian juga, pada kartu 2 ini, terdapat begitu banyak perincian.
Buku, bajak, kuda. Lading, bangunan , kehamilan wanita yang leboh tua, dan sebagainya.
Sebenarnya, kartu-kartu masih dapat digolongkan dalam karkteristik-karakteristik
lainnya. Namun kiranya variasi yang disebutkan diatas telah cukup menjadi sebagai dasar
interpretasi dan pemilihan kartu.
Adanya variasi karakteristik ini memungkinkan testar menyajikan stimuli yang tepat
untuk mendapatkan tanggapan tadi yang dapat di interprestasikan dengan cermat
mengenal segi-segi yang ingin diungkap.

KRITERIA PEMILIHAN KARTU


Pada uraian sebelumnya, telah diketengahkan karakteristik kartu-kartu untuk dipilih.
Pemilihan dapat memakai kriteria:
a. Stimulus latent yang ditimbulkan
b. Hubungan interpersonal yang paling dasar
c. Penyajian kenyataan
d. Intensitas
e. Fleksibilitas dan keraguan
f. Kecocokan dengan simbol-simbol budaya
g. Kecocokan bagi problema khusus.
1. Stimulus latent yang ditimbulkan
Kriteria ini adalah kriteria yang terpenting. Meskipun kriteria jenis kelamin dan
umur itu penting, kriteria kecocokan dengan “thema” dan segi emosi yang diungkap
tindakan dapat diabaikan. Segi-segi emosi tertentu biasa terungkap oleh stimuli tertentu.
Misalkan, kartu 1. Gambar anak laki-laki dengan biola ini dalam kenyataan paling
mudah memancing perasaan dan cerita mengenai autoritas : reaksi terhadap autoritas,
tingkat inisiatif, dan seberapa jauh seseorang dapat mengontrol diri tanpa kontrol
“atasan”. Padahal kalau ditinjau bahwa gambarnya itu gambar anak laki-laki, maka
gambar ini tidak cocok untuk orang dewasa. Demikian juga bila yang ditinjau biolanya.
Rasanya gambar ini tidak cocok bagi orang-orang yang tidak pernah berhubungan dengan
biola. Tetapi dalam kenyatan, gambar ini dengan mudah dijadikan symbol seseorang yang
ada dalam situasi emosi yang mendua. Gambar ini cocok bagi orang dewasa juga.
Tanggapan terhadap stimulus kartu 1 ini merupakan data yang mengungkap pengalaman-
pengalaman yang berhubungan dengan tokoh-tokoh autoritas dan control dari luar, dan
asumsi-asumsi mengenai minat kemampuan untuk kemampuan unutk mempengaruhi
kekuatan yang mengontrolnya tersebut.

Stimulus latent yang terdapat pada masing-masing kartu ialah :

a. Masalah umum mengenai dorongan hati lawan kontrolnya, masalah kehendak diri pribadi
lawan kekuatan budaya di luar dirinya.
b. Ada dua masalah yang cendrung dipaparkan
Perasaan terhadap interaksi antar manusia, perasaan terhadap hubungan anak-
orang tua, dan perasaan terhadap hubungan pria – wanita (heterosex).
Sikap-sikap terhadap mobilits pribadi, ambisi dan pandangan terhadap tradisi:
apakah tradisi dianggap penting atau dianggap menghambat.

c. BM. Menjawab pertanyaan: apa yang dapat membuat seseorang sedih dan apa yang ia
harapkan dapat dilakukan. Disini sering muncul asosiasi terhadap kehilangan, perasaan
bersalah, serangan agresi.

Karena menggambarkan seseorang sedang sendirian, maka sering juga terungkap


sikap terhadap diri yang terisolir.
GF. Menjawab pertanyaan: mengapa seseorang mengalami penderitaan atau depresi
dan jalan keluar apa yang akan ditempuhnya. Disini sering muncul emosi negatif,
optimisme/pesimisme, dan apakah cara pertahanannya berbentuk pasif atau assertif.

d. Sikap-sikap terhadap hubungan pria – wanita.

e. Sikap terhadap tokoh ibu, terutama dari segi larangan atau pengawasan. Sering muncul
pandangan mengenai orang dewasaterhadap penjajagan sex para remaja.

f. BM. Sikap terhadap tokoh ibu, terutama terhadap perpisahan atau perbedaan pendapat. Pada
orang yang sudah bekerja, sering muncul reaksi-reaksi terhadap sikap ibu yang tradisional
atau enggan berubah.

GF. Sikap terhadap hubungan pria – wanita, terutama hubungan yang tidak permanen.

g. BM. Sikap terhadap otoritas, terhadap tututan dari luar (dari orang yang lebih senior), dan
sedikit banyak mengenai sikap keaktifan diri sendiri. Pada orang-orang tua dapat diartikan
sikap terhadap aturan-aturan dan kebijakan, terutama dalam dunia pekerjaan.

GF. Sikap terhadap hubungan dengan ibu dan pelukisan sifat-sifat wanita yang lebih tua
dalam lingkungan anak. Pada wanita dewasa sering muncul kriteria waktu kanak-kananknya
ataupun perasaan terhadap anal-anak. Gambar yang menunjukkan anak melihat kearah lain
dapat mengungkapkan penerimaan maupun penolakan anak.

h. BM. Orientasi terhadap kenyataan maupun terhadap ambisi dan kemampuan merancang masa
depan. Disini juga ada kesempatan munculnya perasaan permusuhn dan serang-serangan.

GF. Orientasi terhadap diri sendiri. Sering memunculkan lamunan positif mengenai masa
depan. Perkawinan dan rumah tangga, ambisi dalm kehidupan keluarga.

i. BM. Pemahaman mengenai kontak fisik dan kadang-kadang berkaitan dengan masalah
homosex. Disini dasarnya menggambarkan hubungan teman sebaya, klompok teman, dan
dapat juga memunculkan sikap-sikap terhadap kehidupan sexualnya sendiri.

GF. Konflik antara saudara atau konflik memperebutkan seorang pria. Disini dasarnya
menggambarkan hubungan interpersonal wanita sebaya.
j. Kedekatan fisik yang merupakan bahan pengungkapan dua hal. Pertama, cara orang menangani
kontak fisik yang demikian dekat dan rangsangannya. Kedua, reaksi terhadap objek
kecintaan, terutama pada saat perpisahan. Dapat juga memunculkan pandangan terhadap
suami/isteri atu perasaan intim antara dua orang (belum tentu dalam artian sex) seperti
hubungan anak – orang tua.

k. Ketakutan terhadp serangan dan kemampuan menangani ketidakadaan dukungan manusia lain.
Ketakutan ini mudah memunculkan emosi yang tidak terkontrol, baik yang berbentuk agresi
maupun tuntutan akan perlindungan

l. M. Kepasifan orang dan sikap trhadap kekuatan luar yang mengontrolnya. Pada beberapa orang
dapat memunculkan pikiran mengenai homosex.

F. Hubungan antara wanita yang berbeda umur. Pada wanita setengah baya, dapat mengenai
ancaman mas tua, pada wanita muda, lebih dominan mengenai pikiran-pikiran terhadap
kekuasaan yang lebih tua.

BG. Ungkapan kebutuhan akan kehadiran manusia atau tidak. Juga Insight mengenai
kemampuan menikmati ketenangan dan suasana santai.

m. MF. Sikap terhadp partner hubungan sex, terutama reaksi-reaksi sebelum atau sesudah
hubungan sex. Sering terungkap hubungan antara nafsu sex dan perasaan agresi.

B. Perasaan kesepian dan perasaan tidak berarti, serta sebab-sebabnya. Apakah ini
disebabkan oleh tidak adanya orang tua atau karena keterlantaran.

G. Gejala-gejala yang berhubungan dengan pertahanan terhadap perasaan diliputi oleh


kecemasan sendiri.

n. Ambisi dan pengaturan perencanaan menghadapi masa depan. Disini dapat terungkap
penolakan ambisi, dan keinginan hanya menekuni hal-hal yang rutin yang digambarkan oleh
kedaan-keadaan dibelakangnya (dalam ruangan tersebut) lawan hal-hal diluar ruangan.

Dapat juga khayalan mengenai orientasi trhadap kerja dan ambisi lawan khayalan mengenai
depresi dan bunuh diri.

o. Ide-ide mengenai kesusahan, kematian, dan permusuhan. Sebaliknya juga memusatkan pada
perasaan simpati terhadap kesedihan yang disebabkan ditinggalkan oleh orang yang dicintai.

p. Pantulan dari timbunan-timbunan kecemasan dan masalah yang telah menunmpuk pada cerita-
cerita sebelumnya (karena itu kartu ini kurang bermamfaat jika disajikan pada urutan awal).

q. BM. Konsep-konsep mengenai hukuman manusia dan lingkungannya, dan gambaran


keberanian dan kepekaan terhadap kekuatan-kekuatan dilingkungan. Disini mudah muncul
paham narcistic, exihibitionistic, ide-ide kompetisi, juga paham ketakutan dan melarikan diri.

GF. Ide-ide mengenai depresi, bunuh diri, lesbian dan kriminalitas.

r. BM. Perasaan menguasai keadan atau sebaliknya tidak berdaya terhadap agresi dari luar.
GF. Ide-ide agresi dan cara-cara testi mencoba untuk tidak mengakui atau menutupi agresi
ini.

s. Kemampuan untuk mengatasi hal-hal yang baru dan luar biasa, dan perbedaan reaksi terhadp
ada dan tidak adanya struktur

Dari segi lain ialah adanya perasaan aman, perasan bebas berpikir dan berpegang pada
realitas dalam menanggapi hal-hal yang tidak jelas. (orang yang berpikiran stereotif atau
orang yang meras kurang terjamin rasa amannya sering menolak kartu ini, dengan
mengatakan kartu ini sebagai kartu seni yang jelek atau menyeramkan, atau sama sekali
menolak memberikan tanggapan)

t. Kesepian, keragu-raguan, agresi atau perasaan-perasaan lain.


2. Hubungan interpersonal yang paling dasar
Hubungan-hubungan dasar antar pribadi ialah: hubungan antara ank dan ibu, anak
dengan bapak, hubungan pria wanita, hubungan dengan diri sendiri, hubungan antar
anggota kelompok dalam peran-peran yang berbeda, dan hubungan sejenis sebaya.
Analisis data hubungan-hubungan ini dapat untuk menyimpulkan pengalaman hidup
pencerita dan anggapan-anggapannya mengenai hubungan antar pribadi yang sedang
dihadapi.
Pada umumnya disposisi psikis dan emosi dasar seseorang terorganisir di sekitar
hubungan-hubungan dengan orang-orang tertentu ini, karena itu kesimpulannya dapat
digeneralisasikan sebagai gaya hidup maupun mekanisme berhubungan dengan orang lain
yang secara umum dimilki oleh si pencerita.
3. Penyajian kenyataan
Gambar-gambar yang dipilih hendaknya merupakan sample yang representative bagi
kenyataan objektif. Dengan demikian tanggapan testi akan cukup memadai variasinya
sebagai bahan untuk mengungkap organisasi pola pikirnya, dan sebagai estimasi
kestabilan emosi, logika, dan daya khayal dalam menghadapi hal-hal yang luar biasa
maupun yang kontradiktif.
Penyajian realitas dapat dlam beberapa variasi:

a. Realitas disajika dengan jelas. Beberapa kartu menyajikan gambar-gambar langsung, tidak
meragukan, seperti anak dan biola pada kartu 1. Kartu-kartu semacam ini hanya
membutuhkan kemampuan pengamatan sederhana untuk mengenal objek-objek yang ada
dalam gambar.

b. Realitas disajikan dengan susunan yang logis. Pada kartu 8 BM, benda-benda dan manusianya
mudah dikenali. Tetapi susunan penyajian yang berbentuk 2 tingkat (oleh pelukisnya
pemandangan operasi dan anak laki-laki digambarkan dengan teknik berbeda), membuthkan
kemampuan interpretasi testi. Disinilah realitas disajikan dalam dua tingkat. Imajinasi
dibutuhkan untuk menghubungkan dan menerangkan hubungan antara realitas satu dengan
yang lain.

Demikian juga pada kartu 18 BM. Meskipun suasana remang-remang dan tidak biasa
orang laki-laki dan ketiga tangan mudah dikenali. Tantangan imajinasi terletak pada tidak
adanya gambaran lain untuk menghubungkan dan menerangkan adanya ketiga tangan disitu.

c. Realitas yang disajikan luar biasa. Seberapa gambar yang dipilih hendaknya mengandung
kejadian yang luar biasa, aneh, mengejutkan, atau tidak dinyana. Gambar-gambar semacam
ini berguna untuk mengestimasikan mudah tidaknya testi menangani hal-hal yang luar biasa
dan mengejutkan. Disamping itu, gambar-gambar semacam ini memberi kesempatan
terlampiaskannya isi pikiran yng tidak mapan atau patologis.

Pada umumnya, besar mamfaatnya menyajikan paling tidak satu gambar yang
menekankan gambar pribadi tertentu (seperti kartu 12 F, 17 BM, 18 BM), dan satu gambar
yang bukan orang yang dominan (seperti kartu 11, 17 GF, dan 19).

d. Realitas disajikan tidak jelas. Beberapa gambar yang disajikan hendaknya sangat tidak
berstruktur dan dpat diinterpretasikan bermacam-macam. Gambar-gambar semacam ini
menantang imajinasi testi, mengundang isi pikiran yang originil, dan juga memantulkan
kualitas kekuatan dan organisasi kepribadian testi. Di samping itu gambar-gambar ini dapat
dijadikan alat uji kemampuan kebiasaan testi dalam menghadapi situasi yang belum
dikenalnya. Misalnya kartu 19.
4. Intensitas
Gambar yang disajikan hendaknya ada yang cukup intens untuk memancing konflik dan
menuntut testi untuk mengajukan saran pemecahan. Ketajaman konflik dapat dalam
berbagai bentuk:

a. Isi yang dramatis; seperti pada kartu 18 GF, 12 F, dan 17 BM.

b. Tidak adanya manusia, seperti kartu 12 BG, sehingga menimbulkan pertanyaan dalam pikiran
“orangnya pada kemna?”

c. Situasi yang menimbulkan konflik, seperti kartu 1.


5. Fleksibelitas dan keraguan
Keraguan dapat timbul oleh adanya ambiguity (berwayuh arti). Dua macam ambiquity:

a. Ambigu arti dalam realits objek atau manusianya.

b. Ambigu arti dalam emosi, tindakan dan akhir ceritanya.


Setiap gambar yang digunakan hendaknya memberikan kebebasan sepenuhnya bagi
ungkapan emosi dan tindakan.
Makin banyak variasi emosi dapat ditempatkan pada situasi yang tergambar, dan
makin luas pilihan cara pemecahan yang dapat disarankan, makin efektif gambar tersebut.
Gambar-gambar yang jelas seperti kartu 2, tetap dapat mengungkap variasi-variasi di
atas seperti gambar yang tidak jelas pada kartu 19. Pada kartu 2, yang penting ialah
keambiguan dalam emosi dan akhir ceritanya.
Pada umumnya dalam memilih gambar, criteria hubungan interpersonal dasar
didahulukan, baru kemudian segi emosi dalam kerangka hubungan interpersonal dasar ini
disediakan (kecuali bila yng akan dieksplorasi dimensi emosi tertentu seperti marah,
cinta, dan sebagainya). Dengan adanya kerangka situasi, interpretasi emosi dapat
disimpulkan dengan melihat konteks emosi yang terungkap.
6. Kecocokan dengan simbol-simbol budaya
Gambar dan situasi yang diplih, seperti orang, pakaian, benda-benda dan
latarbelakang hendaknya disesuaikan dengan budaya dan kelompok yang akan dikenai
TAT. Tentu saja akan sukar sekali menganut perincian-perincian gambar badan, pakaian
dan lain-lain yang akan digunakan oleh kelompok yang luas. Karena itu, pada umumnya
gambaran dibuat yang paling umum, sehingga orang menyimpulkan bahwa orang yang
digambar adalah anggota kelompoknya sendiri. Karena itu pula gambar lebih “aman” bila
gambaran tidak terlalu mengganggu kebebasan fantasi, sebab cerita lalu terpancang pada
detail, dan pada orang yang stereotype, cerita lalu dipenuhi oleh detail-detail yang
tergambar.
Dihindarinya gambaran symbol atau karya seni yang dengan jelas mewakili budaya
tertentu, juga merupakan jaminan dapat digunakannya kartu-kartu untuk budaya yang
lebih luas. Disamping itu gambaran seperti ini memberi kesempatan testi untuk
menginterpretasikan situasi, manusia, objek, sesuai dengan arti yang dimilikinya, bukan
sesuai dengan arti budayanya.
7. Kekhususan masalahnya
Dalam pemilihan gambar bagi penelitian, seleksi, atau diagnosa masalah-masalah
khusus, semua criteria diatas perlu diperhatikan. Disamping itu juga diperlukan penelitian
pendahuluan. Misalnya, untuk meneliti kelompok budaya tertentu, diperlukan konsultasi
dengan seorang ahli antropologi. Konsultasi berkisar masalah kejadian-kejadian, tradisi
dan kebiasaan, atau situasi yang dianggap relevan dengan masalah psikologis yang akan
diselidiki.
Sudah jelas bahwa hubungan interpersonal dasar akan ada dan serupa untuk semua
budaya. Dengan penyesuaian/adaptasi bila diperlukan. Tentu saja ada situasi/kejadian-
kejadian yang khusus hanya terdapat pada budaya tertentu. Tetapi, pada umumnya lebih
baik bila situasi tidak digambarkan terlalu khusus, sehingga dapat mengundang
interpretasi yang bervariasi.
Sebaiknya, bila yang akan diungkap masalah situasi/kejadian khusus tersebut, maka
peranan ahli antropologi menjadi sangat menentukan.
Untuk keperluan diagnose klinis, beberapa ahli menyarankan menggunakan seluruh
perangkat kartu Murray. Bahkan ada yang menyarankan untuk masalah-masalah tertentu
ditambah penyajian kartu-kartu lain yang stimulus latentnya relevan dengan masalah
khusus tertentu. Alasan penggunaan seluruh perangkat ialah hasilnya dapat
diperbandingkan,karena stimuli yang dipakai standar, variasi fantasi yang ditampung
lebih lengkap, dan sampel perilaku lebih representative.

INTERPRETASI: TEKNIK KESAN DAN TEKNIK MURRAY

Secara untung-untungan orang awam yang memiliki intuisi empati dapat membuat
kesimpulan yang penting dan valid mengenai kepribadian seorang pengarang.

Untuk dikatakan mahir, seorang ahli interpretasi TAT pun harus mampu
menggunakan intuisi interpretasi ini secara terarah. Disamping itu ia juga harus memiliki
latar belakang pengetahuan klinis, memahami dinamika kepribadian, terlatih melakukan
wawancara dan observasi, dan terampil dalam menangani berbagai tes.

Stein memperingatkan agar interpreter (terutama yang masih baru) tidak membuat dua
macam kekeliruan:
1. Kecenderungan untuk memproyeksikan kebutuhan dan kepribadiannya sendiri kedalam
intrpretasiyang dibuatnya. Kekeliruan ini sering terjadipula pada interpretasi teknik-
teknik proyeksi lain. Untuk menghindari hal ini, perlu pendekatan objektif
materiinterpretasi. Antara lain diusahakan agar interpretasi dikenakan baru bila terbukti
adanya paling tidak dua kali permunculan cerita, dan dengan mengenal diri sendiri
sehingga menyadari pada hal apa proyeksi cenderung terjadi.
2. Kecenderungan membuat interpretasi cerita seperti ada adanya.
Misalnya, cerita kartu 1, bahwa anak laki-laki itu ingin mahir memainkan biola, belum
dapat diinterpretasikan bahwa testi berminat terhadap musik. Yang penting disini
dinamikanya, ialah adanya aspirasi menguasai kemahiran, tetapi kesempatan
memproyeksikan terbatas pada stimulus, ialah biola. Interpretasi berminat pada musik ini
baru dapat dikenakan bila didukung cerita lain yang menunjukkanminat musik, yang
muncul tanpa disarankan oleh stimulinya.

Pemahaman mengenai dinamika kepribadian dibuthkan dalam interpretasi TAT, seperti


juga dalam interpretasi tes Ro, karena dari kedua tes ini diharapkan terungkap tidak hanya
potret kepribadian testi serta faktor-faktornya yang beroperasi pada saat ini, tetapi juga hal-
hal yang berkaitan dengan perkembangan dan dinamika kepribadian ini. Hal terakhir ini
sangat penting terutama dalam penggunaan klinis, dimana memberi “label” atau klasifikasi
pada seorang klien saja belum cukup. Sebab-sebab perkembangan kearah kelainan dan
sumber-sumber daya yang dimiliki klien perlu juga ditemukan.

Teknik Analisis

Sampai saat ini dapat dijumpai berbagai teknik analisis TAT, misalnya teknik
menurut Bellak, Henry, Murray, Rapaport, Rotter, Tomkins, dan Wyat.

Dalam bab ini akan dicoba diuraikan teknik yang paling sederhana (teknik
kesan/pengamatan) dan yang rumit (teknik Murray).

Teknik Kesan/Pengamatan

Cara paling sederhana untuk membuat kesimpulan dari data TAT ialah dengan
melakukan pengamatan sepintas. Cara ini kadang-kadang cukup memadai untuk keperluan-
keprluan tertentu (misalnya screening).

Cerita-cerita testi dibaca semuanya dengan anggapan cerita-cerita ini merupakan


komunikasi tingkat psikologis. Hal-hal yang tampaknya berarti, spesifik dan unik digaris
bawahi. Pada saat membaca yang kedua kalinya, interpreter yang berpengalaman dapat
menarik kesan, dapat menemukan pola-pola yang terulang, atau menemukan bagian-bagian
yang bertebaran terangkum menjadi kesimpulanyang utuh dan berarti. Makin berpengalaman
seorang interpreter, makin mudah ia memperoleh kesan dan kesimpulan.

Teknik Murray

Interpretasi menggunakan perincian needpress mempunyai keeunggulan tersendiri,


terutama bila digunakan pada penelitian-penelitian yang memerlukan perincian ini, dan bila
tidak ada tuntutan untuk selesai dengan cepat.

Cara ini kurang populer, karena konsep need dan press bukanlah konsep yang mudah
dipahami. Selain itu cara ini dapat menyita waktu 4 sampai 5 jam untuk menganalisis 20
cerita.

Banyak konsep diajukan oleh Murray, yang jargonnya sering berbeda dengan konsep
sehari-hari. Ia menyarankan agar setiap kejadian dalam cerita dianalisis ke dalam: (a)
kekuatan atau kekuatan-kekuatan yang berasal dari tokoh pahlawannya (the hero), dan (b)
kekuatan atau kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungannya (yang disebut press oleh
Murray).
A. Pahlawan
pertama untuk menganalisis suatu cerita ialah menentukan pahlawan yang
diidentifikasikan oleh diri pengarangnya. Pahlawan ini biasanya adalah:

a. Tokoh yang paling diminati oleh pengarangnya, yang paling akrab digambarkna perasaan dan
motif-motifnya.

b. Tokoh yang paling menyerupai keadaan pengarang: jenis kelamin, umur, status dan perannya,
dan yang paling serupa pula sentimen dan sasarannya. (Murray mengartikan sentimen sebagai
kecenderungan seseorang untuk tertarik atautidak tertarik/tidak menyukai suatu objek).

c. Orang atau orang-orang yang dilukiskan dalam gambar.

d. Orang yang memainkan peran utama dalam drama, yang muncul pada permulaaan cerita dan
yang paling terlibat pada akhir cerita.
Tokoh pahlawan mungkin sulit ditemukan dalam hal-hal berikut ini:

a. Tokoh pahlawan berubah-ubah dalam satu cerita.

b. Dua segi kepribadian yang sama kuat tetapi berlawanan arah diwakili oleh dua tokoh, misalnya
dorongan antisosial dan hati nurani, masing-masing diwakili oleh penjahat dan polisi.

c. Adanya crita dalam cerita. Misalnya tokoh pahlawan mengamati atau mendengar kejadian
mengenai tokoh lain yang juga mendapat simpati dari pengarangnya.

d. Jenis kelamin pahlawan yang diidentifikasikan berlawanan. (pada wanita ini berarti memiliki
komponen pria dengan kadar tinggi, dan pada pria memiliki komponen wanita pada kadar
tinggi).

e. Kepahlawanan terbagi rata pada beberapatokoh atau kelompok orang, atau:

f. Pahlawan berkedudukan sebagai objek dalam situasi cerita subjek-subjek.


