LP Ca Serviks YP Konsep Teori
LP Ca Serviks YP Konsep Teori
A. Anatomi Fisiologi
Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu organ reproduksi
wanita yang terdapat di luar dan di dalam tubuh.
C. Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks di dunia adalah
454.000 kasus. Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi,
registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai
2010. Per tahun, insiden dari kanker serviks meningkat 3.1%, dari 378.000 kasus
pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan
46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara
berkembang. (Kemenkes RI, 2015)
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke-7
secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke-6 di negara kurang
berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2%
mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks
menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke-10 pada negara
maju atau urutan ke-5 secara global. (Kemenkes RI, 2015)
Penyakit kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan prevalensi
tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu sebesar 0,8%. Provinsi Kepulauan
Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi
kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5%. (Infodatin, 2015)
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan
setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks. (Kemenkes RI, 2015)
D. Etiologi
1. Untuk kanker rahim ini sendiri penyebabnya yang pasti tidak diketahui,
tetapi tampaknya penyakit ini melibatkan peningkatan kadar estrogen.
Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan
lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan
kepada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia
endometrium dan kanker.
2. Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi
oleh HPV (Human papillomavirus). Infeksi HPV umumnya terjadi
setelah wanita melakukan hubungan seksual. Sebagian infeksi HPV
bersifat hilang timbul, sehingga tidak terdeteksi dalam kurun waktu
kurang lebih dua tahun pasca infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari
infeksi tersebut yang menetap dalam jangka lama, sehingga
menimbulkan kerusakan lapisan lendir menjadi prakanker (Sinta et al,
2010). Human papillomavirus, sampai saat ini telah diketahui memiliki
lebih dari 100 tipe, dimana sebagian besar diantaranya tidak berbahaya
dan akan lenyap dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya
30 diantaranya yang beresiko kanker serviks. Adapun tipe yang beresiko
adalah HPV 16, 18, 31, dan 45 yang sering ditemukan pada kanker
maupun lesi prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir
luar menuju keganasan. Sementara, tipe yang beresiko sedang yaitu HPV
tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68, dan yang beresiko rendah
adalah HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe
ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab tersering kanker serviks
yang terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16 mendominasikan infeksi (50-
60%) pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18 (10-15%)
(Sinta et al, 2010).
3. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang
perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk
terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan
yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun
mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia
lebih dari 20 tahun.
4. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya
adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat
meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai
partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks
tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
5. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang
menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan
melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
6. Paritas (Jumlah kelahiran)
Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada
seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human
Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker
leher rahim.
7. Kebiasaan merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Sedangkan pemakaian
AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya
erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang
terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks.
8. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C
dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta
mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita
yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
9. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit
yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
10. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak
mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear
secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.
E. Patofisiologi dan Pathway
G. Gejala klinis
Tanda dan gejala dini pada kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret
vagina yang agak lebih banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan.
Umumnya tanda ini sangat minimal dan sering diabaikan oleh penderita. Tanda
yang lebih klasik adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan bercak yang berulang baik perdarahan setelah bersetubuh
atau membersihkan vagina. Perdarahan menjadi lebih sering, lebih
banyak dan berlangsung lebih lama.
2. Sekret vagina yang berbau terutama pada masa nekrosis lanjut. Nekrosis
ini terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi dengan
pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah
yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi
peradangan non spesifik.
3. Pada stadium lanjut ketika tumor sudah menyebar ke luar dari serviks
dan melibatkan jaringan di rongga pelvis (Aziz et al., 2006).
4. Kelemahan pada ekstremitas bawah
5. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan
terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
6. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
H. Pemeriksaan Penujang
1. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim.
Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang
abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher
rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda
pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam
cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta
memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan
meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan
mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke
dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan
mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks
dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya.
Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
2. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan
untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks
yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada
permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
3. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat
mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter
ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat
sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat,
akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak
normal.
4. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan
slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut
negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika
SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika
servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atauflash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi.
Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai
sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-
masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian
servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam
deteksi kanker serviks.
5. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran
2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi.
Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak
daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994
membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi
pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas
95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative
value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%.
Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga
paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas
pemeriksaan sitologi tidak ada.
6. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker.Salah satu PT yang
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks
adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan
kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal
disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada
usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.
7. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur
kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan
darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.
I. Penatalaksanaan Medis
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, Ivb Radiasi paliatif
Kemoterapi
J. Komplikasi
1. Pendarahan
2. Kematian janin
3. Infertil
4. Obstruksi ureter
5. Hidronefrosis
6. Gagal ginjal
7. Pembentukan fistula
8. Anemia
9. Infeksi sistemik
10. Trombositopenia
K. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina
merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn
dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya
adalah deteksi dini. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker
ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat
efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr.
GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker)
dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan
kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah
memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan
pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan
ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak
kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma
serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya
setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada
wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak
hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan
umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya
31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau
lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif
secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga,
deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap
sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia
yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
a. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan bila
usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-
turut dengan hasil negatif.
L. Pendidikan Kesehatan
1. Promotif:
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat dan tingkat gizi yang baik
b. Pemeliharaan kesehatan perseorangan dan lingkungan
c. Olahraga secara teratur
d. Pendidikan seksual yang baik dan benar (penjelasan tentang alat
kontrasepsi dan perilaku seksual yang sehat)
e. Menghindari rokok
f. Hindari hubungan seks bebas
Human papiloma virus (HPV) yaitu virus penyebab kanker serviks
dapat menular melalui hubungan seksual. Fakta menunjukan
hubungan seksual dengan menggonta-ganti pasangan menjadi
penyebab utama penularan HVS.
g. Produk kimia berbahaya
Kehidupan modern yang bersifat instans justru memicu timbulnya
kanker. Kandungan berbahaya yang terdapat di dalam pembungkus
dan bahan plastik yang terkena panas memicu timbulnya kanker.
Minimalisir penggunaan sterofom, bahan plastik yang dipanaskan
atau terkena plastik
2. Preventif
a. Perubahan pola diet atau suplemen dengan makan banyak sayur
dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat
mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk,
anggur, bawang, bayam, tomat.
b. Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini dibuat
dengan teknologi rekombinan, sehingga mempunyai ketahanan
yang kuat. Vaksinasi ini merupakan pencegahan yang paling
utama. Vaksinasi ini diberikan untuk wanita yang belum terinfeksi
atau tidak terinfeksi HPV risiko tinggi.
Keganasan kanker serviks dapat menyerang wanita tanpa melihat
kelompok umur. Vaksin dapat diberikan pada kelompok umur 11-
26. Vaksin diberikan pada bulan 0,1 dan bulan ke 6. Adapula untuk
anda yang memiliki riwayat terinfesi virus papiloma manusia dapat
diberikan vaksinasi dengan efektifias yang kurang. Vaksinasi dapat
dilakukan di dokter kandungan. Vaksinasi hanya dilakukan untuk
pencegahan bukan untuk pengobatan.
c. Pemeriksaan kesehatan reproduksi ke rumah sakit melalui tes pap
smear.
Pap smear atau tes papaniculou merupakan metode skrining untuk
dapat mendeteksi kanker serviks. Test ini telah terbukti dapat
mendeteksi dini terjadinya infeksi virus penyebab kanker serviks,
sehingga mampu menurunkan resiko terkena kanker serviks dan
memperbaiki prognosis. Adapun anjuran untuk anda yang ingin
mencegah sejak dini dapat melakukan pap smear setahun sekali
untuk wanita yang telah menginjak usia 35 tahun, wanita yang
pernah menderita infeksi HPV, wanita pengguna pil kontrasepsi.
Lakukan sesering mungkin jika hasil pap smear anda menunjukan
tidak normal atau setelah pengobatan prekanker . Untuk anda yang
akan melakukan pap smear perhatikan ketentuannya agar hasil
akurat :
1. Melakukan pap smear pada dua minggu setelah hari pertama
haid.
2. Sebelum pemeriksaan sebaiknya tidak menggunakan obat atau
bahan herbal pencuci alat kewanitaan.
3. Penderita paska persalinan dianjurkan datang 6-8 minggu
untuk melakukan pap smear.
4. Selama 24 jam sebelum pemeriksaan tidak dianjurkan untuk
berhubungan seksual.
M. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker
seviks dapat diobati dengan radioterapi. (Mansjoer, 2000)
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker
serviks, antara lain :
1. Usia penderita
2. Keadaan umum
3. Tingkat klinis keganasan
4. Ciri - ciri histologik sel kanker
5. Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
6. Sarana pengobatan yang tersedia
Angka kesintasan 5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 2010 adalah sebagai berikut.
Aziz et al. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Mansjoer, A, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius
Nanda. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 - 2017. Jakarta:
EGC
Rasjidi, I. 2010. Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta: Sagung
Seto
Sjaifoellah, N. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: FKUI
Sinta et al. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
Jakarta: Javamedia