Anda di halaman 1dari 11

1.

KEGUNAAN
Tes Gastrin-17 Advanced ELISA adalah enzyme-linked immunosor- bent assay (ELISA) untuk
pengukuran kuantitatif nilai gastrin-17 (G-17) pada sample yang berupa plasma EDTA manusia (P-
G-17) atau serum (S-G-17). UNTUK PENGGUNAAN DIAGNOSIS SECARA IN VITRO.

2. LATAR BELAKANG KLINIS


Hormon gastrin antral (gastrin-17) mengatur sekresi asam lambung dan pertumbuhan mukosa gaster
(1). Akibat stimulasi prograstrin untuk proses maturasi post-translasional sel, sel G pada antrum
melepaskan campuran gastrin-gastrin penstimulus asam dan fragmen0fragmen precursor ke dalam
sirkulasi (2). Campuran ini terdiri dari gastrin-71, -52, -34, -17, -14, dan -6, yang seluruhnya
mengalami proses karboksiamidasi dan bersirkulasi dalam bentuk Sulfat maupun non sulfat. Bentuk
dominan gastrin dalam plasma/ serum manusia sehat adalah bentuk amidasi gastrin-34 dan -17
[untuk ulasan, lihat Ref. (3)], di mana G-17 merupakan bentuk utama dan dominan pada mukosa
antrum yang sehat dan secara khusus diproduksi oleh sel G antrum.
Tes ini bertujuan untuk mengidentifikasi Helicobacter pylori yang menginfeksi pasien-pasien
dengan gastritis atropik lanjut pada antrum gaster-pasien-pasien ini memiliki nilai P/S-G-17 yang
rendah secara abnormal, -dan pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk terkena kanker gaster dan
penyakit ulkus peptikum [Ref. (4-8), untuk ulasan lihat Ref. (9,10)]. Gastritis atropik antrum
meningkatkan risiko kanker lambung dengan sebab yang msih belum jelas, risiko kanker mencapai
18 kali pada pasien dengan gastritis atropik antrum dibandingkan dengan pasien dengan mukosa
antrum yang normal. Risiko ulkus peptikum mencapai 25 kali pada pasien dengan gastritis antrum
sdang-berat dibandingkan dengan populasi normal (5). Di samping itu, konsentrasi P/S-G-17 dapat
digunakan sebagai biomarker hipo- atau aklorhidria dan dapat ditinjau sebagai tanda gastritis
atropik yang terbatas pada korpus gaster. Selain itu, nlai P/S-G-17 dapat digunakan dalam
membedakan hipergastrinemia yang berasal dari neoplasma ataupun non-neoplasma. G-17 tidak
meningkat pada non-neoplasma, berbeda dengan gastrin dengan berat molekul yang besar pada
pasien dengan tumor-tumor gastrinoma. Pengukuran G-17 plasma/serum juga dapat digunakan
sebagai monitor pasien yang menjalani operasi lambung – sekresi G-17 hampir mendekati nol
setelah operasi antrektomi.
Pada pasien tanpa infeksi H. pylori, nilai gastrin puasa rendah dapat menjadi indikator sekresi asam
yang tinggi, dan juga penyakit refluks esogafeal dan Barret’s esophagus. Nilai G-17 yang rendah
(<1 pmol/L) meningkatkan nilai pretest odds Barret’s esophagus 3-4 kali, dan nilai G-17 puasa
yang tinggi (>5 pmol/L) mengekslusikan adanya Barret’s esophagus (11).
Sekresi G-17 dari sel G pada mukosa antrum merupakan hasil dari stimulasi berbagai faktor seperti
stimulus diet tinggi protein. Keasaman lambung yang tinggi menghambat sekresi G-17 (12). Pada
lambung normal, stimulasi protein atau asam yang rendah menyebabkan peningkatan nilai P/S/G-
17. Pada gastritis atropik antrum lanjut atau berat, nilai G-17 puasa (basal) pada plasma/serum
rendah dan tidak terjadi peningkatan dengan stimulasi protein. Besarnya penurunan konsentrasi G-
17 dan responnya terhadap stimulus bergantung pada derajat atropi: semakin berat atropi, semakin
rendah konsentrasi G-17, dan semakin lemah respon G-17 terhadap stimulus.
Metode ELISA G-17 spesifik untuk mengamidasi gastrin-17 pada plasma dan serum (13).

3. PRINSIP TES
G-17 Advanced ELISA merupakan sebuah tes yang berdasarkan pada teknik sandwich ELISA
dengan antibodi penangkap G-17, diserap ke dalam lempengan microwell dan antibody yang
terdeteksi dilabel dengan horseradish peroxidase (HRP). Proses ini berdasarkan pada reaksi-reaksi
berikut:
1) Sebuah antibody monoclonal, spesifik G-17 manusia, pada permukaan polystyrene tabung
berikatan dengan molekul G-17 yang terdapat pada sample.
2) Tabung dicuci setelah inkubasi untuk menyingkirkan residu sampel.
3) Antibodi monoclonal terkonjugasi HRP berikatan dengan molekul G-17 pada permukaan
tabung.
4) Tabung dicuci setelah inkubasi dan substrat TMB ditambahkan. Substrat dioksidasi oleh
enzim (HRP), menyebabkan pembentukan senyawa akhir biru.
5) Reaksi enzim dihentikan oleh larutan penghentian. Warna kuning yang terbentuk berkaitan
dengan konsentrasi G-17 pada sampel.