Watak kepahlawanan ini kemudian dapat ditinjau dari beberapa klasifikasi:
superioritas (kekuasaan, kemampuan), inferioritas, kriminalitas, penyimpangan mental,
soliter, belonginess, kepemimpinan, dan kecenderungan bertengkar.
B. Motif, Kecenderungan dan perasaan tokoh pahlawan
Tugas interpreter kemudian mengamati perincian cerita megnenai pahlawan ini.
Perasaan, pikiran, dan tindakannya, sambil memperhatikan adanya kenyataan-kenyataan
yang menandai tipe kepribadian atau kelainan mental, juga hal-hal yang khusus, spesifik,
atau hal-hal yang biasa tetapi dengan intensitas atau frekuensi luar biasa tinggi atau luar
biasa rendah.
Dalam merumuskan reaksi-reaksi tokoh pahlawan, interpreter dapat menggunakan
variabel-variabel yang dipilih sesuai dengen kebutuhannya: ekstraversi-introversi,
maskulinitas-feminitas, ascendence-submission (meang-menangan-ngalahan); tanda-
tanda kecemasan, meras berdosa, atau rendah diri, melacak sumber-sumber sentimen
yang berakar, atau merencanakan untuk memperhatikan semua itu.
Murray menggunakan daftar klasifikasi 28 need (atau drive) yang didasarkan pada arah
atau sasaran langsung suatu aktivitas.
Suatu need dapat memperlihatkan diri sebagai suatu impulse, suatu keinginan, atau niat,
atau suatu kecenderungan tingkah laku yang dapat diamati.
Need dapat berpadu sehingga satu tindakan memuaskan sekaligus dua need atau lebih
(disebut fused need).
Need dapat hanya berfungsi sebagai kekuatan instrumental yang membantu terpenuhinya
need yang lebih dominan (yang pertama tadi disebut subsidiary need).
Kekuatan need diskor 1 sampai 5. Skor 5 adalah skor tertinggi bagi suatu variabel dalam
suatu cerita. Kriteria kekuatan ialah intensitas, lama berlangsung, frekuensi, dan pentingnya
need tersebut dalam jalan cerita.
Adanya sedikit tanda-tanda munculnya suatu variabel (misalnya sekilas kejengkelan)
mendapat skor 1, sedang bentuk yang intens (misalnya marah sampai mengamuk) atau
bentuk-bentuk lain yang lebih lunak (misalnya selalu bertengkar) tetapi terus-menerus atau
berulang-ulang, medapat skor 5. Skor 2, 3, dan 4 disediakan untuk antara kedua skor di atas.
Bila ke-20 cerita telah diskor demikian untuk masing-masing variabel, jumlahnya
dibandingkan dengan skor standar menurut jenis kelamin dan umur (bila ini tersedia Manual
TAT Murray hanya menyajikan satu norma untuk sampel mahasiswa pria, dan untuk 9 need,
konflik, perubahan emosi dan dejeksi). Kemudian variabel-variabel yang diatas atau dibawah
rata-rata dicatat dan diteliti lebih lanjut kaitannya satu dengan lainnya.
Daftar need yang disarankan Murray (diolah kembali oleh Sanford) adalah sebagai
beerikut:
Need (disingkt n) yang dapat disimpulkan dari tindakan tokoh pahlawan yang
berhubungan dengan objek atau situasi:
1. N-Echievement. Mengerjakan sesuatu yang penting dengan tenaga dan kegigihan.
Berusaha keras untuk melaksanakan sesuatu yang berharga. Ambisi yang tertuang dalam
bentuk tindakan.
2. N-Accuisition.

a. Sosial. Bekerja untuk uang, kekayaan atau hak milik. Mencoba untuk mendapatkan barang
yang berharga. Melakukan barter, perdagangan, atau perjudian. Tamak, rakus, atau keinginan
memperoleh kekayaan yang ditampilkan dalam bentuk tindakan.

b. Asosial. Mencuri, menipu, menyelundupkan, memalsu cheque.


3. N-Change, Travel, Adventure. Gelisah, dan selalu berpindah-pindah. Haus akan
pemandangan baru, tempat baru. Mencari petuangan. Memimpikan kunjungan ke negeri
jauh atau negeri asing. Bepergian, pergi melakukan eksplorasi, mencari harta karun.
4. N-Cognizance. Ingin tahu. Memandang sesuatu dengan intens. Mengawasi, mengintip,
berusaha ingin tahu lebih banyak, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
menyelidiki. Mencari sesuatu, meneliti, melakukan eksplorasi, atau bertindak seperti
detektif. Voyurism.
5. N-Construction. Mengorganisasikan, mengatur, membangun, atau menciptakan sesuatu.
6. N-Counteraction. Berjuang untuk mendapatkan kembali atau mempertahankan kehormatan
diri. Kebanggan yang dilukai atau terancam yang menggugah kembali tokoh pahlawan
untuk menambah usahanya sesudah kegagalan, atau mencoba dan mencoba lagi, atau
mati-matian menaklukkan hambatan yang besar. Mengatasi kelemahan, inferioritas,
malapetaka turun-temurun,atau rasa malu, dengan melakukan hal-hal yang suka, yang
tidak disukai atau ditakuti. Membalas dendam atas penghinaan.
7. N-Excitence, dissipation. Mencari rangsang emosional dengan berbagai cara: berpergian,
berpetualangan dengan wanita, judi, menyampret-nyampret bahaya.
8. N-Nutriance. Mencari dan menikmati makanan dan minuman: merasa lapar dan haus.
Minum-minuman keras dan obat-obatan. Melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan
makanan dan minuman.
9. N-Passivity. Menikmati ketenangan, kesantaian, istirahat, tidur, berbaring. Merasa apatetik
(masa bodoh), letih sesudah sedikit usaha atau tanpa melakukan usaha. Menikmati
pikiran-pikiran pasif atau mengabsorbsi kesan-kesan rangsangan. Mengalah pada orang
lain karena apati atau masa bodoh.
10. N-Playmirth. Bermain. Meluangkan meluangkan waktu hanya untuk bersenang-senang,
pergi ke pesta. Melucu, tertawa, berolok-olok. Menghadapi situasi dengan cara santai,
atau main-main.
11. N-Retantion. Memgang teguh suatu obyek. Menolak meminjamkannya, berusaha
menghindarkan dari pencurian, menyembunyikan dari orang banyak, menimbun,
membuat koleksi, melestarikan. Hemat dan kikir.
12. N-Sentience.

a. Epicurean. Mencari dan menikati kenyamanan, kemewahan, kemudahan, rasa senang, makan
dan minum enak.

b. Aesthatic. Sensitif terhadap aspek rangsangan alam. Menikmatiseni, musik, sestra.


