Anda di halaman 1dari 33

Daftar Isi

Belajar Tauhid ................................................................................................................................... 2


Mengapa Kita Wajib Belajar Tauhid ? ........................................................................................... 2
Tauhid Syarat Mutlak Masuk Surga ............................................................................................... 2
Bahaya Kesyirikan......................................................................................................................... 3
Syirik Membatalkan Amalan ......................................................................................................... 4
Taubat Dari Kesyirikan .................................................................................................................. 4
Pengertian Tauhid .......................................................................................................................... 5
Termasuk Syirik Memakai Jimat.................................................................................................... 7
Bertabarruk (Mencari Berkah) ....................................................................................................... 8
Termasuk Syirik Besar Menyembelih Untuk Selain Allah .............................................................. 9
Termasuk Syirik Bernadzar Untuk Selain Allah ........................................................................... 10
Ar-Ruqyah (Jampi-Jampi) ............................................................................................................. 12
Berdo’a Kepada Selain Allah adalah Syirik Besar ........................................................................ 13
Syafa’at ....................................................................................................................................... 14
Berlebihan terhadap orang shalih adalah pintu kesyirikan. ............................................................ 16
Sihir ............................................................................................................................................ 17
Perdukunan ................................................................................................................................. 19
Tathayyur (Merasa Sial Dengan Sesuatu) ..................................................................................... 21
Meramal Nasib Dengan Bintang .................................................................................................. 22
Bersumpah Dengan Selain Nama Allah ....................................................................................... 23
Riyā’ ........................................................................................................................................... 24
Cinta Kepada Allāh Ta’āla ........................................................................................................... 26
Takut Kepada Allāh ..................................................................................................................... 27
Ta’at Ulama Dalam Kebenaran .................................................................................................... 29
Menyandarkan Nikmat Kepada Allāh Ta’āla ................................................................................ 30
Ridha Dengan Hukum Allāh ........................................................................................................ 32
Belajar Tauhid

Mengapa Kita Wajib Belajar Tauhid ?


Mempelajari tauhid merupakan kewajiban setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita, karena
Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan manusia dan jin adalah hanya untuk bertauhid yaitu
meng-esakan ibadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :

‫ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖُ ﺍﻟْﺠِﻦَّ ﻭَﺍْﻹِﻧْﺲَ ﺇِﻻَّ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭﻥ‬

’’Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepadaKu’’. (Surat AdzDzariyaat 56)

Oleh karena itulah Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah mengutus para Rasul kepada setiap ummat
tujuannya adalah untuk mengajak mereka kepada tauhid.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :

ۖ َ‫… ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺑَﻌَﺜْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺭَﺳُﻮﻟًﺎ ﺃَﻥِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕ‬

’’Dan sungguh-sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat


seorang Rasul yang mereka berkata kepada kaumnya : ’’Sembahlah Allāh
dan jauhilah thaghut’’. (Surat AnNahl 36).

Makna thaghut adalah segala sesembahan selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.


Oleh karena itu seorang muslim yang tidak memahami tauhid, yang merupakan inti dari ajaran
Islam, maka sebenarnya dia tidak memahami agamanya meskipun dia telah mengaku
mempelajari ilmu-ilmu yang banyak.
Tauhid Syarat Mutlak Masuk Surga
Saudaraku, orang yang menginginkan kabahagiaan di surga maka dia harus memiliki modal
yang satu ini, yaitu modal BERTAUHID, tidak akan masuk ke dalam surga kecuali orang-
orang yang bertauhid meskipun terkadang dia di adzab sebelumnya ke dalam neraka karena
dosa yang dia lakukan.
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

َ ‫ َﻭﺃَ اﻥ ِﻋ ْﻴ‬،ُ‫ َﻭﺃَ اﻥ ُﻣ َح امﺪًﺍ َﻋ ْﺒﺪُهُ َﻭ َﺭﺳُ ْﻮﻟُﻪ‬،ُ‫ش ِهﺪَ ﺃَ ْﻥ َﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِ اﻻ هللا َﻭ ْحﺪَهُ َﻻ ش َِريْكَ ﻟَﻪ‬
‫سى َﻋ ْﺒﺪ ُ هللا‬ َ ‫َﻣ ْﻦ‬
‫ﺎﺭ َح ٌّق ﺃَدْ َﺧﻠَﻪُ هللا ﺍﻟ َﺠﻨاﺔُ َﻋﻠَى َﻣﺎ‬َ ‫ َﻭ َﻛ ِﻠ َمﺘُﻪُ ﺃَ ْﻟﻘَﺎهَﺎ ﺇِﻟَى َﻣ ْريَ َم َﻭ ُﺭ ْﻭ ٌح ِﻣ ْﻨﻪُ َﻭﺍ ْﻟ َﺠﻨاﺔَ َح ٌّق َﻭﺍﻟﻨا‬،ُ‫ﺳ ْﻮﻟُﻪ‬
ُ ‫َﻭ َﺭ‬
‫َﻛﺎﻥَ ِﻣﻦَ ْﺍﻟ َﻌ َم ِﻞ‬
’’Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allāh, tidak ada sekutu bagiNya dan bersaksi
bahwasanya Muhammad adalah hambaNya dan juga RasulNya dan
bersaksi bahwasanya ‘Isa adalah hamba Allāh dan juga RasulNya dan
kalimatNya yang Allāh tiupkan kepada Maryam dan ruh dari Allāh
Subhānahu wa Ta’āla dan bersaksi bahwasanya surga adalah benar dan
neraka adalah benar maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan memasukan
dia ke dalam surga, sesuai dengan apa yang telah dia amalkan‘’. (HR
Bukhari Muslim)

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ يَ ْﺒﺘَ ِغى ﺑِذَﻟِكَ َﻭ ْﺟﻪَ هللا‬. ‫ﺎﺭ َﻣ ْﻦ قَﺎ َل ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻا هللا‬
ِ ‫ﻓَإِ اﻥ هللا قَﺪْ َح ار َم َﻋﻠَى ﺍﻟﻨا‬

“Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah mengharamkan neraka, bagi


orang yang mengatakan lā ilāha illallāh (tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allāh) yang dia mengharap dengan kalimat tersebut wajah
Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
(HR Bukhori & Muslim)

Ini menunjukkan kepada kita bahwasanya modal utama untuk mendapatkan surga Allāh
Subhānahu wa Ta’āla adalah dengan BERTAUHID.
Bahaya Kesyirikan
Akhil karīm, tauhid adalah amalan yang paling Allāh cintai, sebaliknya syirik yaitu
menyekutukan Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dalam beribadah adalah amalan yang sangat
Allāh murkai.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla memang Maha Pengampun, akan tetapi bila seseorang meninggal
dunia dalam keadaan berbuat syirik besar kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka Allāh
Subhānahu wa Ta’āla tidak akan mengampuni dosa syirik tersebut.
Orang tersebut akan kekal di neraka selama-lamanya dan tidak ada harapan baginya untuk
masuk ke surganya Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Sungguh ini adalah sebuah kerugian yang
tidak ada kerugian lebih besar daripada kerugian ini.
Allāh berfirman :

ۚ ُ‫ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ يَغْﻔِرُ ﺃَﻥْ يُﺸْرَﻙَ ﺑِﻪِ ﻭَيَغْﻔِرُ ﻣَﺎ دُﻭﻥَ ﺫَٰﻟ ِِكَ ﻟِمَﻦْ يَﺸَﺎﺀ‬

’’Sesungguhnya Allāh tidak akan mengampuni dosa syirik dan masih


mengampuni dosa yang lain bagi siapa yang dikehendakinya”. (An Nisa 48)
Oleh karena itu, hati-hatilah saudaraku dengan dosa yang satu ini, terkadang seseorang
terjerumus ke dalam dosa ini sedangkan dia tidak menyadarinya.
Bentengilah dirimu dengan perisai ilmu yaitu ilmu agama, belajarlah dan berdoalah kepada
Allāh.
Berdoalah kepada Allāh dengan sejujur-jujurnya, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla
melindungi kita dan juga keluarga kita dari perbuatan syirik ini.

Syirik Membatalkan Amalan


Pernahkan anda kehilangan file data berharga hasil kerja keras anda selama berhari-hari, atau
berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun ? Bagaimanakah perasaan anda saat itu ? Sedih
bukan ?
Tekadang seseorang berani untuk membayar jutaan rupiah asal file berharga tersebut kembali.
Saudaraku sekalian, syirik adalah dosa besar yang bisa membatalkan amalan seseorang.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

َ‫ﻄ اﻦ َﻋ َمﻠُكَ َﻭﻟَﺘَ ُكﻮﻧ اَﻦ ِﻣﻦَ ْﺍﻟ َخﺎ ِﺳ ِريﻦ‬


َ ‫ﻲ ِﺇﻟَﻴْكَ َﻭ ِﺇﻟَى ﺍﻟاذِيﻦَ ِﻣ ْﻦ قَ ْﺒﻠِكَ ﻟَئِ ْﻦ ﺃَ ْش َر ْﻛﺖَ ﻟَ َﻴ ْح َﺒ‬ ِ ُ ‫َﻭﻟَﻘَﺪْ ﺃ‬
َ ‫ﻭح‬
(65)
‫( َﺑ ِﻞ هللا ﻓَﺎ ْﻋﺒُ ْﺪ َﻭ ُﻛ ْﻦ ِﻣﻦَ ﺍﻟ ا‬66)
َ‫ﺸﺎ ِﻛ ِريﻦ‬

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu, wahai Muhammad dan kepada


(nabi-nabi) yang sebelummu, bahwa apabila kamu berbuat syirik, maka sungguh
akan batal amalanmu, dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang merugi.
Maka sembahlah Allāh saja, dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur.”

