Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa
trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang
menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Saat ini,
penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan
decade 2000-2010 menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur
terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain
menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta
orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau
dewasa muda. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau
tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang
dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini paling sering ditemui
pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang
normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat
rapuh (misalnya pada penyakit paget).
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu, dari segi ilmu bedah, sangat
penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses
pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak.
Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru dilakukan anamnesis dan
pemeriksaaan fisis secara terperinci. Untuk mengetahui tipe dan derajat fraktur
dapat dilakukan pemeriksaan radiologis. Bila secara klinik ada atau diduga ada
fraktur, maka harus dibuat dua foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat

1
foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat
karena keadaan pasien yang tidak memungkinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang
tegak lurus satu sama lain.
Mengingat golden period dari fraktur adalah 1-6 jam, penting untuk
memikirkan komplikasi fraktur yang mungkin terjadi. Secara umum, komplikasi
fraktur dapat berupa komplikasi dini dan komplikasi lanjut, hal ini berdasarkan
onset terjadinya komplikasi dengan fraktur awalnya. Namun, yang dapat dinilai
dengan pemeriksaan radiologis antara lain, osteomielitis, nekrosis avaskuler,
non-union, delayed union, mal-union, dan atrofi sudeck. Untuk memastikan
komplikasi dari fraktur ini, diperlukan beberapa jenis pemeriksaan radiologis, baik
itu dengan sinar X biasa, CT-scan dan MRI. Tak lupa pula untuk memperhatikan
segi klinis dan aspek radiologis yang baik sehingga intervensi yang diharapkan
dapat diwujudkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan malunion fraktur?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan malunion fraktur.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya
tentang malunion fraktur.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah ortopedi.

2
BAB II
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Sdr. A
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Sukodono-Dampit
Status perkawinan : Belum Menikah
Suku : Jawa
Tanggal MRS : Rabu, 8 Juni 2011
Tanggal periksa : Rabu, 8 Juni 2011
No. Reg : 25 63 26

B. ANAMNESA
1. Keluhan utama : tungkai bawah kiri bengkok
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke POLI RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan
keluarga dalam keadaan sadar. Pasien mengeluhkan tungkai bawah
kirinya bengkok kurang lebih 9 tahun yang lalu karena kecelakaan lalu
lintas.
Mekanisme trauma yaitu pasien sedang mengendarai sepeda
motor sendiri (tidak sedang membonceng atau dibonceng) dari arah utara
ke selatan. Pasien tertabrak motor dari arah depan, kemudian jatuh
terpental sejauh kurang lebih 10 m, pada saat jatuh kearah kiri dari motor,
pasien masih dalam keadaan sadar, tidak pusing, mual, ataupun muntah.
Pasien tidak mengalami gangguan BAK ataupun gangguan BAB, Tidak
ada luka terbuka atau tulang yang keluar dari tungkai bawah kiri. tetapi
tungkai bawah kiri terasa sakit dan terluka, kecelakaan tersebut terjadi 9
tahun yang lalu. Pasien kemudian ditolong oleh orang-orang yang melihat
kejadian, kemudian pasien dibawa ke UGD RS Saiful Anwar, di sana
pasien dirawat lukanya (lecet di tungkai kanan kiri serta tangan kiri)
kemudian dilakukan pemasangan gips di tungkai bawah kiri pasien dan

3
tulang pundak kiri dibebat karena juga patah (pemasangan bebat di
pundak kiri kurang lebih 4 bulan dan dilepas karena sudah sembuh), di
RS Saiful Anwar pasien hanya MRS sehari saja, karena tidak ada biaya.
Sesampainya di rumah, keluarga pasien membawa pasien ke tempat
pengobatan alternative (sangkal putung), disana pasien dipijat, tungkai
bawah kiri yang telah di gips di RSSA dilepas dan diganti bambu, bambu
diletakkan di bagian bawah dan kanan kiri sisi tungkai bawah kiri, di
tempat tersebut pasien juga diberi jamu-jamuan untuk diminum, di
sangkal putung tersebut pasien hanya menginap sehari saja dan dibawa
pulang, pasien ke sangkal putung tersebut hanya satu kali saja, selama 7
bulan pasien memakai bambu tersebut, 3 bulan kemudian, keluarga
pasien memanggil dukun sangkal putung yang lain ke rumah pasien,
dukun tersebut hanya memberi jamu-jamuan saja. Setelah pemakaian
bambu selama 7 bulan tersebut, pasien mengeluh tungkai kiri bawahnya
terasa linu, kalau jalan tambah terasa nyeri, dan bentuk tulang tungkai
bawah kiri menonjol kedepan, kalau di buat jalan tidak bisa seluruhnya
meletakkan hentakan kaki sepenuhnya karena terasa nyeri.
Satu bulan yang lalu pasien periksa ke dokter puskesmas dampit,
pasien mengeluhkan tungkai bawah kiri bengkok dan terasa linu, kalau di
buat jalan terasa semakin sakit, dan mengeluh tungkai bawah kirinya
sering terasa kemeng-kemeng, kalau malam linunya tambah terasa linu,
kalau kerja angkat berat juga tambah terasa linu, tetapi kalu di
istirahatkan/tidur rasanya lebih mendingan. Sehari setelahnya dokter
puskesmas tersebut memberi obat 2 macam berwarna coklat bentuknya
panjang dan berwarna putih bentuknya bundar, pemberian obat diminum
selama 15 hari, tetapi keluhan tidak bisa hilang. Kemudian, kemaren
pasien ke puskesmas lagi untuk periksa, dan dokter di puskesmas
tersebut merujuk pasien untuk periksa ke RS KANJURUHAN.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya
Pasien mengaku memiliki alergi ayam potong. Telur ayam potong
dan ikan asin

4
4. Riwayat pengobatan
 Mengkonsumsi obat-obatan untuk DM tidak ditemukan
 Mengkonsumsi obat-obatan untuk hipertensi tidak ditemukan
 Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama tidak
ditemukan
5. Riwayat Keluarga
Trauma (-)
Operasi (-)
DM (-)
Hipertensi (-)

C. VITAL SIGN
 Tekanan darah 130/100 mmHg,
 Nadi 88 x/mnt
 Pernafasan 20 x/mnt
 Suhu 36,8oC

D. STATUS LOKALIS
Status Lokalis : Regio cruris sinistra
• Look : deformitas bengkok (+), terdapat penonjolan abnormal dan
angulasi (+), oedem (-), tak tampak sianosis pada bagian distal
lesi.
• Feel : Nyeri tekan setempat (-), krepitasi (-), sensibilitas (+), terasa lebih
menonjol dibandingkan dengan cruris dextra, suhu rabaan normal,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-), kapiler refil (+) normal, arteri
dorsalis pedis teraba.
Panjang tungkai kanan: 86 cm
Panjang tungkai kiri:89 cm
LLD: 3 cm
Sudut deformitas angulasi anterior-posterior: 30⁰
• Move : Dalam batas normal

5
E. RESUME
Seorang Laki-Laki umur 26 tahun datang ke POLI RSUD
KANJURUHAN dengan keluhan bengkok dan mengalami penonjolan tulang
pada tungkai bawah kiri setelah jatuh dari motor dan terpental sejauh ± 10
meter saat kecelakaan lalu lintas 9 tahun yang lalu,
Pemeriksaan vital sign: Tekanan darah 130/100 mmHg, Nadi 88 x/mnt,
Pernafasan 20 x/mnt, Suhu 36,8oC. Status Lokalis : Regio cruris sinistra,
Look: deformitas bengkok(+): terdapat penonjolan abnormal dan angulasi
(+), Feel: sensibilitas (+), terasa lebih menonjol dibandingkan dengan cruris
dextra, suhu rabaan normal, kapiler refil (+) normal, arteri dorsalis pedis
teraba. Panjang tungkai kanan: 86 cm, panjang tungkai kiri:89 cm, LLD: 3 cm,
Sudut deformitas angulasi anterior-posterior: 30⁰, Move: Dalam batas normal

F. DIAGNOSA KERJA
Malunion fraktur tibia-fibula sinistra

G. PLANNING DIAGNOSA
• Planning pemeriksaan
– Foto Rontgen: cruris sinistra AP-lateral
– Lab : DL, CT, BT, HbSAg
• Planning Terapi
Operatif
Reconstruksi dan fiksasi interna: ORIF dan Bone Graft

6
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT

A. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh
darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh.
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan
atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Fraktur kruris (L:crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan
fibula.. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan
fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis
terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah
patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung
dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.

B. ANATOMI
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Hal
ini diakibatkan susunan anatomi cruris dimana permukaan medial tibia hanya
ditutupi jaringan subkutan, sehingga menyebabkan mudahnya terjadi fraktur
cruris terbuka yang menimbulkan masalah dalam pengobatan.
Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:
1.otot ekstensor
2.otot abductor
3.otot triceps surae
4.otot fleksor

7
Keempat grup otot tersebut membentuk 3 kompartemen
Grup I :memebentuk kompartemen anterior
Grup II :membentuk kompartemen lateral
Grup III+IV :membentuk kompartemen posterior yang terdiri dari
kompartemen superficial dan kompartemen dalam.
Arteri: 1.arteri tibialis anterior
2.arteri tibialis posterior
3.arteri peroneus
Saraf: 1.n.tibialis anterior dan n.peroneus mempersarafi otot ekstensor dan
abductor
2.n.tibialis posterior dan n.poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan
otot triceps surae.
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis, diaphysis
dan epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu condilus
medialis dan condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat permukaan
sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut facies articularis superior yang
ditengahnya terdapat peninggian disebut eminentia intercondyloidea. Di ujung
proksimal terdapat dataran sendi yagng menghadap ke lateral disebut facies
articularis untuk bersendi dengan tulang fibula. Diaphysis mempunyai tiga tepi
yaitu margo anterior, margo medialis, dan crista interosea disebelah lateral.
Sehingga terdapat tiga dataran yaitu facies medialis, facies posterior dan facies
lateralis. Margo anterior di bagian proksimal menonjol disebut tuberositas tibia.
Pada epiphysis distalis bagian distal terdapat tonjolan yang disebut malleolus
medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap lateral untuk bersendi
dengan talus disebut facies malleolus lateralis. Epiphysis distalis mempunyai
dataran sendi lain yaitu facies articularis inferior untuk dengan tulang talus dan
incisura fibularis untuk bersendi dengan tulang fibula.
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian yaitu
epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proksimalis
membulat disebut capitulum fibula yang kearah proksimal meruncing menjadi
apex kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai dataran sendi yaitu facies
artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan tulang fibula. Diaphysis
mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis, Krista meedialis, Krista anterior,
Krista interosea. Mempunyai tiga dataran yaitu facies medialis, facies lateralis,
facies posterior. Epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar

8
disebut malleolus lateralis. Disebelah dalam mempunyai dataran sendi yang
disebut facies artycularis malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu suleus
disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot peroneus
longus dan peroneus brevis.

C. FISIOLOGI TULANG
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-
paru) dan jaringan lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang
belakang (hema topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

9
D. ETIOLOGI
1)Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2)Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3)Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan
penarikan.

E.PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

10
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

F. KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi fraktur:
a. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang
b. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
c. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.

11
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
d. .Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
e. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
f. Fraktur Kelelahan/stres: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang.
i. Fraktur pada tibia dan fibula:
1. Fraktur proksimal tibia
2. Fraktur diafisis
3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki

12
FRAKTUR PROKSIMAL TIBIA
a) Fraktur Infrakondilus Tibia
Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien
yang mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun
tungkai bawah dapat membengkak dalam segala arah, namun biasanya
terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak ada tumpang tindih atau rotasi.
Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat dengan gips tungkai
panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser,
dapat dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan gunakan gips tungkai
panjang selama 6 minggu. Kemudian dapat dilepaskan dan diberdirikan
denganmenggunakan tongkat untuk menahan berat badan.
b) Fraktur Berbentuk T
Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke
atas diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut
dengan hebat. Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga korpus tibia tergeser
diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat mereduksi fraktur ini secara
adekuat.
c) Fraktur Kondilus Tibia(bumper fracture)
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap
femur dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat
tabrakan pada sisi luar kulit oleh bumper mobil, yang menimbulkan fraktur
pada salah satu kondilus tibia, biasannya sisi lateral.
d) Fraktur Kominutiva Tibia Atas
Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh
bagian periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat,
kemudian merawatnya dengan traksi tibia distal.

13
FRAKTUR DIAFISIS
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur
dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula
terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe
transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan
trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa
Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:
1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara
transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga
dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan sangat terbatas.
2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral
hampir tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.

14
Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran
minimal, tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan,
lakukan anestesi dan reduksikan.
b) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak
Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan
fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada
tibia bagian medial yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis
atau diafisis proksimaldengan fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur
biasanya bersifat transversaldengan atau tanpa fraktur fibula.
c) Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula
Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula
secara transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak
terjadi pergeseran atau hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya
pasien masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai menutupi tempat fraktur,
sehingga memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak
diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan
persendian lutut normal, biarkan pasien berjalan segera setelah cedera
jaringan lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat
dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.
d) Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula
Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada
tungkai bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen
bergeser ke arah lateral, bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula

15
fraktur, yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling
ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Perawatan tergantung
pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan yang jelas,
maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya.
Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi masalah karena akan
dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian,
pemendekan sebaiknya dihindari.

G. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis
lengkap danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan danmenilai secara objektif keadaan yang
sebenarnya.
A. Anamnesa
Anamnesa : ada trauma
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau
ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Dari anamnesa saja
dapat diduga :
o Kemungkinan politrauma.
o Kemungkinan fraktur multipel.
o Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur
supracondylair humerus, fraktur collum femur.
o Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
o Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat
berjalan. Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur
inkomplit dan fraktur impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam
tulang spongiosa).
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian
atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah
raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang
dengan gejala-gejala lain.

16
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka
terinfeksi.
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
2. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulang-
tulang kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler,
fraktur epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical,
cervical, dan acetabulum mempunyai tanda-tanda tersendiri.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
 Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi (rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan
luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka
(compound).
 Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.

17
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
 Move (pergerakan)
Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk
menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
 Untuk konfirmasi adanya fraktur.
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi
fragmen serta pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-
artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan
´Rules of Two´:
 Dua pandangan

18
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut
pandang (AP & Lateral/Oblique).
 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami
fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi
kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi
mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan
diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan
bermanfaat.
 Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih
dari 1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau
femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang
belakang.
 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat,
kalau ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan
lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.
Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi
perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana
yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur
serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan
prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan
fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata
pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau
fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya
cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional
sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat

19
yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis
fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

G. TEKNIK PENANGANAN
Penatalaksanaan Fraktur :
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah
mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan
klinis dan radiologis.
Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
# Lokalisasi fraktur
# Bentuk fraktur
# Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
# Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur
dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur
intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
-alignment yang sempurna
-aposisi yang sempurna
3. Retention; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Non Operatif
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan
tarikan atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips
dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen
tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan,

20
rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat
mengembalikan ke fungsi normal
Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a. Absolut
- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan
operasi dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya
darah di tungkai.
- Fraktur dengan sindroma kompartemen.
- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien,
juga mengurangi nyeri.
b. Relatif, jika adanya:
- Pemendekan
- Fraktur tibia dengan fibula intak
- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel
yang hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur
terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang
dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma
tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di
bawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar.

21
b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis
cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat
digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik
digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan
gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)


Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke
metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu
gerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya
terjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan
gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka
atau tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang
yang cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini
adalah gambar dari penggunaan intramedullary nailing.