Menciptakan, membuat, dan komposisi, menulis karangan.
13. N-Understanding. Berjuang unutk memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan. Giat
belajar disekolah, mendapatkan pendidikan, membaca agar memperoleh pengetahuan
mengenai sesuatu. Berpikir, berspekulsi untuk memcahkan persoalan. Berpergian atau
mencari pengalaman unutk memperoleh kebijaksanaan.
Need yang dapat disimpulkan dari tindakan tokoh pahlawan yang berhubungan
dengan orang lain :
1. N-Affiliation.

a. asosiatif. menjalin atau memelihara hubungan persahabatan :


i) Memusat. Menikmati kehadiran teman setia. Bekerja dan bermain bersama. Merasa
memiliki kecintaan yang dalam (dinyatakan atau tidak dinyatakan) kepada
orang tertentu.
ii) Difus. Menyukai berbagai orang. Mengolompok dan bermasyarakat. Bekerja atau
bermain dengan suatu kelompok.

b. Emosional. Terikat oleh kecintaan yang mendalam, simpati atau kehormatan pada orang lain:
Jatuh cinta, menikah, dan tetap setia.
2. N-Aggression.

a. Emosional, verbal. Marah atau menbenci seseorang (meskipun perasaan ini tidak dinyatakan
dalam bentuk kata-kata). Bertengkar. Mengutuk, mengkritik, memperingatkan, menyalahkan,
mempertawakan. Mencetuskan agresi melawan seseorang atau suatu kelompok dengan kritik
masyarakat.

b. Fisik, sosial. Berkelahi atau membuat dalam membela diri atau membela seseorang yang
dicintai. Membalas dendam terhadap penghinaan tanpa pancingan(tanpa alasan), atau
terhadap perlakuan tidak adil. Berjuang untuk negaranya sendiri atau negara sahabat dalam
suatu perang. Meghukum tindakan tercela.
c. Fisik, asosial. Menodong, menyerang, melukai, atau membunuh manusia (melawan hukum).
Tindakan kejahatan. Memulai berantam tanpa tanpa alasan yang mapan, atau membalas
perasaan disakiti dengan kekjaman dan pengrusakan yang berlebihan. Berjuang melawan
wewenang yang syah (orang tua, atasan, pemerintah). Mengkhianati, dan berjuang melawan
negaranya sendiri. Sadisme.

d. Destruktif. Menyerang atau membunuh binatang. Memecah, menghancurkan, membakar, atau


merusak sesuatu.
3. N-Dominance. Mencoba mempengaruhi tingkah laku, sentimen, atau ide orang lain.bekerja
untuk mendapatkan kedudukan eksekutif. Membimbing, mengelola, memerintah.
Sardiskusi atau berdebat untuk mempengaruhi orang lain. Menyerang pandangan yang
berbeda. Menangkap dan memenjarakan musuh atau penjahat.
4. N-Exposition. Memberi informasi, berita, menerangkan, memberi petunjuk, mengajar.
5. N-Nurturance. Menyatakan simpati dalam bentuk stindakan, mengasihi dan menghibur
seseorang. Baik hati dan penuh pengertianterhadap perasaan orang lain.
6. N-Recognition. Mencari tepuk tangan, pujian, prestise, nama. Menikmati dukungan,
mencari penghargaan dari orang lain. Membanggakan diri. Menonjolkan diri, menarik
perhatian. Melakukan sesuatu atau berpidato di depan umum, mendramatisasikan diri di
depan oranglain.
7. N-Rejection. Menyatkan ketidak puasan, ketidak senangan atau kemarahan dalam bentuk
tindakan. Menghidari dari sesuatu, seseorang, suatu pekerjaan, atau ide-ide yang asing
dari minatnya.
8. N-Sex. Mencari dan menikmati lawan jenisnya. Melakukan hubungan sex.
9. N-Succorance. Mencari bantuan atau simpati. Meminta bantuan; tergantung pada oran
glain untuk mendapatkan doronga, perlindungan, pemeliharaan. Menikmati simpati dari
orang lain, makanan atau pemberian yang bermanfaat. Merasa kesepian bila sendirian,
rindu bila pisah dari orang yang dingini, tidak berdaya menghadapi krisis. Melarikan diri
ke minumam keras atau obat-obatan.

Need yang dapat disimpulkan dari reaksi tokoh pahlawan terhadap aktivitas yang berasal dari
orang lain:
1. N-Abasement
Mengalah (submission). Menurut dengan enggan kemauan orang lain, untuk memperoleh
atau terpeliharanya hubungan baik dengan orang yang dingini, atau untuk menghindari
disalamkan atau menghindari hukuman, atau menghindari penderitaan atau kematian.
Menyerah pada penghinaan, kesakitan, dipersalhakan, hukuman, atau kekalahan tanpa
melakukan perlawanan. Mengakui kesalahan, meminta maaf, berjanji, untuk lebih baik,
untuk memperbaikan kelaikuan, untuk kembali kejalan yang benar. Pasrah dan menerima
nasib secara pasif. Menderita cobaan yang luar biasa tanpa usaha melawan. Masochisme.
2. N-Autonomy

a. Kebebasan. Membebaskan dri atau menghindari lingkungan yang mengekang atau memaksa.
Membebaskan diri dari lingkup yang terbatas, lari dari penjara, melarikan diri dari rumah,
meninggalkan sekolah, keluar dari pekerjaan, atau membelok dari ketentaraan karena adanya
larangan-larangan, kewajiban dan keharusan. Meninggalkan atau melepaskan diri dari
seseorang untuk membebaskan diri dari kewajiban ikatan. Tekad untuk tetap bebas,
mengindari persekutuan yang menjerat, atau larangan-larangan yang membatasi. Pergi
melaksanakan sesuatu yang sah neski tidak direstui orang tua.
b. Bertahan (resistance). Menolak paksaan. Menolak melakukan atau tidak dilakukan apa yang
dituntut orang. Mendebat pertimbangan atasan. Berpikir kontra, negativism, pendebat, tidak
mau mundur, tidak patuh.

