Proceeding ToT ICM PDF
Proceeding ToT ICM PDF
Penyunting:
Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA
Pertama-tama marilah kita panjatkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
hanya atas rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di Hotel Permata ini untuk
mengikuti acara pembukaan Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.
Pelatihan yang berlangsung dari tanggal 29 Oktober - 3 November 2001 atas kerjasama
antara Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB dan Proyek Pesisir,
diikuti oleh 35 peserta yang berasal dari perguruan tinggi (UNHAS, UNDIP, UNILA,
UBH, UNRI dan Universitas Khairun Ternate) Proyek Pesisir Sulawesi Utara, Lampung
dan Kalimantan Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Prop. Jambi, Bali, Kalimantan
Tengah, Kab. Minahasa dan Lampung Selatan, Dinas Pemukiman dan Sarna Wilayah
NTT, Dinas Kehutanan Kab. Lampung Selatan, Kecamatan Rajabasa, Ketapang
Lampung Selatan, BPD Tejang Pulau Sebesi, Guru SD Negeri 3 Taman Sari Palembang,
Kecamatan Likupang Kab. Minahasa, DPRD Kab. Minahasa, Sulawesi Utara,
BAPEDALDA Kab. Kepulauan Riau, Pemerintah Daerah (BAPPEDA) Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Tengah.
Pelatihan ini dirancang di samping untuk meningkatkan wawasan dan kualitas para
akademisi, pemerhati, pengelola dan praktisi dalam pengelolaan wilayah pesisir, juga
sebagai wacana untuk saling bertukar pengalaman dan informasi dalam pengelolaan
wilayah pesisir terpadu. Pelatihan ini menjadi sangat penting dan strategis mengingat
pada saat ini sumberdaya wilayah pesisir memerlukan perhatian khusus utnuk dikelola
secara optimal dan berkelanjutan. Dalam melakukan upaya ini, selain diperlukan
sumberdaya manusia yang berkualitas, juga diperlukan komitmen dan aksi nyata dalam
mengelola sumberdaya wilayah pesisir secara lestari.
Dengan demikian apa yang diharapkan di atas sangatlah sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan dalam pelatihan ini, yaitu untuk meningkatkan kemampuan baik perseorangan
maupun kelompok kerja para peserta dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Tujuan
ini akan dicapai melalui dua sasaran pokok, yakni : (1) memberikan informasi tentang
konsep pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia, dan (2) meningkatkan pemahaman dan
kemampuan para peserta dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu, sehingga pada
gilirannya para peserta akan dapat menyusun suatu perencanaan, pelaksanaan dan
pengevaluasian program pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
Pemimpin Pelatihan
(Training Leader)
langkah terakhir yang sering terlewatkan adalah remeh ini muncul karena siklus tersebut sangatlah
melakukan evaluasi. Siklus seperti ini menempatkan logis (sangat masuk akal) sehingga pelaksana
banyak kegiatan dari suatu program dalam satu cenderung punya sikap “sudah tahu” dan “bukan
sekuen yang logis dan membantu untuk menguraikan masalah”. Hal yang terbukti salah pada akhirnya.
keterkaitan yang rumit dari unsur-unsur yang
terdapat dalam pengelolaan wilayah pesisir. Dalam Langkah pertama
konteks tersebut “siklus program” ini dapat dianggap Pada langkah awal identifikasi dan pengkajian
sebagai peta atau alat bantu navigasi dalam isu, setiap pelaksana mengetahui bahwa ini
menelusuri proses yang kompleks, dinamis dan merupakan tahap dimana program/proyek
bersifat adaptif. Pengalaman dari beberapa negara pengelolaan pesisir didefinisikan dan dikaji. Semua
maju maupun berkembang menunjukkan bahwa memahami bahwa terdapat beberapa tindakan utama
terdapat beberapa hal harus dilaksanakan pada saat yang perlu dilakukan, seperti (1) mengidentifikasi
yang tepat agar program pengelolaan wilayah pesisir stakeholder utama dan kepentingan serta minatnya;
dapat dengan sukses bergerak terus menuju tujuan (2) mengkaji prinsip dan isu lingkungan, isu-isu sosial
jangka panjangnya. dan kelembagaan serta implikasinya; dan (3)
Di Indonesia sendiri, walaupun sudah cukup mengidentifikasi hubungan sebab-akibat yang
banyak proyek/program yang terkait dengan menghubungkan antara kegiatan manusia, proses
permasalahan di lingkungan pesisir, tapi hanya alamiah dan kemunduran kualitas kondisi
sebagian kecil saja yang benar-benar dirancang sumberdaya pesisir. Sering terjadi langkah pertama
untuk menjalankan pengelolaan secara terpadu. ini dianggap selesai setelah ketiga hal tersebut di atas
Proyek pengelolaan wilayah pesisir di Segara dapat terdokumentasikan. Disinilah sebenarnya
Anakan, Cilacap pada tahun 1986-1992 boleh terjadi “kesalahan pertama”.
dikatakan merupakan yang pertama kali berupaya Langkah pertama seharusnya hanya dapat
untuk mencari cara mengelola satu wilayah pesisir dianggap selesai bila telah secara jelas menyusun
secara terpadu. Setelah itu menyusul berbagai rekomendasi mengenai isu-isu penting mana yang
inisiatif yang dilakukan baik oleh berbagai donor diprioritaskan untuk digarap terlebih dahulu dalam
asing maupun oleh pemerintah sendiri dan pihak- jangka waktu pelaksanaan proyek nantinya secara
pihak non pemerintahan lainnya. Namun sayangnya realistis. Permasalahan di wilayah pesisir selalu
pendekatan yang dilakukan ataupun pemahaman kompleks sehingga tidak realistis apabila satu (dan hanya
konsep yang diambil seringkali kurang sesuai. satu proyek) untuk jangka waktu pendek (1-5 tahun)
Terkadang diatas kertas pendekatan dan konsep berusaha untuk menyelesaikannya sekaligus. Langkah
sudah tepat, tetapi pemahaman pelaksana proyek pertama ini biasanya memakan waktu 6 bulan sampai
yang tidak sesuai. Sehingga yang sering terjadi adalah 1,5 tahun.
tidak jelasnya tujuan akhir dari proyek-proyek
tersebut dan bagaimana tolok ukur keberhasilannya. Langkah kedua
Akibat yang berikut adalah tidak terjadinya Di langkah kedua, yakni persiapan dan
“pembelajaran” (lesson learned) antar proyek, alih perencanaan, memerlukan proses konsultasi yang
pengetahuan maupun replikasi dari pelaksanaan/ lebih intensif dan proses perencanaan yang lebih
inisiatif yang berhasil karena setiap proyek cenderung mendalam terhadap berbagai macam alternatif
untuk selalu mengulang “kembali dari awal” tindakan yang direkomendasikan oleh langkah
pelaksanaan proyek-proyek baru (reinventing the pertama. Hal ini karena tujuan utama dari langkah
wheel). ini adalah menyusun satu rencana pengelolaan yang
Siklus penyusunan program sebenarnya secara realistis dan terukur, sehingga dapat
merupakan panduan yang cukup baik bagi pelaksana mengekspresikan kualitas lingkungan yang ingin
proyek untuk melangkahkan kakinya dalam dicapai dan dipertahankan, cara-cara bagaimana
menjabarkan konsep pengelolaan wilayah pesisir di sumberdaya dapat dialokasikan, dan berbagai
lapangan. Hanya sayangnya banyak hal dalam siklus perubahan yang diperlukan dalam pola hubungan
tersebut yang sengaja maupun tidak disengaja antara pengeksploitasian sumberdaya alam dengan
ditinggalkan karena dianggap remeh. Anggapan tingkah laku masyarakat disekitarnya. Dalam
2
Penyusunan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Secara Terpadu
langkah inilah tujuan spesifik dari program/proyek mampu memikul tugas yang dilimpahkan dalam
harus didefinisikan secara jelas (satu hal yang sering perencanaan tersebut. Kesalahan kedua ini biasanya
sekali ditinggalkan !). bersifat “fatal”. Artinya sebagian besar proyek
Tidak dapat dipungkiri bahwa langkah kedua pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia (yang
merupakan langkah yang paling kompleks dan jumlahnya juga tidak banyak) tidak pernah bisa
berlangsung selama beberapa tahun. Seringkali beranjak ke langkah berikutnya
proyek-proyek bantuan dari donor diberikan dalam
masa 3-5 tahun, dimana waktu tersebut hanya akan Langkah Ketiga
dapat dialokasikan untuk menyusun dokumen Apabila proyek “selamat” dan dapat berlanjut
perencanaan pengelolaan, bukan pelaksanaannya. ke tahap berikutnya maka adopsi secara fomal
Terkadang pelaksana, baik LSM maupun merupakan pengakuan terhadap rencana yang
pemerintah melupakan hal ini sehingga setelah selesai disusun, oleh pengambil keputusan dan kebijakan
pekerjaan perencanaan, tidak ada lagi upaya untuk di tingkat tinggi, seperti menteri, gubernur ataupun
benar-benar merealisasikannya karena “proyek” presiden. Seringkali pengakuan ataupun persetujuan
sudah selesai. Oleh sebab itu pendekatan yang pal- tersebut dituangkan dalam surat keputusan mapun
ing baik adalah dengan menyusun dan mencoba peraturan perundangan lainnya. Adopsi dalam
berbagai strategi serta tujuan untuk melakukan konteks ini meliputi persetujuan pendanaan dan
pemilahan terhadap berbagai pilihan yang ada. pengalokasian sumberdaya manusia untuk
Dalam proses perencanaan ini termasuk juga melaksanakan tiap langkah yang direncanakan.
pelaksanaan pengelolaan skala kecil (demo/pilot) Tentunya sebelum sampai kesana dokumen yang
untuk menguji fisibilitas dari rencana yang disusun disusun pada langkah kedua akan diteliti dan mendapat
untuk lingkup dan wilayah yang lebih luas. banyak pertanyaan-pertanyaan, bahkan seringkali
Kegiatan utama dalam langkah kedua ini adalah membutuhkan revisi sebelum dapat disetujui. Sebagai
sebagai berikut: konsekuensinya, dokumen perencanaan dapat
• Melaksanakan penelitian ilmiah terhadap berbagai mengalami perubahan mendasar terutama dari berbagai
isu yang dipilih pada langkah pertama. pertimbangan aspek teknis menjadi aspek politis, yang
• Mendokumentasikan kondisi awal (baseline) merupakan minat dan prioritas dari kalangan pemerintah
wilayah pesisir yang akan dikelola. maupun pihak-pihak lainnya yang mungkin akan
• Menyusun rencana pengelolaan dan kerangka terpengaruh oleh proyek tersebut.. Dalam proses ini
kerja kelembagaan yang akan melaksanakan pro- akan muncul berbagai argumentasi yang sebelumnya
gram. tidak terpikirkan atau tidak dianggap penting (satu
• Mempersiapkan sumberdaya manusia dan kesalahan lagi !) oleh penyusun dokumen. Bahkan bila
kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan perencanaan pada akhirnya disetujui tidak berarti selalu
(implementasi) program. selalu otomatis diikuti oleh persetujuan pengalokasi dana
• Merancang (mendesain) struktur kelembagaan untuk melaksanakannya. Demikian pula persetujuan
dan proses pengambilan keputusan dalam terhadap isi dokumen tidak selalu diikuti oleh
pelaksanaan program. persetujuan pengalokasi dana untuk melaksanakannya.
• Menguji strategi pelaksanaan program dalam Memang langkah ketiga ini merupakan satu tahap
skala kecil (pilot/demo) dimana terdapat proses tawar menawar dan pemberian
• Melaksanakan program pendidikan dan akomodasi diantara berbagai pihak yang terkait
penyadaran bagi masyarakat (umum) dan stake- ekonomis maupun politis. Bahayanya adalah apabila
holder. hasil kompromi tersebut pada akhirnya malah
Apabila hasil dari langkah pertama sudah mengaburkan tujuan utama dari pelaksanaan proyek
“salah” maka pada tahap ini kesalahan tersebut akan itu sendiri, dan ini memang sering sekali terjadi
makin terakumulasi. Perencanaan yang disusun akan (kesalahan ketiga !). Tantangan yang harus dihadapi
berupaya “menjawab” seluruh permasalah yang untuk dapat melalui langkah ini untuk sampai ketahap
diberikan dari hasil identifikasi. Akibatnya seluruh pelaksanaan merupakan tantangan yang bahkan dapat
rencana hanya tinggal rencana karena sumberdaya lebih berat dibandingkan dengan langkah-langkah
yang ada (institusional, manusia dan biaya) tidak sebelumnya.
3
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Setiap kali seseorang ingin melakukan evaluasi, Sangat sedikit jumlah proyek perencanaan
maka kumpulan pertanyaan utama yang dirangkum pengelolaan wilayah pesisir di negara-negara
oleh Owens (1993) di bawah ini dapat menjadi berkembang, termasuk dan terutama di Indonesia,
petunjuk sebelum melangkah lebih lanjut. yang kemudian berhasil dilaksanakan
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: (a) apa yang implementasinya setelah proyeknya berakhir. Lebih
menjadi alasan utama dilaksanakannya evaluasi sedikit lagi metodologi evaluasi yang
tersebut?; (b) program/proyek yang akan dievaluasi didokumentasikan dan disebarluaskan. Kalaupun
tersebut telah mencapai tahapan apa dan ada maka metoda evaluasi tersebut tidak
bagaimana?; (c) aspek apa dari proyek/program menganalisis perbedaan berbagai desain dari proyek/
tersebut yang akan dievaluasi; (d) bagaimana program yang ada serta pengaruhnya terhadap hasil
perkiraan ketepatan waktu pelaksanaan evaluasi akhirnya. Oleh karena itu, tanpa adanya kerangka
dengan waktu pelaksanaan proyek/program secara kerja evaluasi yang dapat diterima oleh para praktisi
keseluruhan?; (e) pendekatan evaluasi bagaimana dan para pengguna lainnya maka kajian sistematis
yang akan dipergunakan dan apa metodologi terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan
pengumpulan dan analisis data dan informasi yang dengan pengelolaan wilayah pesisir akan sulit untuk
sesuai dengan pendekatan tersebut? dapat dilakukan dan direplikasikan.
Selanjutnya Owens (1993) mengklasifikasikan
pelaksanaan evaluasi menjadi 5 (lima) jenis, yaitu: Pertanyaan-Pertanyaan dalam Tiap Langkah
(1) evaluasi dampak, (2) evaluasi dalam pengelolaan Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang
program, (3) evaluasi proses, (4) evaluasi desain, merefleksikan 5 langkah yang ada dalam siklus
(5) evaluasi untuk pengembangan. Pendapat lain kebijakan di atas. Tiap bagian tersebut kemudian
mengenai jenis evaluasi ini dikemukakan oleh Olsen, dibagi lagi kedalam topik-topik yang paling
Lowry dan Tobey (1998). Mereka menyatakan penting dalam langkah tersebut. Dalam tiap topik
bahwa evaluasi terhadap proyek ataupun kegiatan- itulah rangkaian pertanyaan tersebut dijabarkan.
kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dapat Penting untuk diingat bahwa pertanyaan-
dikategorikan dalam tiga jenis utama, yaitu; (1) pertanyaan tersebut tidak semuanya relevan
Evaluasi Kinerja (Performance Evaluation), (2) dengan semua proyek atau program yang ada.
Evaluasi Hasil (Outcome Evaluation), (3) Evaluasi Oleh karenanya tidak semua pertanyaan tersebut
Kapasitas Pengelolaan (Management Capacity As- perlu dijawab atau dipergunakan. Terdapat 120
sessment). pertanyaan yang terbagi dalam 29 kategori.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus
Mengapa kita memerlukan cara untuk dapat diperlakukan hanya sebagai “petunjuk/arahan”
melakukan evaluasi secara sistematis dan bukan sebagai cetak biru yang dapat
terhadap pelaksanaan “Pengelolaan Wilayah dipergunakan untuk seluruh jenis pekerjaan.
Pesisir (proyek/program)”?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun
Alasan utama mengapa kita membutuhkan berdasarkan pengalaman yang didapat dari
perangkat evaluasi yang sistematis karena pelaksanaan “pengalaman terbaik” yang terjadi diprogram-pro-
proyek pengelolaan pesisir yang sukses sangatlah kecil gram seluruh dunia. Pengalaman terbaik tersebut
dibandingkan dengan berbagai kegiatan yang berdasarkan dari studi pustaka dan pendapat-
menyebabkan degradasi lingkungan pesisir di dunia ini. pendapat para ahli terhadap karakteristik dari
Alasan lain adalah bahwa di berbagai negara pengelolaan wilayah pesisir yang efektif.
berkembang, terutama di daerah tropis seperti Indo- Karakteristik tersebut adalah;
nesia, proyek pengelolaan wilayah pesisir dijalankan • Partisipasi stakeholder di setiap fase dari
sebagai “proyek-proyek pilot/percontohan” yang pengembangan proyek
tersebar dari Sabang sampai Merauke. Komunikasi • Strategis, fokus dan pengambilan keputusan dari
yang terjalin diantara proyek ataupun analisis terhadap proyek yang berdasarkan isu tertentu
perbedaan desain tiap proyek serta dampaknya dalam • Kordinasi antar institusi baik di tingkat lokal
pelaksanaan sangat jarang dilakukan atau bahkan tidak maupun nasional
pernah dilakukan. • Pengelolaan secara adaptif dan “learning”
5
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
• Analisis ilmiah yang tepat yang diperlukan oleh dan siapa yang membiayai kegiatan ini ?
pengelola • Siapa saja yang terlibat dalam pengkajian tersebut?
• Penguatan kapasitas sumberdaya manusia dan Bagaimana proses keterlibatan mereka ?
institusional dalam pengelolaan wilayah pesisir • Sejauh mana pengkajian ini membahas kondisi
• Menyepadankan antara kegiatan-kegiatan proyek sosial-ekonomi dari para pengguna/pemanfaat
dengan kemampuan institusi dan SDMnya sumberdaya tersebut?
• Kepemilikan lokal maupun nasional terhadap • Apakah ada analisa mengenai hubungan antara
proyek atau program yang dilaksanakan. lembaga pemerintah dan lembaga lainnya dengan
Kegunaan utama pertanyaan-pertanyaan isu-isu pengelolaan pesisir utama pada saat ini?
tersebut selain untuk menilai/mengkaji “diri sendiri” Apakah analisa tersebut dapat mengungkapkan
(self-assessment), tetapi dapat juga dipergunakan kecukupan (adequacy) dari pengelolaan yang ada
sebagai checklist dari disain program, kerangka saat ini?
kerja pelatihan, metodologi untuk mengkaji • Apa ruang lingkup kajian tersebut ? Teknik dan
kematangan dan kapasitas proyek/program metodologi apa yang digunakan?
pengelolaan wilayah pesisir. • Bagaimana tingkat kedalaman/ketelitian dari kajian
isu ini terhadap keterbatasan ruang lingkup,
Langkah Pertama : sumberdaya dan waktu dalam melaksanakan
Identifikasi dan Pengkajian Isu program pada saat ini?
Tidak ada yang lebih penting bagi kesuksesan
satu generasi pengelolaan wilayah pesisir daripada B. Kelompok Stakeholder Utama dan
seleksi/pemilihan isu yang akan ditangani, baik Kepentingannya
permasalahannya maupun oportunitasnya. Langkah • Kelompok stakeholder non-pemerintah mana yang
pertama ini bisa dianggap selesai apabila isu-isu dan akan terpengaruh oleh adanya proyek pengelolaan
wilayah yang akan menjadi subyek perencanaan, sumberdaya pesisir di daerah tersebut ?
penelitian dan dan kerangka dari tindakan-tindakan • Apakah proses pengkajian isu tersebut juga
pengelolaan telah terdefinisikan. menggali pendapat/pandangan dan persepsi dari
Proses identifikasi isu seringkali didasari oleh masyarakat umum yang tidak termasuk dalam
informasi yang ada ditambah dengan pelaksanaan suatu organisasi? Bagaimana pelaksanaannya dan
pengkajian cepat (rapid assessment) untuk apa hasilnya?
memperoleh gambaran mengenai kondisi lingkungan • Apakah kepentingan dari instansi pemerintah dan
dan sosial di wilayah yang dipertimbangkan untuk lembaga formal lainnya seperti universitas,
dikelola. Namun bagaimanapun juga analisis yang kelompok pengguna, dan organisasi keagamaan
lebih lama dan rinci untuk mengidentifikasi telah diperhatikan? Bagaimana kepentingan-
permasalahan yang ada, penyebabnya dan kepentingan mereka tersebut dianalisa?
kemungkinan penanggulangannya oleh masyarakat • Sejauh mana kajian ini mengemukakan perbedaan
lokal dan para pimpinan akan lebih mendukung. atau konflik kepentingan? Apakah semua stake-
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang holder dan para tokoh di tingkat lokal maupun
berkaitan dengan pelaksanaan langkah pertama ini; pusat telah dilibatkan? Bagaimana hal ini
dilakukan?
A. Identifikasi dan pengkajian isu • Apakah kajian ini mengidentifikasi pemimpin yang
wilayah pesisir berpotensi dan kelompok stakeholder yang
• Isu-isu pengelolaan apa saja yang menjadi sasaran/ keterlibatannya dalam proyek tersebut akan
arah dari program atau proyek? diprioritaskan?
• Apa yang menjadi alasan/pemicu sehingga proyek
pengelolaan sumberdaya tersebut perlu diusulkan C. Pemilihan Isu
dan bagaimana hubungannya dengan pemilihan isu • Isu apa yang telah dipilih oleh proyek sebagai
yang akan ditangani oleh proyek ?. fokus kegiatannya? Bagaimana dan oleh siapa
• Apakah suatu kajian telah dipersiapkan dengan isu tersebut dipilih?
baik ? Siapa yang mempersiapkan kajian tersebut • Apakah ruang lingkup dan kompleksitas isu yang
6
Penyusunan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Secara Terpadu
telah dipilih tersebut sesuai dengan kapasitas kondisi awal tersebut yang dapat menggambarkan
lembaga yang terlibat dan tim kerja proyek? dampak dimasa datang akibat adanya kegiatan
• Apakah perencanaan dan proses perumusan pengelolaan?
kebijakan untuk menjawab isu tersebut dapat • Apakah lokasi/daerah kontrol (control sites) telah
menghasilkan proposal yang cukup berbobot/ direncanakan sebagai dasar analisa dampak
berkualitas agar memperoleh persetujuan formal pengelolaan sumberdaya pesisir?
dan pendanaan untuk implementasinya?
B. Penelitian Penting
D. Reaksi terhadap proses pengkajian isu • Penelitian apa saja yang telah dilaksanakan?
• Bagaimana kualitas teknis dari kajian yang Pertanyaan-pertanyaan (hipotesa) apa yang
dilakukan? Apakah para pakar menilai bahwa dibuat untuk dijawab oleh penelitian tersebut?
kajian tersebut sahih? Bagaimana peranan isu-isu pengelolaan tersebut
• Kepada siapa dan dalam bentuk apa hasil kajian dalam menentukan agenda penelitian? Apakah
tersebut disampaikan? skala penelitian tepat untuk untuk isu yang telah
• Respon apa yang diperoleh dari pelaksanaan diidentifikasi dan sesuai dengan kebutuhan pro-
kajian tersebut? gram/proyek?
• Apakah penelitian yang dilakukan berguna bagi
E. Tujuan Program/Proyek Pengelolaan proses perencanaan proyek?
Pesisir · Siapakah pelaksana dari penelitian ini? Apakah
• Sejauh mana proyek yang diusulkan atau tujuan penelitian ini melibatkan tenaga ahli lokal dan
program mencerminkan isu-isu yang telah berdasarkan pada penelitian yang sudah ada?
diidentifikasi? Apakah telah dipilih pakar dari luar lokasi yang
• Apakah maksud/tujuan dari proyek pengelolaan keahlian dan pengalamannya dapat digunakan
sumberdaya pesisir ini telah dimengerti oleh untuk menambah kualitas penelitian tersebut?
mereka yang akan menerima dampak dari Apakah pakar dari luar itu membimbing peneliti
pelaksanaan nantinya? lokal dan bekerja untuk meningkatkan kapasitas
lokal di dalam melaksanakan penelitian yang
Langkah Kedua: Persiapan Perencanaan berdasarkan isu-isu pengelolaan sumberdaya
Pada langkah ini pengelola proyek menyusun pesisir?
rincian rencana aksi untuk menjawab permasalahan/ • Apakah masyarakat dan stakeholder lainnya
isu yang telah dipilih di langkah pertama. Tujuan dilibatkan dalam penelitian? Apakah mereka
spesifik, kebijakan pengelolaan dan program-pro- mendapat informasi mengenai hasil penelitian dan
gram aksi dijabarkan untuk tiap isu yang dipilih. implikasinya?
Penelitian dilaksanakan untuk mengisi data dan
informasi detail yang diperlukan untuk lebih C. Perencanaan Pengelolaan
memahami permasalahan yang dihadapi. • Dasar pemikiran atau teori apa yang melandasi
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang rancangan pengelolaan utama kedalam rencana
berkaitan dengan pelaksanaan langkah kedua ini; pengelolaan? Bagaimana validitas dari logika atau
teori tersebut?
A. Pendokumentasian kondisi awal • Untuk kelompok atau individu mana pengelolaan
(baseline) wilayah pesisir tersebut direncanakan?
• Studi apa saja yang telah dilakukan dalam • Perubahan-perubahan perilaku apa saja yang
pendokumentasian kondisi awal? diharapkan dari kelompok sasaran? Seberapa
• Apakah masyarakat atau kelompok stakeholder pentingnya perubahan-perubahan tersebut?
tertentu berpartisipasi dalam pendokumentasian • Apakah strategi pengelolaan telah
tersebut? mempertimbangkan keseimbangan antara
• Apakah kondisi awal tersebut dapat dijadikan kegiatan yang telah memiliki pengaturan dengan
sebagai tolok ukur dalam menganalisis perubahan kegiatan yang tidak diatur? Apakah instansi
di masa mendatang? Hal-hal apa saja dalam pemerintah yang akan dilibatkan dalam
7
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
8
Penyusunan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Secara Terpadu
dari penanganan isu-isu proyek, sebab-sebanya lembaga yang bertanggungjawab khusus dalam
dan kemungkinan solusinya? implementasi program telah dialokasikan diantara
• Apakah proyek telah mengubah persepsi umum berbagai lembaga yang ada?
tentang isu dan kontribusinya terhadap perubahan- • Apakah otoritas (wewenang) resmi dan kerangka
perubahan prilaku masyarakat? kerja implementasi program cukup dipertimbangkan
untuk kelancaran pelaksanaannya?
Langkah Ketiga: • Apakah terjadi konflik yang baru secara hukum atau
Adopsi Formal dan Pendanaan dengan program lainnya yang dihadapi selama proses
Langkah ketiga merupakan masa dimana formalisasi program? Bagaimana terjadinya secara
upaya perencanaan dikristalisasikan. Pada tahap ini nyata? Apakah ada lembaga lainnya yang
sangat penting untuk memperoleh formal mandat tingkat memprotes atau melakukan veto terhadap aspek-
tinggi bagi perencanaan yang disusun. Hal ini biasanya aspek program yang dilaksanakan?
diekspresikan melalui peraturan-peraturan ataupun
keputusan yang memberikan tanggungjawab dan C. Pendanaan implementasi program.
kekuatan tertentu. ¨ Apakah sumber keuangan yang telah disepakati
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang untuk implementasi program telah memadai?
berkaitan dengan pelaksanaan langkah ketiga ini; Apakah sumberdaya yang tersedia ini cukup
untuk melaksanakan semua program yang ada
A. Persetujuan formal terhadap secara maksimal?
rencana pengelolaan ¨ Berapa bagian (proporsi) biaya-biaya
• Apakah proses persetujuan menjelaskan cara implementasi yang merupakan bagian dari
untuk satu periode implementasi ataukah masih anggaran rutin pemerintah? Berapa bagian
diperlukan perencanaan dan/atau prosedur dan (proporsi) dana yang didukung oleh grant jangka
peraturan persiapan operasional lebih lanjut ? pendek dan berapa bagian dukungan proyek yang
• Melalui proses apa, dan pada tingkat politik yang didanai oleh lembaga internasional dan lembaga
mana, program pengelolaan wilayah pesisir secara lainnya?
administratif telah disetujui?
• Isu-isu penting apa saja yang dimunculkan selama Langkah Keempat:
proses persetujuan? Implementasi (Pelaksanaan Program)
• Lembaga/instansi pemerintah, figur politik,
kelompok atau kepentingan apa saja yang banyak A. Efektivitas strategi pengelolaan
terlibat dalam proses persetujuan rencana • Apakah logika atau teori yang melandasi strategi
tersebut? pengelolaan ini cukup valid ? apakah hipotesa
• Dalam bentuk apa rencana strategi pengelolaan dasar dari strategi yang telah disusun itu dapat
secara resmi disetujui, apakah berupa undang- dianalisa validitasnya?
undang, pemeraturan pemerintah, surat keputusan • Bagaimana rencana strategi dapat dimodifikasi
atau perjanjian antar lembaga? Apakah logika setiap waktu, jika terjadi ?
atau teori yang melandasi rancangan rencana • Apakah kegiatan implementasi telah dilakukan
pengelolaan pada Langkah Kedua ini secara nyata secara imbang antara aksi/tindakan yang berkaitan
telah dimodifikasi selama proses persetujuan? dengan peraturan dan yang tidak berkaitan dengan
peraturan?
B. Penetapan kerangka kerja implementasi • Kelompok atau individu mana yang banyak
kebijakan pengelolaan wilayah pesisir. terpengaruh secara langsung oleh kegiatan
• Apakah telah terjadi pengalihan dengan berhasil implementasi program? Apakah yang terkena
dari proyek kepada program pengelolaan suatu dampak implementasi tersebut sesuai yang
lembaga yang jelas didentitasnya sebagai bagian/ diharapkan dalam program yang telah dirancang
unsur permanen di dalam struktur pemerintahan? dan disetujui? Jika bukan, mengapa?
• Apakah telah dinegosiasikan perjanjian antar
9
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
10
Penyusunan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Secara Terpadu
11
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
• Keputusan administrasi rutin, rencana atau Oleh karena itu, satu generasi (satu siklus
kegiatan apa yang diinformasikan dalam program kebijakan) proyek/program pengelolaan wilayah
monitoring? pesisir di Srilangka dalam kasus ini selama 14
• Bagaimana data monitoring dikumpulkan, tahun.
disimpan dan diolah untuk diinformasikan? Siapa
yang mengakses data tersebut? B. UNSUR-UNSUR PENTING UNTUK
MENGGAMBARKAN PROFIL
Langkah Kelima: Evaluasi (PROFILING) SUATU WILAYAH
PESISIR
A. Kegunaan dan dampak dari evaluasi
• Apakah evaluasi dinyatakan secara jelas dalam a. Bagaimana kondisi ekosistem pada saat
dokumen proyek? ini ?
• Apakah swa-kaji (self-assessment) atau bentuk • Menggambarkan karakteristik habitat, spesies dan
evaluasi lainnya telah dilaksanakan dalam pro- komunitas biologis.
gram? Apakah dilaksanakan untuk beberapa • Mengidentifikasi perkembangan kondisi dan
proyek atau beberapa komponen lain dari pro- pemanfaatan sumberdaya, serta menggambarkan
gram? pertimbangan implikasi jangka pendek dan jangka
• Tipe evaluasi yang mana telah dilaksanakan? panjang terhadap perubahan-perubahan
• Bagaimana hasil evaluasi dikomunikasikan? lingkungan dan atau sosial.
• Bagaimana hasil evaluasi digunakan? • Mengidentifikasi masalah-masalah sumberdaya
• Bagaimana, jika ada, evaluasi memberikan dan peluang pengelolaan yang dinilai penting pada
kontribusi kepada learning secara organisatoris? lokasi-lokasi yang spesifik.
12
Penyusunan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Secara Terpadu
13
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
dengan 10 tahun sebelumnya, proporsi rumah tangga pemerintahan yang diimplementasikan dalam proyek
skala usaha kecil ini boleh dikatakan tidak berubah. dan program pembangunan. Kemiskinan super-
Secara magnitude jumlahnya bahkan meningkat struktural ini sangat sulit diatasi bila saja tidak disertai
dengan berarti. Bila data-data ini digunakan sebagai keinginan dan kemauan secara tulus dari pemerintah
variabel determinan ketidak-mampuan dan ketidak- untuk mengatasinya. Kesulitan tersebut juga
berdayaan usaha maka dapat dikatakan bahwa disebabkan karena kompetisi antar sektor, antar
sebagian besar nelayan kecil itu tidak berdaya dan daerah, serta antar institusi yang membuat sehingga
di sisi lain mereka terperangkap dalam ketidak adanya ketimpangan dan kesenjangan
berdayaannya. pembangunan. Kemiskinan super-struktural ini hanya
Kemiskinan yang merupakan indikator bisa diatasi apabila pemerintah, baik tingkat pusat
ketertinggalan masyarakat pesisir ini disebabkan maupun daerah, memiliki komitmen khusus dalam
paling tidak oleh tiga hal utama, yaitu (1) kemiskinan bentuk tindakan-tindakan yang bias bagi kepentingan
struktural, (2) kemiskinan super-struktural, dan (3) masyarakat miskin. Dengan kata lain affirmative
kemiskinan kultural. actions, perlu dilaksanakan oleh pemerintah pusat
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang maupun daerah.
disebabkan karena pengaruh faktor atau variabel Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang
eksternal di luar individu. Variabel-variabel tersebut disebabkan karena variabel-variabel yang melekat,
adalah struktur sosial ekonomi masyarakat, inheren, dan menjadi gaya hidup tertentu. Akibatnya
ketersediaan insentif atau disinsentif pembangunan, sulit untuk individu bersangkutan keluar dari
ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersediaan kemiskinan itu karena tidak disadari atau tidak
teknologi, dan ketersediaan sumberdaya diketahui oleh individu yang bersangkutan. Variabel-
pembangunan khususnya sumberdaya alam. variabel penyebab kemiskinan kultural adalah tingkat
Hubungan antara variabel-variabel ini dengan pendidikan, pengetahuan, adat, budaya,
kemiskinan umumnya bersifat terbalik. Artinya kepercayaan, kesetiaan pada pandangan-
semakin tinggi intensitas, volume dan kualitas pandangan tertentu, serta ketaatan pada panutan.
variabel-variabel ini maka kemiskinan semakin Kemiskinan secara struktural ini sulit untuk diatasi.
berkurang. Khusus untuk variabel struktur sosial Umumnya pengaruh panutan (patron) baik yang
ekonomi, hubungannya dengan kemiskinan lebih sulit bersifat formal, informal, maupun asli (indigenous)
ditentukan. Yang jelas bahwa keadaan sosial sangat menentukan keberhasilan upaya-upaya
ekonomi masyarakat yang terjadi di sekitar atau di pengentasan kemiskinan kultural ini. Penelitian di
lingkup nelayan menentukan kemiskinan dan beberapa negara Asia yang masyarakatnya terdiri
kesejahteraan mereka. dari beberapa golongan agama menunjukkan juga
Kemiskinan super-struktural adalah bahwa agama serta nilai-nilai kepercayaan
kemiskinan yang disebabkan karena variabel- masyarakat memiliki pengaruh yang sangat signifikan
variabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat terhadap status sosial ekonomi masyarakat dan
berpihak pada pembangunan nelayan. Variabel- keluarga.
variabel superstruktur tersebut diantaranya adanya Para pakar ekonomi sumberdaya melihat
kebijakan fiskal, kebijakan moneter, ketersediaan kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan
hukum dan perundang-undangan, kebijakan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial
15
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta berlaku sebagai pelaku yang semata-mata
teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang beorientasi pada peningkatan pendapatan. Karena
dimaksud membuat sehingga nelayan tetap dalam way of life yang demikian maka apapun yang terjadi
kemiskinannya. dengan keadaannya, hal tersebut tidak dianggap
Smith (1979) yang mengadakan kajian sebagai masalah baginya. Way of life sangat sukar
pembangunan perikanan di berbagai negara Asia dirubah. Karena itu maka meskipun menurut pandangan
serta Anderson (1979) yang melakukannya di orang lain nelayan hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan
negara-negara Eropa dan Amerika Utara tiba pada itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa
kesimpulan bahwa kekauan aset perikanan (fixity bahagia dengan kehidupan itu.
and rigidity of fishing assets) adalah asalan utama
kenapa nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan Mengentaskan Kemiskinan
kemiskinan dan sepertinya tidak ada upaya mereka Masyarakat Pesisir
untuk keluar dari kemiskinan itu. Kekakuan aset Berbagai program, proyek dan kegiatan telah
tersebut adalah karena sifat aset perikanan yang dilakukan untuk mengentaskan nelayan dari
begitu rupa sehingga sulit untuk dilikuidasi atau kemiskinan. Namun seperti digambarkan pada
diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi Tabel 1, ternyata jumlah nelayan kecil secara
kepentingan lain. Akibatnya pada saat produktivitas magnitute tetap bertambah. Desa-desa pesisir
aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk semakin hari semakin luas areanya dan banyak
mengalih fungsikan atau melikuidasi aset tersebut. jumlahnya. Karena itu meskipun banyak upaya telah
Karena itu, meskipun rendah produktivitas, nelayan dilakukan, umumnya bisa dikatakan bahwa upaya-
tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang upaya tersebut belum membawa hasil yang
sesungguhnya tidak lagi efisien secara ekonomis. memuaskan.
Subade and Abdullah (1993) mengajukan Motorisasi armada nelayan skala kecil adalah
argumen lain yaitu bahwa nelayan tetap tinggal pada program yang dikembangkan pada awal tahun
industri perikanan karena rendahnya opportunity 1980-an untuk meningkatkan produktivitas. Pro-
cost mereka. Opportunity cost nelayan, menurut gram motorisasi dilaksanakan di daerah padat
definisi, adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan nelayan, juga sebagai respons atas dikeluarkannya
atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat Keppres No. 39 tahun 1980 tentang penghapusan
diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, pukat harimau. Program ini semacam kompensasi
opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa untuk meningkatkan produksi udang nasional.
dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap Namun ternyata motorisasi armada ini banyak gagal
ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan karena tidak tepat sasaran yaitu bias melawan
cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun nelayan kecil, dimanipulasi oleh aparat dan elit demi
usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien. untuk kepentingan mereka dan bukannya untuk
Ada juga argumen yang mengatakan bahwa kepentingan nelayan.
opportunity cost nelayan, khususnya di negara Akan tetapi program motorisasi ini juga
berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati membawa dampak positip, dilihat dari bertambahnya
nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan jumlah perahu bermotor di banyak daerah di Indo-
lain sebagai mata pencahariannya. Dengan demikian nesia. Saat ini bila ada program pemerintah untuk
apa yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai mengadakan armada kapal/perahu nelayan, atau bila
nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan. ada rencana investasi oleh nelayan, selalu pengadaan
Panayotou (1982) mengatakan bahwa nelayan motor penggerak perahu menjadi permintaan
tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena nelayan.
kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu (pref- Program lain yang dikembangkan untuk
erence for a particular way of life). Pendapat mengentaskan kemiskinan adalah pengembangan
Panayotou (1982) ini dikalimatkan oleh Subade dan nilai tambah melalui penerapan sistem rantai dingin
Abdullah (1993) dengan menekankan bahwa (cold chain system). Sistem rantai dingin adalah
nelayan lebih senang memiliki kepuasaan hidup yang penerapan cara-cara penanganan ikan dengan
bisa diperolehnya dari menangkap ikan dan bukan menggunakan es guna menghindari kemunduran
16
Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan..........
mutu ikan. Dikatakan sistem rantai dingin karena Selain ketiga program di atas, dan banyak pro-
esensinya yaitu menggunakan es di sepanjang rantai gram pembangunan lainnya yang secara tidak
pemasaran dan transportasi ikan, yaitu sejak langsung berkaitan dengan pengentasan kemiskinan.
ditangkap atau diangkat dari laut hingga ikan tiba di Salah satu program yang dilakukan pada masa
pasar eceran atau di tangan konsumen. pemerintahan Habibie adalah Protekan 2003 yaitu
Sistem rantai dingin dikembangkan di seluruh Gerakan Peningkatan Eskpor Perikanan hingga
daerah di Indonesia pada awal tahun 1980-an. menjelang tahun 2003 mencapai nilai ekspor 10
Namun demikian masalah yang dihadapi adalah milyar dolar. Gerakan ini namun mati pada usia yang
sosialisasi sistem ini yang tidak begitu baik sehingga sangat muda, sejalan dengan berhentinya era
akhirnya kurang mendapat tempat di hati masyarakat. pemerintahan Habibie.
Sebagai contoh hingga saat ini, di daerah tertentu di Program lain berhubungan dengan konservasi
Maluku dan NTT, ada pendapat bahwa ikan yang dan rehabilitasi lingkungan hidup. Pembuatan karang
menggunakan es adalah ikan yang rendah buatan, penanam kembali hutan bakau, konservasi
kualitasnya. Bagi masyarakat di kedua daerah ini, kasawan laut dan jenis ikan tertentu, serta
meskipun ikan sudah sangat turun mutunya namun penegakan hukum terhadap kegiatan-kegiatan
tetap dikonsumsi bila tidak memakasi es. Sebaliknya penangkapan ikan dengan menggunakan bom, racun,
meskipun masih baik mutunya namun apabila dan alat tangkap ikan yang destrukif adalah pro-
menggunakan es maka ikan tersebut tidak akan dibeli gram-program pembangunan yang secara tidak
oleh masyarakat. langsung mempengaruhi kesejahteraan nelayan.
