Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH

“SYOK CARDIOGENIC”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

Sri Fifi Safitri : 105111101719


Ayu Aristia Harun : 105111101919
Jumriana : 105111102019
Andi Reza Febrianti : 105111100719
Wahyudi : 105111100519
Rahayu : 105111101219

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberi kami kesehatan dan kesempatan serta
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang kita nanti-nantikan syafaatnya didunia dan diakhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Syok kardiogenik”. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan. Untuk itu, Penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, agar makalah ini nantinya bisa menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Demikian semoga makalah ini bermanfaat.

Makassar, 18 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cardiogenic shock dianggap sebagai diagnosa klinis dicirikan oleh penurunan


output urine, diubah pemikiran, dan hypotension. Karakteristik klinis lainnya termasuk
pembuluh darah di leher distension dgn urat darah halus, jantung cepat, dan busung
berkenaan dgn paru-paru.. Terbaru calon studi cardiogenic shock mendefinisikan
cardiogenic shock dipertahankan sebagai hypotension (tekanan darah systolic [BP]
kurang dari 90 mm Hg selama lebih dari 30 menit) dengan bukti yang memadai dengan
jaringan hypoperfusion ventrikular kiri (LV) mengisi pressure.1 tisu hypoperfusion
didefinisikan sebagai pinggir-pinggir dingin (sejuk kaki dari inti), oliguria (<30 mL / h),
atau keduanya.

Kardiogenik syok merupakan syok yang disebabkan kegagalan jantung,


metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan,
maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S., 1997).
Perkiraan terbaru kejadian syok kardiogenik antara 5%-10% dari pasien dengan infark
miokard. Perkiraan yang tepat sulit karena pasien yang meninggal sebelum mendapat
perawatan di rumah sakit tidak mendapat diagnosa. Dalam membandingkan monitoring
awal dan agresif dapat meningkatkan dengan jelas insiden syok kardiogenik. Studi dari
Worcester Heart Attack, sebuah komunitas analisis terkenal, menemukan kejadian
kardiogenik syok 7,5%. Insiden ini stabil dari tahun 1978-1988. Manfaat umum
penggunaan streptokinase dan jaringan aktivator plasminogen untuk menghambat
kerusakan arteri (GUSTO-1) sedang diteliti. Insiden kardiogenik syok 7,2% yakni sebuah
rata-rata yang ditemukan pada percobaan trombolitik multisenter yang lain .

Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok adalah infark miokard akut,


walaupun infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya mempunyai fungsi ventrikel
kiri yang membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat dapat
menjadi infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio fungsi
miokardial dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal. Itu penting
untuk mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium viable dapat juga
menjadi penyebab atau memberikan kontribusi untuk terjadinya perkembangan
kardiogenik syok pada pasien setelah mengalami infark miokard (Hollenberg,S.,2003).

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)

B. Etiologi
1. Gangguan kontraktilitas miokardium
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau
hipoperfusi iskemik
3. Infark miokard akut ( AMI)
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum,
atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok
kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil
5. Valvular stenosis
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
7. Cardiomyopathy (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya)
8. Trauma jantung
9. Temponade jantung akut
10. Komplikasi bedah jantung
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan
apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas).
2. Hipoperfusi jaringan.
3. Keadaan mental tertekan/depresi.
4. Anggota gerak teraba dingin.
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. Takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit).
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
8. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
9. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspirasi)
10. Distensi vena jugularis
11. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
12. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
13. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut

Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan :


1. Keluhan Pokok
a. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
b. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
c. Nyeri substernal seperti IMA.
2. Tanda Penting
a. Tensi turun < 80-90 mmHg
b. Takipneu dan dalam
c. Takikardi
d. Nadi cepat
e. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
f. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
g. Sianosis
h. Diaforesis (mandi keringat)
i. Ekstremitas dingin
j. Perubahan mental
3. Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai :
a. Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
b. Produksi urin < 20 mL/jam.
c. Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
d. Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi

D. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada
gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri
koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya
meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi
dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal
jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan
curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi
penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan
bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
3. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
4. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat
Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
5. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
6. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
7. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan  oksigenasi jaringan. Digitalis
bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).

G. Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli

H. Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik


1. Pengkajian
Primary survey
a. Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara
dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring.
b. Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji
adanya trauma pada dada.
c. Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit,
nadi.
d. Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put
menurun, sianosis, edema (vena).
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat  gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri
dada, dispnea, gelisah, meringis.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan
kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.

3. Intervensi Keperawatan
a. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak
nafas, gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
 Frekwensi pernafasan normal
 Klien tidak sesak nafas
 Tidak ada batuk-batuk
Intervensi :
1) Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh
adannya dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal
 R/ Respon pasien bervariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat
karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan
darah atau cairan), akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster.
Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan) dapat terjadi dari
pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini dan pengobatan
ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi.
2) Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi
nafas dan adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronchi
 R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi
napas tambahan
3)      Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker
sesuai indikasi
 R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan
sirkulasi, khususnya adanya penurunan/ gangguan ventilasi.
b.   Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put
menurun, sianosis, edema (vena)
Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer
efektif
Kriteria hasil :
 Klien tidak nyeri
 Cardiac out put normal
 Tidak terdapat sianosi
 Tidak ada edema (vena)
Intervensi :
1) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi
perifer.
 R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
 R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan resiko tromboflebis.
3) Kalaborasi
Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)
 R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada
pasien resiko tinggi dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis
atau pembentukan trombusmural. Coumadin obat pilihan untuk terapi
anti koangulan jangka panjang/pasca pulang.

c.   Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
refleks otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman
Kriteria hasil :
 Tidak ada nyeri
 Tidak ada dispnea
 Klien tidak gelisah
 Klien tidak meringis

Intervensi :
1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal
dan repon hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat,
mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah)
 R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan
selanjutnya
2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku
diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi
 R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.
3) Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin
(demerol)
 R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat
dipakai fase akut atau nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan
nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi,
dan mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat
menganggu indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik oleh jaringan
kurang perfusi.

d.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen


dengan kebutuhan tubuh (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai
dengan kelelahan, kelemahan, pucat)
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat
melakukan aktifitas dengan mandiri
Kriteria hasil :
 Klien tidak mudah lelah
 Klien tidak lemas
 Klien tidak pucat
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta
 R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi
jantung
2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
 R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan
segera pada frekwensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
meningkatkan kelelahan dan kelemahan.
3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri
 R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat (beta bloker,
Trakuiliser dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga
memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
 R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada
kelebihan aktivitas
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat.
 R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi
stress miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan
6) Kalaborasi
Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
 R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau
komsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila disfusi jantung tidak dapat membaik kembali
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kardiogenik syok merupakan syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme
miokard. Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung,
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan.

Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok adalah infark miokard akut, walaupun
infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya mempunyai fungsi ventrikel kiri yang
membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat dapat menjadi
infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio fungsi miokardial
dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal. Itu penting untuk
mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium viable dapat juga
menjadi penyebab atau memberikan kontribusi untuk terjadinya perkembangan
kardiogenik syok pada pasien setelah mengalami infark miokard

B. Saran

Sebagai penulis pemula kami sadar sepenuhnya bahwa makalah ini didalamnya
masih terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun segi penulisan, untuk itu saran dan
kritis yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan sebagai perbaikanuntuk
penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta: EGC

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Diktat Kuliah Gawat Darurat. PSIK FK.Unair. TA: 2000/2001. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai