Anda di halaman 1dari 19

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


Shock Kardiogenik
OLEH : LENTA FERNANDO. S.Kep

KONSEP 1
BAB I
PENDAHULUAN

Cardiogenic shock dianggap sebagai diagnosa klinis dicirikan oleh penurunan output urine,
diubah pemikiran, dan hypotension.. Karakteristik klinis lainnya termasuk pembuluh darah di
leher distension dgn urat darah halus, jantung cepat, dan busung berkenaan dgn paru-paru..
Terbaru calon studi cardiogenic shock mendefinisikan cardiogenic shock dipertahankan sebagai
hypotension (tekanan darah systolic [BP] kurang dari 90 mm Hg selama lebih dari 30 menit)
dengan bukti yang memadai dengan jaringan hypoperfusion ventrikular kiri (LV) mengisi
pressure.1 tisu hypoperfusion didefinisikan sebagai pinggir-pinggir dingin (sejuk kaki dari inti),
oliguria (<30 mL / h), atau keduanya. Kardiogenik syok merupakan syok yang disebabkan
kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami
gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S.,
1997). Perkiraan terbaru kejadian syok kardiogenik antara 5%-10% dari pasien dengan infark
miokard. Perkiraan yang tepat sulit karena pasien yang meninggal sebelum mendapat
perawatan di rumah sakit tidak mendapat diagnosa. Dalam membandingkan monitoring awal
dan agresif dapat meningkatkan dengan jelas insiden syok kardiogenik. Studi dari Worcester
Heart Attack, sebuah komunitas analisis terkenal, menemukan kejadian kardiogenik syok 7,5%.
Insiden ini stabil dari tahun 1978-1988. Manfaat umum penggunaan streptokinase dan jaringan
aktivator plasminogen untuk menghambat kerusakan arteri (GUSTO-1) sedang diteliti. Insiden
kardiogenik syok 7,2% yakni sebuah rata-rata yang ditemukan pada percobaan trombolitik
multisenter yang lain . Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok adalah infark miokard akut,
walaupun infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya mempunyai fungsi ventrikel kiri
yang membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat dapat menjadi
infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio fungsi miokardial dalam
zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal. Itu penting untuk mengenal area
yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium viable dapat juga menjadi penyebab atau
memberikan kontribusi untuk terjadinya perkembangan kardiogenik syok pada pasien setelah
mengalami infark miokard (Hollenberg,S.,2003).
BAB II
PEMBAHASAN

I.Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan
metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang
buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang
tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya
cardiac output dan terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume
intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg
lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya
tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut
(Hollenberg, 2004).

II.Etiologi
Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
Obstruksi :
Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi
perikardium.

III. Patofisiologi
LV = left ventricel
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

darah, serta kontraktilitas miokard.


Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard
telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung,
tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka
keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin
memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta
peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen
(Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat
kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent",
"oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral,
selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru,
disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi
sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi
sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After
load" (Raharjo, S., 1997)
Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.

IV. Gambaran Klinik


Gambaran syok pada umumnya, seperti takikardi, oligouri, vasokontriksi perifer, asidosis
metabolik merupakan gambaran klinik pada kardiogenik syok.
Arythmia akan muncul dalam bentuk yang bervariasi yang merupakan perubahan ekstrem dari
kenaikan denyut jantung, ataupun kerusakan miokard. Dengan adanya kerusakan miokard,
enzim-enzim kardiak pada pemeriksaan laboratorium akan meningkat (Raharjo, S., (1997).
Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru disertai naiknya PCWP,
LVEDP (Left Ventrikel Diastolic Pressure).
Edema paru akan mencetuskan dyspnoe yang berat ditunjukkan dengan meningkatnya kerja
nafas, sianosis, serta krepitasi.
Sedang kardiogenik syok yang tidak tertangani akan diikuti gagal multi organ, metabolik
asidosis, kesadaran yang menurun sampai koma, yang semakin mempersulit penanganannya.

V. Diagnosis
Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan kenaikan
tekanan vena sentral yang nyata dan takikardia. Tahanan vascular sistemik umumnya juga
meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada IM inferior, dapat terjadi
bradikardia (Daclhlan, R., & Nizar, R., (1989), Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:
a.Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula,
sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.
b.Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
c.Tekanan diatrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal redah sampai
meninggi.
d.Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.
e.Resistensi sistemis.
f.Asidosis (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).

VI. Penanganan
Penanganan hemodinamik kardiogenik syok meliputi mengkoreksi patofisiologi abnormal, tanpa
menyebabkan peninggian kebutuhan oksigen miokard.
Oleh karena jantung yang gagal, sangat sensitif terhadap peningkatan after load, tahanan
vaskuler sistimik harus dipertahankan pada nilai normal rendah. Hal yang sama penting adalah
mempertahankan pre load optimal (Raharjo, S., (1997).Penanganan meliputi suportip umum,
stabilisasi hemodinamik optimalisasi O2 "miokard supplay", ratio demand supplay, serta
pengobatan spesifik.

A. Suportip Umum
Penanggulangan nyeri, koreksi status asam basa, gangguan elektrolit, serta pengobatan
terhadap arrythia. Pemberian O2 untuk mengoreksi hipoksemia, bila hipoksemia menetap atau
potensial untuk timbulnya syok berulang, lakukan intubasi dan mekanikal ventilasi dengan
PEEP. (Positive end expiratory pressure), dengan penggunaan PEEP serta sedasi dalam
mekanikal ventilasi harus waspada timbulnya hipotensi yang berat.

B. Monitoring
1. Pengukuran tekanan arteri
Pengukuran tekanan vena dengan CVP
Penilaian terhadap curah jantung, perfusi kulit, produksi urin/jam, serta status mental penderita
sebagai petunjuk perfusi jaringan
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

2. Penilaian lain :
EKG dan ensim kardial
AGD (analisa gas darah) dan laktat plasma
Hb, elektrolit, ureum, creatinin

C. Penanganan terhadap gangguan hemodinamik


1. Pada PCWP kurang dari 18 mmHg.
Tindakan awal, dilakukan dengan ekspansi volume plasma, untuk menentukan status volume
plasma.
2. Pada PCWP dengan nilai lebih dari 18 mmHg.
Sebagian besar penderita dengan gambaran ini, sehingga pengobatan bertujuan untuk
menurunkan, serta tetap normotensip setelah loading cairan. Untuk memperbaiki fungsi
hemodinamik dapat dipergunakan obat dan "mechanical circulatory assistance".

D. Perawatan
Pada dekompensasi jantung kiri tidak dengan bantal, tetapi tidak terlalu tinggi, supaya tidak
memberatkan anoksia serebral.
Bebaskan jalan napas dan berikan O2, kalau perlu dengan pipa endotrakea dan bantuan
pernapasan. Sesuaikan dengan hasil analisis gas darah (Raharjo, S., (1997).
Pasan galat pantau jantung dan tensi serta masukkan jalur arteri (arterial line) dengan
pencatatan tekanan (pressure recording) TVS, atau lebih baik memakai kateter Swan – Ganz
untuk mengukur tekanan atrium kanan (TAK), tekana arteri pulmonalis (TAP), tekanan kapiler
baji paru (TBKP) dan curah jantung.
Pantau produksi urin dengan memasang kateter tetap (dauer katheter).
Obat penenang : Valium atau lainnya.

VII. Pengobatan
1.Bila karena aritmia
Diberikan pengobatan aritmia yang sesuai. Untuk fibrilasi atrium cepat, takikardia atrium
paroksismal, takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, diberikan terapi defibrilasi (DC shock). Pada
bradiaritmia diberikan salfas atropin, isopreterenol 1-2 mcg/menit atau dengan pace maker
(Raharjo, S., (1997).
2. Gangguan mekanis.
Pada efusi perikardial, dilakukan fungsi perikard. Pada ruptur septum interventrikular dan
aneurisma, dilakukan operasi.
3. Obstruksi aliran masuk (inflow)
Pada stenosis mitral untuk mengontrol takiaritmia, diberikan digitalis, isoptin dan kalau perlu
dioperasi. Sedangkan pada trombus atau miksoma, dicarikan posisi yang terbaik untuk curah
jantungnya. Dengan mengubah posisi dapat mengurangi obstruksi aliran masuk oleh miksoma
atau trombus, yang masih mobil di atrium kiri. Kalau perlu dilakukan operasi (Raharjo, S.,
(1997).
4. Obstruksi aliran ke luar dan kardiomiopati restriktif atau kardiomiopati hipertrofik.
Memerlukan vasodilator (arterio-venul, seperti nitroprusside, capoten dan lain-lain). Pada
stenosis atrium dapat juga dipertimbangkan untuk melakukan operasi.
5. Gangguan kontraktilitas.
a.Penambahan volume (cairan).
Tanpa pemantauan, lakukan tes dengan memberikan cairan (misalnya dekstrose 5%) dalam
waktu cepat 100 cc/5-10 menit, lalu tekanan darah diukur. Bila tekanan darah meninggi, berarti
memang perlu penambahan volume, maka pemberian cairan lebih perlahan-lahan, sambil
memantau tekanan darah. Perhatikan juga apakah pasien tambah sesak dan ronki basah di
paru bertambah, yang berarti pemberian cairan harus dihentikan. Dengan pemantauan TVS,
bila TVS < 15 cm H2O, maka dapat dilakukan tes dengan memberikan cairan lebih cepat yaitu
100 cc/5-10 menit, sampai TVS naik 2-3 cm H2O, dan ukur tekanan darah. Bila tekanan darah
meninggi, berarti cairan perlu ditambah. Bila tekanan darah tidak naik, dan pasien tambah
sesak serta ronki juga bertambah, maka cairan dihentikan (Raharjo, S., (1997).
Dengan pemantauan memakai kateter Swan-Ganz, perhatikan tekanan atrium kanan (TAK),
tekanan vena sentral (TVS) dan tekanan kapiler baji paru (TKBP).
Bila TAK 5-12 cm H2O, boleh ditambah s/d 18 cm H2O dan bila TKBP 5-12 mmHg, boleh
ditambah s/d 18 mmHg. Bila TAK <12 cm H2O dan TKBP <15 mmHg maka cairan diberikan
dengan cepat, sedangkan bila TAK 12-15 cm H2O dan TKBP 15-18 mmHg, cairan diberikan
lebih perlahan. Pemberian cairan harus meninggikan tekanan darh dan menambah curah
jantung serta indeks jantung (Raharjo, S., (1997).
b.Obat-obatan
1) Vasopresor
Diberikan sesudah koreksi cairan dan ventilasi.
Bila ada bradikardi, terutama diberikan isoproterenol untuk meninggikan O2 miokard, sehingga
tidak dapat memperluas infark jantung.
Noradrenalin 16 mg atau 10 mg pentolamin dalam 500 cc dekstrose 5% atau Metaraminol.
Pemberian Dopamin atau Dobutamin drip intravena paling dianjurkan, karena aliran darah ginjal
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

dapat bertambah (Zunilda, SB., dkk.,1995).


2) Vasodilator
Nitroglycerine mengurangi prabeban (preload) sebagai vasodilator koroner.
Na Nitroprusside mengurangi prabeban dan pasca beban (pre & afterload). Dosis Na
Nitropruside 0,5-3 mcg/kg/menit.
Captopril juga mengurangi prabeban dan pasca beban.
3)Inotropik
Digitalis dipakai pada takikardia, dengan tujuan menaikkan konsumsi oksigen. Glukogen tidak
nyata manfaatnya pada takikardia.
3) Diuretik
Dengan memberikan diuretik, berarti mengurangi prabeban.
4) Kortikosteroid
Efek pemberian kortikosteroir banyak. Selalu bermanfaat, untuk mencegah kerusakan-
kerusakan yang disebabkan oleh anoksia. Karena itu bila mungkin dan tidak ada kontraindikasi,
selalu harus diberikan (Benowitz,Neal., dkk., 1998).
5) Pemilihan obat-obat.
Sesudah dilakukan evaluasi dan koreksi volume darah.
Bila ekstremitas tidak dingin, diberikan vasopressor, yaitu noradrenalin atau metaraminol.
Tekanan darah sistolik tidak usah lebih dari 90-100 mmHg. Bila mungkin diperiksa asam laktat.
Kalau kemudian meninggi, maka harus diganti dengan obat vasodilator. Bila ekstremitas agak
dingin, sebagai vasopresor dipakai Dopamin (Zunilda, SB., dkk., (1995).
Bila ekstremitas dingin sekali, kulit lembab dan pucat, (asam laktat pasti meninggi), maka
diberikan obat vasodilator. Bila dengan cara ini tekanan darah turun maka volum ditambah
selama pasien tidak bertambah sesak dan ronki basah tidak bertambah. Setelah itu dapat
diberikan Dopamin (Raharjo, S., (1997).
6) Obat
Pada kardiogenik syok setelah tercapai pre load yang optimal sering dibutuhkan inotropik untuk
memperbaiki kontraktilitas dan obat lain untuk menurunkan after load.
a. Katekolamin
Termasuk dalam kelompok ini, adrenalin, noradrenalin, isoproterenol, dopamin dan dobutamin,
secara umum akan menaikkan tekanan arteri, perfusi koroner, kontraktilitas dan kenaikan
denyut jantung, serta vasokontriksi perifer (Zunilda, SB., dkk.,1995).
Kenaikan tekanan arteri akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak
diinginkan potensial menimbulkan arrythmia.
b. Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol
Mempunyai aktivitas stimulasi alfa kuat. Aktivitas kronotropik dipunyai ke 3 obat tersebut.
Stimulai alfa kuat menyebabkan vaskontriksi kuat, sehingga meningkatkan tension dinding
miokard yang dapat mengganggu aktivitas inotropik. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat
dan cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi koroner. Disamping itu
isoproterenol akan sangat meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju jantung, sebagai
akibatnya terjadi peningkatan konsumsi oksigen miokard yang sangat berbahaya pada
kardiogenik syok (Mustafa I, 1994).
c. Dopamin
Merupakan prekusor endogen noradrenalin, menstimuli reseptor beta, alfa dan dopaminergik.
Dopamin juga mempunyai efek "tyramine like" yang akan menyebabkan pelepasan
noradrenalin endogen. Pengaruh dopamin terhadap jantung adalah stimulasi reseptor beta 1,
pada dosis 5-10 mg/kgBB/ menit, sedang pada dosis melebihi 10 mcg/kgBB/menit, dopamin
mulai mestimulasi reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri sistimik dan
tekanan venosa, oleh karena meningkatkan tahanan vaskuler sistimik dapat memperburuk
fungsi miokard (Raharjo, S., 1997).
Dopamin meningkatkan aliran darah kortek ginjal melalui stimulasi reseptor dopaminergik, pada
dosis 0,5 – 2 mcg/kgBB/menit.
Takikardi berlebihan, yang akan menurunkan waktu untuk pengisian ventrikel dan peningkatan
konsumsi oksigen miokard merupakan efek-efek yang tidak diingkan pada dopamin.
Diantara katekolamin di atas, dobutamin merupakan inotropik standard yang digunakan sebagai
pembanding. Dobutamin mempunyai efek terbatas pada tekanan darah serta meningkatkan
curah jantung tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah, sebagai akibatnya tahanan
vaskuler sistimik, tekanan vena, denyut jantung menurun. Pada penggunaan dobutamin, bila
terjadi penurunan rekanan darah umumnya menandakan terdapat hipovolemia (Benowitz,Neal.,
dkk., 1998).
Dobutamin terutama bekerja pada reseptor beta, dengan rentan dosis 2–40 mcg/kgBB/menit.
Pada dosis tersebut akan menaikkan kontraktilitas dengan sedikit efek chronotropik tanpa
vasokonstriksi.
d. Digoxin
Digunakan untuk memperbaiki kontraksi miokard, namun mempunyai mula kerja, ekskresi yang
lama, serta rasio terapi yang rendah, sehingga kurang effektif pada penggunaan sebagai
inotropik pada kardiogenik syok.
e. Vasodilator
Kerja yang bermakna pada penggunaan vasodilator untuk mengurangi kerja miokard dan
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

kebutuhan oksigen miokard.


Shoemaker, 1989, penggunaan vasodilator kurang efektif pada kardiogenik syok, dibanding
penggunaan pada gagal ventrikel kiri akut/kronik, bila kerusakan miokard dan kolaps
kardiovaskuler begitu berat (Shoemaker, 1989).
Sodium nitropruside, akan menaikan curah jantung pada penderita gagal ventrikel kiri dan syok
setelah infark miokard. Dosis awal 10 mcg/kgBB/menit, maksimal dosis 500 mcg/kgBB/menit.
Nitrogliserine, berfungsi sebagai venodilator pada penggunaan intravena, dengan mula kerja
yang cepat, dosis 10-40 mcg/kgBB/menit.
Salbutamol; beta 2 agonis, berfungsi sebagai arteriol dilator. Pada beberapa keadaan
kombinasi katekolamin dan vasodilator sering dipergunakan untuk mendapatkan status
hemodinamika yang baik.
7) Mechanical Circulatory Assitance
Dipergunakan pada penderita yang tidak responsif dengan pengobatan diatas.
a. IABP (Intra Aortic Ballon Pump)
Dimasukkan lewat arteri besar dengan bantuan floroscop, disinkronasi dengan EKG pada aorta.
Balon dikembangkan saat diastolik, dengan harapan akan meningkatkan tekanan diastolik,
sehingga memperkuat aliran koroner, perfusi koroner menjadi baik. Dikempiskan saat sebelum
sistolik ventrikel yang akan menurunkan tekanan aorta dan ventrikel "after load" (Raharjo, S.,
1997).
Hasil akhir akan menaikkan perfusi koroner, menurunkan kerja miokard dan kebutuhan oksigen
miokard.
b. VAD (Ventrikuler Assist Devices)
Digunakan pada kardiogenik syok yang dengan IASP, obat tidak menunjukkan manfaat.
Apabila PCWP, curah jantung, tahanan vaskuler sistimik dan tekanan darah dapat diukur,
algoritme tersebut dapat dipergunakan pada kardiogenik syok (Mustafa, I. 1994).
VIII. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolic(Raharjo,S.,1997).
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan meningkatnya
perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan
diuretika (Raharjo, S., 1997)

XI.Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim
LDH).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara
dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara
napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
B. Pengkajian sekunder
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat


menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
C. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
inotropik.
4. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
D. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa: Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil:
- tidak ada suara snoring
- tidak terjadi aspirasi
- tidak sesak napas
Intervensi:
- kaji kepatenan jalan napas
- evaluasi gerakan dada
- auskultasi bunyi napas bilateral, catat adanya ronki
- catat adanya dispnu,
- lakukan pengisapan lendir secara berkala
- berikan fisioterapi dada
- berikan obat bronkodilator dengan aerosol.
2. Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan: setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi
dan ventilasi adekuat
Kriteria hasil:
- GDA dalan rentang normal
- Tidak ada sesak napas
- Tidak ada tanda sianosis atau pucat
Intervensi:
- auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi
- berikan perubahan posisi sesering mungkin
- pertahankan posisi duduk semifowler
3. Diagnosa: Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tanda
peningkatan curah jantung adekuat.
Kriteria hasil:
- frekuensi jantung meningkat
- status hemodinamik stabil
- haluaran urin adekuat
- tidak terjadi dispnu
- tingkat kesadaran meningkat
- akral hangat
Intervensi:
- auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
- catat bunyi jantung
- palpasi nadi perifer
- pantau status hemodinamik
- kaji adanya pucat dan sianosis
- pantau intake dan output cairan
- pantau tingkat kesadaran
- berikan oksigen tambahan
- berikan obat diuretik, vasodilator.
- Pantau pemeriksaan laboratorium.
4. Diagnosa: Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume
cairan seimbang
Kriteria hasil:
- masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang
- bunyi napas bersih
- status hemodinamik dalam batas normal
- berat badan stabil
- tidak ada edema
Intervensi:
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

- pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap hari


- kaji adanya distensi vena jugularis
- ubah posisi
- auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi
- pantau status hemodinamik
- berikan obat diuretik sesuai indikasi

KONSEP 2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK KARDIOGENIK

Pengertian

Syok kardiogenik adalah sindroma klinis akibat dari tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan fungsi otot-otot vital akibat disfungsi otot jantung sehingga jantung tidak
dapat mempertahankan perfusi yang cukup untuk permintaan metabolis dari jaringan.
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung ; manifestasinyameliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland,1998).
Dari segi hemodinamik syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang
mengakibatkan hal – hal berikut :
 Tekanan arteri systole kurang dari 90mmHg ( hipotensi absolute ) atau paling tidak 60
mmHg dibawah tekanan basal ( hipotensi relatif )
 Gangguan aliran darah ke organ – organ penting ( kesadaran menurun, vasokontriksi di
perifer origuria ( urine kurang dari 30 ml/jam )
 Tidak adanya ganguan preload atau proses nonmiokardial sebagai etiologi syok (
aritmia, asidosis, atau depresan jantung secara farmakologi maupun fisiologik )
 Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik.

Etiologi/penyebab

Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi jantung
atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis syok kardiogenik
timbul karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan elektrik primer.
Etiologi syok kardiogenik adalah :
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat
3. Infark miokard akut.
4. Stenosis valvular.
5. Miokarditis
6. Kardiomiopati
7. Regurgitasi valvular akut.
8. Penyebab yang tidak langsung (indirect causes) adalah dari emboli paru (pulmonary
embolism, PE), aortic dissection, pericardial tamponade, atau vascular disease.
Adapun penyebab syok kardiogenik (cardiogenic shock) atau edem paru (pulmonary edema)
menurut Fauci AS, et al. (2008) adalah sebagai berikut ini:
1. Acute myocardial infarction/ischemia
Misalnya:
a. Gagal ventrikel kiri (left ventricular failure).
b. Ruptur septum ventrikel (ventricular septal rupture/VSR).
c. Papillary muscle/chordal rupture— pada regurgitasi mitral yang
berat.
d. Ventricular free wall rupture dengan subacute tamponade.
e. Kondisi-kondisi lainnya yang merupakan komplikasi dari infark
miokard.
f. Perdarahan (hemorrhage).
g. Infeksi.
h. Excess negative inotropic atau vasodilator medications
i. Prior valvular heart disease
j. Hyperglycemia/ketoacidosis

2. Post-cardiac arrest
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

3. Post-cardiotomy
4. Refractory sustained tachyarrhythmias
5. Acute fulminant myocarditis
6. End-stage cardiomyopathy
7. Left ventricular apical ballooning
8. Takotsubo cardiomyopathy
9. Hypertrophic cardiomyopathy dengan severe outflow obstruction
10. Aortic dissection dengan aortic insufficiency atau tamponade
11. Pulmonary embolus
12. Severe valvular heart disease
Contohnya: a. Critical aortic atau mitral stenosis.
b. Acute severe aortic atau mitral regurgitation.
13. Toxic-metabolic
Misalnya: overdosis beta-blocker atau calcium channel antagonist

Epidemiologi

Menurut Wolfe RE dan Fischer CM (2007), mortalitas (angka/rerata kematian) penderita syok
kardiogenik sangat tinggi, mencapai 50-80 persenMenurut Fauci AS, et al. (2008), syok
kardiogenik merupakan penyebab utama (leading cause) dari kematian pasien dengan infark
miokard (myocardial infarct; MI) yang dirawat di rumah sakit. Terapi reperfusi dini untuk infark
miokard akut (acute MI) menurunkan insidens syok kardiogenik.Penderita syok kardiogenik
dengan komplikasi infark miokard akut sekitar 20 persen pada tahun 1960-an, namun telah
berfluktuasi sekitar 8 persen selama lebih dari 20 tahun. Syok terutama berhubungan dengan
ST elevation MI (STEMI) dan kurang umum berkaitan dengan non-ST elevation MI. Dua pertiga
penderita syok kardiogenik memiliki flow-limiting stenoses di ketiga arteri koronaria mayor
(major coronary arteries), dan 20% meninggalkan (left) stenosis di arteri koronaria utama (main
coronary artery stenosis).

Manifestasi klinis/tanda dan gejala

1. Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea (sesak/sulit bernafas),
tampak pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning, gelisah, takut,
cemas)
2. Hipoperfusi jaringan.
3. Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).
4. Anggota gerak teraba dingin (cool extremities).
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit).
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi berat
(severe bradycardia) karena terdapat high-grade heart block.
8. Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.
9. Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10. Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11. Poor capillary refill.
12. Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15. Suara nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau rales (= rattles, rattlings)
dari edem paru akut (acute pulmonary edema).
16. S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal
heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle,
regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
17. Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk
cardiogenic shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat mensugesti gagal
jantung kanan (right-sided heart failure).

Patofisiologi

Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi penurunan
kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya karena iskemia,
menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana
menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfungsi
diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan pulmonary capillary
wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti paru.
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

Jantung tidak mampu memusatkan secara sinkron atau penekanan dan aliran darah ke
aorta dihindarkan. LEVD (The Left Ventrikular End – Diastolik Pressure) dan Arterial
Pressure (LAP) meningkat dari sistolik outflow yang tidak efisien. Pada akhirnya, tekanan
arteri pulmonary selaput interstisial dan alveoli menurunkan daerah permukaan untuk
pertukaran gas.
Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia, disfungsi
miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward spiral), bilamana jika
tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian.
Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru (pulmonary
edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian berkontribusi terhadap
lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium dan hipotensi. Asidosis berat
(pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan
eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines).
(Fauci AS, et al., 2008)

Gangguan Bedah pintas Ami Payah


mekanis akut kardiopulmonal jantung
kongestif

Necrosis miokard

Kerusakan otot jantung

Gangguan kontraktilitas

miokardium

Disfungsi ventrikel kiri

Syok kardiogenik

Penurunan curah jantung

Nutrisi dan O2 Aliran darah arteri coroner↓ Darah ke pulmonal ↓

Ke jaringan Asupan Oksigen ke jantung ↓


Metabolisme basal Kerusakan pertukaran gas
↓ Hipoksia myokardium
terganggu
GangguanI.
Energi ↓ Mekanisme anaerob
Perfusijaringan↓
gan
Pola nafas tidak efektif

Kelelahan dan kelemahan Nyeri dada

Gangguan
Intoleransi aktifitas
rasa nyaman
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

Pemeriksaan diagnostik

1. Electrocardiography (elektrokardiografi)
Hasil/pembacaan electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008):
Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left
bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark
yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left
main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.

2. Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure),
yaitu:
a.Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b.Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures)
meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya
gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B.
Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli,
menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada penderita
syok kardiogenik:
a. Kardiomegali ringan
b. Edema paru (pulmonary edema)
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
e. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark
miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard
sebelumnya.

3.Ekokardiografi
Ini berguna untuk menunjukkan:
a.Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b.Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
Selain itu penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau segemental (bila
berasal dari infark miokard), efusi pericardial, katup mitral dan aorta, rupture septum dan
pintasan intrakardiak.
4. Kateterisasijantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui anatomi pembuluh
darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan bedah pintas koroner atau
angioplasty koroner transluminasi perkutan. Untuk menunjukkan defek mekanik pada
septum ventrikel atau regurgitasi mitral akibat disfungsi atauy rupture otot papilaris.
5. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap
diperlukan untuk evaluasi secara keseluruhan meskipun tidak
berguna di dalam membuat diagnosis awal (initial diagnosis).
b. Pemeriksaan enzim jantung.
c. CBC and serum electrolyte panel.
d. Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).
e. Gas darah arteri.
f. Studi koagulasi.
Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al. (2008):
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun
blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise
progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion gap
acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan
metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fraction-nya,
jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.

Penatalaksanaan

Langkah-langkah tata laksana syok kardiogenik adalah :


DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

a. Etiologi syok harus ditentukan secepat mungkin


b. Pemantauan hemodinamik (kalau mungkin memakai kateter Swan-ganz)
c. Pemberian oksigen (kalau ungkin oksigen 28-48% dengan venture fase mask)
d. Menghilangkan nyeri dengan morfin 4-8 mg intravene.
e. Berikan dopamine 2-15 µm/kg/m atau Dobutamin 2,5-10µm/kg/m untuk meninggikan
tekanan perfusi arterial dan kontraktilitas. Boleh juga diberikan amrinon intravena (kalau
ada).
f. Cairan intravena, kalau mungkin diberikan dextran 40.
g. Furosemid 40-80 mg atau asam etakrinik 50 mg (bila ada bendungan paru). Diuretic
menyebabkan vasodilatasi vena dan diuresis, hingga bendungan bendungan paru
berkurang dan oksigenasi darah meningkat. Juga ukuran jantung serta kebutuhan
oksigen dikurangi .
h. Digitalis hanya diberikan pada takikardi supraventrikel dan fibrilasi atrial.
i. Vasodilator hanya diberikan bila dijumpai vasokontriksi perifer hebat dan penderita
dipantau ketat secara klinik dan hemodinamik.
j. Tindakan pintaskoroner dan angioplasty darurat kalau perlu.
Prognosis
Prognosis syok kardiogenik secara umum sangat buruk meskipun insidennya telah menurun.
Pada penderita syok akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya infark miokard. Mortalitas
rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung sekitar 60-70%. Mortalitas tinggi bagi mereka
yang menunjukkan tekanan pengisisan ventrikel kiri sangat tinggi dan penurunan indeks
jantung. Bila tekanan tersebut normal atau sedikit dan hipovolemia relative, prognosis lebih
baik. Sekitar 30% penderita menunjukkan respon terhadap ekspansi volume darah dengan
dekstran atau albumin. Penderita dengan perubahan tekanan pengisisan ventrikel kiri dan
indeks jantung ringan biasanya menunjukkan hasil yang baik dengan obat-obatan vasopresor.
Prognosis menurut pembagian KILLIP adalah sebagai berikut:
Kelas I : Tidak ada tanda kongesti paru atau vena, mortalitas 0-5 persen.
Kelas II: Gagal jantung kanan, kongesti hepar dan paru, gagal jantung kiri sedang, ronki pada
basis paru, mortalitas 10-20 persen.
Kelas III : Gagal jantung berat, edema paru, mortalitas 35-45 persen.
Kelas IV : Syok, tekanan sistolik < 80-90 mmHg, sianosis perifer, gangguan mental, oliguri,
mortalitas 85-95 persen.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Biopsikososial-spiritual
 Oksigen
Gejala :
 Dispnea tanpa atau dengan kerja
 Paroxymal nocturnal dyspnea
 Pernapasan cheyne stokes
 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Tanda :
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Sesak/sulit bernafas
 Tampak pucat, sianosis
 Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

 Nutrisi
 Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat
kehausan.
 Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat
badan

 Eliminasi
 Gejala : Oliguri
 Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam

 Gerak dan aktifitas


Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Pola hidup menetap
Tanda :
o Takikardi
o Dispnea pada istirahat atau aktifitas
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

 Istirahat dan Tidur


 Gejala : insomnia/susah tidur
 Tanda : kesulitan saat akan tidur dan sering terbangun saat tidur akibat nyeri dan
sesak napas.

 Pengaturan suhu tubuh


Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak teraba dingin (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.

 Kebersihan Diri
Gejala dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

 Rasa Nyaman
Gejala :
 Gelisah
 Meringis
 Nyeri hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan
nitrat.
Lokasi : Biasanya di daerah subternal. Nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan, dan
punggung.
Kualitas : Rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa seperti dicekik.

 Sosialisasi
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS
dan ancaman kematian.
Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang
 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, ketakutan )
 Menarik diri
 Gelisah
 Cemas

 Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah.
Tanda :
 Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg).
 Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi
berat.
 Bunyi jantung
S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal
(abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured
papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur .
 Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel
 Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampilan umum (inspeksi) :
- Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebih.
- Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
- Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.
- Oliguri (urin < 20 mL/jam).
- Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
b Denyut nadi dan tekanan darah (palpasi):
 Sinus takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
 Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
 Nadi teraba lemah dan cepat
 Tensi turun < 80-90 mmHg.
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):


- Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
- Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat sementara.
- Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
- Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.

2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Electrocardiography (elektrokardiografi)
 Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan
suatu pola infark ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda dari
terapi untuk penyebab–penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
 Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau
left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari
semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia
karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3
mm) pada multiple leads.
2. Radiografi
 Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart
failure), yaitu:
a. Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b. Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic
pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara
radiografis dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels,
peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan
hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli,
menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
 Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada
penderita syok kardiogenik:
a. Kardiomegali ringan
b. Edema paru (pulmonary edema)
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
e. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari
infark miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark
miokard sebelumnya.
3. Bedside echocardiography
 Ini berguna untuk menunjukkan:
a. Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b. Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
4. Laboratorium
 Penemuan laboratorium :
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal,
namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat
(rise progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan
anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic
acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia
dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory
alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB
fractionnya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan (penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat, tidak bergairah.

C. Intervensi

1. Menyusun Prioritas

Prioritas Diagnosa
Dalam membuat perencanaan terlebih dahulu menyusun prioritas diagnose keperawatan
berdasrakan beratnya masalah, sifat masalah serta cepat tidaknya masalah teratasi. Dari
empat diagnose keperawatan yang diperoleh, prioritas sesuai dengan rumusan diagnose
keperawatan di atas yaitu :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan (penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat, tidak bergairah.

2. Rencana Keperawatan

Hari
Diagnosa
No Tanggal/ Tujuan / Out come Intervensi Rasional
keperawatan
Waktu
1. Pola nafas tidak Setelah diberikan Mandiri Mandiri
efektif askep selama 3x24  Evaluasi  Respon pasien
berhubungan jam diharapkan frekuensi bervariasi. Kecepatan
dengan pola nafas efektif pernapasan dan upaya mungkin
gangguan dengan out come : dan meningkat karena
pertukaran gas  Klien tidak sesak kedalaman. nyeri, takut, demam,
ditandai dengan nafas Catat upaya penurunan volume
sesak nafas,  Frekuensi pernapasan, sirkulasi (kehilangan
gangguan pernapasan contoh adanya darah atau cairan),
frekuensi normal dispnea, akumulasi secret,
pernapasan,  Tidak ada batuk- penggunaan hipoksia atau distensi
batu-batuk batuk obat bantu gaster. Penekanan
napas, pernapasan
pelebaran (penurunan
nasal. kecepatan) dapat
terjadi dari
penggunaan analgesic
berlebihan.
Pengenalan dini dan
pengobatan ventilasi
abnormal dapat
mencegah komplikasi.
 Auskultasi  Auskultasi bunyi
bunyi napas. napas ditujukan untuk
Catat area mengetahui adanya
yang menurun bunyi napas
atau tidak tambahan.
adanya bunyi
napas dan
adanya bunyi
napas
tambahan,
contoh krekels
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

atau ronki
Kolaborasi Kolaborasi
 Berikan  Meningkatkan
tambahan pengiriman oksigen ke
oksigen paru-paru untuk
dengan kanula kebutuhan sirkulasi,
atau masker khususnya pada
sesuai indikasi adanya
penurunan/gangguan
ventilasi
2. Ketidakefektifan Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
perfusi jaringan askep selama 3x24 Lihat pucat, Vasokontriksi sistemik
perifer jam diharapkan sianosis, belang, diakibatkan oleh
berhubungan perfusi jaringan kulit penurunan curah
dengan perifer efektif. dingin/lembab. jantung mungkin
gangguan aliran Dengan out come : Catat kekuatan dibuktikan oleh
darah sekunder  Klien tidak nyeri nadi perifer. penurunan perfusi kulit
akibat gangguan  Cardiac out put dan penurunan nadi.
vaskuler ditandai normal
dengan nyeri,  Tidak terdapat
cardiac out put sianosis
menurun,  Tidak ada edema - Dorong latihan - Menurunkan statis
sianosis, edema (vena) kaki aktif/pasif, vena, meningkatkan
(vena) hindari latihan aliran balik vena dan
isometrik menurunkan resiko
tromboflebis.

Kolaborasi Kolaborasi
- Pantau data - Indikator perfusi atau
laboratorium, fungsi organ.
contoh: GDA,
BUN, creatinin,
dan elektrolit.
- Beri obat - Dosis rendah heparin
sesuai indikasi: mungkin diberikan
Heparin/natrium secara profilaksis pada
warfarin pasien resiko tinggi
(Coumadin) dapat untuk
menurunkan resiko
tromboflebitis atau
pembentukan trombus
mural. Coumadin obat
pilihan untuk terapi anti
koagulan jangka
panjang/pasca pulang.

3. Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri Mandiri


nyaman (nyeri) askep selama 3x24 - Pantau/catat - Variasi penampilan
berhubungan jam, diharapkan karakteristik dan perilaku pasien
dengan trauma pasien merasa nyeri, catat karena nyeri terjadi
jaringan dan nyaman dengan laporan verbal, sebagai temuan
spasme reflek out come : petunjuk pengkajian.
otot sekunder  Tidak ada nyeri nonverbal, dan Kebanyakan pasien
akibat gangguan  Tidak ada respon dengan IM akut
viseral jantung dispnea hemodinamik tampak sakit, fitraksi,
ditandai dengan  Klien tidak (contoh, dan berfokus pada
nyeri dada, gelisah meringis, nyeri. Riwayat verbal
dispnea, gelisah,  Klien tidak menangis, dan penyelidikan lebih
meringis. meringis gelisah, dalam terhadap faktor
berkeringat, pencetus harus
mencengkram ditunda sampai nyeri
dada, napas hilang. Pernafasan
cepat, mungkin meningkat
TD/frekuensi sebagai akibat nyeri
jantung dan berhubungan
berubah). dengan cemas,
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

sementara hilangnya
stres menimbulkan
katekolamin akan
meningkatkan
kecepatan jantung dan
- Bantu TD.
melakukan - Membantu dalam
teknik relaksasi, penurunan
mis, napas persepsi/respon nyeri.
dalam perlahan, Memberikan kontrol
perilaku situasi., meningkatkan
distraksi, perilaku positif.
visualisasi,
bimbingan
imajinasi.

Kolaborasi
- Berikan obat Kolaborasi
sesuai indikasi, - Meskipun morfin IV
contoh : adalah pilihan,
Analgesik, suntikan narkotik lain
contoh morfin, dapat dipakai pada
meperidin fase akut/nyeri dada
(Demerol) berulang yang tidak
hilang dengan
nitrogliserin untuk
menurunkan nyeri
hebat, memberikan
sedasi, dan
mengurangi kerja
miokard. Hindari
suntikan IM dapat
mengganggu indikator
diagnostik COK dan
tidak diabsorpsi baik
oleh jaringan kurang
perfusi.
4. Intoleransi Setelah diberikan Mandiri Mandiri
aktifitas askep selama 3x24 - Periksa tanda - Hipertensi ortostatik
berhubungan jam, diharapkan vital sebelum dapat terjadidengan
dengan pasien dapat dan segera aktivitas karena efek
ketidakseimbang melakukan aktivitas setelah obat (vasodilasi),
an suplai oksigen dengan mandiri aktivitas, perpindahan cairan
dan kebutuhan dengan out come : khususnya bila (diuretik) atau
(penurunan/terbat  Klien tidak pasien pengaruh fungsi
asnya curah mudah lelah menggunakan jantung.
jantung) ditandai  Klien tidak lemas vasolidator,
dengan  Pasien tidak diuretik,
kelelahan, pucat penyekat beta.
kelemahan,  Klien merasa - Catat respon
pucat, tidak bergairah kardiopulmonal - Penurunan/
bergairah. terhadap ketidakmampuan
aktifitas, catat miokardium untuk
takikardi, meningkatkan volume
disritmia, sekuncup selama
dispnea, aktivitas, dapat
berkeringat, menyebabkan
pucat. peningkatan segera
pada frekuensi jantung
dan kebutuhab
oksigen, juga
peningkatan kelelahan
- Kaji presipitator dan kelemahan.
/penyebab - Kelemahan adalah
kelemahan efek samping dari
contoh beberapa obat (beta
pengobatan, bloker, traquilizer dan
nyeri, obat. sedatif). Nyeri dan
program penuh stres
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

juga memerlukan
- Evaluasi energi dan
peningkatan menyebabkan
intoleran kelemahan.
aktivitas - Dapat menunjukkan
peningkatan
- Berikan bantuan dekompensasi jantung
dalam aktivitas daripada kelebihan
perawatan diri aktivitas.
sesuai indikasi. - Pemenuhan
Selingi periode kebutuhan perawatan
aktivitas diri pasien tanpa
dengan periode mempengaruhi stres
istirahat. miokard/ kebutuhan
Kolaborasi oksigen berlebihan.
-Implementasikan
program
rehabilitasi Kolaborasi
jantung/aktifitas - Peningkatan bertahap
. pada aktivitas
menghindari kerja
jantung/konsumsi
oksigen berlebihan.
Penguatan dan
perbaikan fungsi
jantung dibawah stres,
bila disfungsi jantung
tidak dapat membaik
kembali.
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a) Aktivitas / istirahat :
Gejala : iskemia, anemia, infeksi, emboli paru, kelebihan cairan.
Tanda : lemas, pucat, letih
b) Sirkulasi :
Gejala : riwayat syok kardiogenik dan sebelumnya pernah mengalami penyakit infark miokard,
angina, atau gagal jantung kongastif
Tanda : gagal memompa, penurunan aliran vena, frekuensi jantung, frekuensi nadi, bunyi
napas, bunyi jantung, irama jantung.
c) Integritas Ego :
Gejala ; takut, stres b.d penyakit/ kepribadian
Tanda : berbagai manifestasi prilaku, mis takut, marah
d) Eliminasi :
Gejala : Periksa urine, warna, bau
e) Makanan / cairan :
Gejala : -Kehilangan nafsu makan
- mual munta
Tanda : - Distensi abdomen
- oedem
f) Hygiene
Gejala : - Keletihan / lekemahan,selama aktifitas perawatan diri.
Tanda : - perawatan menandakan perawatan profesional
g) Neurosensori
Gejala : - kelemahan
Tanda : - penurunan perilaku
h) Nyeri / Kenyamanan :
Gejala : - nyeri dada
- angina akut
Tanda : - tidak tenang
- gelisa
- perilaku melindungi diri
i) Pernapasan :
Gejala ; - Dipsnea saat aktifitas menggunakan alat-alat bantu untuk menggantikan jantung yang
gagal
j) Keamanan
Gejala : - perubahan dalam fungsi mental
- kehilangan kekuatan
k) Interaksi sosial
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

Gejala : - penurunan keikutsertaan dlm aktifitas sosiak yang biasa dilakukan

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan
kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akibat sekunder dari
kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress
syndrome (ARDS).
2) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel akibat
sekunder dari kerusakan sel – sel miokardium.
3) aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berhubungan dengan
penurunan aliran darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari
system hematologik akibat sekunder dari syok yang berkelanjutan.

3.3 INTERVENSI

No Dx keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


1 1. gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan
kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akibat sekunder dari
kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress
syndrome (ARDS).
Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi diberikan G3 pertukaran gas tidak terjadi.dengan
kriteria hasil -klien melaporkan tak adannya penurunan dispnea
-klien menunjukkan tdk ada gejala distress pernafasan
-klien menunjukan perbaikan ventilasi dan o2 jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal.
1. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk
membrane mukosa dan kuku.
2. berikan ventilasi mekanik
3. laksanakan pemberian terapioksigen
4. mobitoring kadar hemoglobin 1. akumulasi secret dan berkurangnnya jaringan paru yang
sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
2. aspek penting apabila klien sudah mengalami ARDSadalah ventilasi mekanik. Tujuan
modalitas terapi ini adalah u/ memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane
alveolokapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah :
-memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
-mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distrespernafasan

3. Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek
samping toksik . klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleren dengan O2 100% selama 24-
72 jam tanpa menimbulkan abnormalitas fisiologi klinis penting. Jumlah O2 yang diberikan
untuk ARDS harus paling rendah Fio2 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat (
misalnya kandungan oksihemoglobin >90%). Intubasi hampir selalu di indikasi untuk
mempertahankan Fio2 tetap tinggi.
4. Kebanyakan volume O2 ditransfor kejaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bilaa anemia
terjadi kandungan O2 dalam darah menurun. Sebagai akibat efek ventilasi mekanik dan
suplemen akan minimal. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan O2 ,
yang akan menentukan kebutuhan untuk transfuse sel darah merah.

2 Penurunan curah jantung yang b.d penurunan kontraktilitas ventrikel akibat sekunder dari
kerusakan sel – sel miokardium.
Setelah dilakukan tindakan 1x24jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan
tanda vital dalam batas yang dapat diterima distrimia terkontrol atau hilang dan bebas gejala
gagal jantung
1. Lakukan pemantauan hemodinamika secar ketat
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau adannya output urin, catat volume dan kepekaan / konsentrasi urine
5. Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi
6. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang

7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal 3 sampai 5 L/mnt 1. peran utama perawat
adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan
kan dan berfugsi secara tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang
mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini.
Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan
dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan
temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis
pedis, dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
gangguan pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium,
output urin biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi
dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien
tidur.
5. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai akibat sekunder dari
penurunan curah jantung.
6. Stress dan emosi menghasilkan vasokontriksi, yang terkait dan meningkatkan tekanan darah,
frekuensi dan kerja jantung.
7. Meningkatkkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk melawan efek hipoksia /
iskemia.
3 aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berhubungan dengan
penurunan aliran darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari
system hematologik akibat sekunder dari syok yang berkelanjutan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam klien tidak mengalami DIC dengan kriteria hasil : TD dlm
batas normal (120/80 mmHg, nadi 80 x/mnt), tdk terjadi aritmia denyut jantung dan irama
jantung teratur , CRT kurang dari 3 detik.
1. lakukan pemantauan hemodinamika secara ketat
2. berikan cairan IV, batasi jumlah total sesuai dengan indikasi , hindari cairan dan garam.
3. pantau rangkaian EKG dan perubahan foto rontgen thoraks
1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan
EKG harus dipertahan kan dan berfugsi scr tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan
peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan
tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan
dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung
, dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat menoleransi peningkatan
beban awal ( pleroat) klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan
dan meningkatkan kerja miokardium.
3. depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan
oksigen.foto thoraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti
pulmonal.

Anda mungkin juga menyukai