Anda di halaman 1dari 32

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi
Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu organ reproduksi
wanita yang terdapat di luar dan di dalam tubuh.

1. Organ Reproduksi Wanita Bagian Dalam


a. Ovarium
Merupakan organ utama pada wanita. Ovarium (indung telur)
berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan panjang 3 – 4 cm.
Ovarium berada di dalam rongga badan, di daerah pinggang.
Umumnya setiap ovarium menghasilkan ovum setiap 28 hari.
Berjumlah sepasang dan terletak di dalam rongga perut pada daerah
pinggang sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel
ovum dan hormon wanita seperti: Estrogen yang berfungsi untuk
mempertahankan sifat sekunder pada wanita, serta juga membantu
dalam prosers pematangan sel ovum. Progesterone yang berfungsi
dalam memelihara masa kehamilan.
b. Fimbriae
Merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal
ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk
menangkap sel ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh
ovarium.
c. Infundibulum
Merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk corong/membesar
dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum
yang telah ditangkap oleh fimbriae.
d. Tuba fallopi
Merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas
sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus
dengan bantuan silia pada dindingnya.
e. Oviduct
Merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi
sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus
dengan bantuan silia pada dindingnya.
f. Uterus
Merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti
buah pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai
tempat pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah
simpleks yaitu dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin.
Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu : Perimetrium
(lapisan yang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus),
Miometrium (lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk
kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembalike bentuk
semula setiap bulannya), Endometrium (lapisan terdalam yang kaya
akan seldarah merah. Bila tidak terjadi pembuahan maka
dindingendometrium inilah yang akan meluruh bersamaan dengan
selovum matang).
g. Serviks merupakan segmen uterus berada bagian bawah yang dilapisi
epitel torak pensekresi mukus dalam kesinambungan langsung dengan
epitel vagina, yang befungsi sebagai jalan lahir.
Ekstoserviks merupakan epitel berlapis yang gepeng serupa dengan
vagina, dengan peralihan agak mendadak diantara keduanya,
sambungan skuamakolumnar. Serviks mengalami perubahan/dramatis
selama masa usia reproduktif maupun dalam siklus menstruasi.
Sambungan skuamokolumnar normalnya terletak dalam kanalis
endoservikalis, tetapi dapat berada jauh di luar pada ektoserviks, baik
pasca persalinan atau atas dasar kongenital.
Mukus serviks dihasilkan sebagai respon terhadap estrogen dan
dengan eversi sel torak pensekresi mucus pada ektoserviks, suatu
sekret mukoid dan kadang-kadang purulen bisa dialami. Walaupun ini
bisa menyebabkan secret yang berbau busuk, tetapi tidak ada makna
patologi dan tampaknya tidak mengubah kapasitas reproduksi.
Mukus memberikan sawar bakteri diantara traktus genitalis atas
yang steril dan vagina yang mengandung bakteri dan memudahkan
sperma berjalan pada saat ovulasi.
Arsitektur endoserviks mempunyai beberapa kripta yang
memberikan penampungan untuk sperma, tempat sperma bertahan
sampai beberapa hari setelah koitus.
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis
berbentuk sebagai saluran lonjongan panjang 2,5 cm. Saluran ini
dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel toraks bersilia
dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks
sebelah dalam disebut ostium uteri internum (OUI) dan pintu vagina
(OUE) Ostium Oteri Eksternum. Kedua pintu ini penting dalam klinik
misalnya pada penilaian jalannya persalinan, abortus dan sebagainya.
h. Saluran vagina
Merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada vagina.
i. Klitoris
Merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva. Sering
disebut dengan klentit.
2. Organ Reproduksi Wanita Bagian Luar
a. Vagina
Merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus dengan
tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran
persalinan keluarnya bayi sehingga sering disebut dengan liang
peranakan. Di dalam vagina ditemukan selaput dara.
b. Vulva
Merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar. Vulva terbagi
atas sepertiga bagian bawah vagina,klitoris, dan labia. Hanya mons
dan labia mayora yang dapat terlihat pada genetalia eksterna wanita.
Arteri pudenda interna mengalirkan darah ke vulva. Arteri ini berasal
dari arteri iliaka interna bagian posterior, sedangkan aliran limfatik
dari vulva mengalir ke nodus inguinalis.
1. Mons veneris/pubis (Tundun)
Bagian yang menonjol berupa tonjolan lemak yang besar
terletak di di atas simfisis pubis. Area ini mulai ditumbuhi bulu
pada masa pubertas.
2. Labia Mayora (bibir besar)
Dua lipatan dari kulit diantara kedua paha bagian atas. Labia
mayora banyak mengandung urat syaraf. Labia mayora
merupakan struktur terbesar genetalia eksterna wanita dan
mengelilingi organ lainnya, yang berakhir pada mons pubis.
3. Labia Minora (bibir kecil)
Berada di sebelah dalam labia mayora. Jadi untuk memeriksa
labia minora, harus membuka labia mayora terlebih dahulu.
4. Klitoris (Kelentit)
Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar biji kacang
hijau yang dapat mengeras dan tegang (erectil) yang
mengandung urat saraf, jadi homolog dengan penis dan
merupakan organ perangsang seksual pada wanita./// mm
Merpakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia
minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum.
Dalam vestibulum terdapat muara-muara dari : liang senggama
(introitus vagina),urethra,kelenjar bartolini, dan kelenjar skene
kiri dan kanan.
5. Himen (selaput dara)
Lapisan/membran tipis yang menutupi sebagian besar dari liang
senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi
dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini,
bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit.
Konsistensinya ada yang kaku, dan ada yang lunak, lubangnya
ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Himen
mungkin tetap ada selama pubertas atau saat hubungan seksual
pertama kali.
6. Perineum (kerampang)
Merupakan bagian terendah dari badan berupa sebuah garis
yang menyambung kedua tuberositas iski, daerah depan
segitiga kongenital dan bagian belakang segitiga anal, titik
tengahnya disebut badan perineum terdiri dari otot fibrus yang
kuat di sebelah depan anus
B. Pengertian
Kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang
lokasinya terletak di daerah serviks, daerah leher rahim atau mulut rahim (Rasjidi,
2010).
Kanker leher rahim/Kanker serviks termasuk dalam kategori tumor ganas
yang timbul di leher rahim wanita. Kanker ini dapat meluas ke vagina, rahim
hingga indung telur (Shadine, 2012).
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum. (Kemenkes RI,
2015)
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Kanker Serviks
merupakan tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks dan bersifat primer berasal
dari serviks. Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina.

C. Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks di dunia adalah
454.000 kasus. Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi,
registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai
2010. Per tahun, insiden dari kanker serviks meningkat 3.1%, dari 378.000 kasus
pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan
46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara
berkembang. (Kemenkes RI, 2015)
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke-7
secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke-6 di negara kurang
berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2%
mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks
menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke-10 pada negara
maju atau urutan ke-5 secara global. (Kemenkes RI, 2015)
Penyakit kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan prevalensi
tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu sebesar 0,8%. Provinsi Kepulauan
Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi
kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5%. (Infodatin, 2015)
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan
setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks. (Kemenkes RI, 2015)

D. Etiologi
1. Untuk kanker rahim ini sendiri penyebabnya yang pasti tidak diketahui,
tetapi tampaknya penyakit ini melibatkan peningkatan kadar estrogen.
Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan
lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan
kepada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia
endometrium dan kanker.
2. Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi
oleh HPV (Human papillomavirus). Infeksi HPV umumnya terjadi
setelah wanita melakukan hubungan seksual. Sebagian infeksi HPV
bersifat hilang timbul, sehingga tidak terdeteksi dalam kurun waktu
kurang lebih dua tahun pasca infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari
infeksi tersebut yang menetap dalam jangka lama, sehingga
menimbulkan kerusakan lapisan lendir menjadi prakanker (Sinta et al,
2010). Human papillomavirus, sampai saat ini telah diketahui memiliki
lebih dari 100 tipe, dimana sebagian besar diantaranya tidak berbahaya
dan akan lenyap dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya
30 diantaranya yang beresiko kanker serviks. Adapun tipe yang beresiko
adalah HPV 16, 18, 31, dan 45 yang sering ditemukan pada kanker
maupun lesi prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir
luar menuju keganasan. Sementara, tipe yang beresiko sedang yaitu HPV
tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68, dan yang beresiko rendah
adalah HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe
ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab tersering kanker serviks
yang terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16 mendominasikan infeksi (50-
60%) pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18 (10-15%)
(Sinta et al, 2010).
3. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang
perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk
terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan
yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun
mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia
lebih dari 20 tahun.
4. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya
adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat
meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai
partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks
tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
5. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang
menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan
melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
6. Paritas (Jumlah kelahiran)
Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada
seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human
Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker
leher rahim.
7. Kebiasaan merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Sedangkan pemakaian
AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya
erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang
terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks.
8. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C
dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta
mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita
yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
9. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit
yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
10. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak
mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear
secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.
E. Patofisiologi dan Pathway