4. PERINGATAN DAN PERHATIAN


Untuk uji diagnostik secara in vitro
PERHATIAN: Perlakukan sampel plasma dan serum sebagai limbah organik berbahaya.
Seluruh sampel harus dianggap sebagai kontaminan potensial dan diperlakukan sebagai bahan
infeksius. Mohon mengacu pada publikasi Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia Amerika
Serikat (Bethesda, MD., USA) Biosafety in Microbiological and Biomedical Laboratories, 1999, 4th
ed. (CHC/NIH) dan No. (CDC) 88-8395 laporan prosedur keamanan terhadap berbagai jenis
penyakit atau peraturan local atau nasional lainnya.
Selalu menggunakan sarung tangan pelindung saat memegang sampel dari pasien. Gunakan
perangkat pipet yang aman. Jangan menggunakan pipet dengan mulut. Baca seluruh instruksi
sebelum melakukan tindakan. Seluruh regensia yang tersedia dalam kit dapat dibuang ke dalam
wastafel dan disiram dengan air yang banyak.

5. PENGUMPULAN SPESIMEN DAN STIMULASI GASTRIN


Sampel darah puasa (satu malam, sekitar 10 jam) diambil ke dalam tabung EDTA atau tabung
serum tanpa tambahan. Tabung darah untuk plasma diaduk segera dengan memutar tabung naik
turun 5-6 kali. Koagulasi tabung tidak melebihi 30 menit pada suhu ruangan (20-250C). Fase
koagulasi pada pendingin tidak melebihi 60 menit. Setelah 30 menit serum dipisahkan dari
plasma dengan sentrifugasi (tabung plastik, daya sentrigugal mencapai 2000G, 10-15 menit)
Plasma/ serum dipisahkan ke dalam tabung plastik yang berbeda. Sampel akan membeku
dengan cepat. Untuk penyimpanan sementara , plasma dapat disimpan dalam suhu -200C,
tetapi penyimpanan jangka panjang melebihi 2 minggu harus dilakukan pada suhu -700C.
Sampel harus dicampur dengan rata segera setelah mencair. Pencairan dan pembekuan
sampel berulang harus dihindari. Spesimen yang keruh tidak dapat digunakan.

Sebagai alternatif, Gastrin-17 stabilizer (Gastrin-17 Stabilizer, Cat. No. 601050) dapat
digunakan. Tambahan stabilizer ke dalam plasma atau serum segera setelah proses
pemisahan (100uL/2mL plasma atau serum) memampukan penyimpanan sampel pada suhu
pendingin 2-80C.

Jika setelah makan, dibutuhkan sampel darah yang terstimulasi protein, minuman yang
terbuat dari bubuk protein Biohit (Biohit Oyj., Cat. No. 610099.01) harus diminum setelah
puasa minimal 10 jam. 20 menit setelahnya, darah diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
EDTA atau tabung tanpa tambahan.

6. KANDUNGAN KIT, PERSIAPAN DAN STABILITAS REAGENT DAN


Reagensia cukup untuk 96 tabung dan tiga proses. Reagensia yang berasal dari kotak berbeda
tidak boleh dicampur.

6.1 Microplate

Isi: 12x8 strip dalam bungkusan tertutup rapat, antibody peptida monoklonal anti G-17
manusia.

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: Stabil hingga tanggal kadaluarsa. Buang setelah digunakan.

6.2 Konsentrat buffer untuk membersihkan (x10)

Isi: 120 mL 10 x konsentrat phosphate buffered saline (PBS) mengandung Tween 20 dan 0,1%
ProClin 300 sebagai pengawet

Persiapan: Larutkan 1 hingga 10 (misalnya: 100mL + 900 mL) dengan air suling dan campur
hingga rata

Stabilitas: Stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.3 Buffer pengencer sampel

Isi: 100mL buffer fosfat mengandung protein penghambat dan 0,1% ProClin 300 sebagai
pengawet. Catatan: Buffer sedikit buram.

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: Stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.4 Larutan kosong

Isi: Satu vial mengandung 1,5mL buffer fosfat dengan 0,1% ProClin 300 sebagai pengawet

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.5 Kalibrator

Isi: Tiga vial, masing-masing mengandung 1,5mL kalibrator gastrin-17 pada buffer fosfat
dengan 0,1m% ProClin 300 sebagai pengawet. Kalibrator memiliki nilai G-17 spesifik yang
berkisar 5, 10 dan 40 pmol/L. Nilai konsentrasi G-17 secara tepat pada kalibrator tercantum
pada vial.

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.6 Kontrol

Isi: Satu vial mengandung 1,5mL kontrol buffer fosfat dengan 0,1% ProClin 300 sebagai
pengawet. Nilai ekspektasi G-17 pada kontrol tercantum dalam label pada vial.

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: stabil hingga tanggal kadaluarsa


6.7 Konjugat

Isi: 0,2mL konjugat HRP anti gastrin-17 manusia dalam buffer 0,02% metilisotiazolon dan
0,02% bromonitrodioksan dan 0,002% isotiazolon aktif lain sebagai pengawet.

Persiapan: Larutkan 1 hingga 100 (4 strip 40uL + 3960uL) dengan buffer pelarut konjugat.

Stabilitas: stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.8 Buffer pencair konjugat

Isi: 15mL larutan buffer fosfat dengan 0,1% ProClin 300 sebagai pengawet

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.9 Larutan substrat

Isi: 15mL tetrametilbenzidin (TMB) dalam larutan cair.

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.10 Larutan stop

Isi: 15mL Asam sulfat 0,1 mol/L

Persiapan: Siap digunakan

Stabilitas: stabil hingga tanggal kadaluarsa

6.11 Sampul inkubasi

Empat kantung plastik untuk membungkus plat mikro selama inkubasi

6.12 Instruksi Penggunaan

7. MATERIAL LAIN YANG DIBUTUHKAN NAMUN TIDAK DISEDIAKAN


 Air suling
 Mikropipet untuk membawa 20-1000uL larutan secara akurat
 Pipet untuk membawa 1-10 mL
 Pipet 8-channel untuk membawa 100uL
 Silinder graduasi, 1000 mL
 Vortex mixer untuk melarutkan sampel
 Tabung tes untuk melarutkan spesimen
 Pencuci plat mikro
 Handuk kertas atau Kertas saring
 Timer
 Incubator, 370C
 Pembaca plat mikro, 450 nm
 Tabung plastik untuk tempat darah dan serum
 Kontainer untuk air dingin
8. Penyimpanan dan Stabilitas
Simpan kotak Gastrin-17 Advanced ELISA dalam pendingin (2-80C). Jika disimpan dalam suhu
tersebut, alat dapat digunakan hingga waktu kadaluarsa yang tercantum pada kotak dan pada label
masing-masing komponen. Alat tidak boleh dibekukan atau dipaparkan pada temperatur tinggi, dan
tidak boleh disimpan pada suhu di atas 80C jika tidak digunakan. Larutan substrat sensitive terhadap
cahaya. Plat mikro atau masing-masing strip tidak boleh dikeluarkan dari kantong aluminium
hingga diseimbangkan dengan suhu ruangan (20-250C). Strip yang tidak digunakan harus
dimasukkan kembali ke dalam kantong aluminium, dibungkus dan disimpan pada suhu 2-80C.
Jangan gunakan reagen setelah tanggal kadaluarsa yang tercantum pada label. Jangan gunakan
reagen yang berasal dari nomor seri berbeda atau mengganti reagen yang berasal dari pabrik lain.
Gunakan air suling. Komponen-komponen pada kit tersedia dalam konsentrasi yang presisi.
Melarutkan reagen lebih encer atau modifikasi lain akan menghasilkan nilai yang tidak tepat.

Indikasi Alat Rusak


Komponen cair tidak boleh keruh atau mengandung endapan. Pada suhu 2-80C, konsentrat buffer
dapat mengkristal sebagian, namun Kristal akan larut jika dicampur dalam suhu ruangan (20-250C).
Larutan buffer sedikit buram. Kalibrator dan kontrol juga terlihat sedikit buram. Larutan substrat
tidak berwarna atau biru pucat. Adanya warna lain mengindikasikan rusaknya larutan substrat.

9. PROSEDUR TES
PERSIAPAN AWAL
Biarkan seluruh regensia dan microplate mencapai suhu ruangan (20-250C). Larutkan konsentrat
buffer 1 hingga 10 ( 100mL + 900mL) dengan air suling. Sampel yang beku harus diencerkan
dengan cepat dalam baik air bersuhu ruangan. Begitu sampel hampir mencair, tempatkan sampel ke
dalam bak es. Baca prosedur pengerjaan secara komplit sebelum memulai. Direkomendasikan adar
seluruh kalibrator dan sampel diaplikasikan ke dalam plat dibuat dalam bentuk rangkap. Penting
untuk menggunakan kalibrator dan kontrol dalam tiap proses pengerjaan.
Campur seluruh regensia sebelum digunakan.

LANGKAH 1: MELARUTKAN SPESIMEN


Larutkan sampel plasma atau serum 1 untuk 2 (150uL + 150uL) dengan buffer pelarut sampel,
campur dengan rata. Sampel dengan nilai G-17 lebih tinggi dibandingkan kalibrator tertinggi dapat
dilarutkan lebih lanjut dengan buffer pelarut sampel (hingga 1 untuk 8). Simpan sisa sampel ke
dalam lemari pendingin.

LANGKAH 2: SAMPEL
Campurkan dan ambil menggunakan pipet 100uL larutan kosong (BS= blank solution), kalibrator
9CAL1-CAL3), sampel kontrol dan yang dilarutkan (S1, S2, dll) ke dalam sumur sebagai rangkap
(Lihat Gambar 1). Tutup plat dengan sampul inkubasi. Inkubasi selama 60 menit pada suhu 370C.
Keterangan: Direkomendasikan bahwa sampel dikeluarkan dari sumur dalam 10 menit untuk
mencegah larutan tumpah dari plat.

LANGKAH 3: MEMBERSIHKAN
Cuci strip dengan 3x350uL buffer pencuci yang dilarutkan.
LANGKAH 4: KONJUGAT
Ambil 100uL larutan yang telah tercampur ke dalam sumur dengan 8 channel pipette. Tutup plat
menggunakan sampul inkubasi. Inkubasi selama 60 menit pada suhu 370C.

LANGKAH 5: MEMBERSIHKAN
Cuci strip dengan 3x350uL buffer pencuci yang dilarutkan.

LANGKAH 6: SUBSTRAT
Ambil 100uL larutan substrat ke dalam sumur dengan 8 channel pipette. Mulai inkubasi setelah
substrat diambil ke dalam strip pertama dan lanjutkan inkubasi selama 30 menit dalam suhu
ruangan (20-250C). Hindari paparan langsung dengan cahaya selama inkubasi.

LANGKAH 7: REAKSI STOP


Ambil 100uL larutan STOP ke dalam sumur dengan 8 channel pipette.

LANGKAH 8: MENGUKUR HASIL


Ukur serapan pada 450 nm dalam 30 menit.
10. HASIL
10.1 Nilai Kontrol Kualitas
Praktik Laboratorium yang baik membutuhkan kontrol yang tepat untuk memastikan bahwa seluruh
reagen dan protokol dilakukan sesuai rencana. Perangkat Gastrin-17 Advanced ELISA tersedia
dengan kontrol. Grafik kontrol harus dipertahankan untuk memastikan bahwa perlakuan kontrol
atau metode statistik yang tepat digunakan untuk menganalisis nilai kontrol, yang tertuang dalam
confidence interval yang tepat pada tiap laboratorium. Hasil kontrol yang diharapkan harus dicapai
agar hasil dapat diterima.