22
e. OSTEOTOMI
 Membuka Wedge Osteotomy
Dalam pembukaan baji osteotomy, sebuah insisi dibuat di sisi medial lutut.
Sekali lagi, perawatan diambil untuk melindungi saraf dan pembuluh darah yang
berjalan di sendi lutut.
Setelah tulang tibia terkena, satu potongan yang dilakukan melalui atas tibia.
Sebuah fluoroskop atau sinar-X digunakan untuk memastikan bahwa
pemotongan di tempat yang tepat.
Setelah tulang dipotong, kedua sisi tibia dipisahkan untuk membentuk
pembukaan berbentuk baji. Pembukaan ini kemudian diisi dengan graft tulang.
Cangkok tulang biasanya diambil dari tulang panggul, melalui sayatan di sisi
pinggul. Cangkok tulang diadakan pada posisi dengan pelat logam atau pin.
Setelah memperbaiki dua sisi tulang dengan sepiring atau pin, kulit dijahit, dan
kaki ditempatkan dalam belat empuk untuk melindungi sendi lutut.
 Penutup Wedge Osteotomy
Dalam penutupan baji osteotomy, sebuah insisi dibuat di sisi lateral lutut
untuk mengizinkan ahli bedah untuk melihat ujung atas tibia. Perawatan diambil
untuk melindungi saraf dan pembuluh darah yang berjalan di sendi lutut.
Setelah tulang tibia terkena, dua pemotongan dilakukan melalui atas tulang
kering dalam bentuk irisan. Dokter bedah baik menggunakan sinar X atau
fluoroskop, jenis khusus dari mesin sinar-X yang cetakan foto pada layar
fluorescent, untuk memastikan bahwa irisan ukuran yang tepat dan ditempatkan
dengan benar.
Baji dikeluarkan, dan kedua sisi tibia dibawa lebih dekat bersama-sama dan
diselenggarakan di posisi dengan pelat logam atau pin. Hal ini akan mengubah
sudut tibia dan membantu meluruskan jajaran dari lutut. Setelah memperbaiki

23
dua sisi tulang dengan sepiring atau pin, kulit di jahit, dan kaki ditempatkan
dalam belat empuk untuk melindungi sendi lutut.

H. KOMPLIKASI PENYEMBUHAN FRAKTUR


1) Mal union
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan
atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Etiologi :
Fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan
imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada
awal pengobatan, osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya
trauma.
Gambaran Klinis :
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi, gangguan fungsi anggota
gerak, nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi, ditemukan komplikasi seperti
paralysis tardi nervus ulnaris, Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi,
bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas.
Radiologis :
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi
yang tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
Pengobatan :
Konservatif dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan
diimobilisasi sesuai dengan fraktur yang baru,pada pasien malunion yang masih
terbentuk fase subkalus. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat
dipergunakan sepatu ortopedi. Operatif dilakukan osteotomi koreksi (osteotomi Z)
dan bone graft disertai dengan fiksasi interna, atau dengan osteotomi dengan
pemanjangan bertahap misalnya pada anak-anak, atau dengan osteotomi yang
bersifat baji.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang
tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya
peredaran darah ke fragmen. Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-
5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak
bawah).

24
Etiologi :
Sama dengan nonunion.
Gambaran Klinis :
Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat
pembengkakan, nyeri tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah
fraktur, pertambahan deformitas.
Radiologis :
Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista
pada ujung-ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus
yang kurang disekitar fraktur.
Pengobatan :
Konservatif dilakukan pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan
selama 2-3 bulan. Operatif dilakukan bila union diperkirakan tidak akan terjadi
maka segera dilakukan fiksasi interna dan pemberian bone graft.
3) Non union
Fraktur yang tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat
terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut
infected pseudoartrosis
. Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen
tulang yaitu : hipertrofik  ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar
dari normal yang disebut gambaran elephant’s foot, garis fraktur tampak dengan
jelas, ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa,
pada jenis ini vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang
rigid tanpa pemasangan bone graft.
Atrofik/oligotrofik  tidak ada tanda-tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur,
ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler, pada jenis ini
disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft
Etiologi :
Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak
adekuat, imobilisasi yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen,
waktu imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, distraksi pada kedua ujung karena
adanya traksi yang berlebihan, interposisi jaringan lunak di antara kedua
fragmen, terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen, destruksi

25
tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis), disolusi
hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler), kerusakan
periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi, fiksasi interna yang
tidak sempurna, delayed union yang tidak diobati, pengobatan yang salah atau
sama sekali tidak dilakukan pengobatan, terdapat benda asing diantara kedua
fraktur misalnya pemasangan screw diantara kedua fragmen.
Gambaran Klinis :
Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah
fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan
sedikit atau sama sekali tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga
tidak terdapat pembengkakan sama sekali, pada perabaan ditemukan rongga
diantara kedua fragmen
Radiologis :
Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang
berbentuk bulat dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang,
salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(pseudoartrosis).
Pengobatan :
Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil
dekat sendi misalnya kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan
protesis misalnya pada fraktur leher femur, stimulasi elektrik untuk mempercepat
osteogenesis..
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya
defisiensi suplay darah.
5) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
6) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot
tungkai bawah.
7) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa
internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi
karena luka yang tidak steril.

26
I. PROGNOSIS
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah
sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan,
bentuk dan jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien baik, usia pasien
relative muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar.
Penanganan yang diberikan seperti operasi dan pemberian internal fiksasi juga
sangat mempengaruhi terutama dalam memperbaiki struktur tulang yang patah.
Setelah operasi dengan pemberian internal fiksasi berupa plate and screw,
diperlukan terapi latihan untuk mengembalikan aktivitas fungsionalnya.
Pemberian terapi latihan yang tepat akan memberikan prognosis yang baik
bilamana (1) quo ad vitam baik jika pada kasus ini tidak mengancam jiwa pasien,
(2) quo ad sanam baik jika jenis perpatahan ringan, usia pasien relative muda
dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad fungsionam baik jika pasien dapat
melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang disebut juga dengan
proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas tulang. Dalam proses
rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah
komplikasi dan melatih aktivitas fungsionalnya.
Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada
sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa
semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam
terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat
dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka.

27
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang Laki-Laki umur 26 tahun datang ke POLI RSUD


KANJURUHAN dengan keluhan bengkok dan mengalami penonjolan tulang
pada tungkai bawah kiri setelah jatuh dari motor dan terpental sejauh ± 10
meter saat kecelakaan lalu lintas 9 tahun yang lalu,
Pemeriksaan vital sign: Tekanan darah 130/100 mmHg, Nadi 88
x/mnt, Pernafasan 20 x/mnt, Suhu 36,8oC. Status Lokalis : Regio cruris
sinistra, Look: deformitas (+): terdapat penonjolan abnormal dan angulasi
(+), Feel: sensibilitas (+), terasa lebih menonjol dibandingkan dengan cruris
dextra, suhu rabaan normal, kapiler refil (+) normal, arteri dorsalis pedis
teraba. LLD dextra: 86 cm, LLD sinistra:89 cm, Sudut deformitas angulasi
anterior-posterior: 127⁰, Move: Dalam batas normal.
Diagnosa kerja: Malunion fraktur tibia-fibula sinistra. Planing terapi:
Operatif: Reconstruksi dan fiksasi interna: ORIF dan Bone Graft

28
DAFTAR PUSTAKA
Mahyudin, Lestari. 2010. Fraktur Diafisis Tibia. (http://www.Belibis17.tk. Diakses
pada tanggal 7 Mei 2011.

Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The
McGraw-Hill Companies.

Anonymous. Fraktur Tibia Fibula. http://www.docstoc.com/docs/54980966/Case-


Bedah-Fraktur-Tibia-Fibula-FK-UNSRI. Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.

Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran


Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995

Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New


York: Mc Grow Hill. 2009

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang


Lamumpatue. 2003.

Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
Keany E. James. Femur Fracture. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment

Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach.


Available from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml

Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika. 1995

29

Anda mungkin juga menyukai