Patofisiologi perjalanan kanker serviks

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada


lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2,
NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah menembus membran
basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif. (Kemenkes
RI, 2015)
Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining, sedangkan
pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik
Stadium dini neoplasia intraepitel serviks/NIS (cerviks intraepitel
neoplasia/CIN) dapat diangkat seluruhnya dengan biopsy kerucut atau dibersihkan
dengan laser atau bedah beku. Atau biasa juga dengan histerektomi bila pasien
merencanakan untuk tidak punya anak. Kanker invasive dapat meluas sampai
jaringan ikat, pembuluh limfe dan vena. Vagina ligamentum cardinal.
Endometrium penanganan yang dapat dilaksanakan yaitu radioterapi atau
histerekum radikal dengan mengangkat uterus atau ovarium jika terkena kelenjar
limfe, diperlukan kemoterapi (Price, 2005)
F. Klasifikasi

Klasifikasi Menurut Pertumbuhan Sel Kankers Serviks


1. Mikroskopis
a. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis.
Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma insitu.
b. Stadium karsinoma insitu.
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan
epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang
tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan
sel cadangan endoserviks.
c. Stadium karsinoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat
pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana
basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana
basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada
skrining kanker.
d. Stadium karsinoma invasif.
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol
besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea
bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu
jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan
korpus uteri.
2. Makroskopis
a. Stadium preklinis.
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
b. Stadium permulaan.
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
c. Stadium setengah lanjut.
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
d. Stadium lanjut.
Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya
seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

G. Gejala klinis

Tanda dan gejala dini pada kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret
vagina yang agak lebih banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan.
Umumnya tanda ini sangat minimal dan sering diabaikan oleh penderita. Tanda
yang lebih klasik adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan bercak yang berulang baik perdarahan setelah bersetubuh
atau membersihkan vagina. Perdarahan menjadi lebih sering, lebih
banyak dan berlangsung lebih lama.
2. Sekret vagina yang berbau terutama pada masa nekrosis lanjut. Nekrosis
ini terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi dengan
pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah
yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi
peradangan non spesifik.
3. Pada stadium lanjut ketika tumor sudah menyebar ke luar dari serviks
dan melibatkan jaringan di rongga pelvis (Aziz et al., 2006).
4. Kelemahan pada ekstremitas bawah
5. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan
terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
6. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

H. Pemeriksaan Penujang
1. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim.
Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang
abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher
rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda
pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam
cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta
memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan
meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan
mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke
dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan
mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks
dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya.
Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.

2. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan
untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks
yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada
permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
3. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat
mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter
ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat
sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat,
akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak
normal.
4. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan
slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut
negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika
SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika
servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atauflash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi.
Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai
sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-
masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian
servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam
deteksi kanker serviks.
5. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran
2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi.
Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak
daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994
membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi
pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas
95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative
value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%.
Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga
paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas
pemeriksaan sitologi tidak ada.
6. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker.Salah satu PT yang
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks
adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic
Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan
kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal
disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada
usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.
7. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur
kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan
darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

I. Penatalaksanaan Medis

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan


secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien
kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. Penatalaksanaan medis terbagi
menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum


berdasarkan stadium kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, Ivb Radiasi paliatif
Kemoterapi