Alasan lain kurang berhasilnya sistem rantai Dari sisi kelembagaan dikembangkan juga
dingin adalah fasilitas dan prasarana pabrik es yang pola-pola usaha perikanan yang mampu
tidak tersedia secara baik. Umumnya pabrik es meningkatkan pendapatan nelayan. Untuk itu
dibangun oleh swasta, kecuali di pelabuhan dikembangkan koperasi perikanan, KUD Mina,
perikanan milik pemerintah dimana pabrik es tersedia. kelompok usaha bersama perikanan, kelompok
Namun demikian apa yang disediakan oleh nelayan, kelompok wanita nelayan, dan organisasi
pemerintah masih sedikit dan terkonsentrasi
di daerah tertentu saja, bila dibandingkan
dengan kebutuhan yang begitu besar dan
tersebar merata di seluruh Indonesia
Program besar lain yang dilakukan
pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan
adalah pembangunan prasarana perikanan,
khususnya pelabuhan perikanan berbagai tipe
dan ukuran di seluruh Indonesia. Dengan
bantuan luar negeri, selama beberapa tahun
terakhir, pelabuhan perikanan, mulai dari
kelas yang sangat kecil yaitu pangkalan
pendaratan ikan hingga kelas yang terbesar
yaitu pelabuhan perikanan samudera,
dibangun di desa-desa nelayan dan sentra-
sentra produksi perikanan. Akan tetapi,
kembali, banyak pelabuhan yang masih belum profesi nelayan. Demikian juga pola usaha yang
dimanfaatkan secara optimal, di bawah kapasitas, secara marak dikembangkan di hampir seluruh In-
atau tidak berfungsi sama sekali. Perlahan-lahan, donesia adalah perikanan inti rakyat, suatu sistem
banyak pelabuhan dan fasilitas daratnya mulai rusak usaha dimana nelayan sebagai plasma bermitra
dan usang di makan usia. Akhirnya memang masih dengan perusahaan sebagai inti. Namun demikian
banyak pelabuhan yang berfungsi, namun lebih bisa juga dikatakan bahwa upaya-upaya dari sisi
banyak yang tidak berfungsi atau rusak sebelum kelembagaan ini belum juga memberikan hasil yang
dimanfaatkan. jelas menguntungkan nelayan. Meskipun banyak
17
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
kelembagaan nelayan terbentuk, namun hanya Berbicara mengenai partisipasi, setiap orang
sedikit bisa bertahan. Dengan bergantinya waktu, pasti mengatakan bahwa hal tersebut bukan sesuatu
banyak juga lembaga-lembaga nelayan yang yang baru. Barangkali pendapat ini ada benarnya.
perlahan-lahan mati dan tidak berfungsi. Demikian Namun demikian bisa dikatakan juga bahwa
juga banyak kemitraan nelayan dan perusahaan besar partisipasi masyarakat terutama grass root dalam
tidak berlanjut karena ketidakadilan dalam pembangunan selama 50 tahun terakhir ini adalah
pembagian hasil, resiko dan biaya. Malahan sesuatu yang artifisial, sebatas slogan,
sebaliknya, pola hubungan kemitraan antara nelayan direkayasakan, dan dipaksakan. Dengan adanya
dan swasta menjadi sesuatu yang dinilai negatif oleh rejim sentralistik maka partisipasi masyarakat tidak
nelayan dan konsep yang bagus ini ditolak oleh mendapat tempat sama sekali. Inisiatif masyarakat
nelayan. sering dinilai kurang tepat, kalau tidak dikatakan
Keseluruhan program dan pendekatan yang salah sama sekali. Yang lebih tepat adalah program
dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan pemerintah pusat dan program departemen yang
dan mengentaskan mereka dari kemiskinan seperti untuk masyarakat dikemas dalam bentuk program-
yang diuraikan diatas, seperti membuang garam ke program pembinaan.
laut. Tiada bekas dan dampak yang berarti. Kalau Hanya baru pada akhir tahun 1990-an, pro-
demikian maka sebetulnya ada sesuatu yang salah gram pemberdayaan masyarakat sebagai ganti pro-
dari program-program tersebut. Atau apa yang gram pembinaan masyarakat mulai mendapat tempat
dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan. Jadi ada karena bukti dan pengalaman empiris di banyak
kebutuhan lain yang sebetulnya merupakan kunci negara. Program pemberdayaan masyarakat seakan-
pokok permasalahan. Bila hal tersebut bisa akan menjadi new mainstream dalam pembangunan,
dipecahkan dan ada program-program pem- dikembangkan dan dipromosikan oleh lembaga
bangunan ke arah itu, barangkali saja pendapatan swadaya masyarakat (LSM). Program pemberdayaan
nelayan sebagai komponen utama masyarakat pesisir masyarakat berhasil di banyak tempat karena militansi
dapat ditingkatkan dan insidens kemiskinan bisa (sifat ngotot untuk berhasil) LSM untuk
diminimalkan. melaksanakannya. Program pemberdayaan
masyarakat adalah program pelibatan dan peningkatan
PARADIGMA PEMBERDAYAAN partisipasi masyarakat, program yang berpangkal dan
SOSIAL EKONOMI berbasis masyarakat karena sesuai dengan kebutuhan
Menurut saya kebutuhan lain yang selama ini dan aspirasi mereka, program yang berasal dari bawah
tidak dipenuhi yaitu kurang dilibatkannya masyarakat yang berarti bahwa masyarakatlah yang
pesisir dalam pembangunan. Keterlibatan yang mengusulkannya, serta program yang bersifat advokasi
dimaksudkan di sini adalah keterlibatan secara total karena peran orang luar hanya sebatas mendampingi
dalam semua aspek program pembangunan yang dan memberikan alternatif pemecahan masalah
menyangkut diri mereka, yaitu sejak perencanaan kepada masyarakat.
program, pelaksanaannya, evaluasinya, serta Program pemberdayaan masyarakat telah
perelevansiannya. Dengan kata lain, kekurangan menjadimainstream upaya peningkatan kesejahteraan
yang dimiliki selama ini yaitu tidak atau kurang serta pengengentasan kemiskinan. Dengan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan diri pemberdayaan masyarakat maka pembangunan tidak
mereka sendiri. Padahal partisipasi itu begitu perlu mulai dari titik nadir, tetapi berawal dari sesuatu yang
karena bagaimanapun juga, dan dengan dengan sudah ada pada masyarakat. Pemberdayaan berarti
segala jenis upaya, tidak ada seorang miskinpun apa yang telah dimiliki oleh masyarakat adalah
yang bisa keluar dari kemiskinannya dengan bantuan sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan
orang lain, bila dia tidak membantu dirinya sendiri. sehingga makin nyata kegunaannya bagi masyarakat
Di Sri Lanka, misalnya, pembangunan untuk sendiri.
mengatasi kemiskinan nelayan begitu signifikan
hasilnya karena prinsip program pembangunan yang Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
dianut adalah helping the poor to help themselves Berdasarkan konsep pembanguanan masyarakat
(BOBP, 1990). yang menekankan pada pemberdayaan maka
18
Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan..........
pendidikan.
• Tersedianya prasarana dan sarana
produksi secara lokal yang
memungkinkan masyarakat dapat
memperolehnya dengan harga murah dan kualitas Tetapi tugas-tugas pembangunan lainnya yang memang
yang baik. masih banyak seperti pengembangan prasarana
• Meningkatnya peran kelembagaan masyarakat wilayah, pendidikan, kesehatan, pembangunan
sebagai wadah aksi kolektif (collective action) pertanian, pembangunan industri dan jasa,
untuk mencapai tujuan-tujuan individu. perhubungan, transportasi, komunikasi, serta
• Terciptanya kegiatan-kegiatan ekonomi produktif pembangunan sosial dalam arti yang luas bukan
di daerah yang memiliki ciri-ciri berbasis berada di bawah tanggung jawab Departemen
sumberdaya lokal (resource-based), memiliki Kelautan dan Perikanan. Keberhasilan pembangunan
pasar yang jelas (market-based), dilakukan atau pemberdayaan masyarakat adalah resultante
secara berkelanjutan dengan memperhatikan dari semua upaya pembangunan yang dilaksanakan
kapasitas sumberdaya (environmental-based), atau diprogramkan oleh setiap instansi. Hal ini perlu
dimiliki dan dilaksanakan serta berdampak bagi diperjelas dan dipahami oleh semua pihak. Dengan
masyarakat lokal (local society-based), dan istilah yang lebih populer, hal ini menuntut adanya
dengan menggunakan teknologi maju tepat guna sinergitas dan koordinasi yang benar-benar terjalin
yang berasal dari proses pengkajian dan penelitian antara berbagai instansi pemerintah. Bila ini bisa
(scientific-based). diwujudkan maka pembangunan atau
• Terciptanya hubungan transportasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir dapat
komunikasi sebagai basis atau dasar hubungan dilaksanakan secara lebih komprehensif, terpadu,
ekonomi antar kawasan pesisir serta antara pesisir menyangkut berbagai aspek pembangunan, bukan
dan pedalaman. saja teknis tetapi juga sosial budaya.
• Terwujudnya struktur ekonomi Indonesia yang Tanggung jawab pembangunan masyarakat
berbasis pada kegiatan ekonomi di wilayah pesisir lebih banyak berada pada pundak pemerintah
dan laut sebagai wujud pemanfaatan dan daerah, dan bukan didominasi oleh pemerintah pusat.
pendayagunaan sumberdaya alam laut. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerahlah yang
lebih mengenal masyarakatnya, memahami masalah-
Tanggung Jawab Stakeholders masalah yang dihadapi mereka. Selama ini,
dalam Pemberdayaan meskipun pada era desentralisasi dan otonomi
Tanggung jawab pemberdayaan masyarakat daerah sekarang ini, ada kesan bahwa
pesisisr seolah-olah hanya ada pada Departemen pengembangan masyarakat dilepaskan dan
Kelautan dan Perikanan. Hal ini tentu saja tidak benar diserahkan kepada pemerintah pusat. Penyerahan
karena instansi pemerintah lainnya memiliki juga tanggung jawab ini karena memang tugas-tugas
tanggung jawab di kawasan pesisir. Departemen pembangunan masyarakat termasuk berat untuk
Kelautan dan Perikanan memang menjalankan kegiatan dilaksanakan. Dengan adanya desentralisasi kegiatan
pembangunan yang berfokus pada pembangunan pembangunan, selayaknya dan sepatutnya
perikanan, penataan wilayah dan ruang pesisir, pemerintah daerah lebih banyak memberikan
pembangunan nelayan dan pembudidaya ikan, serta prioritas pada pembangunan yang berbasis pada
eksplorasi potensi sumberdaya kelautan dan perikanan. masyarakat.
19
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
20
Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan..........
kata lain, program diversifikasi pendapatan layan sebagian keuntungan mereka untuk membantu usaha
untuk dikembangkan, yang dapat diarahkan bukan skala kecil dan menengah di sektor ini. Program ini
saja untuk nelayan tetapi juga untuk anggota dinamakan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi
keluarganya, teristimewa istri atau perempuan (PUKK) yang adalah merupakan penyisihan sekitar
nelayan yang memang besar potensinya. 5% keuntungan perusahaan, utamanya BUMN, bagi
Pengembangan mata pencaharian alternatif bukan pengembangan usaha kecil dan menengah.
saja dalam bidang perikanan, seperti pengolahan, Dengan memperhatikan kesulitan yang
pemasaran, atau budidaya ikan, tetapi patut dihadapi oleh masyarakat pesisir akan modal ini
diarahkan ke kegiatan non-perikanan. Smith (1983) maka salah satu alternatif adalah mengembangkan
berargu-mentasi bahwa bila kondisi akses terbuka mekanisme pendanaan diri sendiri (self-financing
masih saja terjadi maka apapun upaya peningkatan mechanism). Bentuk dari sistem ini tidak lain adalah
kesejahteraan yang dilakukan, baik pada kegiatan pengembangan lembaga keuangan mikro, dan
penangkapan ikan maupun pada kegiatan yang nantinya makro, yang dikhususkan dalam bidang
berkaitan seperti pada pengolahan dan pemasaran usaha di pesisir, utamanya bidang perikanan.
ikan tidak akan memberikan hasil peningkatan Meskipun masih dalam tahapan konsep, wacana,
kesejahternaan. Jadi masalah utamanya adalah dan ujicoba, saat ini telah dirintis dan dimulai
perlunya penataan sumberdaya perikanan secara pengembangan mekanisme pendanaan oleh diri
lebih baik sehingga drama akses terbuka tidak sendiri yang dikenal dengan nama (1) Lembaga
terjadi. Mikro Mitra Mina (M3), dan (2) Mina Ventura, dan
(3) Asuransi Nelayan.
Akses Terhadap Modal Lembaga M3 adalah aplikasi dan modifikasi
Elemen kedua strategi pemberdayaan nelayan grameen bank pada masyarakat pesisir. Melalui
adalah pengembangan akses modal. Strategi ini program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
sangat penting karena pada dasarnya saat ini Pesisir (PEMP) tahun 2000 dan 2001, telah
masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan
pembudidaya ikan sangat sulit untuk
memperoleh modal. Sifat bisnis perikanan yang
musiman, ketidakpastian serta resiko tinggi
sering menjadi alasan keengganan bank
menyediakan modal bagi bisnis ini. Sifat bisnis
perikanan seperti ini yang disertai dengan sta-
tus nelayan yang umumnya rendah dan tidak
mampu secara ekonomi membuat mereka sulit
untuk memenuhi syarat-syarat perbankan yang
selayaknya diberlakukan seperti perlu adanya
collateral, insurance dan equity.
Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) melalui Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat (DPM) telah berupaya menjalin
hubungan dengan berbagai lembaga perbankan
nasional dan daerah untuk menggugah perhatian dikembangkan M3 di 26 Kabupaten pada tahun
mereka agar masuk ke sektor perikanan. Tetapi 2000, dan rencananya 125 Kabupaten pada tahun
sayangnya belum banyak hasilnya, dibandingkan 2001. Pada akhir tahun 2001, diharapkan M3
dengan begitu besarnya kebutuhan. Upaya yang secara mandiri atau merupakan unit usaha dari
sama telah juga dilakukan dengan menghubungi lembaga lain di tingkat desa akan ada di sekitar 370
lembaga-lembaga lain, tetapi sama hasilnya. desa pesisir di Indonesia.
Beberapa perusahaan negara dan swasta telah mulai Tidak seperti M3 yang sudah mulai
menunjukkan keinginan mereka untuk membantu diaplilasikan, Mina Ventura masih dalam tahap
masyarakat di sektor ini dengan cara menyisihkan konsep dan ujicoba. Konsep Mina Ventura adalah
21
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
22
Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan..........
23
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Proses PEMP
terkait. Demikian pula keterpaduan diwujudkan Proses PEMP menyangkut (1) penentuan
melalui pelibatan stakeholder yang berasal dari daerah sasaran, (2) penentuan kelompok sasaran,
berbagai pihak, instansi pemerintah, masyarakat dan (3) pelibatan stakeholder, (4) penentuan kegiatan
swasta. Berikut ini adalah uraian singkat tentang ekonomi produktif, (5) pelaksanaan kegiatan
PEMP yang kiranya dapat memberikan gambaran ekonomi produktif, serta (6) evaluasi dan
tentang baik keterpaduan pengelolaan perikanan pemantauan sebagai dasar pengembangan kegiatan
maupun keterpaduan produksi perikanan. pasca program.
125 kabupaten pelaksana program PEMP
Tujuan dan Spektrum PEMP ditentukan oleh DKP berdasarkan atas data-data
Tujuan PEMP adalah meningkatkan makro yang meliputi jumlah nelayan (penduduk)
kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan sistem miskin, potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki,
produksi serta kelangsungan usaha perikanan yang penggunaan potensi perikanan yang dimaksud,
berbasis masyarakat. kerusakan habitat, serta ada tidaknya kemauan
PEMP memiliki 4 kegiatan utama yaitu : (1) pemerintah dalam memprioritaskan pembangunan
Pengembangan lembaga keuangan mikro di tingkat perikanan. Hasil seleksi DKP dikomunikasikan
masyarakat yang bernama lembaga Mikro Mitra dengan Bappenas dan DPR-RI. Pertimbangan lain
Mina (M3). Lembaga ini pada awalnya adalah dalam pemilihan kabupaten/kota adalah distribusi
lembaga informal yang didirikan sendiri oleh seluruh Indonesia, artinya bahwa seluruh propinsi
masyarakat serta dijalankan atau diorganisir oleh harus merupakan daerah sasaran meskipun jumlah
mereka sendiri, (2) Pengembangan usaha
ekonomi produktif oleh kelompok-
kelompok kecil yang memiliki kesamaan LINGKUP KEGIATAN
usaha, aspirasi dan tujuan. kegiatan 1. Pengembangan dan partisipasi masyarakat melalui
ekonomi produktis yang dilakukan tentu pembentukan dan penguatan kelompok sasaran.
saja berdasarkan atas potensi sumerdaya 2. Pelatihan teknis dan manajemen bagi kelompok
alam yang tersedia, peluang pasar, sasaran sesuai dengan kebutuhan.
kemampuan dan penguasaan teknologi oleh 3. Pemberian bantuan modal usaha (investasi dan modal
kerja).
masyarakat, serta dukungan adat dan 4. Pembentukan lembaga keuangan mikro sebagai
budaya. Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi pengelola bantuan.
produktif meliputi usaha budidaya ikan, 5. Sosialisasi, pemantauan, evaluasi dampak sebagai
penangkapan ikan, pengolahan ikan, umpan balik persiapan pembinaan pasca proyek.
pemasaran ikan, serta usaha jasa yang 6. Pembinaan pasca proyek.
mendukung seperti perbengkelan atau
25
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
26
Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan..........
27
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
28
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
wilayah pesisir memiliki dua macam batas merupakan unit fungsional komponen hayati
(boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis (biotik) dan nir-hayati (abiotik).
pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus Komponen biotik yang menyusun suatu
terhadap garis pantai (cross-shore). Untuk ekosistem pesisir terbagi atas empat kelompok
keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas utama: (1) produser, (2) konsumer primer, (3)
wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai konsumer sekunder dan (4) dekomposer.
relatif mudah, misalnya batas wilayah pesisir Sebagai produser adalah vegetasi autotrof,
antara Sungai Brantas dan Sungai Bengawan algae dan fitoplankton yang menggunakan energi
Solo, atau batas wilayah pesisir Kabupaten matahari untuk proses fotosintesa yang
Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan menghasilkan zat organik kompleks dari zat
Pulau Sabu, dan batas wilayah pesisir DKI anorganik sederhana.
Jakarta adalah antara Sungai
Dadap di sebelah barat dan
Tanjung Karawang di sebelah
timur.
Akan tetapi, penetapan
batas-batas suatu wilayah pesisir
yang tegak lurus terhadap garis
pantai, sejauh ini belum ada
kesepakatan. Dengan perkataan
lain, batas wilayah pesisir
berbeda dari satu negara ke
negara yang lain. Hal ini dapat
dimengerti, karena setiap negara
memiliki karakteristik lingkungan,
sumberdaya dan sistem
pemerintahan tersendiri (khas). Gambar 1. Diagram Skematik Batas Wilayah Pesisir
Definisi dan batas wilayah
pesisir yang digunakan di Indonesia adalah Sebagai konsumer primer adalah hewan-
wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut; hewan yang memakan produser, disebut
batas di daratan meliputi daerah-daerah yang herbivora. Herbivora ini menghasilkan pula
tergenang air maupun yang tidak tergenang air materi organik (pertumbuhan, reproduksi), tapi
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut mereka tergantung sepenuhnya dari materi organik
seperti pasang-surut, angin laut dan intrusi garam, yang disintesa oleh tumbuhan atau fitoplankton
sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang yang dimakannya.
dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan Konsumer sekunder adalah karnivora, yaitu
seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke semua organisme yang memakan hewan. Untuk
laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi suatu analisis yang lebih jelas, kita dapat
oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan membagi lagi konsumer sekunder ke dalam
(Gambar 1). konsumer tersier yang memakan konsumer
sebelumnya. Sesungguhnya banyak jenis
Komponen Fungsional Ekosistem Pesisir organisme yang tidak dengan mudah dapat
Sebagaimana telah dikemukakan di atas diklasifikasikan ke dalam tingkatan trofik ini,
bahwa sumberdaya hayati perairan pesisir yang karena mereka dapat dimasukkan ke dalam
merupakan satuan kehidupan (organisme hidup) beberapa kelompok: konsumer primer dan
saling berhubungan dan berinteraksi dengan sekunder (omnivora), konsumer sekunder dan
lingkungan nir-hayatinya (fisik) membentuk suatu tersier (predator atau parasit herbivora dan
sistem. Dengan demikian, pembahasan selanjutnya karnivora).
dititik beratkan pada ekosistem pesisir yang
29
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Sebagai dekomposer adalah organisme air dan tanah serta lapisan geologi di bawahnya,
avertebrata, bakteri dan cendawan yang memakan merupakan penentu keberadaan suatu jenis
materi organik mati: bangkai, daun-daunan yang organisme. Faktor-faktor ini senantiasa berada
mati, ekskreta. dalam satu seri gradien. Kemampuan adaptasi
Pada prinsipnya terdapat tiga proses dasar organisme seringkali berubah secara bertahap
yang menyusun struktur fungsional komponen sepanjang gradien tersebut, tapi sering pula
biotik ini: 1) proses produksi (sintesa materi terdapat titik perubahan yang berbaur atau zona
organik), 2) proses konsomasi (memakan materi persimpangan yang disebut ekoton (misalnya zona
organik) dan 3) proses dekomposisi atau intertidal perairan laut).
mineralisasi (pendaurulangan materi). Dimensi Ekologis Lingkungan Pesisir
Komponen abiotik dari suatu ekosistem Secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai
pesisir terbagi atas tiga komponen utama: [1] 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu:
unsur dan senyawa anorganik, karbon, nitrogen sebagai penyedia sumberdaya alam, penerima
dan air yang terlibat dalam siklus materi di suatu limbah, penyedia jasa-jasa pendukung
ekosistem, [2] bahan organik, karbohidrat, pro- kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyamanan.
tein dan lemak yang mengikat komponen abiotik Sebagai suatu ekosistem, perairan pesisir
dan biotik dan [3] regim iklim, suhu dan faktor menyediakan sumberdaya alam yang produktif
fisik lain yang membatasi kondisi kehidupan. baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun
Dari sejumlah besar unsur dan senyawa tidak langsung, seperti sumberdaya alam hayati
anorganik sederhana yang dijumpai di suatu yang dapat pulih (di antaranya sumberdaya
ekosistem pesisir, terdapat unsur-unsur tertentu perikanan, terumbu karang dan rumput laut), dan
yang penting bagi kehidupan. Unsur-unsur tersebut sumberdaya alam nir-hayati yang tidak dapat pulih
merupakan substansi biogenik atau unsur hara (di antaranya sumberdaya mineral, minyak bumi
baik makro (karbon, nitrogen, fosfor...) maupun dan gas alam). Sebagai penyedia sumberdaya alam
mikro (besi, seng, magnesium...). yang produktif, pemanfaatan sumberdaya perairan
Karbohidrat, protein dan lemak yang pesisir yang dapat pulih harus dilakukan dengan
menyusun tubuh organisme hidup juga terdapat tepat agar tidak melebihi kemampuannya untuk
di lingkungan. Senyawa tersebut dan ratusan memulihkan diri pada periode waktu tertentu.
senyawa kompleks lainnya menyusun komponen Demikian pula diperlukan kecermatan
organik dari kompartimen abiotik. Bila tubuh pemanfaatan sumberdaya perairan pesisir yang
organisme hancur, selanjutnya akan terurai tidak dapat pulih, sehingga efeknya tidak merusak
menjadi fragmen-fragmen dengan berbagai ukuran lingkungan sekitarnya.
yang secara kolektif disebut detritus organik. Disamping sumberdaya alam yang produktif,
Karena biomassa tanaman lebih besar ekosistem pesisir merupakan penyedia jasa-jasa
dibandingkan dengan hewan, maka detritus pendukung kehidupan, seperti air bersih dan ruang
tanaman biasanya lebih menonjol dibandingkan yang diperlukan bagi berkiprahnya segenap
dengan hewan. Demikian pula tanaman biasanya kegiatan manusia. Sebagai penyedia jasa-jasa
lebih lambat hancur dibandingkan dengan hewan. kenyamanan, ekosistem pesisir merupakan lokasi
Bahan organik terdapat dalam bentuk terlarut yang indah dan menyejukkan untuk dijadikan
dan partikel. Bila bahan organik terurai, bahan tempat rekreasi atau pariwisata.
tersebut dinamakan humus atau zat humik, yaitu Ekosistem pesisir juga merupakan tempat
suatu bentuk yang resisten terhadap penghancuran penampung limbah yang dihasilkan dari kegiatan
lebih lanjut. Peranan humus dalam ekosistem manusia. Sebagai tempat penampung limbah,
tidak sepenuhnya dimengerti, tapi diketahui ekosistem ini memiliki kemampuan terbatas yang
dengan pasti kontribusinya pada sifat tanah. sangat tergantung pada volume dan jenis limbah
Kategori ketiga dari komponen abiotik suatu yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui
ekosistem pesisir adalah faktor-faktor fisik kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka
(iklim). Faktor iklim (suhu, curah hujan, kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran
kelembaban) sebagaimana halnya sifat kimiawi akan terjadi.
30
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
Dari keempat fungsi tersebut di atas, dari endapan-endapan masif kalsium karbonat
kemampuan ekosistem pesisir sebagai penyedia (CaCO3), yang dihasilkan oleh organisme karang
jasa-jasa pendukung kehidupan dan penyedia pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari
kenyamanan, sangat tergantung dari dua filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup
kemampuan lainnya, yaitu sebagai penyedia bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit
sumberdaya alam dan penampung limbah. Dari tambahan dari algae berkapur serta organisme lain
sini terlihat bahwa jika dua kemampuan yang yang menyekresi kalsium karbonat (Gambar 2).
disebut terakhir tidak dirusak
oleh kegiatan manusia, maka
fungsi ekosistem pesisir
sebagai pendukung kehidupan
manusia dan penyedia
kenyamanan diharapkan dapat
dipertahankan dan tetap
lestari.
EKOSISTEM TERUMBU
KARANG
Struktur Karang
Terumbu karang meru-
pakan suatu ekosistem khas
yang terdapat di wilayah
pesisir daerah tropis. Pada
dasarnya terumbu terbentuk
Gambar 3. Anatomi polip karang (Nybakken,1993)
31
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
A B
Gambar 4. Pembiakan hewan karang secara seksual (A), dan secara aseksual (B).
32
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
Gambar 6.
Evolusi geologis karang atol, diawali ketika suatu
gunung vulkanik muncul sebagai suatu pulau di
permukaan laut.
A. Ketika aktifitas gunung vulkanik berakhir, pulau
mulai tererosi:
B. Karang tepi mulai mengkolonisasi garis pantai:
C. Karang penghalang berkembang seperti saluran
yang memisahkan dari pulau:
D. Laguna yang luas membentuk bagian dalam
karang:
E. Pulau tenggelam dan berbentuk atol (Gray, 1993)
Berbagai tipe terumbu mempunyai asal dan beberapa kawasan selama 5 tahun berlayar di atas
riwayat yang berbeda, tetapi perhatian dipusat- kapal Beagle. Teori penenggelaman Darwin
kan pada asal terumbu cincin/atol. Beberapa teori secara skematik diuraikan dalam Gambar 6.
telah berkembang mengenai asal atol, namun salah Terumbu karang ditemukan di perairan
satu yang masih diterima hingga kini adalah teori dangkal daerah tropis, dengan suhu perairan rata-
penenggelaman (subsidence theory) sebagaimana rata tahunan > 180C. Umumnya menyebar pada
pertama kali dikemukakan oleh Darwin, melalui garis tropis antara Cancer dan Capricorn (Gambar 7).
pengalamannya mempelajari terumbu karang di
33
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
34
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
Populasi ikan terumbu karang berubah dari Selain itu, terumbu karang mempunyai peran
siang ke malam hari. Ikan pemakan plankton yang utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat
banyak tersebar di sekeliling terumbu pada siang mencari makanan (feeding ground), tempat
hari, bersembunyi/berlindung di celah-celah asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat
terumbu pada malam hari. Ikan pencari makan pemijahan (spawning ground) bagi berbagai
pada malam hari sebagian besar pemakan bentos. biota yang hidup di terumbu karang atau
Keanekaragaman biota dan keseimbangan sekitarnya.
ekosistem terumbu karang tergantung pada jala
Pemanfaatan Terumbu Karang
makanan. Pengambilan jenis biota tertentu secara
berlebihan dapat mengakibatkan peledakan Terumbu karang dapat dimanfaatkan baik
secara langsung maupun tidak langsung sebagai
populasi biota yang menjadi mangsanya, sehingga
dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. berikut :
• Sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota
Peran Terumbu Karang laut konsumsi, dan berbagai jenis ikan hias.
Terumbu karang, khususnya terumbu karang • Bahan konstruksi bangunan dan pembuatan
tepi dan penghalang, berperan penting sebagai kapur.
pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus • Bahan perhiasan.
kuat yang berasal dari laut. • Bahan baku farmasi.
" Penambangan karang dengan atau " Perusakan habitat dan kematian
tanpa bahan peledak. massal hewan karang.
" Pembuangan limbah panas. " Meningkatnya suhu air 5-100 C diatas suhu
ambien, dapat mematikan karang dan biota
lainnya.
" Penggundulan hutan di lahan atas. " Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu
karang di sekitar muara sungai, sehingga
mengakibatkan kekeruhan yang
menghambat difusi oksigen ke dalam polip.
" Penangkapan ikan hias dengan " Mengakibatkan ikan pingsan, mematikan
menggunakan bahan beracun karang dan biota invertebrata.
(misalnya Kalium sianida).
" Penangkapan ikan dengan bahan " Mematikan ikan tanpa diskrimasi, karang dan
peledak. biota invertebrata yang tidak bercangkang
(anemon).
35
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
36
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
37
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
dan lutut (Gambar 13). Sistem perakaran cakar Adaptasi Terhadap Tanah yang Kurang Stabil
ayam yang menyebar luas di permukaan substrat, dan Adanya Pasang Surut
memiliki sederet cabang akar berbentuk pinsil Mengembangkan struktur akar yang sangat
yang tumbuh tegak lurus ke permukaan substrat. ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang
Cabang akar ini disebut pneumatofora dan lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar
berfungsi untuk mengambil oksigen. Sistem tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur
perakaran penyangga berbeda dengan sistem hara dan menahan sedimen.
perakaran cakar ayam, dimana akar-akar
38
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
2. Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas daun dan dahan pohon mangrove yang rontok.
dua tipe, yaitu: (a) yang hidup di kolom air, Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan
terutama berbagai jenis ikan, dan udang; (b) sebagai bahan makanan bagi para pemakan de-
yang menempati substrat baik keras (akar dan tritus, dan sebagian lagi diuraikan secara
batang pohon mangrove) maupun lunak bakterial menjadi mineral-mineral hara yang
(lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berperan dalam penyuburan perairan.
berbagai jenis invertebrata lainnya (Gambar • Sebagai daerah asuhan (nursery ground),
14). daerah mencari makanan (feeding ground) dan
daerah pemijahan (spawning ground)
Fungsi Ekologis Hutan Mangrove bermacam biota perairan (ikan, udang dan
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah kerang-kerangan...) baik yang hidup di perairan
pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi pantai maupun lepas pantai.
ekologis penting :
• Sebagai peredam
gelombang dan
angin badai, pe-
lindung pantai
dari abrasi, pe-
nahan lumpur dan
perangkap se-
dimen yang di-
angkut oleh aliran
air permukaan.
• Sebagai penghasil
sejumlah besar
detritus, terutama
yang berasal dari
Gambar 14. Makrofauna hutan mangrove yang memperlihatkan penyebaran
Pemanfaatan Hutan
Mangrove
Hutan mangrove di-
manfaatkan terutama
sebagai penghasil kayu
untuk bahan konstruksi, kayu
bakar, bahan baku untuk
membuat arang, dan juga
untuk dibuat pulp. Di
samping itu ekosistem man-
grove dimanfaatkan sebagai
pemasok larva ikan dan
udang alam (Gambar 15).
Gambar 15. Manfaat ekologi dan ekonomi hutan mangrove (Dixon, 1989)
39
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
" Pengalihan aliran air tawar, misalnya " Peningkatan salinitas hutan mangrove.
pada pembangunan irigasi. " Menurunnya tingkat kesuburan hutan.
" Konversi menjadi lahan pertanian, " Mengancam regenerasi stok ikan dan udang di
perikanan, pemukiman dan lain-lain. perairan lepas pantai yang memerlukan hutan
mangrove.
" Terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang
sebelumnya diikat oleh substrat hutan mangrove.
" Pendangkalan perairan pantai.
" Erosi garis pantai dan intrusi garam.
" Pembuangan sampah cair. " Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbul gas H 2S.
" Penambangan dan ekstrasi mineral, " Kerusakan total ekosistem mangrove, sehingga
baik di dalam hutan maupun di memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove
daratan sekitar hutan mangrove. (daerah mencari makanan, asuhan).
" Pengendapan sedimen yang dapat mematikan
pohon mangrove.
40
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp.,
tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu Diadema sp., Archaster sp., Linckia sp.), dan
karang. cacing Polikaeta.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat
sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia Fungsi Padang Lamun
ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke Secara ekologis padang lamun mempunyai
dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir,
Potamogetonaceae (Tabel 1). yaitu :
Jenis Deskripsi
" Enhalus acoroides " Tumbuh pada substrat berlumpur dan perairan
keruh. Dapat membentuk jenis tunggal, atau
mendominasi komunitas padang lamun.
" Halodule uninervis " Membentuk padang lamun jenis tunggal pada
H. spinulosa rataan terumbu karang yang rusak. Jenis lamun
pionir dan dikenal sebagai makanan dugong.
" Syringodinium isoetifolium " Umum dijumpai di daerah subtidal dangkal dan
berlumpur.
" Thalassia hemprichii " Paling banyak dijumpai, biasa tumbuh dengan
jenis lain, dapat tumbuh hingga kedalaman 25
meter. Sering dijumpai pada substrat berpasir.
Sering mendominasi daerah subtidal, dan
berasosiasi dengan terumbu karang.
Jenis yang membentuk komunitas padang Produsen detritus dan zat hara.
lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, • Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat
Enhalus acoroides, Halophila ovalis, yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat
Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron dan saling menyilang.
ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem • Sebagai tempat berlindung, mencari makan,
yang tinggi produktivitas organiknya, dengan tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis
keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. biota laut, terutama yang melewati masa
Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota dewasanya di lingkungan ini.
laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea, moluska • Sebagai tudung pelindung yang melindungi
(Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
41
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Pemanfaatan Padang
Lamun
Padang lamun dapat
dimanfaatkan sebagai
berikut :
• Tempat kegiatan mari-
kultur berbagai jenis ikan,
kerang-kerangan dan
tiram.
• Tempat rekreasi atau
pariwisata.
• Sumber pupuk hijau.
42
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
daerah dimana aliran air tawar dari sungai besar mendukung kehidupan biota yang padat dan
lebih dominan dari pada intrusi air asin dari laut juga menangkal predator dari laut yang pada
yang dipengaruhi oleh pasang-surut (Gambar- umumnya tidak menyukai perairan dengan
20 A). salinitas yang rendah.
2. Estuaria berstratifikasi sebagian/parsial (2) Substrat. Sebagian besar estuaria
merupakan tipe yang paling umum dijumpai. didominasi oleh substrat berlumpur yang
Pada estuaria ini, aliran air tawar dari sungai berasal dari sedimen yang dibawa melalui air
seimbang dengan air laut yang masuk melalui tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar
arus pasang. Pencampuran air dapat terjadi partikel lumpur estuaria bersifat organik,
karena adanya turbulensi yang berlangsung sehingga substrat ini kaya akan bahan organik.
secara berkala oleh aksi pasang-surut. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan
yang penting bagi organisme
estuaria.
(3) Sirkulasi air. Selang
waktu mengalirnya air dari
sungai ke dalam estuaria dan
masuknya air laut melalui arus
pasang-surut menciptakan
suatu gerakan dan transport air
yang bermanfaat bagi biota
estuaria, khususnya plankton
yang hidup tersuspensi dalam
air.
(4) Pasang-surut. Arus
pasang-surut berperan penting
sebagai pengangkut zat hara
dan plankton. Di samping itu
arus ini juga berperan untuk
mengencerkan dan
Gambar -20. Tipe estuaria berdasarkan pola sirkulasi air: (A) Estuaria berstratifikasi menggelontorkan limbah yang
sempurna (baji garam); (B) Estuaria campuran sempurna sampai di estuaria.
(homogen vertikal).
(5) Penyimpanan zat
3. Estuaria campuran sempurna atau estuaria hara. Peranan estuaria sebagai penyimpan zat
homogen vertikal. Estuaria tipe ini dijumpai di hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun
lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat serta ganggang lainnya dapat mengkonversi zat
dominan dan kuat, sehingga air estuaria hara dan menyimpannya sebagai bahan organik
tercampur sempurna dan tidak terdapat yang akan digunakan kemudian oleh organisme
stratifikasi (Gambar-20 B). hewani.
43
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
pada salinitas antara 5-30 0/00. Spesies-spesies ini tidak terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks.
ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Secara fisik dan biologis, estuaria
Komponen air tawar biasanya terdiri dari hewan yang merupakan ekosistem produktif yang setaraf dengan
tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 0/00 dan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena:
hanya terbatas pada bagian hulu estuaria (Gambar-21). 1. Estuaria berperan sebagai jebak zat hara yang
cepat didaurulang.
2. Beragamnya komposisi
tumbuhan di estuaria baik
tumbuhan makro
(makrofiton) maupun
tumbuhan mikro
(mikrofiton), sehingga proses
fotosintesis dapat berlangsung
sepanjang tahun.
Jumlah Spesies
Spesies Laut
Eurihalin 3. Adanya fluktuasi
permukaan air terutama
akibat aksi pasang-surut,
sehingga antara lain
memungkinkan pengangkutan
bahan makanan dan zat hara
yang diperlukan berbagai
Gambar -21. Jumlah spesies fauna estuaria dan penyebarannya
organisme estuaria.
berdasarkan salinitas (Nybakken, 1993).
44
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM menimbulkan pencemaran air raksa melalui air pada
DAN SUMBERDAYA PESISIR saat pencucian/pengikatan amalgam. Pencemaran air
Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi raksa melalui air sangat berbahaya, karena limbah
dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir, bagi air raksa yang terbawa melalui aliran sungai ke
berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, perairan pesisir sangat potensial menimbulkan
pelabuhan dll), maka tekanan ekologis terhadap pencemaran logam berat melalui rantai makanan
ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut semakin (bioakumulasi). Proses timbulnya pencemaran yang
meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya sama juga terdapat pada pertambangan emas yang
dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan menggunakan sianida untuk mengikat emas. Limbah
ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau- dari hasil tambang tersebut, berupa lumpur, tanah
pulau kecil, baik secara langsung (misalnya kegiatan dan batuan, selain mengandung sianida juga
konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya mengandung timah, kadmium, nikel dan khrom.
pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan Limbah ini dibuang dalam jumlah besar, sehingga
pembangunan). sangat potensial mencemari perairan pesisir dan laut,
Salah satu tahapan penting yang diperlukan terlebih bahan sianida yang terkenal sebagai racun
dalam penyusunan rencana pengelolaan ekosistem yang sangat berbahaya.
dan sumberdaya pesisir dan laut adalah identifikasi
berbagai ancaman yang mengemuka dalam berbagai Degradasi Habitat
kegiatan pembangunan. Ancaman-ancaman utama Erosi pantai merupakan salah satu masalah
yang dikemukakan disini adalah ancaman terhadap serius degradasi garis pantai. Selain proses-proses
kualitas lingkungan dan sumberdaya alam serta jasa- alami, seperti angin, arus, hujan dan gelombang,
jasa pesisir dan laut. Ancaman-ancaman ini dapat aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting
berdiri sendiri atau saling berkaitan dalam setiap erosi pantai. Kebanyakan erosi pantai akibat
bidang kegiatan pembangunan. aktivitas manusia adalah pembukaan hutan pesisir
untuk kepentingan pemukiman, dan pembangunan
Sedimentasi dan Pencemaran infrastruktur, sehingga sangat mengurangi fungsi
Kegiatan pembukaan lahan atas dan pesisir perlindungan terhadap pantai. Di samping itu
untuk pertanian, pertambangan dan pengembangan aktivitas penambangan terumbu karang di beberapa
kota merupakan sumber beban sedimen dan lokasi untuk kepentingan konstruksi jalan dan
pencemaran perairan pesisir dan laut. Adanya bangunan, telah memberikan kontribusi penting
penebangan hutan dan penambangan di Daerah terhadap erosi pantai, karena berkurangnya atau
Aliran Sungai (DAS) telah menimbulkan sedimentasi hilangnya perlindungan pantai dari hantaman
serius di beberapa daerah muara dan perairan pesisir. gelombang dan badai.
Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan Ancaman lain terhadap degradasi habitat
pertanian, telah meningkatkan limbah pertanian baik adalah degradasi terumbu karang. Degradasi
padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir terumbu karang di perairan pesisir disebabkan oleh
dan laut melalui aliran sungai. Limbah cair yang berbagai aktivitas manusia, di antaranya pemanfaatan
mengandung nitrogen dan fosfor berpotensi ekosistem terumbu karang sebagai sumber pangan
menimbulkan keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang (ikan-ikan karang), sumber bahan bangunan (galian
merugikan ekosistem pesisir. karang), komoditas perdagangan (ikan hias), dan
Selain limbah pertanian, sampah-sampah padat obyek wisata (keindahan dan keanekaragaman
rumah tangga dan kota merupakan sumber hayati). Degradasi terumbu karang akibat
pencemar perairan pesisir dan laut yang sulit pemanfaatannya sebagai sumber pangan maupun
dikontrol, sebagai akibat perkembangan pemukiman ikan hias sebagian besar dikarenakan oleh
yang pesat. Sumber pencemaran lain di pesisir dan penggunaan bahan peledak, tablet potas dan sianida.
laut dapat berasal dari kegiatan pembangunan Kenyataan ini dapat dijumpai di banyak lokasi
lainnya, seperti kegiatan pertambangan emas. terumbu karang, berupa karang-karang yang rusak
Pertambangan emas yang menggunakan air raksa secara fisik dalam formasi berbentuk cekungan.
untuk mengikat bijih emas menjadi amalgam, dapat Selain itu degradasi terumbu karang terjadi sebagai
45
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
46
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
perlu diperhatikan hubungan-hubungan ekologis yang bernilai ekologis dan estetika. Perlindungan
berlangsung di antara komponen-komponen terhadap tempat-tempat khusus bagi kepentingan
sumberdaya alam yang menyusun suatu sistem. rekreasi dan pariwisata (seperti pengaturan
Semakin meningkatnya pembangunan dermaga perahu/kapal, tempat berjangkar dan
ekonomi di kawasan pesisir dan laut, semakin jalur pelayaran) akan membantu mengamankan
meningkatkan pula ancaman terhadap degradasi kekayaan dan keragaman daerah rekreasi dan
ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut, , seperti pariwisata yang tersedia di sepanjang pesisir.
eksploitasi lebih, degradasi habitat, penurunan d. Memperluas pengetahuan dan pemahaman
keanekaragaman hayati; padahal ekosistem dan tentang ekosistem.
sumberdaya pesisir dan laut menjadi tumpuan Kawasan konservasi dapat meningkatkan
pembangunan nasional sebagai sumber pertumbuhan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap
baru. Karena itu, untuk dapat mempertahankan dan ekosistem pesisir dan laut; menyediakan tempat
melindungi keberadaan dan kualitas ekosistem dan yang relatif tidak terganggu untuk observasi dan
sumberdaya pesisir dan laut yang bernilai ekologis monitoring jangka panjang, dan berperan penting
dan ekonomis penting, diperlukan suatu perencanaan bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan
dan pengelolaan yang berkelanjutan. Perlindungan pentingnya konservasi laut dan dampak aktivitas
terhadap ekosistem dan sumberdaya tersebut di atas manusia terhadap keanekaragaman hayati laut.
dari berbagai ancaman degradasi merupakan suatu e.Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi
upaya pengelolaan berkelanjutan. Wujud nyata dari masyarakat pesisir.
upaya perlindungan dimaksud dapat dilakukan Kawasan konservasi dapat membantu masyarakat
melalui penetapan suatu kawasan konservasi di pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya
pesisir dan laut. melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa
lingkungan secara optimal dan berkelanjutan.
Peran Kawasan konservasi
Kawasan konservasi yang dimaksud disini Sasaran dan Tujuan Penetapan
didefinisikan sebagai suatu kawasan di pesisir dan Kawasan Konservasi
laut yang mencakup daerah intertidal, subtidal dan Sasaran utama penetapan kawasan konservasi
kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna di pesisir dan laut adalah untuk mengkonservasi
yang berasosiasi di dalamnya yang memiliki nilai ekosistem dan sumberdaya alam, agar proses-proses
ekologis, ekonomis, sosial dan budaya. ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsung
Kawasan konservasi di pesisir dan laut dan tetap dipertahankannya produksi bahan
memiliki peran utama sebagai berikut (Agardy, makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan
1997; Barr et al, 1997) : manusia secara berkelanjutan (Agardy, 1997).
a. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, Untuk dapat mencapai sasaran tersebut di atas,
fungsi dan integritas ekosistem. maka penetapan kawasan konservasi di pesisir dan
Kawasan konservasi dapat berkontribusi untuk laut harus ditujukan untuk (Kelleher dan
mempertahankan keanekaragaman hayati pada Kenchington, 1992; Jones, 1994; Barr et al, 1997;
semua tingkatan trofik dari ekosistem, melindungi Salm et al, 2000) :
hubungan jaringan makanan, dan proses-proses • Melindungi habitat-habitat kritis.
ekologis dalam suatu ekosistem. • Mempertahankan keanekaragaman hayati.
b. Meningkatkan hasil perikanan. • Mengkonservasi sumberdaya ikan.
Kawasan konservasi dapat melindungi daerah • Melindungi garis pantai.
pemijahan, pembesaran dan mencari makanan; • Melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan
meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok budaya.
sumberdaya ikan. • Menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam.
c. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata. • Merekolonisasi daerah-daerah yang tereksploitasi.
Kawasan konservasi dapat menyediakan tempat • Mempromosikan pembangunan kelautan
untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang berkelanjutan.
47
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
48
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
49
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
f. Konflik kepentingan: didasarkan pada tingakat secara kontinyu dan dinamis dengan memper-
dimana kawasan konservasi dapat berpengaruh timbangkan aspek sosial-ekonomi-budaya dan
pada aktivitas masyarakat lokal. aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir (stake-
g. Keamanan: didasarkan pada tingkat bahaya dari holders) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan
lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, yang mungkin ada.
ombak besar dan hambatan lainnya. Keterpaduan dalam perencanaan dan
h. Aksesibilitas: didasarkan pada kemudahan pengelolaan wilayah pesisir ini mencakup 4 (empat)
mencapai lokasi baik dari darat maupun laut. aspek, yaitu: (a) keterpaduan wilayah/ekologis; (b)
i. Kepedulian masyarakat: didasarkan pada tingkat keterpaduan sektor; (c) keterpaduan disiplin ilmu;
dimana monitoring, penelitian, pendidikan atau dan (d) keterpaduan stakeholder.
pelatihan di dalam lokasi dapat berkontribusi pada
pengetahuan, apresiasi nilai-nilai lingkungan dan a. Keterpaduan Wilayah/Ekologis
tujuan konservasi. Secara spasial dan ekologis wilayah pesisir
j. Konflik dan Kompatibilitas: didasarkan pada memiliki keterkaitan antara lahan atas (daratan)
tingkat dimana lokasi dapat membantu dan laut. Hal ini disebabkan karena wilayah
menyelesaikan konflik antara kepentingan pesisir merupakan daerah pertemuan antara
sumberdaya alam dan aktivitas manusia, atau daratan dan lautan. Dengan keterkaitan kawasan
tingkat dimana kompatibilitas antara tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir tidak
sumberdaya alam dan manusia dapat dicapai. terlepas dari pengelolaan lingkungan yang
dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai
Kriteria Ekonomi dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan
Manfaat ekonomi pesisir dan laut dapat pesisir merupakan akibat dari dampak yang
ditilik dari kriteria sebagai berikut: ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang
a. Spesies penting: didasarkan pada tingkat dimana dilakukan di lahan atas, seperti pertanian,
spesies penting komersial tergantung pada lokasi. perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan
b. Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah sebagainya. Demikian pula dengan kegiatan yang
nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengebor-
hasil perikanan. an minyak lepas pantai dan perhubungan laut.
c. Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya Penanggulangan pencemaran yang
perubahan pola pemanfaatan yang mengancam diakibatkan oleh limbah industri, pertanian dan
keseluruhan nilai lokasi bagi manusia. rumah tangga, serta sedimentasi tidak dapat
d. Manfaat ekonomi: didasarkan pada tingkat dilakukan hanya di kawasan pesisir saja, tetapi harus
dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Oleh
pada ekonomi lokal dalam jangka panjang. karena itu, pengelolaan di wilayah ini harus
e. Pariwisata: didasarkan pada nilai keberadaan atau diintegrasikan dengan wilayah daratan dan laut
potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata. serta Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi satu
kesatuan dan keterpaduan pengelolaan. Pengelo-
PENTINGNYA PENGELOLAAN laan yang baik di wilayah pesisir akan hancur dalam
PESISIR TERPADU sekejap jika tidak diimbangi dengan perencanaan
Pengertian Pengelolaan Terpadu DAS yang baik pula. Keterkaitan antar ekosistem
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu yang ada di wilayah pesisir harus selalu diperhatikan.
memiliki pengertian bahwa pengelolaan
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir b. Keterpaduan Sektor
dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (com- Sebagai konsekuensi dari besar dan
prehensive assessment), merencanakan tujuan dan beragamnya sumberdaya alam di kawasan pesisir
sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola adalah banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku
segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan
pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. sumberdaya pesisir. Akibatnya, sering kali terjadi
Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir
50
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
antar satu sektor dengan sektor lainnya. Agar pembangunan dan pengelola sumberdaya alam
pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir pesisir antara lain terdiri dari pemerintah (pusat dan
dapat dilakukan secara optimal dan berke- daerah), masyarakat pesisir, swasta/investor dan juga
sinambungan, maka dalam perencanaan pengelolaan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masing-
harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan
Kegiatan suatu sektor tidak dibenarkan mengganggu, sumberdaya alam di kawasan pesisir. Penyusunan
apalagi sampai mematikan kegiatan sektor lain. perencanaan pengelolaan terpadu harus mampu
Keterpaduan sektoral ini meliputi keterpaduan mengakomodir segenap kepentingan pelaku
secara horisontal (antar sektor) dan keterpaduan pembangunan pesisir. Oleh karena itu, perencanaan
secara vertikal (dalam satu sektor). Oleh karena pengelolaan pembangunan harus menggunakan
itu, penyusunan tata ruang dan panduan pembangun- pendekatan dua arah, yaitu pendekatan “top down”
an di kawasan pesisir sangat perlu dilakukan untuk dan pendekatan “bottom up”.
menghindari benturan antara satu kegiatan dengan
kegiatan pembangunan lainnya. Pendekatan Terpadu dalam
Pengelolaan Pesisir
c. Keterpaduan Disiplin Ilmu Keunikan wilayah pesisir serta beragamnya
Wilayah pesisir memiliki sifat dan karakteristik sumberdaya yang ada, mengisyaratkan pentingnya
yang unik dan spesifik, baik sifat dan karakteristik pengelolaan wilayah tersebut secara terpadu, dan
ekosistem pesisir maupun sifat dan karakteristik bukan secara sektoral. Hal ini dapat dijelaskan
sosial budaya masyarakat pesisir. Dengan dinamika dengan beberapa alasan sebagai berikut:
perairan pesisir yang khas, dibutuhkan disiplin ilmu Pertama. Secara empiris, terdapat keterkaitan
khusus pula seperti hidro-oseanografi, dinamika ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem
oseanografi dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan
akan disiplin ilmu lainnya juga sangat penting. Secara pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan
umum, keterpaduan disiplin ilmu dalam pengelolaan demikian perubahan yang terjadi pada suatu
ekosistem dan sumberdaya pesisir adalah ilmu-ilmu ekosistem pesisir (mangrove, misalnya), cepat atau
ekologi, oseanografi, keteknikan, ekonomi, hukum lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya.
dan sosiologi. Demikian pula halnya, jika pengelolaan kegiatan
pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan
d. Keterpaduan Stakeholder lain-lain) di lahan atas suatu DAS (Daerah Aliran
Segenap keterpaduan di atas, akan berhasil Sungai) tidak dilakukan secara arif (berwawasan
diterapkan apabila ditunjang oleh keterpaduan lingkungan), maka dampak negatifnya akan
dari pelaku dan atau pengelola pembangunan di merusak tatanan dan fungsi ekologis kawasan
kawasan pesisir. Seperti diketahui bahwa pelaku pesisir (Gambar 22).
Gambar 22. Keterkaitan Ekologis dan Dampak Pembangunan antara Ekosistem Darat dan
Pesisir (dimodifikasi dari ICLARM, 1995)
51
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Kedua. Dalam suatu kawasan pesisir, biasanya timal dan berkelanjutan. Pembangunan berkelan-
terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jutan adalah pembangunan untuk memenuhi
jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menu-
untuk kepentingan pembangunan. runkan kemampuan generasi mendatang untuk
Ketiga. Dalam suatu kawasan pesisir, pada memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987).
umumnya terdapat lebih dari satu kelompok Dengan demikian, pembangunan berkelan-
masyarakat (orang) yang memiliki ketrampilan/ jutan pada dasarnya merupakan suatu strategi
keahlian dan preferensi (preference) bekerja yang pembangunan yang memberikan semacam ambang
berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak, batas pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta
petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Ambang
dan kerajinan rumah tangga, dan sebagainya. batas ini tidaklah bersifat mutlak, melainkan
Padahal, sangat sulit atau hampir tidak mungkin, untuk merupakan batas yang luwes yang bergantung pada
mengubah preferensi bekerja (profesi) sekelompok kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang
orang yang sudah secara mentradisi menekuni suatu pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan
bidang pekerjaan. biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia.
Keempat. Secara ekologis maupun Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan
ekonomis, pemanfaatan tunggal (single use) suatu adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah
kawasan pesisir umumnya sangat rentan terhadap sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya
perubahan internal maupun eksternal yang menjurus untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat
pada kegagalan usaha. Contohnya, pembangunan manusia tidak rusak. Secara garis besar konsep
tambak udang di Pantai Utara Jawa, yang sejak pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi
tahun 1982 mengkonversi hampir sepanjang : (1) ekologis, (2) sosial-ekonomi-budaya, (3) sosial
kawasan pesisir termasuk mangrove (sebagai politik, dan (4) hukum dan kelembagaan.
kawasan konservasi) menjadi tambak udang;
sehingga, pada saat akhir 1980-an sampai sekarang (1) Dimensi Ekologis
terjadi peledakan wabah virus pada sebagian besar Berangkat dari konsep ini, pemanfaatan
tambak udang di kawasan ini. Kemudian, pada tahun sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan
1988 ketika Jepang menghentikan impor udang In- berarti bagaimana mengelola segenap kegiatan
donesia selama sekitar 3 bulan, karena kematian pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang
kaisarnya (rakyat Jepang berkabung, tidak makan berhubungan dengan wilayah pesisir, agar total
udang), mengakibatkan penurunan harga udang dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsional-
secara drastis dari rata-rata Rp. 14.000,- per kg nya. Setiap ekosistem alamiah, termasuk ekosistem
menjadi Rp 7.000,- per kg, sehingga banyak petani pesisir, memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan
tambak yang merugi dan frustasi. manusia: (1) jasa-jasa pendukung kehidupan, (2)
Kelima. Kawasan pesisir pada umumnya jasa-jasa kenyamanan, (3) penyedia sumberdaya
merupakan sumberdaya milik bersama (common alam, dan (4) penerima limbah.
property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh Jasa-jasa pendukung kehidupan (life support
semua orang (open access). Padahal setiap services) mencakup berbagai hal yang diperlukan
pengguna sumberdaya pesisir biasanya berprinsip bagi eksistensi kehidupan manusia, seperti udara
memaksimalkan keuntungan. Oleh karenanya, dan air bersih serta ruang bagi berkiprahnya
wajar jika pencemaran, over-eksploitasi segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan
sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang (amenity services) yang disediakan oleh
seringkali terjadi di kawasan ini. ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi
beserta atributnya yang indah dan menyenangkan
Pengelolaan Terpadu sebagai Dasar yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta
Pembangunan Berkelanjutan pemulihan kedamaian jiwa. Ekosistem alamiah
Konsep pengelolaan wilayah pesisir secara menyediakan sumberdaya alam yang dapat
terpadu seperti diuraikan di atas, merupakan salah dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam
satu syarat untuk mencapai pembangunan yang op- proses produksi. Sedangkan fungsi penerima limbah
52
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam berdekatan dengan kawasan industri biasanya akan
menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga menemui kegagalan.
menjadi suatu kondisi yang aman. Sementara itu, bila kita menganggap wilayah
Dari keempat fungsi ekosistem alamiah pesisir sebagai penyedia sumberdaya alam, maka
tersebut, dapatlah dimengerti bahwa kemampuan kriteria pemanfaatan untuk sumberdaya yang dapat
dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua pulih (renewable resources) adalah bahwa laju
fungsi yang terakhir. Ini berarti bahwa jika ekstraksinya tidak boleh melebihi kemampuannya
kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu untuk memulihkan diri pada suatu periode tertentu
ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan (Clark, 1988); sedangkan pemanfaatan sumber-
manusia, maka fungsinya sebagai pendukung daya pesisir yang tak dapat pulih (non-renew-
kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan able resources) harus dilakukan dengan cermat,
dapat diharapkan tetap terpelihara. sehingga efeknya tidak merusak lingkungan
Berdasarkan keempat fungsi ekosistem di sekitarnya.
atas, maka secara ekologis terdapat tiga persyaratan Ketika kita memanfaatkan wilayah (ekosis-
yang dapat menjamin tercapainya pembangunan tem) pesisir sebagai tempat untuk pembuangan
berkelanjutan, yaitu : (1) keharmonisan spasial, (2) limbah, maka harus ada jaminan bahwa jumlah total
kapasitas asimilasi, dan (3) pemanfaatan dari limbah tersebut tidak boleh melebihi kapasitas
berkelanjutan. Keharmonisan spasial (spatial suit- asimilasinya (assimilative capacity). Dalam hal ini,
ability) mensyaratkan, bahwa dalam suatu wilayah yang dimaksud dengan kapasitas asimilasi adalah
pembangunan, seperti Pantai Timur Kalimantan, kemampuan sesuatu ekosistem pesisir untuk
Pulau Batam, dan Pantai Utara Jawa Barat, menerima suatu jumlah limbah tertentu sebelum ada
hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan sebagai indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau
zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan kesehatan yang tidak dapat ditoleransi (Krom,
untuk zona preservasi dan konservasi. Contoh 1986).
daerah preservasi adalah daerah pemijahan ikan
(spawning ground) dan jalur hijau pantai. Dalam (2) Dimensi Sosial-Ekonomi-Budaya
zona preservasi ini tidak diperkenankan adanya Dimensi ekologis seperti diuraikan di atas
kegiatan pembangunan, kecuali penelitian. pada dasarnya menyajikan informasi tentang daya
Sementara itu, beberapa kegiatan pembangunan, dukung sistem alam wilayah pesisir dalam
seperti pariwisata alam, pemanfaatan hutan man- menopang segenap kegiatan pembangunan dan
grove dan perikanan secara berkelanjutan dapat kehidupan manusia. Dengan demikian, agar
berlangsung dalam zona konservasi. pembangunan wilayah pesisir dapat berkelanjutan,
Keberadaan zona preservasi dan konservasi maka pola dan laju pembangunan harus dikelola
dalam suatu wilayah pembangunan sangat penting sedemikian rupa, sehingga total permintaan (de-
dalam memelihara berbagai proses penunjang mand) terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa
kehidupan, seperti siklus hidrologi dan unsur hara, lingkungan tidak melampaui daya dukung tersebut.
membersihkan limbah secara alamiah, dan sumber Kualitas dan jumlah permintaan tersebut
keanekaragaman hayati. Bergantung pada kondisi ditentukan oleh jumlah penduduk dan standar/
alamnya, luas zona preservasi dan konservasi yang kualitas kehidupannya. Oleh karena itu, selain
optimal dalam suatu kawasan pembangunan mengendalikan jumlah penduduk, kebijakan yang
sebaiknya antara 30 - 50 % dari luas totalnya. mendesak untuk dilakukan adalah mengurangi
Selanjutnya, setiap kegiatan pembangunan kesenjangan antara kaya dan miskin.
(industri, pertanian, budidaya perikanan, pemukiman Secara sosial-ekonomi-budaya konsep
dan lainnya) dalam zona pemanfaatan hendaknya pembangunan berkelanjutan mensyaratkan, bahwa
ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai, manfaat (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan
sehingga membentuk suatu mosaik yang harmonis. penggunaan suatu wilayah pesisir serta
Misalnya, penempatan kegiatan budidaya tambak sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk
udang pada lahan pesisir sangat masam, atau meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar
53
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
kegiatan (proyek) tersebut, terutama mereka yang dampak pemanasan global akibat peningkatan
ekonomi lemah, guna menjamin kelangsungan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang
pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Untuk sebagian besar disebabkan oleh negara-negara
negara berkembang, seperti Indonesia, prinsip ini industri.
sangat mendasar, karena banyak kerusakan Mengingat karakteristik permasalahan
lingkungan pesisir misalnya penambangan batu lingkungan tersebut, maka pembangunan
karang, penebangan mangrove, penambangan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam
pasir pantai dan penangkapan ikan dengan sistem dan suasana politik yang demokratis dan
menggunakan bahan peledak, berakar pada transparan. Tanpa kondisi politik semacam ini,
kemiskinan dan tingkat pengetahuanyang rendah niscaya laju kerusakan lingkungan akan melangkah
dari para pelakunya. Keberhasilan Pemda Dati I lebih cepat ketimbang upaya pencegahan dan
Propinsi Bali dalam menanggulangi kasus penanggulangannya.
penambangan batu karang, dengan menyediakan
usaha budidaya rumput laut sebagai alternatif mata (4) Dimensi Hukum dan Kelembagaan
pencaharian bagi para pelakunya, adalah Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan
merupakan salah satu contoh betapa relevannya berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri
prinsip ini bagi kelangsungan pembangunan di dari setiap warga masyarakat untuk tidak merusak
Indonesia. lingkungan. Bagi kelompok yang lebih mampu
secara ekonomi hendaknya dapat berbagi
(3) Dimensi Sosial Politik kemampuan dan rasa dengan saudaranya yang
Pada umumnya permasalahan (kerusakan) masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,
lingkungan bersifat eksternalitas. Artinya pihak sembari mengurangi budaya konsumerismenya.
yang menderita akibat kerusakan tersebut bukanlah Persyaratan yang bersifat personal ini dapat dipenuhi
si pembuat kerusakan, melainkan pihak lain, yang melalui penerapan sistem peraturan dan perundang-
biasanya masyarakat miskin dan lemah. Misalnya, undangan yang berwibawa dan konsisten, serta
pendangkalan bendungan dan saluran irigasi serta diiringi dengan penanaman etika pembangunan
peningkatan frekuensi dan magnitude banjir suatu berkelanjutan pada setiap warga masyarakat. Di
sungai akibat penebangan hutan yang kurang sinilah sentuhan nilai-nilai etika dan moral akan sangat
bertanggung jawab di daerah hulu. Demikian juga berperan.
54
Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan secara Terpadu dan Berkelanjutan
DAFTAR PUSTAKA Jones, P.J. 1994. A Review and Analysis of the Objectives
of Marine Nature Reserves. Ocean and Coastal Man-
agement, 24: 149-178.
Agardy, T.S. 1997. Marine Protected Areas and Ocean
Conservation. Academic Press, Inc., San Diego, Cali- Kelleher, G.B. and R.A. Kenchington. 1992. Guidelines
fornia. for Establishing Marine Protected Areas. IUCN Ma-
rine Conservation and Development Report, Gland,
Barnes, R.S.K. 1980. The Unity and Diversity of Aquatic Switzerland.
Systems. In: Barnes, R. and K. Mann, eds. Fundamen-
tals of Aquatic Ecosystems. Blackwell Scientific Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries. Volume II: Bio-
Publications, Boston, pp.5-23. logical Aspects. CRC Press Inc., Boca Raton, Florida.
Barnes, R.S.K. & R.N. Hughes. 1988. An Introduction to Levinton, J.S. 1982. Marine Ecology. Prentice-Hall Inc., New
Marine Ecology. Second Edition. Blackwell Scien- Jersey.
tific Publication, Oxford. Mays, L.W. 1996. Water Resources Handbook. McGraw-
Barr, J., B. Henwood and K. Lewis. 1997. A Marine Pro- Hill, New York.
tected Areas Strategy For the Pacific Coast of Nair, N.B. & D.M. Thampy. 1980. A Textbook of Marine
Canada. In Munro, N.W.P. and J.H.M. Willison (Eds). Ecology. The MacMillan Company of India Ltd, New
Linking Protected Areas with Working Landscapes Delhi, India.
Conserving Biodiversity. Proceedings of the Third in-
ternational Conference on science and Management Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology. An Ecological Ap-
of Protected Areas. Halifax, Nova Scotia, 12-16 May proach. Third Edition. Harper Collins College Publish-
1997. ers, New York.
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B.
Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Saunders Company, Philadelphia, USA.
Lautan IPB. Russell, F.S. & M. Yonge (eds). 1968. Advances in Ma-
Carter, R.W.G. 1988. Coastal Environments. An Introduc- rine Biology, Volume 6. Academic Press, Inc., New
tion to Physical, Ecological and Cultural Systems of York, USA.
Coastlines. Academic Press Limited, London. Salm, R.V., J.R. Clark and E. Siirila. 2000. Marine and
Clark, J. 1974. Coastal Ecosystem. Ecological Consider- Coastal Protected Areas: A Guide for Planners and
ations for Management of the Coastal Zone. The Con- Managers. Third Edition. International Union for Con-
servation Foundation, Washington, D.C. servation of Nature and Natural Resources, Gland,
Switzerland.
_______, 1979. Coastal Ecosystem Management. A
Technical Manual for the Conservation of Coastal Snedaker, S.C. & C.D. Getter. Coastal Resources Manage-
Zone Resources. John Wiley & Sons, New York, USA. ment Guidelines. Research Planning Institute, Inc.,
Columbia, SC, USA.
Dixon, J.A. 1989. Valuation of Mangroves. Trop. Coast.
Area Mgt., 4(3): 1. WCED. 1987. Our Common Future. Oxford University
Press, New York.
Falkland, A. (Ed.). 1991. Hydrology and Water Resources
of Small Islands: A Practical Guide. UNESCO, Paris. Webber, H.H. & H.V. Thurman. 1991. Marine Biology.
Second Edition. Harper Collins Publishers Inc., New
Fortes, M.D. 1990. Seagrass: A Resource Unknown in York.
ASEAN region. ICLARM Education Series 6.
ICLARM, Manila, Philippines. White, A.T. 1987. Coral Reefs: Valuable Resources of South-
east Asia. ICLARM Education Series 1. International
Gray, W. 1993. Coral Reefs and Islands: The Natural His- Center for Living Aquatic Resources Management, Ma-
tory of a Threatened Paradise. David and Charles, nila, Philippines.
Singapore.
Jaccarini, V. & E. Martens (eds.). 1992. The Ecology of
Mangrove and Related Ecosystems. Kluwer Academic
Publishers, Dordrecht.
55
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
dan mampu memberi kehidupan yang layak bagi dalam rangka penangkapan dengan sero, kelong dan
para nelayan dan pengusahaannya. Jumlah lain-lain juga termasuk dalam kategori perahu/kapal
nelayan yang melebihi kapasitas akan penangkap (Tabel 3).
menimbulkan kemiskinan para nelayan. Klasifikasi perahu/kapal menurut tingkat/
(5) Kemampuan modal, teknologi dan akses besarnya usaha adalah :
informasi yang berbeda antar nelayan 1. Perahu tidak bermotor (non powered boats)
menimbulkan kesenjangan dan konflik. (1). Jukung (dug-out boats)
(6) Usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan (2). Perahu papan (plank-built boats)
konflik dengan subsektor lainnya, khususnya (i) kecil : < 7 m (small)
dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut. (ii) sedang : 7 - 10 m (medium)
(iii) besar : > 10 m (large)
PENTINGNYA PERIKANAN TANGKAP 2. Perahu motor tempel (out-board powered boats)
Posisi Perikanan Tangkap Secara Nasional 3. Kapal motor (in board powered boats)
dan Internasional (i) < 5 GT
Posisi perikanan tangkap secara nasional (ii)5 - 10 GT
terlihat pada Tabel 1. (iii) 10 - 20 GT
Posisi perikanan tangkap di Indonesia secara (iv) 20 - 30 GT
internasional pada tahun 1997 berada pada urutan (v) 30 - 50 GT
ke-7 dan tahun 1998 urutan ke-6 dan dapat dilihat (vi) 50 - 100 GT
pada Tabel 2. (vii) 100 - 200 GT
(viii) > 200 GT
Keadaan Perikanan Tangkap Nasional (2) Alat
a. Unit Penangkapan Alat penangkap ikan menurut Statistik
Unit penangkapan adalah kesatuan teknis Perikanan Indonesia dibagi menjadi 10 kelompok alat
dalam suatu operasi penangkapan yang biasanya tangkap (dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 7).
terdiri dari perahu/kapal penangkap yang (3) Nelayan
dipergunakan : Nelayan adalah orang yang secara aktif
(1) Kapal melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan
Perahu/kapal penangkap ikan adalah perahu/ ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang
kapal yang langsung dipergunakan dalam operasi hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring,
penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/
Perahu/kapal yang digunakan untuk mengangkut kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin
nelayan, alat-alat penangkap dan hasil penangkapan dan juru masak yang bekerja di atas kapal
57
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
58
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap
Tabel 4. Jumlah unit penangkapan perikanan laut menurut jenis alat penangkap
59
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
2. Ketentuan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
(1) SK. Mentan No. 392/1999 tentang Jalur-jalur pada Departemen Kelautan dan Perikanan.
Penangkapan Ikan. .
(2) SK. Mentan No. 995/1999 tentang Potensi PENGELOLAAN PERIKANAN
SDI dan Jumlah Tangkapan yang Indikator Pengelolaan yang sukses
diperbolehkan Pengelolaan perikanan tangkap yang sukses
3. Perizinan haruslah menunjukkan karakteristik usaha
(1) SK. Mentan No. 815/1990. penangkapan yang berkelanjutan :
(2) SK. Mentan No. 428/1999. (1) Proses penangkapan ramah lingkungan :
(3) SK. MENELP No. 45/2000 • Hasil tangkapan sampingan (by catch mini-
(4) PP. No. 141/2000 tentang Perubahan Kedua mum).
Atas PP. No. 15/1990 tentang Usaha • Hasil tangkapan terbuang minim.
Penangkapan Ikan. • Tidak membahayakan keanekaragaman
(5) PP. No. 142/2000 tentang Tarif Atas Jenis hayati.
60
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap
61
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
• Tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi. • Pengamatan dilakukan minimum 3 tahun, lebih
• Tidak membahayakan habitat. lama lebih baik, misalnya 5 tahun.
• Tidak membahayakan kelestarian • Tarik garis kecenderungan data CPUE selama
sumberdaya ikan target. minimum 3 tahun :
• Tidak membahayakan keselamatan dan positif = keadaan sumberdaya ikan baik,
kesehatan nelayan. (boleh dikembangkan)
• Memenuhi ketentuan Code of Conduct for datar = keadaan sumberdaya ikan baik
Responsible Fisheries. (hati-hati)
(2) Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplainegatif = keadaan sumberdaya ikan baik
tetap). (stop / gejala overfishing)
(3) Pasar (buyers) tetap/terjamin. (2) Pengamatan Ukuran Ikan
(4) Usaha penangkapan masih menguntungkan. • Pengukuran panjang ikan :
(5) Tidak menimbulkan friksi sosial. - panjang total
(6) Memenuhi persyaratan legal. - panjang cagak
- panjang baku
Pengkajian Praktis Kondisi Perikanan - berat ikan
Tangkap • Lakukan dalam 4 musim, selama minimum 3 tahun
(1) Pengamatan Hasil Tangkapan perSatuan Upaya • Tarik garis kecenderungan :
(Catch per Unit of Effort = CPUE) positif = keadaan sumberdaya ikan berkembang
Contoh : (baik)
• Perikanan Ikan Merah (Lutjanus spp.), (=Kakap datar = keadaan sumberdaya stabil
Merah = Bambangan) negatif = gejala overfishing
• Jenis ikan ini dapat ditangkap oleh beberapa alat (3) Kecenderungan total produksi, minimum 3 tahun
: pancing ulur (handline), rawai dasar (bottom berturut-turut : bila menurun patut dicurigai sebagai
longline) dan jaring insang dasar. gejala overfishing, cek jumlah unit penangkapan
• Diperlukan standardisasi upaya penangkapan (ef- yang aktif.
fort). Pilih alat standar (umumnya diambil alat (4) Analisis komposisi hasil tangkapan, untuk
tangkap yang dominan di daerah tersebut) mendeteksi keanekaragaman sumber hayati.
• Gunakan rumus Gulland :
CPUEs = Cs / fs STRATEGI PERENCANAAN
CPUEx = Cx / fx PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
FPIx = CPUEx / CPUEs A.Pengikutsertaan nelayan dalam proses
Upaya Standar = CPUEx / CPUEs perencanaan merupakan suatu hal yang mutlak
Keterangan : untuk mendapatkan dukungan yang kuat terhadap
CPUEs = hasil tangkapan alat tangkap standar per perencanaan pengembangan perikanan tangkap.
satuan upaya Hal ini akan mempermudah Law Enforcement
CPUEx = hasil tangkapan alat tangkap i persatuan setiap kebijakan pengelolaan (Gambar 2).
upaya B.Implementasi Monitoring, Controlling dan Surveil-
C s= hasil tangkapan alat tangkap standar lance (MCS), guna pembentukan sistem informasi
fs = jumlah alat tangkap standar yang efektif dan akurat, guna perencanaan
Cx= hasil tangkapan alat tangkap i pengelolaan sumberdaya ikan untuk menjamin usaha
fx = jumlah alat tangkaap i penangkapan ikan yang berkelanjutan (Gambar 2).
FPIx = faktor daya tangkap jenis alat tangkap i C.Code Of Conduct For Responsible Fisheries
(FAO, 1995) dalam artikel 10 tentang “Integrasi
• Kemudian hitung CPUE. Perikanan ke dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir”
Rumus Gulland : CPUEi = Ci / fi terutama pada artikel 10.1 :
CPUEi = jumlah hasil tangkapan persatuan upaya (1) Negara harus menjamin pemberlakuan suatu
penangkapan ke-i kebijakan, hukum dan kerangka kelembagaan yang
C i = hasil tangkap ke-i tepat, guna mencapai pemanfaatan sumberdaya
F i = upaya penangkapan ke-i secara terpadu dan lestari, dengan memperhatikan
62
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap
kerawanan dari ekosistem pantai dan sifat (5) Negara harus mengusahakan penetapan
sumberdaya alamnya yang terbatas dan kebutuhan prosedur dan mekanisme pada tingkat
dari masyarakat pesisir. administrasi yang sesuai, guna menyelesaikan
(2) Mengingat penggunaan ganda dari wilayah konflik di dalam sektor perikanan dan antara
pesisir, negara harus menjamin bahwa wakil dari pengguna sumberdaya perikanan dengan para
sektor perikanan dan masyarakat penangkap ikan pengguna wilayah pesisir lainnya.
harus dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan serta kegiatan lainnya yang terkait PENUTUP
dalam perencanaan pengelolaan dan (1) Perikanan tangkap di Indonesia masih merupakan
pembangunan wilayah pantai. sumber penghidupan (livelihood) yang penting
(3) Negara harus membentuk sebagaimana layaknya, baik secara nasional maupun global.
kelembagaan dan kerangka hukum untuk (2) Pengelolaan perikanan tangkap masih bersifat
menentukan kemungkinan pemanfaatan parsial dan belum memiliki perencanaan
sumberdaya pesisir dan untuk mengatur akses pengelolaan perikanan yang utuh.
terhadapnya, dengan memperhatikan hak-hak (3) Perencanaan pengelolaan perlu disusun dengan
masyarakat nelayan pesisir dan praktek-praktek mengikutsertakan para nelayan sebagai pelaku
kebiasaan mereka untuk keselarasan terhadap dan para stakeholders lainnya.
pembangunan berkelanjutan. (4) Implementasi MCS merupakan kegiatan yang
(4) Negara harus memfasilitasi pemberlakuan perlu dilaksanakan secara konsisten, guna
praktek-praktek perikanan yang dapat menjamin usaha penangkapan ikan yang
menghindarkan konflik antar pengguna berkelanjutan (sustainable) dan berwawasan
sumberdaya perikanan dan antara mereka dengan lingkungan (environmental friendly).
pengguna wilayah pesisir lainnya.
63
Gambar2. Proses Ideal Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
64
Tabel 7. Standard Klasifikasi Statistik Alat Penangkap Perikanan Laut
(Statistical Standard Classification of Marine Fishing Gears)
65
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
66
Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
tunduk pada pengaturan mengenai tanah dan air. ekonomi masyarakat pesisir menjadi semakin tidak
Sedangkan pengaturan mengenai sumber-sumber berdaya, bahkan seolah-olah mereka sedang menggali
kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah dan lubang kuburnya sendiri.
airnya tunduk pada berbagai undang-undang yang Keadaan demikian sudah tidak dapat ditolerir
memberikan wewenang khusus kepada masing- lagi karena disamping merupakan pelanggaran
masing departemen secara sektoral-sentralistik. hukum juga dapat menghambat investasi serta telah
Walupun ada sebagian dari wewenang sektoral yang menimbulkan kerusakan sumber-sumber kekayaan
telah diserahkan atau dilimpahkan kepada alam yang seharusnya dipelihara kelestariannya
pemerintah daerah, namun sistem pengaturan dalam waktu yang tidak terbatas. Kondisi
kewenangan tersebut justru telah menimbulkan lingkungan pesisir dan perairan pantai harus segera
tumpang tindih wewenang di dalam pelaksanaannya. dipulihkan melalui penggunaan instrumen ekonomi,
Selain dari itu tidak jarang pula timbul benturan pengaturan hukum, intervensi teknologi, maupun
kepentingan, terutama apabila di dalam suatu melalui peningkatkan kesadaran masyarakat.
kesatuan ruang tertentu terdapat lebih dari satu jenis Masyarakat pesisir yang tergolong miskin harus
sumber kekayaan alam yang sedang dimanfaatkan diberdayakan supaya mampu memelihara kelestarian
pada saat yang bersamaan. Masalah pembagian sumber-sumber kekayaan alam dan lingkungan
wewenang antar departemen dan antara pemerintah hidupnya sendiri. Sementara itu para pejabat
Pusat dan Daerah telah berkembang menjadi isu pemerintah pun harus memberdayakan segenap
yang sangat penting, khususnya dalam rangka kewenangan yang dimilikinya baik sebagai stimula-
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 tahun tor, dinamisator, regulator, administrator, maupun
1999 tentang Pemerintahan Daerah. sebagai pengambil keputusan strategis untuk
Dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
pesisir dan lautan, pelaksanaan fungsi dan peranan Tulisan ini dihajatkan untuk mengupas berbagai
hukum sebagai penunjang pembangunan masih belum fungsi, peranan, serta kinerja hukum dalam
tampak jelas hasilnya, khususnya dalam pembangunan, khususnya di dalam kerangka upaya
memberdayakan masyarakat pesisir yang tergolong pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Pembahasan
miskin. Padahal apabila ditelusuri dari sejarahnya, diarahkan pada upaya peningkatan fungsi, peranan,
pengaturan terhadap wilayah pesisir dan perairan pantai dan manfaat hukum serta kinerja kelembagaan
sudah dilakukan sejak jaman Belanda, namun sampai pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam
saat ini kondisi masyarakatnya masih termasuk kedalam rangka pengelolaan kekayaan alam wilayah pesisir
golongan yang paling terpuruk dan seolah-olah kurang dan lautan secara optimal, lestari, dan berkelanjutan.
mendapat perlindungan. Ironisnya, gejala-gejala Pemberdayaan hukum sebagai salah satu instrumen
pemiskinan dan degradasi lingkungan pesisir dan pengelolaan akan lebih ditonjolkan untuk
perairan pantai semakin tampak dengan jelas dari waktu menunjukkan keunggulan-keunggulannya, baik
ke waktu. Sebagian penduduk pesisir, dengan alasan sebagai instrumen pengendalian kegiatan ekonomi
untuk tetap bertahan hidup, menjadi semakin terbiasa masyarakat maupun sebagai instrumen pengelolaan
untuk memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam kekayaan alam dan lingkungan hidup. Pembahasan
melalui cara-cara yang bertentangan dengan kaidah- akan diakhiri dengan kesimpulan dan saran-saran
kaidah pelestarian. Hutan mangrove yang memegang tindak bagi aparat pemerintah bersama-sama dengan
peranan penting di dalam pemeliharaan kelestarian dunia usaha untuk memberdayakan masyarakat
ekosistem pantai telah ditebangi secara tidak terkendali. pesisir melalui upaya hukum.
Berbagai jenis ikan karang penghuni perairan pantai
seringkali ditangkapi dengan menggunakan bom atau FUNGSI DAN PERANAN SERTA
tenaga listrik bahkan dengan menaburkan racun. Lahan MANFAAT HUKUM
pertambakan yang dikelola para investor dijarah
beramai-ramai karena merasa tidak mendapatkan Fungsi Hukum
bagian keuntungan secara adil. Karena terus menerus Di dalam kehidupan bermasyarakat, pada
hidup di dalam kungkungan kemiskinan yang telah dasarnya setiap orang bebas untuk melakukan
berlangsung dari generasi ke generasi, maka basis perbuatan apapun, kecuali yang secara tegas telah
67
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang oleh diarahkan sedemikian rupa sehingga sekaligus
norma hukum. Sedangkan perbuatan-perbuatan mampu memenuhi lima fungsinya, yaitu:
tertentu yang tidak dikehendaki oleh sebagian besar
anggota masyarakat diatur secara tersendiri oleh 1. Fungsi Direktif
norma sosial lainnya, seperti norma agama, norma Fungsi direktif adalah salah satu fungsi hukum
kesusilaan, dan norma kesopanan demi yang sangat penting di dalam era pembangunan
terpeliharanya ketertiban dalam kehidupan dewasa ini. Dalam hal ini hukum harus berfungsi
bermasyarakat. Fungsi hukum adalah untuk sebagai pengarah pembangunan secara terencana
menciptakan kepastian mengenai apa yang dilarang, dan konsisten sehingga dapat mencapai tujuannya
apa yang tidak dilarang, dan apa pula yang secara efektif dan efisien. Untuk itu kepastian
diperkenankan apabila telah dipenuhi syarat-syarat berlakunya norma hukum harus dijaga, baik pada
tertentu. Pemberlakuan norma hukum bersifat pasti tahap perumusan maupun pada tahap
karena dapat dipaksakan berlakunya melalui pelaksanaannya. Perumusan norma hukum harus
penggunaan kekuasaan. Sedangkan kekuasaan melibatkan masyarakat, baik yang akan terkena
untuk memaksakan berlakunya norma hukum arahan pengaturan maupun yang akan memperoleh
bersumber dari wewenang formal yang diberikan manfaat pengaturan. Partisipasi masyarakat dalam
kepada para pejabat negara oleh peraturan menyampaikan aspirasinya harus ditampung untuk
perundangan yang berlaku. Adanya kepastian inilah dijadikan sebagai dasar pengembangan pengaturan.
yang membedakan norma hukum dengan norma- Demikian pula setiap pelaksanaan peraturan harus
norma sosial lainnya, artinya norma hukum dapat mengacu pada tujuan akhir dari pengaturan.
dipaksakan berlakunya oleh lembaga-lembaga Kekeliruan dalam menafsirkan tujuan pengaturan
penegak hukum. Sifat memaksa yang secara inheren akan mengakibatkan tidak efektifnya kinerja hukum
dimiliki oleh norma hukum merupakan keniscayaan sehingga tujuannya tidak dapat tercapai sebagaimana
karena dijamin pemberlakuannya terhadap setiap yang diharapkan. Salah satu fungsi direktif hukum
bentuk pelanggaran. Kepastian hukum merupakan dapat dilihat pada penyusunan Rencana Tata Ruang
prasyarat bagi tercapainya tujuan hukum, yaitu Wilayah (RTRW) untuk setiap kabupaten dan
ketertiban. Oleh karena itu orang boleh berpendapat kotamadya. Rencana Tata Ruang Wilayah
bahwa apabila tidak ada kepastian hukum maka merupakan acuan bagi semua sektor pembangunan.
kehidupan bermasyarakat tidak akan berlangsung Oleh karena itu status RTRW tersebut harus
dengan tertib dan pada gilirannya akan timbul anarki dikukuhkan menjadi produk hukum yang mengikat
dan ketidakadilan. Norma-norma hukum yang semua pihak melalui pengundangannya dalam bentuk
memuat perintah dan kebolehan-kebolehan tertentu peraturan daerah.
di dalam kehidupan bermasyarakat disebut sebagai
hukum materil (substantive law). Sedangkan 2. Fungsi Integratif
norma-norma hukum yang mengatur tata cara bagi Pengembangan pengaturan hukum dalam
para aparat penegak hukum di dalam menjalankan berbagai tingkatan (pusat, propinsi, kabupaten/
fungsi penegakan hukum disebut hukum acara atau kotamadya) harus menunjukkan suatu sistem yang
hukum formil (procedural law). Perlu pula dipahami integral. Pengertian integral adalah tidak ditemukan
bahwa apabila ada dugaan telah terjadi pelanggaran kontradiksi atau inkonsistensi, baik dalam
terhadap hukum substantif, maka proses penegakan perumusan pasal-pasalnya maupun dalam
hukumnya harus dilakukan melalui prosedur yang pelaksanaannya. Pengertian integral yang kedua
telah ditetapkan di dalam hukum acara. Hukum adalah bahwa hukum harus berfungsi sebagai sarana
acara memuat rambu-rambu agar proses penegakan pengintegrasian bangsa dalam pengertian harus dapat
hukum dilakukan melalui prosedur tertentu dan tetap mencegah perpecahan yang disebabkan karena
memelihara ketertiban dalam kehidupan timbulnya berbagai kesenjangan, baik secara
bermasyarakat dan sekaligus dapat mencegah ekonomi maupun sosial. Oleh karena itu perlu
terjadinya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. dicegah timbulnya kecemburuan sosial diantara
Pengembangan norma hukum dalam rangka penduduk yang berbeda suku, agama maupun
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan harus kemampuan ekonominya. Kasus-kasus penjarahan
68
Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
tambak yang sempat marak beberapa waktu yang dengan lebih baik dan dalam suasana tertib dan
lalu merupakan akibat dari timbulnya kecemburuan damai.
sosial yang mengarah pada disintegrasi. Ancaman
disintegrasi lainnya adalah timbulnya konflik Peranan dan Manfaat Hukum
mengenai penetapan batas daerah penangkapan ikan Peranan hukum adalah untuk menciptakan
di laut antara nelayan-nelayan tradisional yang keseimbangan antara kepentingan individu dengan
berasal dari daerah yang berbeda. Hukum harus kepentingan masyarakat pada umumnya agar
responsif terhadap gejala-gejala yang mengarah kehidupan bermasyarakat dapat berlangsung dengan
pada perpecahan atau disintegrasi bangsa. tertib dan teratur. Apabila keseimbangan telah
tercipta, maka peran hukum selanjutnya adalah
3. Fungsi Stabilitatif memelihara keseimbangan tersebut dalam jangka
Pengaturan pemanfaatan kekayaan alam waktu yang tidak terbatas dan tetap sesuai dengan
wilayah pesisir harus berfungsi untuk menciptakan perkembangan rasa keadilan di dalam kehidupan
dan mendorong tingkat stabilitas sosial yang semakin bermasyarakat. Peranan hukum dalam memelihara
baik. Penegakan norma hukum dan peraturan keseimbangan ini dapat dilakukan antara lain melalui
perundang-undangan secara konsisten dan tidak berbagai inovasi dalam penerapan sanksi hukum,
memihak diharapkan dapat menghilangkan stabilitas termasuk pemberian insentif dan disinsentif supaya
semu yang dapat menimbulkan ledakan kekecewaan dapat lebih mendekati rasa keadilan yang
masyarakat dalam skala yang luas. Berbagai inovasi berkembang di dalam masyarakat.
di dalam penyusunan peraturan dan penegakan Peranan hukum sebagai pemelihara
hukumnya perlu dilakukan untuk menampung aspirasi keseimbangan antara berbagai kepentingan yang
masyarakat sehingga berbagai perubahan dapat berbeda harus dapat dilaksanakan secara fleksibel,
berlangsung secara tertib. misalnya antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat, antara kepentingan sektor
4. Fungsi Korektif yang satu dengan kepentingan sektor lainnya, antara
Fungsi korektif dimaksudkan untuk kepentingan pemerintah Pusat dan pemerintah
memperbaiki kesalahan atau kekeliruan dalam Daerah, antara kepentingan ekologis dengan
penetapan pengaturan, antara lain karena adanya kepentingan ekonomi, antara kepentingan
perubahan dalam pemilihan kebijakan yang pemanfaatan dengan kepentingan pelestarian, dan
dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidakpastian sebagainya. Demikian pula apabila timbul
dalam pelaksanaannya. Perubahan dalam pemilihan kepentingan-kepentingan baru yang cenderung
kebijakan harus dirumuskan secara jelas agar tidak berbeda atau bertentangan antara yang satu dengan
membingungkan para pihak yang terkait dalam yang lainnya, maka akan diperlukan pula hukum yang
pelaksanaan dan penegakan hukumnya. Oleh karena baru atau pembaharuan dari ketentuan yang telah
itu apabila ditemukan kekeliruan, maka peraturan ada untuk menciptakan keseimbangan yang baru.
yang bersangkutan harus segera dicabut untuk Sedangkan apabila berbicara mengenai
diperbaiki. Selain dari itu pengertian fungsi korektif manfaat hukum, baik bagi pemerintah maupun bagi
harus pula diartikan untuk memperbaiki atau masyarakat pada umumnya, sangat tergantung pada
membetulkan keadaan yang dianggap kurang baik atau bidang-bidang yang diaturnya dan siapa saja yang
salah agar menuju ke arah yang lebih baik dan benar. memiliki kepentingan (stakeholders) atas bidang-
bidang pengaturan tersebut. Mengenai pertanyaan
5. Fungsi Perfektif apakah bidang-bidang pengaturan tertentu telah
Fungsi perfektif merupakan fungsi akhir dari mampu mengakomodasikan berbagai aspirasi yang
pengaturan, yaitu untuk menyempurnakan keadaan berkembang di kalangan mereka yang memiliki
yang sudah baik ke arah keadaan yang mendekati kepentingan akan sangat bergantung pada proses
kesempurnaan. Tujuan dari fungsi perfektif adalah penyusunan dan pengembangan normanya, apakah
agar lebih banyak lagi anggota masyarakat yang secara top-down ataukah secara bottom-up. Dalam
dapat merasakan manfaat positif dari kinerja hal ini perlu dicatat bahwa proses pengembangan
pengaturan sehingga kehidupan dapat dinikmati norma hukum pada masa-masa lalu lebih dicirikan
69
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
oleh proses top-down, bahkan tidak jarang pula wilayah pesisir dan lautan tidak selalu merupakan
dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan hasil karya nasional. Dalam hal ini kebijakan yang
kelompok tertentu melalui rekayasa atau kolusi. telah dirumuskan pada tataran regional maupun
Sebagai akibatnya maka produk hukum menjadi internasional seringkali sangat besar pengaruhnya
tidak bermanfaat bagi masyarakat yang diaturnya, terhadap pelaksanaan pada tataran nasional, kalau
disamping tidak aspiratif terhadap kepentingan tidak hendak dikatakan sebagai faktor yang tidak
masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu proses dapat dihindarkan. Selain dari itu perumusan
pembentukan hukum pada masa-masa mendatang kebijakan pengaturan perlu pula dikaji secara vertikal
sebaiknya dilakukan secara bottom-up seraya dan horizontal untuk memelihara keserasian dan
melibatkan kepentingan-kepentingan stakekholders konsistensinya dengan peraturan perundangan yang
yang seluas-luasnya. Agar produk-produk hukum telah ada sebelumnya, baik pada tataran nasional
lebih bermanfaat, maka dalam proses maupun internasional.
penyusunannya harus lebih aspiratif dan akomodatif Permasalahan yang seringkali timbul dalam
terhadap kepentingan-kepentingan yang sah dalam pelaksanaan peraturan, terutama di tingkat pusat,
skala yang seluas-luasnya. Pihak-pihak yang adalah bahwa proses penyusunan rancangan
memiliki kepentingan atas sesuatu bidang pengaturan peraturan tidak selalu mengikuti prosedur baku
hendaknya lebih proaktif untuk berpartisipasi melalui secara benar. Menurut ketentuan yang berlaku,
prosedur penyusunan peraturan yang tersedia. setiap rancangan peraturan seharusnya melalui
Dengan kata lain manfaat hukum akan menjadi penggodokan bidang kajian secara multidisiplin dan
semakin besar apabila pada tahap perumusannya pengkajian kewenangan secara lintas sektoral.
dapat menampung aspirasi dan kepentingan Penggodokan ini harus dilakukan oleh suatu badan
masyarakat yang diaturnya. khusus yaitu Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN). Menurut pengalaman, BPHN seringkali
Proses Pembentukan Norma Hukum menghadapi kesulitan untuk mempertemukan
(Norm Development) pejabat-pejabat yang berwenang untuk mengambil
Upaya untuk menciptakan keseimbangan keputusan atas nama sektor-sektor yang terkait.
antara kepentingan kesejahteraan (ekonomi) dan Oleh karena itu walaupun proses pengkajiannya
kepentingan kelestarian (ekologi) atas sumber- memerlukan waktu yang sangat lama, namun hasil-
sumber kekayaan alam wilayah pesisir dan lautan hasil pengkajiannya seringkali tidak mampu mewakili
tidak akan dapat dilakukan hanya oleh kalangan kepentingan semua sektor yang terkait. Sementara
profesi hukum saja, karena bidang kajiannya bersifat itu tidak jarang pula timbul keinginan dari sektor yang
multidisiplin. Selain dari itu kewenangan pengelolaan berkepentingan untuk segera menggoalkan
wilayah pesisir dan lautan tunduk pada kewenangan rancangan peraturan yang diusulkannya karena
kelembagaan yang berbeda-beda (lintas sektoral). kebutuhan yang mendesak. Dalam keadaan
Keseimbangan antara berbagai kepentingan tersebut demikian biasanya berkembang praktek-praktek
harus dicari melalui pertimbangan dari berbagai untuk menempuh jalan pintas yang dapat
aspek dengan memanfaatkan perkembangan ilmu menimbulkan ekses-ekses yang tidak semestinya
pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan hasil terjadi. Praktek-praktek untuk menggoalkan
perkembangan ilmu dan teknologi merupakan bahan rancangan peraturan dengan cepat walaupun dengan
baku untuk merumuskan kebijakan pengelolaan cara yang tidak benar dan kurang terpuji, misalnya
wilayah pesisir dan lautan. Sedangkan untuk dengan menggunakan kekuatan uang, menjadi sangat
mengaktualisasikan kebijakan tersebut kedalam lazim di masa lalu. Oleh karena itu tidak
kenyataan diperlukan norma-norma hukum sebagai mengherankan apabila hasilnya kurang mewadahi
perwujudan dari Wawasan Nusantara yang aspirasi para pihak yang berkentingan, baik secara
mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial- langsung maupun tidak langsung.
budaya, termasuk pertimbangan dari aspek Praktek penyusunan peraturan pada bidang-
pertahanan dan keamanan negara bidang yang menjadi wewenang pemerintah pusat,
Perlu pula disadari bahwa perumusan pada masa lalu seringkali pula kurang
kebijakan pengaturan dalam rangka pengelolaan mengakomodasikan aspirasi pemerintah daerah. Hal
70
Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa belakang. Kepentingan yang pertama adalah untuk
pemerintah daerah hanya memiliki wewenang mendapatkan manfaat ekonomi dari sumber-sumber
tertentu yang secara eksplisit telah diserahkan oleh kekayaan alam guna menunjang upaya peningkatan
pemerintah pusat. Dengan kata lain pemerintah kesejahteraan masyarakat pesisir. Sedangkan
daerah hanya menerima kewenangan sisa saja. kepentingan yang kedua adalah adanya jaminan
Kewenangan pemerintah pusat dalam urusan-urusan bahwa pemanfaatan sumber-sumber kekayaan alam
tertentu pada umumnya dapat diserahkan kepada wilayah pesisir dan lautan dilakukan secara rasional
pemerintah propinsi melalui peraturan perundangan. agar dapat berlangsung dalam jangka waktu yang
Selanjutnya pemerintah kabupaten/kotamadya akan tidak terbatas seraya menghindari terjadinya
menerima penyerahan wewenang dari pemerintah kepunahan jenis.
propinsi. Namun demikian biasanya tidak semua Berikut ini disajikan pembahasan ketentuan-
urusan yang kewenangannya telah diserahkan oleh ketentuan normatif yang berkaitan dengan
pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi secara pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yang tersebar
otomatis diserahkan seluruhnya kepada pemerintah di dalam berbagai tingkatan peraturan mulai dari
kabupaten/kotamadya. Mengingat bahwa pelaksanaan undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan
semua peraturan pada berbagai tingkatan pada akhirnya presiden, sampai keputusan menteri. Untuk
akan diberlakukan di daerah kabupaten/kotamadya, memudahkan pengidentifikasian terhadap bidang-
tentu saja sistem penyerahan urusan demikian tidak bidang permasalahan hukumnya, pembahasan
akan menjamin terakomodasikannya aspirasi daerah dilakukan berdasarkan katagorisasi jenis-jenis
yang bersangkutan. Dengan kata lain pemerintah sumber alam yang terdapat di wilayah pesisir dan
kabupaten/kotamadya hanya melaksanakan ketentuan lautan, yaitu sumberdaya alam hayati, non hayati,
dan arahan dari pemerintah propinsi. dan jasa-jasa lingkungan.
Model penyusunan peraturan dan penyerahan
kewenangan melalui proses top-down sebagaimana Pengaturan Pengelolaan
dilukiskan di atas dapat dipastikan akan berubah Sumber Kekayaan Alam
secara drastis sejalan dengan pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang 1. Pengaturan Pemanfaatan
Pemerintahan Daerah. Pada masa-masa mendatang Sumberdaya Ikan
pemerintah daerah akan memiliki kewenangan atas Pengaturan tertinggi mengenai pengelolaan
urusan-urusan yang ruang lingkupnya sangat luas. sumberdaya ikan terdapat dalam Undang-Undang
Sedangkan pemerintah pusat hanya memiliki Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan. Undang-
wewenang atas bidang-bidang tertentu saja yang undang ini memperluas cakupan pengaturan
telah ditentukan secara eksplisit di dalam Undang- sebelumnya yang dirasakan kurang mampu
Undang Nomor 22 tahun 1999. Pembagian menampung perkembangan permasalahan yang
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya ikan.
daerah atas urusan-urusan yang berkaitan dengan Pengelolaan sumberdaya ikan ditujukan untuk
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan akan dibahas tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi
secara tersendiri pada bagian berikut dari tulisan ini. bangsa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut
dilaksanakan pengelolaan secara terarah melalui
pengendalian pemanfaatannya dan pelestarian
PENGATURAN PENGELOLAAN sumberdaya ikan beserta lingkungannya. Ruang
WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN lingkup pengaturan pengelolaan sumber daya ikan
meliputi ketentuan mengenai:
Apabila fungsi dan peranan hukum a. alat penangkapan ikan
sebagaimana telah diuraikan di atas kemudian b. syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi oleh
diproyeksikan pada pengelolaan wilayah pesisir dan kapal-kapal perikanan;
lautan maka keseimbangan harus diciptakan melalui c. jumlah ikan yang boleh ditangkap dan jenis serta
kompromi antara dua kepentingan yang berbeda, ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap;
kalau tidak hendak dikatakan sebagai bertolak d. daerah penangkapan serta musim penangkapan;
71
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
e. pencegahan kerusakan dan rehabilitasi sumber- ketidakpastian, baik dalam perumusan peraturan
sumber perikanan serta lingkungannya; maupun dalam pelaksanaannya.
f. introduksi ikan jenis baru; Pantai adalah daerah pertemuan antara air
g. pembudidayaan ikan dan perlindungannya; pasang tertinggi dengan daratan. Sedangkan garis
h. pencegahan dan pemberantasan hama dan pantai adalah garis air yang menghubungkan titik-
penyakit ikan; dan, titik pertemuan antara air pasang tertinggi dengan
i. hal-hal lain yang dipandang perlu untuk mencapai daratan. Garis pantai akan terbentuk mengikuti
tujuan pengelolaan.. konfigurasi tanah pantai/daratan itu sendiri.
Pesisir adalah daerah pertemuan antara
2. Pengaturan Perlindungan pengaruh daratan dan pengaruh lautan. Ke arah
Hutan Mangrove daratan mencakup daerah-daerah tertentu di mana
Mengingat fungsinya yang sangat penting dalam pengaruh lautan masih terasa (angin laut, suhu,
memelihara ekosistem pantai serta luasannya yang tanaman, burung laut, dsb). Sedangkan ke arah
semakin menyusut, status hukum hutan mangrove sudah lautan daerah pesisir dapat mencakup kawasan-
dimasukkan kedalam katagori kawasan perlindungan kawasan laut dimana masih terasa atau masih
setempat (Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tampak pengaruh dari aktifitas di daratan (misalnya
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Dalam penampakan bahan pencemar, sedimentasi, dan
pelaksanaannya pemerintah propinsi memiliki warna air). Dengan demikian maka pengertian
wewenang untuk menetapkan kebijakan dan ‘pesisir’ mencakup kawasan yang lebih luas dari
pengaturan pengelolaannya. Selanjutnya daerah pengertian ‘pantai’.
kabupaten/kotamadya menjabarkan lebih lanjut sesuai Dari kedua pengertian di atas dapat pula
dengan kondisi daerahnya masing-masing secara dibedakan antara ‘tanah pantai’ dan ’tanah pesisir’.
terpadu dan lintas sektoral untuk kemudian Tanah pantai adalah tanah yang berada antara garis
disosialisasikan kepada segenap anggota masyarakat. air surut terendah dan garis air pasang tertinggi,
termasuk ke dalamnya bagian-bagian daratan mulai
3. Pengaturan Perlindungan dari garis air pasang tertinggi sampai jarak tertentu
Terumbu Karang ke arah daratan, yang disebut sebagai sempadan
Sebagaimana halnya dengan hutan mangrove, pantai. Dari pengertian tersebut yang masih menjadi
terumbu karang merupakan ekosistem yang sudah masalah adalah lebar sempadan pantai yang harus
dilindungi oleh ketentuan hukum (Undang-Undang ditetapkan dan dibuat tanda-tanda batasnya agar
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Perlindungan tampak jelas di dalam kenyataan. Pasal 1 ayat (6)
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan
Perlindungan terhadap terumbu karang diperlukan Kawasan Lindung, menyatakan bahwa: “Sempadan
untuk mencegah berlanjutnya praktek-praktek yang pantai adalah kawasan tertentu sepanjang
bersifat destruktif yang akan memerlukan waktu lama pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
untuk memulihkannya. Praktek-praktek pemanfaatan mempertahankan kelestarian fungsi pantai.”
yang bersifat destruktif meliputi penangkapan ikan Selanjutnya Pasal 14 menyatakan bahwa: “Kriteria
dengan menggunakan bom, tenaga listrik, atau dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang
menggunakan racun telah diatur di dalam Undang- tepian yang lebarnya proporsional dengan
Undang Perikanan. bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100
meter dari titik air pasang tertinggi ke arah
4. Pengaturan Penguasaan Tanah Pantai darat”.
Dalam pembicaraan sehari-hari, penggunaan kata Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa
‘pantai’ dan ‘pesisir’ biasanya tidak selalu dibedakan tanah pantai yang disebut sebagai ‘sempadan pantai’
bahkan tidak terlalu dipermasalahkan. Walaupun secara yuridis telah memiliki status yang jelas yaitu
demikian apabila ditinjau secara yuridis tampaknya sebagai ‘kawasan perlindungan setempat’. Status
kedua istilah tersebut harus diberi pengertian secara hukum yang sama juga berlaku untuk sempadan
jelas. Pemaknaan kembali kedua istilah tersebut sungai yang lebarnya 100 meter di kiri kanan sungai
dimaksudkan untuk menghindarkan keraguan atau besar, dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang
72
Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
berada di luar pemukiman. Selanjutnya untuk sungai hukum tetap melalui pengundangannya dalam bentuk
yang melewati zona pemukiman lebar sempadan peraturan daerah.
sungai yang diperkirakan cukup untuk pembangunan Untuk menjamin konsistensi dan keadilan di
jalan inspeksi adalah antara 10 -15 meter (Pasal 16 dalam pelaksanaannya, maka setiap bentuk
Keppres 32 Tahun 1990). pemanfaatan tanah pantai harus dilandasi oleh prinsip-
Selanjutnya yang agak sulit untuk ditetapkan prinsip pengaturan sebagai berikut:
batasnya adalah pengertian tanah pesisir. Walaupun
demikian apabila telah ditetapkan batas tanah pantai a. Prinsip Non-Pemilikan
(misalnya dengan dibangun jalan inspeksi atau jalan (Non-Appropriation)
umum) maka batas tanah pesisir akan tampak Telah dikemukakan di bagian terdahulu bahwa,
dengan jelas, yaitu dimulai dari jalan umum tersebut dengan pengecualian-pengecualian yang sangat
ke arah daratan. Sebenarnya apabila telah dibuat terbatas, tanah pantai tidak dapat dibebani dengan
jalan umum sebagai tanda batas tanah pantai, maka hak milik. Pengaturan demikian dimaksudkan supaya
separuh persoalan sudah dapat diatasi. Jalan umum tidak mengurangi kebebasan publik untuk dapat
akan merupakan batas yang secara visual dapat menikmati bagian-bagian tertentu dari tanah pantai
membedakan status hukum ‘tanah pantai’ dan ‘tanah sebagai kawasan pariwisata atau kegiatan-kegiatan lain
pesisir’. Berdasarkan peraturan yang berlaku, tanah yang dapat menambah sumber pendapatan asli
pantai (yang biasanya digunakan sebagai lahan tambak) pemerintah daerah yang bersangkutan.
tidak dapat dibebani dengan hak milik, karena
merupakan tanah negara yang berfungsi sebagai zona b. Prinsip Terbuka untuk Umum
perlindungan setempat. Dengan demikian maka (Open Access)
bagian-bagian tanah yang dapat diberi status sebagai Kebebasan publik untuk mendapatkan akses
hak milik dan atau hak-hak lainnya baru dapat dimulai guna menikmati lingkungan pantai merupakan hak yang
dari batas luar tanah pantai, atau dimulai dari jalan umum sifatnya universal. Oleh karena itu pembangunan fisik
ke arah daratan yang disebut sebagai tanah pesisir. dalam bentuk apapun (misalnya rumah, villa atau ho-
Masalah hukum yang paling menonjol di tel) yang dilakukan di atas tanah pantai hampir dapat
wilayah pesisir adalah mengenai penguasaan tanah dipastikan akan menghambat kebebasan akses publik
pantai. Melihat fungsi ekologisnya yang sangat ke laut. Mengingat kenyataan bahwa semua orang
penting, dapatlah dimengerti bahwa pengukuhan sta- hidup di atas pulau maka sangat masuk akal apabila
tus hak atas tanahnya tidak dapat dilakukan melalui kebebasan setiap orang untuk memperoleh akses ke
pensertifikatan berdasarkan atas hak terkuat yaitu laut mendapatkan jaminan hukum yang kuat. Oleh
hak milik, walaupun menurut pemahaman penduduk, karena itu Pemerintah Daerah harus mulai mengambil
lahan yang sekarang mereka tempati adalah lahan prakarsa untuk melindungi kebebasan publik ini secara
hak milik mereka berdasarkan ketentuan hukum adat. terencana, konsepsional, dan dilaksanakan dengan
Oleh karena itu pensertifikatan dengan hak-hak lain konsisten. Salah satu alternatif adalah dengan cara
(misalnya HGU, Hak Pakai, atau HGB) diperkirakan membuat jalan sepanjang pantai sebagai batas visual
tidak akan dapat diterima oleh penduduk karena antara tanah pantai dan tanah pesisir. Dengan adanya
derajatnya lebih rendah dari hak milik berdasarkan jalan tersebut maka perkembangan pembangunan
hukum adat setempat. Apabila karena keadaan selanjutnya akan lebih mudah untuk dikendalikan. Selain
tertentu harus diberikan sertifikat hak milik, maka tanah dari itu anggota masyarakat pada umumnya akan lebih
yang dapat diberikan status hak milik hanyalah bagian- mudah melihat dan memahami arah kebijakan
bagian tanah tertentu yang secara turun-temurun telah Pemerintah tentang peruntukkan setiap zona yang
digunakan sebagai lahan pemukiman penduduk. terbentuk karena adanya jalan umum tersebut.
Walaupun demikian terlebih dahulu perlu ditetapkan
syarat-syarat yang sangat ketat di dalam pemberian c. Prinsip Perlindungan Kepentingan
sertifikatnya, agar tidak terlalu mudah untuk Penduduk (Protection of Local Interests)
dipindahtangankan atau dirubah tatagunanya sehingga Kenyataan menunjukkan bahwa bagian-bagian
tidak sesuai dengan peruntukannya menurut Rencana tertentu dari tanah pantai telah digunakan sejak
Tata Ruang Wilayah yang telah mempunyai kekuatan dahulu kala oleh penduduk setempat secara turun
73
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
temurun, misalnya untuk perumahan atau untuk pemanfaatan kekayaan alam yang bersifat ekstraktif,
pelabuhan perikanan nelayan. Kegiatan-kegiatan maka pemanfaatan jasa-jasa lingkungan merupakan
demikian seharusnya mendapat perlindungan hukum potensi ekonomi non-ekstraktif yang dapat
melalui pengaturan, terutama terhadap dampak dimanfaatkan pada masa-masa mendatang.
invasi kekuatan ekonomi dari luar yang dapat Pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah-
mengancam keberlanjutan dan ketentraman langkah yang diperlukan untuk mengamankan
penduduk setempat. potensi jasa-jasa lingkungan dari berbagai bentuk
gangguan yang dapat mengakibatkan perusakan
d. Prinsip Prioritas Manfaat Pembangunan maupun penurunan mutunya.
(Development Priority)
Sesuai dengan konsep pembangunan yang Kelembagaan Pengelolaan
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, Wilayah Pesisir dan Lautan
maka manfaat ekonomi dari potensi sumber-sumber Pembahasan mengenai mekanisme
kekayaan alam wilayah pesisir dan pantai harus kelembagaan merupakan implementasi dari
diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan ketentuan substantif ke dalam kenyataan. Pada
masyarakat setempat. Tidaklah adil bila manfaat tataran nasional. lembaga-lembaga yang memiliki
ekonomi diraup oleh orang luar, sedangkan kewenangan atas urusan-urusan yang menyangkut
penduduk setempat hanya menjadi penonton saja, pemanfaatan sumber-sumber kekayaan alam
apalagi bila menjadi korban penggusuran, walau wilayah pesisir dan lautan ditentukan oleh undang-
dengan alasan apapun. Oleh karena itu manfaat undang yang bersangkutan. Sedangkan penyerahan
pembangunan wilayah pantai dan pesisir harus urusan-urusan tertentu dari pemerintah pusat kepada
diprioritaskan untuk peningkatan kesejahteraan pemerintah daerah biasanya ditetapkan melalui
penduduk setempat. keputusan menteri yang membidangi sektor yang
bersangkutan. Kewenangan atas semua jenis
e. Prinsip Penataan Ruang sumber kekayaan alam, termasuk yang terdapat di
(Spatial Planning) wilayah pesisir dan lautan, diasumsikan telah terbagi
Pengaturan pemanfaatan tanah pantai dan habis kepada sektor-sektor. Secara kewilayahan,
pesisir secara rasional seharusnya didahului dengan ruang lingkup kewenangan setiap sektor jatuh
rencana tata ruang yang sudah memiliki kekuatan bersamaan (coinsidence) dengan wilayah negara,
hukum yang mengikat. Dengan demikian artinya setiap menteri yang membidangi sektor
penempatan setiap kegiatan pembangunan di setiap memiliki yurisdiksi atas jenis sumber kekayaan alam
bagian dari tanah pantai dan pesisir akan tertentu yang terdapat di seluruh wilayah negara.
memperoleh jaminan kepastian hukum sehingga Selanjutnya sektor-sektor yang bersangkutan dapat
sarana dan prasarana yang sudah ada akan terhindar menyerahkan urusan tertentu menjadi urusan-urusan
dari risiko pembongkaran, antara lain karena adanya yang menjadi wewenang pemerintah daerah, baik
perubahan pilihan kebijakan yang dapat daerah propinsi maupun daerah kabupaten/
mengakibatkan investasi yang sudah ditanamkan kotamadya. Dengan kata lain penyerahan urusan
menjadi mubazir. dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
merupakan kebijakan dari menteri yang
5. Pengaturan Permanfaatan bersangkutan.
Jasa-jasa Lingkungan Pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan
Jasa lingkungan adalah komponen-komponen lautan berdasarkan ketentuan normatif yang berlaku
biogeofisik yang pemanfaatan potensi ekonominya sampai saat ini sebagian besar merupakan urusan-
bersifat non-ekstraktif, seperti keindahan bentang urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat.
alam, iklim mikro, energi pasang-surut, angin, arus Hal ini disebabkan karena adanya pertimbangan
dan ombak laut, bentukan-bentukan geologi, bahwa belum adanya peraturan pelaksanaan yang
peninggalan sejarah, dan sebagainya, yang memerintahkan penyerahan urusan-urusan yang
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. berkaitan dengan wilayah pesisir dan lautan kepada
Karena telah semakin terbatasnya alternatif daerah. Keadaan ini hendak dirubah dengan
74
Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (survival). Mereka tidak berdaya dalam
tentang Pemerintahan Daerah. Walaupun demikian, menghadapi tantangan alam yang tidak dapat
undang-undang ini pun masih menunggu peraturan diatasinya di tengah-tengah keterbatasan alternatif
pemerintah untuk pelaksanaannya. penunjang kehidupannya. Karena tidak berdaya
Secara teoritis, kewenangan sektoral maka mereka menjadi golongan masyarakat miskin.
sebenarnya tidak perlu menimbulkan permasalahan, Karena miskin mereka tidak mendapatkan hak akses
apalagi sampai menimbulkan benturan kepentingan. terhadap lembaga-lembaga ekonomi yang dapat
Jenis-jenis kegiatan setiap sektor sudah ditetapkan menolongnya sebagaimana halnya golongan
batasannya oleh peraturan perundangan tentang masyarakat yang lainnya. Atau mungkin karena
pembentukannya, termasuk batas-batas wilayah sangat terbatasnya hak yang dimilikinya kemudian
yurisdiksi untuk pelaksanaan tugasnya yang meliputi mereka menjadi golongan masyarakat yang miskin.
seluruh wilayah negara. Oleh karena itu klaim-klaim Hak yang dimaksud adalah landasan hukum untuk
teritorial secara eksklusif yang dilakukan oleh menguasai komponen-komponen alam tertentu yang
sektor-sektor tertentu dapat dipastikan akan terdapat di sekitar lingkungan hidupnya. Ada atau
melampaui wewenang yang telah diserahkan tidak adanya hak yang dimiliki oleh masyarakat
kepadanya. Demikian pula klaim-klaim fungsional pesisir atas sumber-sumber alam penunjang
maupun administratif tidak perlu dilakukan secara kehidupannya berkaitan sangat erat dengan kemiskinan
unilateral karena akan mengacaukan prinsip-prinsip yang digelutinya. Masalah ini akan dibahas secara lebih
pembagian kerja setiap sektor. Secara mendasar mendalam pada bagian berikut ini.
dapat dikatakan bahwa wewenang setiap sektor Pengertian hak adalah sesuatu yang dapat
merupakan visualisasi dari kewenangan negara dijadikan sebagai landasan dari kekuasaan sesorang
sebagai satu kesatuan otoritas. Oleh karena itu untuk melakukan perbuatan tertentu, baik terhadap
dapat disimpulkan bahwa bahwa permasalaham barang tertentu maupun orang lain tertentu. Suatu
pembagian wewenang secara teritorial hanya hak dapat diperoleh melalui upaya-upaya yang
mungkin timbul apabila tidak dilakukan upaya dilakukannya atas prakarsa sendiri maupun
koordinasi antara sektor-sektor yang terkait. diperoleh melalui pemberian oleh pihak lain. Sebagai
Berdasarkan peraturan yang berlaku sampai saat ini, contoh, hak milik atas tanah dapat diperoleh melalui
kewenangan untuk mengkoordinasikan kegiatan penguasaan secara efektif (effective occupation)
sektor di daerah berada pada pemerintah daerah atas suatu bidang tanah tertentu dan dalam jangka
(Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang waktu tertentu pula. Penguasaan secara efektif
Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah). artinya memiliki kemampuan secara alamiah untuk
mempertahankan segala sesuatu yang telah berada
dalam penguasannya itu terhadap tuntutan pihak lain
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT dan atau mampu meyakinkan pihak lain untuk
PESISIR MELALUI UPAYA HUKUM mengakui (recognition) bahwa haknya itu memang
benar-benar ada. Perolehan hak secara alamiah
Pengertian tentang pemberdayaan masyarakat tersebut merupakan sendi-sendi hidupnya hukum
pesisir mengindikasikan bahwa masyarakat pesisir adat yang berlaku secara terbatas di lingkungan
pada saat ini memang sedang dalam keadaan tidak masyarakatnya sendiri. Sedangkan hak yang
berdaya. Masalahnya adalah sedang tidak berdaya diperoleh karena pemberian pihak lain terjadi karena
dalam menghadapi apa, dan apakah penyebab tukar menukar atau jual beli dengan pihak lain, atau
ketidak berdayaannya itu. Dua pertanyaan tersebut diberikan oleh penguasa yang berwenang untuk
perlu dijawab terlebih dahulu untuk dapat memberikan hak tertentu kepada seseorang,
menunjukkan dengan tepat bentuk-bentuk upaya termasuk dalam hal adalah Kepala Adat atau pejabat
hukum yang relevan untuk memberdayakan negara yang telah diberi wewenang formal atas nama
masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir sedang tidak negara untuk memberikan hak tertentu atas sesuatu
berdaya, dan oleh karena itu pula mereka kepada warga negaranya.
memerlukan bantuan pihak luar, untuk menghadapi Secara alamiah dan berdasarkan akal sehat
tantangan yang mengancam kelangsungan hidupnya (common sense) masyarakat pesisir saling
75
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
mengakui tentang adanya hak tertentu yang melekat kekuatan kepada masyarakat pesisir untuk
pada para anggotanya, misalnya hak atas tanah atau memperoleh akses terhadap kepentingan-
sumber alam lainnya. Sebaliknya mereka mengakui kepentingan ekonomi yang diperlukannya.
secara akal sehat bahwa sumber-sumber alam Apabila penduduk pesisir telah memiliki
tertentu tidak dapat dimiliki secara perseorangan sertifikat hak atas tanahnya, maka mereka akan
melainkan harus dimiliki bersama oleh para anggota memiliki kekuasaan yang diperlukan untuk
masyarakatnya. Walaupun hak-hak tersebut telah melakukan hubungan hukum yang seimbang dengan
diakui sebagai hak yang sangat kuat namun pihak-pihak lain yang berasal dari luar lingkungannya.
legitimasinya hanya berlaku secara terbatas di dalam Hak atas tanah yang diperolehnya secara eksklusif
lingkungan kelembagaan mereka sendiri. Haknya akan menjelma menjadi suatu kekuatan yang mau
itu tidak dapat diberlakukan untuk memperoleh akses tidak mau harus diakui oleh pihak lain karena telah
terhadap kepentingan-kepentingan lain yang berada memperoleh jaminan dari pemerintah atas nama
di luar lingkungannya Sebagai contoh, karena negara. Pemerintah tidak perlu memberi mereka
haknya tersebut tidak dapat dibuktikan melalui modal untuk membantu meningkatkan taraf
sertifikat maka mereka tidak dapat memperoleh hidupnya, tapi berilah mereka pengakuan formal
akses terhadap kredit dari perbankan. Hak yang berupa sertifikat hak atas tanah yang dapat
dimilikinya tidak dapat dijadikan jaminan kepada memberdayakannya sebagaimana halnya dengan
pihak-pihak di luar lingkungannya yang mensyaratkan instrumen ekonomi. Perjanjian mengenai pengadaan
adanya pengakuan atas haknya melalui bukti-bukti lahan pertambakan pada masa-masa yang akan
secara formal. Oleh karena itulah masyarakat pesisir datang tidak perlu lagi dilakukan secara di bawah
menjadi tidak berdaya untuk memperoleh akses tangan atau sembunyi-sembunyi karena lahan yang
terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi yang sebelumnya berstatus tanah negara telah berubah
berada di luar lingkungannya. Oleh karena itu pula status hukumnya menjadi hak pakai atas nama para
mereka menjadi tertinggal sehingga tidak berdaya anggota masyarakat pesisir. Mereka tidak lagi
untuk melepaskan diri dari lilitan kemiskinan yang diperlakukan sebagai penyerobot tanah negara
bukan mustahil harus dialaminya selama hidupnya. melainkan sebagai pemegang hak yang sah. Selain
Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk dari itu hasrat untuk menjarah tambak akan hilang
memberdayakan masyarakat pesisir adalah dengan sendirinya karena apabila masih melakukan
memberikan hak secara eksklusif berupa pengakuan penjarahan, maka sertifikat hak atas tanahnya tidak
resmi (formal recognition) atas hak-hak mereka akan ada artinya, baik bagi orang lain maupun untuk
yang sangat diperlukan sebagai penopang hajat dirinya sendiri. Para penanam modal yang selama
hidupnya. Pengakuan formal berupa sertifikasi hak ini merasa ketakutan akan timbul keberaniannya
atas tanah yang telah dikuasainya secara turun untuk masuk lagi kedalam bisnis pertambakan karena
temurun merupakan langkah awal untuk merasa lebih aman. Mereka akan merasa yakin
memberikan kemampuan guna memperoleh akses bahwa mereka sedang berhubungan dengan orang-
terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi yang orang pesisir yang telah memiliki hak yang sah atas
berada di luar lingkungannya. Pengakuan formal lahan pertambakan dan bertanggungjawab untuk
tersebut hanya dapat dilakukan oleh pejabat negara menghargai hak-hak orang lain. Demikian pula
yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemerintah akan mendapatkan sumber pemasukan
tindakan hukum demikian. Masalah yang dihadapi baru karena tanah negara yang dikuasainya telah
untuk melaksanakannya adalah adanya kemauan berubah menjadi lahan produktif yang mampu
politik (political will) dari pemerintah karena menjadi sumber penerimaan pajak dan retribusi
penerbitan sertifikat bukan merupakan hal yang sulit sebagai pendapatan asli daerah.
bagi pejabat pemerintah. Dalam hal ini pemberian
sertifikat hak atas tanah merupakan upaya hukum PENUTUP
yang dapat minimbulkan akibat positif berupa
pemberdayaan masyarakat pesisir di bidang Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan
ekonomi. Dengan kata lain pemberian sertifikat hak hal-hal sebagai berikut:
atas tanah akan sama nilainya dengan memberikan 1. Fungsi norma hukum dalam pengelolaan wilayah
76
Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
pesisir dan lautan adalah untuk menciptakan pesisir kedalam proses penyusunan peraturan
kepastian, baik bagi pemerintah maupun para sampai dengan mekanisme penegakan hukumnya.
anggota masyarakat, tentang apa yang boleh dan Dalam hal inilah para stakeholder harus lebih proaktif
tidak boleh dilakukan dan apa yang diperkenankan untuk berani menyuarakan kepentingannya agar
untuk dilakukan. Sedangkan peranan norma pembentukan hukum secara substantif dapat
hukum adalah sebagai pemelihara keseimbangan mengakomodasikan kepentingan dan aspirasi dari
antara berbagai kepentingan yang berbeda demi kalangan yang lebih luas dan prosesnya benar-
tercapainya tujuan yang dikehendaki bersama, yaitu benar dimulai dari bawah (bottom – up).
ketertiban. 5. Untuk memberdayakan masyarakat pesisir, maka
2. Anggapan bahwa undang-undang sektoral bagian-bagian tertentu dari tanah pantai yang
merupakan landasan utama bagi pelaksanaan tugas merupakan tanah negara harus dirubah statusnya
dan wewenang departemen yang bersangkutan, menjadi Hak Pengelolaan yang berada dibawah
khususnya dalam pemanfaatan sumber-sumber penguasaan pemerintah daerah. Selanjutnya
kekayaan alam pesisir dan lautan, tidak seluruhnya Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, atas
benar. Sebenarnya setiap undang-undang sudah nama pemerintah daerah, dapat mengeluarkan
seharusnya diindahkan oleh semua aparat dari sertifikat hak atas tanah, yaitu Hak Milik untuk
departemen yang terkait, walaupun rancangannya lahan pemukiman dan Hak Pakai untuk lahan
diusulkan hanya oleh satu departemen saja. Oleh usaha. Pemberian hak atas tanah tersebut harus
karena itu pengkajian terhadap rancangan peraturan bersifat eksklusif, artinya sertifikat hak atas tanah
secara lintas sektoral mutlak diperlukan sebagai hanya dapat diberikan kepada penduduk setempat
bagian integral dari proses penyusunannya. Sikap yang memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan
masa bodoh, apalagi memaksakan kepentingan yang berlaku. Hak yang diberikan secara eksklusif
sektor sendiri (egosektoral) harus dihindarkan, baik inilah yang kelak akan menumbuhkan kekuatan
pada tahap penyusunan peraturan maupun dan ekonomi yang diperlukan oleh masyarakat pesisir
terutama pada tahap pelaksanaannya. untuk memberdayakan dirinya sendiri guna
3. Pelaksanaan semua undang-undang sektoral yang melepaskan diri dari lilitan kemiskinan.
berlaku saat ini (hukum positif) harus mengacu pada Kebijaksanaan untuk melanjutkan status tanah pantai
ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang sebagai tanah negara merupakan kebijakan yang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan tidak produktif karena tidak ada pihak yang
Daerah, kecuali urusan-urusan tertentu yang secara memperoleh manfaat ekonomi secara sah
eksplisit ditetapkan sebagai urusan yang menjadi daripadanya. Sebaliknya melalui pemberian status
wewenang pemerintah pusat (bidang luar negeri, hak milik atau hak pakai atas tanah pantai secara
pertahanan keamanan, peradilan, fiskal dan moneter, eksklusif kepada penduduk setempat akan menjadi
agama, dan kewenangan lain yang meliputi: kebijakan dasar bagi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
umum mengenai perencanaan dan pengendalian dan retribusi dari berbagai kegiatan produktif sebagai
pembangunan, dana perimbangan keuangan, sistem sumber pendapatan asli daerah.
administrasi negara dan lembaga perekonomian 6. Langkah awal yang disarankan untuk segera
negara, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya dilakukan adalah pengesahan status hukum Rencana
manusia, pemberdayaan sumberdaya alam dan Tata Ruang Wilayah melalui penerbitan peraturan
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan daerah agar memiliki kekuatan hukum yang
standardisasi nasional). mengikat, baik terhadap pemerintah, dunia usaha,
4. Apabila kita cenderung hendak menyimpulkan maupun anggota masyarakat. Pengesahan Rencana
bahwa pengelolaan wilayah pesisir yang kurang efektf Tata Ruang Wilayah yang memuat zona lindung dan
itu sebagian disebabkan karena kegagalan hukum zona-zona budidaya merupakan wadah dan arahan
dalam melaksanakan fungsinya sebagai pemelihara bagi berbagai kegiatan pembangunan dan sekaligus
keseimbangan ekosistem pesisir, maka alternatif akan berfungsi sebagai pintu gerbang menuju
perbaikannya harus dimulai dari pengintegrasian pemberdayaan potensi ekonomi masyarakat pesisir.
semua aspek yang terkait dengan pengelolaan wilayah Semoga.
77
Sistem Hukum dan Kelembagaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
DAFTAR PUSTAKA
78
Penyusunan Rencana Pengelolaan Pesisir Terpadu
79
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
80
Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya
81
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
tetapi dampak negatifnya lebih besar dari tujuan KERANGKA RENCANA KERJA DALAM
awalnya. Tidak jarang, bahwa proses erosi PEMBUATAN RENCANA STRATEGIS
diperparah secara langsung, dengan adanya PENGELOLAAN PESISIR
pengembangan atau “pembangunan” di daerah Visi Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung
pantai (shorefront-development) yang tidak yang telah disepakati bersama, adalah: “Terwujudnya
mempertimbangkan lingkungan. Sudah merupakan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang
hal yang umum, seperti penebangan mangrove yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang
berlebihan untuk pertambakan udang di Lampung didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya
(khususnya pantai timur). Ekploitasi mangrove selain manusia, penaatan dan penegakan hokum, serta
akan mempercepat erosi, juga telah menyebabkan penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan
intrusi air laut. Sedimentasi yang menyebabkan kesejahteraan rakyat”
adanya tanah timbul di beberapa tempat di Pantai Sedang Visi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di
Timur telah menyebabkan konflik pemilikan lahan, Lampung, adalah : “Terwujudnya pengelolaan pulau-
karena status lahan dan sistem hukumnya belum jelas. pulau kecil dan lingkungan perairan sekitarnya secara
Upaya-upaya untuk menekan laju erosi pun adil dan lestari yang berbasis masyarakat untuk
telah dilaksanakan oleh Kanwil / Dinas Kehutanan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat”
dengan program reboisasi tanaman pelindung pantai Suatu rencana strategis dapat dilakukan dengan
(mangrove), namun kendala keberhasilan dari pro- berbagai cara. Dijabarkan di bawah ini sebuah
gram reboisasi masih besar. Pantai Timur saat contoh pengorganisasian yang mungkin dilakukan
sekarang hanya tersisa sekitar 2000 ha mangrove dengan menggunakan isu-isu pesisir sebagai fokus
dari jenis Avicennia dan Rhyzophora. Dinas PU pengelolaan yang utama. Apakah kita memakai “isu-
Pengairan telah membuat percontohan isu”, “ancaman-ancaman” atau titik pangkal yang lain
penanggunlangan erosi pantai di Muara Gading Mas, dalam rencana tersebut, pengorganisasian rencana itu
Lampung Timur, dengan ‘ model hard-structure harus sedemikian rupa sehingga terdapat sebuah logika
sederhana’untuk 150 m panjang pantai. yang sangat nyata, yang menghubungkan isu-isu (atau
83
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
ancaman-ancaman) dengan sebab-sebab (atau faktor kepunahan atau kehancuran batu karang menjadi
yang mendukung, dsb.), kebijakan-kebijakan dan sebuah isu daripada mendapat persetujuan sehingga
strategi yang disarankan. Bahkan dalam sebuah rencana permasalahannya adalah penggundulan hutan dan
strategis yang ringkas, haruslah jelas kepada pembaca/ penyiapan lahan secara besar-besaran - yang
pengguna mengapa strategi-strategi yang diusukan yang menimbulkan erosi yang memunahkan batu-batu
dipilih dan bagaimana semua hal itu dapat karang. Di samping itu, kepunahan batu karang dan
mempengaruhi kondisi-kondisi yang mendukung dampak-dampak yang berkaitan terhadap pencarian
kepada isu (atau ancaman) wilayah pesisir. ikan di wilayah-wilayah terumbu karang telah dapat
diduga oleh mereka yang memerlukan verifikasi
ISU-ISU empiris.
Masalah-masalah atau isu-isu adalah suatu Seperti telah saya tunjukkan dalam diskusi-diskusi
rencana yang bermanfaat untuk memfokuskan kita, “ancaman-ancaman” pesisir dapat pula dipakai
sebuah rencana strategis. Secara alternatif, kita dapat sebagai suatu kerangka pengorganisasian. Ke dalam
memulai dengan sasaran-sasaran, tujuan-tujuan, ancaman-ancaman dapat juga dimasukkan beberapa
ancaman-ancaman, peluang-peluang atau beberapa akibat (seperti habitat yang rusak, mutu air yang
titik pangkal yang lain. Orang lebih menyukai “isu- tercemar) dengan faktor-faktor penyebab (misalnya
isu” terutama karena kebanyakan orang lebih praktek-praktek reklamasi atau tidak adanya
terangsang dan terpikat oleh “masalah-masalah” atau koordinasi antar-instansi pemerintah.) Apakah kita
“isu-isu” daripada sasaran-sasaran atau tujuan- memakai “isu-isu” atau “ancaman-ancaman” atau
tujuan. (Tentu saja, sebuah fokus pada isu tidak beberapa titik pangkal yang lain tidaklah sepenting
mendahului pemanfaatan sasaran-sasaran atau seperti menunjukkan hubungan-hubungan antara isu-
tujuan-tujuan. Keduanya dapat dipadukan.) isu, sebab-sebab dan pilihan-pilihan strategi.
Bagaimana isu-isu dapat ditentukan? Saya lebih Jadi isu pengelolaan pesisir (management is-
suka menentukan isu-isu sebagai kondisi-kondisi hasil sues) adalah netral atau dapat diartikan sebagai
akhir atau dampak yang orang-orang ingin ubah. permasalahan yang sifatnya negatif (buruk) atau
Mengapa hal ini penting? Pertama, hal itu tidak terlalu positif (baik). Suatu isu negatif, jika isu tersebut
keliru. Misalnya, “ketiadaan sebuah rencana manajemen dibiarkan atau tidak ditangani akan memberikan
sumberdaya pesisir” bukanlah suatu “isu” menurut dampak negatif terhadap kualitas lingkungan atau
defisini ini. Rencana manajemen sumber daya pesisir kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya isu positif,
dapat, bila dengan hati-hati dirancang dan diterapkan, apabila ditangani akan memberikan dampak positif
meningkatkan rencana-rencana pesisir, tetapi itulah terhadap lingkungan atau menyebabkan peningkatan
cara-cara untuk mencapai sebuah tujuan (misalnya kesejahteraan masyarakat.
kondisi-kondisi habitat yang membaik, meningkatnya Dalam analisis KEKEPAN (Swot), isu-isu
keragaman biota) daripada sebuah tujuan itu sendiri. positif dapat dibedakan menjadi kekuatan (strength)
Kedua, kondisi-kondisi hasil akhir kurang dan peluang (opportunity), sedang isu-isu negatif
kontroversial. Dalam proses keikutsertaan dapat dibedakan menjadi kelemahan (weakness)
masyarakat, banyak orang lebih senang berbicara dan ancaman (threats) (Bryzon, 1995). Namun
tentang sebab-sebab permasalahan, seperti demikian, dalam identifikasi isu, daftar isu didominasi
pengambilan ikan atau reklamasi secara tidak sah oleh isu negatif, karena manusia mempunyai sifat
karena diskusi-diskusi tentang sebab-sebabnya berkeluh-kesah.
lebih memudahkan mereka untuk melemparkan
tudingan. Tetapi jika seseorang perlu menetapkan PENYEBAB-PENYEBAB
sebuah rencana strategis dengan kelompok-kelompok Untuk sebuah rencana strategis biasanya lazim
masyarakat, mereka harus hati-hati dalam melemparkan menyebut kegiatan-kegiatan pemanfaatan tanah dan
kesalahan awal pada kondisi-kondisi buruk wilayah air yang mendukung masalah tersebut. Limbah-limbah
pesisir dalam proses perencanaannya. Adalah lebih industri dan tempat-tempat pembuangan air yang tidak
mudah memperoleh persetujuan dari wakil-wakil terpelihara merupakan dua penyebab yang jelas di
instansi, warga, Lembaga Swadaya Masyarakat sebagian besar kota di Indonesia. Biasanya tidak perlu
(LSM) dan para pelaksana pembangunan sehingga dinyatakan betapa besarnya dampak setiap jenis
84
Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya
limbah tercemar bagi kemerosotan mutu air dalam Sementara masyarakat dapat mengangggap
sebuah rencana strategis. Adalah memadai dengan departemen yang mengurus sektor perikanan sebagai
mengenali dan menggolong-golongkan sumber- bermutu rendah dalam ketidakmampuan atau
sumber utama racun (toksin) dan bakteri (patogen). ketidakinginan mereka untuk menghentikan
Namun sebelum menginvestasikan milyaran rupiah pengeboman ikan, dari sudut pandang instansi yang
ke dalam pembangunan instalasi perawatan limbah, bersangkutan. Adalah mungkin kelangkaan kapal
adalah bijaksana untuk memperkirakan seberapa dan tenaga penegak hukum atau peraturan-peraturan
besar investasi masyarakat itu memiliki dampak yang yang tidak berdaya merupakan sebab-sebab “yang
bermanfaat kepada mutu perairan pesisir. Kadang- nyata”. Sampai ke batas bahwa tim perencanaan
kadang ada manfaatnya memasukkan bagan-bagan CRMP dapat mengenali masalah-masalah manajemen
sebab-akibat untuk menunjukkan, misalnya, seberapa yang spesifik, maka strategi-strategi dapat disesuaikan
jauh kegiatan reklamasi merusak habitat dan untuk memecahkan masalah-masalah ini.
berpengaruh kepada penduduk. Berbagai penyebab
timbulnya isu-isu itu, seperti lenyapnya habitat mangrove LOKASI
(bakau) bervariasi dari satu tempat dengan tempat yang Adalah tindakan yang baik untuk mengetahui di
lain. Misalnya, penebangan mangrove untuk mana isu-isu (ancaman-ancaman) tersebut muncul.
kepentingan pembangunan mungkin merupakan sebab Sebuah peta sederhana yang disertakan dalam
utama di satu tempat, sementara konversi mangrove dokumen, sebagai alamat isu, akan dapat membantu.
untuk budidaya tanaman dan ikan di kawasan pantai
mungkin menjadi penyebab di tempat yang lain. DAMPAK
Mengenali tempat-tempat di mana isu-isu berbeda Sebuah isu atau ancaman menimbulkan dampak-
timbul adalah satu cara mengenali mereka yang ikut dampak. Dampak-dampak jenis pertama seringkali
serta dalam identifikasi isu yang Anda dengar menjadi berupa dampak lingkungan. Misalnya, pengendapan
kepedulian mereka. yang meningkat dapat merusak terumbu karang.
Kemusnahan dan kerusakan karang mengurangi
SEBAB-SEBAB YANG MENDUKUNG keragaman biota. Dampak-dampak kedua acapkali
Telah dirumuskan sebab-sebab yang mendukung bersifat ekonomi dan sosial. Berkurangnya keragaman
(atau sekunder) seperti kegiatan-kegiatan atau biota mengurangi ketersediaan ikan bagi kaum nelayan,
keadaan-keadaan yang secara tidak langsung sedang penghasilan mereka berasal dari penangkapan
mendukung kondisi-kondisi yang merugikan. Misalnya, ikan. Hal itu juga dapat menekan minat turis dengan
pertumbuhan penduduk di kawasan pantai bukanlah akibat kerugian bagi mereka yang kehidupannya
penyebab langsung dari penurunan kualitas air di tergantung pada pariwisata. Sampai batas itu adalah
kawasan pesisir, tetapi jika tidak dibangun fasilitas limbah mungkin untuk mengetahui dampak karena
buang untuk mengakomodasikan penduduk baru maka berkurangnya keragaman biota, hilangnya pendapatan
kondisi mutu air dapat menurun. Adalah dalam atau kerugian bersifat ekonomi bagi bidang usaha,
pengertian ini tingkat pertumbuhan penduduk perlunya campur tangan (dalam hal ini dalam bentuk
dirumuskan sebagai “sebab yang mendukung”. Banyak strategi-strategi untuk mengurangi erosi) dilakukan
sebab-sebab pendukung bersifat administratif. Tanpa sehingga jauh lebih dramatis.
penegakan hukum di kalangan pejabat pemerintah,
sarana umum yang tidak memadai, dan lain sebagainya, KEBIJAKAN
dapat membuat permasalahan lebih buruk. Dalam konteks rencana strategis ini, suatu
Adalah tindakan yang baik untuk mengenali kebijakan adalah suatu pernyataan yang
instansi-instansi mana yang bertanggung jawab untuk menunjukkan program apa yang diharapkan dapat
“menangani” kegiatan-kegiatan yang menimbulkan isu tercapai dan strategi-strategi adalah yang
dan menentukan mutu keefektifan manajemen yang menunjukkan bagaimana Anda bertindak untuk
ada. Sementara banyak pengamat dapat menganggap mencapainya. (Cara lain untuk menyatakannya
manajemen yang ada sebagai tidak mampu, adalah adalah kebijakan-kebijakan yang menunjukkan ke
penting untuk secara bebas mengecek mengapa instansi mana programnya mengarah, strategi-strategi yang
yang bersangkutan tidak berkemampuan. menunjukkan jalan yang harus diikuti dan
85
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
86
Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya
UNSUR KHAS SEBUAH RENCANA Instansi, staf dari CRMP (?) ; 42,2 juta ru-
STRATEGIS PENGELOLAAN PESISIR piah.
87
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
membujur dari daerah Way Sekampung bagian Selatan SASARAN D.1-2 Rehabilitasi mangrove
hingga ke Utara sampai ke perbatasan Taman Nasional
Way Kambas (TNWK). Konversi lahan untuk Indikator D.1-2
budidaya dan permukiman secara besar-besaran telah • Menurunnya areal mangrove yang rusak
menyebabkan luas vegetasi mangrove di Pantai Timur • Meningkatnya luas tanaman mangrove yang
tersisa hanya 1.700 ha (CRMP, 1999a, b). ditanam dan dijaga masyarakat
Penyebab utama hilangnya mangrove adalah : • Meningkatnya hasil tangkapan nelayan baik jenis
• Pembabatan dan pengulitan pohon mangrove untuk maupun jumlahnya
kayu/pengawet.
• Konversi lahan mangrove untuk tambak udang (sekitar Strategi D.1-2
65.000 Ha). • Mengembangkan program dan melaksanakan
• Pengelolaan pertambakan tidak berwawasan lingkungan rehabilitasi mangrove bersama masyarakat
• Penggunaan tanah timbul menjadi tambak • Membangun sistem monitoring dan evaluasi
• Pencemaran pantai (limbah industri dan minyak) terhadap kegiatan rehabilitasi mangrove
• Urbanisasi di Teluk Lampung • Mengembangkan program penelitian untuk
mendukung inisiatif pengelolaan mangrove
Akibat yang ditimbulkan adalah: • Membuat atau mengadopsi panduan praktis
• Penurunan luasan vegetasi mangrove pengelolaan mangrove dan mengadakan
• Penurunan kualitas air bimbingan kepada masyarakat
• Penurunan hasil tangkapan, terutama kepiting,
kerang, dan udang SASARAN D.1-3 :Pemanfaatan tanah timbul
• Penurunan pendapatan pengguna mangrove untuk jalur hijau
• Erosi pantai meluas karena penurunan fungsi alami
perlindungan pantai Indikator D.1-3
• Tidak ada lagi penguasaan dan pengusahaan tanah
SASARAN D.1-1 : Peningkatan pemahaman timbul oleh masyarakat
dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan • Meningkatnya luas tanaman mangrove di tanah
mangrove timbul yang tumbuh secara alami dan dijaga
masyarakat
Indikator D.1-1
• Meningkatnya pengelolaan mangrove berbasis Strategi D.1-3
masyarakat yang berwawasan lingkungan dan • Penegasan terhadap status penggunaan dan
berkelanjutan penguasaan tanah timbul
• Terbentuknya kelompok masyarakat pengelola • Meningkatkan peran masyarakat dalam menjaga
mangrove keberadaan tanah timbul
• Meningkatnya budidaya tambak berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan B. Pantai Berpasir
• Meningkatnya nilai tambah ekosistem mangrove
SASARAN D.3.B-1 : Pengelolaan pantai
Strategi D.1-1 berpasir sesuai manfaat ekologi dan
• Mengembangkan program pelestarian mangrove ekonomi
berbasis masyarakat
• Meningkatkan kerjasama dalam penanggulangan Indikator D.3.B-1
erosi pantai • Adanya upaya perlindungan pantai terhadap erosi
• Mengembangkan program pengelolaan tambak secara terpadu
rakyat berwawasan lingkungan • Adanya lokasi-lokasi perlindungan untuk
• Membentuk kelompok masyarakat dan peneluran penyu yang disepakati bersama
meningkatkan perannya dalam pengelolaan man-
grove
88
Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya
89
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
• Meningkatnya kemampuan dan keterampilan • Membentuk balai penyuluhan pesisir dan kelautan
aparat penegak hukum • Melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan
• Meningkatnya jumlah personil, sarana, dan produk hukum
prasarana penegak hukum
• Terciptanya kesamaan persepsi dalam penegakan SASARAN B-3 : Peningkatan keterpaduan dan
hukum pada tingkat aparat koordinasi wewenang antar instansi
• Berkurangnya pengrusakan sumberdaya alam
wilayah pesisir Indikator B-3
• Semakin jelasnya peran, fungsi, dan kewenangan
Strategi B-1 masing-masing instansi terkait
• Mengadakan pelatihan-pelatihan hukum • Meningkatnya kerjasama antar instansi terkait
lingkungan untuk aparat penegak hukum dan • Semakin sederhananya prosedur penindakan
aparatur pemerintah (pejabat) terhadap pelanggaran hukum
• Penambahan jumlah personil, sarana, dan • Berkurangnya konflik kewenangan di antara instansi
prasarana penegak hukum terkait
• Mengadakan pelatihan dan simulasi proses • Semakin terbukanya akses masyarakat ke pantai
peradilan yang sederhana • Semakin membaiknya kondisi lingkungan wilayah
pesisir
SASARAN B-2 : Peningkatan keterlibatan Strategi B-3
masyarakat dalam proses pembuatan produk • Mengadakan pengkajian kelembagaan
hukum, penaatan, dan penegakan hukum • Membuat kesepakatan bersama tentang
kewenangan pengelolaan wilayah pesisir
Indikator B-2 • Mengembangkan operasi pengamanan laut secara
• Menurunnya jumlah kasus perusakan lingkungan terpadu
dan pelanggaran hukum
• Meningkatnya frekuensi penyuluhan hukum Isu E. Pencemaran Wilayah Pesisir
• Terangkatnya kasus pelanggaran hukum sampai Wilayah pesisir merupakan tempat
ke pengadilan terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa
• Meningkatnya keamanan di laut melalui aliran air, baik limbah cair maupun padat.
• Meningkatnya hasil tangkapan nelayan dan hasil Sampah sering ditemukan berserakan di sepanjang
pertanian/perikanan di wilayah pesisir pantai dan semakin banyak di dekat permukiman,
• Berkurangnya konflik pemanfaatan sumberdaya khususnya permukiman yang membelakangi pantai.
pesisir antar stakeholders Permukiman seperti itu dikategorikan sebagai
• Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam permukiman kumuh yang fasilitas sanitasi dan
proses pembuatan produk hukum kebersihan lingkungannya sangat buruk.
Dengan berkembangnya industri pengolahan hasil
Strategi B-2 pertanian dan perkebunan sepanjang DAS di Pesisir
• Mengintensifkan sosialisasi draft dan produk Timur Lampung , kasus pencemaran aliran sungai
hukum (Tulang Bawang dan Seputih) semakin meningkat dan
• Meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana mempengaruhi sumberdaya perairan laut sekitarnya.
pengawasan Sebagian besar masyarakat petani tambak udang
• Meningkatkan frekuensi operasi pengawasan di menduga bahwa kegagalan usaha mereka tidak terlepas
laut dari dampak limbah industri di sepanjang daerah aliran
• Menentukan jalur-jalur penangkapan ikan dan sungai.
penggunaan lainnya dengan rambu dan pemetaan Penyebab utama pencemaran wilayah pesisir
yang disepakati bersama adalah :
• Mengatur kembali konsesi pemanfaatan wilayah • Masih rendahnya kepedulian industri sepanjang DAS
pesisir sehingga dapat mengakomodasi dan pesisir terhadap sistem pengolahan limbah cair
kepentingan semua pengguna yang masuk ke perairan umum.
90
Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya
• Kurang ketatnya pengawasan limbah oleh instansi SASARAN E-2 : Terciptanya kawasan pantai
terkait yang bebas dari limbah padat (sampah) baik
• Belum jelasnya penerapan sanksi terhadap industri organik maupun non-organik
yang melanggar isi dokumen Amdal dan peraturan
perundangan yang berlaku (PP 27/99 tentang Amdal Indikator E-2
dan UU 23/97 tentang Pengelolaan Lingkungan • Semakin bersihnya kawasan pantai dari limbah
Hidup). padat
• Rendahnya kepedulian masyarakat pesisir terhadap • Terbebasnya kawasan pemukiman pantai dari
pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan genangan banjir
sekitarnya serta pola bangunan yang membelakangi • Semakin baiknya mekanisme penanganan sampah
pantai. di kawasan pantai
• Sampah dari kegiatan pariwisata massal
• Penangkapan ikan dengan potas (racun sianida) Strategi E-2
• Buangan minyak kotor dari kapal ikan, nelayan, dan • Mengadakan program kampanye-kampanye
sebagainya. penanganan sampah
Akibat yang ditimbulkan adalah : • Mengembangkan program penanganan sampah
• Menurunnya daya dukung lingkungan dan kualitas untuk desa-desa pantai
perairan pesisir • Meningkatkan pengelolaan sampah di areal
• Kotornya kawasan pantai oleh sampah dan permukiman pesisir
menimbulkan bau yang tidak menyenangkan untuk
daerah kunjungan wisata. SASARAN E-3 : Peningkatan kualitas
• Menurunnya kualitas sumber air tanah dan perairan pesisir sesuai dengan baku mutu
meningkatnya wabah penyakit menular terhadap nasional
kehidupan masyarakat di pesisir. Indikator E-3
• Semakin menurunnya tingkat keberhasilan • Terpenuhinya standar baku mutu air laut sesuai
budidaya perikanan (tambak dan mariculture) peruntukannya
dan kegiatan ekonomi lainnya (pariwisata).
Strategi E-3
SASARAN E-1 : Melindungi penduduk di • Penguatan kelembagaan
desa-desa pesisir terhadap gangguan • Mengefektifkan operasionalisasi pemantauan dan
kesehatan sebagai akibat kontaminasi pengawasan terhadap sumber-sumber
sumber air tanah pencemaran di daerah hulu ke hilir (early warn-
ing system)
Indikator E-1 • Mengembangkan penelitian pencemaran air laut
• Terbebasnya sumber air tanah yang digunakan • Menyusun standar emisi buangan ke laut
penduduk dari asam sulfida, amonia, dan bakteri
coliform sesuai baku mutu nasional untuk air minum SASARAN E-4 : Peningkatan kepedulian
stakeholders terhadap kualitas lingkungan
Strategi E-1 wilayah pesisir yang sehat
• Mengembangkan bimbingan masyarakat atau
kampanye tentang resiko kesehatan karena Indikator E-4
pencemaran air tanah • Meningkatnya tuntutan dan kepedulian
• Perbaikan sistem drainase dan sanitasi lingkungan masyarakat akan kualitas lingkungan sekitar yang
di areal pemukiman baik
• Menurunnya wabah penyakit akibat lingkungan
yang tidak sehat
91
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
92
Lesson-learned Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Lampung-Indonesia : Keberhasilan & Hambatannya
SASARAN C-1 : Penyusunan rencana tata kelembagaan yang memfokuskan pada upaya-upaya
ruang wilayah pesisir yang bermanfaat dalam konservasi biodiversitas,
pengembangan matapencaharian, dan peningkatan
Indikator C-1 kesehatan masyarakat dan lingkungannya.
• Tersusunnya rencana tata ruang kawasan pesisir Prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir yang
berbasis masyarakat dan ramah lingkungan sangat terkait dengan ICM adalah :
• Menciptakan visi untuk mengarahkan strategi
Strategi C-1 perencanaan untuk menghindari keputusan
• Melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan sepihak/sektoral
rencana tata ruang wilayah pesisir • Mengacu kepada prinsip keterpaduan
• Sosialisasi rencana tata ruang wilayah pesisir • Mempromosikan transparansi dalam perencanaan
dan pembuatan keputusan
SASARAN C-2 : Mengintegrasikan rencana • Menghargai proses suatu produk hukum/peraturan/
tata ruang wilayah pesisir dalam RTRWK dan perundang-undangan
RTRWP • Tidak tergantung pada pemerintah saja
• Menggunakan “good science” dan informasi yang
Indikator C-2 akurat dalam perencanaan
• Tersusunnya rencana tata ruang wilayah kabupaten • Menjaga kualitas lingkungan pesisir
dan propinsi yang mencakup wilayah pesisir • Melakukan monitoring dan memberikan masukan
(feed back) dan belajar untuk efektifitas program/
Strategi C-2 proyek
• Revisi RTRWK dan RTRWP dengan mensyaratkan • Mengadakan pelatihan untuk peningkatan SDM
RTRW pesisir menjadi bagiannya
• Memberdayakan tim penataan ruang secara opti- DAFTAR PUSTAKA
mal dengan mengikutsertakan institusi non- Cicin-Sain, B & R.W. Knecht 1998. Integrated coastal and
ocean management: Concept and practice. Island
pemerintah
Press.
93
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
94
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
definitif secara arbiter misalnya 2 km, 20 km dan penyediaan jasa umum sangat mahal, kelangkaan
seterusnya dari garis pantai. Sedangkan dari sisi dalam hal sumberdaya manusia yang handal lebih
secara fisik, ekologis, sosial budaya dan ekonomi khusus lagi pada pulau yang berukuran sangat kecil
yang meliputi: (luasnya kurang dari 1000 km2 dengan jumlah
1. Secara ekologis penduduk 10.000 orang ) (Hein, 1990),
• Habitat/ekosistem pulau-pulau kecil cenderung pengembangan ekonomi hampir sulit dilakukan
memiliki spesies endemik yang tinggi dibanding tampa campur tangan dari luar. Kemampuan pulau
proporsi ukuran pulaunya. untuk mengembangkan dirinya tanpa bantuan dari
• Memiliki resiko lingkungan yang tinggi, misalnya luar (self-sufficiency) hampir tidak mungkin.
akibat pencemaran dan kerusakan akibat aktivitas Disamping itu, sumberdaya alam insular seperti air
transportasi laut dan aktivitas penangkapan ikan, tawar, vegetasi, tanah, udara, ekosistem pesisir dan
akibat bencana alam seperti gempa, tsunami. hewan liar pada akhirnya mendikte suatu pulau untuk
• Keterbatasan daya dukung lingkungan pulau berkembang secara sustainable. Produktivitas
(ketersediaan air tawar dan tanaman pangan) sumberdaya dan jasa lingkungan yang tersedia
• Melimpahnya biodiversitas laut. bergantung pada ekosistem tetangganya.
2. Secara Fisik Pembangunan ekonomi pada pulau-pulau kecil
• Terpisah dari pulau besar dibatasi oleh ukuran dan lokasi pulau itu sendiri.
• Bisa dalam bentuk gugusan atau sendiri Ukuran tersebut juga dapat menjadi kelemahan jika
• Tidak mampu mempengaruhi hidroklimat laut produsen dan konsumen lokal.
• Luas pulau tidak lebih dari 10.000 kilometer Dari sisi lingkungan pulau-pulau kecil
persegi merupakan lingkungan khusus yang berciri:
• Sangat rentan terhadap perubahan alam dan atau • Terbuka dari pukulan ombak dari semua sisi
manusi seperti bencana angin badai, gelombang • Memiliki massa daratan yang relatif lebih kecil
tsunami, letusan gunung berapi, fenomena • Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
kenaikan permukaan air laut (sea level rise) dan kekeringan karena kemampuan menahan air yang
penambangan. sangat minim sehingga sering kekurangan air tawar
3. Secara Sosial- Budaya-Ekonomi • Daya dukung pulau sangat terbatas
• Ada pulau yang berpenghuni dan tidak Opsi pembangunan pada pulau-pulau kecil
• Penduduk asli mempunyai budaya dan sosial pada umumnya hanya 3 jenis yaitu 1) aktivitas
ekonomi yang khas pembangunan yang tidak berdampak negatif sama
• Kepadatan penduduk sangat rendah (1-2 orang sekali pada lingkungan misalnya dengan menentukan
per hektar) suatu pulau dengan perairannya sebagai kawasan
• Ketergantungan ekonomi lokal pada wildlife sanctuary; 2) aktifitas yang hanya sedikit
perkembangan ekonomi luar (pulau induk, dampak negatifnya misalnya pengembangan
kontinen) ekonomi subsistem untuk pemenuhan kebutuhan
• Keterbatasan kualitas SDM lokal melalui penggunaan sumberdaya lokal secara
• Aksessibilitas (sarana, jarak, waktu) rendah atau lestari; 3) aktifitas yang berakibat perubahan radikal
maksimal satu kali sehari. Jika aksessibilatsnya dalam lingkungan seperti pertambangan skala besar,
tinggi maka keunikan pulau lebih mudah terganggu. kegiatan militer dan pengetesan nuklir dan
pengembangan tourisme yang intensif.
PULAU-PULAU KECIL : KASUS KHUSUS Masing-masing opsi tersebut di atas memiliki
DALAM PEMBANGUNAN keuntungan dan kelemahan dari sisi pertumbuhan
Pulau-pulau kecil merupakan kasus khusus ekonomi dan sustainabilitasnya. Misalnya, pada
dalam pembangunan karena ciri khusus yang pilihan pertama sustainabilitasnya tinggi tetapi dari
dimilikinya. Ciri khusus tersebut meliputi sumberdaya sisi pertumbuhan ekonomi sangat rendah.
alamnya, ekonominya dan dalam banyak kasus Sebaliknya untuk pilihan yang ketiga. Oleh sebab
kebudayaannya. Pada pulau-pulau kecil, pilihan itu pilihan ke dua dipercayai sebagai pilihan yang
pembangunan yang sustainable secara ekologis tepat karena sustainabilitas dari sisi sumberdaya alam
maupun ekonomi sangat terbatas (Hein, 1990), maupun pertumbuhan ekonomi dapat dicapai.
95
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Dari uraian di atas maka pada pulau-pulau dan menguntungkan dalam hal administarsi, usaha
kecil, pencegahan terhadap kerusakan ekosistem produksi dan transportasi turut menghambat
merupakan alternatif terbaik walaupun modifikasi pembangunan hampir semua pulau-pulau kecil di
lingkungan untuk meningkatkan penyediaan barang dunia (Brookfield, 1990; Hein, 1990).
dan jasa berharga bagi manusia tidak dapat dihindari. 3. Ketersediaan sumberdaya alam dan jasa-jasa
Dengan kata lain, manajemen lingkungan merupakan seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir
syarat pencapaian pertumbuhan ekonomi yang sus- (coastal ecosystem) dan satwa liar, pada
tainable dan manajemen pertumbuhan ekonomi akhirnya akan menetukan daya dukung suatu
merupakan bagian dari manajemen lingkungan. sistem pulau kecil dalam menopang kehidupan
Manajemen lingkungan umumnya meliputi manusia penghuni dan segenap kegiatan
pemantauan, dan modifikasi SDA sebagaimana pembangunannya.
dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai 4. Produktivitas sumberdaya alam dan jasa-jasa
tambah. Walaupun demikian, SDM merupakan lingkungan (seperti pengendalian erosi) yang
komponen penentu pemanfaatan SDA sehingga terdapat di setiap unit (lokasi) di dalam pulau dan
manajemen lingkungan dapat disebut sebagai yang terdapat di sekitar pulau (seperti ekosistem
manajemen hubungan antara manusia dan lingkungan terumbu karang dan peraian pesisir) saling terkait
(man-environment management). satu sama lain secara erat (Mc Elroy et.al., 1990).
Untuk mengembangkan pulau-pulau kecil Misalnya di Pulau Palawan, Philipina dan
dibutuhkan studi dan perencanaan untuk mengetahui beberapa pulau di Karibia Timur, penebangan
kebutuhan pembangunan. Paradigma penelitian pada hutan di lahan darat secara tidak terkendali telah
pulau-pulau kecil antara lain: meningkatkan laju erosi tanah dan sedimentasi di
1. Kategorisasippk untuk menunjukkan kendala dan perairan pesisir, kemudian merusak/mematikan
permasalahan lingkungan yang ada serta potensi ekosistem terumbu karang yang akhirnya
transfer teknologi dan pengalaman menghancurkan industri perikanan pantai dan
2. Penekanan pada analisa sistem (ekonomi, usaha pariwisata bahari (Hodgson dan Dixon,
demografi, politik, lingkungan dan teknologi) 1988; Lugo, 1990). Oleh karena itu, keberhasilan
3. Penelitian interdisipliner dan interaktif usaha pertanian, perkebunan atau kehutanan di
4. Kader pakar dan lembaga pengkajian teknologi re- lahan darat suatu pulau, jika tidak dikelola menurut
gional atau pusat penelitian untuk mendukung prinsip-prinsip ekologis, dapat merusak/
penelitian, perencanaan dan pembangunan. mematikan industri perikanan pantai dan
Penelitian dapat dilakukan perpulau atau per gugus pariwisata bahari di sekitar pulau tersebut.
pulau. 5. Budaya lokal kepulauan kadangkala bertentangan
dengan kegiatan pembangunan. Contohnya
KENDALA PEMBANGUNAN SPESIFIK pariwisata yang akhir-akhir ini dianggap sebagai
PULAU-PULAU KECIL dewa penolong (panacea) bagi pembangunan
Beberapa karakteristik pulau kecil yang dapat pulau-pulau kecil, tetapi di beberapa pulau kecil
merupakan kendala pembangunan adalah: budaya yang dibawa oleh wisatawan (asing)
1. Ukuran yang kecil dan isolasi sehingga penyediaan dianggap tidak sesuai dengan kendala atau agama
sarana dan prasarana menjadi sangat mahal, dan setempat (Francillon, 1990).
sumberdaya manusia yang handal menjadi langka. Segenap kendala tersebut bukan pulau-pulau
Luas pulau yang kecil itu sendiri bukanlah suatu kecil tidak dapat dibangun atau dikembangkan,
kelemahan, jika barang dan jasa yang diproduksi melainkan pola pembangunannya harus mengikuti
dan dikonsumsi oleh penghuninya hanya terdapat di kaidah-kaidah ekologis, khususnya adalah bahwa
dalam pulau yang dimaksud. Akan tetapi begitu tingkat pembangunan secara keseluruhan tidak boleh
jumlah penduduk meningkat secara drastis, maka melebihi daya dukung (carrying capacity) suatu
diperlukan barang dan jasa serta pasar yang berada pulau, dampak negatif pembangunan (cross-sectoral
jauh dari pulau tersebut. impacts) hendaknya ditekan seminimal mungkin
2. Kesukaran atau ketidakmampuan untuk mencapai sesuai dengan kemampuan ekosistem pulau tersebut.
skala ekonomi (economics of scale) yang optimal Selain itu, setiap kegiatan pembangunan (usaha
96
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
produksi) yang akan dikembangkan di suatu pulau hak dan kewajibannya diawasi dan ditegakkan
seyogyanya memenuhi skala ekonomi yang optimal oleh pemerintah;
dan menguntungkan serta sesuai dengan budaya 3. kepastian berusaha bagi pengusaha/investor yang
lokal. sudah mendapatkan hak pakai atas tanah dan
wilayah perairan pulau-pulau kecil yang dikuasai
LATAR BELAKANG KEBIJAKAN oleh negara
PEMERINTAH TENTANG
PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL 2. Pendekatan ekosistem dalam alokasi
BERBASIS MASYARAKAT DAN ruang wilayah pulau dan gugus pulau
BERKESINAMBUNGAN Wilayah gugus pulau dan pulau-pulau kecil
sangat rentan secara ekologis. Selain itu, wilayah
Untuk mengakomodir keragaman ini memiliki keterkaitan ekologis, sosial ekonomi dan
permasalahan pulau-pulau kecil maka pemerintah sosial budaya dengan ekosistem di sekitarnya.
telah membuat pedoman umum pengelolaan pulau- Dengan alokasi ruang yang didasarkan pada daya
pulau kecil yang pada dasarnya sesuai amanat dukung ekologis, jaringan sosial-budaya antara
undang-undang otonomi daerah. masyarakat dan integrasi kegiatan sosial-ekonomi
Persoalan pulau-pulau kecil adalah bagian dari yang sudah berlangsung selama ini, akan
persoalan bangsa dan negara yang sangat penting. memberikan pilihan investasi yang tepat.
Kebijakan alokasi ruang dan pengelolaan pulau- Tata ruang dengan pendekatan ekosistem harus
pulau kecil harus dirumuskan secara hati-hati, karena menjadi instrumen kebijakan utama untuk menjaga
aspek pembangunan ekonomi, isu ini juga keamanan dan keselamatan sosial-budaya dan
menyangkut: ekologis dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.
1) harga diri dan moralitas Indonesia sebagai suatu Alokasi seperti ini memberikan kesempatan bagi
negara kepulauan penataan ulang posisi dan peran startegis masyarakat
2) kedaulatan dan keutuhan wilayah RI sebagai loka, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam
negara kepulauan pengelolaan pulau-pulau kecil sejalan dengan paket
3) penegakan hak-hak masyarakat adat sebagi unsur UU Otonomi Daerah (UU No. 22/1999 dan UU
penting dalam struktur negara bangsa No. 25/1999). Hal ini akan berimplikasi pada
4) kelestarian sumberdaya alam antar generasi kejelasan hak dan kewajiban serta wewenang pihak-
Pendekatan arah kebijakan pengelolaan pulau- pihak di atas.
pulau kecil secara berkelanjutan dan berbasis
masyarakat sebagaimana tertuang dalam Pedoman 3. Pendekatan pengelolaan yang sesuai
Umum dikembangkan dan dirumuskan dengan dengan latar setempat
melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan Jenis kegiatan investasi, baik yang dilakukan
dengan mengkombinasikan 3 pendekatan yaitu hak, oleh masyarakat lokal maupun investor dalam negeri
ekosistem dalam alokasi ruang wilayah pulau dan dan asing, dikawasan gugus pulau-pulau kecil harus
gugus pulau, serta pengelolaan yang sesuai dengan mengacu pada alokasi ruang yang telah ditetapkan.
latar setempat. Pengelolaan pulau-pulau kecil ini pun tidak akan sama
untuk seluruh Indonesia, tetapi disesuaikan dengan
1. Pendekatan hak latar geografisnya dan karakteristik ekosistem, serta
Ada 3 tujuan yang ingin dicapai yakni: sosial budaya masyarakat setempat. Pada tahap
1. adanya pengakuan dan perlindungan hukum atas perencanaan induk wilayah, akan dilakukan penilaian
hak-hak masyarakat adat atas tanah dan wilayah sumberdaya alam (resources valuation), yang akan
perairan pulau-pulau kecil; menjadi landasan pengembangan pola pengelolaan
2. terjalinnya kerjasama usaha yang setara antara sereta sistem keselamatan ekologis, sosial dan
masyarakat dengan pengusaha/investor dalam budaya.
pemanfaatan ekosistem pulau-pulau kecil dalam Mengingat rentannya ekosistem pulau-pulau
kejelasan hak dan kewajiban masing-masing kecil dan gugus pulau kecil, pemerintah melakukan
pihak dalam kontrak kerjasama yang pelaksanaan pembatasan kegiatan yang sudah terbukti
97
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
menimbulkan dampak negatif yang luas, baik secara 2. Pemerintah berwenang untuk memberikan Hak
ekologis maupun sosial. Pemerintah hanya Pengelolaan Lahan (HPL) kepada pihak yang
mengijinkan pengelolaan pulau-pulau kecil untuk akan melakukan pengelolaan pulau-pulau kecil
konservasi, budidaya laut (mariculture), ekowisata dan Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang
serta usaha penangkapan ikan dan industri perikanan memberikan Hak Guna Bagunan (HGB), Hak
yang lestari. Dalam usaha pemanfaatan pulau-pulau Pakai (HP) diatas HPL sepanjang tidak
kecil ini oleh pengusaha dari luar pulau, pemerintah melanggar hak individu dan/atau hak hukum adat
menjadi fasilitator pelibatan masyarakat dalam atas tanah.
berbagai bentuk, seperti akses berusaha bagi 3. Pemberian Hak Pengelolaan Lahan (HPL)
penduduk lokal, kemitraan usaha dan penyertaan dituangkan antara lain dalam bentuk perjanjian
modal. sewa menyewa, perjanjian pengelolaan dan
Pemerintah akan mengembangkan instrumen bentuk lainnya.
kebijakan untuk mendukung sistem keselamatan 4. Pengaturan hak atas wilayah perairan di sekitar
ekologis, berupa, (1) pemberlakuan dana jaminan pulau-pulau kecil diatur lebih lanjut oleh
yang diserahkan oleh calon pengelola pulau-pulau Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/
kecil, seperti berupa bonds, colateral fee, dan envi- Kota sesuai dengan peraturan perundang-
ronmental insurance; (2) pebegakan prosedur analisis undangan yang berlaku.
mengenai dampak lingkungan dan sosial dari
kegiatan investasi yang direncanakan secara terpadu. B. Pedoman Kebijakan tentang Pemanfaatan
Ruang Pulau-pulau Kecil
PEDOMAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN Kebijakan tentang pemanfaatan ruang pulau-
PULAU-PULAU KECIL pulau kecil harus mempertimbangkan hal-hal sebagi
berikut:
A. Pedoman Kebijakan tentang Hak-hak Para 1. Latar geografis
Pihak Atas Tanah dan Wilayah Perairan Dalam pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil perlu
Pulau-Pulau Kecil diperhatikan latar geografis pulau dan gugus pulau
1. Negara mengakui dan melindungi hak ulayat/ hak yang mempunyai kedudukan strategis dalam
adat/hak asal usul atas penguasaan tanah dan pengembangan ekonomi wilayah dan konstelasi
wilayah perairan pulau-pulau kecil oleh geopolitik. Oleh karena itu, penataan ruang pulau-
masyarakat hukum adat di samping hak-hak pulau kecil perlu mempertimbangkan faktor
lainnya sesuai dengan peraturan perundang- keterkaitan antar pulau dan gugus pulau.
undangan yang berlaku. 2. Kerentanan wilayah terhadap bidang politik,
a. Untuk pulau-pulau kecil dan wilayah perairannya ekonomi, sosial, budaya dan ekologi
yang dikuasai/dimiliki/ diusahakan oleh 3. Keamanan nasional
masyarakat hukum adat, maka kegiatan 4. Ketersediaan sarana dan prasarana
pengelolaannya sepenuhnya berada di tangan 5. Kawasan konservasi dan endemisme flora dan
masyarakat hukum adat itu sendiri, sesuai dengan fauna termasuk di dalamnya yang terancan punah
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Karakter politik, ekonomi, sosial, budaya dan
b. Setiap kerjasama pengelolaan pulau-pulau kecil kelembagaan masyarakat lokal
antara masyarakat hukum adat dengan pihak 7. Bentang alam (landscape)
ketiga harus didasarkan pada kesepakatan yang Bentang alam pulau merupakan perwujudan
saling menguntungkan dengan memperhatikan keseimbangan alam yang terjadi dan memeiliki
daya dukung lingkungan dan kelestarian nilai-nilai keunikan alam. Oleh karena itu,
sumberday perubahan yang terjadi terhadap bentang alam
c. Setiap kerjasama pengelolaan pulau kecil antara pulau harus berada dalam batas toleransi dan
masyarakat hukum adat dengan pihak ketiga dari kapasitas asimilatif lingkungan pulau kecil.
luar negeri harus mendapatkan izin dari 8. Tata guna lahan dan permintakatan (zonasi) laut
Pemerintah kabupaten/Kota dengan Pengaturan tata guna lahan dan laut harus
memperhatikan kepentingan nasional. mempertimbangkan konflik pemanfaatan dan
98
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
faktor-faktor lain seperti keunikan, kepekaan dan wajib melibatkan lembaga/instansi terkait setempat
transformasi sumberdaya alamnya. Keterpaduan dan/atau pakar di bidangnya. Data, informasi, hasil
penggunaan lahan dan laut menjadi salah satu dari penelitian tersebut dan Hak Kekayaan
prinsip utama yang harus dipertimbangkan. Intelektual (HAKI) menjadi milik pihak-pihak yang
9. Keterkaitan kegiatan ekkonomi, sosial dan budaya terlibat.
antar pulau. Keterkaitan fungsional antarpulau 6. Pulau-pulau yang telah ditetapkan sebagai kawasan
dapat memberikan sinergi terhadap pertumbuhan konservasi menurut Undang-Undang Nomor 5
dan perkembangan kegiatan sosial ekonomi dari Tahun 1990, kawasan otorita, kawasan tertentu
wilayah gugus pulaunya. khususnya tempat latihan militer dan pangkalan
10. Skala ekonomi dalam pengembangan kegiatan militer, tidak termasuk di dalam pedoman umum
Tingkat pengelolaan suatu pulau kecil harus pengelolaan pulau-pulau kecil.
sebanding dengan skala ekonominya agar dapat 7. Gosong, atol dan pulau kecil yang menjadi titik
diperoleh tingkat efisiensi yang optimal. pangkal (base point) pengukuran wilayah perairan
11. Pelibatan para pihak yang berkepentingan (stake Indonesia hanya dapat dikembangkan sebagai
holders) yang terdiri dari pemerintah, kawasan konservasi. Penggunaan terbatas pulau
masyarakat dan dunia usaha dalam proses kecil tersebut hanya diperkenankan apabila telah
perencanaan pemanfaatan ruang. dimanfaatkan masyarakat sebagai pemukiman.
8. Pengelolaan pulau-pulau kecil dengan luas kurang
C. Pedoman Kebijakan tentang Pengelolaan atau sama dengan 2.000 km2 hanya dapat digunakan
Pulau-pulau Kecil dan Wilayah Perairan untuk kepentingan sebagai berikut:
Sekitarnya - konservasi
1. Dalam melakukan pengelolaan pulau-pulau kecil dan - budidaya laut (mariculture)
wilayah perairan disekitarnya harus - kepariwisataan
mempertimbangkan: - usaha penangkapan dan industri perikanan secara
a) Keseimbangan /stabilitas lingkungan; lestari
b) Keterpaduan kegiatan antara wilayah darat dan laut - pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga
sebagai satu kesatuan ekosistem; - industri teknologi tinggi non ekstraktif
c) Efisiensi pemanfaatan sumberdaya; - pendidikan dan penelitian
d) Protokol keamanan yang didasarkan pada penilaian - industri manufaktur dan pengolahan
harga sumberdaya sesuai dengan prinsip ekonomi 9. Pengecualian dari butir tersebut diatas hanya untuk
lingkungan; kegiatan yang telah dilakukan masyarakat penghuni
e) Peraturan-peraturan dan konvensi internasional pulau-pulau kecil sebelum Pedoman Umum ini
terutama yang menyangkut tata batas perairan dikeluarkan, sepanjang tidak mengakibatkan
internasional. degradasi lingkungan dan tidak bertentangan dengan
2. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kota harus menjamin bahwa pantai dan perairan 10. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau
pulau-pulau kecil adalah merupakan akses yang kecil yang menimbulkan dampak penting lingkungan
terbuka bagi masyarakat. tidak diizinkan.
3. Pengelolaan ekosistem pulau-pulau kecil perlu 11. Kegiatan penglolaan pulau kecil untuk usaha industri
dilakukan secara menyeluruh berdasarkan satu manufaktur dan industri pengolahan hanya dapat
kesatuan gugusan pulau-pulau dan/atau keterkaitan dilakukan di pulau kecil dengan luas lebih besar dari
pulau tersebut dengan ekosistem pulau besar. 2.000 km2; dengan persyaratan pengelolaan
4. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang berbasis lingkungan yang sangat ketat, menggunakan
masyarakat harus memperhatikan adat, norma dan/ teknologi ramah lingkungan serta tidak bertentangan
atau sosial budaya serta kepentingan masyarakat dengan peraturan perundang-undangan yang
setempat. berlaku.
5. Pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pihak ketiga 12. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang
dengan tujuan observasi, penelitian dan kompilasi diarahkan untuk kegiatan kepariwisataan harus
data/spesimen untuk keperluan pengembangan iptek, memperhatikan kelestarian lingkungan
99
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
100
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
dikerjasamakan dengan pihak ketiga harus ada Kabupaten/Kota setempat berhak untuk
jaminan pengelolaan dan asuransi lingkungan (en- mencairkan Jaminan Pengelolaan tanpa
vironmental insurance) kepada pemerintah. persetujuan Pihak Ketiga.
17. Dalam hal pengelolaan pulau-pulau kecil yang 3. Masyarakat berhak mengajukan tuntutan hukum
dilakukan oleh Pihak Ketiga yang aktivitas terhadap pihak pengelola apabila dalam
fisiknya mengorbankan/ menghilangkan fungsi dan melaksanakan kegiatannya menyimpang dari
nilai-nilai ekosistem bioma penyangga setempat, rencana yang tealah ditetapkan dan telah
maka Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota menimbulkan kerugian bagi masyarakat setempat.
mempunyai hak untuk mencairkan jaminan 4. Departemen Kelautan dan Perikanan bersama
pengelolaan pulau-pulau kecil secara langsung Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
tanpa persetujuan dari pihak ketiga. berkewajiban melakukan evaluasi ulang terhadap
pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil oleh
PENEGAKAN DAN PENATAAN HUKUM pihak ketiga yang sudah berjalan sebelum
1. Dalam pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau pedoman ini dikeluarkan. Selanjutnya menyam-
kecil; Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota paikan hasil evaluasi tersebut ke instansi yang
berwenang melakukan pemantauan dan evaluasi berwenang untuk dapat ditindak lanjuti bila dalam
secara berkala terhadap pelaksanaan pengelolaan pelaksanaan pengelolaannya terjadi penyim-
sesuai dengan aturan dan kebijakan yang berlaku. pangan dari peraturan dan perundang-undangan
2. Apabila Pihak Ketiga terbukti melakukan yang berlaku.
penyimpangan terhadap aturan dan kebijakan 5. Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan
yang berlaku serta Perjanjian Pengelolaan yang pulau-pulau kecil wajib mentaati peraturan
telah disepakati, akan dikenakan sanksi berupa perundang-undangan yang berlaku, baik yang
peringatan dan/atau pembatalan izin pengelolaan. tertulis maupun yang berasal dari hukum adat.
Selanjutnya Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
101
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
102
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
pantai terjadi karena ketidak setimbangan antara Kardana, 1997) tercatat tak kurang dari 60 lokasi
angkutan sedimen yang masuk dan yang keluar dari pantai dan muara di 17 propinsi mengalami kerusakan.
suatu bentang pantai. Akibat tidak setimbangnya pasok Problem erosi di Indonesia telah mencapai
dan angkutan sedimen, maka pantai akan tererosi. Erosi tahapan kritis, karena banyak lahan yang hilang,
dapat terjadi karena faktor alami maupun faktor buatan. prasarana jalan dan perumahan yang rusak akibat erosi.
Berbagai faktor buatan penyebab erosi pantai antara Erosi pantai di Indonesia dapat diakibatkan oleh proses
lain karena perubahan energi gelombang, pengaruh alami, aktivitas manusia ataupun kombinasi keduanya.
bangunan pantai, pengambilan material pantai dan Akibat aktivitas manusia, misalnya pembangunan
pengurangan suplai sedimen ke pantai. Bangunan pantai pelabuhan, reklamasi pantai (untuk permukiman,
seperti groin dan jetty dapat mengurangi bahkan pelabuhan udara, dan industri), penambangan karang
menghentikan suplai sedimen dari angkutan sedimen dan pasir di daerah pantai, penebangan hutan man-
sejajar pantai (littoral transport). Pengambilan mate- grove dan sebagainya. Namun demikian penyebab
rial pantai untuk bahan bangunan (karang, batu dan utamanya adalah gerakan gelombang pada pantai
pasir) akan mengurangi “cadangan” sedimen bagi terbuka, seperti pantai selatan Jawa, selatan Bali dan
pembentukan pantai dalam siklus dinamiknya. beberapa areal Kepulauan Sunda.
Pengurangan suplai sedimen ke pantai dapat terjadi Berdasarkan hasil opname terhadap data primer
karena aktifitas di hulu sungai seperti pembuatan maupun sekunder, disimpulkan terdapat beberapa
kantong-kantong sedimen, waduk, bendung dan kasus erosi pantai di Indonesia yang memerlukan
bangunan air lainnya, pengalihan muara sungai, perhatian dan penanganan segera, seperti terlihat pada
penambangan material dasar sungai, bahkan Tabel 1 dan Gambar 1.
penghijauan dan pengendalian erosi yang berhasil di
daerah hulu dapat mengurangi pasokan sedimen ke KLASIFIKASI PENYEBAB EROSI
pantai. Erosi pantai dapat diikuti dengan abrasi/ Berdasarkan atas analisis data seperti
pengikisan tebing oleh gempuran ombak. Abrasi dapat diperlihatkan pada Tabel 1, diperoleh gambaran bahwa
terjadi karena pelapukan tebing atau karena terdapat 5 macam klasifikasi penyebab erosi yang terjadi
peningkatan energi gelombang atau karena penurunan di Indonesia yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia :
daya tahan tebing oleh pelapukan baik kimiawi, fisik a. Erosi pantai karena terperangkapnya angkutan
maupun biologis. Peningkatan energi gelombang dapat sedimen sejajar pantai akibat adanya bangunan
terjadi karena hilangnya/rusaknya penghalang alami tegak lurus garis pantai seperti : groin, jetty,
seperti terumbu karang di depan garis pantai. Berdasar breakwater pelabuhan dan lain-lain.
inventarisasi Puslitbang Pengairan (Syamsudin &
103
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Ketika gelombang datang menuju pantai dinamis baru, yaitu apabila sedimentasi yang terjadi di
dengan membentuk sudut terhadap garis pantai, sebelah updrift (hulu) bangunan telah berhenti.
gelombang akan menimbulkan arus sejajar pantai di Kasus erosi semacam ini di Indonesia misalnya
zona gelombang pecah. Gaya-gaya dan turbulensi terjadi akibat dibangunnya breakwater Pelabuhan
yang ditimbulkan oleh gelombang pecah akan Pulau Baai, dibangunnya Bandara Sepinggan dengsn
mengerosi sedimen dasar, dan mengaduknya menjadi jalan reklamasi yang menjorok ke laut, dibangunnya
material tersuspensi. Sedimen ini selanjutnya oleh arus bandara Ngurah Rai di pantai Kuta dengan jalan
sejajar pantai yang terjadi di zona gelombang pecah reklamasi yang menjorok ke laut (Gambar 2),
dibawa menyusuri garis pantai. Akibat adanya dibangunnya LNG Arun dengan jalan reklamasi yang
bangunan tegak lurus garis pantai, akan menjorok ke laut, dibangunnya dermaga jetty di
mengakibatkan perubahan konfigurasi pantai Balongan dan lain sebagainya.
sehingga pantai akan menuju keseimbangan dinamis b. Erosi pantai karena terjadinya arus pusaran akibat
baru. Sedimen yang diangkut oleh arus sejajar pantai adanya bangunan seawall.
tersebut akan terperangkap oleh bangunan dan akan Gelombang yang mendekati pantai, oleh
mengakibatkan terjadinya proses sedimentasi di daerah bangunan massive seawall sebagian dipantulkan oleh
updrift (hulu) dan erosi di daerah downdrift (hilir). seawall ke arah laut. Gelombang hasil pantulan ini akan
Terjadinya sedimentasi di daerah updrift ini disamping berasosiasi dengan gelombang datang sehingga
karena sedimen terperangkap oleh bangunan tegak menimbulkan efek standing wave dan menimbulkan
lurus pantai, juga disebabkan karena terjadinya arus pusaran (eddy current) di sebelah kiri dan kanan
pembelokan dan mengecilnya magnitude arus yang dari seawall. Standing wave tersebut akan bersifat
pada gilirannya menyebabkan kecepatan jatuh partikel merusak pantai yang terekspose karena mempunyai
lebih dominan bekerja terhadap partikel sedimen daya hisap yang besar yang akan menghisap tanah
dibanding transpor arus, sehingga akan terjadi proses sekitar bangunan seawall. Disamping itu karena tanah
sedimentasi. Sebaliknya di daerah downdrift akan sebelah kiri dan kanan seawall merupakan tanah
terjadi erosi. Erosi ini terjadi karena terperangkapnya terekspose dan tidak terlindungi oleh seawall maka
sedimen di sebelah updrift (hulu) sehingga tanah tersebut akan tererosi sampai mencapai
mempengaruhi keseimbangan transpor sedimen di keseimbangan dinamis baru.
sebelah downdrift (hilir) juga disebabkan karena Kasus erosi ini terjadi misalnya dibangunnya
adanya arus olakan yang menuju ke arah laut akibat seawall di Banda Aceh, dibangunnya seawall di
adanya bangunan tegak lurus pantai. Proses erosi ini Eretan Indramayu, Malalayang 2 Manado (Gambar
akan berlangsung terus sampai terjadi keseimbangan 3) dan lain sebagainya.
104
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
Gambar 2a. Skema erosi pantai akibat adanya bangunan tegak lurus garis pantai
c. Erosi pantai karena berkurangnya suplai sedimen mengalami perubahan karena yaitu semakin dalam.
dari sungai akibat dibangunnya dam di sebelah Dampak yang timbul adalah :
hulu sungai dan sudetan atau pemindahan muara • Energi gelombang yang menghantam pantai akan
sungai. lebih besar karena dasar perairan di depan garis
Berkurangnya suplai sedimen dari sungai ini pantai akan menjadi lebih dalam, sehingga
akan menimbulkan gangguan terhadap mekanisme peredaman energi gelombang oleh
keseimbangan transpor sedimen sejajar pantai. dasar peraira berkurang. Dengan demikian erosi
Kondisi semula dimana sedimen yang datang dari atau penggerusan oleh gelombang akan lebih
muara sungai oleh arus sejajar pantai dibawa meningkat intensitasnya.
menyelusuri pantai untuk selanjutnya didistribusikan • Penambangan juga mengakibatkan lereng pantai
dan diendapkan di pantai tersebut. Tetapi berhubung menjadi lebih terjal sehingga menimbulkan ketidak
suplai sedimen dari sungai berkurang akan stabilan lereng pantai yang pada gilirannya akan
mengakibatkan terjadinya erosi pantai di sebelah menimbulkan terjadinya pemacuan erosi.
downdrift muara sungai untuk mengimbangi • Penambangan akan menimbulkan kawah yang
angkutan sedimen yang semula disuplai dari sungai. akan menjadi tempat bagi terperangkapnya
Kasus erosi semacam ini terjadi karena sedimen sejajar pantai. Akibat gerakan gelombang
pembuatan floodway di muara sungai Krueng Aceh, maka lubang-lubang/kawah bekas penambangan
pembuatan banjir kanal di Padang, dan pembuatan pasir akan terisi kembali oleh pasir di sekitarnya
sudetan muara Sungai Cidurian, pembuatan kanal termasuk pasir yang ada di pantai di muka dan
wulan di pantai Kedung Semat. menyebakan terjadinya erosi. Keseimbangan
d. Erosi pantai akibat penambangan karang dan transpor sedimen sejajar pantai akan terganggu yang
pasir pantai. berupa berkurangnya angkutan sedimen ke arah
Penambangan karang atau pasir ini biasanya downdrift (hilir) tempat penggalian, sehingga
dilakukan di daerah nearshore dimana di daerah ini menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan
gerakan pasir/sedimen di dasar pantai/laut masih garis pantai. Berkurangnya transpor sedimen karena
dipengaruhi oleh gerakan gelombang. terperangkap oleh kawah galian ini akan
Penggalian karang atau pasir pantai akan menimbulkan erosi di sebelah downdrift (hilir) kawah
mengakibatkan dampak yang berupa perubahan galian. Kasus ini terjadi di pantai Kepulauan Riau,
batimetri, pola arus, pola gelombang, dan erosi. Bengkulu, Tangerang (Gambar 4.), pantai Marunda,
Apabila dasar perairan digali untuk penambangan pantai Kepulauan Seribu, pantai Sanur, Pantai
karang atau pasir, maka dasar perairan akan Menado, dan lain sebagainya.
105
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Gambar 2b. Erosi pantai akibat adanya reklamasi Bandara Ngurah Rai yang
menjorok ke laut kurang lebih 400 m
e. Erosi karena penggundulan hutan mangrove. memungkinkan. Kasus ini banyak terjadi di Lampung
Pada pantai-pantai berlumpur umumnya Timur, Pantura (Gambar 4), Kalimantan Barat dan
ditumbuhi pohon mangrove. Perakaran mangrove yang Kalimantan Timur.
biasanya merupakan penopang bagi kestabilan pantai Peristiwa erosi ini tentunya tidak perlu
yang berlumpur. Hutan mangrove ini berfungsi sebagai dipersoalkan sejauh belum menimbulkan masalah bagi
peredam energi gelombang yang akan mencapai pantai. kepentingan manusia. Namun apabila peristiwa tersebut
Apabila hutan mangrove ini ditebangi maka fungsi menimbulkan gangguan dan kerusakan terhadap
peredamannya akan berkurang atau bahkan hilang. lingkungan di sekitarnya, maka diperlukan usaha-usaha
Gelombang akan langsung mengenai tanah yang gundul penanganan berupa perlindungan dan kegiatan-
dan lemah sifatnya, dan akan mengaduk dan melarutkan kegiatan lainnya.
tanah pantai tersebut dalam bentuk suspensi, kemudian Peristiwa erosi pantai dapat mengakibatkan
diangkut oleh arus dan diendapkan ke tempat lain yang gangguan terhadap permukiman, pertambakan dan
106
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
sarana perhubungan. sedangkan peristiwa dan ekologis kurang ramah. Penanganan juga
pendangkalan atau pengendapan di wilayah pantai sifatnya sporadis dan kurang komprehensif, sehingga
dapat merupakan keuntungan dan sebaliknya dapat menimbulkan masalah baru yaitu hanya akan
pula merupakan kerugian; hal ini sangat tergantung pada
memindahkan lokasi terjadinya erosi dari tempat
kondisi lingkungan setempat. yang telah dilindungi ke tempat lain di sekitarnya yang
kurang mendapat perhatian. Sehingga masalah-
KONDISI PENANGANAN SAAT INI masalah seperti disebutkan di atas akan tidak pernah
Selama ini penanganan perlindungan kawasan akan terselesaikan, yaitu hanya akan memindahkan
pesisir terhadap erosi pantai masih banyak dilakukan masalah dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.
dengan menggunakan pendekatan “keras” yaitu Upaya untuk mengatasi masalah erosi dan abrasi
dengan membuat pelindung pantai yang secara estetis secara “text book” antara lain dilakukan dengan
Gambar 4a. Kondisi gelombang dan erosi pantai sebelum dan sesudah ada galian karang
107
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
pendekatan hard measures, yakni dengan membuat an krib justru meningkatkan arus sirkulasi di antara
bangunan-bangunan pantai seperti: tembok laut, dua krib dan membentuk rip current yang akan
pelindung tebing (revetment), groin, jetty, krib sejajar mengangkut sedimen hilang ke lepas pantai. Erosi
pantai, dan tanggul laut. Efektifitas dan dampak negatif yang terjadi di daerah hilir krib juga dapat membaha-
pendekatan ini telah pula digambarkan pada butir 3 yakan keamanan bangunan krib di sebelahnya. Dari
disertai dengan contoh-contohnya. sisi estetis adanya krib mengganggu keindahan dan
kenyamanan pejalan kaki di pantai. Selain itu groin
Groin dan jetty sama sekali tidak efektif untuk mengatasi permasalah
Groin dan jetty merupakan bangunan erosi yang disebabkan oleh angkutan sedimen tegak
tegak lurus pantai untuk mengamankan pantai dari lurus pantai (cross-shore transport).
gangguan kesetimbangan angkutan sedimen Jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai
sejajar pantai (longshore transport). Groin yang cukup panjang menjorok ke laut. Struktur ini
berfungsi menahan laju sedimen sejajar pantai dan dibangun untuk mengatasi masalah pendangkalan
biasanya berupa serangkaian struktur krib. muara sungai. Dengan adanya jetty yang cukup
Sedimen akan terperangkap di bagian hulu krib, panjang, maka muara sungai akan bebas dari lit-
sedangkan di bagian hilir/bayangan krib akan toral transport. Permasalahan yang terjadi adalah
terjadi erosi. Sedimen yang terperangkap di tertahannya sedimen di sisi hulu dan tererosinya garis
antara krib-krib diharapkan lama-kelamaan akan pantai di sisi hilir jetty.
membentuk sudut garis pantai sedemikian rupa
sehingga arah datang gelombang menjadi tegak Sea wall dan revetment
lurus terhadap garis pantai baru tersebut. Bila Tembok laut (sea wall) berupa bangunan yang
arah datang gelombang tegak lurus terhadap garis dibuat pada garis pantai sebagai pembatas antara
pantai maka angkutan sedimen sejajar pantai akan daratan di satu sisi dan dan perairan di sisi yang lain.
terhenti dan pantai akan stabil. Groin dapat dibuat Fungsinya adalah untuk melindungi/mempertahankan
pendek (lebih pendek dari lokasi gelombang garis pantai dari serangan gelombang serta untuk
pecah) atau panjang (melampaui zona gelombang menahan tanah di belakang tembok laut tersebut.
pecah). Puncaknya dapat dibuat tinggi maupun Dengan adanya tembok laut diharapkan proses
rendah tergantung pada keperluannya. Sebagai abrasi dapat dihentikan. Tembok laut (sea wall)
bahan groin dapat dipakai tumpukan batu, berupa struktur masif yang diharapkan mampu
bronjong, kayu, sheet pile beton maupun baja. menahan gempuran gelombang sedangkan revet-
Konsep tersebut ternyata tidak selalu berhasil. ment berupa struktur fleksibel susunan batu kosong
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberada- atau blok beton.
108
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
Karena struktur tembok laut berupa bangunan • Kepekaan terhadap perubahan morfologi dalam
yang masif, maka refleksi yang ditimbulkan oleh skala yang lebih besar (misalnya skala regional).
bangunan tersebut justru meningkatkan tinggi b. Aspek Ekonomi
gelombang bahkan dapat mencapai dua kali tinggi • Biaya investasi
gelombang datang dan dapat terjadi gelombang • Biaya operasi dan pemeliharaan
tegak (clapotis). Akibatnya, di depan struktur • Biaya untuk perbaikan dan rehabilitasi
tersebut justru terjadi gerusan yang kadang dapat • Umur konstruksi dinyatakan dalam present value
membahayakan struktur itu sendiri. c. Aspek Lingkungan
• Dampak terhadap pantai dan property yang
Detached breakwater berdekatan
Struktur yang berupa bangunan lepas pantai • Dampak terhadap lingkungan dalam skala yang
yang dibangun sejajar dengan garis pantai ini lebih besar
dimaksudkan untuk menahan energi gelombang d. Aspek Estetika dan Aspek Sosial
yang menghempas pantai. Daerah di belakang • Secara estetika kelihatan menyenangkan
bangunan tersebut akan lebih tenang dari daerah • Secara sosial dan kultural diterima masyarakat
sekitarnya sehingga transpor sedimen sejajar pantai
akan terhenti di belakang detached breakwater DIAGNOSE DENGAN
tersebut. MODEL NUMERIK
Permasalahan utama yang timbul adalah erosi Untuk melakukan kajian dampak dari
di luar daerah bayangan detached breakwater. penanganan erosi pantai yang sifatnya sporadis dan
Selain itu, refleksi dari bangunan tersebut juga lokal tersebut perlu dilakukan diagnose dengan
menyebabkan keadaan gelombang di sekitar menggunakan teknik permodelan.
bangunan justru meningkat sehingga menimbulkan Berbagai model analitik maupun matematik telah
gerusan lokal di sekeliling bangunan. Struktur ini juga dikembangkan untuk memperkirakan/ meramalkan
mengubah pola arus/sirkulasi pantai. perubahan garis pantai terutama dalam kaitannya
Penyelesaian dengan struktur tersebut diatas dengan pembuatan bangunan seperti groin, seawall
saat ini masih dilakukan secara parsial dan sporadis dan lain sebagainya.
sehingga belum memberikan hasil yang baik. Untuk Model numerik perubahan garis pantai pada
itu diperlukan penyelesaian yang menyeluruh dan umumnya didasarkan pada persamaan kontinuitas
komprehensif dengan menggunakan pendekatan angkutan sedimen pantai, dan skematisasi perubahan
coastal cell (sedimen budget) yaitu suatu garis pantai. Salah satu skematisasi perubahan garis
pendekatan dimana pantai dikarakteristikkan pantai adalah skematisasi dengan garis lurus yang
sebagai masukan, perpindahan, penyimpanan dan pertama kali dikemukakan oleh Pelnard-Considere
pengurangan sedimen. Konsep ini mengidentifikasi (Bijker, 1968). Dengan skematisasi tersebut
bahwa sistem pantai terdiri dari sejumlah unit yang penyelesaian numeriknya menjadi sederhana, dan
berhubungan dan terkait dengan banyak proses hitungannya dapat dilakukan pada PC dengan program
perpindahan yang bekerja dalam skala ruang dan yang mudah. Dibawah ini disajikan diagnose
waktu yang berbeda. permasalahan perubahan garis pantai akibat adanya
Alternatif sistem proteksi juga harus diseleksi bangunan pantai yang berupa groin atau jetty dan sea-
berdasarkan aspek berikut : wall dengan menggunakan perangkat lunak Genesis,
a. Aspek Teknis yaitu perangkat lubak untuk menghitung perubahan
• Kemampuan untuk mereduksi tranpor sedimen garis pantai yang dikembangkan oleh US Army of
sejajar pantai Coastal Engineer.
• Kemampuan untuk mereduksi transpor sedimen Dari kajian dengan model numeris
tegak lurus pantai (offshore transport) menunjukkan bahwa pembangunan struktur yang
• Durabilitas dari sistem dan komponen tegak lurus pantai akan menimbulkan erosi di daerah
• Resiko kehancuran dari sistem dan komponennya. downdrift bangunan. Akibat halangan bangunan,
• Pelaksanaan konstruksi arus berbelok menuju arah laut sehingga
• Pemeliharaan menimbulkan perbedaan elevasi di sebelah updrift
109
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
bangunan. Pengaruh ini menyebabkan terbentuknya disebabkan karena adanya arus olakan yang terjadi
arus olakan dari arah laut menyusur dinding ke bagian di downdrift bangunan.
kaki struktur. Hasil diagnose dengan model numerik terhadap
Di ujung bangunan terjadi penumpukan arus erosi pantai akibat adanya bangunan tegak lurus pantai
karena halangan struktur. Sudut datang gelombang disajikan pada Gambar 5.
45( (terhadap garis normal pantai) dan arus yang Diagnose dengan model numerik terhadap
bergerak dari arah ujung bangunan menyebabkan penanganan erosi dengan menggunakan sewall yang
perbedaan elevasi di bagian downdrift kali sifatnya spotish menunjukkan bahwa pola penanganan
bangunan. Perbedaan ini membangkitkan arus tersebut tidak menyelesaikan masalah keseluruhan tetapi
olakan dari laut menuju ke arah garis pantai dan hanya akan memindahkan masalah dari tempat yang
menyusur dinding bangunan kembali ke laut. satu ke tempat yang lain.
Di updrift bangunan terjadi proses sedimentasi Hasil diagnose dengan model numerik terhadap
akibat terhalangnya arus yang membawa material. erosi pantai akibat adanya penanganan yang sifatnya
Pembelokan dan mengecilnya magnitude arus spotish dengan membangun seawall disajikan pada
menyebabkan kecepatan jatuh partikel lebih Gambar 6.
dominan bekerja terhadap partikel sedimen
dibanding transpor arus. Di sebelah updrift kaki ALTERNATIF PENDEKATAN LUNAK
bangunan terjadi sedimentasi akibar arus olakan Dengan belajar dari kekurang berhasilan cara-
bermagnitude kecil membawa material sedimen yang cara penanganan masalah pesisir dengan “pendekatan
bergerak menyusur dinding ke arah darat. keras”, maka perlu dikembangkan konsep penanganan
Di downdrift bangunan terjadi penggerusan permasalahan pesisir secara lebih lunak dan ramah
untuk mengimbangi transport sedimen yang lingkungan. Penggunaan pendekatan lunak tersebut
terperangkap oleh bangunan. Penggerusan ini juga sudah mulai dilakukan sejak akhir dasa-warsa 80-
Gambar 5. Simulasi model numerik perubahan garis pantai dengan adanya struktur tegak lurus
110
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
an. Beberapa cara penanganan dengan pendekatan terbawa. Sistem ini pada prinsipnya mengurangi atau
lunak antara lain dapat dilakukan dengan: mengabsorbsi energi gelombang pada saat
peremajaan pantai, pembentukan dune, peremajaan menggempur pantai dengan cara dihisap melalui pompa
dan restorasi mangrove, rehabilitasi koral,artificial reef, yang dihubungkan oleh pipa berlubang yang terletak
serta pengelolaan/manajemen kawasan pantai secara dibawah permukaan pantai (de-watering).
terpadu.
Pembentukan dune
Peremajaan pantai Perlindungan pantai berpasir dapat dilakukan
Untuk mengatasi erosi dan abrasi, cara restorasi dengan menyediakan “stock pile” di sisi darat berupa
dengan peremajaan pantai (beach nourishment) dune buatan atau meningkatkan dune yang sudah ada.
merupakan alternatif yang sudah cukup lama dikenal. Biasanya cara ini dilengkapi dengan usaha-usaha
Proses ini meliputi pengambilan material dari tempat menahan kehilangan pasir dari daerah dune baik secara
yang tidak membahayakan dan diisikan ke tempat yang vegetatif maupun secara artifisial.
membutuhkan. Meskipun penimbunan/pengisian pesisir
dengan material dari luar sistem tidak banyak Rehabilitasi mangrove
dampaknya terhadap ekosistem yang ada, namun Perbaikan dan peramajaan hutan bakau yang
pengambilan material dapat menimbulkan dampak yang rusak merupakan langkah perlindungan pesisir yang
cukup signifikan. Oleh karena itu, opsi ini harus ditinjau ramah lingkungan. Penanganan ini dapat dikombinasi
secara lebih komprehensif, terutama dari sisi sumber dengan bangunan sementara (hard measures) yang
penyediaan sedimennya. diharapkan dapat melindungi bakau yang baru selama
Akhir-akhir ini telah dikembangkan pula masa pertumbuhannya.
peremajaan pantai dengan menggunakan sistem Rehabilitasi koral
drainasi pantai (Coastal Drain System) seperti Terumbu karang yang rusak akan memerlukan
misalnya Beach Management System (BMS). waktu yang cukup lama untuk dapat hidup kembali.
Pemegang patennya adalah Danish Geotechnical Menurut (Tomascik, 1997) massa terumbu karang
Institute. Metode ini adalah mengurangi tekanan air setebal 500 m memerlukan waktu antara 6000
(pore water pressure) di swash zone sehingga hingga 10000 tahun untuk pembentukannya.
lereng daerah ini menjadi lebih stabil, pada saat aliran Meskipun proses rehabilitasi karang tidak secepat
ke bawah (rundown) tidak ada sedimen yang rehabilitasi mangrove, tetapi pendekatan ini
111
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi permasalahan pantai. Kajian ke arah tersebut perlu
ekosistem pesisir. Beberapa penelitian dan uji coba dilakukan agar kelestarian sumber daya alam pantai
telah dilakukan untuk mencangkokkan organisma dapat terpelihara serta kemanfaatannya dapat terus
karang pada karang yang telah rusak dan hasilnya dinikmati dari generasi ke generasi.
cukup menjanjikan (Yamashita, 1998).
Selain rehabilitasi koral secara langsung, KESIMPULAN
penggunaan artificial reef sebagai alternatif Dalam pengelolaan kawasan pantai, khususnya
perlindungan pantai yang lebih ramah lingkungan juga untuk mencegah/mengurangi terjadinya erosi pantai
mulai banyak diteliti (Nizam, 1995). Sistem ini mulai perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
banyak dipakai di Australia. Untuk melindungi pura • Hindari penambangan pasir di tepi pantai
Tanah Lot, salah satu alternatif yang diusulkan adalah • Hindari penambangan karang untuk bahan
menggunakan artificial reef tersebut. bangunan
• Hindari penggundulan hutan mangrove
Aspek pengelolaan • Hindari mendirikan bangunan menjorok ke pantai
Agar dapat hidup berdampingan secara • Penyuluhan masyarakat
harmonis dengan lingkungannya, maka pengelolaan Penanganan erosi pantai harus dilakukan secara
pesisir yang arif perlu terus dikembangkan. Dengan menyeluruh dan komprehensif yang meliputi satu
mengadaptasi (IPCC, 1990), pada prinsipnya kawasaan coastal cell. Penanganan yang sifatnya lokal
pengelolaan kawasan pesisir (coastal manage- hanya akan memindahkan masalah dari satu tempat ke
ment) bertujuan untuk: tempat yang lain.
1. Menghindari pengembangan di daerah ekosistem Alternatif dengan pendekatan struktur lunak (soft
yang rawan dan rentan, structure) perlu dipertimbangkan, karena pendekatan
2. Mengusahakan agar sistem perlindungan alami ini merupakan pendekatan untuk menangani erosi pantai
tetap berfungsi dengan baik, yang ramah lingkungan.
3. Melindungi keselamatan manusia, harta benda Pendekatan mutakhir dan sistematis untuk
dan kegiatan ekonominya dari bahaya yang datang penanganan masalah pantai dapat dilakukan melalui:
dari laut, dengan tetap memperhatikan aspek a) penelitian lapangan (survei) untuk mengetahui pa-
ekologi, kultur, sejarah, estetika dan kebutuhan rameter lingkungan fisik dan data historis, b) penelitian
manusia akan rasa aman serta kesejahteraan dengan model matematika, dan c) penelitian dengan
(Jansen, 1990). model fisik (skala laboratorium) untuk menentukan
Secara filosofis, penanganan daerah pantai dapat perencanaan yang secara teknis, ekonomis dan
ditempuh melalui beberapa alternatif berikut: lingkungan layak dan secara estetika dan sosial budaya
1. Pola protektif, yaitu dengan membuat bangunan dapat diterima oleh masyarakat.
pantai yang secara langsung “menahan proses alam
yang terjadi”. Cara ini yang paling banyak
dikembangkan di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA
2. Pola adaptif, yakni berusaha menyesuaikan Bijker, 1968, Llittoral Drift as Function of Waves and Current,
pengelolaan pantai dengan perubahan alam yang Proceedings of 11th Conference on Coastal Engineer-
ing, American Society of Civil Engineers, pp. 415-435.
terjadi. Saat ini mulai banyak dikembangkan
pendekatan “mega scale”, di mana pengelolaan Bijker, 1971, Longshore Transport Computations, Proceed-
ings of 12th Conference on Coastal Engineering, Ameri-
pantai direncanakan berdasar pola morfodinamika
can Society of Civil Engineers, pp. 415-434.
spesifik di pantai yang dikembangkan.
3. Pola mundur (retreat) atau do-nothing, dengan tidak Syamsudin & Kardana, 1997, Rehabilitasi Pantai/Zona
Pesisir, P3P Dept. PU
melawan proses dinamika alami yang terjadi tetapi
“mengalah” pada proses alam dan menyesuaikan Subandono D. et al., 2001, Erosi Pantai dan Klasifikasinya,
Kasus di Indonesia, Prosiding Konferebsi Esdal 2001,
peruntukan sesuai dengan kondisi perubahan alam BPPT
yang terjadi.
Hunter, M, 1992, Coastal Groins and Breakwaters, US Army
Di Indonesia, kedua pola terahir di atas saat ini
- CE, Washington
belum banyak dipandang sebagai alternatif penyelesaian
112
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
113
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
114
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
115
Erosi Pantai (Coastal Erosion)
116
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
117
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
118
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
dan seimbang/adil daripada pendekatan secara pengelolaan, dan kepentingan sektoral dan masyarakat
terpusat. umum dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu
Dalam mencapai tujuan ini diperlukan upaya- rencana terpadu untuk perlindungan dan pengembangan
upaya langsung untuk mencapai: (1) peningkatan sumberdaya dan ekosistem Pesisir” (GESAMP -
partisipasi pihak-pihak terkait dalam proses-proses Group of Expert on scientific Aspect of Marine Pro-
perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir; tection, 1996).
(2) memperbaiki pelaksanaan dan pengembangan Tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah Pesisir
kebijakan lokal, dan; (3) memperkuat kapasitas terpadu menurut GESAMP adalah untuk
lembaga lokal. memperbaiki kualitas hidup masyarakat yang
Berdasarkan pengalaman yang diperoleh tergantung pada sumberdaya wilayah pesisir dan
dalam tahun-tahun pertama kegiatan proyek, pro- pada saat yang bersamaan menjamin keanekara-
gram lapangan Sulawesi Utara kemudian gaman biologis dan produktivitas ekosistem wilayah
memfokuskan programnya pada tiga pendekatan pesisir. Dengan demikian maka tujuan pengelolaan
spesifik pengelolaan berbasis-masyarakat yakni: sumberdaya wilayah pesisir memiliki beberapa aspek
• Daerah perlindungan laut berbasis-masyarakat yang mencakup aspek pengelolaan (pembangunan
tingkat-desa masyarakat), aspek konservasi (perlindungan dari
• Rencana pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir kerusakan) dan aspek biodiversity (menjamin
terpadu berbasis-masyarakat tingkat-desa keanekaragaman bilogis) ekosistem wilayah pesisir.
• Aturan-aturan pemanfaatan sumberdaya wilayah Yang dimaksud dengan pesisir adalah: suatu
pesisir berbasis-masyarakat tingkat-desa tempat dimana terjadi pertemuan antara daratan dan
Hasil yang ingin dicapai dari berbagai lautan yang mencakup lingkungan disepanjang garis
pendekatan ini adalah antara lain: pantai dan air.
• Menguatnya kapasitas lembaga dan perorangan
setempat dalam pengelolaan sumberdaya wilayah Ciri-ciri Wilayah Pesisir meliputi antara lain:
pesisir secara terpadu • Wilayah yang sangat dinamis dengan perubahan-
• Membaiknya perencanaan dan kebijakan perubahan biologis, kimiawi dan geologis yang
pengelolaan sumberdaya pesisir di tingkat lokal sangat cepat.
• Semakin besarnya partisipasi stakeholder dalam • Tempat dimana terdapat ekosistem yang
keputusan perencanaan, pelaksanaan dan produktif dan beragam dan merupakan tempat
pengawasan sumberdaya pesisir bertelur, tempat asuhan dan berlindung berbagai
• Stabil dan membaiknya kondisi habitat dan jenis spesies
sumberdaya pesisir • Ekosistemnya yang terdiri dari terumbu karang, hutan
• Lestari dan seimbangnya kesempatan- bakau, pantai dan pasir, muara sungai, lamun dsb
kesempatan ekonomis bagi masyarakat setempat yang merupakan pelindung alam yang penting dari
yang tergantung kehidupannya pada sumberdaya erosi, banjir dan badai serta dapat berperan dalam
pesisir dan kualitas lingkungan yang baik di mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut
wilayah pesisir. • Sebagai tempat tinggal manusia, untuk sarana
transportasi, dan tempat berlibur atau rekreasi
B. Pengelolaan Secara Terpadu Sumberdaya wilayah pesisir mempunyai nilai
Untuk mencapai tujuan di atas maka Proyek dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
Pesisir, belajar dari pengalaman dunia mengadopsi manusia antara lain karena:
pendekatan siklus kebijakan pengeleloaan •Wilayah pesisir adalah tempat yang paling kaya
sumberdaya wilayah Pesisir terpadu (ICM policy secara ekonomis dan ekologis
cycle) kedalam program pengelolaan berbasis • Tempat berbagai fasilitas seperti pelabuhan dan
masyarakat (Gambar 2). industri berada
Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir • Sumber mineral dan pertambangan: minyak, gas,
Terpadu (PSWPT) didefinisikan sebagai “Proses emas, pasir, bahan galian dsb.
dinamis dan berkelanjutan yang menyatukan • Sumber energi
pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan • Tempat yang sangat disenangi untuk kegiatan
119
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
120
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
dan kelompok-kelompok masyarakat harus dilihat • Kemampuan pengelolaan sendiri oleh masyarakat
sebagai partner yang seimbang (equal) dalam sebagai penanggung jawab utama dalam
pengambilan keputusan melalui lingkup pelaksanaan, pemantauan dan penegakan aturan
pengelolaan bersama (co-management). • Menuntut rasa memiliki masyarakat yang tinggi
Semakin tinggi tingkat keterlibatan (partisipasi) terhadap sumberdaya yang memungkinkan
masyarakat semakin tinggi tingkat keberhasilan mereka mengambil tanggung jawab dalam
program. pengelolaan jangka panjang
• Program harus dibangun dan didasarkan pada • Memberi kesempatan setiap anggota masyarakat
kapasitas lokal atau kapasitas masyarakat dan mengemukakan strategi sesuai keinginan dan
pemerintah setempat untuk melakukan kondisi mereka
pengelolaan secara berkelanjutan • Menuntut fleksibilitas agar dapat dengan mudah
• Program harus berupaya untuk membangun disesuaikan dan diubah berdasarkan perubahan
mekanisme pendanaan secara swadaya (self-re- kondisi dan kebutuhan masyarakat
liant financing mechanism) untuk pelaksanaan • Membutuhkan pemanfaatan secara optimal
secara berkelanjutan pengetahuan dan keahlian lokal/tradisional dalam
• Program harus menjawab isu-isu kualitas hidup pengembangan strategi
atau kesejahteraan masyarakat lokal dan isu • Menuntut kemitraan (partnership) yang dinamis
konservasi (perlindungan sumberdaya). dengan berbagai pihak dalam masyarakat dan
pemerintah memiliki peran yang jelas
C. Pengelolaan Berbasis Masyarakat • Membutuhkan kebijakan yang memungkinkan
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah bagi PSWP-BM dan dukungan dana maupun
Pesisir-Berbasis Masyarakat (PSWP-BM) belum bantuan teknis dari pemerintah setempat
banyak ditemukan contohnya di Indonesia. PSWP-BM bukanlah merupakan satu-satunya
Keuntungan sistem pengelolaan sumberdaya pendekatan dalam pengelolaan dan mungkin tidak
berbasis masyarakat sudah banyak dikenal dalam akan cocok atau sesuai dilaksanakan pada setiap
kegiatan irigasi, hutan masyarakat dan pertanian. masyarakat pesisir. Diperlukan upaya hati-hati
Upaya pengelolaan berbasis masyarakat di sektor dalam penerapan PSWP-BM terutama dalam
perikanan dan kelautan umumnya masih dalam tahap masyarakat yang kapasitasnya belum memadai untuk
pengembangan. Hal ini barangkali disebabkan oleh itu. Kalau hendak dijalankan diperlukan investasi
rumitnya sistem sumberdaya pesisir dan laut serta bagi pengembangan kapasitas masyarakat sehingga
struktur sosial budaya masyarakat nelayan/pesisir. tahap-tahap awal dalam program PSWP-BM akan
PSWP-BM bertujuan untuk lebih aktifnya banyak memfokuskan kegiatan pada pengembangan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan kapasitas dan penguatan kelembagaan dan
pelaksanaan pengelolaan sumberdaya. PSWP-BM perorangan dalam pengelolaan kepada masyarakat
dimulai dari suatu pemahaman bahwa masyarakat dan lembaga setempat.
memiliki kapasitas dalam memperbaiki kulaitas hidup Kriteria Pengelolaan Berbasis Masyarakat :
mereka sendiri dan mampu mengelola sumberdaya • Persiapan, perencanaan dan monitoring oleh
mereka dengan baik, yang dibutuhkan tinggal masyarakat sendiri
dukungan untuk mengatur dan mendidik masyarakat • Komitmen dan rasa memiliki yang tinggi dari
untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia penduduk
secara berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan- • Penentuan isu dan prioritas oleh masyarakat
kebutuhan mereka. Keuntungan potensial utama dari • Manfaat/keuntungan bagi mayoritas masyarakat
PSWP-BM adalah keadilan dan efektivitas • Mulai dari apa yang masyarakat miliki
sustainability (kesinambungan). Kelemahannya (pengetahuan, sumberdaya, lembaga, pemimpin)
adalah terletak pada proses dan upaya pelibatan diri • Keputusan diambil bersama
masyarakat yang membutuhkan waktu yang cukup • Perlunya konsultasi formal dan informal
lama karena sifat dasarnya yang antara lain : • Informasi seimbang
• Menuntut partisipasi aktif dan komitmen dalam • Terbuka
perencanaan dan pelaksanaan
121
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
122
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
123
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Orientasi dan penyiapan masyarakat lewat PLH, oleh studi teknis dan survey oleh tenaga teknis dan
pelatihan, studi banding dan keterlibatan dalam semi- penyuluh lapangan diverifikasi, dikumpulkan dan
nar, konferensi dan pertemuan-pertemuan ini diprioritaskan oleh masyarakat yang produk
bertujuan juga untuk meningkatkan kapasitas dan akhirnya didokumentasi dalam bentuk Profil
pemahaman masyarakat desa dan pemerintah desa Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa (Kasmidi et.al.,
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. 1999; Tangkilisan et.al., 1999). Profil ini dipakai
Pengumpulan data dasar : Data dasar sebagai dasar bagi masyarakat desa menyusun
mengenai kondisi sosial ekonomi dan lingkungan rencana pembangunan dan pengelolaan terpadu
diperlukan untuk menentukan atau menilai berbasis-masyarakat di masing-masing lokasi/desa.
pencapaian hasil dari adanya intervensi proyek.
Dalam rangka kesepakatan dan mencoba model dan Persiapan Perencanaan
cara yang baik di lokasi percontohan, survey dan Pilihan yang dikembangkan adalah kombinasi
analisa secara mendalam yang memadukan teknik dari masukan dan usulan teknis dari staf teknis yang
empiris dan sistematis dengan tekhik partisipatif perlu dipadukan dengan rekomendasi dan ide/pikiran dari
dilaksanakan. Hal yang sama harus juga dilakukan masyarakat sendiri. Harus ada komitmen dan
di desa kontrol untuk membandingkannya dengan kesepakatan dari sebagian besar masyarakat
desa percontohan dimana intervensi proyek sebelum kegiatan dan strategi ditetapkan untuk
dilakukan. Data dasar yang dikumpulkan antara lain dilaksanakan. Untuk memulai rencana pengelolaan
data sosial, ekonomi, lingkungan, dan sejarah. Selain diperlukan kelompok inti yang merupakan
data dasar dilakukan juga studi teknis seperti potensi perwakilan masyarakat yang akan merumuskan
sumberdaya (mangrove, hutan dan hidupan liar, rencana pengelolaan tersebut. Sebelum kelompok
mariculture) serta strategi Pendidikan Lingkungan inti ini bekerja mereka dibekali terlebih dahulu dengan
Hidup di masyarakat. pelatihan penyusunan rencana pengelolaan dan
Identifikasi, prioritas dan penetapan isu: mencoba membuat draft rencana pengelolaan yang
Identifikasi isu dilaksanakan berdasarkan penilaian akan menjadi pemicu dan dasar diskusi konsultasi
dari tenaga teknis ahli/pakar berdasarkan survey/ dengan masyarakat dan pemerintah desa. Hasil dari
studi lingkungan dan sosial ekonomi di atas, juga draft rencana pengelolaan ini kemudian
oleh masyarakat lewat pertemuan-pertemuan for- disosialisasikan kepada masyarakat lewat pertemuan
mal dan informal, diskusi mendalam dengan dan konsulatasi baik secara formal dan informal
informan-informan kunci, diskusi dengan masyarakat untuk mendapatkan masukan, tambahan dan koreksi
umum dari berbagai tingkatan dan kelompok- dari masyarakat, pemimpin formal dan informal,
kelom pok stakeholder, serta observasi langsung dari pemerintah desa dan stakeholder yang ada di desa.
pendamping masyarakat dan asisten penyuluh Pelaksanaan awal untuk mencoba prosedur dan
lapangan. Perkiraan empiris mengenai beratnya isu struktur pengelolaan, dan membangun dukungan bagi
dibuat oleh tim teknis. Persepsi mengenai berat rencana jangka panjang dan rencana yang
tidaknya isu dan prioritas kegiatan yang perlu menyeluruh dikembangkan dan diusulkan oleh
dilakukan ditentukan oleh masyarakat lewat masyarakat dengan atau tanpa dukungan proyek
pertemuan-pertemuan formal maupun informal, seperti: penanaman bakau, pembuatan MCK,
diskusi maupun workshop. Monitoring partisipatif pengadaan air bersih, dan pembuatan tanggul; atau
dimulai oleh dan bersama masyarakat tergantung diusulkan oleh tim proyek dan dilaksanakan setelah
pada isu (misalnya monitoring dan pemetaan terumbu mendapat persetujuan masyarakat seperti:
karang, monitoring pantai akibat erosi pantai). Studi pembersihan Bintang Laut Berduri (Crown of
teknis mengenai isu-isu spesifik dapat dilakukan oleh Thorns -CoTs), pembuatan daerah perlindungan laut,
konsultan luar jika diperlukan informasi tambahan dan pembuatan pusat informasi.
yang lebih detail diperlukan bagi penentuan rencana
pengelolaan dan pengambilan keputusan. Namun Persetujuan Perencanaan dan Pendanaan
demikian hasil dari studi teknis dan rekomendasinya Persetujuan dan Adopsi : Masyarakat
harus di sampaikan kepada masyarakat. Isu-isu yang menentukan prioritas isu dan tujuan bagi pengelolan
diidentifikasi baik oleh masyarakat yang didukung dan kegiatan. Penyuluh lapangan dapat
124
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
menambahkan/ memberikan masukan, rekomendasi yang terjadi di desa. Penyesuaian ini harus dilakukan
dan tambahan ide tetapi keputusan dan pilihan adalah secara terbuka dan atas persetujuan masyarakat dan
hak dan tanggungjawab masyarakat. Proses kelompok pengelola bersama-sama dengan
penetapan dan kesepakatan diupayakan setelah ada pemerintah desa. Penyusunan rencana kegiatan
konsensus dan dukungan dari mayoritas masyarakat. tahunan dilaksanakan secara terbuka, disepakati
Proses pengambilan keputusan harus transparan dan oleh masyarakat dan Pemerintah Desa dan
adil agar supaya dipahami oleh semua pihak bahwa dipresentasikan kepada pemerintah di tingkat
proses penentuan/pengambilan keputusan diketahui Kabupaten untuk diketahui dan didukung.
dan didukung oleh mayoritas masyarakat dan stake- Pelaksanaan rencana kerja tahunan dilaksanakan
holder. Rencana pengelolaan dan aturan lokal harus oleh masyarakat melalui kelompok/badan yang ada
disepakati secara formal oleh unsur pemerintah dan di desa yang bertugas/ditugaskan untuk itu.
kepala desa. Aturan formal tersebut adalah dalam
bentuk Peraturan Desa yang ditandatangani oleh Monitoring dan evaluasi: Monitoring dan
Kepala Desa dan diketahui oleh BPD atau wakil evaluasi dari pelaksanaan rencana pengelolaan ini
masyarakat melalui rapat musyawarah desa. Oleh dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah desa
pemerintah setempat bersama-sama dengan anggota untuk menilai kegiatan dan hasil capaian dari setiap
KTF kemudian memutuskan untuk mengadopsi kegiatan. Proses dan pelaksanaan monitoring dan
Rencana Pengelolaan tersebut juga sebagai rencana evaluasi ini telah diintegrasikan dalam dokumen
pembangunan desa. rencana pembangunan dan pengelolaan. Review
Pendanaan: Untuk mebiayai kegiatan- tahunan dilaksanakan oleh masyarakat dengan atau
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rencana tanpa bantuan atau dukungan pemerintah setempat,
pengelolaan, idealnya dimana kegiatan tersebut dan dilaksanakan sebelum siklus pendanaan tahun
membutuhkan bantuan dana, maka usulan dananya anggaran berikutnya dimulai sebagai masukan bagi
akan diintegrasikan dalam proses DIP/DUP yang rencana kegiatan tahunan berikutnya. Pelaporan
diawali dengan rapat Musyawarah Pembangunan terhadap pelaksanaan dan penggunaan keuangan
(Musbang) di desa dan Rapat Koordinasi dilaporkan secara terbuka kepada masyarakat
Pembangunnan (Rakorbang) di kecamatan sampai dengan membuat laporan formal yang di umumkan
kabupaten yang kemudian dianggarkan dalam dalam pertemuan-pertemuan formal dan informal
APBN/APBD. Sedangkan kegiatan yang tidak serta di papan-papan informasi desa. Pemerintah
membutuhkan biaya yang besar dapat dilakukan Desa dan BPD atau lembaga lain di desa bertanggung
secara swadaya masyarakat, lewat upaya yang sah jawab mengevaluasi dan mengaudit program dan
dari masyarakat maupun lewat pendapatan asli desa. penggunaan dana. Hasil evaluasi ini juga harus
Kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak dapat dibiayai disampaikan kepada masyarakat. Jika dalam
oleh desa dan belum masuk dalam APBN/APBD pelaksanaan terdapat temuan-temuan yang tidak
dapat diusahakan oleh badan/kelompok pengelola sesuai dengan rencana kerja atau terdapat
lewat bantuan lain dari lembaga/donatur di dalam penyimpangan penggunaan keuangan maka BPD
dan di luar desa/daerah. dan Hukum Tua (Kepala Desa) harus menetapkan
solusi untuk pemecahan masalah tersebut.
Pelaksanaan dan Penyesuaian
Pelaksanaan : Pelaksanaan kegiatan sedapat Isi Rencana Pengelolaan Berbasis
mungkin dilaksanakan oleh masyarakat yang Masyarakat di Sulawesi Utara
bertindak sebagai pengelola sumberdaya utama. Mengikuti proses dan langkah-langkah di atas
Pendanaan dan bantuan teknis dapat diberikan oleh maka masyarakat dan pemerintah desa di tiga lokasi
proyek maupun pemerintah kabupaten/propinsi jika (empat desa) Proyek Pesisir telah berhasil secara
diperlukan. Apabila ada kegiatan tertentu yang tidak partisipatif, terbuka, transparan dan didukung
dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat sepenuhnya oleh pemerintah daerah (Kabupaten dan
misalnya: pengaspalan jalan dan pembuatan sarana Propinsi), membuat dan menetapkan Rencana
air bersih. Kegiatan dalam rencana pengelolaan Pembangunan dan Pengelolaan tingkat desa.
dapat disesuaikan sesuai kebutuhan dan perubahan Struktur dokumen Rencana Pembangunan dan
125
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Pengelolaan ini terdiri dari: rencana pengelolaan ini. Bantuan teknis berupa
• Keputusan Desa mengenai Kesepakatan dan pendampingan dan pedoman dalam membuat
Pelaksanaan Rencana Pengelolaan rencana aksi tahunan, pelaksanaan dan monitoring
• Gambaran Umum dan Latar Belakang Desa akan dikembangkan oleh masyarakat bersama-sama
• Proses Perencanaan dan Tujuan dari Rencana pendamping masyarakat Proyek Pesisir. Untuk
Pengelolaan mendorong masyarakat dan pemerintah memulai
• Visi Masyarakat Desa pelaksanaan, Proyek Pesisir telah memberikan
• Pengelolaan Isu-isu (berisi gambaran mengenai bantuan financial (grant) pada setiap desa dan dana
isu, tujuan, strategi, kegiatan dan hasil yang pendamping juga diperoleh dan di ditunjang oleh
diharapkan) dana dari masyarakat dan dari pemerintah daerah
• Struktur Kelembagaan baik dari BAPPEDA maupun dari dinas/instansi
• Monitoring dan Evaluasi terkait lainnya lewat dana APBD/APBN, termasuk
Instansi pemerintah daerah yang tergabung bantuan teknis dan dukungan kebijakan dari
dalam Kabupaten Task Force memandang bahwa Pemerintah Daerah
rencana pengelolaan desa ini dapat dipakai sebagai
proses percobaan perencanaan bottom-up dalam Peran Pendamping Masyarakat, Tim Teknis
jiwa UU no 22 yang baru yang apabila berhasil dapat dan Pemerintah Daerah
diterapkan dalam program pembangunan secara Satu hal yang kami percaya sangat penting
umum di Sulawesi Utara. Ada keinginan yang kuat dalam membantu mitra kerja baik di tingkat lokal
dari lembaga-lembaga ini untuk mencoba dan maupun Kabupaten/Propinsi untuk mencapai hasil
mengadopsi pendekatan pengelolaan ini secara yang diharapkan adalah mendorong partisipasi yang
adaptive yaitu bahwa berbagai perubahan dalam tinggi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan.
prosedur dan struktur pelaksanaan mungkin Pendamping masyarakat bertindak sebagai
diperlukan dalam rencana pengelolaan ini. Terdapat katalisator dan koordinator kegiatan-kegiatan dan
pula kemauan dan antusias yang kuat untuk perencanaan berbasis-masyarakat yang di dukung
menjadikan pelaksanan dari rencana pengelolaan ini oleh kantor Proyek Pesisir Manado, konsultan lokal,
dapat berhasil sehingga dapat dijadikan contoh untuk LSM dan lembaga-lembaga pemerintah setempat.
diterapkan di desa-desa lain di Sulawesi Utara. Pendamping masyarakat selain bertugas sebagai
Berdasarkan rencana pengelolaan ini maka di koordinator dan fasilitator kegiatan di atas, juga
buat rencana aksi tahunan oleh badan pengelola bersama-sama masyarakat mengadakan pertemuan-
dimana penentuan prioritas kegiatan dan rencananya pertemuan formal dan informal di desa untuk
ditetapkan dan disetujui oleh masyarakat desa secara mengadakan penilaian secara partisipatif
transparan dan terbuka yang dikoordinasi oleh menyangkut sejarah, kondisi dan isu-isu pengelolaan
badan pengelola, sedangkan petunjuk, kebijakan sumberdaya di desa serta berusaha mencari solusi
dan bantuan teknis serta dananya diperoleh dari dan kesepakatan pengelolaan yang tepat.
pemerintah daerah (dinas dan instansi yang Pendamping masyarakat dari Proyek Pesisir
berkepentingan), APBD/APBN langsung, LSM, hidup dan bekerja secara tetap dan penuh dengan
perguruan tinggi dan donatur, serta dari pendapatan masyarakat. Mereka berasal dari berbagai latar
dan usaha yang sah dari desa maupun lewat swadaya belakang ilmu, dari ilmu kelautan sampai
masyarakat. pengembangan masyarakat (Pendamping
Di Sulawesi Utara, contoh rencana pengelolaan masyarakat Proyek Pesisir didominasi oleh latar
yang dikembangkan oleh masyarakat sudah belakang sarjana Ilmu Kelautan dan Perikanan).
disepakati oleh masyarakat dan pemerintah di desa Walaupun pendamping masyarakat adalah sarjana
maupun di tingkat kabupaten dan propinsi beserta (S1) namun masih diperlukan investasi demi
lembaga-lembaga terkait yang ada di daerah. Tahap mengembangkan kapasitas mereka untuk secara
pelaksanaan Rencana Pengelolaan ini sudah dimulai efektif berinteraksi dengan masyarakat maupun
dalam Tahun Anggaran 2000. Proyek Pesisir dalam memahami isu pengelolaan sumberdaya pesisir
membimbing masyarakat, pemerintah desa dan setempat. Untuk menjamin proses koordinasi dan
Badan Pengelola yang dibentuk untuk melaksanakan pelaporan yang cukup, penyuluh lapangan sebulan
126
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
sekali mengadakan pelaporan dan pertemuan di perubahan garis pantai, erosi dan pekerjaan umum;
kantor Proyek Pesisir (Manado). • Konsultan di bidang perikanan (budidaya laut dan
Pendamping masyarakat tidak tinggal secara ikan) yang memberikan masukan bagi kegiatan-
permanen di desa sampai proyek selesai. Setelah kegiatan dibidang budidaya laut dan mata
rencana pengelolaan dan/atau aturan dikembangkan, pencaharian tambahan dibidang perikanan; serta
disepakati dan pelaksanaan dimulai, dan masyarakat • Konsultan agroforestry yang membantu dalam
sudah memiliki kapasitas yang cukup dan terlatih upaya perlindungan dan konservasi hutan,
untuk melakukan sendiri rencana pengelolaan mereka perlindungan sumber air dan aktivitas pertanian.
dan aturan-aturan mereka, pendamping masyarakat Selain membantu tim/staff Proyek Pesisir, tim
ditarik dari lokasi/ desa/masyarakat. Mereka teknis juga melakukan pelatihan, penyuluhan, dan
kemudian memulai kegiatan perencanaan dan memberikan masukan teknis langsung kepada
pengembangan (outreach) di desa-desa lain atau masyarakat.
sekitar lokasi desa mereka. Lama waktu Pemerintah setempat (khususnya di tingkat
penempatan pendamping masyarakat di lokasi/desa/ desa tetapi juga kadangkala di tingkat yang lebih
masyarakat berkisar antara satu sampai tiga tahun tinggi) harus dipandang sebagai stakeholder dalam
yang diikuti oleh kunjungan-kunjungan singkat (part proses perencanaan, dan karena itu perlu dilibatkan
time) minimal dalam jangka waktu satu tahun setelah sejak awal proses - karena proses partisipasi juga
mereka ditarik secara tetap dari lokasi. Untuk mengharuskan keterlibatkan semua stakeholder
meneruskan kegiatan pendamping masyarakat ini sejak awal proses. Dimasa lampau banyak proyek
assiten pendamping masyarakat (anggota berbasis masyarakat yang gagal melibatkan
masyarakat) yang sudah bekerja sama dan dilatih pemerintah setempat sejak awal proses sehingga
oleh pendamping masyarakat dan proyek walupun mayoritas masyarakat sudah siap dalam
melanjutkan kegiatan di lokasi sebagai motivator dan proses perencanaan namun tidak didukung oleh
katalisator. pemerintah setempat. Dilain pihak banyak kegiatan
Untuk memberikan bantuan teknis kepada perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh
pendamping masyarakat, staff Proyek Pesisir dan pemerintah yang tidak melibatkan masyarakat sejak
masyarakat maka dibutuhkan tenaga-tenaga teknis awal proses mengalami kegagalan karena tidak
(tim teknis) yang mempunyai keahlian dan melibatkan masyarakat sejak awal proses
pengetahuan spesifik yang berhubungan dengan perencanaan.
pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu. Tim teknis Peran pemerintah daerah (Propinsi,
(konsultan) Proyek Pesisir seperti antara lain: Kabupaten, Kecamatan dan Desa) sangat penting
• Penasihat lokal (local advisor) yang membantu bagi upaya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
proyek pesisir sebagai katalisator dengan di daerah terutama dalam upaya desentralisasi
pemerintah setempat, universitas dan lembaga (otonomi) pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
swasta di daerah serta memberikan masukan Peran, teterlibatan dan dukungan dari pemerintah
teknis terhadap kegiatan/kebijakan pemerintah setempat mulai dari tahap intervensi proyek,
dan proyek dalam mengembangkan program; penentuan lokasi kegiatan (sebagai lokasi pilot),
• Konsultan hukum (legal specialist) yang kebijakan pengelolaan di daerah, keterlibatan
membantu proyek dan masyarakat yang langsung dan dukungan pada program yang
berhubungan dengan pengembangan kebijakan dikembangkan oleh proyek maupun keterlibatan dan
dan peraturan daerah dalam pengelolaan wilayah dukungan kepada masyarakat di desa terhadap
pesisir serta membantu masyarakat desa dan upaya yang dilaksanakan oleh masyarakat sangat
pendamping masyarakat dalam merumuskan menentukan keberhasilan program di lapangan.
aturan lokal (ordinances) pengelolaan pesisir Selain keterlibatan dan dukungan, pemerintah daerah
seperti Keputusan Desa untuk Daerah setempat juga berperan dalam memberikan bantuan
Perlindungan Laut dan Rencana Pembangunan teknis maupun pendanaan (dana pendamping) bagi
dan Pengelolaan Desa; kegiatan dan program yang diusulkan serta
• Ahli perencanaan pesisir (coastal planner) yang disepakati oleh masyarakat. Bantuan teknis dan
mempunyai keahlian di bidang teknik seperti dana seperti ini dilihat oleh masyarakat dan
127
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
pemerintah di desa sebagai keseriusan dari dalam melindungi dan memanfaatkan sumberdaya
pemerintah daerah (Kabupaten dan Propinsi) dalam secara berkelanjutan sudah mulai nampak
mendukung program di lapangan. Peran utama (misalnya menurunnya penggunaan bahan peledak
pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya dan racun, penambangan karang, perlindungan
wilayah pesisir adalah dalam menyetujui rencana terumbu karang, dan penanaman kembali hutan
pembangunan dan pengelolaan serta keputusan desa, mangrove)
mengadopsi rencana pembangunan dan pengelolaan • Menguatnya kapasitas mansyarakat dan lembaga
desa serta replikasi contoh/model yang di tingkat desa dalam pengelolaan sumberdaya
dikembangkan di desa-desa contoh (field sites) ke • Dukungan pemerintah terhadap upaya
desa, kecamatan dan kabupaten lain di Sulawersi perencanaan dan pengelolaan berbasis
Utara. Dalam mengoptimalkan dan memadukan masyarakat dan bottom-up mulai dari desa,
peran pemerintah daerah maka dibentuk Provin- kabupaten dan propinsi
cial Working Group (Tim Kerja Propinsi) yang Di setiap desa lapangan Proyek Pesisir, contoh
terdiri dari instansi terkait di tingkat propinsi yang spesifik hasil nyata di lapangan seperti terlihat dalam
kemudian menjadi Provincial Advisory Commit- Tabel 4.
tee (Tim Penasihat Propinsi) dan Komite Pengelolaan Hasil dan kemajuan nyata diatas sudah
Sumberdaya wilayah Pesisir Terpadu. Tim yang nampak dan diperoleh walaupun rencana
sama juga di bentuk di tingkat kabupaten yang diberi pengelolaan baru dilaksanakan dan dievaluasi. Masih
nama Kabupaten Task Force yang juga banyak upaya yang perlu dilakukan dalam
beranggotakan dinas dan instansi terkait di kabupaten memperkuat kapasitas masyarakat dan lembaga di
serta unsur dari universitas dan LSM. Perbedaan desa dalam melaksanakan program yang sudah
fokus peran antara Tim Penasehat Propinsi dan ditetapkan. Mekanisme pengelolaan oleh masyarakat
Kabupaten Task Force terletak pada fungsi dan koordinasi antar lembaga dalam pelaksanaan
koordinasinya yakni di tingkat propinsi tim/komite di lapang masih akan dicoba sejalan dengan
berperan terutama untuk fungsi memberikan nasihat pelaksanaan rencana pengelolaan desa ini. Diakui
dan kebijakan propinsi sedangkan untuk Task Force bahwa keberlanjutan pendekatan pengelolaan
menekankan pada koordinasi kegiatan pelaksanaan berbasis-masyarakat sebagaimana dihasilkan dan
di lapangan. dicoba di Sulawesi Utara ini belum pasti karenanya
dibutuhkan beberapa tahun lagi sebelum kita yakin
Pembelajaran dalam Program PSWP-BM di bahwa model/contoh yang dikembangkan di
Kab. Minahasa, Sulawesi Utara Sulawesi Utara ini sesuai untuk diterapkan di Indo-
Kegiatan-kegiatan proyek dilapang telah nesia secara umum dan di Sulawesi Utara secara
mendapatkan sejumlah besar produk (seperti khusus.
laporan-laporan teknis, dokumen profil dan rencana Kemajuan dan hasil nyata juga telah diperoleh
pengelolaan, masyarakat dan staff pemerintah di tingkat propinsi dan kabupaten dalam
setempat yang telah dilatih, dst) dan yang lebih penting melembagakan contoh pendekatan yang dilakukan
adalah hasil (outcome) yang diperoleh dari kegiatan- oleh Proyek Pesisir dalam pengelolaan sumberdaya
kegiatan. Hasil-hasil antara yang penting yang wilayah pesisir-berbasis masyarakat ini kedalam
diperoleh dan nyata disemua desa proyek termasuk program pemerintah setempat. Hasil spesifik yang
antara lain: diperoleh antara lain:
• Peningkatan kesadaran dan pemahaman mengenai • Meningkatnya dukungan di antara lembaga-
isu-isu pengelolaan pesisir dari masyarakat. lembaga utama di tingkat Propinsi dan Kabupaten
• Konsensus dan dukungan dari anggota (khususnya Bappeda dan Dinas Perikanan dan
masyarakat dan pemimpin mengenai isu-isu Kelautan) bagi program pengelolaan sumberdaya
prioritas yang perlu segera dilaksanakan termasuk wilayah pesisir berbasis masyarakat yang
tujuan dan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dikembangkan oleh Proyek Pesisir khususnya
untuk menjawab permasalahan dan DPL untuk disebarluaskan dan diterapkan di
mengembangkan potensi dan peluang. desa-desa lain.
• Perubahan perilaku menyangkut masyarakat • Pengakuan bahwa pendekatan pengelolaan
128
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
Tabel 4. Contoh-contoh hasil nyata di tiap desa Proyek Pesisir di Sulawesi Utara
berbasis-masyarakat yang dikembangkan oleh donor lainnya seperti JICA dan masyarakat
Proyek Pesisir sebagai uji coba dan punya potensi sekitar.
yang baik untuk dipakai sebagai model/contoh • Sementara diagendakan oleh DPRD untuk
program desentralisasi sesuai UU No 22 tahun menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten
1999 mengenai otonomi daerah dan karena itu Minahasa mengenai PSWPT-BM
keinginan untuk secara adaptive mencoba Sebelum Proyek Pesisir ini berakhir, maka
pendekatan baru untuk mengembangkan strategi diharapkan berbagai capaian dan hasil yang dapat
penyebarluasan model secara lebih luas lagi (scal- dilihat, ditinggalkan dan diteruskan oleh masyarakat
ing-up model). adalah antara lain:
• Meningkatnya pemahaman dan diskusi-diskusi • Daerah Perlindungan Laut (Marine Sanctuary)
mengenai proses dan sumberdaya yang di tiap desa Proyek Pesisir dibentuk dan berjalan
dibutuhkan dalam keberhasilan upaya dengan baik.
penyebarluasan model dalam program pemerintah • Rencana Pengelolaan dapat dilaksanakan,
daerah. dievaluasi dan dilembagakan oleh Pemda.
• Kesepakatan bahwa upaya penyebarluasan (scal- • Pusat Informasi Sumberdaya Wilayah Pesisir di
ing-up) dapat dimulai melalui program dan Desa dibangun dan dimanfaatkan.
lembaga yang ada di daerah dan melalui usulan • Ekoturisme berbasis masyarakat di Talise dan
dana APBN/APBD untuk memulai replikasi di Bentenan berkembang.
tingkat Kabupaten (Minahasa) dan Propinsi • Sanitasi lingkungan masyarakat meningkat.
(Sulawesi Utara). Replikasi sementara dilakukan • Banjir dan erosi berkurang.
di Kecamatan Likupang sedangkan contoh • Hutan bakau, terumbu karang dan lamun
PSWP-BM sudah mulai diadopsi oleh lembaga terpelihara dengan baik.
129
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
• Hutan dan satwa langka dilindungi dan lestari melaksanakan rencanan pengelolaan harus
• Agroforestry dan kegiatan pertanian berkembang mendapatkan perhatian serius dan penekanan utama
dengan baik. selama proses persiapan, perencanaan, bahkan
• Sumber mata air terlindungi. harus dilanjutkan sampai pada tahap pelaksanaan.
• Kegiatan penangkapan ikan secara destruktif Tanpa kapasitas yang cukup bagi pengelolaan maka
berkurang dan dilarang. kemungkinan keberhasilan secara berkelanjutan
• Adanya kesepakatan dalam menyelesaikan konflik akan sulit dijamin.
dalam menentukan areal pemanfaatan diantara Program pengelolaan sumberdaya wilayah
pengguna sumberdaya laut di desa (terutama di pesisir-berbasis masyarakat harus dipandang sebagai
Talise dan Bentenan -Tumbak) pendekatan pengelolaan bersama (co-manage-
• Kelompok Pengelola aktif dan berperan dengan ment) atau secara kolaboratif dimana masyarakat
baik. dan pemerintah setempat (di desa, kecamatan dan
• Masyarakat mampu memahami dan menangani ditingkat kabupaten) secara aktif bekerjasama
isu secara mandiri. selama proses perencanaan dan pelaksanaan.
• Kemampuan dalam melakukan evaluasi secara Partisipasi masyarakat akan sangat efektif apabila
partisipatif untuk pelaksanaan Rencana diintegrasikan sejak awal proses perencanaan
Pengelolaan dan kegiatan-kegiatan lainnya. bersamaan dengan keterlibatan aktif dari lembaga
• Aturan-aturan yang sudah dikembangkan permerintah. Karena belum ada pengalaman dan
ditetapkan dilaksanakan (penegakan aturan) tradisi yang cukup panjang menyangkut “bottom-
• Berkembangnya mata pencaharian tambahan yang up planning” dan partisipasi masyarakat yang nyata,
berkelanjutan. penekanan dan perhatian pada pengembangan
kapasitas sangat penting bagi pengelolaan berbasis-
Kesimpulan masyarakat.
Dari pengalaman Proyek Pesisir dalam Dukungan dari pejabat pemerintah ditingkat
memfasilitasi PSDWP-BM maka sejumlah pelajaran kabupaten dan propinsi akan juga mempercepat
dan kesimpulan dapat dirangkum. Dokumentasi kemungkinan keberhasilan program. Demikian juga
pembelajaran dari kegiatan Proyek Pesisir ini sejak di tingkat desa, dukungan yang kuat dari pemimpin
tahun 1999 sudah dilakukan oleh Learning Team setempat pada saat memulai proses perencanaan
Institut Pertanian Bogor dan sudah dipresentasikan akan menjamin bahwa proses perencanaan tersebut
dalam Learning Team Workshop di Bogor dan ditulis berhasil dan mempercepat waktu yang dibutuhkan
dalam beberapa dokumen (Sondita et.al. 1999, dalam mengembangkan rencana pengelolaan. Bila
2000, 2001). Pelajaran dan kesimpulan yang dukungan yang kuat dari masyarakat sudah dibangun
dipaparkan berikut ini sebagiannya mungkin sudah dan rencana pengelolaan sudah ditetapkan maka
dipaparkan dalam dokumen-dokumen tersebut. perubahan dalam kepemimpinan di desa akan
Rasa memiliki masyarakat terhadap rencana memberikan dampak yang kecil atau tidak
pengelolaan merupakan hal yang penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan.
membutuhkan partisipasi nyata dari masyarakat Ketrampilan dan komitmen pendamping
dalam tahap-tahap perencanaan dan pelaksanaan. masyarakat merupakan syarat utama keberhasilan
Masyarakat desa di wilayah pesisir apabila dilatih program, namun demikian masih diperlukan investasi
dan diperkuat kemampuan dan kapasitas mereka bagi pengembangan kapasitas dari pendamping
serta diberi kepercayaan secara partisipatif akan lapangan terutama dalam ketrampilan dan
mampu bertanggungjawab secara baik dalam kemampuannya untuk pengembangan masyarakat,
mengelola sumberdana dan sumberdaya secara baik, menumbuhkan partisipasi masyarakat dan
mampu melakukan pemantauan/monitoring kondisi pengelolaan pesisir terpadu.
sumberdaya pesisir secara tepat serta dapat dirubah Pelaksanaan awal perlu dilakukan untuk
dari pemanfaat murni sumberdaya menjadi pengelola membangun dukungan masyarakat bagi konsep
sumberdaya mereka sendiri. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir - Berbasis
Peningkatan pengembangan kapasitas Masyarakat, menciptakan kepercayaan masyarakat
masyarakat dan kelompok yang bertugas untuk terhadap lembaga yang membantu masyarakat dalam
130
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
proses dan membantu meningkatkan kemampuan Berbasis Masyarakat memerlukan waktu minimal
kapasitas masayarakat dalam perencanaan dan satu tahun. Untuk mendapatkan rencana berbasis
pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis- masyarakat yang efektif memerlukan proses
masyarakat. Pelaksanaan awal juga berperan sebagai partisipatif yang tinggi dan dukungan dari mayoritas
ujicoba pelaksanaan pengelolaan dan proses belajar masyarakat sehingga membutuhkan waktu yang
masyarakat dalam pengelolaan pesisir berbasis lama. Apabila dibentuk kurang dari satu tahun maka
masyarakat. Mengingat tujuan pelaksanaan awal di kemungkinan untuk kelanjutan dan keberhasilan sulit
atas, maka jenis pelaksanaan awal tidak terlalu di capai atau dipertahankan. Pengalaman di berbagai
penting tetapi harus didasarkan pada keinginan negara seperti Filipina, untuk membangun komitmen
masyarakat dan proses dalam menentukan jenis dan kemampuan kapasitas masyarakat dalam
pelaksanaan awal tersebut. Karena itu kegiatan pengelolaan berbasis-masyarakat memerlukan
seperti MCK, pusat informasi, mata pencaharian waktu yang panjang.
tambahan dll. cocok untuk ditetapkan/diterima Perubahan lingkungan dan kondisi sumberdaya
sebagai kegiatan pelaksanaan awal. tidak akan nampak dalam waktu singkat dan
Lembaga yang terlibat memerlukan kerjasama diperlukan beberapa tahun setelah rencana
dan keterlibatan dengan masyarakat sampai tahap pengelolaan tersebut di sepakati dan
pelaksanaan rencana pembangunan dan pengelolaan diimplementasikan sampai perubahan ini mulai
sudah berjalan dengan baik. Lembaga yang terlibat kelihatan. Dampak terhadap masyarakat bahkan
harus tinggal di lokasi sampai masyarakat sudah membutuhkan waktu yang lebih lama daripada
benar-benar siap dan memiliki kapasitas yang cukup perubahan lingkungan. Pada beberapa kasus
untuk secara mandiri mengelola sumberdaya intervensi khusus seperti daerah perlindungan dapat
mereka. Lembaga atau badan pengelola lokal yang menunjukkan hasil yang lebih cepat seperti dalam
dibentuk sudah harus terorganisasi dan berjalan peningkatan dan perubahan terhadap kelimpahan
dengan baik sebelum lembaga yang terlibat ditarik/ ikan, keanekaragaman species dan tutupan karang
keluar dari masyarakat. Penarikan lembaga dari desa - perubahannya dapat diperoleh minimal dalam
harus dilakukan secara perlahan-lahan. waktu satu tahun. Dalam hal produksi perikanan
Metode partisipasi harus menggunakan metode disekitar daerah perlindungan laut, sebagaimana
formal dan informal. Secara formal adalah melalui pengalaman di Filipina dan Pasifik Selatan,
pertemuan masyarakat, diskusi dan presentasi lewat diperlukan waktu antara tiga sampai lima tahun
lembaga formal yang ada di desa termasuk sekolah, setelah daerah perlindungan ditetapkan.
organisasi keagamaan, arisan, dll. Secara informal Untuk mencapai keberhasilan pendekatan
melalui diskusi tatap muka antara individu, dari rumah berbasis-masyarakat hal yang penting adalah
ke rumah, di tepi pantai dan jalan, dan keterlibatan perlunya menempatkan secara tetap tenaga penyuluh
dalam kegiatan sosial dan produktif dalam lapangan yang berpengalaman dan terlatih yang akan
masyarakat seperti dalam pesta kawin, ulang tahun, memotivasi, mengkoordinasi, menfasilitasi dan
kematian, menangkap ikan, panen dll. Metode/ melatih masyarakat dalam kegiatan-kegiatan
pendekatan informal memiliki nilai yang sama dan pengelolaan berbasis-masyarakat di desa.
bahkan lebih penting daripada pendekatan formal Sumberdaya dan perhatian khusus dalam
namun metode informal memerlukan waktu yang membangun kapasitas sumberdaya manusia untuk
panjang tetapi kadangkala lebih efektif daripada program-program berbasis-masyarakat perlu
metode formal. dilakukan sejak dari awal yang di barengi dengan
Setelah rencana pengelolaan disepakati, maka pelatihan jangka pendek yang mampu diterima oleh
untuk menjamin keberlanjutannya dibutuhkan masyarakat desa dapat dilaksanakan jika ada tenaga
jaringan kerjasama dan keterlibatan dengan luar dan penyuluh lapangan yang mencurahkan waktu dan
lokal yang mendukung rencana pengelolaan tanpa tenaganya secara penuh di desa.
memandang apakah lembaga tersebut dari LSM, Dukungan dari pemerintah pusat dan daerah
universitas maupun lembaga pemerintah. dalam mendorong desentralisasi pengelolaan
Proses pembuatan Rencana Pengelolaan dan sumberdaya wilayah pesisir untuk menjamin kualitas
Pembangunan Sumberdaya Wilayah Pesisir - dan kelestarian sumberdaya wilayah pesisir dimana
131
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
banyak penduduk miskin menggantungkan hidupnya Crawford, B.R., P. Kussoy, A Siahainenia and R.B. Pollnac,
sangat diperlukan. Program-program desentralisasi 1999. Socioeconomic Aspects of coastal resources use
in Talise, North Sulawesi. Proyek Pesisir Publication.
dapat lebih efektif/murah biayanya, lebih adil/ University of Rhode Island, Coastal Resources Cen-
seimbang dan lebih lestari/berkesinambungan ter, Narragansett, Rhode Island, USA. pp. 67
dibanding program-program terpusat (centralized).
Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1998a. Metodological ap-
proach of Proyek Pesisir in North Sulawesi. Working
Penghargaan Paper. Coastal Resources Management Project - Indo-
Proyek Pesisir Sulawesi Utara mengucapkan nesia. Coastal Resources Center, University of Rhode
terima kasih kepada panitia Pelatihan Pengelolaan Island and the US Agency for International Develop-
ment. Jakarta.
Sumberdaya Pesisir Terpadu yang telah mengundang
Proyek Pesisir Sulawesi Utara untuk menyampaikan Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1998b. Marine Sanctuary as
presentasi dan makalah dalam pelatihan ini. Terima a Community Based Coastal Resources Management
Model for North Sulawesi and Indonesia. Working
kasih kepada BAPPEDA Propinsi Sulawesi Utara Paper. Coastal Resources Management Project - Indo-
dan Kabupaten Minahasa beserta lembaga terkait nesia. Coastal Resources Center, University of Rhode
dalam Tim Pengarah Propinsi dan Tim Kerja Island and the US Agency for International Develop-
Kabupaten Minahasa yang memberikan bantuan dan ment. Jakarta.
kerjasama yang baik dalam kegiatan Proyek Pesisir Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1999a. Scaling-up Initial
di Sulawesi Utara. Kami berterima kasih kepada Models of Community-Based Marine Sanctuaries into
USAID sebagai penyandang dana kegiatan Proyek a Community Based Coastal Management Program as
a Means of Promoting Marine Conservation in Indo-
Pesisir di Sulawesi Utara. Opini dan pandangan nesia. Working Paper. Coastal Resources Management
yang dikemukakan dalam paper ini adalah opini dan Project - Indonesia. Coastal Resources Center, Uni-
pandangan penulis dan tidak merupakan pandangan versity of Rhode Island and the US Agency for Inter-
dari CRC-URI, USAID, maupun mitra kerja dari national Development. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1999b. Concept for a Decen-
tralized Provincial and/or Kabupaten Coastal Manage-
DAFTAR PUSTAKA ment Program in North Sulawesi. Working Paper.
Coastal Resources Management Project - Indonesia.
Coastal Resources Center, University of Rhode Island
Ablaza-Baluyut, E. 1995. The Philippine fisheries sector
and US Agency for International Development. Jakarta.
program. pp. 156-177. In: Coastal and Marine Envi-
ronmental Management: Proceedings of a Workshop. Ferrer, E. M., L. Polotan-Dela Cruz and M. Agoncillo-
Bangkok, Thailand, 27-29, March, 1995. Asian Devel- Domingo (Eds.). 1996. Seeds of hope: A collection of
opment Bank. pp. 331. case studies on community based coastal resources
management in the Philippines. College of Social Work
Buhat, D. 1994. Community-based coral reef and fisheries
and Community Development, University of the Phil-
management, San Salvador Island, Philippines. pp.
ippines, Diliman, Quezon City, Philippines. pp. 223.
33-49. In: White, A. T., L.Z. Hale, Y Renard and L.
Cortesi. (Eds.) 1994. Collaborative and community- Kasmidi, M., A. Ratu, E. Armada, J. Mintahari, I. Maliasar,
based management of coral reefs: lessons from experi- D. Yanis, F. Lumolos, dan N. Mangampe. 1999. Profil
ence. Kumarian Press, West Hartford, Connecticut, Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa Blongko, Kecamatan
USA. pp. 124. Tenga, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. In press.
Proyek Pesisir. University of Rhode Island, Coastal
Calumpong H. 1993. The Role of Academe in Community
Resources Center, Naragansettt, Rhode Island, USA.
Based Coastal Resource Management: The Case of
APO Island. In: Proceedings of the Seminar Workshop Pollnac, R.B., C. Rotinsulu and A. Soemodinoto. 1997. Rapid
on Community-Based Coastal Resources Manage- Assesment of Coastal Management Issues on the
ment: Our Sea Our Life. Lenore P. C. (eds.). Voluntary Coast of Minahasa. Coastal Resources Management
Services Overseas, New Manila, Quezon City, Project - Indonesia. Coastal Resources Center, Uni-
Philiphines. versity of Rhode Island, and the US Agency for Inter-
national Development, pp. 60.
Crawford, B.R., I. Dutton, C. Rotinsulu, L. Hale. 1998. Com-
munity-Based Coastal Resources Management in In- Polotan-de la Cruz, L. 1993. Our Life Our Sea. Proceedings
donesia: Examples and Initial Lessons from North of the seminar workshop on community-based coastal
Sulawesi. Paper presented at Internaional Tropical resources management. February 7-12, 1993, Silliman
Marine Ecosystem Management Symposium, University, Dumaguete City, Philippines. Voluntary
Townsville, Australia, November 23-26 Services Overseas, Quezon City, Philippines. pp. 95.
132
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
Pomeroy, R.S. 1994. Community management and com- Tulungen, J.J., B.R. Crawford, I. Dutton. 1999 Pengelolaan
mon property of coastal fisheries in Asia and the Pa- Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis-masyarakat di
cific: concepts, methods and experiences. ICLARM Sulawesi Utara sebagai salah satu contoh Otonomi
Conf. Proc. 45. International Center for Living Aquatic Daerah dalam Pembangunan Pesisir. Paper
Resources Management, Metro Manila Philippines. dipresentasikan dalam Seminar Ilmiah hasil-hasil
pp.185. Penelitian Unggulan, Likupang, Sulawesi Utara, 15
Desember 1999
Pomeroy, R.S. and M.B. Carlos. 1997. Community-based
coastal resources management in the Philippines: a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997
review and evaluation of programs and projects, 1984- tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 1997. Kantor
1994. Marine Policy. Vol. 21. No. 5. pp. 445-464. Menteri Negara Lingkungan Hidup/BAPEDAL.
Jakarta.
McManus, J.W., C. vanZwol, L.R. Garces and D.
Sadacharan. Editors. 1998. A framework for future train- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999
ing in marine and coastal protected area management. tentang Pemerintahan Daerah. 1999. Departemen Dalam
Proceeding ICLARM Conference 57. 54p. Negeri. Jakarta.
Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto White A.T. 1989. Two Community-based marine reserves:
dan A. Tahir (editors). 1999, Pelajaran dari pengalaman Lessons Learned for Coastal Management. P. 85-96.
Proyek Pesisir 1997 - 1999. Prosiding Lokakarya Hasil In: Coastal Area Management in Southeast Asia: Poli-
Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir. PKSPL - cies, Management Strategies and Case Studies. Pro-
Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of Rhode ceeding ICLARM Conference 19. T.E Chua and D.
Island Pauly (eds.) 254 p. Ministry of Science and Technol-
ogy and the Environment, Kuala Lumpur; Johor State
Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto
Economic Planning Unit, Johore Baru, Malaysia; and
dan A. Tahir (editors). 2000. Pelajaran dari pengalaman
International Center for Living Aquatic Resources
Proyek Pesisir 1997 - 2000. Prosiding Lokakarya Hasil
Mangement, Manila, Philippines.
Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir. PKSPL -
Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of Rhode White A.T., L. Z. Hale, Y. Renard, L. Cortesi. 1994. Collabo-
Island rative and Community-Based Management of Coral
Reefs: Lesson from Experience. Kumarian Press. West
Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto
Hartford, Con. USA.
dan A. Tahir (editors). Pelajaran dari pengalaman
Proyek Pesisir 1997 - 2001. Prosiding Lokakarya Hasil White A.T, A. Cruz-Trinidad. 1998. The values of Philip-
Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir. PKSPL - pine Coastal Resources: Why Protection and Man-
Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of Rhode agement are Critical. Coastal Resources Management
Island Project, Cebu City, Philippines, 96p.
Tangkilisan, N., V. Semuel, F. Masambe, E. Mungga, I. World Bank. 1999. Voices from the village: a comparative
Makaminang, M. Tahumul dan S. Tompoh. 1999. Profil study of coastal resource management in the Pacific
Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa Talise, Kecamatan Islands. Pacific Islands Discussion Paper Series Num-
Likupang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. In ber 9 (and No. 9A-Summary Report). World Bank, East
press. Proyek Pesisir. University of Rhode Island, Asia and Pacific Region, Papua New Guinea and Pa-
Coastal Resources Center, Naragansettt, Rhode Island, cific Islands Country Management Unit. Washington
USA. D.C. USA.
Tulungen, J.J., P. Kussoy, B.R. Crawford. 1998. Community
Based Coastal Resources Management in Indonesia:
North Sulawesi Early Stage Experiences. Paper pre-
sented at Convention of Integrated Coastal Manage-
ment Practitioners in the Philippines. Davao City. 10 -
12 Nopember.
133
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
134
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
135
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
136
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
137
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
TITAYANTO PIETER
Conservation Partnership, The Nature Conservancy, Indonesia Program Office
tpieter@tnc.org
EVOLUSI : NGO Via ORNOP ke LSM Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang
Konferensi Stockholm 1972 secara eksplisit independen dari pemerintah kendati awalnya
mengidentifikasi tanggung jawab pemerintah dalam memperoleh bantuan dana tidak mengikat dari
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan pemerintah. Para anggota Walhi disyaratkan bukan
(Patterson &Theobald, 1999: 157). Kendati merupakan organisasi pemerintah. Walhi dengan
demikian banyak pihak berpendapat bahwa secara demikian merupakan jejaring pertama organisasi
implisit Konferensi ini merupakan awal pelibatan non-pemerintah (Ornop) yang bergerak di bidang
pihak non-pemerintah, utamanya setelah disadari lingkungan hidup di Indonesia. Walhi ketika itu
bahwa pemerintah tidak mungkin secara efektif diharapkan menjadi mitra dalam perencanaan dan
melakukan seluruh upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan termasuk menjadi pemasok
pengelolaan tersebut (lihat misalnya Khosla, 1997; pendekatan alternatif pada bidang-bidang yang tidak
Parker dan Selman, 1999; Filho, 1999). dapat secara efektif ditangani oleh pemerintah.
Pada akhir dasawarsa 1970an itu pula tumbuh Arti penting keberadaan Ornop ini lebih lanjut
pesat wacana perencanaan pembangunan ekonomi ditegaskan dalam Undang-undang No. 4/1982
maupun pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan
alam. Ini yang kemudian melahirkan dikotomi rentang Hidup. Undang-undang ini secara formal
perencanaan yang menempatkan pemerintah di satu menggunakan istilah Lembaga Swadaya Masyarakat
ujung (formal) dan masyarakat di ujung yang lain (LSM) untuk mendefinisikan “organisasi yang tumbuh
(perencanaan informal atau ketiadaan perencanaan). secara swadaya, atas kehendak dan keinginan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hadir dan sendiri, di tengah masyarakat, dan berminat serta
secara progresif menjembatani dikotomi ini, sehingga bergerak dalam bidang lingkungan hidup” (pasal 1
terbentuklah segitiga Pemerintah - Masyarakat - :12, UU 4/1982). Dalam pengertian organisasi
LSM (lihat misalnya Haeruman, 1992). Tidak jelas termasuk pula kelompok swadaya masyarakat
apakah “segitiga” serupa secara khusus dijumpai (Penjelasan Umum, UU 4/1982) . Undang ini
pula pada pengelolaan wilayah pesisir. menempatkan pemerintah sebagai pemegang kendali
Sejak 1978 saat dibentuknya Kantor Menteri utama, sedangkan LSM berperan sebagai
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan “penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup” (Bab
Hidup (PPLH), Menteri PPLH mendorong V : Kelembagaan, pasal 19, UU 4/1982). LSM
peranserta berbagai kalangan di luar pemerintah secara tidak langsung diberi peran sebagai perantara
dalam upaya penyadaran dan pengelolaan lingkungan antara pemerintah sebagai pengelola dan masyarakat
hidup. Kelompok utama yang didekati termasuk: yang secara implisit memperoleh posisi obyek
pengusaha, ulama, mahasiswa dan pencinta alam kegiatan.
serta kelompok minat atau hobi yang berkaitan Untuk keperluan makalah ini, istilah Lembaga
dengan satwa dan fauna. Sebagian kelompok ini Swadaya Masyarakat (LSM) digunakan sebagai
secara informal dirangkul oleh Menteri PPLH dalam padanan istilah Non Government Organization
Kelompok 10 yang terutama aktif dalam kegiatan (NGO) atau Private Voluntary Organization (PVO),
penyadaran. dan mencakup pula Kelompok Swadaya
Sejumlah organisasi pencinta alam kemudian Masyarakat (KSM).
pada bulan Oktober 1980 membentuk Wahana
138
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Praktek Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu
139
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Praktek Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu atau habitat tunggal sampai skala bentang alam
Kelestarian keanekaragaman hayati dan berupa jaringan (portfolio) kawasan konservasi
sumberdaya alam merupakan persinggungan antara konvensional.
tiga domain: ekonomi, sosial dan lingkungan Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu
(McLaren, 1998). Ketiga domain ini harus dibina berfungsi untuk: perencanaan kawasan,
dan dikembangkan secara saling mengisi, secara pengembangan dan pembangunan ekonomi,
terpadu. Pengelolaan pesisir secara terpadu adalah perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya, resolusi
pendekatan pengelolaan sumberdaya alam dan jasa- konflik, perlindungan keselamatan umum, dan
jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pesisir penataan pemilikan sumberdaya (Cicin-Sain &
untuk mencapai pembangunan secara berkelanjutan Knecht, 1998). Tetapi dalam implementasinya,
melalui keterpaduan sektoral, lintas bidang ilmu Dahuri dan Dutton (2000) mengidentifikasi masalah-
maupun ekologis (Dahuri dkk, 2001: 5, 12). masalah seperti: (1) kurangnya pengetahuan
Tindakan pengelolaan sendiri meliputi: mengenai pesisir dan lautan, (2) rendahnya penilaian
penilaian menyeluruh kawasan pesisir, penetapan (valuation) pada sumberdaya pesisir dan lautan, (3)
tujuan dan sasaran pemanfaatan, perencanan kurangnya pemberdayaan masyarakat dan pengguna
kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan kegiatan sumberdaya pesisir dan lautan, (4) ketidakjelasan
pemanfaatan (Dahuri dkk, 2001: 5). Olsen & wewenang pengelolaan, (5) rendahnya kapasitas
Hale (1997:7) mengusulkan suatu kerangka yang kelembagaan, dan (6) kurangnya keterpaduan antar
lebih kompresensif yang meliputi (1) identifikasi prakarsa.
isu, (2) penyiapan dan perencanaan program, (3)
adopsi formal dan pendanaan, (4) implementasi Peran Strategis LSM
dan (5) evaluasi. Berpijak pada pengalaman 50 dan Kendala Pelaksanaan
tahun konservasi keanekaragaman hayati melalui Identifikasi Dahuri & Dutton tersebut tampak
perlindungan habitat daratan dan perairan, The paralel dengan kegiatan yang secara umum digeluti
Nature Conservancy merumuskan kerangka LSM mulai dari upaya penyadaran sampai perluasan
serupa yang dikenal dengan nama Conservation dampak suatu prakarsa. Hakikatnya peran LSM
by Design (Upaya Konservasi Secara Terancang tampaknya adalah peningkatan peranserta para
- CBD). pemangku kepentingan dalam perencanaan,
Kerangka CBD ini terdiri dari empat tahapan implementasi serta evaluasi prakarsa (lihat Anon.
yaitu: (1) penetapan prioritas konservasi, (2) 2001, juga Meltzer, 1998). LSM dapat memainkan
pengembangan strategi, (3) implementasi, dan (4) peran kunci dalam pengorganisasian sosial dengan
pengukuran hasil (The Nature Conservancy, bertindak sebagai fasilitator, katalisator, pelopor
2001). CBD memasukkan tahapan adopsi for- kepemimpinan dan pemasok kepemimpinan
mal dan pendanaan sebagai bagian dari peralihan.
pengembangan strategi. Tetapi ciri penting Dalam kaitan ini, LSM dihadapkan pada
kerangka Olsen & Hale serta CBD adalah bahwa tantangan yang cukup luas karena peranserta
tahapan-tahapan tersebut dilakukan secara memiliki beberapa jenjang mulai dari nihil sampai
mendaur. Hasil pemantauan dan pengukuran keleluasaan untuk memegang kendali penuh (lihat
kemajuan pekerjaan kemudian menjadi masukan misalnya model Arstein yang diacu Davoudi, 1999).
untuk perbaikan daur prakarsa berikutnya. Dutton (2001) menggunakan ilustrasi kontrol vol-
Evaluasi atau pengukuran hasil merupakan kunci; ume pada perangkat musik stereo. Pada sisi “lembut”
pembelajaran memungkinkan perbaikan kinerja suara masyarakat nyaris tidak terdengar dan nyaris
dan perluasan dampak prakarsa. tidak berperan dalam pengambilan keputusan,
Untuk setiap tahapan dalam CBD itu, The sedang pada sisi “nyaring” keputusan sepenuhnya
Nature Conservancy kemudian mengembangkan ada pada kelompok pemangku kepentingan.
perangkat implementasi (tools). Salah satunya Dalam menggalang peranserta, LSM
adalah Site Conservation Plan (perencanaan tapak setidaknya dihadapkan pada dua kendala: (1) isu
konservasi -SCP) yang secara sistematik dapat keberpihakan (partisanship) termasuk diterima
diaplikasikan mulai jenjang mikro pada skala desa tidaknya intervensi LSM oleh konstituen, dan (2)
140
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Praktek Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu
kapasitas teknis dan kelembagaan untuk melakukan pemanfaatannya oleh banyak pihak (multiple us-
penggalangan secara efektif. ers) termasuk oleh masyarakat dan pengusaha.
Setiap LSM harus secara kritis menentukan The Nature Conservancy menggunakan
apakah keberpihakannya (partisanship) mendukung perangkat SCP untuk secara obyektif
kinerja organisasi dan efektivitas kegiatan. menggambarkan prioritas konservasi dan
Keberpihakan merupakan pisau bermata dua. Di mengembangkan pilihan-pilihan kebijakan . Prioritas
satu sisi, keberpihakan merupakan kunci diterima dan pilihan ini memperhatikan keragaman
tidaknya LSM oleh konstituen, tetapi di pihak lain sumberdaya hayati tanpa meminggirkan kepentingan
keberpihakan menempatkan LSM pada satu sisi masyarakat untuk hidup berdampingan dengan
kepentingan dan menghilangkan kemampuan untuk sumberdaya hayati di lingkungan mereka.
berdiri netral. Artinya keberpihakan dapat BSP-Kemala dan para mitranya menggunakan
menghilangkan kemampuan LSM untuk menjadi pemetaan partisipatif sebagai wahana dan juga
jembatan (conduit) penghubung dikotomi perangkat yang secara efektif melandasi advokasi.
perencanaan informal (masyarakat) ke kancah Perangkat ini memungkinkan LSM menunjukkan
perencanaan formal (pemerintah). Keberpihakan keberpihakan (lihat misalnya Kirana, 2000 dan
umumnya menonjol dalam kegiatan LSM advokasi. Kirana, 2001). Artinya kendala keberpihakan dapat
Walaupun, dapat juga terjadi bahwa keberpihakan diatasi jika LSM dapat menunjukkan tolok ukur
pada isu (dan bukan pada kelompok konstituen obyektif yang dipakai untuk melakukan pilihan bagi
tertentu misalnya) kemudian menjadi bumerang pemanfaatan sumberdaya secara optimum.
ketika kelompok konstituen merasa bahwa LSM Kapasitas teknis dan kelembagaan merupakan
sekedar “menggunakan” mereka sebagai contoh kendala yang dialami LSM secara luas. Ini terutama
kasus atau wahana pergerakan dan bukan sebagai menonjol di saat LSM tumbuh menjamur sebagai
tujuan akhir upaya advokasi tersebut. tanggapan oportunistik pada perubahan tatanan gov-
Keberpihakan juga merupakan isu peka jika ernance sumberdaya hayati di Indonesia saat ini.
LSM dihadapkan (atau berhadapan) dengan Rendahnya kapasitas teknis menyebabkan LSM
pengusaha swasta dalam pertikaian sumberdaya hanya mampu mengetengahkan retorika, atau isu
alam. Keberpihakan secara membabi buta, kerap secara deskriptif dan bukan presktiptif. Pengambil
melemahkan posisi rebut-tawar LSM dan bahkan kebijakan dihadapkan pada daftar masalah tanpa
dapat merusak kredibilitas. Dibutuhkan perangkat gagasan atau usulan pemecahan dan jalan keluar.
dan tolok ukur yang obyektif untuk menentukan sta- Kegiatan pengelolaan tidak diperkaya oleh masukan
tus sumberdaya, dan mengembangkan pilihan dari daur kegiatan sebelumnya. Sehingga lama
141
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
kelamaan LSM dapat kehilangan kredibilitas sebagai perannya dalam pengelolaan lingkungan secara
penggagas dan fasilitator peranserta pemangku umum. Limabelas tahun sejak UU 4/1982
kepentingan dalam pengelolaan. diundangkan, para pembuat kebijakan tidak melihat
Kapasitas kelembagaan merupakan sisi lain lagi perlunya secara eksplisit mencantumkan LSM
dari keping kapasitas yang sama. Tidak mungkin dan perannya dalam pengelolaan lingkungan.
meningkatkan kemampuan teknis dengan Penggalangan, pendampingan dan penyadaran
mengabaikan pengembangan kapasitas secara implisit dianggap telah menjadi bagian alami
kelembagaan. Juga, upaya peningkatan kemampuan organisasi masyarakat. Kebutuhan untuk
teknis semata tidak akan meninggalkan dampak merangsang fungsi tersebut dengan mendorong
jangka panjang jika kapasitas kelembagaan terus kehadiran dan pembentukan LSM tampaknya sudah
menerus diabaikan. tidak mendesak lagi. Fungsi-fungsi yang semula
Pilihan untuk meningkatkan kapasitas teknis dianggap hanya dapat dilakukan oleh LSM,
atau kelembagaan adalah pilihan yang sulit tetapi dipandang telah dapat dilakukan oleh organisasi
harus dibuat. LSM harus menentukan prioritas, dan masyarakat “selain LSM”. Tetapi itu tidak otomatis
secara bertahap menggerakkan organisasi serta menihilkan peran strategis LSM. Sebaliknya peran
stafnya ke jenjang kapasitas yang lebih tinggi. Ini LSM secara tidak langsung telah diakui sebagai
tidak pula berarti bahwa upaya penggalangan penggalang peranserta pemangku kepentingan dan
konstituen harus ditunda sampai kapasitas LSM penghubung antara kutub perencanaan formal
mencapai jenjang tertentu. Upaya penggalangan pemerintah dan praktek pengelolaan informal pada
tetap dapat dikerjakan, tetapi harus dipadankan jenjang akar rumput di masyarakat.
dengan kapasitas yang ada. Selanjutnya, Munculnya “LSM plat merah” dalam
kesenjangan kapasitas yang diidentifikasi pada daur dasawarsa terakhir menyebabkan kaburnya garis
kegiatan yang pertama harus menjadi masukan bagi peran antara pemerintah dan LSM, karena sebagian
penetapan prioritas peningkatan kapasitas dalam LSM menjadi sekedar perpanjangan tangan lembaga
daur kegiatan berikutnya. pemerintah dengan baju yang berbeda. Ini
Pengalaman The Nature Conservancy selanjutnya mendorong penggunaan kembali istilah
menunjukkan bahwa kesenjangan kapasitas dapat “Ornop” untuk secara tegas membedakan domain
dijembatani sementara lewat bantuan dan kepentingan yang ditangani. LSM tetap
pendampingan teknis. Tetapi LSM sendiri harus menginginkan peran alternatif agar menjadi
menentukan arah pengembangan kapasitas yang pengimbang pemerintah dalam kebijaksanaan
padan dengan kebutuhannya untuk berperan secara pengelolaan sumberdaya dan lingkungan.
efektif dalam pengelolaan sumberdaya hayati. Pengelolaan pesisir terpadu diharapkan
menjadi solusi dalam perencanaan kawasan,
Catatan Akhir pengembangan dan pembangunan ekonomi,
“Dalam kurun waktu lebih dari satu perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya, resolusi
dasawarsa sejak diundangkannya Undang- konflik, perlindungan keselamatan umum, dan
undang No. 4/1982, kesadaran lingkungan hidup penataan pemilikan sumberdaya (Cicin-Sain &
masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang Knecht, 1998). Jelaslah adanya ruang gerak yang
ditandai antara lain oleh makin banyaknya luas terbuka bagi LSM. Tetapi kelihatannya peran
ragam organisasi masyarakat yang bergerak di kunci yang dapat dimainkan LSM adalah pada
bidang lingkungan hidup selain lembaga penggalangan peranserta pemangku kepentingan. Ini
swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan dapat dilakukan LSM melalui berbagai kegiatan
kepeloporan masyarakat dalam pelestarian mulai penyadaran sampai penguatan kapasitas dan
fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat advokasi kebijakan.
tidak sekedar berperanserta, tetapi juga mampu Sejauh ini upaya LSM untuk menjadi jembatan
berperan secara nyata” (Penjelasan Umum, UU atau pendorong peranserta pemangku kepentingan
23/1997). dalam pengambilan kebijakan formal tampaknya
Pernyataan ini secara tidak langsung belum memperlihatkan hasil secara luas. Tatanan
mencerminkan evolusi yang terjadi pada LSM dan governance sumberdaya alam (dan lebih-lebih
142
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Praktek Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu
sumberdaya pesisir dan laut) masih menjalani proses Haeruman, H. (1992) Peranan Lembaga Swadaya
pendewasaan. Kutub perencanaan formal belum Masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Dalam
Anonimus. Konservasi dan Masyarakat: Diskusi dan
dapat secara efektif dicapai oleh kegiatan Rumusan Workshop Keanekaragaman hayati taman
perencanaan informal yang mengakar dan nasional Gunung Halimun Jawa Barat (pp. 4-10).
berkembang di masyarakat. Pekerjaan di jenjang Jakarta: Biological Science Club.
akar rumput belum banyak yang berhasil dilekatkan Khosla, A. (1997) Fourteen years in the jungle: The quest
dan dibuat menjadi bagian sistem formal. Hasil for a development that is sustainable. Development
pemetaan partisipatif yang dikerjakan masyarakat, Alternatives. Vol. 7/11.
misalnya, belum banyak yang kemudian menjadi Kirana, C. (2000) Perencanaan strategi komunikasi advokasi:
masukan bagi perencanaan tata ruang dan wilayah Manual untuk fasilitator. Jakarta: BSP-Kemala.
yang mendasari kebijakan dan pengambilan Kirana, C. (2001) Advokasi itu komunikasi. Jakarta: BSP-
keputusan. Kemala.
Apakah LSM dapat secara efektif memainkan McLaren, D, Bullock, S. & Yousuf, N. (1998) Tomorrow’s
peran tersebut, terpulang kembali pada LSM. world. Britain’s share in a sustainable future. London:
Futurescan.
DAFTAR PUSTAKA Meltzer, E. (1998) International Review of Integrated Coastal
Aliadi, A., Kismadi, B.C., & Munggoro, D.W. (2000) Berbagi Zone Management. Ocean Conservation Report Se-
Pengalaman: Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis ries. Ottawa: Canada Department of Fisheries and
Masyarakat. Bogor: Pustaka Latin. Ocean.
Anonimus (2001) Towards a new paradigm of Indonesia Olsen, S. & Hale, L.Z. (1997) Coastal management: prin-
community development. Van Gorge Report on Indo- ciples and major features. Proceeding Workshop on
nesia Vol. III (8): 4-11. coastal resources management project. 15-16 January
Cicin-Sain, B. & Knecht, R. (1998) Integrated Ocean and 1997. Bogor: PKSPL IPB, CRC URI, USAID.
Coastal Management. Washington, DC: Island Press Parker, J., & Selman, P. (1999) Local government, local people
Dahuri, R. & Dutton, I.M. (2000) Integrated Coastal and and local agenda 21. Dalam Buckingham-Hatfield, S.
Marine Enters a New Era in Indonesia. Dalam Pink, A. dan S. Percy (eds.) Constructing local environmental
(ed.), Integrated Coastal Zone Management (pp. 11- agendas: People, places, participation (pp. 18-30). Lon-
16). London: ICG Publishing. don: Routledge.
Dahuri, R., Rais, J. Ginting, S.P., Sitepu, M.J.( 2001) Patterson, A. & Theobald, K.S. (1999) Emerging contradic-
Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan tions: Sustainable development and the new local gov-
Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. ernment. Dalam Buckingham-Hatfield, S. dan S. Percy
(eds.) Constructing local environmental agendas:
Darwin, C. (1964) The Origin of Species. Cambridge, MA: People, places, participation (pp. 156-171). London:
Harvard University Press Routledge.
Davoudi, S. (1999) What do we mean by public participa- The Nature Conservancy. (2001) Conservation by Design:
tion? A framework for mission success. Arlington, VA: au-
http:// www.surveying.salford.ac.uk/bqextra/Workshop/ thor.
Helsinki/Doc1-4c.htm Undang-undang No. 4/1982 tentang Pokok-pokok
Dutton, I. (2001) Engaging communities as partners in con- Pengelolaan Lingkungan Hidup.
servation and development. Van Gorge Report on In- Undang-undang No. 23/1997 tentang Pengelolaan
donesia. Vol. III (8): 24-32 Lingkungan Hidup
Filho, W.L. (1999) Getting people involved. Dalam Wallace, A.R. (1962) The Malay Archipelago: The land of
Buckingham-Hatfield, S. & Percy S. (eds.) Construct- the orang-utan and the bird of paradise. A narrative of
ing local environmental agendas: People, places, par- travel, with studies of man and nature. London:
ticipation (pp. 31-41). London: Routledge. MacMillan. Reprint: New York: Dover Publication.
143
LAMPIRAN
144
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
145
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
146
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
147
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
148
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
149
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
150
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
151
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
152
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Daftar Peserta
Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
153
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
154
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
155
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
156
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
157
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
158
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Daftar Panitia
Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
159
PROSIDING
PENYUNTING:
DR. IR. DIETRIECH G. BENGEN, DEA
DITERBITKAN OLEH:
160
PENYUNTING:
DR. IR. DIETRIECH G. BENGEN, DEA
Funding for preparation and printing of this document was provided by USAID as part of the
USAID/BAPPENAS Natural Resources Management Program and the USAID-CRC/URI
Coastal Resources Management (CRM) Program.
161
LAPORAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU
Pertama-tama marilah kita panjatkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di Hotel Permata ini untuk mengikuti acara pembukaan
Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.
Pelatihan yang berlangsung dari tanggal 29 Oktober - 3 November 2001 atas kerjasama antara
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB dan Proyek Pesisir, diikuti oleh kurang lebih
35 peserta yang berasal dari perguruan tinggi (UNHAS, UNDIP, UNILA, UBH, UNRI dan Universitas
Khairun Ternate) Proyek Pesisir Sulawesi Utara, Lampung dan Kalimantan Timur, Dinas Kelautan dan
Perikanan Prop. Jambi, Bali, Kalimantan Tengah, Kab. Minahasa dan Lampung Selatan, Dinas Pemukiman
dan Sarna Wilayah NTT, Dinas Kehutanan Kab. Lampung Selatan, Kecamatan Rajabasa, Ketapang
Lampung Selatan, BPD Tejang Pulau Sebesi, Guru SD Negeri 3 Taman Sari Palembang, Kecamatan
Likupang Kab. Minahasa, DPRD Kab. Minahasa, Sulawesi Utara, BAPEDALDA Kab. Kepulauan Riau,
Pemerintah Daerah (BAPPEDA) Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur dan Jawa
Tengah.
Pelatihan ini dirancang di samping untuk meningkatkan wawasan dan kualitas para akademisi, pemerhati,
pengelola dan praktisi dalam pengelolaan wilayah pesisir, juga sebagai wacana untuk saling bertukar
pengalaman dan informasi dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Pelatihan ini menjadi sangat penting
dan strategis mengingat pada saat ini sumberdaya wilayah pesisir memerlukan perhatian khusus utnuk
dikelola secara optimal dan berkelanjutan. Dalam melakukan upaya ini, selain diperlukan sumberdaya
manusia yang berkualitas, juga diperlukan komitmen dan aksi nyata dalam mengelola sumberdaya wilayah
pesisir secara lestari.
Dengan demikian apa yang diharapkan di atas sangatlah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam
pelatihan ini, yaitu untuk meningkatkan kemampuan baik perseorangan maupun kelompok kerja para
peserta dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Tujuan ini akan dicapai melalui dua sasaran pokok,
yakni : (1) memberikan informasi tentang konsep pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia, dan (2)
meningkatkan pemahaman dan kemampuan para peserta dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu,
sehingga pada gilirannya para peserta akan dapat menyusun suatu perencanaan, pelaksanaan dan
pengevaluasian program pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
Pelatihan yang dilaksanakan di kelas dan lapangan dengan menggunakan metode pengajaran secara
interaktif, presentasi, diskusi, studi kasus dan praktek lapang, tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa
adanya pengajar dan instruktur yang berpengalaman di bidangnya. Karena itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada para pengajar dan instruktur yang telah bersedia untuk memberikan
materi dalam pelatihan ini. Juga kepada para panitia pelaksana yang telah bekerja keras dalam
mempersiapkan pelaksanaan pelatihan ini, saya ucapkan terima kasih.
Pemimpin Pelatihan
(Training Leader)
162
i
DAFTAR ISI
MAKALAH PENELITIAN
DARMAWAN. - Penyusunan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
secara terpadu ................................................................................................................................1
NIKIJULUW, V, P.H. - Aspek sosial ekonomi masyarakat pesisir dan strategi pemberdayaan
mereka dalam konteks pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu..........................................14
BENGEN, D.G. - Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan secara
terpadu dan berkelanjutan............................................................................................................28
MONINTJA, D. dan YUSFIANDAYANI, R. - Pemanfaatan sumberdaya pesisir dalam
bidang perikanan tangkap............................................................................................................56
DIRAPUTRA, S.A. - Sistem hukum dan kelembagaan dalam pengelolaan wilayah pesisir
secara terpadu .............................................................................................................................66
SONDITA, M.F.A. - Penyusunan rencana pengelolaan pesisir terpadu
.......................................................................................................................................................79
WIRYAWAN, B. - Lesson-learned pengelolaan wilayah pesisir terpadu di Lampung-Indonesia :
keberhasilan dan hambatannya .................................................................................................81
RETRAUBUN, A.S.W. - Pengelolaan pulau-pulau kecil.............................................................94
DIPOSAPTONO, S. - Erosi pantai (coastal erosion)
.....................................................................................................................................................102
TULUNGEN, J. - Program pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu dan berbasis
masyarakat : telaah kasus di kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara .....................................117
PIETER, T. - Peran lembaga swadaya masyarakat dalam praktek pengelolaan
pesisir secara terpadu ...............................................................................................................138
LAMPIRAN
Rencana pengelolaan kawasan pesisir kecamatan Cilincing kotamadya
Jakarta Utara.............................................................................................................................145
Rencana pengelolaan budidaya kerang hijau di kecamatan Cilincing,
Jakarta Utara.............................................................................................................................149
Jadwal Acara Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu ...........................................150
Daftar Peserta Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu .........................................153
Daftar Panitia Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu ..........................................159
163
ii
MAKALAH PELATIHAN
164