Anda di halaman 1dari 5

KERANGKA ACUAN KERJA

PROGRAM PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA KOTA


SURABAYA

I. Pendahuluan

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan


masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang
sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut
dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan,
dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. termasuk sebagian petugas
kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya serta pemulihan kesehatan
dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta masyarakat. Akan tetapi mengingat
kompleksnya masalah penyakit kusta, melalui strategi yang sesuai dengan
endemisitas penyakit kusta. Selain itu untuk meningkatkan kualitas hidup orang
yang mengalami kusta.

Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Jawa


Timur karena sebanyak 30-35% penderita kusta di Indonesia berada di provinsi ini.
Masalah penyakit kusta di Jawa Timur tidak hanya didasarkan pada jumlah
penderita yang banyak, tapi proporsi cacat 2 pada penderita baru dan proporsi
penderita anak pada penderita baru juga masih tingggi (±11%). Berbagai upaya
telah dilaksanakan dan berhasil menurunkan prevalensi dari 6,2 pada tahun 1991
menjadi 1,07 per 10.000 penduduk Per 31 Desember 2014. Namun penemuan
penderita baru masih belum menurun dan cenderung stabil dari tahun ke tahun. Hal
ini akan berdampak pada sulitnya mencapai eliminasi, sehingga kusta akan tetap
menjadi masalah kesehatan yang kompleks.
Dari 38 kabupaten/kota yang ada, masih terdapat 12 kabupaten/kota yang
tergolong high prevalence dan sisanya termasuk low prevalence, dan Surabaya
termasuk dalam high prevalensi dengan proporsi cacat 2 dan proporsi anak masih
tinggi diatas standar nasional (<5%). Hal ini memerlukan komitmen yang kuat,
upaya-upaya penanganan yang serius, berkesinambungan dan terintegrasi dengan
melibatkan lintas sektor dan lintas program.
Beberapa faktor akan mempersulit upaya penanggulangannya seperti sifat
penyakit itu sendiri, stigma di masyarakat, pengetahuan masyarakat yang masih
kurang, dan pencarian pelayanan kesehatan masyarakat selain ke petugas
kesehatan.
Di forum Internasional Indonesia masih menjadi salah satu penyumbang
penderita kusta terbanyak di dunia. Dari laporan WHO tercatat Indonesia
merupakan negara ketiga setelah India dan Brasil, sehingga upaya-upaya
penanggulangan penyakit ini memerlukan perhatian dan dukungan dari WHO dan
NGO/LSM dunia untuk mengeliminasi penyakit ini.
Komitmen pemerintah provinsi Jawa Timur untuk menanggulangi penyakit
kusta ditandai dengan dicanangkan Gerakan Eliminasi Kusta (GEK) oleh Gubernur
Jawa Timur tahun 2004. Komitmen ini harus dilanjutkan di tingkat Kabupaten/kota
dengan mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung Gerakan
Eliminasi Kusta.
Mengingat penyakit kusta tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan,
tapi juga berdampak luas pada masalah sosial dan ekonomi, maka peranan lintas
sektor dan lintas program, tokoh-tokoh agama dan masyarakat sangat penting
untuk mempercepat upaya eliminasi. Demikian juga dengan sosialisasi secara luas
baik kepada seluruh petugas kesehatan, dokter, dokter gigi, bidan desa, kader desa
siaga akan sangat besar pengaruhnya untuk mempercepat eliminasi penyakit kusta.
Penanganan penyakit kusta juga harus dilakukan secara komprehensif dan
menyeluruh mulai upaya-upaya penemuan penderita secara dini, pengobatan
dengan MDT yang direkomendasi WHO, pemeliharaan pengobatan (case holding),
pencegahan kecacatan, penyuluhan baik kepada penderita, keluarga maupun
masyarakat serta upaya rehabilitasi baik medis dan sosial. Peningkatan mutu
sumber daya manusia harus mengiringi upaya-upaya tersebut di atas agar dapat
meningkatkan mutu pelayanan kepada penderita dan manajemen program.

II. Latar belakang

Penyakit Kusta di Kota Surabaya termasuk dalam “High Burden” walaupun


prevalensi rate-nya hanya 0,54 per 10.000 penduduk akan tetapi rata-rata
penderita baru selama 3 tahun diatas 30 orang dan rata-rata cacat II selama 8 %
tahun. Unit pelayanan kesehatan (UPK) yang menerima pelayanan penyakit
kusta di Kota Surabaya berjumlah 65 UPK (62 Puskesmas dan 3 rumah sakit),
UPK yang mempunyai penderita ada di 33 Puskesmas dan 2 rumah sakit.
Permasalahan Program P2 Kusta penyakit yang paling utama di Kota
Surabaya adalah tingginya proporsi penderita anak dan cacat II serta rendahnya
pencapaian RFT rate. Selama 4 tahun terakhir, pencapaian RFT Rate masih jauh
dibawah target yang ditentukan oleh Kemenkes RI sebesar > 90%.
Kota Surabaya termasuk sebagai kota “metropolitan” dengan tingkat
urbanisasi yang cukup tinggi. Hal ini pula yang menjadi faktor penyulit dalam
pelacakan kasus-kasus mangkir terutama terhadap para pencari kerja yang
berasal dari luar Kota Surabaya yang terdiagnosa kusta karena mereka tidak
mempunyai alamat tetap yang terutama tinggal di daerah kumuh (slum area) di
Surabaya utara. Lingkungan yang padat dan sanitasi yang kurang baik serta
pendapatan yang rendah, menyebabkan rentan terhadap paparan berbagai
penyakit menular termasuk kusta.

III. Tujuan

 Umum :
Menurunnya angka kecacatan pada pasien baru dan tidak bertambahnya
kecacatan saat dan post RFT

 Khusus :
1. Meningkatnya tata laksana paripurna program kusta (mulai dari penemuan
– rehabilitasi).
2. Meningkatnya dukungan dari pengambil kebijakan lintas sektor & lintas
program.
3. Menguatnya kemitraan dengan organisasi strategis seperti ormas, tomas,
toga
4. Masyarakat semakin berdaya sebagai sekutu penemuan kasus dan
mereduksi stigma.
5. Manajemen program makin optimal

Diharapkan pada akhir tahun 2015 tercapai :


 Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan pada 62 petugas puskesmas,
sehingga dapat mendiagnose kasus secara benar.
 Prosentase kesembuhan (RFT) minimal 90% untuk PB dan MB sesuai dengan
Renstra Provinsi Jawa Timur
 Terbentuknya jejaring dengan RSUD Kabupaten/Kota dalam penanganan
kusta di RSUD.
 Jumlah penderita di KPD yang melakukan perawatan diri secara aktif
 Adanya komitmen dari pengambil kebijakan di Kabupaten/Kota (instruksi,
kebijakan), dan Tersedianya anggaran dari APBD I dan APBD II untuk kegiatan
P2 Kusta.
 Adanya jejaring dan penemuan suspek kusta dari Organisasi PPK dan
Poskestren.
 Adanya rujukan suspek dari Bidan kelurahan, Bidan Praktek swasta, Dokter
Praktek swasta,Kader kesehatan, Guru UKS, serta PKK yang sudah
mendapatkan sosialisasi penyakit kusta.

III. Sasaran
Sasarannya adalah seluruh warga yang tinggal di Kota Surabaya

IV. Strategi
1. Pelaksanaan pemberantasan penyakit kusta diintegrasikan ke dalam
pelayanan kesehatan di Puskesmas.
2. Pada prinsipnya kegiatan difokuskan di wilayah/area dengan prevalensi tinggi
dengan tetap meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian di wilayah dengan
prevalensi rendah.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada penderita di Puskesmas.
4. Meningkatkan upaya penemuan penderita secara aktif dan pasif untuk daerah
prevalensi tinggi dan secara pasif untuk daerah prevalensi rendah.
5. Pengobatan MDT sesuai regimen yang direkomendasi WHO dilaksanakan
disemua Puskesmas dan bagi semua penderita yang ditemukan (PB 6 dosis
dalam 6-9 bulan, MB 12 dosis dalam 12-18 bulan).
6. Memberdayakan masyarakat dalam penemuan penderita, pembinaan
penderita baik keteraturan berobat maupun upaya-upaya perawatan diri
sendiri serta dalam upaya rehabilitasi.
7. Pendekatan untuk rujukan di RSD terdekat, dan untuk kasus tertentu di RSUD
Dr. Soetomo dan RS Kusta Sumberglagah dan Kediri.
8. Penyebarluasan informasi untuk menurunkan stigma di masyarakat.

V. Kegiatan
Kegiatan penanggulangan penyakit kusta di Kota Surabaya dilakukan dengan
menggunakan pendekatan endemisitas. Untuk Puskesmas yang termasuk daerah
high endemic, kegiatan dilakukan dengan mengoptimalkan semua sumber daya
yang ada, dengan kegiatan memberikan pelayanan secara paripurna (mulai dari
penemuan, pengobatan, case holding, deteksi reaksi, pencegahan dan perawatan
diri, upaya rujukan dan rehabilitasi sosial dan ekonomi). Sedangkan untuk daerah
low endemic kegiatan dilakukan secara intensif dan berkesinambungan pada
daerah-daerah fokus sasaran, sehingga kalau ditemukan pasien baru dapat
dilayani secara baik dan benar.

Kegiatan meliputi :

Wilayah Puskesmas Prevalensi Rendah


 Upaya penemuan penderita secara pasif dengan diseminasi informasi tentang
tanda-tanda dini kepada semua petugas kesehatan/Puskesmas.
 Pemeriksaan kontak serumah atau tetangga penderita segera setelah
diagnosa ditegakkan.
 Pengobatan MDT untuk semua penderita baru yang ditemukan (belum pernah
mendapatkan pengobatan MDT secara lengkap).
 Pelaksanaan pembinaan pengobatan (case holding) agar tercapai angka
kesembuhan yang tinggi.
 Pelaksanaan program pencegahan kecacatan bagi penderita maupun mantan
penderita terutama yang masih berusia produktif.
 Penyuluhan baik kepada penderita, keluarganya, maupun masyarakat umum
(radio lokal, poster, leaflet dll).
 Pertemuan teknis petugas Puskesmas untuk penyegaran dan
mempertahankan keterampilan petugas serta pengenalan kepada petugas
baru.
 On the job training untuk Puskesmas yang menemukan kasus oleh wasor
kabupaten/kota agar kualitas pelayanan kepada penderita tetap terjaga.
 Mendeteksi penderita/mantan penderita yang memerlukan upaya rehabilitasi
baik medis maupun sosial (diprioritaskan penderita/mantan penderita yang
masih usia produktif), untuk selanjutnya bekerja sama dengan Yayasan Kusta
Daerah Jawa Timur dalam mengupayakan pemecahannya.
 Rujukan ke RSUD Dr. Soetomo, RS Kusta Sumberglagah Mojokerto, RS Kusta
Kediri dan bila mungkin ke RSUD terdekat.

Wilayah Puskesmas Prevalensi Tinggi


 Upaya penemuan penderita secara pasif dengan diseminasi informasi tentang
tanda-tanda dini kepada semua petugas kesehatan / Puskesmas.
 Pemeriksaan kontak serumah atau tetangga penderita segera setelah
diagnosa ditegakkan.
 Pemeriksaan anak sekolah yang mempunyai kelainan kulit (setelah disaring
oleh guru kelas).
 Upaya penemuan penderita secara aktif (selektif) dengan pemeriksaan kontak
intensif.
 Pengobatan MDT untuk semua penderita baru (belum pernah mendapatkan
pengobatan MDT secara lengkap) yang ditemukan.
 Pelaksanaan pembinaan pengobatan (case holding) agar tercapai cure rate
yang tinggi.
 Pelaksanaan program pencegahan kecacatan bagi penderita maupun mantan
penderita terutama yang masih berusia produktif.
 Penyuluhan baik kepada penderita, keluarganya, maupun masyarakat umum
(radio lokal, poster, leaflet dll).
 Pertemuan teknis untuk penyegaran dan peningkatan ketrampilan petugas dan
pemecahan masalah /bimbingan secara intensif.
 Bimbingan teknis dan on the job training oleh wasor kabupaten / kota disemua
Puskesmas.
 Pelatihan petugas yang belum pernah dilatih
 Mendeteksi penderita/mantan penderita yang memerlukan upaya rehabilitasi
baik medis maupun sosial (diprioritaskan penderita/mantan penderita yang
masih usia produktif), untuk selanjutnya bekerja sama dengan Yayasan Kusta
Daerah Jawa Timur dalam mengupayakan pemecahannya.
 Rujukan ke RSUD Dr. Soetomo, RSK Sumberglagah Mojokerto, RSK Kediri
dan bila mungkin ke RSUD terdekat.
VI. Monitoring dan Evaluasi
1. Upaya penemuan penderita
 Diseminasi informasi kepada petugas, guru, tokoh masyarakat dll.
 Pemeriksaan kontak serumah dan tetangga.
 Upaya secara aktif (pemeriksaan kontak intensif) meliputi mekanisme
pemberdayaan masyarakat untuk pengumpulan sasaran, persiapan
petugas dan hasil kegiatan.
2. Pelaksanaan MDT
 Keteraturan berobat, RFT sesuai pedoman, angka penyembuhan.
 Penyampaian obat kepada penderita/supervise dose.
 Kartu penderita, kartu monitoring dan buku register.
3. Pencegahan kecacatan
 Pemeriksaan fungsi syaraf tepi setiap bulan.
 Mengenal kemunduran fungsi syaraf /reaksi secara dini.
 Pengobatan reaksi dan kemunduran fungsi syaraf / silent neuritis dengan
prednison sesuai pedoman.
 Mengajarkan perawatan diri sendiri kepada penderita.
 Pembinaan dan pembentukan Kelompok Perawatan Diri.

VII. Anggaran
Anggaran berasal dari dana APBD TK II dan bantuan NLR dalam East Java
Leprosy Control Project.
Demikian Kerangka Acuan Kerja ini disusun sebagai panduan dalam
pelaksanaan) kegiatan Program P2 Kusta di Puskesmas.

Surabaya, Agustus 2015l//mm

Mengetahui
Kepala Bidang Kepala Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit

dr. Mira Novia, M. Kes. Dr. Daniek Suryaningdiah


NIP. 196211171991032005 NIP. 197804172006042021

Anda mungkin juga menyukai