c. Asocial. Melakukan sampai taraf yang membahayakan, sesuatu yang dilarang, dikritik, atau
dapat dikenai hukuman, kelakuan jelek, tidak menurut aturan, melanggar tata tertib.
Melanggar standar moral dan social. Menipu, curang, berjudi, mabuk, kepelacuran.
Melakukan kejahatan yang bukan mencuri.
3. N-Blameavoidance. Takut diperingatkan, dipersalahkan, atau dihukum, dan menghindari
kekeliruan. Menahan diri dari keinginan melakukan sesuatu yang unconventional atau
dapat dikritik. Mengakui kesalahan, meminta ma’af, berjanji memperbaiki diri, menyesal,
agar terhindar dari dipersalahkan lebih lanjut. Kembali ke jalan yang benar dan menjadi
orang baik.
4. N-Deference

a. Patuh (compliance). Menyerah pada keinginan, saran, paksaan orang sekutunya. Siap untuk
menyenangkan, siap untuk menyetujui, bekerja sama, menuruti dengan senang
kepemimpinan seseorang yang dikagumi.

b. Hormat (respect). Menyatakan kehormatan dan kekaguman dalam bentuk tindakan, kultus
individu. Mengakui jasa atau bakat, memuji prestasi yang baik.
5. N-Harmavoidance. Menunjukkan ketakutan, kecemasan, kebingungan, malu, menghindari
perkelahian/bahaya sebab takut luka, sakit atau mati. Melarikan diri ketika dikejar
binatang, musuh (takut dilukai), atau polisi (takut dipenjarakan atau mendapat hukuman
fisik).

Need mengenai reaksi terhadap diri sendiri.

N-integression. Menyalahkan, mengkritik, memarahi, atau memperkecil diri sendiri karena


kesalahan, kebodohan, atau kegagalan. Menderita rasa rendah diri, merasa berdosa,
menyesali diri. Menghukum diri sendiri. Bunuh diri.

Cathexes

Ada hubungannya dengan need ialah objek, aktivitas, orang, dan ide yang menarik
atau menolak tokoh pahlawan. Objek, aktivitas, orang, dan ide-ide yang tampak membuat
pahlawan merasa tertarik disebut hal-hal yang di-cathested-kan secara positif. Sebaliknya hal-
hal yang menyebabkan rasa tidak senang pada tokoh pahlawan di-cathested-kan secara
negative.

Keadaan batin (inner states) dan emosi

Variasi lain yang digunakan oleh Murray ialah inner states dan emosi.
a. Konflik : suatu keadaan tidak menentu, tidak terputuskan. Oposisi sementara atau terus-
menerus antara impuls-impuls, need, keinginan, dan sasaran yang saling berlawanan.
Konflik moral. Penahanan diri yang melumpuhkan.
b. Perubahan emosi : mengalami perubahan perasaan yang kentara terhadap seseorang.
Berubah-ubah, tidak stabil, tidak konsisten dalam memberikan afeksi. Menampakkan
perubahan suasan hati dan temperamen. Terjadinya rasa senang luar biasa (exaltasi) dan
depresi pada satu cerita. Tidak toleran terhadap tiadanya perubahan atau kestatisan.
Mencari orang-orang baru, minat baru, pekerjaan baru.
c. Dejection : mengalami perasaan kecewa, harapan tidak terpenuhi, depresi, menyesal, sedih,
tidak bahagia, melankolic, putus asa.

Keadaan batin yang lain : kecemasan, excitasi, curiga, cemburu.

C. Kekuatan-kekuatan dilingkungan tokoh pahlawan]


Dengan mengamati para testi menyusun lingkungan sebagai latar belakang cerita, interpreter
dapat menyimpulkan sebagaimana pandangan testi terhadap lingkungannya.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dapat dijawab:
“Apakah lingkungan mendukung atau menghambat perkembangan, keinginan, tindakan-
tindakan tokoh pahlawab?”
“Apakah tokoh pahlawan merasa lingkungannya menyenangkan, memuaskan, atau tidak
menyenangkan/menegecewakan? Subur/gersang?, apakah ia dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya?”
Juga manusia-manusianya: apakah mereka ramah? Bagaimana karakter tokoh ibu
digambarkan? Tokkoh bapak?
Murray menyediakan daftar press (disingkat p) yang klasifikasinya berdasarkan pengaruhnya
(atau yang akan berpengaruh atau mengancam) terhadap tokoh pahlawan. (Press menurut
Murray ialah kekuatan lingkungan atau situasi-situasi lingkungan).
Cara penyekoran press serupa dengan cara penyekoran need. Skor 1 sampai 5 diberikan
berdasar intensitas, lama berlangsung, frekuensi, dan arti pentingnya press tersebut dalam
jalan cerita.
Sesudah ke-20 cerita diskor, skor masing-masing variabel dikonsultasikan dengan norma
jenis kelamin dan umur. Skor yang dibawah atau diatas rata-rata dicatat dan diteliti lebih
lanjut.
Press yang sering terlibat dalam cerita:
1. P-Accuisition. Seseorang pengusaha merebut, merampok, menggelapkan milik (uang,
kekayaan) tokoh pahlawan. Atau seorang saingan dalam bisnis mengancam keamanan
finansialnya.
2. P-Afiliation

a. Assosiatif. Tokoh pahlawan mempunyai seorang teman atau lebih, atau sahabat. Ia adalah
anggota kelompok keakraban.

b. Emosional. Seseorang (ayah, ibu, saudara kandung, sanak, pacar) memiliki dedikasi pada
tokoh pahlawan. Ia bercintaan (dicintai dan mencintai) atau menikah.
3. P.Aggresion

a. Emosional, verbal. Seseorang marah atau membenci tokoh pahlawan. Ia dikritik, dihina,
dimarahi, ditertawakan, seseorang memfitnahnya.