1. Manajemen Tumor Insitu


Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi
dengan kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk
mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi
pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan
fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga
adalah penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous
intraepitelial lesion (HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan
adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP), konisasi,
krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi
kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP
memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90%
sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan
untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya
mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai
50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL
memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk
lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat
untuk dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan
konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya
karsinoma invasif.
2. Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah
biopsi cone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi.
Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN III atau kanker invasif
sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium
penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial
neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik
abdominal maupun vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang
berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien
dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti
dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila
hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada
kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah modified
radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila
kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti
invasi ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi coneyang luas
disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan
limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan
Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
3. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi
untuk konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang
berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan
seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan
evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks
invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki
prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau radioterapi.
Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien dengan
massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang
penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa
radioterapi atau operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang
sama dan tingkat kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi
karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila
operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien
dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan
terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA
(dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau radical
abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan
bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar
pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung
dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus
menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi
sisplatin yang bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki
invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau batas-batas operatif
menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis
dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan
radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker serviks
sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran massa
yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3
stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan
kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan
tanpa radioterapi.
4. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus
dievaluasi dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan
hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan
infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan
terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter.
Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi
seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan
gemcitabine.Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum
IVB dalam bentuk radiasi paliatif.
5. Manajemen Nyeri Kanker
Menurut Sjaifoellah (1996) berdasarkan kekuatan obat anti nyeri
kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok
opioid kuat seperti morfin dan fentanil
6. Operasi
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa
menggunakan bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk
mengangkat keseluruhan tumor / kanker. Pembedahan mikrografik
dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya
mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.
7. Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.
a. Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada
serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan
untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks
b. Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan
menghancurkan jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-
kanker serviks)
c. Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada
kanker serviks
d. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus
listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan
abnormal kanker serviks
e. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi
FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum
baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun.
Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti:
penyakit jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi : Total
Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks dan Radikal
Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,
tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya.
Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif
(stadium IA) biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih
ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi
pilihan.
Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA: Ukuran tumor lebih
kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa
kemoterapi. Dan Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan
kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis
cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi
Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong
melalui dinding abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina
(vaginalis histerektomi). Perawatan di Rumah Sakit biasanya lebih
lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6 hari
rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan
waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus tersebut berukuran lebih besar
pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan
utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui
beberapa test untuk memilih prosedur optimal yang akan digunakan :
Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk mengevaluasi
uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada
temuan diatas.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa
mengalami nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa
diberikan obat pereda nyeri.
Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih
dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa
dipasang kateter.
Beberapa saat setealh pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi
agar penyembuhan berjalan lancar.Aktivitas normal (termasuk
hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8
minggu.
Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami
menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah
seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual.
Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah
histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa
berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat
hamil lagi.
8. Kemoterapi
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa
berupa obat yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau
injeksi.Contoh obat yang diberikan dalam kemoterapi, misalnya
sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat
kemoterapi
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiagnosis.Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh.
Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan
sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik.Kemoterapi
kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan
agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan.
(Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997).
Cara pemberian kemoterapi:
a. Ditelan
b. Disuntikkan
c. Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal /
bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah :
Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat kemoterapi yang paling
sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :
Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide.
Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan
cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika
operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil;
kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
a. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
b. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk
meningkatkan hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker
yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan
kanker.
c. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran
tumor
d. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium
lanjut / kanker yang kambuh)
e. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang
kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :


a. Lemas
b. Mual dan muntah
c. Gangguan pencernaan
d. Sariawan
e. Rambut rontok, kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya
terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai.Dapat juga
menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala.Dapat terjadi
seminggu setelah kemoterapi.
f. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa
pada jari tangan dan kaki, serta kelemahan pada otot kaki.
g. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja
sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah,
sehingga jumlah sel darah merah menurun.Yang paling sering adalah
penurunan sel darah putih (leukosit).Penurunan sel darah terjadi
setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum
kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah
kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :
1) Mudah terkena infeksi
2) Perdarahan
3) Anemia
4) Kulit menjadi kering dan berubah warna
5) Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
6) Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
9. Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
10. Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel
kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.Kanker serviks
stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi
disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah
menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening
panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan
jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka
radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Selama menjalani radioterapi, penderita mudah mengalami
kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya.
Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter
biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada
radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari
dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan
menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara
yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita
sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang
disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh
melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina
menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri
ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita
diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

J. Komplikasi
1. Pendarahan
2. Kematian janin
3. Infertil
4. Obstruksi ureter
5. Hidronefrosis
6. Gagal ginjal
7. Pembentukan fistula
8. Anemia
9. Infeksi sistemik
10. Trombositopenia

K. Pencegahan

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina
merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn
dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya
adalah deteksi dini. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker
ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat
efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr.
GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker)
dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan
kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah
memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan
pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan
ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.

Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya

1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak
kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma
serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya
setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada
wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak
hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan
umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya
31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau
lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif
secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga,
deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap
sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia
yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
a. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan bila
usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-
turut dengan hasil negatif.