(Qs AzZumar 65-66)

Dalam ayat ini, seorang Nabi pun, apabila dia berbuat syirik, maka akan batal amalannya.
Oleh karena itu saudara-saudara sekalian, jagalah amalan anda yang sudah anda tabung
bertahun-tahun, jangan biarkan amalan tersebut hilang begitu saja, hanya karena kejahilan
anda terhadap tauhid dan juga syirik.
Terkadang sebuah perbuatan yang kita anggap biasa, bisa menghancurkan amalan sebesar
gunung, dan belum tentu ada waktu lagi untuk bisa menabung kembali.

Taubat Dari Kesyirikan


Orang yang berbuat syirik, saudara sekalian, dan dia meninggal dunia tanpa bertaubat kepada
Allāh, maka dosa syirik tersebut tidak akan diampuni.
Namun apabila dia bertaubat sebelum dia meninggal, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan
mengampuni dosanya, bagaimanapun besarnya dosa tersebut.
Taubat nashūha adalah taubat yang terpenuhi didalamnya 3 syarat:
1. Menyesal
2. Meninggalkan perbuatan tersebut
3. Bertekad kuat untuk tidak mengulangi lagi
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
ْ َّ ََُْ َ ُ ْ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ َ َ ْ ُ
‫ْسفوا عَل أنف ِس ِه ْم َل تقنطوا ِم ْن َر ْح َم ِة هللا ِإن هللا َيغ ِف ُر‬ ‫قل يا ِعب ِادي ال ِذين أ‬
ُ ‫الرح‬
‫يم‬ َّ ُ ُ َ ْ َ ُ ُ َّ ً َ َ ُ ُّ
ِ ‫الذنوب ج ِميعا ِإنه هو الغفور‬

“Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang telah melampaui batas terhadap diri


sendiri (yaitu dengan berbuat dosa), janganlah kalian berputus asa dari rahmat
Allāh. Sesungguhnya Allāh mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar ayat 53)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:


َ َ ْ َ َ ْ َّ
‫ِإن هللا َيق َب ُل ت ْو َبة ال َع ْب ِد َما ل ْم ُيغ ْر ِغ ْر‬

“Sesungguhnya Allāh menerima taubat seorang hamba selama ruh belum sampai
ke tenggorokan.”

(HR. Tirmidzi & Ibnu Majah dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany rahimahullāh)

Para shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak semuanya lahir dalam keadaan Islam,
bahkan banyak diantara mereka yang masuk Islam ketika sudah besar. Dan sebelumnya
bergelimang dengan kesyirikan.

Supaya tidak terjerumus kembali ke dalam kesyirikan, maka seseorang harus mempelajari
Tauhid dan memahaminya dengan baik, mengetahui jenis-jenis kesyirikan, sehingga dia bisa
menjauhi kesyirikan tersebut.

Pengertian Tauhid
Saudara sekalian, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan pemahaman kepada kita
semua.
Sebelum kita jauh melangkah di dalam Silsilah ini, tentunya kita harus benar-benar memahami
apa makna Tauhid yang wajib kita pelajari dan kita amalkan.
TAUHID
 Secara bahasa adalah mengEsakan
 Secara istilah adalah mengEsakan Allāh di dalam beribadah.
Seseorang tidak dinamakan bertauhid sehingga dia meninggalkan peribadatan kepada selain
Allāh, seperti:
 Berdo’a kepada selain Allāh
 Bernadzar untuk selain Allāh
 Menyembelih untuk selain Allāh
 Dan lain-lain.
Apabila seseorang beribadah kepada Allāh dan menyerahkan sebagian ibadah kepada selain
Allāh, siapapun dia, entah itu seorang Nabi, Malaikat atau yang lain maka inilah yang
dinamakan dengan syirik yaitu menyekutukan Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dalam beribadah.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
ْ
‫} إَِلَّ الَّذِي فَطَرَنِﻲ‬26{ َ‫ﻭَإِﺫْ قَاﻝَ إِﺑْرَاهِﻴمُ ﻷَﺑِﻴهِ ﻭَقَوْمِهِ إِنَّنِﻰ ﺑَرَﺁﺀٌ مِّمَّﺄ تَعْﺒُدُﻭن‬
{27}

’’Dan ingatlah ketika Ibrāhīm berkata kepada bapaknya dan kaumnya


‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dzat yang
telah menciptakan aku'”

(Az-Zukhrūf 26-27)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

ُ‫مَنْ قَاﻝَ َلَ إِلَهَ إَِلَّ الﻠهُ ﻭَ ﻛَفَرَ ﺑِمَا يُعْﺒَدُ مِنْ دُﻭْنِ الﻠهِ حَرُﻡَ مَالُهُ ﻭَدَمُهُ ﻭَ حِسَاﺑُه‬
ِ‫عَﻠﻰَ الﻠه‬

’’Barangsiapa yang mengatakan ‘’Lā ilāha illallāh’’ dan mengingkari segala


sesuatu yang disembah selain Allāh maka haram hartanya dan darahnya (artinya
tidak boleh diganggu) dan perhitungannya (hisabnya) adalah atas Allāh
Subhānahu wa Ta’āla ‘’.

(Hadits shahīh, HR. Imam Muslim)

Oleh karena itu, rukun kalimat Tauhid (Lā ilāha illallāh) ada 2 :

1. Nafi (pengingkaran)
Nafi pada kalimat ‘’Lā ilāha’’ artinya tidak ada Tuhan yang berhak disembah.
Maksudnya adalah mengingkari tuhan–tuhan selain Allāh.
2. Itsbat (penetapan) Itsbat pada kalimat ‘’illallāh” artinya kecuali Allāh. Maksudnya
adalah menetapkan Allāh sebagai satu-satunya sesembahan.

Termasuk Syirik Memakai Jimat


Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :
َ َ ْْ َ ْ َ َ ً َ َ َ َّ َ ْ َ
‫من عﻠق ت ِميمة فقد أْسك‬

’’Barangsiapa yang menggantungkan tamīmah (yaitu jimat dan yang semisalnya)


maka sungguh dia telah berbuat syirik”. (HR. Imām Ahmad dan shahīhkan oleh
Syaikh Al-Albani)

Saudaraku sekalian, Allāh Azza wa Jalla adalah Dzat yang memberi manfaat dan mudharat.

Kalau Allāh menghendaki memberikan manfaat kepada seseorang maka tidak akan ada yang
bisa mencegahnya.

Demikian pula sebaliknya, ketika Allāh menghendaki untuk menimpakan musibah kepada
seseorang maka tidak akan ada yang bisa menolaknya.

Keyakinan tersebut melazimkan kita sebagai seorang Muslim untuk hanya bergantung kepada
Allāh semata. Dan merasa cukup dengan Allāh dalam usaha mendapatkan manfaat dan
menghindari mudharat, seperti dalam mencari rejeki, mencari keselamatan, mencari
kesembuhan dari penyakit dan lain-lain.

Dan tidak bergantung sekali-kali kepada benda-benda yang dikeramatkan seperti jimat, wafaq,
susuk dan berbagai jenisnya

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :


َ َ ْْ َ ْ َ َ ً َ َ َ َّ َ ْ َ
‫من عﻠق ت ِميمة فقد أْسك‬

’’Barangsiapa yang menggantungkan tamīmah (yaitu jimat dan yang semisalnya)


maka sungguh dia telah berbuat syirik”.

(HR. Imām Ahmad dan dishahīhkan oleh Syaikh Al-Albani)

Apabila meyakini bahwa barang tersebut adalah sebab (perantara) maka ini termasuk syirik
kecil, karena dia telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab.
Padahal yang berhak untuk menentukan sesuatu itu sebab atau tidak adalah Dzat yang
menciptakan yaitu Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian apabila dia meyakini bahwa barang tersebut dengan sendirinya memberikan
manfaat dan memberikan mudharat maka ini termasuk syirik besar, yang bisa mengeluarkan
seseorang dari Islam.

Semoga Allāh Subhānahu Abdullā Ta’āla memudahkan kita dan saudara-saudara kita untuk
meninggalkan perbuatan syirik yang sudah tersebar ini dan menjadikan ketergantungan hati
kita dan mereka hanya kepada Allāh.

Hasbunallāhu wa ni’mal wakīl.

Bertabarruk (Mencari Berkah)


Kaum Muslimīn,

Barakah adalah banyaknya kebaikan dan langgengnya.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah Dzat yang berbarakah, artinya banyak kebaikannya.

Allāh berfirman:
ُ
َ‫تَﺒَارَكَ هللا رَبُّ الْعَالَمِﻴن‬
(Al-A’rāf 54)

Dan Allāh adalah Dzat yang memberikan keberkahan atau kebaikan kepada sebagian
makhluqNya, sehingga makhluq tersebut menjadi makhluq yang berbarakah dan banyak
kebaikannya.

Allāh berfirman :
َ ‫إ َّن َأ َّﻭ َﻝ َﺑ ْيت ُﻭض َع ل َّﻠناس َل َّﻠذي ﺑ َب َّك َة ُم َب َارًكا َﻭ ُه ًدى ل ْﻠ َع َالم‬
‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ

’’Sesungguhnya rumah yang pertama yang Allāh letakkan bagi manusia untuk
beribadah adalah yang ada di Makkah yang berbarakah dan petunjuk bagi
seluruh alam‘’.

(Āli ‘Imrān 96)

Ka’bah diberikan barakah oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan cara mendapatkan
barakahnya (kebaikannya) adalah dengan melakukan ibadah disana.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga berfirman :


َ‫إ َّنا َأ ْن َ ْزل َن ُاه ف َل ْي َﻠة ُم َب َار َكة ۚ إ َّنا ُﻛ َّنا ُم ْنذرين‬
ِ ِ ِ ٍ ٍ ‫ِي‬ ِ
’’Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qurān pada malam yang berbarakah,
sesungguhnya Kami memberikan peringatan’’.

(Ad-Dukhān 3)

Malam Laylatul Qadr adalah malam yang berbarakah dan cara mendapatkan barakahnya dan
juga kebaikannya adalah dengan melakukan ibadah di malam tersebut.

Seorang ulama berbarakah dengan ilmunya dan juga dakwahnya, cara mencari
keberkahannya dan juga kebaikannya adalah dengan menimba ilmu dari ulama tersebut.

Disana ada barakah yang sifatnya dzatiyah, yaitu dzat yang berbarakah, dimana barokah
seperti ini bisa berpindah. Barokah jenis ini hanya Allāh berikan kepada para Nabi dan juga
Rasūl.

Oleh karena itu, dahulu para shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertabarruk dengan:

 Bekas wudhū’ Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam


 Rambut Beliau
 Keringat Beliau
 Dan lain-lain.

Sepeninggal Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam, mereka tidak melakukan hal ini kepada
Abū Bakr dan ‘Umar dan para shahābat yang lain.

Dan ini menunjukan bahwasanya inilah kekhususan para Nabi dan juga para Rasul.

Meminta barakah hanya kepada Allāh dan dengan cara yang disyari’atkan.

Adapun meminta barakah dari Allāh dengan sebab yang tidak disyari’atkan seperti dengan:

 Mengusap dinding masjid tertentu


 Mengambil tanah kuburan tertentu
 Dan lain-lain

Maka ini termasuk dalam syirik kecil.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberkahi kita dan keluarga kita.

Termasuk Syirik Besar Menyembelih Untuk Selain Allah


Menyembelih termasuk ibadah yang agung di dalam agama Islam ini. Didalamnya ada
pengagungan terhadap Allāh, Rabb semesta alam dan merupakan wujud cinta dengan
mengorbankan sebagian harta kita untuk Allāh, seperti:

 Ibadah kurban di hari raya


 ‘Aqiqah
 Dan juga hadyu bagi sebagian jama’ah haji.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah memerintahkan kita menyerahkan ibadah yang mulia ini
hanya untuk Allāh semata, sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla :

ْ‫فَﺼَلِّ لِرَﺑِّﻚَ ﻭَانْﺤَر‬

’’Maka shalatlah dan menyembelihlah untuk Tuhanmu”.

(Al-Kautsar 2).

Barang siapa yang menyerahkan ibadah meyembelih ini untuk selain Allāh dalam rangka
mengagungkan dan mendekatkan diri kepada selain Allāh, sama saja kepada seorang Nabi atau
kepada seorang wali atau kepada jin dan lain-lain, maka dia:

 Telah terjatuh kedalam syirik besar yang mengeluarkan seseorang dari Islam
 Membatalkan amalannya, dan
 Terkena ancaman laknat dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:


َ
‫ْلَعَنَ هللا مَنْ ﺫَﺑَﺢَ لِغَﻴْرِ هللا‬

’’Allāh melaknat seseorang yang menyembelih untuk selain Allāh”.

(Hadits ini shāhih, diriwayatkan dari Imām Muslim).

Dan makna laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Oleh karenanya, janganlah sekali-kali kita sebagai seorang muslim berkurban dan
menyembelih untuk selain Allāh, sedikitpun, meskipun dengan seekor lalat, dengan harapan
untuk mendapatkan manfaat atau terhindar dari mudharat.

Kita harus yakin sebagai seorang Muslim bahwa manfaat dan juga mudharat ditangan Allāh
Subhānahu wa Ta’āla semata dan hanya kepadaNya-lah seorang muslim bertawakal.

Termasuk Syirik Bernadzar Untuk Selain Allah


Bernadzar untuk Allāh adalah seseorang mengatakan, misalnya:

“Wajib bagi saya melakukan ibadah ini yaitu untuk Allāh”

atau dengan mengatakan:


“Saya bernadzar untuk Allāh bila terlaksana hajat saya”.

Bernadzar, kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, adalah ibadah
dan suatu bentuk pengagungan.

Karenanya bernadzar ini tidak diperkenankan kecuali untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla
semata, seperti:

 Seseorang bernadzar untuk Allāh akan berpuasa 1 hari bila lulus ujian, atau
 Bernadzar untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mengadakan umroh bila sembuh
dari penyakit,
 Dan lain-lain.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :


َ َْ ْ َ َّ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ َّ َّ َ ْ َ ْ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ
‫ﻭما أنفقتم ِمن نفق ٍة أﻭ نذرتم ِمن نذ ٍر ف ِإن اّلل يعﻠمه ۗ ﻭما ِلﻠظ ِال ِمي ِمن أنﺼ ٍار‬

’’Dan apa yang kalian infaqkan atau yang kalian nadzarkan maka sesungguhnya
Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengetahuinya.’’

(Al-Baqarah 270)

Allāh Ta’āla mengabarkan bahwasanya Allāh mengetahui nadzar para hambaNya di dalam
ayat ini dan akan membalas dengan balasan yang baik.

Ini menunjukan bahwasanya nadzar adalah ibadah yang seorang Muslim akan diberikan
pahala atas nadzar tersebut.

Dan menunaikan nadzar apabila dalam keta’atan hukumnya adalah wajib, berdasarkan firman
Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
ُ َ ُُ ُ َُْ
‫ﻭرهم‬ ‫ﻭلﻴوفوا نذ‬

’’Dan supaya mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka‘’.

(Al-Hajj 29)

Dan sabda Nabi Shallallāhu ‘ ‘alayhi wasallam:

ِ‫مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِﻴعَ الﻠَّهَ فَﻠْﻴُطِعْهُ ﻭَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْﺼِﻴَهُ فَﻼَ يَعْﺼِه‬
’’Barangsiapa yang bernadzar untuk menta’ati Allāh Subhānahu wa Ta’āla maka
hendaknya menta’atinya dan barang siapa yang bernadzar untuk memaksiati
Allāh maka janganlah dia memaksiatiNya”.

(HR. Al-Bukhāri)

Bernadzar untuk selain Allāh adalah termasuk syirik besar yang mengeluarkan seseorang dari
Islam, seperti seseorang bernadzar apabila seseorang sembuh dari penyakit maka akan
menyembelih untuk wali fulan atau berpuasa untuk syaikh fulan dan lain-lain.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla melindungi kita dan keturunan kita dari perbuatan
syirik.

Ar-Ruqyah (Jampi-Jampi)
Ruqyah yaitu bacaan yang dibacakan kepada orang yang sakit supaya sembuh.

Bacaan ini diperbolehkan selama tidak ada kesyirikan.

َ ْ‫ف ﺑ ِْﻦ َﻣﺎ ِﻟكٍ قَﺎ َل ﻛُﻨَّﺎ ﻧَرْقِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﺎهِﻠ ِِﻴَّﺔِ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ يَﺎ ﺭَﺳُﻮلَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﻴ‬
‫ﻒ‬ َ ‫ﻋ ْﻦ‬
ِ ‫ﻋ ْﻮ‬ َ
ِ‫ﺗَرَﻯ ﻓِﻲ ﺫَﻟِكَ ﻓَﻘَﺎلَ ﺍﻋْرِﺿُﻮﺍ ﻋَﻠَﻲَّ ﺭُقَﺎﻛُمْ ﻟَﺎ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟرُّقَى ﻣَﺎ ﻟَمْ يَكُﻦْ ﻓِﻴﻪ‬
ٌ‫شِرْﻙ‬
Dari ‘Auf bin Mālik radiyallāhu ‘anhu berkata; Kami dahulu meruqyah di zaman Jahiliyyah,
maka kami bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam :

“Yā Rasūlullāh, apa pendapatmu tentang ruqyah ini?”

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

“Perlihatkanlah kepadaku ruqyah-ruqyah kalian, sesungguhnya ruqyah tidak


mengapa selama tidak ada kesyirikan”.

(HR. Abū Dāwūd, dishahīhkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh).

Ruqyah yang tidak ada kesyirikan seperti ruqyah dari:

 Ayat-ayat AlQur’an
 Do’a-do’a yang diajarkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan ini lebih utama.
Atau dengan,
 Do’a-do’a yang lain yang diketahui kebenaran maknanya baik dengan bahasa Arab
maupun dengan selain bahasa Arab.
Kemudian hendaknya orang yang meruqyah ataupun yang diruqyah meyakini bahwasanya
ruqyah hanyalah SEBAB semata, tidak berpengaruh dengan sendirinya dan tidak boleh
seseorang bertawakal kepada sebab tersebut.

Seorang Muslim mengambil sebab dan bertawakkal kepada Dzat yang menciptakan sebab
tersebut yaitu Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Ruqyah yang mengandung kesyirikan adalah jampi-jampi atau bacaan yang mengandung
permohonan kepada selain Allāh, entah kepada seorang jin ataupun seorang wali sekalipun,
biasanya disebutkan disitu nama-nama mereka.

Tidak jarang jampi-jampi seperti ini dicampur dengan ayat-ayat Al-Qurān atau dengan nama-
nama Allāh atau dengan kalimat yang berasal dari bahasa Arab.

Tujuannya adalah satu yaitu untuk mengelabui orang-orang yang jahil dan tidak tahu.

Ruqyah yang mengandung kesyirikan telah dijelaskan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa
sallam dalam sabda Beliau :

ٌ‫ﺇِﻥَّ ﺍﻟرُّقَى ﻭَﺍﻟﺘَّمَﺎﺋِمَ ﻭَﺍﻟﺘِّﻮَﻟَﺔَ شِرْﻙ‬

’’Sesungguhnya jampi-jampi dan jimat-jimat dan juga pelet adalah syirik’’.

(HR. Abū Dāwūd, Ibnu Mājah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
rahimahullāh)

Berdo’a Kepada Selain Allah adalah Syirik Besar


Berdo’a kepada Allāh adalah seseorang menghadap Allāh dengan maksud supaya Allāh
Subhānahu wa Ta’āla mewujudkan keinginannya, baik dengan meminta atau dengan
merendahkan diri, mengharap dan takut kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Berdo’a dengan makna di atas adalah ibadah.
Berkata An-Nu’mān Ibnu Basyīrin radhiyallāhu ‘anhu :

“Aku mendengar Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallama bersabda : ‘Do’a adalah


ibadah.’

Kemudian Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam membaca ayat:

َ‫ﻭَقَﺎلَ ﺭَﺑُّكُمُ ﺍدْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَكُمْ ۚ ﺇِﻥ ِّ َِ ﺍﻟَّذِيﻦَ يَسْﺘَكْﺒِرُﻭﻥ‬


َ‫ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎدَﺗِﻲ ﺳَﻴَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺟَهَﻨَّمَ دَﺍﺧِرِيﻦ‬
“Dan Rabb kalian berkata : ‘Berdo’alah kalian kepadaKu, niscaya Aku akan
mengabulkan kalian. Sesungguhnya orang- orang yang sombong dari beribadah
kepadaKu, mereka akan masuk ke dalam neraka jahanam dalam keadaan
terhina’.” (Ghāfir:60)

(HR. Abū Dāwūd, Tirmidzi, Nasāi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-
Albani rahimahullāh).

Dan makna “beribadah kepadaKu” adalah “berdoa kepadaKu”.


Apabila do’a adalah ibadah yang merupakan hak Allāh semata, maka berdo’a kepada selain Allāh
dengan merendahkan diri di hadapannya, mengharap dan juga takut kepadanya, sebagaimana ketika
dia mengharap dan takut kepada Allāh adalah termasuk syirik besar.

Dan termasuk jenis do’a adalah:

1. Istighātsah (meminta dilepaskan dari kesusahan)


2. Isti’ādzah (meminta perlindungan)
3. Isti’ānah (meminta pertolongan)

Apabila di dalamnya ada perendahan diri, pengharapan dan takut, maka ini adalah ibadah, hanya
diserahkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata.

Dan perlu kita ketahui bahwasanya boleh seseorang beristighātsah, beristi’ādzah, beristi’ānah
kepada seorang makhluk dengan 4 syarat:

1. Makhluk tersebut masih hidup.


2. Dia berada di depan kita atau bisa mendengar ucapan kita.
3. Dia mampu sebagai makhluq untuk melakukannya.
4. Tidak boleh seseorang bertawakkal kepada sebab tersebut, akan tetapi bertawakkal kepada
Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang menciptakan sebab.

Orang yang beristighātsah, beristi’ādzah atau beristi’ānah kepada orang yang sudah mati atau kepada
orang yang masih hidup akan tetapi tidak berada di depan kita atau tidak mendengar ucapan kita atau
meminta makhluk perkara yang tidak mungkin melakukan kecuali Allāh, maka ini termasuk syirik
besar.

Syafa’at
Syafā’at adalah meminta kebaikan bagi orang lain di dunia maupun di akhirat.
Allâh & Rasul-Nya telah mengabarkan kepada kita tentang adanya syafā’at pada hari kiamat.
Diantara bentuknya adalah bahwasanya Allāh mengampuni seorang muslim dengan perantara
do’a orang yang telah Allāh izinkan untuk memberikan syafa’at.
Syafa’at akhirat ini harus kita imani & kita berusaha untuk meraihnya.
Dan modal utama untuk mendapatkan syafā’at akhirat adalah bertauhid & bersihnya seseorang
dari kesyirikan.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda ketika beliau mengabarkan tentang
bahwasanya beliau memiliki syafā’at pada hari kiamat, beliau mengatakan:

َ ‫ﺎﺕ ِﻣ ْﻦ ﺃ ُ اﻣ ِﺘﻲ ﻻ يُ ْﺸ ِرﻙُ ِﺑﺎهلل‬


‫ش ْﻴئ ًﺎ‬ َ ‫ﻲ ﻧَﺎ ِﺋﻠَﺔٌ ِﺇ ْﻥ شَﺎ َء هللا َﻣ ْﻦ َﻣ‬
َ ‫ﻓَ ِه‬

“Syafa’at itu akan didapatkan insyā’ Allāh oleh setiap orang yang mati dari
umatku yang tidak menyekutukan Allāh sedikitpun.”

(Hadits Shahih Riwayat Muslim)

Merekalah orang-orang yang Allāh ridhai karena ketauhidan yang mereka miliki.
Allâh berfirman:

ْ ‫…… َﻭ َﻻ َي ْﺸﻔَﻌُﻮﻥَ ِﺇ اﻻ ِﻟ َم ِﻦ‬


َ َ ‫ﺍﺭﺗ‬
‫ض ٰى‬

“…Dan mereka (yaitu para nabi para malaikat & juga yang lain) tidak
memberikan syafā’at kecuali bagi orang-orang yang Allāh ridhai…”.

(Al-Anbiyaa’ 28)

Syafā’at di akhirat ini berbeda dengan syafā’at di dunia. Karena seseorang pada hari kiamat
tidak bisa memberikan syafā’at bagi orang lain kecuali setelah diizinkan oleh Allāh Subhānahu
wa Ta’ālā, sampai meskipun dia seorang nabi atau seorang malaikat sekalipun. Sebagaimana
firman Allāh Subhānahu wa Ta’ālā :

ٓ ‫ﻣَﻦ ﺫَﺍ ﺍﻟَّذِﻯ يَﺸْﻔَﻊُ ﻋِﻨﺪَهُۥٓ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِإِﺫْﻧِﻪِۦ‬

“Tidaklah ada yang memberikan syafa’at di sisi Allāh Ta’ālā kecuali dengan izin-
Nya.” (Al-Baqarah 255)

Oleh karena itu permintaan syafā’at hanya ditujukan kepada Allāh, Zat yang memilikinya.
Seperti seseorang mengatakan dalam yang do’anya, “Ya Allāh, aku meminta syafa’at Nabi-Mu
.”
Ini adalah cara meminta syafā’at yang diperbolehkan.
Bukan dengan meminta langsung kepada Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam
seperti mengatakan, “Ya Rasūlullāh, berilah aku syafā’atmu.”
Atau dengan cara menyerahkan sebagian ibadah kepada makhluk dengan maksud meraih
syafā’atnya.
Karena cara seperti ini adalah cara yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin zaman dahulu.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

‫ﻭَيَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ دُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﺎ يَضُرُّهُمْ ﻭَﻟَﺎ ي َِﻨْﻔَﻌُهُمْ ﻭَيَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ هَٰﺆُﻟَﺎﺀِ شُﻔَﻌ َِﺎﺅُﻧَﺎ‬
ۚ ِ‫ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ۚ قُﻞْ ﺃَﺗُﻨَﺒِّئُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺑِمَﺎ ﻟَﺎ يَﻌْﻠَمُ ﻓِﻲ ﺍﻟسَّمَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽ‬
‫ﺳُﺒْحَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَىٰ ﻋَمَّﺎ يُﺸْرِﻛُﻮﻥ‬

“Dan mereka menyembah kepada selain Allāh, sesuatu yang tidak memudharati
mereka & tidak pula memberikan manfaat & mereka berkata: “Mereka adalah
pemberi syafa’at bagi kami disisi Allāh”. Katakanlah: “Apakah kalian akan
mengabarkan kepada Allāh sesuatu yang Allāh tidak ketahui di langit maupun di
bumi?”. Maha Suci Allāh dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan.”

(Yunus 18)

Berlebihan terhadap orang shalih adalah pintu kesyirikan.


Orang yang shalih adalah orang yang baik karena mengikuti syariat Allāh, baik dalam hal
aqidah, ibadah maupun dalam hal muamalah.
Mereka memiliki derajat yang berbeda-beda di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita sebagai seorang Muslim diperintahkan untuk:
1. Mencintai mereka.
2. Mengikuti jejak mereka dalam kebaikan.
Berteman & bermajlis dengan mereka adalah sebuah keberuntungan.
Membaca perjalanan hidup mereka bisa menambah keimanan & meneguhkan hati kita.
Menghormati mereka adalah diperintahkan selama masih dalam batas yang diizinkan agama.
Namun berlebih-lebihan terhadap orang yang shalih, seperti:
1. Mendudukkan mereka di atas kedudukannya sebagai manusia.
Atau,
2. Mensifati mereka dengan sifat-sifat yang tidak pantas kecuali untuk Allāh.
Maka ini hukumnya HARAM (tidak diperbolehkan oleh agama) karena menjadi pintu
terjadinya kesyirikan & penyerahan sebagian ibadah kepada selain Allāh.
Mencintai Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melebihi cinta kita kepada orang tua, anak-
anak & semua manusia adalah sebuah kewajiban agama, sebagaimana dalam hadits.
Namun Beliau melarang kita (untuk) berlebih-lebihan terhadap Beliau dengan mendudukkan
Beliau di atas kedudukan Beliau yang sebenarnya, yaitu sebagai hamba Allāh & seorang Rasul.
Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

ِ‫ﻋ ْﺒﺪُ هللا‬ َ ‫ ﻓَإِﻧا َمﺎ ﺃَﻧَﺎ‬،‫ﺎﺭﻯ ﺍﺑْﻦَ َﻣ ْريَ َم‬


َ ‫ ﻓَﻘُ ْﻮﻟُ ْﻮﺍ‬،ُ‫ﻋ ْﺒﺪُه‬ َ ‫ﺕ ﺍﻟ اﻨ‬
َ ‫ص‬ ْ َ ‫ﻄ ُر ْﻭﻧِﻲ َﻛ َمﺎ ﺃ‬
ِ ‫ط َر‬ ْ ُ ‫ﻻَ ﺗ‬
ُ‫ﺳ ْﻮﻟُﻪ‬
ُ ‫ﻭ َﺭ‬.
َ

“Janganlah kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana orang-orang


Nasrani berlebih-lebihan terhadap ‘Īsā ibn Maryam. Sesungguhnya aku adalah
hamba-Nya maka katakanlah. ‘Hamba Allāh & Rasul-Nya’.”

(HR. Bukhari)

 Beliau adalah seorang hamba maka tidak boleh disembah.


Dan,

 Beliau adalah seorang rasul maka tidak boleh dicela & diselisihi.
Apabila berlebih-lebihan terhadap sebaik-baik manusia yaitu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa
sallam tidak diperbolehkan, maka bagaimana dengan yang lain?
Diantara bentuk ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang yang shalih adalah:
1. Meyakini bahwasanya mereka mengetahui ilmu ghaib, atau
2. Membangun di atas kuburan mereka, atau
3. Beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’ālā di samping kuburan mereka
4. Dan lain-lain.
Dan yang paling parah adalah menyerahkan sebagian ibadah kepada mereka.

Sihir
Ayyuhal ikhwah, sihir bermacam-macam jenisnya.
Dan sihir yang merupakan kesyirikan adalah sihir yang terjadi dengan meminta pertolongan
kepada syaithān.
Dan syaithān tidak akan menolong seseorang kecuali setelah melakukan perkara yang dia
ridhai, yaitu kufur (kāfir) kepada Allāh, dengan cara:
1. Menyerahkan sebagian ibadah kepada syaithān tersebut.
2. Menghina Al-Quran.
3. Mencela agama.
4. Dan lain-lain.
Allāh berfirman:

َ ‫ﺎطﻴﻦَ َﻛﻔَ ُرﻭﺍ يُﻌَ ِﻠّ ُمﻮﻥَ ﺍﻟﻨا‬


‫ﺎﺱ ﺍﻟ ِسّحْ َر‬ ‫ﺎﻥ َﻭ ٰﻟَ ِك اﻦ ﺍﻟ ا‬
ِ َ‫ﺸﻴ‬ ُ ‫ﺳﻠَ ْﻴ َم‬
ُ ‫َﻭ َﻣﺎ َﻛﻔَ َر‬

“Dan bukanlah Sulaiman yang kafir, akan tetapi syaithān-syaithānlah yang kafir,
mereka mengajarkan sihir kepada manusia.”

(Al-Baqarah 102)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda (yang artinya):

“Jauhilah 7 perkara yang membinasakan.”

Para shahābat bertanya, “Ya Rasūlullāh, apa 7 perkara tersebut?”

Maka Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

“Syirik kepada Allāh, sihir,…(dst).”

(Muttafaqun ‘alaih)

Hukuman bagi seorang tukang sihir jenis ini adalah hukuman mati bila dia tidak bertaubat,
sebagaimana telah dicontohkan oleh para shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Dan yang berhak untuk melakukan hukuman tersebut adalah pemerintah yang sah dan bukan
individu.
Mempelajari sihir termasuk perkara yang diharamkan. Bahkan sebagian ulama menghukumi
pelakunya keluar dari Islam.
Demikian pula meminta supaya disihirkan juga perbuatan yang haram karena Rasūlullāh
shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengabarkan bahwa bukan termasuk pengikut Beliau (yaitu)
orang yang menyihir & orang yang meminta disihirkan.
Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam Musnadnya dan
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh.
Seorang Muslim hendaknya mengambil sebab untuk membentengi diri dari sihir.
Diantaranya adalah:
1. Dengan menjaga dzikir-dzikir yang di syariatkan, seperti:
a. Dzikir pagi & petang
b. Dzikir-dzikir setelah shalat 5 waktu
c. Dzikir akan tidur
d. Dzikir mau makan
e. Dzikir masuk & keluar rumah
f. Dzikir masuk & keluar kamar kecil
g. Dan lain-lain.
2. Dan membersihkan diri dan juga rumah dari perkara-perkara yang membuat ridha
syaithān, seperti:
a. Jimat-jimat
b. Musik-musik
c. Gambar-gambar makhluk bernyawa
d. Dan lain-lain.
Dan apabila qaddarullāh terkena sihir maka hendaknya dia:
 Bersabar.
 Merendahkan diri kepada Allāh.
 Memohon darinya kesembuhan, dan
 Berpegang dengan ruqyah-ruqyah yang disyariatkan.
 Dan jangan sekali-kali dia berusaha untuk menghilangkan sihir dengan cara meminta
bantuan jin, baik secara langsung maupun lewat dukun, paranormal dan yang semisal
dengan mereka.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’ālā melindungi kita dan juga keluarga kita dari semua
kejelekan di dunia dan juga di akhirat.

Perdukunan
Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui sesuatu yang ghaib yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia, seperti:

 Mengetahui barang yang hilang, pencurinya


 Mengetahui ramalan nasib
 Dan lain-lain.
Dia mengaku mengetahui hal-hal tersebut dengan cara-cara tertentu seperti dengan:
 Melihat bintang
 Menggaris di tanah
 Melihat air di mangkok
 Dan lain-lain.
Dengan cara ini para dukun memakan harta manusia.
Saudaraku sekalian, ketahuilah bahwa perdukunan dengan namanya yang bermacam-macam
adalah perkara yang diharamkan di dalam agama Islam.
Ilmu ghaib yang mereka akui pada hakikatnya adalah kabar dari jin yang mereka mintai
bantuan.
Sedangkan cara-cara tersebut hanyalah untuk menutupi kedoknya sebagai seorang yang
meminta bantuan jin & juga syaithān.
Kita sudah mengetahui bersama bahwa iblis sudah berjanji akan menyesatkan manusia dan
menyeret mereka bersamanya ke dalam neraka.
Iblis & juga keturunannya tidak akan membantu sang dukun kecuali apabila dukun tersebut
kafir kepada Allāh.
Para ulama menghukumi dukun sebagai orang yang kafir dengan sebab ini.
Dan harta yang dia dapatkan dari pekerjaan ini adalah harta yang haram.
Berkaitan dengan ramalan yang kadang benar maka sebagaimana yang dikabarkan Nabi
shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam hadits yang shahih, bahwa para jin bekerjasama untuk
mencuri kabar dari langit.
Apabila mendengar sesuatu maka jin yang di atas akan mengabarkan kepada yang di bawahnya
dan seterusnya, sehingga sampai ke telinga dukun.
Terkadang dia terkena lemparan bintang sebelum menyampaikan kabar tersebut. Dan
terkadang pula sempat menyampaikan sebelum akhirnya terkena lemparan bintang.
Kabar sedikit ini atau kabar sedikit yang sampai ini akan ditambah-tambahi oleh dukun tersebut
dengan kedustaan yang banyak.
Apa yang benar terjadi sesuai dengan yang dia kabarkan akan dijadikan alat mencari
pembenaran & kepercayaan dari manusia.
Orang Islam dilarang sekali-kali datang ke dukun dengan maksud meminta bantuan,
bagaimanapun susahnya keadaan dia.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda yang artinya:

“Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun kemudian membenarkan apa


yang dia ucapkan, maka dia telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan
kepada Muhammad.”

(HR Abū Dāwūd, at-Tirmidzi, Ibnu Mājah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
rahimahullāh).

Dalam hadits yang lain Beliau mengatakan:

ً‫صالة ُ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦَ ﻟﻴﻠﺔ‬


َ ُ‫ش ٍئ ﻟم ﺗ ْﻘﺒَﻞ ﻟَﻪ‬ َ ُ‫سﺄَﻟﻪ‬
َ ‫ﻋ ْﻦ‬ َ َ‫ﻋ ارﺍﻓًﺎ ﻓ‬
َ ‫َﻣ ْﻦ ﺃﺗى‬

“Barangsiapa yang mendatangi dukun kemudian bertanya kepadanya tentang


sesuatu maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari.”
(HR Muslim)

Meskipun sebagian ulama berpendapat bahwa mendatangi dukun tidak sampai mengeluarkan
seseorang dari Islam, namun kedua hadits di atas cukup menunjukkan besarnya dosa orang
yang mendatangi dukun.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’ālā menjadikan kita merasa cukup dengan yang halal &
menjauhkan kita dari yang haram.

Tathayyur (Merasa Sial Dengan Sesuatu)


Tathayyur adalah merasa akan bernasib sial karena melihat atau mendengar kejadian
tertentu.
Seperti:
 Melihat tabrakan
 Orang yang berkelahi
 Atau yang semisalnya.
Kemudian hal tersebut menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya, seperti bepergian,
berdagang dan lain-lain.
Tathayyur termasuk syirik kecil apabila perasaan tersebut kita ikuti.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

ّ ِ ُ‫َﻣ ْﻦ َﺭداﺗْﻪ‬
‫ﺍﻟﻄ َﻴ َرة ُ ِﻣ ْﻦ َحﺎ َﺟ ٍﺔ ﻓَﻘَ ْﺪ ﺃَ ْش َر َﻙ‬

“Barangsiapa yang thiyarah menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya


maka dia telah berbuat syirik.”

(Hadits shahīh diriwayatkan oleh Imām Ahmad)

Perasaan ini sebenarnya tidak akan mempengaruhi takdir, sebagaimana hal ini dinafikan &
diingkari oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Beliau bersabda,

‫ﺎﺭة‬ ّ ِ َ‫َﻭﻻ‬
َ ‫ﺍﻟﻄ َﻴ‬

“Tidak ada thiyārah.”

(HR Bukhari dan Muslim)


⇒ Maksudnya, thiyārah ini hanya sebuah perasaan saja yang tidak akan berpengaruh terhadap
takdir Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Oleh karena itu seorang Muslim tidak boleh mengikuti was-was syaithān ini.
Dan hendaknya dia,
 Memiliki keyakinan yang kuat bahwa semua yang terjadi di permukaan bumi berupa
kebaikan & keburukan adalah dengan takdir Allāh semata.
 Yakin bahwa tidak (ada yang) mendatangkan kebaikan kecuali Allāh & tidak (ada
yang) melindungi dari keburukan kecuali Allāh.
 Hanya bertawakal kepada Allāh semata & berbaik sangka kepada Allāh Subhānahu
wa Ta’ālā.
Apabila datang perasaan tersebut maka hendaknya segera dihilangkan dengan tawakkal dan
tetaplah dia melaksanakan hajatnya.
Dan apa yang terjadi setelah itu adalah takdir Allāh semata.
Adapun tafā’ul maka diperbolehkan didalam agama kita.
Tafā’ul artinya adalah berbaik sangka kepada Allāh karena melihat atau mendengar
sesuatu.
Dahulu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sering bertafā’ul seperti ketika Perjanjian
Hudaibiyah.
Utusan Quraisy saat itu bernama Suhail. Dan Suhail adalah bentuk pengecilan dari kata
“sahl” yang artinya “yang mudah”.
Maka Beliau pun berbaik sangka kepada Allāh bahwa perjanjian ini akan membawa
kemudahan & kebaikan bagi umat Islam.
Maka benarlah persangkaan Beliau.
Allāh Subhānahu wa Ta’ālā membuka setelah itu (yaitu setelah perjanjian tersebut) pintu-
pintu kemudahan bagi umat Islam.

Meramal Nasib Dengan Bintang


Bintang adalah makhluq yang menunjukkan kebesaran Allāh dan kebesaran Penciptanya.
Allāh Ta’āla telah mengabarkan di dalam Al-Qurān bahwa bintang ini memiliki 3 faidah:
1. Sebagai perhiasan langit.
2. Sebagai pelempar syaithān.
3. Sebagai petunjuk manusia, seperti :
⇒ Mengetahui arah utara atau selatan
⇒ Mengetahui arah daerah, arah kiblat
⇒ Mengetahui kapan datangnya musim menanam, musim hujan dan lain-lain.
Allāh tidak menciptakan bintang untuk perkara yang lain selain 3 perkara di atas.
Seorang salaf, Qatādah Ibn Di’āmah As-Sadūsi, seorang ulama yang meninggal kurang lebih
pada tahun 110 H. Beliau menjelaskan bahwa,

“Barangsiapa yg meyakini bahwasanya bintang memiliki faidah yang lain, selain


3 hal di atas maka dia telah bersalah dan berbicara tanpa ilmu.”

Ucapan ini dikeluarkan Al-Imām Al-Bukhāri di dalam Shahih beliau.


Contohnya adalah meyakini bahwasanya terbit & tenggelamnya bintang atau berkumpul &
berpisahnya beberapa bintang berpengaruh kepada keberuntungan seseorang di masa yang
akan datang, dalam masalah rejeki, jodoh dan lain-lain.
Seperti kolom yang ditemukan di beberapa koran dan juga majalah.
Membacanya dan mempercayainya adalah perbuatan yang haram dan termasuk dosa besar.
Sebagian ulama mengatakan hukumnya seperti orang yang mendatangi dukun dan bertanya
kepadanya.
Ancamannya tidak diterima shalatnya selama 40 hari.
Hendaknya kita semua takut kepada Allāh.
Dan janganlah sekali-kali mencoba membaca kolom-kolom tersebut.
Dan jangan juga memasukkannya ke dalam rumah kita.
Kita tutup segala pintu yang bisa merusak ‘aqidah kita dan juga keluarga kita.
Karena ‘aqidah merupakan modal kita memasuki surganya Allāh Subhānahu wa Ta’ālā
dengan selamat.

Bersumpah Dengan Selain Nama Allah


Sumpah adalah menguatkan perkataan dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan, baik
oleh orang yang berbicara maupun yang diajak bicara.
Kalau (dalam) bahasa ‘Arab maka menggunakan:
 Huruf wawu (‫)و‬
 Huruf ba (‫)ب‬
 Huruf ta (‫)ت‬
Adapun Bahasa Indonesia dengan menggunakan kata “Demi”.
Bersumpah hanya diperbolehkan dengan nama Allāh semata, misalnya mengatakan:
 Wallāhi
 Demi Rabb yang menciptakan langit dan bumi
 Demi Zat yang jiwaku berada di tanganNya
 Dan lain-lain.
Adapun makhluq, bagaimanapun agungnya di mata manusia maka tidak boleh kita
bersumpah dengan namanya, misalnya dengan mengatakan:

× Demi Rasūlullāh
× Demi Ka’bah
× Demi Jibrīl
× Demi langit & bumi
× Demi bulan & bintang
× Dan lain-lain.
Ini semua termasuk jenis pengagungan terhadap makhluq yang terlarang.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

‫َّللاِ ﻓَﻘَ ْﺪ ﺃ َ ْش َر َﻙ‬ َ َ‫َﻣ ْﻦ َحﻠ‬


‫ﻒ ِﺑغَﻴ ِْر ا‬

“Barang siapa yang bersumpah dengan selain nama Allāh maka sungguh dia
telah berbuat syirik.”

(HR Abū Dāwūd, Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albāni rahimahullāh)

Syirik dalam hadits ini pada asalnya adalah syirik kecil yang tidak mengeluarkan seseorang
dari Islam.
Namun bisa sampai kepada syirik besar bila dia mengucapkan sumpah dengan makhluq
disertai pengagungan seperti kalau dia mengagungkan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, yaitu
pengagungan ibadah.
Seperti sumpah yang di lakukan oleh orang-orang musyrik dengan mengatakan:

✘ Demi Wisnu

✘ Demi Dewa Fulan

✘ Demi Lāta

✘ Dan lain-lain.

Riyā’
Riyā’ adalah seorang mengamalkan sebuah ibadah bukan karena ingin pahala dari Allāh,
akan tetapi ingin dilihat manusia dan dipuji.
Riyā’ hukumnya HARAM dan dia termasuk syirik kecil yang samar, yang tidak
mengeluarkan seseorang dari Islam.
Riyā’ adalah di antara sebab tidak diterimanya amal ibadah seseorang, bagaimanapun besar
amalan tersebut.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :
ً‫قَﺎلَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺗَﺒَﺎﺭَﻙَ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَى ﺃَﻧَﺎ ﺃَﻏْﻨَى ﺍﻟﺸُّرَﻛَﺎﺀِ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸِّرْﻙِ ﻣَﻦْ ﻋَمِﻞَ ﻋَمَال‬
ُ‫ﺃَشْرَﻙَ ﻓِﻴﻪِ ﻣَﻌِﻲ ﻏَﻴْرِﻱ ﺗَرَﻛْﺘُﻪُ ﻭَشِرْﻛَﻪ‬

“Allāh berkata: ‘Aku adalah Zat yang paling tidak butuh dengan syirik.
Barangsiapa yang mengamalkan sebuah amalan dia menyekutukan Aku bersama
yang lain di dalam amalan tersebut maka Aku akan meninggalkannya dan juga
kesyirikannya’.”

(HR Muslim)

Sebagian ulama berpendapat bahwa syirik yang kecil tidak ada harapan untuk diampuni
Allāh, artinya dia harus diadzab supaya bersih dari dosa riyā’ tersebut.
Berbeda dengan dosa besar yang ada di bawah kehendak Allāh, yang;
 Kalau Allāh menghendaki maka akan diampuni langsung.
Dan,
 Kalau Allāh menghendaki maka akan diadzab.
Mereka berdalil dengan keumuman ayat:

ُ‫ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ يَغْﻔِرُ ﺃَﻥْ يُﺸْرَﻙَ ﺑِﻪِ ﻭَيَغْﻔِرُ ﻣَﺎ دُﻭﻥَ ﺫَﻟِكَ ﻟِمَﻦْ يَﺸَﺎﺀ‬

“Sesungguhnya Allāh tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang
lain bagi siapa yang dikehendaki.”

(QS An Nisā: 48)

Tahukah kita siapa orang yang pertama kali nanti akan dinyalakan api neraka dengan mereka?
Mereka bukanlah preman-preman di jalan atau pembunuh yang kejam tapi mereka justru
adalah orang-orang yang beramal shalih.
Mereka adalah orang yang:
1. Mengajarkan Al Qurān supaya dikatakan sebagai seorang qāri, seorang yang suka
membaca, seorang yang mahir membaca.
2. Orang yang berinfaq supaya dikatakan dermawan.
3. Berjihad supaya dikatakan sebagai seorang pemberani.
⇒ Beramal bukan karena Allāh
Sebagaimana hal ini dikabarkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam hadits yang
shahih.
Oleh karena itu, saudara sekalian, ikhlash-lah di dalam beramal..
Dan ikhlash adalah barang yang sangat berharga.
Para salaf kita, merekapun merasakan beratnya memperbaiki hati mereka.
Dan hanya kepada Allāh kita meminta keikhlashan di dalam beramal, menjauhkan kita dari
riyā’, sum’ah, ‘ujub dan berbagai penyakit hati.
Dan marilah kita biasakan untuk menyembunyikan amal kita kecuali kalau memang ada
mashlahat yang lebih kuat.

Cinta Kepada Allāh Ta’āla


Mencintai Allāh merupakan ibadah yang agung.
Cinta yang merupakan ibadah ini mengharuskan seorang Muslim merendahkan dirinya di
hadapan Allāh, mengagungkan Allāh, yang akhirnya akan membawa seseorang untuk
melaksanakan perintah Allāh dan juga menjauhi apa yang Allāh larang.
Inilah cinta yang merupakan ibadah.
Barangsiapa yang menyerahkan cinta seperti ini kepada selain Allāh maka dia telah berbuat
syirik besar.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :

‫ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻣَﻦْ يَﺘَّخِذُ ﻣِﻦْ دُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻧْﺪَﺍدًﺍ يُحِﺒُّﻮﻧَهُمْ ﻛَحُﺐِّ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟَّذِيﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ‬
ِ‫ﺃَشَﺪُّ حُﺒًّﺎ ﻟِﻠَّﻪ‬

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Allāh


sebagai sekutu-sekutu Allāh. Mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allāh. Adapun orang-orang yang beriman maka cinta mereka
kepada Allāh jauh lebih besar”.

(QS Al Baqarah: 165)

Adapun cinta yang merupakan tabi’at manusia, seperti cinta keluarga, harta, pekerjaan dan
lain-lain, maka hal ini diperbolehkan selama tidak melebihi cinta kita kepada Allah.
Apabila seseorang mencintai perkara-perkara tersebut melebihi cintanya kepada Allāh maka
dia telah melakukan dosa besar.
Allāh berfirman yang artinya:
“Katakanlah; ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri,
kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan
yang kalian khawatiri kerugiannya, dan juga rumah-rumah tempat tinggal
yang kalian sukai, itu semua lebih kalian cintai daripada Allāh dan Rasul-
Nya dan juga berjihad di jalan Allāh, maka tunggulah sampai Allāh
Subhānahu wa Ta’āla mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allāh tidak akan
memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”.

(QS At Taubah: 24)

Ketika terjadi pertentangan antara dua kecintaan maka disini akan nampak siapa yang lebih
dia cintai.
Dan akan nampak siapa yang cintanya benar dan siapa yang cintanya hanya sebatas ucapan
saja.
Diantara cara untuk memupuk rasa cinta kita kepada Allāh adalah dengan:
 Mentadabburi (memperhatikan) ayat-ayat Al Qurān.
 Memikirkan tanda tanda kekuasaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla di alam semesta.
 Mengingat-ingat berbagai kenikmatan yang Allāh berikan.

Takut Kepada Allāh


Di antara keyakinan seorang muslim adalah bahwasanya manfaat dan mudharat adalah di
tangan Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata.
Seorang Muslim tidak takut kecuali kepada Allāh dan tidak bertawakal kecuali kepada Allāh.
 Takut kepada Allāh yang dibenarkan adalah takut yang membawa pelakunya untuk:
1. Merendahkan diri di hadapan Allāh.
2. MengagungkanNya.
3. Membawanya untuk menjauhi larangan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
4. Melaksanakan perintahNya.
 Bukan takut :
1. Yang berlebihan yang membawa kepada keputusasaan terhadap rahmat Allāh.
2. Yang terlalu tipis yang tidak membawa pemiliknya kepada keta’atan kepada Allāh
.
Takut seperti ini adalah ibadah.
Tidak boleh sekali-sekali seorang Muslim menyerahkan takut seperti ini kepada selain Allāh.
Dan barangsiapa menyerahkannya kepada selain Allāh, maka dia telah terjerumus ke dalam
syirik besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.
Seperti orang yang takut (terkena) mudharat (dengan) wali fulan yang sudah meninggal
kemudian takut tersebut menjadikan dia merendahkan diri di hadapan kuburannya dan juga
mengagungkannya.
Hendaknya seorang Muslim meneladani Nabi Ibrāhīm ‘Alaihissalām ketika beliau berkata
yang artinya:

“Dan aku tidak takut dengan sesembahan kalian, mereka tidak memudharati aku
kecuali apabila Rabbku menghendakinya.”

(QS Al An’ām: 80)

Di antara takut yang diharamkan adalah takutnya seseorang kepada makhluq yang melebihi
takutnya kepada Allāh, sehingga takut tersebut membuat dia meninggalkan perintah Allāh
atau melanggar larangan Allāh.
Seperti:

 Orang yang meninggalkan jihad yang wajib atasnya karena takut kepada orang-orang
kafir.

Atau,

 Tidak melarang kemungkaran karena takut celaan manusia padahal dia mampu.
Allāh berfirman yang artinya:

“Sesungguhnya itu hanyalah syaithān yang menakut-nakuti kalian, wahai orang-


orang yang beriman, dengan wali-walinya (penolong-penolongnya). Karena itu
janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kalian kepadaKu jika kalian
benar-benar orang yang beriman.”

(QS Āli ‘Imrān: 175 )

Di antara cara menghilangkan rasa takut kepada makhluq yang diharamkan adalah:
1. Berlindung kepada Allāh dari bisikan syaithan.
2. Mengingat sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang artinya:

“Ketahuilah bahwa seandainya umat semuanya berkumpul untuk memberikan


manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak bisa memberikan manfaat kecuali
dengan apa yang sudah Allāh tulis. Dan seandainya mereka berkumpul untuk
memberikan mudharat kepadamu niscaya mereka tidak bisa memberikan
mudharat kecuali dengan apa yang sudah Allāh tulis.”
(HR Tirmidzi dan dishahihkan Syaikh Al Albani Rahimahullāh)

Diperbolehkan takut yang merupakan tabiat manusia, seperti:


1. Takut kepada panasnya api.
2. Takut kepada binatang buas.
Dan takut seperti ini bukanlah takut yang merupakan ibadah dan juga bukan takut yang
membawa seseorang meninggalkan perintah atau melanggar larangan Allāh.
Ini adalah takut yang tabiat, yang para Nabi pun tidak terlepas darinya.

Ta’at Ulama Dalam Kebenaran


Ulama adalah orang-orang yang memiliki ilmu tentang Allāh dan juga agamanya.
Ilmu yang membawa dirinya untuk bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Mereka adalah pewaris para nabi dan kedudukan mereka di dalam agama Islam adalah sangat
tinggi.
Allāh telah mengangkat derajat para ulama dan memerintahkan kita untuk ta’at kepada
mereka selama mereka menyeru dan mengajak kepada kebenaran dan juga kebaikan.
Allāh Ta’ālā berfirman :

ۖ ‫ﺳﻮ َل َﻭﺃُﻭ ِﻟﻲ ْﺍْل َ ْﻣ ِر ِﻣ ْﻨ ُك ْم‬ ‫َيﺎ ﺃَيُّ َهﺎ ﺍﻟاذِيﻦَ ﺁ َﻣﻨُﻮﺍ ﺃ َ ِطﻴﻌُﻮﺍ ا‬
‫َّللاَ َﻭﺃ َ ِطﻴﻌُﻮﺍ ا‬
ُ ‫ﺍﻟر‬

“Wahai orang-orang yang beriman, ta’atlah kepada Allāh dan ta’atlah kepada
Rasul dan ulil amri kalian.”

(QS An Nisā: 59)

⇒ Dan ulil amri disini mencakup ulama & juga umarā (pemerintah).
Menghormati mereka (yaitu para ulama) bukan berarti menta’ati mereka dalam segala hal
sampai kepada kemaksiatan.
Ulama, ayyuhal ikhwah, seperti manusia yang lain. Ijtihad mereka terkadang salah dan
terkadang benar.
 Kalau benar, mereka mendapatkan 2 pahala.
 Kalau salah, mereka mendapatkan 1 pahala.
Apabila jika telah jelas kebenaran bagi seorang Muslim dan jelas bahwasanya seorang ulama
menyelisihi tersebut dalam sebuah permasalahan, maka tidak boleh seseorang menta’ati
ulama tersebut kemudian dia meninggalkan kebenaran.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Tidak ada keta’atan dalam kemaksiatan. Sesungguhnya keta’atan hanya
didalam kebenaran.”

(Muttafaqun ‘alaih)

Apabila seseorang menta’ati ulama dalam kemaksiatan kepada Allāh, maka dia telah
menjadikan ulama tersebut sebagai pembuat syariat dan bukan penyampai syariat, seperti
yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi & Nashrani.
Allāh berfirman :

ِ ُ‫ﺎﺭ ُه ْم َﻭ ُﺭ ْه َﺒﺎﻧَ ُه ْم ﺃ َ ْﺭ َﺑﺎﺑًﺎ ِﻣ ْﻦ د‬


‫ﻭﻥ هللا‬ َ ‫…ﺍﺗ ا َخذُﻭﺍ ﺃَحْ َﺒ‬

“Mereka (orang-orang Yahudi & Nasrani) menjadikan ulama dan ahli ibadah
mereka sebagai sesembahan selain Allāh.”

(QS At Taubat: 31)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan ayat ini, Beliau mengatakan:

“Ketahuilah bahwa mereka bukan beribadah kepada para ulama & ahli ibadah
tersebut, akan tetapi mereka, apabila menghalalkan apa yang Allāh haramkan,
maka mereka ikut menghalalkan. Dan apabila ulama & ahli ibadah tersebut
mengharamkan apa yang Allāh halalkan maka mereka pun ikut mengharamkan.”

(Hadits ini hasan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)

Menyandarkan Nikmat Kepada Allāh Ta’āla


Termasuk keyakinan yang harus diyakini dan diingat oleh setiap Muslim bahwa kenikmatan
dengan segala jenisnya adalah dari Allāh.
Allāh berfirman:

‫َﻭ َﻣﺎ ِﺑ ُك ْم ِﻣ ْﻦ ِﻧ ْﻌ َم ٍﺔ ﻓَ ِمﻦَ ا‬


ِ‫َّللا‬

“Kenikmatan apa saja yang kalian dapatkan maka asalnya adalah dari Allāh.”

(QS An Nahl: 53)


Dan termasuk syirik kecil apabila seseorang mendapatkan sebuah kenikmatan dari Allāh
kemudian menyandarkan kenikmatan tersebut kepada selain Allāh.
Seperti mengatakan:

× “Kalau pilot tidak mahir niscaya kita sudah celaka.”


× “Kalau tidak ada angsa niscaya uang kita sudah dicuri.”
× “Kalau bukan karena dokter niscaya saya tidak sembuh.”
Ini semua adalah menyandarkan kenikmatan kepada sebab.
Allāh berfirman:

‫َّللاِ ث ُ ام يُﻨ ِك ُرﻭﻧَ َهﺎ‬


ّ ‫ﺖ‬ َ ‫َي ْﻌ ِرﻓُﻮﻥَ ﻧِ ْﻌ َم‬

“Mereka mengenal nikmat Allāh kemudian mereka mengingkarinya.”

(QS An Nahl: 83)

Seharusnya dia sandarkan kenikmatan tersebut kepada Allāh, Zat yang menciptakan sebab.
Seperti dengan mengatakan:
 “Kalau bukan karena Allāh niscaya kita sudah celaka.”
 “Kalau bukan Allāh niscaya uang kita sudah hilang.”
 “Kalau bukan karena Allāh niscaya saya tidak akan sembuh.”
Karena apa?
Karena Allāh-lah yang memberikan:

✓Nikmat keselamatan

✓Nikmat keamanan

✓Nikmat kesembuhan
Sedangkan makhluk hanyalah sebagai alat sampainya kenikmatan tersebut kepada kita.
Kalau Allāh menghendaki niscaya Allāh tidak akan menggerakkan makhluk-makhluk
tersebut untuk menolong kita.
Ini semua, bukan berarti seorang Muslim tidak boleh berterima kasih kepada orang lain.
Seorang Muslim diperintah untuk mengucapkan syukur dan terima kasih kepada seseorang
yang berbuat baik kepadanya karena mereka menjadi sebab kenikmatan ini.
Bahkan diperintah untuk membalas kebaikan tersebut dengan kebaikan atau dengan do’a
yang baik.
Namun pujian dan penyandaran kenikmatan tetap hanya kepada Allāh semata.
Ridha Dengan Hukum Allāh
Allāh Ta’āla sebagai pencipta manusia sangat menyayangi mereka, Dialah Ar-Rahmān Ar-
Rahīm.
Dan di antara bentuk kasih sayangNya adalah menurunkan syari’at supaya manusia
mendapatkan kebahagiaan dan terhindar kesusahan didunia maupun akhirat.
Dia-lah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hukumnya penuh dengan keadilan,
hikmah & juga kebaikan, meskipun hal ini terkadang samar atas sebagian manusia.
Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi seorang Muslim dan juga Muslimah untuk:
 Ridha dengan hukum Allāh.
 Yakin bahwasanya kebaikan semuanya di dalam hukum Allāh.
⇒ Di dalam segala bidang kehidupan (meliputi) :
 ‘Aqidah
 Akhlaq
 Adab
 Mu’āmalah
 Ekonomi
 Kenegaraan
 Dan lain-lain.
Meng-Esakan Allāh di dalam hukum-hukumNya adalah termasuk konsekuensi tauhid.
Allāh berfirman:

ُ ‫ﺳﻮﻟُﻪُ ﺃ َ ْﻣ ًرﺍ ﺃ َ ْﻥ يَ ُكﻮﻥَ ﻟَ ُه ُم ﺍ ْﻟ ِخﻴَ َرة‬ ‫ضى ا‬


ُ ‫َّللاُ َﻭ َﺭ‬ َ َ‫َﻭ َﻣﺎ َﻛﺎﻥَ ِﻟ ُمﺆْ ِﻣ ٍﻦ َﻭ َﻻ ُﻣﺆْ ِﻣﻨَ ٍﺔ ِﺇﺫَﺍ ق‬
‫ﺿ َال ًﻻ ُﻣ ِﺒﻴﻨًﺎ‬
َ ‫ﺿ اﻞ‬ َ ‫ﺳﻮﻟَﻪُ ﻓَﻘَ ْﺪ‬ ‫ص ا‬
ُ ‫َّللاَ َﻭ َﺭ‬ ِ ‫ِﻣ ْﻦ ﺃ َ ْﻣ ِر ِه ْم ۗ َﻭ َﻣ ْﻦ َي ْﻌ‬

“Dan tidaklah pantas bagi seorang laki-laki yang mu’min dan wanita yang
mu’minah apabila Allāh & Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan
ada bagi mereka pilihan yang lain di dalam urusan mereka. Dan barangsiapa
yang mendurhakai Allāh dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan
kesesatan yang nyata.”

(QS Al-Ahzab: 36)

Anda mungkin juga menyukai