b. Fisik, sosial. Tokoh pahlawan dalam posisi bersalah (ia penyerang, penjahat), dan seseorang
mempertahankan diri, membalas,mengejar, memenjarakan atau membunuhnya. Pemerintah,
polisi, ayah atau ibu menghukum tokoh pahlawan mempertahankan diri.

c. Fisik, asosial. Seorang penjahat atau suatu geng penyerang, melukai, atau membunuh tokoh
pahlawan. Seseorang memulai perkelahian dan tokoh pahlawan mempertahankan diri.
d. Destruktif. Sesuatu milik tokoh pahlawan dirusak atau dihancurkan.
4. P-Cognizance. Seseorang ingin tahu mengenai tokoh pahlawan, apa yang sedang
dilakukannya, ia dimata-matai. Seseorang menggeledah, menyelidiki, atau
menginterogasinya.
5. P-Deference

a. Patuh. Seseorang atau sekelompok orang dengan senang hati mengikuti kepemimpinan atau
permintaan tokoh pahlawan. Seseorang ingin menyenangkannya, bekerja sama, dan menuruti
perintahnya. Kepatuhan ini mengkin bersifat pasif.

b. Hormat. Tokoh pahlawan dikagumi oleh seseorang atau sekelompok orang. Bakat dan jasanya
diakui, ia dihargai dan dipuji oleh masyarakat.
6. P-Dominance

a. Paksaan. Seseorang mencoba memaksa tokoh pahlawan melakukan sesuatu. Ia mendapat


perintah, suruhan, atau paksaan dari ayah atau ibu, atau yang berwenang.

b. Larangan. Seseorang mencoba mencegah tokoh pahlawan dari melakukan sesuatu. Ia dikenai
pengawan, larangan, atau hambatan.

c. Ajakan (inducement). Seseorang mencoba membuat tokoh pahlawan melakukan sesuatu,


dengan jalan meminta, mempengaruhi, memberi dorongan, menggunakan strategi yang
cerdik, atau menawan hatinya.
7. P-Example

a. Pengaruh baik. Seseorang, suatu kelompok, atau suatu sebab, mempengaruhi tokoh pahlawan
secara konstruktif. Seseorang yang berbakat dijadikan contoh kearah kebaikan.

b. Pengaruh jelek. Tokoh pahlawwan menjadi jahat karena pengaruh pergaulan. Atau,perilaku
idealnya merosot karena mengikuti saran atau ajakan orang-orang yang dapat dipercaya atau
tidak bertanggungjawab.
8. P-Exposition. Seseorang mengatakan, menerangkan, menginterpretasikan, atau
mengajarkan sesuatu pada tokoh pahlawan.
9. P-Nurturance. Seseorang memberi makan minum, memberi dorongan, perlindungan atau
perawatan pada tokoh pahlawan. Ia mendapatkan simpati, terlipur dan dikasihani.
10. P-Rejection. Seseorang menolak, memarahi, tidak hormat lagi, tidak mengakui, tidak
sudi, atau meninggalkan tokoh pahlawan.
11. P-Retention. Seseorang mempertahankan sesuatu yang diingini tokoh pahlawan. Tidak
mau meminjami atau memberi, kikir, hemat, atau posesif.
12. P-Sex. Objek heterosex jatuh cinta pada tokoh pahlawan, atau afeksinya disambut oleh
seorang penggoda. Tokoh pahlwan menikah.
13. P-Succorance. Seseorang mencari simpati, bantuan, perlindungan dari tokoh pahlawan.
Ada objek yang tidak berdaya, sengsara, memelas yang mengandung reaksi tokoh
pahlawan. Seseorang menolongnya.
14. P-Lack, Loss
a. Kekurangan. Tokoh pahlwan tidak memiliki apa yang dibutuhkan untuk hidup, untuk
berbahagia, atau untuk berhasil. Ia miskin. Keluarganya melarat. Ia tidak memiliki martabat,
pengaruh, teman. Tidak adanya kesempatan bersuka ria, atau maju.

b. Kehilangan. Seperti pada kekurangan, tetapi disini tokoh pahlawan kehilangan sesuatu atau
seseorang.
15. P-Physical Danger

a. Aktif. Tokoh pahlwan terkena bahaya fisik yang bukan manusiawi, binatang buas, tabrakan
kereta api, petir, angin ribut dan sebagainya.

b. Tidak adanya dukungan. Tokoh pahlawan dalam bahaya: jatuh atau tenggelam. Mobilnya
terbalik, kapalnya rusak, kapal terbangnya tidak beres, atau ia ada diujung tebing.
16. P-Physical Injury. Tokoh pahlawan dilukai oleh seseorang (p-Aggression), dilukai
binatang, atau luka karena kecelakaan (p-Physical Danger). Badannya terpotong atau
rusak.

Dari sontoh diatas dapat dimengerti bahwa satu kekuatan lingkungan mungkin dapat
berpengaruh sebagai beberapa press.

D. Akhir Cerita
Dari cerita (out come), interpreter dapat menilai dan memperbandingkan antar kekuatan yang
dimiliki tokoh pahlawan dengan kekuatan yang ada dilingkungan (perbandingan antara need
dan press). Kekuatan manakah yanhg menang? Adakah jalan pemecahan bila ada konflik?
Bagaimanakah bentuk pemecahannya?

E. Thema
Interaksi antara need (atau perpaduan need) tokoh pahlawan dengan press (atau perpaduan
press) dari lingkungan, ditambah dengan akhir cerita (keberhasilan dan kegagalan tokoh
pahlawan) merupakan apa yang disebut Murray “Thema”. Kombinasi thema-thema
sederhana, yang saling berkaitan atau berurutan disebut “”Complex Thema. Menurut Murray
arti thema ini secara tepat adalah struktur dinamika abstrak suatu episode, sedang arti secara
lebih longgar ialah jalan/liku-liku cerita, motif, pokok pembicaraan (tema), atau penampilan
pokok dramanya suatu cerita.
Dari cerita-cerita testi, interpreter akan mendapatkan thema-thema, baik mayor maupun
minor. Dari kumpulan thema ini dapat dilihat issue, konflik, atau dilema apa yang paling
dipikirkan oleh pengarangnya.
Beberapa themaumum ialah thema mengenai prestasi, persaingan, percintaan, deprivasi,
paksaan atau larangan, pelanggaran dan hukuman, konflik keinginan, ekplorasi, perang dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai