BAB II
PENDEKATAN DAN METODELOGI
2.1. TANGAPAN TERHADAP KAK
Setelah melalui proses pemahaman dan penelaahan terhadap Kerangka Acuan Kerja
(KAK) EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KWS.
SARBAGITA), yang dikeluarkan maka berikut ini akan disampaikan beberapa hal mengenai
tanggapan terhadap Kerangka Acuan Kerja oleh PT. LINTAS DAYA MANUNGGAL dengan
maksud untuk menyamakan persepsi untuk kesempurnaan dan menjadikan preseden baik
atau nilai tambah bagi Konsultan.
BAB II - 1
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 2
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Gambar 2.1. Diagram Alir Pikir Evaluasi Prasarana Terbangun Bidang PLP
BAB II - 3
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 4
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Penjelasan tahapan kegiatan Evaluasi Sarana Prasarana Terbangun Bidang PLP (Kws.
SARBAGITA) ini dibagai menjadi 5 (lima) tahapan kegiatan dimulai dari persiapan survey,
evaluasi kualitas pembangunan dan tingkat kebermanfaatan infrastruktur sanitasi, evaluasi
pelaksanaan pengelolaan infrastruktur dan tahapan sosialisasi hasil evaluasi. Tahapan
pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :
A. Tahapan persiapan
a. Mengumpulkan data, informasi dan studi pustaka untuk pemahaman serta dokumen
perencanaan teknis rinci (DED) dan as built drawing paket fisik sarana prasarana
bidang PLP yang sudah terbangun di Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Gianyar
dan Kab. Tabanan yang dibiayai dari dana APBN,
b. Menyusun pola pikir dan rencana kerja,
c. Penyedia jasa perlu menyiapkan dan menentukan kriteria disain, studi literatur dan
standar-standar yang diperlukan untuk membantu dalam pelaksanaan kegiatan ini.
B. Tahapan Survey
Melakukan survey primer dan sekunder yang dilengkapi dengan dokumentasi, meliputi
antara lain :
a. Survey lapangan lokasi/letak sarana dan prasarana terbangun bidang PLP di kawasan
SARBAGITA.
b. Survey kondisi tiap unit sarana dan prasarana terbangun bidang PLP di kawasan
SARBAGITA.
c. Survey data lapangan seperti jumlah dan cakupan pelayanan, kondisi eksisting
pengelolaan, operasional dan pemeliharaannya
d. Melaksanakan kegiatan kunjungan lapangan untuk mengetahui kualitas
pembangunan dan kebermanfaatannya
C. Tahapan evaluasi kualitas pembangunan dan tingkat kebermanfaatan infrastruktur
sanitasi
Membuat daftar lokasi kegiatan infrastruktur bidang PLP terbangun yang dibiayai
APBN
Mengidentifikasi lokasi kegiatan infrastruktur bidang PLP terbangun yang akan
dievaluasi berdasarkan indikator yang ditetapkan bersama
Melakukan analisis terhadap hasil kunjungan yang telah dilaksanakan dari segi teknis,
sosial dan kelembagaan
D. Tahapan evaluasi pelaksanaan pengelolaan infrastruktur sanitasi
Merekapitulasi hasil evaluasi kualitas pembangunan dan tingkat kebermanfaatan
infrastruktur sanitasi
Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi pada saat pengelolaan infrastruktur
Melakukan analisis permasalahan yang dihadapi pada saat pengelolaan serta analisis
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi
Melakukan review terhadap tahapan pelaksanaan kegiatan
E. Tahapan sosialisasi hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan infrastruktur
Merekapitulasi hasil evaluasi dan review terhadap tahapan pelaksanaan
pembangunan infrastruktur sanitasi
Menyusun Lesson Learned dari pelaksanaan kegiatan pengelolaan infrastruktur
sanitasi
BAB II - 5
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 6
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 7
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
cukup besar dan bahan pipa harus tahan terhadap kemungkinan terjadinya
penggerusan oleh air buangan. Sistem ini memerlukan biaya yang cukup mahal, tetapi
kelebihan sistem ini tidak perlu membangun tangki septic pada setiap rumah.
BAB II - 8
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 9
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
digunakan untuk pengolahan limbah dengan beban BOD tidak terlalu besar, sedangkan proses
anaerobic digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Pada
penelitian ini, uraian dititik beratkan pada pengolahan limbah secara aerobic.
Menurut Wahyu Hidayat dan Nusa Idaman Said dalam jurnal Rancang Bangun IPAL,
pengolahan air limbah secara aerobic secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yakni :
1. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah system pengolahan dengan
menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang
ada didalam air. Contoh proses ini antara lain proses lumpur aktif
standar/konvensional, step aeration, contact stabilization, dan lainnya.
2. Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan air limbah dimana
mikroorganisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh
teknologi pengolahan air dengan system ini antara lain trickling filter atau biofilter,
rotating biological contractor (RBC), dan lain-lain.
3. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah
dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang
cukup lama, sehingga aktifitas mikroorganisme yang tumbuh secara alami dan
senyawa polutan yang ada didalam air limbah akan terurai.
Pemilihan proses pengolahan air limbah domestic yang digunakan didasarkan atas
beberapa kriteria yang diinginkan antara lain :
1. Efisiensi pengolahan dapat mencapai standar baku mutu air limbah domestik yang
disyaratkan.
2. Pengelolaannya harus mudah.
3. Lahan yang diperluakan tidak terlalu besar.
4. Konsumsi energi sedapat mungkin rendah.
5. Biaya operasinya rendah.
6. Lumpur yang dihasilkan sedapat mungkin kecil.
7. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
8. Dapat menghilangkan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
9. Dapat menghilangkan amoniak sampai mencapai standar baku mutu yang berlaku.
10. Perawatannya mudah dan sederhana.
BAB II - 10
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Pond atau kolam air limbah sering juga disebut kolam stabilasai (stabilization pond)
atau kolam oksidasi (oxidation pond). Lagoon untuk air limbah biasanya terdiri dari kolam
dari tanah yang luas, dangkal atau tidak terlalu dalam dimana air limbah dimasukkan kedalam
kolam tersebut dengan waktu tinggal yang cukup lama agar terjadi pemurnian secara biologis
alami sesuai dengan derajad pengolahan yang ditentukan.
Di dalam sistem pond atau lagoon paling tidak sebagian dari sistem biologis
dipertahankan dalam kondisi aerobik agar didapatkan hasil pengolahan sesuai yang
diharapkan. Mesikipun suplai oksigen sebagian didapatkan dari proses difusi dengan udara
luar, tetapi sebagian besar didapatkan dari hasil proses fotosintesis. Lagoon dapat dibedakan
dengan pond (kolam) dimana untuk lagoon suplai oksigen didapatkan dengan cara aerasi
buatan sedangkan untuk pond (kolam) suplai oksigen dilakukan secara alami. Ada beberapa
jenis kolam dan lagon mempunyai suatu keunikan tertentu yang cocok digunakan untuk
penggunaan yang tertentu antara lain yakni :
1. Kolam Dangkal (Shallow Pond)
Di dalam sistem kolam dangkal oksigen terlarut (disolved oxygen) terdapat pada setiap
kedalamam air sehingga air limbah berada pada kondisi aerobik. Oleh karena itu kolam
dangkal sering juga disebut kolam aerobik (Aerobic Pond). Cara ini sering digunakan untuk
pengolahan tambahan atau sering juga digunakan sebagai kolam tersier.
2. Kolam Dalam (Deep Pond)
Di dalam sistem kolam dalam (deep pond) air limbah berada pada kondisi anaerobik
kecuali pada bagian lapisan permukaan yang relatif tipis. Sstem ini sering disebut sebagai
kolam anaerobik (anaerobic pond). Kolam anaerobik sering digunakan untuk pengolahan
awal atau pengolahan sebagian (partial teratment) dari air limbah organik yang kuat atau
BAB II - 11
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
limbah organik dengan konsentrasi yang tinggi, tetapi harus diikuti dengan proses aerobik
untuk mendapatkan hasil akhir pengolahan yang dapat diterima.
3. Kolam Fakultatip (Facultative Pond)
Di dalam sistem kolam fakultatif, air limbah berada pada kondisi aerobi dan anaerobik
pada waktu yang bersamaan. Zona aerobik terdapat pada lapisan atas atau permukaan
sedangkan zona anaerobik berada pada lapisan bawah atau dasar kolam. Sistem ini sering
digunakan untuk pengolahan air limbah rumah tangga atau air limbah domestik.
4. Lagoon
Lagoon dapat dibedakan berdasarkan derajad pencampuran mekanik yang dilakukan. Jika
energi yang diberikan cukup untuk mendapatkan derajad pencampuran dan aerasi
terhadap seluruh air limbah termasuk padatan tersunspensi, reaktor disebut Lagoon
Areobik (Aerobic Lagoon). Efluen dari lagoon aerobik memerlukan unit peralatan untuk
pemisahan padatan (solid) agar didapatkan hasil olahan sesuai dengan standar yang
dibolehkan.
Jika energi yang diberikan hanya cukup untuk pencampuran dan aerasi sebagia dari air
limbah yang ada di dalam lagoon, sedangkan padatan yang ada di dalam air limbah
mengendap di dasar lagoon atau di daerah yang mempunyai gradient kecepatan yang
rendah serta mengasilkan proses peruraian secara anaerobik disebut Lagoon Fakultatif
(Facultative Lagoon), dan proses tersebut dapat dibedakan dengan kolam fakultatif hanya
pada metoda pemberian oksigen atau cara aerasinya. Umumnya sebagian besar dari
kolam dan lagoon yang digunakan untuk pengolahan air limbah adalah tipe fakultatif.
Lagoon atau kolam fakultatif dapat juga dianggap sebagai reaktor dengan pencampuran
sempurna (completely mixed reactor) tanpa sirkulasi biomasa. Air limbah dialirkan
kedalam lagoon atau kolam dan dikelurakan dekat dasar kolam atau lagoon. Padatan yang
ada di dalam air limbah akan mengendap di daerah dekat bagian pemasukan (inlet) dan
partikel biologis (biological solids) serta koloid akan menggumpal membentuk awan atau
selimut lumpur (sludge blanket) tipis yang tinggal di atas dasar kolam.Bagian pengeluran
(outlet zone) diletakkan pada bagiab yang kemungkinan terjadi aliran singkat (short
circuiting) paling kecil.
5. Sistem Biologi Lagoon Atau Pond
Diagram sistem biologi yang terdapat pada kolam fakultatif secara umum digambarkan
seperti pada Gambar 9.1. Kondisi aerobik terdapat pada bagian atas dari kolam atau
lagon. Oksigen yang terlarut didapatkan dari proses foto sintesis dari alga serta sebagian
didapatkan dari difusi oksigen dari udara atau atmosfer. Kondisi stagnant di dalam lumpur
di daerah sekitar dasar kolam menyebabkan terhambatnya transfer oksigen ke daerah
tersebut, sehingga menyebabkan kondisi anaerob. Batas antara zona aerobik dan
anaerobik tidak tetap, dipengaruhi oleh adanya pengandukan (mixing) oleh angin serta
penetrasi sinar matahari. Jika angin tidak terlalu terasa dan sinar matahari lemah maka
lapisan anaerobik bergerak ke arah permukaan air. Perubahan siang dan malam juga
dapat menyebabkan fluktuasi terhadap batas antara lapiasan aerobik dan lapisan
anaerobik. Daerah dimana oksigen terlarut terjadi fluktuasi disebut daerah fakultatif
(facultative zone), karena mikro-organisme yang terdapat pada zona tersebut harus
mampu menyesuaikan proses metabolismenya terhadap perubahan kondisi okasigen
terlarut.
BAB II - 12
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Interaksi yang sangat komplek juga terjadi pada daerah di antara zona tersebut. Asam
organik dan gas yang dihasilkan oleh proses penguraian senyawa organik pada zona
anaerobik akan diubah menjadi makanan bagi mikro-organisme yang ada pada zona
aerobik. Massa organisme yang yang terjadi akibat proses metabolisme pada zona
aerobik karena gaya gravitasi akan mengendap ke dasar kolam dan akan mati, serta
menjadi makanan bagi organisme yang terdapat pada zona anaerobik.
Hubungan khusus yang terjadi antara bakteria dan alga di dalam zona aerobik adalah
bakteria mengkonsumsi oksigen sebagai electron acceptor untuk mengoksidasi senyawa
organik yang ada di dalam air limbah menjadi senyawa produk yang stabil misalnya CO2 ,
NO3 -, dan PO4 . Alga menggunakan produk-produk tersebut sebagai bahan baku
dengan sinar matahari sebagai sumber energi untuk proses metabolisme dan
menghasilkan oksigen serta produk akhir lainnya. Oksigen yang terjadi akan digunakan
oleh bakteria dan seterusnya. Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan tersebut
dinamakan sybiotic relationship.
Proses ini sama juga dengan proses yang terjadi pada lagoon fakultatif, tetapi pada lagoon
fakultatif oksigen pertama disuplai dengan aerasi buatan, dan pengaruh alga lebih kecil
dibandingan dengan yang terdapat pada pond (kolam) serta dapat diabaikan. Zona antara
aerobik dan aerobik pada lagoon lebih stabil. Iklim memegang peranan yang penting
terhadap sistem biologi yang terdapat pada pond (kolam ) atau lagoon. Dengan adanya
perubahan temperatur secara alami, terjadi perubahan reaksi biologis secara kasar dua
kali lebih besar untuk setiap perubahan temperatur 10 0C. Jika temperatur air turun
sampai mendekati titik beku, maka aktifitas biologi akan terhenti. Apabila suhu air turun
sampai di bawah titik beku lapisan permukaan akan tertutup es dan menyebabkan sinar
matahari menjadi terhambat yang mana sinar matahari tersebut merupakan elemen yang
penting terhadap operasional pond atau lagoon.
Gambar 2.3. Diagram Umum Sistem Biologi Yang Terdapat Pada Polam Fakultatif
BAB II - 13
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Dimana :
S/So = Fraksi dari BOD terlarut
k = koefisien kecepatan rekasi (hari –1)
θ = Waktu tinggal hidrolik (Hydraulic Detention
Time (hari)
V = Volume reaktor (m3)
Q = Debit air limbah (m3/hari)
Jika beberapa reaktor dipasang secara seri, efluen dari pond pertama menjadi influen
pond ke dua dan seterusnya maka untuk sejumlah n reaktor perasamaan 3 dapat ditulis
sebagai berikut :
Jika kolam fakultatif digunakan untuk pengolahan air limbah rumah tangga atau air limbah
perkotaan (municipal waste water), biasanya menggunakan paling sedikit tiga unit kolam
untuk menghindari terjadinya aliran pendek (short circuiting).
Marais dan Mara telah medemontrasikan model pond yang menyatakan bahwa efisiensi
maksimum akan terjadi apabila pond atau kolam dipasang seri dengan ukuran yang
hampir sama. Di dalam kolam yang dipasang seri, kolam pertama dinamakan kolam
primair (primary pond). Kolam primair akan menerima sebagian besar beban organik
serta limbah yang berupa padatan, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan aerator untuk
menghindari terjadinya kondisi anaerobik total yang dapat menyebabkan masalah bau.
Pada umumnya satu unit lagoon fakultatif diikuti dengan dua unit atau lebih fakultatif
BAB II - 14
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
pond. Walaupun model di atas berguna untuk menggambarkan proses pond dan lagoon
tetapi kurang sesuai untuk reaktor yang diharapkan terjadi pengadukan segera terhadap
air limbah yang masuk pond terutama untuk reaktor dengan volume yang besar. Pada
prakteknya terjadi dispersi atau penyebaran dengan selang yang lebar disebabkan karena
ukuran dan bentuk reaktor, proses pengadukan oleh angin atau proses aerasi dan juga
dikarenakan peralatan influen dan efluen.
Thirumurthi mengembangkan metoda grafis yang menyatakan hubungan antara
penguraian atau penghilangan makanan (BOD,COD) dengan harga kθ untuk faktor
dispersi dengan selang harga tertentu untuk proses pengadukan sempurna (completely
mixed) sampai harga nol untuk reaktor plug flow. Hubungan tersebut ditunjukkan seperti
pada Gambar 9.2. Cara ini dapat digunakan untuk perencanaan pond atau lagoon dengan
harga k yang ditentukan berdasarkan asumsi atau harga k yang telah diketahui. Pada
beberapa literatur harga k ditemui dengan selang yang lebar.
Mesikipun beberapa variabel misalnya bentuk reaktor dan juga karakteristik air limbah
mempengaruhi harga k, temperatur air limbah mempunyai pengaruh yang lebih besar.
Persamaan yang memberikan hubungan antara harga k dengan temperatur yang sering
dipakai ditunjukkan oleh persamaan berikut :
Harga k20 yang sering dipakai antara 0,2 – 1,0, sedangkan koefisien temperatur
1,03 sampai dengan 1,12. Harga tersebut sering kali ditentukan berdasarkan percobaan
untuk sistem kolam tertentu. Oleh karena evaluasi dan penentuan harga k yang akurat
sangat komplek, maka untuk merencanakan pond atau lagoon sering kali didasarkan pada
faktor beban (loading factor) dan parameter empiris lainnya.
Meskipun reaksi fotosintesis pasti terjadi di dalam sistem lagoon fakultatif, kebutuhan
oksigen dianggap hanya didapatkan dari proses aerasi. Untuk menurunkan kandungan
setiap 1 kg BOD5 di dalam air limbah yang masuk, diperlukan suplai oksigen minimal 2 kg
agar kebutuhan oksigen mencukupi untuk proses penghilangan senyawa organik di dalam
air limbah. Laju transfer oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain fungsi
temperatur air, defisit oksigen, serta tipe dan karakteristik aeratornya.
Kriteria perencanaan pond atau kolam dan lagoon secara tipikal dapat dilihat pada Tabel
9.1.
BAB II - 15
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Catatan :
(1) Tergantung pada kondisi iklim atau cuaca.
(2) Termasuk alga, mikroorganisme, dan SS di dalam influent. Harga didasarkan pada
BOD di dalam influen 200 mg/l dan konsentrasi SS di dalam influen 200 mg/l.
BAB II - 16
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Pembuangan Ke
Badan Air
Pembuangan Ke
Badan Air
BAB II - 17
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
a. Pengertian Sanimas
Air tanah di daerah padat penduduk dan kumuh umumnya sudah banyak tercemar
bakteri. Ditambah lagi pembuangan air limbah rumah tangga secara langsung atau
tanpa pengolahan terlebih dahulu akan membahayakan kesehatan manusia dan
merusak lingkungan. Maka diperlukan sistem pembuangan air limbah yang
menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, dimana fasilitas tersebut
dapat menjamin agar lingkungan rumah selalu bersih dan sehat. Tentunya ditunjang
dengan ketersediaan penyediaan air bersih dan sarana pembuangan air kotor yang
lancar.
Sanimas atau Sanitasi oleh masyarakat adalah suatu konsep penyelenggaraan sanitasi
air limbah rumah tangga atau domestik yang dibuat berdasarkan kebutuhan
masyarakat itu sendiri melalui perencanaan, pemilihan teknologi, pembangunan,
pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat dengan pendampingan dari
fasilitator.
Adapun tujuan Sanimas adalah sebagai berikut
1. Memperbaiki sarana sanitasi masyarakat yang tinggal di perkampungan padat,
kumuh, miskin di perkotaan dengan pendekatan sanitasi berbasis masyarakat.
2. Menjadikan sarana sanitasi berbasis masyarakat sebagai alternatif pilihan
teknologi sanitasi oleh pemerintah kota/kabupaten.
Sanimas menyediakan beberapa komponen pilihan sistem sanitasi yang dapat
digunakan antara lain :
1. Sanimas sistem komunal perpipaan. Adalah sistem Sanimas yang menyediakan
fasilitas pengolahan limbah komunal dengan jaringan pipa beserta media
pengolahnya yaitu tangki septik bersusun (baffle reactor) dan anaerobic filter.
2. Sanimas sistem MCK plus. Adalah sistem Sanimas yang menggunakan fasilitas
MCK untuk umum beserta pengolahannya yang dilengkapi dengan bio-digester
sebagai penghasil biogas.
3. Sanimas sistem mix (gabung) antara komunal perpipaan dan MCK plus. Yaitu
sistem Sanimas yang menggabungkan pengolahan limbah domestik komunal
dengan MCK dan dilengkapi dengan bio-digester.
BAB II - 18
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Bak outlet
Tempat keluarnya sisa proses anaerob secara gravitasi untuk proses
selanjutnya.
BAB II - 19
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 20
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
didalamnnya. Mikroba sebagai makhluk hidup menggunakan lumpur tinja sebagai sumber
nutrient untuk hidup dan berkembang biak. Oleh karena sifatnya sebagai makhluk hidup,
maka pengolahan limbah dengan mikroba memerlukan kehati-hatian terkait dengan
kualitas influent yang masuk karena akan mempengaruhi kinerja mikroba. Persyaratan
teknis pengoperasian IPLT sesuai No. CT/AL/Op-TC/003/98 tentang Tata Cara
Pengoperasian IPLT Sistem Kolam dan Lampiran Permen PU No 04/PRT/M/2017 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pengolahan Air Limbah adalah sebagai berikut:
Persyaratan teknis untuk pengoperasian Kolam SSC
Waktu pengeringan cake 5 – 12 hari
Waktu pengambilan cake matang 1 hari
Ketebalan cake 10 – 30 cm
Tebal lapisan kerikil 20 – 30 cm
Tebal lapisan pasir 20 – 30 cm
Kadar air 20%
Kadar solid 80%
Persyaratan teknis untuk pengoperasian kolam stabilisasi anaerobik
Permukaan kolam harus tertutup buih
Beban KOB volumetric berkisar antara (60-100)g KOB/m3.hari
Efisiensi pemisah KOB ≥ 50%
pH influen (8-9)
Lumpur harus dikuras secara berkala dengan pompa
Persyaratan teknis untuk pengoperasian kolam stabilisasi fakultatif
Permukaan air harus berwarna hijau yang menandakan adanya algae
Beban KOB volumetric (60-100) g KOB/m3.hari
KOB influen ≤ 400 mg/l
Efisiensi pemisah KOB ≥ 70%
pH anatara 7-8
Persyaratan teknis untuk pengoperasian kolam stabilisasi maturasi
Beban BOD volumetric (400-600)g KOB/m3.hari
Efisiensi pemisah KOB 70%
Efisiensi pemisah E coli sebesar 95% ( berdasarkan penurunan konsentrasi E.Coli dari
kolam-kolam sebelumnya
Persyaratan teknis untuk pengoperasian bak pengering lumpur
Kadar air lumpur kering optimal (70-80)%
Tebal lumpur kering di atas pasir (20-30) cm
Tebal lumpur basah di atas pasir (30-45) cm
Media pasir yang harus diganti secara berkala dan dipasang pada lapisan teratas
mempunyai kriteria seperti berikut:
o Ukuran egfektif =(0,30 – 0,50) mm
o Koefisien keseragaman 5
o Tebal pasir (15-22,5) cm
o Kandungan kotoran ≤ 1 % terhadap volume pasir
Waktu pengeringan lumpur (7-10) hari
BAB II - 21
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Selain unit pengolahan IPLT dengan sistem konvensional diatas, beberapa alternative
sistem yang digunakan dalam pengolahan limbah pada IPLT di Provinsi Bali khususnya
IPLT Suwung adalah sebagai berikut :
Unit Pemetakan (Thickening)
Pemekatan lumpurdapat dibedakan menjadi empat jenis metode, yaitu: pengentalan
secara gravitasi (gravity thickening), pengentalan secara sentrifugal (centrifugal
thickening), secara pengapungan (floatation thickening) atau dengan menggunakan filter
bertekanan (belt filter press thickening). Jika konsentrasi solid dalam lumpur semula
sebesar 2% maka setelah proses pemekatan, konsentrasi padatan dalam lumpur akan
bertambah menjadi 5%, sehingga terjadi pengurangan volume lumpur sebesar 100 % -
(200/5) % = 60%.
IPLT Suwung menggunakan unit gravity thickener, dalam pengoperasian unit gravity
thickener dilaksanakan dengan persyaratan teknis dan kriteria desain berikut ini:
unit gravity thickener berbentuk lingkaran dengan influen dari pusat lingkaran tangki;
unit gravity thickener memiliki efisiensi yang lebih baik bila digunakan pengaduk
lambat, terutama untuk lumpur yang mengandung gas;
berbentuk silinder dengan kedalaman ±3 meter dengan dasar berbentuk kerucut
untuk memudahkan pengurasan lumpur dengan waktu retensi selama 1 hari.
BAB II - 22
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 23
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 24
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
e. Penggantian Suku Cadang hal ini dilakukan jika terjadi kerusakan bagian-bagian
tertentu dari truk tinja dan tidak dapat diperbaiki lagi, maka perlu dilakukan
penggantian suku cadang. Pada saat kita membeli truk tinja untuk investasi, maka
perlu dipertimbangkan kemudahan memperoleh suku cadang truk tersebut dan di
mana saja suku cadang tersebut dapat diperoleh. Ada baiknya memiliki persediaan
beberapa suku cadang truk tinja yang diketahui mudah rusak untuk mengantisipasi
berhentinya pengoperasian truk tinja. Selain suku cadang tinja perlu pula diadakan
persediaan suku cadang pompa yang digunakan untuk menghisap lumpur tinja.
b. Operasi dan Pemeliharaan Bak Pengumpul
Operasional pemasukan lumpur tinja dari truk ke dalam bak pengumpul
Bak pengumpul atau tangki ekualisasi berupa bak penampung sementara yang
langsung menerima influent lumpur tinja, berbentuk persegi panjang dengan
kedalaman 2-3 meter.
BAB II - 25
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 26
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 27
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 28
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
sekunder (kolam fakultatif dan kolam maturasi). Lama waktu yang diperlukan untuk
mengeringkan lumpur adalah sekitar (1-2) minggu (tergantung pada ketebalan lumpur
yang ditampung).
Hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasian dan pemeliharaan bak pengering
lumpur adalah:
Ketebalan lumpur di dalam setiap sel bak pengering harus selalu dijaga setebal 0,1 –
0,3 m
Pengisian bak pengering lumpur dilakukan secara bertahap (satu per satu atau sel demi
sel)
Pengembilan lumpur kering dari setiap sel kolam pengeringan dilakukan setelah
lumpur menetap selama 10 hari setelah waktu pengisiannya
Apabila setelah hujan lebat, diatas permukaan pasir yang masih kosong biasanya akan
terdapat kotoran-kotoran yang menggumpal dan akan menggangu proses perembasan
sehingga perlu dibersihkan atau dikeruk
Pada saat pengerukan, perhatikan apakah ada lapisan pasir yang terangkat. Apabila ada
maka perlu penambahan pasir agar ketebalan media di dalam bak pengering lumpur
tetap terjaga.
Hasil buangan endapan lumpur dari tangki Imhoff akan mengalami pengeringan dengan
panas matahari yang berlangsung selama 14 hari (saat kemarau). Tanah /hasil dari proses
pengeringan dapat dibuang ke TPA atau digunakan sebagai pupuk alam.
BAB II - 29
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 30
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 31
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
3. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan sebagai berikut:
a. Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan bak terbuka
atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut :
- Kumpulkan sampah dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali
- Masukkan sampah organik dan anorganik ke masing-masing bak di dalam alat
pengumpul
- Pindahkan sampah sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS Terpadu
b. Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau mobil
bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebai berikut :
BAB II - 32
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
- Kumpulkan sampah organik dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali dan angkut
ke TPS atau TPS Terpadu
- Kumpulkan sampah anorganik sesuai jadwal yang telah ditetapkan dapat dilakukan
lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta
BAB II - 33
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
- Iuran dihitung dengan prinsip subsidi silang dari daerah komersil ke daerah non
komersil dan dari permukiman golongan berpendapatan tinggi ke permukiman
golongan berpendapatan rendah ;
- Besarnya iuran diatur berdasarkan kesepakatan musyawarah warga ;
- Iuran untuk membiayai reinvestasi, operasi dan pemeliharaan
- Retribusi diatur berdasarkan peraturan daerah yang berlaku.
c. Peran Serta Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat
Program untuk peran serta masyarakat dan peningkatan kemitraan :
- Melaksanakan kampanye gerakan reduksi dan daur ulang sampah
- Memfasilitasi forum lingkungan dan organisasi wanita sebagai mitra
- Menerapkan pola tarif iuran sampah
- Menelusuri pedoman investasi dan kemitraan untuk meningkatkan minat swasta.
Pemberdayaan masyarakat :
Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan pada saat: perencanaan, mulai dari
survey kampung sendiri sampai dengan merencanakan sistem pengelolaan,
kebutuhan peralatan, dan kebutuhan dana; pembangunan, bagaimana masyarakat
melakukan pembangunan atau pengawasan pembangunan; pengelolaan, untuk
menentukan pembentukan kelembagaan pengelola dan personil.
BAB II - 34
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
5. Pembuatan kompos di TPS3R dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain Open
Windrow dan Caspary. Sedangkan pembuatan kompos cair di TPS 3R dapat dilakukan
dengan Sistem Komunal Instalasi Pengolahan Anaerobik Sampah (SIKIPAS).
BAB II - 35
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 36
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 37
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
- Jika air remasan tidak keluar dari sela jari, berar ti tumpukan tersebut terlalu
kering atau kelembaban di bawah < 50 %.
- Jika air remasan menetes dari sela-sela jari, berarti tumpukan tersebut
mempunyai kelembaban sesuai yang dibutuhkan
BAB II - 38
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
b. Jika suhu tumpukan < 45ºC atau 60 ºC, maka lakukan pembalikan. Cara
melakukan pembalikan :
- Pembalikan ganda : bongkar tumpukan di sekeliling terowongan bambu,
lalu susun kembali ketempatnya semula menjadi tumpukan.
BAB II - 39
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 40
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Pembentukan Tumpukan
Alur proses pengomposan dengan sistem cetak tidak terlalu berbeda dengan sistem open
windrows. Hal yang secara prinsip berbeda adalah pada saat membentuk tumpukan
sampah untuk proses pengomposan selanjutnya.
Sampah organik yang sudah terpilah dibawa kearea pengomposan. Pada area
pengomposan disiapkan alat pencetak yang terbuat dari papan. Ukuran baku untuk alat
pencetak memang belum ditentukan, akan tetapi sebagai dasar perhitungan dapat
digunakan dimensi alat cetak lebar 1 meter, panjang 2 meter dan tinggi 0,5 meter
(gambar 2.9).
BAB II - 41
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Secara berkala, tumpukan sampah dibalik 1 atau 2 kali seminggu secara manual.
Pembalikan tumpukan dapat dilakukan dengan memindahkan tumpukan yang sudah
tercetak kedalam kotak cetakkan berikutnya dan demikian seterusnya. Waktu
BAB II - 42
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
pembalikan dicatat dan tumpukan yang sudah dilakukan pembalikan diberi tanda tanggal
pembalikan. Proses pembalikan memang agak rumit dibandingkan sistem lajur terbuka.
D. Fasilitas TPS 3R
Fasilitas TPS 3R meliputi wadah komunal, areal pemilahan, areal composting (kompos
dan kompos cair), dan dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air
bersih, listrik, barier (pagar tanaman hidup) dan gudang penyimpan bahan daur ulang maupun
produk kompos serta biodigester (opsional).
1. Perlatan Pewadahan
Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di sumbernya baik
secara individual maupun komunal.Kegiatan pewadahan sampah mempunyai tujuan antara
lain :
a. untuk mengisolasi sampah dalam suatu wadah yang ditentukan agar tidak berserakan
b. untuk mempermudah proses penanganan selanjutnya yaitu pengumpulan
Alternatif berbagai jenis sarana pewadahan individual dan komunal dengan kriteria
ditampilkan pada tabel 2.2, sedangkan berbagai bentuk kreasi sarana pewadahan sampah
disajikan pada gambar 2.11.
BAB II - 43
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Tabel 2.6. Berbagai Jenis Sarana Pewadahan Sampah Individual dan Komunal
No Sarana Pewadahan Kriteria
BAB II - 44
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 45
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Gambar 2.19. Gerobak Sampah dan Becak Sampah menggunakan bin dan sekat)
Gambar 2.20. Gerobak Sampah dan Becak Sampah (Tanpa Bin dan Sekat)
BAB II - 46
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 47
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Keterangan :
1. Bagian pengeluaran
2. Pengatur ukuran potongan bahan organik
3. Bagian pencacah
4. Motor penggerak
5. Rangka
6. Bagian pengumpan bahan
7. Pisau pencacah
Sumber : SNI 7580:2010 Mesin Pencacah Organik (Chopper) Bahan Pupuk Organik Syarat
Mutu dan Dimensi Uji
Klasifikasi
Berdasarkan kapasitasnya, mesin pencacahan bahan organik di bagi menjadi 3 (tiga)
kelas, yaitu :
1. Kelas A adalah mesin pencacah yang mempunyai kapasitas lebih kecil dari 600
kg/jam
2. Kelas B adalah mesin pencacah yang mempunyai kapasitas 600-1.500 kg/jam
3. Kelas C adalah mesin pencacah yang mempunyai kapasitas lebih besar dari 1.500
kg/jam
Berikut adalah contoh alat pencacah yang saat ini tersedia di pasaran. Harga alat ini
berkisar antara Rp 11.000.000 hingga Rp 16.000.000 (Gambar 2.18).
BAB II - 48
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 49
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 50
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Untuk mengurangi dampak negatif dibutuhkan pemilihan lokasi yang tepat, penyiapan
prasarana yang baik dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai, dan dengan
pengoperasian yang baik pula.
Lahan yang tersedia di sebuah TPA tidak semua dapat digunakan untuk pengurugan atau
penimbunan sampah. Prasarana lain perlu dipertimbangkan seperti : area pengolah lindi,
jalan akses dan operasi, jalur hijau/area penyangga, dan sebagainya. Diperkirakan sekitar
20 - 30% dari luas lahan yang ada akan terpakai untuk kebutuhan tersebut, di luar
kebutuhan untuk pengurugan dan penimbunan.
Pengupasan dinding dan dasar lahan jelas akan menambah kapasitasnya di samping akan
diperoleh tanah penutup. Namun pengupasan tanah dasar memerlukan kehati-hatian.
Beberapa pertimbangan yang membutuhkan observasi lapangan terlebih dahulu guna
menentukan seberapa dalam dasar sebuah TPA boleh dikupas, adalah muka air tanah,
struktur geologi, dan kemampuan pengelola untuk melaksanakan.
Jarak yang dipersyaratkan antara dasar landfill dengan muka air tanah adalah 3,0 meter
atau lebih, sehingga memungkinkan adanya zone penyangga dari tanah tersebut andaikata
lindi dari sampah di atasnya merembes ke bawah. Lapisan tersebut harus mempunyai
kelulusan minimum sebesar 10-6 cm/detik, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif lama
bagi lindi tersebut untuk mencapai air tanah.
Struktur geologi (litologi) perlu mendapat perhatian. Pengupasan yang tidak disertai data
lapangan akan mengakibatkan masalah misalnya:
Terdapatnya lapisan yang sulit untuk dikupas;
Terdapatnya lapisan yang tidak diinginkan.
Di atas kertas memang tidak ada masalah untuk mengupas lahan rencana sampai
kedalaman berapapun, namun kenyataan di lapangan mungkin akan berbeda terutama bila
pengelola TPA tidak disiapkan untuk itu, misalnya tidak tersedianya alat berat untuk
melaksanakannya. Keuntungan lain yang diperoleh dengan pengupasan dasar adalah
tersedianya slope dasar dengan besar dan arah kemiringan yang diinginkan, sehingga
memudahkan pengelolaan lindi. Konsekuensinya, pengupasan yang kurang sistematis akan
mengubah rancangan dari dasar landfill sehingga dapat menimbulkan masalah dalam
mengalirkan lindi.
Ketinggian maksimum timbunan sampah akan menentukan lanskap akhir dari landfill
tersebut kelak. Tentunya diinginkan sebuah landfill yang bila telah ditutup akan menyatu
dengan lingkungannya serta sesuai dengan fungsinya. Di samping itu. ketinggian
maksimurn juga hendaknya mempertimbangkan kemampuan operasi penimbunan sampah
serta kestabilan dari timbunan tersebut.
Grading final dari sebuah landfill tidak ditentukan secara sembarang, namun hendaknya
dirancang dari awal disesuaikan dengan kondisi lanskap sekitarnya atau kegunaan lahan
tersebut setelah pasca operasi.
Oleh karena pengukuran timbulan sampah yang diterapkan di Indonesia adalah dengan
satuan volume (basah), maka pengukuran ini membutuhkan dibedakannya kepadatan (bulk
density) sampah dalam berbagai keadaan. Kepadatan sampah pada bak sampah di rumah
adalah tidak sama dengan kepadatan sampah di gerobak (yang kadangkala diperpadat
dengan penginjakan oleh petugas). Selanjutnya, kepadatan pada alat transportasi akan
ditentukan oleh jenis truk dan mekanisme pemadatannya.
BAB II - 51
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Demikian pula kepadatan di urugan akan ditentukan oleh aplikasi alat berat serta
jenisnya. Secara teoritis, kepadatan sampah di suatu tempat akan tergantung pada
ketinggian sampah tersebut. Dengan demikian estimasi kebutuhan site landfilling yang
langsung dihitung dari timbulan di sumber akan menghasilkan prakiraan yang berlebihan
bila landfill tersebut dioperasikan secara lapis per lapis dan dipadatkan dengan alat berat.
Secara praktis kepadatan di urugan dapat dihitung berdasarkan angka 0,60-0,65 ton/m3.
Sedang kepadatan sampah di truk pengangkut sekitar 0,30-0,35 ton/m3.
Ketersediaan tanah penutup memegang peranan sangat penting agar landfilling tersebut
dapat beroperasi secara baik. Biasanya sebuah landfill yang dirancang secara baik akhimya
menjadi open dumping akibat masalah tanah penutup yang tidak diterapkan karena
berbagai alasan.
Penanganan sampah yang baik di area penimbunan akan meningkatkan masa layan lahan.
Pembagian lahan menjadi beberapa area kerja akan memudahkan dalam pengelolaan lahan
secara keseluruhan, di sarnping dapat mendata jumlah dan jenis sampah yang masuk ke
dalam area kerja tersebut. Peranan pengurugan, penyebaran, dan pemadatan sampah
secara lapis per lapis akan menambah kepadatan sampah dibandingkan bila dilakukan
sekaligus sampai ketinggian tertentu. Di samping itu, aplikasi timbunan sampah semacam
itu akan memungkinkan berlangsungnya fase aerobik yang lebih lama, sehingga akan
mempercepat stabilitas sampah.
Penelitian pada timbunan sampah setinggi 2,0 meter yang ditutup tanah penutup setebal
20 cm terungkap bahwa timbunan tersebut akan tetap memungkinkan fase aerobik yang
ditandai dengan panas timbunan di sekitar 50oC. Konsep timbunan aerobik tersebut
sebetulnya dapat pula dikembangkan lebih jauh misalnya dengan mengatur agar suatu
timbunan sampah dibiarkan sampai sekitar 10-15 hari sebelum di atasnya ditimbun
sampah baru.
Adanya penurunan permukaan (settlement) timbunan sampah, baik secara mekanis
maupun biologis, akan menambah kapasitas lahan sehingga memperlama masa layan.
Namun sebaiknya asumsi settlement karena proses biologis tidak diperhitungkan dalam
perancangan, karena:
Degradasi yang terjadi belum tentu diikuti oleh settlement.
Andaikata terjadi akan mernbutuhkan waktu yang sulit diukur, penelitlan skala pilot
menunjukkan bahwa settlement mekanis maksimum adalah sebesar 15-25% dari tinggi
awal, yang terjadi pada minggu pertama. Penurunan ini terjadi akibat konsolidasi
sampah. Setelah itu tinggi permukaan landfill relatif stabil.
Pemadatan sampah di timbunan dengan mengandalkan alat berat dozer atau loader
yang biasa digunakan di TPA Indonesia akan menghasilkan kepadatan timbunan sampai
0,70 ton/m3.
Masalah ketersediaan liner dan tanah penutup merupakan kendala yang berkaitan
dengan biaya OM.
Tanah penutup antara lain efektif untuk mencegah adanya lalat. Penelitian yang
dilaksanakan di Bogor menunjukkan bahwa populasi lalat akan turun dengan sendirinya di
timbunan yang telah berumur lebih dari 7 hari. Oleh karena itu, bila dalam sebuah lahan-
urug belum dapat mensyaratkan aplikasi tanah penutup harian, maka paling tidak aplikasi
tanah penutup dilaksanakan setidak-tidaknya sebelum 5 hari.
BAB II - 52
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Berbeda halnya dengan liner, maka tanah penutup disarankan untuk tidak terlalu kedap
agar proses penguraian sampah secara aerobik masih bisa berlangsung dengan baik pada
sel timbunan teratas. Nilai kelulusan antara 10-4 sampal 10-5 cm/det cukup baik untuk itu.
Di samping itu agar tanah penutup tidak retak pada saat panas, maka Indeks Plastisitas
(IP) tanah yang baik adalah lebih kecil dari 40%. Bila tidak, maka sebaiknya tanah tersebut
dicampur dengan tanah tertentu (seperti pasir) agar memperkecil IP tersebut.
BAB II - 53
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 54
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Sampah halus tidak ikut terbawa ke dalam sistem pengumpul lindi, dan
memungkinkan lindi mengalir dan terarah ke bawahnya.
c). Bila menggunakan tanah liat, lakukan pemadatan lapis-perlapis minimum 2
lapisan dengan ketebalan masing-masing minimal 250 mm, sampai mencapai
kepadatan proctor 95%. Kelulusan minimal dari campuran tanah tersebut
mempunyai kelulusan maksimum 1 x 10-7 cm/det.
d). Lakukan pengukuran kemiringan lapisan dasar TPA yaitu dengan kemiringan
yang disyaratkan 1-2 % ke arah tempat pengumpulan/pengolahan leachate.
Sanitary landfill, yang terdiri dari :
o Lapisan tanah pelindung setebal minimum 30 cm
o Di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan penghalang dari geotekstil atau
anyaman bambu, yang menghalangi tanah pelindung dengan media
penangkap lindi
o Media karpet kerikil penangkap lindi setebal minimum 15 cm, menyatu
dengan saluran pengumpul lindi berupa media kerikil berdiameter 30 – 50
mm, tebal minimum 20 cm yang mengelilingi pipa perforasi 8 mm dari
PVC, berdiameter minimal 150 mm. Jarak antar lubang (prforasi) adalah 5
cm. Di atas media kerikil.
e). Bila menurut desain perlu digunakan geosintetis seperti geomembran, geotekstil,
non-woven, geonet, dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya
disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan, dan dilaksanakan oleh
kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.
Tanah Biasa, 30 cm
Sampah
Gravel
Geotekstil
Kerikil, 15 cm
Tanah Liat, 25 cm
Tanah Liat, 25 cm
BAB II - 55
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 56
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Penangkap gas pada lahan urug Pipa gas pada lahan urug
BAB II - 57
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 58
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 59
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
e). Sampah yang dibawa ke area pengurugan kemudian dituangkan secara teratur
sesuai arahan petugas lapangan di area kerja aktif (working face area) yang
tersedia.
f). Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah dilakukan dengan memperhatikan
efisiensi operasi alat berat. Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk
mendapatkan kondisi pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan
TPA yang baik.
g). Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi, perataan dan
pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah menggunung sehingga
pekerjaan perataannya akan kurang efisien dilakukan.
h). Pada TPA dengan frekuensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan
pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik, misalnya pagi dan siang.
i). Setelah sebuah truk melaksanakan tugasnya, maka alat angkut tersebut dicuci,
paling tidak dengan membersihkan bak dan roda truk agar sampah yang melekat
tidak terbawa ke luar lokasi operasi. Bilasan pencucian ini dialirkan menuju
pengolah lindi, atau dikembalikan ke urugan sampah.
BAB II - 60
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Di atas timbunan sampah : lapisan tanah penutup reguler (harian atau antara).
Bila sel harian tidak akan dilanjutkan untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan,
maka dibutuhkan penutup antara setebal 30 cm dengan pemadatan
Lapisan karpet kerikil berdiameter 30 – 50 mm sebagai penangkap gas
horizontal setebal 20 cm, yang berhubungan dengan perpipaan penangkap gas
vertikal
Lapisan tanah liat setabal 20 cm dengan permeabilitas maksimum sebesar 1 x
10-7 cm/det
Lapisan karpet kerikil under-drain penangkap air infiltrasi terdiri dari media
kerikil berdiameter 30 – 50 mm setebal 20 cm, menuju sistem drainase.
Bilamana diperlukan di atasnya dipasang lapisan geotekstil untuk mencegah
masuknya tanah di atasnya
Lapisan tanah humus setebal minimum 60 cm.
f). Sistem penutup akhir pada controlled landfill terdiri atas beberapa lapis, yaitu
berturut-turut dari bawah ke atas :
Di atas timbunan sampah : lapisan tanah penutup reguler (harian atau antara)
Lapisan tanah liat setabal 20 cm dengan permeabilitas maksimum sebesar 1 x
10-7 cm/det
Lapisan tanah humus setebal minimum 60 cm
e). Bila menurut desain perlu digunakan geotekstil dan sebagainya, pemasangan
bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan, dan
dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.
g). Kemiringan tanah penutup akhir hendaknya mempunyai grading dengan
kemiringan maksimum 1 : 3 untuk menghindari terjadinya erosi.
h). Kemiringan dan kondisi tanah penutup harus dikontrol setiap hari untuk
menjamin peran dan fungsinya, bilamana perlu dilakukan penambahan dan
perbaikan pada lapisan ini.
i). Dalam kondisi sulit mendapatkan tanah penutup, dapat digunakan reruntuhan
bangunan, sampah lama atau kompos, debu sapuan jalan, hasil pembersihan
saluran sebagai pengganti tanah penutup.
j). Penutup akhir diaplikasikan pada setiap area pengurugan yang tidak akan
digunakan lagi lebih dari 1 tahun. Ketebalan tanah penutup final ini paling tidak
60 cm.
k). Pada area yang telah dilaksanakan penutupan final diharuskan ditanami pohon
yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
BAB II - 61
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 62
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
secara rutin pompa dan perpipaan resirkulasi leachate untuk menjamin sistem
resirkulasi tersebut.
e). Lakukan secara rutin dan periodik updating data curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara, debit leachate, kualitas influen dan efluen hasil IPL, untuk
selanjutnya masuk ke informasi recording/pencatatan.
f). Kolam penampung dan pengolah leachate seringkali mengalami pendangkalan
akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume
efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal, yang akan
berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu,
perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam tetap terjaga.
g). Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera
dikeluarkan. Gunakan excavator dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa
hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar, dapat digunakan truk tinja untuk
menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering
dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.
h). Resirkulasi lindi sangat dianjurkan untuk mempercepat proses stabilitas urugan
sampah. Resirkulasi dilakukan pada saat tidak turun hujan, dengan melakukan
pemompaan dari penampungan lindi menuju pipa gas vertikal, atau menuju
langsung pada timbunan sampah.
i). Lateral drainage aliran lindi perlu disiapkan, khususnya bila timbunan sampah
berada di atas tanah (above ground) agar lindi yang muncul dari sisi timbunan
sampah tidak bercampur dengan air permukaan (air run-off). Drainase yang
terkumpul melalui drainase khusus ini dialirkan menuju pengolah lindi.
BAB II - 63
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 64
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
d). Bagian jalan lain yang juga sering mengalami kerusakan dan kesulitan adalah jalan
kerja dimana kondisi jalan temporer tersebut memiliki faktor kestabilan yang
rendah, khususnya bila dibangun di atas sel sampah. Kondisi jalan yang tidak baik
dapat menimbulkan kerusakan batang hidrolis pendorong bak pada dump truck,
terutama bila pengemudi memaksa membongkar sampah pada saat posisi
kendaraan tidak rata/horizontal.
e). Jalan kerja dapat memiliki faktor kesulitan lebih tinggi pada saat hari hujan. Jalan
yang licin menyebabkan truk sampah sulit bergerak dan harus dibantu oleh alat
berat, sehinggga menyebabkan waktu operasi pengangkutan di TPA menjadi
lebih panjang dan pemanfaatan alat berat untuk hal yang tidak efisien.
f). Lakukan pengawasan harian terhadap jalan akses/masuk dari kemungkinan
terjadinya blokade jalan truk. Jalan masuk disyaratkan 2 arah, yaitu tipe jalan
kelas 3, dengan kecepatan rata-rata 30 km/jam. Pemeliharaan rutin dan
rehabilitasi jalan masuk termasuk saluran drainase TPA harus dilakukan tahunan.
g). Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan
tujuan memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Semakin kecil
rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah, akan semakin kecil pula
debit leachate yang dihasilkan
h). Drainase utama dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Drainase
dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas
timbunan sampah tersebut. Permukaan tanah penutup harus dijaga
kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
i). Lakukan pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan, untuk
menjaga tidak terjadi kerusakan saluran yang serius.
j). Saluran drainase dipelihara dari tanaman rumput atau semak yang mudah sekali
tumbuh akibat tertinggalnya endapan tanah hasil erosi tanah penutup. TPA di
daerah bertopografi perbukitan akan sering mengalami erosi akibat aliran air
yang deras.
k). Lapisan drainase dari pasangan semen yang retak atau pecah perlu segera
diperbaiki agar tidak mudah lepas oleh erosi air, sementara saluran tanah yang
berubah profilnya akibat erosi perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar
dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik.
BAB II - 65
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
kemiringan ke arah saluran drainase. Penanaman rumput dalam hal ini dianjurkan
untuk mengurangi efek retakan tanah melalui jaringan akar yang dimiliki.
c). Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu dilakukan minimal sebulan sekali
atau beeberapa hari setelah terjadi hujan lebat untuk memastikan tidak
terjadinya perubahan drastis pada permukaan tanah penutup akibat erosi air
hujan.
d). Deposit (cadangan) tanah penutup harus tersedia untuk cadangan 1 minggu.
Deposit ini dapat berasal dari tanah galian area pengurugan, tanah dari luar
(borrowed materails) atau dari penyaringan sampah yang sudah diurug lebih dari
3 tahun.
BAB II - 66
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 67
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
b). Lakukan pengecekan dan pemeriksaan secara rutin dan berkala terhadap kualitas
air tanah di sumur-sumur monitoring, sumur penduduk di sekitar TPA dengan
parameter utama pH, daya hantar listrik, khlorida, BOD, COD.
c). Sampah dan lindi tidak boleh berkontak langsung dengan air tanah atau badan air
yang digunakan sebagai sumber air minum. Sampling dan analisa air tanah yang
digunakan sebagai sumber air minum dilakukan secara berkala, mengikuti
standar kualitas air minum yang berlaku.
d). Sampling dan analisa air sungai yang berjarak kurang dari 200 m dari batas
terluar TPA dilakukan secara berkala sesuai peraturan yang berlaku, yaitu setiap
6 bulan selama TPA tersebut dioperasikan. Pemantauan setelah penutupan
dilakukan setiap 2 tahun.
BAB II - 68
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 69
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
tanah. Semakin pendek periode penutupan tanah akan semakin kecil pula
kemungkinan perkembangan lalat.
j). Pemantauan sanitasi lingkungan dengan indikator jumlah lalat. Apabila nilai
pengamatan terakhir lebih besar dari sebelumnya, terdapat indikasi penurunan
kualitas lingkungan. Apabila di TPA terdapat tingkat kepadatan lalat lebih dari 20
ekor per grill, maka perlu dilakukan pengendalian.
k). Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan
insektisida dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan dalam hai
ini sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke lingkungan luar TPA.
l). Kebakaran/asap terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan bertemu
dengan sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya
sangat ditentukan oleh kondisi dan kualitas tanah penutup. Sampah yang tidak
tertutup tanah sangat rawan terhadap bahaya kebakaran karena gas tersebar di
seluruh permukaan TPA. Untuk mencegah kasus ini perlu diperhatikan
pemeliharaan lapisan tanah penutup TPA.
m). Pencegahan pencemaran air di sekitar TPA perlu dilakukan dengan menjaga agar
leachate yang dihasilkan dari TPA dapat :
Terbentuk sesedikit mungkin, dengan mencegah rembesan air hujan melalui
konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik
Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar
Diolah dengan baik pada kolam pengolahan yang kualitasnya secara periodik
diperiksa.
15. Kegiatan Pasca Operasi
a). Pemanfaatan lahan TPA pasca operasi sangat dipengaruhi oleh metode pelapisan
tanah penutup akhir. Agar lahan TPA pasca operasi dapat dimanfaatkan dengan
baik, maka tanah penutup harus memenuhi persyaratan sebagai tanah penutup
akhir. Pola penutupan juga direncanakan sesuai dengan lansekap akhir.
b). Pada pasca operasi, pemantauan terhadap kualitas air tanah harus terus
dilakukan secara rutin dan berkala mengingat masih ada potensi pencemaran
dari sampah yang telah diurug. Pada pemantauan pasca operasi, mensyaratkan
bahwa minimum harus ada 2 sumur pantau (1 di hulu dan 1 di hilir sesuai arah
aliran air tanah), dan dipasang sampai dengan zone jenuh.
c). Bekas lahan TPA pasca operasi dapat digunakan antara lain untuk kegunaan :
Rekreasi aktif area contoh golf course atau atletik, dan rekreasi pasif
Lahan penghijauan
Taman
Cagar alam
Taman botani
Lahan pertanian, tanaman jenis palawija
Penggunaan sebagai lahan perumahan sederhana dapat dilakukan setelah
kestabilan tercapai.
d). Kegiatan pasca operasi TPA antara lain meliputi kegiatan :
Inspeksi rutin
Kegiatan revegetasi dan pemeliharaan lapisan penutup
BAB II - 70
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
B. Jenis drainase
1. Menurut sejarah terbentuknya, Hasmar, 2002:
a. Drainase Alamiah (Natural drainage)
penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong, dan
lain-lain. Terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat
laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.
BAB II - 71
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 72
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
b. Paralel
c. Grid Iron
d. Alamiah
e. Radial
f. Jaring-jaring
BAB II - 73
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
D. Bentuk Saluran
Dalam memilih bentuk saluran, perlu diperhatikan kelebihan dan kekurangan dari
bentuk saluran yang akan digunakan dalam perencanaan saluran air limbah. Bentuk
penampang dan kemiringan dari slauran harus ditentukan secara seksama untuk menghindari
terjadinya luapan, banjir, erosi dan pengendapan. Dalam hubungannya dengan saluran di
bawah permukaan, saluran terbuka diasumsikan sebagai aliran seragam dan persamaan
manning dapat diterapkan pada saluran ini.
Pada aliran seragam, keseimbangan yang ada didapatkan dari kehilangan energi akibat
gesekan diimbangi dengan peningkatan energi akibat kemiringan saluran. Bentuk saluran juga
harus memberikan kemudahan dalam pemeliharaan serta pertimbangan hal-hal yang lain
misalnya kondisi tanah, kondisi daerah dan lain sebagainya.
Bentuk-bentuk saluran drainase yang sering dijumpai di lapangan terdiri dari:
1. Bentuk trapesium
Saluran drainase berbentuk tapesium membutuhkan energi yang cukup dan berfungsi
untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
w
b=Lebar dasar saluran (m)
h= Kedalaman air didalam saluran (m)
i h i = intensitas hujan
m
b
Gambar 2.39. Penampang saluran berbentuk trapesium. (Marsono, 1987)
Kapasitas saluran drainase bebentuk tapesium dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut, (Marsono, 1987) :
- Luas penampang basah saluran tapesium
A b m.h h
- Keliling penampang basah saluran tapesium
P b 2h 1 m 2
- Jai-jari hidrolis
A
R
P
- Kecepatan aliran
1
V R 2 / 3 S 1/ 2
n
- Debit yang megalir pada saluran
Q VA
Dimana :
A = Luas penampang basah saluran (m2)
P = Kelilinga penampang basah saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluan (m)
V = Kecepatan aliran air dalam saluran (m/dt)
BAB II - 74
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
b
Gambar 2.40. Penampang saluran berbentuk segi empat. (Marsono, 1987).
Kapasitas saluran drainase berbentuk segi empat dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut, Marsono, 1987 :
- Luas penampang basah segi empat
A bh w
- Keliling penampang basah saluran segi empat
P b 2h
- Jari-jari hidrolis
A
R
P
- Kecepatan aliran
1
V R 2 / 3 S 1/ 2
n
- Debit yang mengali pada saluran
Q V .A
3. Bentuk lingkaan
Saluran dainase bentuk lingkaran biasanya terbuat dari pipa beton walaupun dibeberap
tempat menggunakan pasangan. Dengan bentuk dasa saluan yang bulat memudahkan
pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi sebagai saluan
air hujan, air buangan maupun air irigasi.
b
Gambar 2.41. Penampang saluran berbentuk lingkaran. (Marsono, 1987)
BAB II - 75
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Kapasitas saluran dainase berbentuk lingkaran dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut, Marsono, 1987 :
- Luas penampang basah sauran bebentuk lingkaan
1
A d2
4
- Keliling penampang basah saluan berbentuk lingkaan
P d
- Jari-jari hidrolis
d
R
4
- Kecepatan aliran
V 0,397 / n x d 2 / 3 x S 1 / 2
- Debit yang mengalir pada saluran
Q V .A
Dimana :
b = Lebar dasar saluan (m)
h = Kedalaman ai didalam saluran (m)
m = Kemiringan dinding saluran (m)
A = Luas penampang basah saluran (m2)
P = Kelilinga penampang basah saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
d = Diameter saluan (m)
n = Koefisien Kekasaran Manning
S = Kemiringan dasar saluan (m)
V = Kecepatan aliran air dalam saluran (m/dt)
Q = Debit drainase (m3/dt)
Harga koefisien kekasaran manning (n) ditentukan berdasarkan bahan yang membentuk
saluran dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.9. Kekasaran manning untuk berbagai material
Harga n
No Tipe saluran dan jenis bahan Minimum Normal Maksimum
1 Beton
- Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran 0,010 0,011 0,013
- Gorong-gorong dengan lengkungan dan sedikit 0,011 0,013 0,014
kotoran
- Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
- Saluran pembuangan dengan bak kntrol 0,013 0,015 0,017
2 Tanah lurus dan seragam
- Bersih baru 0,016 0,018 0,020
- Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
- Berkerikil 0,022 0,025 0,030
- Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu 0,022 0,027 0,030
3 Saluan alam
- Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
- Bersih berbelok-belok 0,033 0,040 0,045
BAB II - 76
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Harga n
No Tipe saluran dan jenis bahan Minimum Normal Maksimum
- Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080
- Dataan banjir berumput pendek-tinggi 0,025 0,030 0,035
- Saluran belukar 0,035 0,050 0,070
Sumber : Suripin, 2004
tc(n) = * +
Ket : tc : waktu konsentrasi
I : intensitas hujan
Untuk pertemuan saluran dengan tc yang berbeda :
- Perbedaan yang besar memakai tc yang lebih besar
- Perbedaan kecil dengan rumus :
∑
∑
Intensitas Hujan :
Talbot
Sherman
Ishiguro
Rumus belt :
Bangunan Terjun :
Lebar bukaan efektif :
BAB II - 77
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Kehilangan tekanan :
( ) …………pipa persegi
…………pipa bulat
( ) …………pipa persegi
( ) …………pipa bulat
Kb = keliling basah
F = luas penampang basah
D = diameter gorong-gorong
R = jari-jari hidrolis
Gorong-gorong tidak terisis penuh :
- hf > 2/3 h
b = Lebar gorong-gorong
h = kedalaman air di depan gorong-gorong
f
h = kedalaman air di dalam gorong-gorong
z = kehilangan tekanan
Bangunan Siphone :
- Q=A.V
* ∑
+ bulat
* ∑
+ persegi
- Kehilanagan tekanan
Karena gesekan : ( )
( )…….bulat
( )…….persegi
Di Inlet :
BAB II - 78
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
dimana
Di screen :
β = koefesien batang saringan (persegi =2,42 dan bulat 1,79)
θ = sudut kemiringan batang
t = tebal batang
V = kecepatan di hulu saringan
Di belokan :
Street inlet :
d
S = kemiringan (%)
W = lebar jalan
d = kedalaman air pada permukaan jalan (m)
D = jarak antara street inlet (m) (D < 50 meter)
I = intensitas hujan (mm/jam)
(Marsono, 1987).
BAB II - 79
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 80
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 81
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Tabel 2.11. Panduan Kualitas Visual Infrastruktur Cipta Karya Sektor Sanitasi
Jenis dan Komponen
No Baik Kurang Baik
Sarana
1 IPAL Terpusat
- Sambungan Rumah
(Bak Kontrol)
Konstruksi bak kontrol terlihat rapi dan dasar bak kontrol memiliki - Konstruksi bak kontrol tidak rapi dan dasar bak kontrol terlihat rata tanpa
plesteran yang rata dan dibuat dengan kemiringan tertentu sehingga air kemiringan yang memadai.
limbah dapat mengalir ke dalam saluran. - Belokan saluran pada bak kontrol memiliki siku yang tajam, sehingga dapat
menghambat aliran air limbah.
- Terdapat banyak pipa yang masuk ke dalam bak kontrol, sehingga beban dalam
satu bak kontrol menjadi berat.
- Jaringan Perpipaan
Penutupan galian jaringan perpipaan yang terletak di bawah jalan dilakukan Penutupan galian jaringan perpipaan yang terletak di bawah jalan masih belum
dengan kepadatan yang cukup dan kualitas perkerasan yang sama dengan rapi, dikerjakan dengan kepadatan dan kualitas perkerasan yang berbeda dengan
perkerasan eksisting sehingga bekas galian perpipaan tidak terlihat jalan eksisting. Penutupan galian jaringan perpipaan tidak rata dengan jalan
eksisting, sehingga berpotensi mengganggu pengguna jalan
BAB II - 82
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Manhole yang terletak di jalan raya dibuat kuat, mampu menahan beban kendaraan Pemasang manhole kurang rapi, masih terdapat retakan di sekitar manhole dan tidak rata
yang lewat di atasnya serta dipasang rata dengan ketinggian jalan dengan jalan, sehingga dikhawatirkan akan berpotensi mengganggu pengguna jalan.
- Unit Pompa
Bangunan instalasi pompa air limbah dengan kedalaman/ketinggian curam dilengkapi Bangunan instalasi pompa air limbah atau fasilitas kurang mempertimbangkan aspek
dengan railing/pagar untuk pertimbangan keamanan. Pemasangan railing/pagar juga keamanan, terlihat dari bangunan yang memiliki kedalaman/ketinggian curam ini tidak
memudahkan kegiatan operasi dan pemeliharaan. dilengkapi dengan railing/pagar. Kondisi ini juga menyulitkan dalam kegiatan operasi dan
pemeliharaan
- Panel Listrik
Peralatan mekanikal dan elektrikal ditempatkan di ruangan tertutup dan dilindungi Peralatan mekanikal dan elektrikal ditempatkan di ruangan terbuka, tidak dilengkapi dengan
atap yang dilengkapi dengan ventilasi yang baik sehingga terhindar dari cuaca atap. Berpotensi terpapar cuaca ekstrim yang dapat menyebabkan kerusakan serta
ekstrim dan memiliki sirkulasi udara yang baik berbahaya apabila terjadi hubungan arus pendek.
BAB II - 83
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Unit pengering lumpur (Sludge Drying Bed) dibuat dari material yang baik Unit pengering lumpur (Sludge Drying Bed) dibuat dari material kayu yang kurang
dan kuat serta sesuai dengan kapasitas lumpur yang diolah. Bangunan juga kuat serta tidak sesuai dengan kapasitas lumpur yang diolah. Bangunan juga tidak
dilengkapi dengan pipa resirkulasi air lumpur untuk mengoptimalkan dilengkapi dengan pipa resirkulasi air lumpur
proses pengeringan lumpur.
- Kolam Aerasi
Aerator diikat dengan material yang kuat agar terpasang stabil dan Aerator diikat dengan material yang kurang kuat serta ditambatkan pada bidang
ditambatkan pada bidang yang kuat sehingga tidak mudah terlepas. yang kurang kokoh. Kondisi ini dapat menyebabkan posisi aerator tidak stabil dan
rawan terlepas dari ikatan sehingga berpotensi mengganggu proses pengolahan.
- Bak Pengumpul
Bak pengumpul dilengkapi dengan tangga untuk mempermudah kegiatan Bak pengumpul dilengkapi dengan tangga yang terbuat dari material yang kurang
operasi dan pemeliharaan. Tangga dibuat dari material yang kuat dan tahan kuat dan mudah berkarat. Kondisi ini dapat menyebabkan tangga mengalami
karat sehingga aman saat melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan. kerusakan sehingga mengganggu kegiatan operasi dan pemeliharaan.
BAB II - 84
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Unit – unit pengolahan dibangun dengan konstruksi beton bertulang yang kuat, rapi Pemasangan geomembran pada unit pengolahan memiliki potensi rusak pada saat dilakukan
dan kedap air. Unit pengolahan dibuat dengan memperhatikan beda ketinggian kegiatan operasi dan pemeliharaan. Hal ini berpotensi menyebabkan pencemaran
untuk memastikan terjadinya aliran dari unit proses yang satu ke unit selanjutnya lingkungan akibat lumpur tinja. Beda ketinggian antar unit pengolahan masih kurang
memadai sehingga aliran lumpur dari unit proses yang satu ke unit selanjutnya tidak lancar
- Bak Pengumpul
Bak pengumpul dibuat tertutup sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan udara Bak pengumpul dibuat terbuka, kemungkinan besar terjadi kontaminasi dengan udara luar.
luar. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyebaran vektor penyakit dan Berpotensi mengeluarkan bau, mengganggu estetika dan terkesan tidak bersih
mengurangi penyebaran bau ke lingkungan sekitar
3. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)
- Jalan Operasi TPA
Konstruksi jalan operasi bersifat permanen, dapat berupa jalan beton, aspal atau Konstruksi jalan operasi tidak permanen, dan dibuat dengan perkerasan yang kurang
perkerasan jalan. Jalan operasi dibuat dengan kapasitas dan daya dukung yang memadai. Jalan operasi dibuat dengan kapasitas dan daya dukung yang kurang memadai
memadai untuk dilewati kendaraan angkut sampah maupun alat berat untuk dilewati kendaraan angkut sampah maupun alat berat sehingga dapat menyebabkan
terganggunya kegiatan operasional TPA
BAB II - 85
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Konstruksi TPA dilengkapi dengan jalan operasi penimbunan sampah yang Konstruksi TPA tidak dilengkapi dengan jalan operasi penimbunan sampah yang
cukup untuk manuver kendaraan angkut dan mempermudah kegiatan memadai sehingga menyulitkan operasional alat berat dan kendaraan angkut ke
penimbunan sampah. Jalan dibuat dengan kemiringan yang memadai untuk dalam TPA. Kondisi ini juga menyebabkan sampah dibuang dari pinggir tanggul
memudahkan alat berat dan kendaraan angkut untuk masuk ke sel. sehingga penyebaran sampah menjadi tidak merata.
- Lapisan Geomembran
Lapisan geomembran pada sel TPA terpasang rapi, tidak bergelombang, Lapisan geomembran terpasang tidak rapi, bergelombang, terdapat lubang di
dan tidak terdapat celah pada sambungan. Sambungan antar lembaran lapisan terpasang, serta sambungan geomembran yang tidak terlekat dengan baik.
geomembran maupun tambalan direkatkan dengan rapi.
Bagian ujung lapisan geomembran dipasang dengan perkuatan pada tanggul Bagian ujung lapisan geomembran dipasang tanpa perkuatan dan dibiarkan
sel TPA sehingga tidak mudah lepas atau sobek. terbuka. Hal ini menyebabkan lapisan geomembran berpotensi lepas dan rusak.
