Gastrin-17 Advance Translate
Gastrin-17 Advance Translate
KEGUNAAN
Tes Gastrin-17 Advanced ELISA adalah enzyme-linked immunosor- bent assay (ELISA) untuk
pengukuran kuantitatif nilai gastrin-17 (G-17) pada sample yang berupa plasma EDTA manusia (P-
G-17) atau serum (S-G-17). UNTUK PENGGUNAAN DIAGNOSIS SECARA IN VITRO.
3. PRINSIP TES
G-17 Advanced ELISA merupakan sebuah tes yang berdasarkan pada teknik sandwich ELISA
dengan antibodi penangkap G-17, diserap ke dalam lempengan microwell dan antibody yang
terdeteksi dilabel dengan horseradish peroxidase (HRP). Proses ini berdasarkan pada reaksi-reaksi
berikut:
1) Sebuah antibody monoclonal, spesifik G-17 manusia, pada permukaan polystyrene tabung
berikatan dengan molekul G-17 yang terdapat pada sample.
2) Tabung dicuci setelah inkubasi untuk menyingkirkan residu sampel.
3) Antibodi monoclonal terkonjugasi HRP berikatan dengan molekul G-17 pada permukaan
tabung.
4) Tabung dicuci setelah inkubasi dan substrat TMB ditambahkan. Substrat dioksidasi oleh
enzim (HRP), menyebabkan pembentukan senyawa akhir biru.
5) Reaksi enzim dihentikan oleh larutan penghentian. Warna kuning yang terbentuk berkaitan
dengan konsentrasi G-17 pada sampel.
Sebagai alternatif, Gastrin-17 stabilizer (Gastrin-17 Stabilizer, Cat. No. 601050) dapat
digunakan. Tambahan stabilizer ke dalam plasma atau serum segera setelah proses
pemisahan (100uL/2mL plasma atau serum) memampukan penyimpanan sampel pada suhu
pendingin 2-80C.
Jika setelah makan, dibutuhkan sampel darah yang terstimulasi protein, minuman yang
terbuat dari bubuk protein Biohit (Biohit Oyj., Cat. No. 610099.01) harus diminum setelah
puasa minimal 10 jam. 20 menit setelahnya, darah diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
EDTA atau tabung tanpa tambahan.
6.1 Microplate
Isi: 12x8 strip dalam bungkusan tertutup rapat, antibody peptida monoklonal anti G-17
manusia.
Isi: 120 mL 10 x konsentrat phosphate buffered saline (PBS) mengandung Tween 20 dan 0,1%
ProClin 300 sebagai pengawet
Persiapan: Larutkan 1 hingga 10 (misalnya: 100mL + 900 mL) dengan air suling dan campur
hingga rata
Isi: 100mL buffer fosfat mengandung protein penghambat dan 0,1% ProClin 300 sebagai
pengawet. Catatan: Buffer sedikit buram.
Isi: Satu vial mengandung 1,5mL buffer fosfat dengan 0,1% ProClin 300 sebagai pengawet
6.5 Kalibrator
Isi: Tiga vial, masing-masing mengandung 1,5mL kalibrator gastrin-17 pada buffer fosfat
dengan 0,1m% ProClin 300 sebagai pengawet. Kalibrator memiliki nilai G-17 spesifik yang
berkisar 5, 10 dan 40 pmol/L. Nilai konsentrasi G-17 secara tepat pada kalibrator tercantum
pada vial.
6.6 Kontrol
Isi: Satu vial mengandung 1,5mL kontrol buffer fosfat dengan 0,1% ProClin 300 sebagai
pengawet. Nilai ekspektasi G-17 pada kontrol tercantum dalam label pada vial.
Isi: 0,2mL konjugat HRP anti gastrin-17 manusia dalam buffer 0,02% metilisotiazolon dan
0,02% bromonitrodioksan dan 0,002% isotiazolon aktif lain sebagai pengawet.
Persiapan: Larutkan 1 hingga 100 (4 strip 40uL + 3960uL) dengan buffer pelarut konjugat.
Isi: 15mL larutan buffer fosfat dengan 0,1% ProClin 300 sebagai pengawet
9. PROSEDUR TES
PERSIAPAN AWAL
Biarkan seluruh regensia dan microplate mencapai suhu ruangan (20-250C). Larutkan konsentrat
buffer 1 hingga 10 ( 100mL + 900mL) dengan air suling. Sampel yang beku harus diencerkan
dengan cepat dalam baik air bersuhu ruangan. Begitu sampel hampir mencair, tempatkan sampel ke
dalam bak es. Baca prosedur pengerjaan secara komplit sebelum memulai. Direkomendasikan adar
seluruh kalibrator dan sampel diaplikasikan ke dalam plat dibuat dalam bentuk rangkap. Penting
untuk menggunakan kalibrator dan kontrol dalam tiap proses pengerjaan.
Campur seluruh regensia sebelum digunakan.
LANGKAH 2: SAMPEL
Campurkan dan ambil menggunakan pipet 100uL larutan kosong (BS= blank solution), kalibrator
9CAL1-CAL3), sampel kontrol dan yang dilarutkan (S1, S2, dll) ke dalam sumur sebagai rangkap
(Lihat Gambar 1). Tutup plat dengan sampul inkubasi. Inkubasi selama 60 menit pada suhu 370C.
Keterangan: Direkomendasikan bahwa sampel dikeluarkan dari sumur dalam 10 menit untuk
mencegah larutan tumpah dari plat.
LANGKAH 3: MEMBERSIHKAN
Cuci strip dengan 3x350uL buffer pencuci yang dilarutkan.
LANGKAH 4: KONJUGAT
Ambil 100uL larutan yang telah tercampur ke dalam sumur dengan 8 channel pipette. Tutup plat
menggunakan sampul inkubasi. Inkubasi selama 60 menit pada suhu 370C.
LANGKAH 5: MEMBERSIHKAN
Cuci strip dengan 3x350uL buffer pencuci yang dilarutkan.
LANGKAH 6: SUBSTRAT
Ambil 100uL larutan substrat ke dalam sumur dengan 8 channel pipette. Mulai inkubasi setelah
substrat diambil ke dalam strip pertama dan lanjutkan inkubasi selama 30 menit dalam suhu
ruangan (20-250C). Hindari paparan langsung dengan cahaya selama inkubasi.
a) Metode Manual
Hitung rerata absorbansi larutan kosong, kalibrator, kontrol, dan sampel. Kurangi rerata larutan
kosong (pertimbangkan ini sebagai titik awal kurva kalibrasi), kalibrator, dan sampel. Gambarkan
kurva kalibrasi dengan memplot rerata absorbansi untuk titik awal dan tiap kalibrator (y-aksis)
terhadap konsentrasi G-17 (x-aksis). Gambar kurva dengan teliti untuk membentuk kurva kalibrasi.
Gunakan nilai absorbansi rerata untuk tiap sampel dan kontrol untuk menyisipkan nilai G-17 dari
kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi tipikal terlihat pada Gambar 2.
b) Hitung rerata
Terdapat berbagai program komputer untuk menyisipkan konsentrasi yang tidak diketahui secara
otomatis. Dua urutan polynomial sederhana cukup untuk menyisipkan konsentrasi yang tidak
diketahui dalam rentang kalibrator. Namun, jika absorbansi sampel melebihi nilai tertinggi
absorbansi pada kalibrator, dibutuhkan algoritma yang lebih kompleks untuk menentukan nilai
absorbansi sampel. Kurva kalibrasi tipikal terlihat pada Gambar 2.
10.3 Interpretasi Hasil
Pada pasien dengan infeksi H. pylori, nilai puasa gastrin-17 plasma/serum (<1,0 pmol/L)
memberikan dua kemungkinan: 1) mukosa antum mengalami atropik (gastritis atropik antrum
sedang atau berat) dan/atau 2) lambung berada dalam kondisi asam kuat, sekresi asam sangat tinggi
sehingga menghambat pelepasan gastrin-17 ke dalam sirkulasi dari sel G antrum.
Pada pasien tanpa infeksi H. pylori, nilai gastrin-17 yang rendah (<1,0 pmol/L) merupakan
indicator untuk pengeluaran asam tinggi dan risiko untuk penyakit refluks esophagus (GERD) dan
Barret’s esofagus. Oleh karena itu, tes gastrin-17 postpandrial tidak dibutuhkan.
Nilai gastrin-17 puasa yang rendah pada pasien dengan H. pylori positif maupun negatif merupakan
indikasi untuk dilakukannya gastroskopi dan pemeriksaan biopsy spesimen. Pada kasus-kasus
sebelumnya, akibat adanya pengeluaran asam dalam jumlah tinggi, terdapat peningkatan risiko
terjadinya penyakit terkait GERD. Pada kasus-kasus lain akibat gastritis atropik pada antrum,
terdapat peningkatan risiko lesi neoplasma pada lambung, atau peningkatan risiko ulkus peptikum.
Jika nilai G-17 postprandial pada pasien dengan infeksi H. pylori rendah,mukosa antrum
mengalami atropi (atropi sedang-berat).Di samping itu, pasien-pasien ini bisa mengalami kondisi
hiperasiditas,menyebabkan pepsinogen dalam plasma normal atau meningkat (50ug/L atau lebih )
Metode Gastrin-17 Advanced ELISA spesifik untuk pengukuran G-17 teramidasi dalam plasma
atau serum. Hasil G-17 tidak dapat dibandingkan dengan pemeriksaan gastrin total atau digunakan
sebagai pengganti. Biohit Gastrin-17 Advanved ELISA sebaiknya tidak digunakan untuk
mendiagnosis gastrinoma, karena gastrin di sirkulasi (cth) pada gastrinoma pasien bervariasi,
heterogenitas molekul tidak dapat diprediksi, dan bergeser (13)
Impresisi
Untuk menentukan variasi selama penelitian, panel untuk serum dan EDTA diproses 40 kali
(diproses dalam bentuk duplikat) selama 20 hari untuk tiap tingkat uji materi. Variasi selama
pemrosesan untuk sampel serum, rentang rerata berkisar 1,2 pmol/L hingga 1,6 pmol/L, dan
%CV dRI 4,6% hingga 14,6%. Untuk sampel EDTA-plasma, rerata, standar deviasi, dan
rentang berkisar 1,0 pmol/L hingga 32,6pmol/L, dari 0,2pmol/L hingga 1,5 pmol/L, dan dari
4,4% hingga 17,6%.
Panel mengandung empat serum yang sesuai dan sampel EDTA plasma diproses dalam 21
replikasi dalam tiga proses berbeda. Hasilnya digunakan untuk menentukan variasi selama
pemrosesan. Dalam variasi serum sampel selama pemrosesan, rentang rerata berkisar 0,2
hingga 1,7 pmol/L, dan %CV dari 4,2 hingga 9,5%. Untuk sampel EDTA plasma, rerata
berkisar dari 2,3 pmol/L hingga 39,8 pmol/L, standar deviasi dari 0,2 pmol/L hingga 1,2
pmol/L, dan %CV dari 3,1% hingga 10,1%.
Sensitivitas analitik
Limit deteksi (LoD) merupakan jumlah actual yang dapat terdeteksi pada 95% interval
kepercayaan yang dinilai menggunakan empat plasma EDTA dan sampel serum yang
mengandung nilai G-17 mendekati nilai LoB yang diobservasi. LoD dikalkulasi berdasarkan
rumus yang tercantum dalam NCCLS EP17-A, dan terhitung 0,7 pmol/L untuk plasma EDTA
dan 0,8 pmol/L untuk sampel serum.
Limit kuantitasi (LoQ), yaitu nilai terendah pada sampel yang dapat terdeteksi, dihitung
menggunakan koefisien variasi (CV%) dari 20% pada tingkat LoD. Dengan demikian, LoQ
terhitung 1,2 x LoD = 0,8 pmol/L untuk plasma EDTA dan 1,0 pmol/L untuk sampel serum.
Linearitas
Sampel EDTA Plasma diuji menggunakan pengenceran serial dengan buffer pengencer sampel
untuk menentukan linearitas dari Biohit Gastrin-17 Advanced ELISA. Hasilnya tampak dalam
tabel berikut.
Pemulihan
Empat EDTA plasma ditambah dengan 2,3, 9,7, dan 30 pmol/L gastrin-17 manusia.
Pemulihan rerata:
y=1,451x-6,761; r=0,951
Menilai penanda serum GastroPanel sebagai metode non-invasif untuk diagnosis gastritis
atrofik dan infeksi Helicobacter pylori.
Dominique Noah Noah1*, Marie Claire Okomo Assoumou2, Servais Albert Fiacre Eloumou
Bagnaka3, Guy Pascal Ngaba4, Ivo Ebule Alonge2, Lea Paloheimo5, Oudou Njoya2,6
Kolonisasi lambung oleh Helicobacter pylori meningkatkan risiko gangguan lambung, termasuk gastritis atropik yang
dapat didiagnosis berdasarkan kadar biomarker serum seperti Gastrin dan Pepsinogen. Oleh karena itu kami memeriksa
keefektifan metode berbasis serologis yaitu perangkat darah GastroPanel, dalam mendiagnosis dan menilai gastritis
yang terkait dengan infeksi Helicobacter pylori. Pasien dengan gejala dispepsia direkrut secara prospektif dengan
sukarela di Rumah Sakit Pusat Yaounde dan University Teaching Hospital, dari bulan Maret sampai Juli 2011. Tingkat
atrofi diklasifikasikan menurut tingkat serum pepsinogen I dan II (PGI dan PGII) dan Gastrin 17 (G17) lalu
dibandingkan dengan profil histologis sebagai metode rujukan. Tes ELISA spesifik digunakan untuk mendeteksi
antibodi IgG H. pylori. Secara keseluruhan, 86 relawan berusia 21 sampai 83 tahun (rata-rata = 46,4 ± 3,3) terdaftar,
termasuk 74,4% wanita dan 25,6% pria. Prevalensi gastritis secara statistik serupa antara uji Gastro Blood Panel dan
histologi yang digunakan sebagai metode rujukan (89,5% berbanding 83,7%: p> 0,20). Diagnosis yang didasarkan pada
penanda serum menunjukkan sensitivitas tinggi (93,1%) dibandingkan dengan metode referensi. Namun, metode
berbasis serologis mendiagnosis gastritis atrofik lebih banyak daripada rujukan (17,4% ver 7,0%: p <0,01), terutama
pada antrum lambung yang terinfeksi H. pylori. Prevalensi infeksi H. pylori adalah sebesar 81,4% secara histologi
berbanding 84,9% dengan serologi (GBP) (p> 0,05). Selanjutnya, prevalensi infeksi H. pylori tidak berbeda secara
signifikan antara metode serologis (84,9%) dan metode rujukan (81,4%). Hasil ini menunjukkan bahwa diagnosis
gastritis atrofik dan infeksi H. pylori yang diperoleh dengan metode serologis pilihan (GastroPanel) sesuai dengan
temuan biopsi, dan dengan demikian dapat menjadi penilaian non endoskopi atrofi mukosa lambung pada pasien
dengan dispepsia.
1. PENDAHULUAN
Infeksi mukosa lambung oleh Helicobacter pylori dan gastritis atropik meningkatkan risiko berbagai gangguan
lambung, termasuk tukak lambung dan kanker lambung. Penyebab dispepsia yang biasa adalah gastritis, yang umumnya
didiagnosis dengan analisis histologis dari biopsi lambung yang diambil selama endoskopi. Biopsi lambung yang
dilakukan baik pada antrum dan korpus memiliki peran penting untuk membentuk agen yang bertanggung jawab
terhadap kerusakan, pola gastritis (misalnya atrofi mukosa, atrofi atau metaplasia intestinal) [1]. Tingkat gastrin-17
serum dan pepsinogen I merupakan biomarker terkenal dari gastritis atropi pada antrum dan korpus. PGI disekresikan
secara khusus oleh chief cell dan moucous neck cell pada korpus dan fundus serta mencerminkan kondisi histologis
korpus lambung. G-17 adalah hormon antral yang diproduksi oleh sel G dari mukosa antrum dan mengatur sekresi asam
lambung dan pertumbuhan mukosa lambung. G-17 akan mengalami penurunan pada kasus atrofi di lambung [2-6].
Sebelumnya, satu-satunya cara untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya tentang mukosa lambung adalah
gastroskopy dan analisis histologis biopsi. Sekarang, metode yang lebih baru terus dikembangkan dan diteliti. Dengan
menggunakan tes darah GastroPanel yang dikembangkan oleh Biohit plc, Helsinki-Finlandia, skrining cepat dan
diagnosis infeksi H. pylori dan gastritis atrofi, serta evaluasi faktor risiko kanker lambung dan penyakit tukak lambung
telah dicapai [7]. Banyak penelitian telah dilaporkan mengenai evaluasi tes darah untuk memprediksi mukosa lambung
normal dan penanda skrining untuk gastritis atrofik kronis. Efikasi panel dievaluasi berdasarkan kekhususan dan
kepekaan serta hubungannya dengan endoskopi dan apakah pemeriksaan endoskopi tidak dapat dihindari jika Gastro-
Panel menunjukkan gambaran normal. Dengan demikian, penelitian kami bertujuan untuk menunjukkan kegunaan uji
GastroPanel dalam diagnosis infeksi H. pylori dan gastritis atrofi di Kamerun. Dalam makalah ini, tingkat antibodi H.
pytori dan penanda pepsinogen serta gastrin digabungkan untuk menghasilkan kerangka keputusan pilihan berdasarkan
perangkat serologis (uji GastroPanel) untuk diagnosis infeksi H. pylori dan gejala dispepsia pada pasien.
2.3 Histologi
Pemeriksaan rutin gastroskopi dilengkapi dengan dua biopsi standar dari antrum dan corpus yang kemudian
dimasukkan ke dalam tabung formalin. Biopsi diolah menjadi blok parafin dan potongan histologis diperoleh dengan
menggunakan teknik dan noda biasa (Haematoxillin dan Eosin, memodifikasi Giemsa (untuk H. pylori) di laboratorium
histopatologi rutin YCH. Ahli patologi berpengalaman meneliti slide dengan menggunakan Sistem Sydney terbaru
sebagai kriteria dalam evaluasi dan penilaian perubahan mukosa.
3. HASIL
3.1 Informasi Pasien
Jumlah pasien terdaftar sebanyak 86 paien, terdiri dari 64 wanita (74,4%) dan 22 laki-laki (25,6%), di mana usia pasien
berkisar antara 21 dan 83 tahun dengan rerata (± C.I.) adalah 46,4 (± 3,3) tahun. Sampel penelitian terdiri dari 37 (43%)
pasien berusia antara 21 sampai 39 tahun, 32 (37,2%) dari 40 sampai 59 tahun dan 17 (19,8%) pasien berusia 60 tahun
ke atas. Pada serum pasien, konsentrasi rata-rata (± CI) penanda serologis dalam diagnosis gastritis atau infeksi H.
pylori adalah 122,8 ± 14,1 μg / l untuk PGI (dari 45 sampai 337 μg / l), 25,5 ± 3,2 μg / l untuk PGII (dari 1,5 sampai 70
μg / l), 2,2 ± 1,6 pmol / l untuk G17 (dari 0,04 sampai 70 pmol / l) dan 217,9 ± 57,5 EIU untuk Hp IgG Ab (dari 12
sampai 1584 EIU).
Algoritma yang didasarkan pada tingkat rasio PGI / PGII, PGI, Gastrin 17 dan antibodi H. pylori IgG digunakan untuk
mendiagnosis gastritis dan menilai atrofi pada sampel darah (Gambar 1). Prevalensi gastritis pada pasien yang
mengalami gangguan lambung adalah 76/86 (88,4%) dengan tes serologis. Prevalensi ini tidak berbeda secara
signifikan dari prevalensi yang diamati 72/86 (83,7%) dengan metode standar (p> 0,20). Gastritis dikelompokkan
menjadi dua kategori termasuk gastritis superfisial sebagai gastritis non atrofik 62/86 (72,1%) dengan GastroPanel
versus 65/86 (75,6%) dengan histologi (p> 0,20) dan gastritis atrofik 14/86 (16,3%) dengan GastroPanel dibanding 7/86
(8,1%) dengan histologi (p <0,01) (Tabel 1).
3.2 Akurasi Uji GastroPanel Darah untuk Diagnosis Gastritis dan Atrofi
Atrofi kemudian dikelompokkan menurut lokasi radang pada korpus, di antrum atau di kedua korpus dan antrum.
Analisis profil serologis gastritis atrofi menunjukkan atrofi 9/14 (64,3%) pada antrum, 1/14 (07,1%) pada korpus dan
4/14 (28,6%) pada korpus dan atrum. Sejalan dengan histologi, atrofi didiagnosis pada antrum 4/7 (57,1%), di korpus
1/7 (14,3%) dan pada kedua korpus dan atrum 2/7 (28,6%). Hasil ini untuk distribusi atrofi lambung menunjukkan
akurasi penanda serologis yang lebih baik dibandingkan dengan metode rutin. Selain itu, sensitivitas dan spesifisitas uji
GastroPanel untuk mendiagnosis gastritis pada mukosa lambung adalah 91,7% dan 28,6%, sedangkan nilai prediktsi
positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV) masing-masing 87,0% dan 44,4%. Untuk penilaian atrofi, sensitivitas dan
spesifisitas uji serologis masing-masing 85,7% dan 88,6% dengan 40,0% PPV dan 98,6% NPV. Penurunan nilai PGI (p
= 0,003) dan rasio PGI / PGII diamati dengan perkembangan atrofi korpus. Demikian pula tingkat penurunan G-17
diamati menurut perkembangan menjadi atrofi antrum (Tabel 1 dan 2).
3.3 Akurasi Uji GastroPanel Darah untuk Diagnosis Infeksi Helicobacter pylori
Kadar antibodi IgG H. pylori yang tinggi (≥ 30 EIU) yang dilaporkan sebagai infeksi H. pylori tercatat 73/86 (84,9%)
dengan tes serologis. Pola serologis infeksi H. pylori ini secara statistik serupa dengan pola histologis yang ditunjukkan
oleh 70/86 (81,4%) infeksi H. pylori pada pasien (p> 0,50) (Tabel 1). Sensitivitas dan spesifisitas uji serologis dalam
mendeteksi infeksi H. pylori adalah 95,7% dan 62,5%, dengan 91,8% PPV dan 76,9% NPV.
4. DISKUSI
Infeksi H. pylori adalah salah satu infeksi kronis yang paling umum terjadi di sebagian besar populasi global [9]. Pada
sebagian besar kasus H. pylori yang terinfeksi, perkembangan gastritis selama bertahun-tahun menjadi tipe atrofi, yang
sangat meningkatkan risiko adenoma lambung, kanker dan limfoma MALT [10]. Sekitar 10% pasien yang menderita
gastritis disebabkan oleh H. pylori mengalami gastritis atropik berat pada korpus [11,12]. Diagnosis awal atrofi
gastrointestinal dan pemberantasan H. pylori untuk mengobati gastritis atrofi dan pencegahan penyakit terkait.
Prevalensi infeksi H. pylori mencapai (81,40%) dan untuk gastritis atrofi (8,1%). Temuan ini konsisten dengan laporan
bahwa prevalensi gastritis atropi di dunia sekitar 10% [11,12]. Dalam diagnosis infeksi H. pylori oleh GastroPanel nilai
sensitivitas dan spesifisitasnya masing-masing 95,7% dan 62,5%, dengan 91,8% PPV dan 76,9% NPV. Meskipun pola
serologis infeksi H. pylori secara statistik serupa dengan pola histologis (p> 0.50) (Tabel 1), spesifisitas dan NPV yang
rendah, karena tingkat IgG H. pylori yang tetap tinggi sampai enam sampai dua belas bulan bahkan setelah
pemberantasan dan dengan demikian tidak dapat membedakan antara infeksi lama ataupun baru [1]. Tetapi pepsinogen
dan gastrin-17 bersama dapat mendiagnosis peradangan yang berkaitan dengan penyebab lain seperti autoimunitas dan
penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid.
Penurunan signifikan secara statistik terhadap konsentrasi PGI rata-rata dengan peningkatan stadium atrofi di dalam
tumor diamati (p = 0,003). Temuan ini konsisten dengan laporan Pasechnikov dkk. (2005) [10] bahwa serum
pepsinogen berkurang dengan perburukan gastritis atrofi korpus karena hilangnya kelenjar mukosa dan sel. Penggunaan
kadar serum pepsinogen I sebagai penilaian sekresi asam lambung diadopsi sejak 1985 [13,14]. Signifikansi klinis
pepsinogen A dan pepsinogen C serta kadar gastrin serum [15] dan peran serum pepsinogen I dan serum gastrin dalam
skrining gastritis korpus atrofik berat telah dipelajari [16] dan dalam skrining pangastritis atrofi yang berisiko tinggi
menjadi kanker [17]. PGI mencerminkan status mukosa korpus dan fundus lambung dan merupakan indikator mukosa
korpus yang terkenal.
Untuk penilaian atrofi GastroPanel memiliki sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV masing-masing 85,7%, 88,6%,
40,0% dan 98,6%. Hasil ini serupa dengan apa yang telah dilaporkan di banyak negara lain seperti Sipponen dkk.
(2002) [18] di Finlandia; Väänänen et al. (2003) [19] di Finlandia; Pasechnikov dkk. (2004) [20] di Rusia; Cavallaro
dkk. (2004) [21] di Italia masing-masing melaporkan keakuratan, sensitivitas dan spesifisitas uji GastroPanel sebesar
(91%: 89%: 93:%); (81%: 79%: 91%); (84%: 79%: 96%) dan (96%: 78%: 98%). Namun ada perbedaan yang signifikan
dalam diagnosis gastritis antrum atrofik antara Gastro-Panel dan histologi (p <0,01). Perbedaan ini juga terlihat pada
nilai PPV yang rendah mungkin karena diagnosis positif gastritis atrofik antrum yang salah. Kami menggunakan kadar
gastrin puasa yang tidak dapat membedakan antara gastritis atrofi antrum dan pengeluaran asam lambung yang tinggi.
Menurut Di Mario dkk. 2008 [1] dan Sipponen dkk. 2002 [19] sekresi asam tinggi dapat menghambat pelepasan G-17
dari sel G antral, menghasilkan kadar G-17 serum rendah dan pada interpretasi positif palsu adanya atrofi antral.
Namun, mungkin pasien-pasien ini berisiko terkena penyakit duodenogastrik atau gastro-oesophageal paling tinggi.
Diferensiasi antara keluaran asam tinggi dan gastrum antrum atropik dapat dicapai dengan pengukuran gastrin yang
dirangsang setelah minum protein [4]. Tidak dijumpai penurunan tingkat gastrin-17 yang kurang signifikan (p = 0,037)
dengan perkembangan pada atrofi antrum, mengimplikasikan peran tes ini dalam diagnosis gastritis atrofi atrum.
5. KESIMPULAN
Diagnosis gastritis atrofi yang diperoleh dengan pemeriksaan antibodi G-17, PGI dan H. pylori berada sejalan dengan
temuan biopsi, dan dengan demikian uji GastroPanel dapat menjadi penilaian non-endoskopi atrofi mukosa lambung
yang berguna pada pasien dengan dispepsia Karena sensitivitas uji yang tinggi untuk diagnosis gastritis atrofi, tes ini
dapat digunakan dalam skrining pasien yang berisiko terkena kanker lambung dan penyakit ulkus peptikum. Demikian
pula, karena spesifisitasnya yang tinggi untuk mendeteksi mukosa perut normal dan gastritis non atrofik
(gastrointestinal superfisial), uji ini dapat digunakan untuk menghindari pemeriksaan endoskopik yang invasif, mahal
dan terbatas.