10.2 Menghitung Hasil


Hasil dapat dianalisis menggunakan a) metode manual atau b) metode otomatis, di mana
pembacaan absorbansi dikonfersikan ke dalam konsentrasi G-17. Karena kalibrator langsung dapat
digunakan, hasil sampel pasien tidak dikalikan dengan faktor dilusi.

a) Metode Manual
Hitung rerata absorbansi larutan kosong, kalibrator, kontrol, dan sampel. Kurangi rerata larutan
kosong (pertimbangkan ini sebagai titik awal kurva kalibrasi), kalibrator, dan sampel. Gambarkan
kurva kalibrasi dengan memplot rerata absorbansi untuk titik awal dan tiap kalibrator (y-aksis)
terhadap konsentrasi G-17 (x-aksis). Gambar kurva dengan teliti untuk membentuk kurva kalibrasi.
Gunakan nilai absorbansi rerata untuk tiap sampel dan kontrol untuk menyisipkan nilai G-17 dari
kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi tipikal terlihat pada Gambar 2.

b) Hitung rerata
Terdapat berbagai program komputer untuk menyisipkan konsentrasi yang tidak diketahui secara
otomatis. Dua urutan polynomial sederhana cukup untuk menyisipkan konsentrasi yang tidak
diketahui dalam rentang kalibrator. Namun, jika absorbansi sampel melebihi nilai tertinggi
absorbansi pada kalibrator, dibutuhkan algoritma yang lebih kompleks untuk menentukan nilai
absorbansi sampel. Kurva kalibrasi tipikal terlihat pada Gambar 2.
10.3 Interpretasi Hasil
Pada pasien dengan infeksi H. pylori, nilai puasa gastrin-17 plasma/serum (<1,0 pmol/L)
memberikan dua kemungkinan: 1) mukosa antum mengalami atropik (gastritis atropik antrum
sedang atau berat) dan/atau 2) lambung berada dalam kondisi asam kuat, sekresi asam sangat tinggi
sehingga menghambat pelepasan gastrin-17 ke dalam sirkulasi dari sel G antrum.
Pada pasien tanpa infeksi H. pylori, nilai gastrin-17 yang rendah (<1,0 pmol/L) merupakan
indicator untuk pengeluaran asam tinggi dan risiko untuk penyakit refluks esophagus (GERD) dan
Barret’s esofagus. Oleh karena itu, tes gastrin-17 postpandrial tidak dibutuhkan.
Nilai gastrin-17 puasa yang rendah pada pasien dengan H. pylori positif maupun negatif merupakan
indikasi untuk dilakukannya gastroskopi dan pemeriksaan biopsy spesimen. Pada kasus-kasus
sebelumnya, akibat adanya pengeluaran asam dalam jumlah tinggi, terdapat peningkatan risiko
terjadinya penyakit terkait GERD. Pada kasus-kasus lain akibat gastritis atropik pada antrum,
terdapat peningkatan risiko lesi neoplasma pada lambung, atau peningkatan risiko ulkus peptikum.
Jika nilai G-17 postprandial pada pasien dengan infeksi H. pylori rendah,mukosa antrum
mengalami atropi (atropi sedang-berat).Di samping itu, pasien-pasien ini bisa mengalami kondisi
hiperasiditas,menyebabkan pepsinogen dalam plasma normal atau meningkat (50ug/L atau lebih )
Metode Gastrin-17 Advanced ELISA spesifik untuk pengukuran G-17 teramidasi dalam plasma
atau serum. Hasil G-17 tidak dapat dibandingkan dengan pemeriksaan gastrin total atau digunakan
sebagai pengganti. Biohit Gastrin-17 Advanved ELISA sebaiknya tidak digunakan untuk
mendiagnosis gastrinoma, karena gastrin di sirkulasi (cth) pada gastrinoma pasien bervariasi,
heterogenitas molekul tidak dapat diprediksi, dan bergeser (13)

11. PEMBATASAN PROSEDUR


Seperti proses diagnotik lainnya, hasil tes Biohit Gastrin-17 Advanced ELISA sebaiknya
diinterpretasikan bersama dengan kondisi klinis pasien dan informasi lain yang tersedia.

12. KARAKTERISTIK PELAKSANAAN

Impresisi

Untuk menentukan variasi selama penelitian, panel untuk serum dan EDTA diproses 40 kali
(diproses dalam bentuk duplikat) selama 20 hari untuk tiap tingkat uji materi. Variasi selama
pemrosesan untuk sampel serum, rentang rerata berkisar 1,2 pmol/L hingga 1,6 pmol/L, dan
%CV dRI 4,6% hingga 14,6%. Untuk sampel EDTA-plasma, rerata, standar deviasi, dan
rentang berkisar 1,0 pmol/L hingga 32,6pmol/L, dari 0,2pmol/L hingga 1,5 pmol/L, dan dari
4,4% hingga 17,6%.

Panel mengandung empat serum yang sesuai dan sampel EDTA plasma diproses dalam 21
replikasi dalam tiga proses berbeda. Hasilnya digunakan untuk menentukan variasi selama
pemrosesan. Dalam variasi serum sampel selama pemrosesan, rentang rerata berkisar 0,2
hingga 1,7 pmol/L, dan %CV dari 4,2 hingga 9,5%. Untuk sampel EDTA plasma, rerata
berkisar dari 2,3 pmol/L hingga 39,8 pmol/L, standar deviasi dari 0,2 pmol/L hingga 1,2
pmol/L, dan %CV dari 3,1% hingga 10,1%.

Sensitivitas analitik

Sensitivitas Gastrin-17 Advanced ELISA ditentukan berdasarkan pedoman NCCLS (CLIA)


Konsensus Standar untuk Penelitian Medis (NCCLS EP17-A)
Limit kosong (LoB) ditentukan sebagai persentil 95 di bawah hasil pengukuran 60 sampel
kosong (blank solution). LoB dijumpai sebesar 0,5pmol/L.

Limit deteksi (LoD) merupakan jumlah actual yang dapat terdeteksi pada 95% interval
kepercayaan yang dinilai menggunakan empat plasma EDTA dan sampel serum yang
mengandung nilai G-17 mendekati nilai LoB yang diobservasi. LoD dikalkulasi berdasarkan
rumus yang tercantum dalam NCCLS EP17-A, dan terhitung 0,7 pmol/L untuk plasma EDTA
dan 0,8 pmol/L untuk sampel serum.

Limit kuantitasi (LoQ), yaitu nilai terendah pada sampel yang dapat terdeteksi, dihitung
menggunakan koefisien variasi (CV%) dari 20% pada tingkat LoD. Dengan demikian, LoQ
terhitung 1,2 x LoD = 0,8 pmol/L untuk plasma EDTA dan 1,0 pmol/L untuk sampel serum.

Linearitas

Sampel EDTA Plasma diuji menggunakan pengenceran serial dengan buffer pengencer sampel
untuk menentukan linearitas dari Biohit Gastrin-17 Advanced ELISA. Hasilnya tampak dalam
tabel berikut.

Pemulihan

Empat EDTA plasma ditambah dengan 2,3, 9,7, dan 30 pmol/L gastrin-17 manusia.

Pemulihan rerata:

2,3 pmol/L 97,8%

9,7 pmol/L 93,3%

30,0 pmol/L 98,9%

Hubungan dengan Metode Lain

Uji Gastrin-17 Advanced ELISA dibandingkan dengan total carboxyamidated gastrin


radioimmunoassay menghasilkan rumus regresi linier:

y=1,451x-6,761; r=0,951
Menilai penanda serum GastroPanel sebagai metode non-invasif untuk diagnosis gastritis
atrofik dan infeksi Helicobacter pylori.

Dominique Noah Noah1*, Marie Claire Okomo Assoumou2, Servais Albert Fiacre Eloumou
Bagnaka3, Guy Pascal Ngaba4, Ivo Ebule Alonge2, Lea Paloheimo5, Oudou Njoya2,6

Kolonisasi lambung oleh Helicobacter pylori meningkatkan risiko gangguan lambung, termasuk gastritis atropik yang
dapat didiagnosis berdasarkan kadar biomarker serum seperti Gastrin dan Pepsinogen. Oleh karena itu kami memeriksa
keefektifan metode berbasis serologis yaitu perangkat darah GastroPanel, dalam mendiagnosis dan menilai gastritis
yang terkait dengan infeksi Helicobacter pylori. Pasien dengan gejala dispepsia direkrut secara prospektif dengan
sukarela di Rumah Sakit Pusat Yaounde dan University Teaching Hospital, dari bulan Maret sampai Juli 2011. Tingkat
atrofi diklasifikasikan menurut tingkat serum pepsinogen I dan II (PGI dan PGII) dan Gastrin 17 (G17) lalu
dibandingkan dengan profil histologis sebagai metode rujukan. Tes ELISA spesifik digunakan untuk mendeteksi
antibodi IgG H. pylori. Secara keseluruhan, 86 relawan berusia 21 sampai 83 tahun (rata-rata = 46,4 ± 3,3) terdaftar,
termasuk 74,4% wanita dan 25,6% pria. Prevalensi gastritis secara statistik serupa antara uji Gastro Blood Panel dan
histologi yang digunakan sebagai metode rujukan (89,5% berbanding 83,7%: p> 0,20). Diagnosis yang didasarkan pada
penanda serum menunjukkan sensitivitas tinggi (93,1%) dibandingkan dengan metode referensi. Namun, metode
berbasis serologis mendiagnosis gastritis atrofik lebih banyak daripada rujukan (17,4% ver 7,0%: p <0,01), terutama
pada antrum lambung yang terinfeksi H. pylori. Prevalensi infeksi H. pylori adalah sebesar 81,4% secara histologi
berbanding 84,9% dengan serologi (GBP) (p> 0,05). Selanjutnya, prevalensi infeksi H. pylori tidak berbeda secara
signifikan antara metode serologis (84,9%) dan metode rujukan (81,4%). Hasil ini menunjukkan bahwa diagnosis
gastritis atrofik dan infeksi H. pylori yang diperoleh dengan metode serologis pilihan (GastroPanel) sesuai dengan
temuan biopsi, dan dengan demikian dapat menjadi penilaian non endoskopi atrofi mukosa lambung pada pasien
dengan dispepsia.

Kata kunci: Diagnosis, Gastritis atropik, Helicobacter pylori, Pepsinogen, Gastrin

1. PENDAHULUAN

Infeksi mukosa lambung oleh Helicobacter pylori dan gastritis atropik meningkatkan risiko berbagai gangguan
lambung, termasuk tukak lambung dan kanker lambung. Penyebab dispepsia yang biasa adalah gastritis, yang umumnya
didiagnosis dengan analisis histologis dari biopsi lambung yang diambil selama endoskopi. Biopsi lambung yang
dilakukan baik pada antrum dan korpus memiliki peran penting untuk membentuk agen yang bertanggung jawab
terhadap kerusakan, pola gastritis (misalnya atrofi mukosa, atrofi atau metaplasia intestinal) [1]. Tingkat gastrin-17
serum dan pepsinogen I merupakan biomarker terkenal dari gastritis atropi pada antrum dan korpus. PGI disekresikan
secara khusus oleh chief cell dan moucous neck cell pada korpus dan fundus serta mencerminkan kondisi histologis
korpus lambung. G-17 adalah hormon antral yang diproduksi oleh sel G dari mukosa antrum dan mengatur sekresi asam
lambung dan pertumbuhan mukosa lambung. G-17 akan mengalami penurunan pada kasus atrofi di lambung [2-6].
Sebelumnya, satu-satunya cara untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya tentang mukosa lambung adalah
gastroskopy dan analisis histologis biopsi. Sekarang, metode yang lebih baru terus dikembangkan dan diteliti. Dengan
menggunakan tes darah GastroPanel yang dikembangkan oleh Biohit plc, Helsinki-Finlandia, skrining cepat dan
diagnosis infeksi H. pylori dan gastritis atrofi, serta evaluasi faktor risiko kanker lambung dan penyakit tukak lambung
telah dicapai [7]. Banyak penelitian telah dilaporkan mengenai evaluasi tes darah untuk memprediksi mukosa lambung
normal dan penanda skrining untuk gastritis atrofik kronis. Efikasi panel dievaluasi berdasarkan kekhususan dan
kepekaan serta hubungannya dengan endoskopi dan apakah pemeriksaan endoskopi tidak dapat dihindari jika Gastro-
Panel menunjukkan gambaran normal. Dengan demikian, penelitian kami bertujuan untuk menunjukkan kegunaan uji
GastroPanel dalam diagnosis infeksi H. pylori dan gastritis atrofi di Kamerun. Dalam makalah ini, tingkat antibodi H.
pytori dan penanda pepsinogen serta gastrin digabungkan untuk menghasilkan kerangka keputusan pilihan berdasarkan
perangkat serologis (uji GastroPanel) untuk diagnosis infeksi H. pylori dan gejala dispepsia pada pasien.

2. MATERIAL DAN METODE


2.1 Informasi Pasien
Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai Juli 2011, di Rumah Sakit Pusat Yaounde (YCH) dan University
Teaching Hospital (UTH). Pasien direkrut secara prospektif dengan sukarela sesuai dengan kriteria inklusi: pasien
dewasa (di atas 20 tahun) dan menjalani endokopi biopsi untuk gejala dispepsia. Pasien: di mana endoskopi dilakukan
selain alasan diagnostik, atau sebagai "pemeriksaan darurat" karena pendarahan dll, dikeluarkan dari penelitian ini.
Pasien berpuasa selama 10 jam sebelum pengumpulan sampel dan menghindari obat yang memiliki efek pada sekresi
asam lambung seperti aluminium hidroksida yang mengandung obat atau gel, bismut, natrium alginat, natrium
bikarbonat, gel magnesium hidroksida, campuran magnesium trisilicate, magnesium carbonate, dan kalsium karbonat.

2.2 Sampel Darah


Darah basal ditarik ke dalam tabung EDTA dari masing-masing pasien dan langsung disentrifugasi pada 2000 g selama
15 menit untuk pengumpulan plasma. Sampel plasma kemudian didistribusikan ke dalam cryovials dan disimpan pada
suhu -20 ̊C sampai diuji. Perangkat komersial GastroPanel (Biohit plc Helitz, Finlandia) berfungsi untuk menentukan
kadar serologis antibodi IgG PGI, PGII, G17 dan H. pylori. Uji immnuno enzim spesifik (ELISA) dilakukan pada plat
sumur mikro sesuai petunjuk dari pabrik untuk pengukuran absorbansi setelah reaksi peroksidasi pada 450 nm. Grafik
linier pada konsentrasi standar digunakan untuk memperkirakan konsentrasi samaran yang tidak diketahui dan H. pylori
Abs dinyatakan sebagai unit kekebalan enzim (EIU). Setiap sampel darah dengan EIU ≥ 30 dianggap positif untuk
antibodi H. pylori. Untuk diagnosis gastritis, setiap sampel dengan EIU <30 (negatif untuk H. pylori IgG) dan rasio PGI
/ PGII> 2,5 (atau PGI ≥ 25 μg / l) dan G17 ≥ 1 pmol / l dianggap sebagai mukosa normal. (tidak ada gastritis); setiap
sampel dengan EIU ≥ 30 (positif untuk rasio H. pylori IgG) + rasio PGI / PGII> 2,5 (atau PGI ≥ 25 μg / l) jika 0,1 pmol
/ l <G17 <5 pmol / l dianggap tidak atrofik (dangkal) gastritis, dan kadar G17 rendah (≤ 0,05 pmol / l) mengindikasikan
atrofi pada antrum tanpa memperhatikan kadar penanda lainnya (H.pylori IgG Abs dan pepsinogen), sementara rasio
PGI / PGII rendah (<2,5) atau kadar PGI (<25 μg / l) yang terkait dengan kadar G17> 0,05 pmol / l dan Hp IgG Abs
≥30 EIU menyarankan atrofi pada korpus. Sampel dengan rasio PGI / PGII rendah (<2,5) atau kadar PGI (<25 μg / l)
yang terkait dengan kadar G17 rendah (≤ 0,05 pmol / l) dan Hp IgG Abs ≥ 30 EIU dianggap atrofik pada baik antrum
dan korpus (Gambar 1). Keakuratan perangkat serologis komersial (Blood Panel Test) dalam mendiagnosis gastritis dan
infeksi H. pylori dievaluasi dengan mengacu pada pemeriksaan endoskopi dan biopsi [8].

2.3 Histologi
Pemeriksaan rutin gastroskopi dilengkapi dengan dua biopsi standar dari antrum dan corpus yang kemudian
dimasukkan ke dalam tabung formalin. Biopsi diolah menjadi blok parafin dan potongan histologis diperoleh dengan
menggunakan teknik dan noda biasa (Haematoxillin dan Eosin, memodifikasi Giemsa (untuk H. pylori) di laboratorium
histopatologi rutin YCH. Ahli patologi berpengalaman meneliti slide dengan menggunakan Sistem Sydney terbaru
sebagai kriteria dalam evaluasi dan penilaian perubahan mukosa.

2.4 Analisis Statistik


Statistik, signifikansi, prevalensi, dan nilai rerata dihitung dengan menggunakan program SPSS versi 12.0. Semua
perhitungan direalisasikan pada interval kepercayaan 95%. Uji analisis dilakukan dengan menggunakan GasroSoft,
yang didasarkan pada algoritma yang digunakan untuk mengklasifikasikan gastritis sebagai gastritis atrofik antral,
gastritis atrofi korpus, dan gastritis superfisial atau normal. Untuk keakuratan uji komersial, parameter berikut
diperkirakan: sensitivitas (proporsi pasien dengan gastritis atrofi dikonfirmasi positif oleh tes serologis), spesifisitas
sebagai proporsi pasien yang bebas untuk gastritis atrofik dikonfirmasi sebagai tes negatif), Nilai Prediktif Penderitis
atau PPV sebagai persentase pasien yang diperkirakan menderita gastritis dikonfirmasi dengan hasil tes positif) dan
Nilai Prediktif Negatif atau NPV sebagai persentase pasien yang diharapkan bebas gastritis dengan hasil tes negatif).
Penelitian ini disetujui oleh komite etik lokal YCH dan UTH. Sebuah izin masuk diperoleh dari komite etik nasional
berdasarkan otorisasi Nomor 065 / CNE / SE / 2011 tanggal 17 Maret 2011. Semua informasi yang berkaitan dengan
hasil kesehatan dan laboratorium pasien ditangani secara rahasia. Semua pasien menandatangani formulir informed
consent dan diberi tahu tentang hasilnya saat penelitian selesai.

3. HASIL
3.1 Informasi Pasien
Jumlah pasien terdaftar sebanyak 86 paien, terdiri dari 64 wanita (74,4%) dan 22 laki-laki (25,6%), di mana usia pasien
berkisar antara 21 dan 83 tahun dengan rerata (± C.I.) adalah 46,4 (± 3,3) tahun. Sampel penelitian terdiri dari 37 (43%)
pasien berusia antara 21 sampai 39 tahun, 32 (37,2%) dari 40 sampai 59 tahun dan 17 (19,8%) pasien berusia 60 tahun
ke atas. Pada serum pasien, konsentrasi rata-rata (± CI) penanda serologis dalam diagnosis gastritis atau infeksi H.
pylori adalah 122,8 ± 14,1 μg / l untuk PGI (dari 45 sampai 337 μg / l), 25,5 ± 3,2 μg / l untuk PGII (dari 1,5 sampai 70
μg / l), 2,2 ± 1,6 pmol / l untuk G17 (dari 0,04 sampai 70 pmol / l) dan 217,9 ± 57,5 EIU untuk Hp IgG Ab (dari 12
sampai 1584 EIU).
Algoritma yang didasarkan pada tingkat rasio PGI / PGII, PGI, Gastrin 17 dan antibodi H. pylori IgG digunakan untuk
mendiagnosis gastritis dan menilai atrofi pada sampel darah (Gambar 1). Prevalensi gastritis pada pasien yang
mengalami gangguan lambung adalah 76/86 (88,4%) dengan tes serologis. Prevalensi ini tidak berbeda secara
signifikan dari prevalensi yang diamati 72/86 (83,7%) dengan metode standar (p> 0,20). Gastritis dikelompokkan
menjadi dua kategori termasuk gastritis superfisial sebagai gastritis non atrofik 62/86 (72,1%) dengan GastroPanel
versus 65/86 (75,6%) dengan histologi (p> 0,20) dan gastritis atrofik 14/86 (16,3%) dengan GastroPanel dibanding 7/86
(8,1%) dengan histologi (p <0,01) (Tabel 1).

3.2 Akurasi Uji GastroPanel Darah untuk Diagnosis Gastritis dan Atrofi
Atrofi kemudian dikelompokkan menurut lokasi radang pada korpus, di antrum atau di kedua korpus dan antrum.
Analisis profil serologis gastritis atrofi menunjukkan atrofi 9/14 (64,3%) pada antrum, 1/14 (07,1%) pada korpus dan
4/14 (28,6%) pada korpus dan atrum. Sejalan dengan histologi, atrofi didiagnosis pada antrum 4/7 (57,1%), di korpus
1/7 (14,3%) dan pada kedua korpus dan atrum 2/7 (28,6%). Hasil ini untuk distribusi atrofi lambung menunjukkan
akurasi penanda serologis yang lebih baik dibandingkan dengan metode rutin. Selain itu, sensitivitas dan spesifisitas uji
GastroPanel untuk mendiagnosis gastritis pada mukosa lambung adalah 91,7% dan 28,6%, sedangkan nilai prediktsi
positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV) masing-masing 87,0% dan 44,4%. Untuk penilaian atrofi, sensitivitas dan
spesifisitas uji serologis masing-masing 85,7% dan 88,6% dengan 40,0% PPV dan 98,6% NPV. Penurunan nilai PGI (p
= 0,003) dan rasio PGI / PGII diamati dengan perkembangan atrofi korpus. Demikian pula tingkat penurunan G-17
diamati menurut perkembangan menjadi atrofi antrum (Tabel 1 dan 2).

3.3 Akurasi Uji GastroPanel Darah untuk Diagnosis Infeksi Helicobacter pylori
Kadar antibodi IgG H. pylori yang tinggi (≥ 30 EIU) yang dilaporkan sebagai infeksi H. pylori tercatat 73/86 (84,9%)
dengan tes serologis. Pola serologis infeksi H. pylori ini secara statistik serupa dengan pola histologis yang ditunjukkan
oleh 70/86 (81,4%) infeksi H. pylori pada pasien (p> 0,50) (Tabel 1). Sensitivitas dan spesifisitas uji serologis dalam
mendeteksi infeksi H. pylori adalah 95,7% dan 62,5%, dengan 91,8% PPV dan 76,9% NPV.

4. DISKUSI
Infeksi H. pylori adalah salah satu infeksi kronis yang paling umum terjadi di sebagian besar populasi global [9]. Pada
sebagian besar kasus H. pylori yang terinfeksi, perkembangan gastritis selama bertahun-tahun menjadi tipe atrofi, yang
sangat meningkatkan risiko adenoma lambung, kanker dan limfoma MALT [10]. Sekitar 10% pasien yang menderita
gastritis disebabkan oleh H. pylori mengalami gastritis atropik berat pada korpus [11,12]. Diagnosis awal atrofi
gastrointestinal dan pemberantasan H. pylori untuk mengobati gastritis atrofi dan pencegahan penyakit terkait.
Prevalensi infeksi H. pylori mencapai (81,40%) dan untuk gastritis atrofi (8,1%). Temuan ini konsisten dengan laporan
bahwa prevalensi gastritis atropi di dunia sekitar 10% [11,12]. Dalam diagnosis infeksi H. pylori oleh GastroPanel nilai
sensitivitas dan spesifisitasnya masing-masing 95,7% dan 62,5%, dengan 91,8% PPV dan 76,9% NPV. Meskipun pola
serologis infeksi H. pylori secara statistik serupa dengan pola histologis (p> 0.50) (Tabel 1), spesifisitas dan NPV yang
rendah, karena tingkat IgG H. pylori yang tetap tinggi sampai enam sampai dua belas bulan bahkan setelah
pemberantasan dan dengan demikian tidak dapat membedakan antara infeksi lama ataupun baru [1]. Tetapi pepsinogen
dan gastrin-17 bersama dapat mendiagnosis peradangan yang berkaitan dengan penyebab lain seperti autoimunitas dan
penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid.
Penurunan signifikan secara statistik terhadap konsentrasi PGI rata-rata dengan peningkatan stadium atrofi di dalam
tumor diamati (p = 0,003). Temuan ini konsisten dengan laporan Pasechnikov dkk. (2005) [10] bahwa serum
pepsinogen berkurang dengan perburukan gastritis atrofi korpus karena hilangnya kelenjar mukosa dan sel. Penggunaan
kadar serum pepsinogen I sebagai penilaian sekresi asam lambung diadopsi sejak 1985 [13,14]. Signifikansi klinis
pepsinogen A dan pepsinogen C serta kadar gastrin serum [15] dan peran serum pepsinogen I dan serum gastrin dalam
skrining gastritis korpus atrofik berat telah dipelajari [16] dan dalam skrining pangastritis atrofi yang berisiko tinggi
menjadi kanker [17]. PGI mencerminkan status mukosa korpus dan fundus lambung dan merupakan indikator mukosa
korpus yang terkenal.
Untuk penilaian atrofi GastroPanel memiliki sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV masing-masing 85,7%, 88,6%,
40,0% dan 98,6%. Hasil ini serupa dengan apa yang telah dilaporkan di banyak negara lain seperti Sipponen dkk.
(2002) [18] di Finlandia; Väänänen et al. (2003) [19] di Finlandia; Pasechnikov dkk. (2004) [20] di Rusia; Cavallaro
dkk. (2004) [21] di Italia masing-masing melaporkan keakuratan, sensitivitas dan spesifisitas uji GastroPanel sebesar
(91%: 89%: 93:%); (81%: 79%: 91%); (84%: 79%: 96%) dan (96%: 78%: 98%). Namun ada perbedaan yang signifikan
dalam diagnosis gastritis antrum atrofik antara Gastro-Panel dan histologi (p <0,01). Perbedaan ini juga terlihat pada
nilai PPV yang rendah mungkin karena diagnosis positif gastritis atrofik antrum yang salah. Kami menggunakan kadar
gastrin puasa yang tidak dapat membedakan antara gastritis atrofi antrum dan pengeluaran asam lambung yang tinggi.
Menurut Di Mario dkk. 2008 [1] dan Sipponen dkk. 2002 [19] sekresi asam tinggi dapat menghambat pelepasan G-17
dari sel G antral, menghasilkan kadar G-17 serum rendah dan pada interpretasi positif palsu adanya atrofi antral.
Namun, mungkin pasien-pasien ini berisiko terkena penyakit duodenogastrik atau gastro-oesophageal paling tinggi.
Diferensiasi antara keluaran asam tinggi dan gastrum antrum atropik dapat dicapai dengan pengukuran gastrin yang
dirangsang setelah minum protein [4]. Tidak dijumpai penurunan tingkat gastrin-17 yang kurang signifikan (p = 0,037)
dengan perkembangan pada atrofi antrum, mengimplikasikan peran tes ini dalam diagnosis gastritis atrofi atrum.

5. KESIMPULAN
Diagnosis gastritis atrofi yang diperoleh dengan pemeriksaan antibodi G-17, PGI dan H. pylori berada sejalan dengan
temuan biopsi, dan dengan demikian uji GastroPanel dapat menjadi penilaian non-endoskopi atrofi mukosa lambung
yang berguna pada pasien dengan dispepsia Karena sensitivitas uji yang tinggi untuk diagnosis gastritis atrofi, tes ini
dapat digunakan dalam skrining pasien yang berisiko terkena kanker lambung dan penyakit ulkus peptikum. Demikian
pula, karena spesifisitasnya yang tinggi untuk mendeteksi mukosa perut normal dan gastritis non atrofik
(gastrointestinal superfisial), uji ini dapat digunakan untuk menghindari pemeriksaan endoskopik yang invasif, mahal
dan terbatas.

Anda mungkin juga menyukai