BAB II - 86
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Pemasangan pipa lindi antar unit proses berada di bawah tanah. Hal ini Pipa lindi dipasang di permukaan tanah dan dibiarkan terbuka tanpa
dapat mengurangi potensi kerusakan pipa lindi akibat cuaca ekstrim perlindungan. Keadaan ini berpotensi menyebabkan
maupun gangguan luar lainnya kerusakan pipa yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
- Instalasi Pengolahan
Lindi (Bangunan
Pengolahan)
Bangunan pengolahan air lindi terbuat dari beton yang kedap air untuk Bangunan pengolahan air lindi terbuat dari beton yang dilapisi dengan geomembran. Pada
mencegah infiltrasi lindi ke dalam tanah. Unit pengolahan dibuat dengan pemasangan geomembran tidak dilakukan perkuatan yang baik sehingga menyebabkan
memperhatikan beda ketinggian setiap unit proses untuk memastikan lapisan geomembran bergelombang dan mengganggu aliran air lindi. Terdapat retakan pada
tepian sambungan kolam yang dapat menyebabkan infiltrasi air lindi ke dalam tanah. yang
terjadinya aliran air lindi dari unit proses yang satu ke unit selanjutnya.
berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan.
4 TPS 3R
- Area Penerimaan
TPS 3R memiliki area penerimaan yang cukup luas sehingga memudahkan TPS 3R memiliki area penerimaan yang tidak terlalu luas yang dapat menyulitkan
dalam operasional TPS 3R. dalam operasional TPS 3R.
BAB II - 87
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Area pemilahan memiliki tempat untuk sampah terpilah dan lokasi yang cukup luas Area pemilahan ditempatkan di luar bangunan TPS 3R, kondisi ini menyulitkan petugas
untuk operasional TPS 3R. Area pemilahan yang memadai dapat memudahkan untuk melakukan kegiatan pemilahan sampah. Hal ini berakibat pada tidak dilakukannya
petugas TPS 3R dalam melakukan kegiatan pemilahan sampah. kegiatan pemilahan sehingga sampah menumpuk dan tersebar di sembarang tempat.
- Area Pencacahan
Area pencacahan ditempatkan secara khusus dan dilengkapi dengan alat pencacah Area pencacahan tercampur dengan area penerimaan dan area lainnya sehingga hasil
yang sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan TPS 3R. Selain itu area pencacahan kegiatan pencacahan dapat tercampur kembali dengan sampah. Hasil pencacahan yang
juga memiliki area yang luas dan memadai untuk perasional kegiatan pencacahan. tersebar di sekitar mesin pencacah berpotensi merusak mesin.
- Area Komposting
Area komposting merupakan bangunan terbuka yang dilengkapi atap sebagai Area komposting tidak cukup luas untuk melakukan kegiatan pengomposan. Kondisi ini
pelindung. Sisi-sisi yang terbuka menyebabkan sirkulasi udara lancar sehingga menyebabkan tumpukan kompos dapat bercampur kembali dengan sampah dan
nyaman bagi para pekerja untuk beraktifitas serta membantu proses pematangan mengganggu proses pengomposan. Apabila volume sampah sedang tinggi dikhawatirkan
kompos. Bangunan juga dilengkapi dengan saluran lindi untuk menampung sisa air area sudah tidak memadai.
lindi dari kompos untuk disalurkan kembali ke sel TPA. Tidak terdapat saluran lindi untuk menampung air lindi akibat proses komposting.
BAB II - 88
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
TPS 3R memiliki bangunan gudang khusus. Gudang sebaiknya dibuat dengan desain TPS 3R sudah dilengkapi dengan gudang. Gudang TPS 3R dibuat dengan desain terbuka dan
tertutup untuk menjaga agar sampah hasil pemilahan dan kompos tidak rusak serta tidak dilengkapi dengan sistem
dilengkapi dengan sistem keamanan yang baik untuk menghindari pencurian. keamanan yang baik.
- Tempat Residu
TPS 3R memiliki tempat residu khusus untuk menampung sisa kegiatan. TPS 3R ini TPS 3R ini memiliki tempat residu yang luasnya kurang memadai. Apabila volume sampah
memiliki tempat residu yang memadai untuk menampung residu sampah sebelum sedang tinggi dikhawatirkan tempat residu sudah tidak cukup menampung residu sampah
diangkut ke TPA. yang dihasilkan. Hal ini seringkali berakibat pada dibakarnya residu sampah untuk
mengurangi volume residu sampah.
- Sarana Air Bersih dan
Sanitasi
TPS 3R dilengkapi dengan sarana air bersih dan sanitasi yang memadai untuk TPS 3R sudah dilengkapi dengan sarana air bersih dan sanitasi. Akan tetapi, sarana sanitasi
mendukung kegiatan operasional TPS 3R. Sarana air bersih dan sanitasi terawat dan air bersih di TPS 3R ini tidak terawat dan tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan
dengan baik peruntukkannya.
BAB II - 89
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
TPS 3R minimal memiliki 1 motor sampah dengan kapasitas 1m3. Motor sampah TPS 3R tidak memiliki motor sampah dengan kapasitas 1m3 sesuai dengan spesifikasi. Bak
dilengkapi bak yang memiliki sisi pelindung yang cukup tinggi untuk menambah daya sampah tidak sesuai standar, terbuat dari anyaman rotan yang dapat menyebabkan
tampung dan juga mencegah sampah terjatuh saat proses pengangkutan. terjatuhnya sampah saat melakukan proses pengangkutan.
- Kantor
TPS 3R memiliki kantor pengelola. Kantor terawat dan dimanfaatkan oleh TPS3R sudah dilengkapi dengan kantor. Akan tetapi bangunan kantor tidak terawat dan
pengelola untuk kegiatan yang menunjang TPS 3R seperti administrasi dan tidak dimanfaatkan oleh pengelola untuk kegiatan yang menunjang TPS 3R seperti
keuangan. administrasi dan keuangan.
5 Drainase Kota
- Saluran (Pasangan
Pracetak)
Pasangan pracetak terpasang dengan rapi dan presisi, sehingga tidak tercipta celah Pemasangan pracetak tidak rapi dan presisi, sehingga menimbulkan celah antar pasangan.
antar pasangan dan stabilitas dinding menjadi baik. Selain itu tidak terdapat retakan Hal ini akan menyebabkan kinerja drainase tidak optimal dan terjadi rembesan air dari
dan lubang yang dapat mengganggu fungsi drainase untuk bekerja optimal. saluran yang dapat mencemari lingkungan.
BAB II - 90
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Pasangan batu kali terpasang dengan rapi dan isian adukan semen antar pasangan Pasangan batu tidak tersusun dengan rapi dan tidak semua pasangan batu dilakukan
batu kali terlihat padat dan rapat sehingga daya ikat antar batu sangat kuat. penguatan dengan semen sesuai standar sehingga dapat mengurangi stabilitas dinding
Kekuatan dan stabilitas dinding saluran menjadi baik dan saluran dapat bekerja saluran dan tidak baik secara estetika. Selain itu mortar semen yang tidak terpasang secara
dengan optimal. rapi pada pasangan batu dapat menimbulkan rongga antar pasangan batu yang dapat
mengurangi daya ikat antar batu dan mengurangi kekuatan konstruksi saluran.
- Saluran (Pasangan
Beton Bertulang)
Konstruksi saluran dikerjakan dengan rapi yang menyebabkan tidak adanya celah Terdapat dua tiang penyangga yang salah satunya berposisi rendah pada tiap segmen
yang dapat membuat air merembes sehingga mengurangi kekuatan struktur saluran sehingga dapat menghambat aliran saat debit air tinggi, selain itu tiang penyangga
saluran. Saluran dapat bekerja dengan optimal karena kondisi saluran tidak dalam juga menandakan konstruksi dinding saluran tidak kuat sehingga membutuhkan penyangga
kondisi retak, patah, dan/atau berlubang. untuk menjaga stabilitas dinding saluran. Desain konstruksi seperti ini membutuhkan biaya
yang lebih banyak. Desain saluran memiliki tikungan tajam yang dapat menimbulkan gerusan
pada saat debit air tinggi.
- Pintu Air
BAB II - 91
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Penyelesaian akhir gorong-gorong baik dan rapi, sehingga tidak mengganggu Terdapat beberapa bagian gorong-gorong yang sudah mulai rusak, yang dapat berpengaruh
aktifitas masyarakat. Konstruksi yang rapi dan presisi memperkokoh stabilitas terhadap stabilitas dinding.
saluran dan tidak tercipta celah diantara gorong-gorong yang dapat menyebabkan Saluran pada gorong-gorong banyak terdapat sampah, tanaman air dan sedimen yang dapat
rembesan air dari dalam saluran mencemari lingkungan. menghambat aliran.
- Bangunan Saringan
Sampah
Saringan sampah dipasang di depan/dekat dengan pompa, untuk menyaring sampah Lokasi bangunan saringan sampah yang berada di tengah saluran akan menghambat aliran
yang dapat menghambat dan merusak sistem pompa. air. Bangunan saringan sampah berada dalam kondisi tidak baik dan berkarat sehingga tidak
Dengan adanya operasi dan pemeliharaan yang baik, tidak terdapat sampah yang dapat bekerja dengan optimal.
dapat menghambat operasional pompa. Kondisi bangunan yang tidak baik dan banyaknya sampah pada lokasi menandakan kegiatan
operasi dan pemeliharaan tidak berjalan dengan baik.
BAB II - 92
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
Untuk penilaian dan evaluasi TPS 3R, digunakan sistem analisa dengan skoring sesuai
dengan pentunjuk buku pedoman Tata Cara Monitoring Dan Evaluasi Tempat Pengolahan
Sampah (TPS) 3R (Buku 5) oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dirjen
Cipta Karya, adapun beberapa indikator yang dilakukan skoring adalah sebagai berikut :
BAB II - 93
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 94
LA PO RA N P E N DA H ULU A N
EVALUASI SARANA PRASARANA TERBANGUN BIDANG PLP (KAWASAN SABAGITA)
BAB II - 95