L. Pendidikan Kesehatan
1. Promotif:
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat dan tingkat gizi yang baik
b. Pemeliharaan kesehatan perseorangan dan lingkungan
c. Olahraga secara teratur
d. Pendidikan seksual yang baik dan benar (penjelasan tentang alat
kontrasepsi dan perilaku seksual yang sehat)
e. Menghindari rokok
f. Hindari hubungan seks bebas
Human papiloma virus (HPV) yaitu virus penyebab kanker serviks
dapat menular melalui hubungan seksual. Fakta menunjukan
hubungan seksual dengan menggonta-ganti pasangan menjadi
penyebab utama penularan HVS.
g. Produk kimia berbahaya
Kehidupan modern yang bersifat instans justru memicu timbulnya
kanker. Kandungan berbahaya yang terdapat di dalam pembungkus
dan bahan plastik yang terkena panas memicu timbulnya kanker.
Minimalisir penggunaan sterofom, bahan plastik yang dipanaskan
atau terkena plastik
2. Preventif
a. Perubahan pola diet atau suplemen dengan makan banyak sayur
dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat
mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk,
anggur, bawang, bayam, tomat.
b. Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini dibuat
dengan teknologi rekombinan, sehingga mempunyai ketahanan
yang kuat. Vaksinasi ini merupakan pencegahan yang paling
utama. Vaksinasi ini diberikan untuk wanita yang belum terinfeksi
atau tidak terinfeksi HPV risiko tinggi.
Keganasan kanker serviks dapat menyerang wanita tanpa melihat
kelompok umur. Vaksin dapat diberikan pada kelompok umur 11-
26. Vaksin diberikan pada bulan 0,1 dan bulan ke 6. Adapula untuk
anda yang memiliki riwayat terinfesi virus papiloma manusia dapat
diberikan vaksinasi dengan efektifias yang kurang. Vaksinasi dapat
dilakukan di dokter kandungan. Vaksinasi hanya dilakukan untuk
pencegahan bukan untuk pengobatan.
c. Pemeriksaan kesehatan reproduksi ke rumah sakit melalui tes pap
smear.
Pap smear atau tes papaniculou merupakan metode skrining untuk
dapat mendeteksi kanker serviks. Test ini telah terbukti dapat
mendeteksi dini terjadinya infeksi virus penyebab kanker serviks,
sehingga mampu menurunkan resiko terkena kanker serviks dan
memperbaiki prognosis. Adapun anjuran untuk anda yang ingin
mencegah sejak dini dapat melakukan pap smear setahun sekali
untuk wanita yang telah menginjak usia 35 tahun, wanita yang
pernah menderita infeksi HPV, wanita pengguna pil kontrasepsi.
Lakukan sesering mungkin jika hasil pap smear anda menunjukan
tidak normal atau setelah pengobatan prekanker . Untuk anda yang
akan melakukan pap smear perhatikan ketentuannya agar hasil
akurat :
1. Melakukan pap smear pada dua minggu setelah hari pertama
haid.
2. Sebelum pemeriksaan sebaiknya tidak menggunakan obat atau
bahan herbal pencuci alat kewanitaan.
3. Penderita paska persalinan dianjurkan datang 6-8 minggu
untuk melakukan pap smear.
4. Selama 24 jam sebelum pemeriksaan tidak dianjurkan untuk
berhubungan seksual.
M. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker
seviks dapat diobati dengan radioterapi. (Mansjoer, 2000)

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker
serviks, antara lain :

1. Usia penderita
2. Keadaan umum
3. Tingkat klinis keganasan
4. Ciri - ciri histologik sel kanker
5. Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
6. Sarana pengobatan yang tersedia

Angka kesintasan 5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 2010 adalah sebagai berikut.

(Kemenkes RI, 2015)


Daftar Pustaka

Aziz et al. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka

Infodatin. (2015). Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Pusdatin Kemenkes RI

Kemenkes RI (2015). Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta: Kemenkes


RI

Mansjoer, A, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius

Nanda. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 - 2017. Jakarta:
EGC

Prayetni. 1997. Asuhan Keperawatan Ibu Dengan Gangguan Sistem Reproduksi.


Jakarta: Pusdiknakes

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.


Volume 2. Jakarta: EGC

Rasjidi, I. 2010. Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta: Sagung
Seto

Shadine, Mahannad. 2012. Penyakit Wanita. Yogyakarta: Citra Pustaka

Sjaifoellah, N. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: FKUI

Sinta et al. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
Jakarta: Javamedia

Anda mungkin juga menyukai