TINJAUAN PUSTAKA
karena hanya akan membuang tenaga, waktu, dan biaya. Jadi kebiasaan untuk
perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya.
belajar, yaitu pemusatan perhatian pada suatu kegiatan sebagai kunci utama untuk
belajar adalah suatu gerakan yang timbul dari dalam diri untuk menuju pada
semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Konsentrasi belajar
(Slameto, 2015:38).
perhatian dalam proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk
penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-
nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang
studi. Mekanisme konsentrasi belajar sendiri berupa pemusatan diri pada proses
belajar.
belajar.
belajar. Lembaga riset luar negeri, yaitu SWOV Institue for Road Safety Research
diantaranya:
perhatiannya pada kegiatan belajar dan mengesampingkan hal lain yang tidak
siswa untuk tetap fokus pada kegiatan belajar, meskipun siswa merasa
konsentrasi, yaitu:
untuk tetap fokus pada suatu hal/kegiatan dalam kurun waktu tertentu,
pada kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu, meskipun siswa merasa
menghadirkan pikiran seseorang “di sini” dan “sekarang” atau “here and
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri siswa itu sendiri. Adapun
1) Faktor Jasmaniah
Hal ini dapat dilihat dari kondisi jasmani siswa yang meliputi kesehatan badan
secara menyeluruh, yaitu: kondisi badan yang normal menurut standar kesehatan
atau bebas dari penyakit yang serius; kondisi badan di atas normal atau fit akan
lebih menunjang konsentrasi; cukup tidur dan istirahat; cukup makan dan minum
serta makanan yang dikonsumsi memenuhi standar gizi untuk hidup sehat; seluruh
panca indera berfungsi dengan baik; tidak mengalami gangguan fungsi otak
karena penyakit tertentu, seperti sering kejang, ayan, dan hiperaktif; tidak
mengalami gangguan saraf; tidak dihinggapi rasa nyeri karena penyakit tertentu,
seperti mag dan sakit kepala; detak jantung normal; irama napas berjalan baik.
2) Faktor Rohaniah
tenang; memilki karakter sabar dan konsisten; taat beribadah sebagai penunjang
ketenangan dan daya pengendalian diri; tidak dihinggapi berbagai jenis masalah
yang terlalu berat; tidak emosional; tidak sedang dihinggapi stres berat; memiliki
rasa percaya diri yang cukup; tidak mudah putus asa; memiliki kemauan/tekad
kuat; bebas dari berbagai gangguan mental, seperti rasa takut, khawatir, dan
gelisah.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal berkaitan dengan segala hal yang berada di luar diri siswa.
1) Lingkungan sekitar harus cukup tenang, bebas dari suara-suara yang terlalu
2) Udara sekitar harus cukup nyaman, bebas dari polusi dan bau yang
mengganggu penciuman.
3) Penerangan di sekitar lingkungan juga harus cukup, tidak lebih dan tidak
yang tenang.
Selain faktor-faktor pendukung konsentrasi belajar yang telah disebutkan
belajar tertentu dengan meja belajar yang bersih dan rapi, mencegah timbulnya
dua faktor yang secara umum mendukung terjadinya konsentrasi belajar, yaitu
faktor internal atau yang bersumber dari diri siswa itu sendiri dan faktor eksternal
atau yang terkait keadaan di luar diri sisiwa. Secara lebih khusus, terdapat faktor
tertentu dengan meja belajar yang bersih dan rapi, mencegah timbulnya
konsentrasi belajar. Gangguan konsentrasi belajar pada siswa ini dapat terjadi
karena beberapa faktor penghambat. Adapaun faktor-faktor penghambat
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang.
1) Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah terkait kondisi tubuh siswa yang tidak berada di dalam
pernapasan, gangguan di kulit yang menyebabkan gatal dan perih, gangguan saraf
dan otak, tidak betah diam dan hiperaktif serta sedang tidak enak badan, seperti
2) Faktor Rohaniah
Faktor rohaniah terkait dengan kondisi mental siswa yang dapat menimbulkan
gangguan konsentrasi, diantaranya: tidak tenang dan tidak betah diam yang
gugup dan grogi; emosional, tidak sabar, dan selalu sering bersikap terburu-buru;
mudah tergoda pada sesuatu yang terlihat dan terdengar di sekitar lingkungan; ada
kecenderungan untuk mudah cemas setiap kali mengerjakan sesuatu yang penting;
khayalan, ingatan masa lalu, dan pikiran-pikiran lain yang muncul saat
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal terkait kondisi lingkungan di luar diri siswa. Gangguan yang
sering dialami adalah adanya rasa tidak nyaman dalam melakukan berbagai
1) Ruangan belajar yang terlalu sempit dan menimbulkan rasa tidak leluasa dan
tidak rileks.
5) Adanya aroma yang tidak sedap, seperti bau busuk dari sampah, bangkai
8) Kepemimpinan yang kurang baik, misal dari guru ataupun kepala sekolah.
2) Kondisi lingkungan belajar yang kurang kondusif, misalnya kelas yang bising,
tata kelas yang kurang rapi, suhu dan udara di kelas yang kurang nyaman.
3) Siswa sedang dalam pikiran yang kacau dengan banyak urusan/masalah-
masalah.
4) Kondisi kesehatan (jiwa dan raga) siswa yang terganggu, siswa merasa bosan
menghambat konsentrasi belajar, yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri
siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa. Selain dua faktor
tersebut, terdapat beberapa hal lainnya yang juga menghambat konsentrasi belajar,
belajar tidak kondusif; siswa memiliki banyak masalah; dan kondisi kesehatan
siswa terganggu.
meliputi:
b. Kesiapan belajar. Untuk siap melakukan aktivitas belajar ada dua hal yang
perlu diperhatikan, yaitu kondisi fisik dan psikis. Kondisi fisik harus bebas
dari penyakit, kurang gizi, dan rasa lapar. Kondisi psikis harus bebas dari
pikiran (duplikasi pikiran). Siswa akan tetap fokus pada pelajaan. Intensitas
kejemuan belajar. Dalam proses belajar, seringkali timbul rasa jemu dan bosan
untuk berpikir. Jika hal ini terjadi, maka jangan paksakan siswa untuk terus
Sementara itu, Castle & Buckler (2009:16) menjelakskan dua strategi yang
menanamkan minat dan motivasi belajar, cara belajar yang baik, belajar aktif,
yang terkait internet addiction dan juga sex addiction (Griffiths, 2012:3).
cybersex (Wery & Billieux, 2015:2). Namun, istilah yang pertama kali digunakan
sebagai penggunaan secara kompulsif situs dewasa untuk cybersex dan cyberporn.
Cybersex didefinisikan sebagai aktivitas antara dua orang atau lebih yang
melibatkan percakapan seks melalui media internet dengan tujuan untuk mencari
hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan pribadi maupun
addiction sebagai aktivitas seksual online yang tidak terkontrol dan berlebihan
DSM-V, yang mendekati kecanduan seksual dan sangat bergantung pada kriteria
terkontrol) yang bertujuan untuk mencari kepuasan seksual, baik melalui aktivitas
(cyberporn).
2.2.2 Aktivitas-aktivitas Terkait Cyber-sexual Addiction
sexual addiction:
gambar, audio, video, serta teks melalui media internet. Materi porno dapat
ditemukan di halaman web pribadi maupun komersial. Konten porno juga dapat
satu orang atau lebih melalui media internet. Chat dapat dilakukan melalui teks
dan gambar, audio, maupun video. Beberapa situs bahkan dengan sengaja
pribadinya.
ataupun iPod.
Situs jejaring sosial akhir-akhir ini menjadi sangat populer di kalangan remaja
memposting berbagai hal pribadi, mulai dari foto hingga video. Situs jejaring
dengan orang yang mereka kenal ataupun belum mereka kenal. Namun,
sayangnya banyak pengguna situs jejaring sosial yang kurang memahami hal-hal
apa saja yang tepat dan tidak tepat untuk dibagikan di situs jejaring sosial.
baru baik secara online maupun di dunia nyata. Banyak orang menggunakan
layanan ini untuk bertemu orang lain dan menjalin hubungan intim dan romantis,
partner seks.
laptop. Saat ini ada banyak perangkat portabel seperti ponsel, smartphone, dan
nirkabel. Perangkat portabel ini dapat mengakses jenis cybersex yang sama yang
d. Multimedia Software
portabel untuk cybersex, dan aktivitas yang dilakukan secara offline dengan
waktu antara 11 sampai 80 jam atau lebih per minggu untuk aktivitas cyber-sexual
sexual.
d. Withdrawal symptoms, berada dalam suasan hati yang buruk (marah, murung,
lain (pekerjaan, kehidupan sosial, atau pendidikan), serta konflik dari dalam
memperbaiki suasana hati; seringkali berada dalam suasana hati yang buruk jika
addiction, diantaranya:
sexual.
kepuasan seksual.
lingkungannya.
atau perilaku seksual yang intens dan berulang, yang berhubungan dengan 3
kewajiban.
2) Secara berulang terlibat dalam fantasi seksual, dorongan seksual, atau perilaku
seksual sebagai respon dari keadaan mood (misal cemas, depresi, kebosanan,
mudah tersinggung).
3) Secara berulang terlibat dalam fantasi seksual, dorongan seksual, atau perilaku
kerugian fisik maupun emosional terhadap diri sendiri ataupun orang lain.
atau masalah lainnya yang terkait dengan frekuensi dan intensitas fantasi
addiction yang dialami seseorang juga dapat dilihat dari beberapa gejala. Adapun
untuk gejala-gejala tersebut, penulis merujuk pada pendapat Griffiths (2004:193-
yang ada pada pecandu cyber-sexual, tetapi juga bisa digunakan untuk menilai
diantaranya:
Internet Sex Screening Test (ISST) yang terdiri dari 25 item dalam 5 subskala,
yang bisa dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Namun karena faktor yang mendasari
terbentuknya instrumen belum diklarifikasi secara jelas serta belum ada penelitian
lain yang menggunakan instrumen ini, maka validitas instrumen ini pun
Addiction Screening Test (SAST). Namun, SAST juga dianggap belum cukup
Internet Addiction Test (IAT) milik Young mejadi Internet Addiction Test for
online sexual activities (IAT-sex). Dengan IAT-sex ini, peneliti dapat menilai
semua kriteria yang digunakan untuk cyber-sexual addiction. Sama seperti IAT,
IAT-sex terdiri dari 20 item dengan skala yang digunakan berkisar dari 1 sampai 5
(“jarang” ke “selalu”), dan menghasilkan skor potensial dari 20 sampai 100. Akan
diubah menjadi “online sexual activities” dan “internet sex sites”. Pada IAT,
adalah (α = 0,842).
mengalami modifikasi. Hal ini dikarenakan adanya modifikasi dari IAT menjadi
s-IAT (short version of Internet Addiction Test), IAT-sex pun berubah menjadi
s-IAT-sex (short version of Internet Addiction Test for online sexual activities).
IAT-sex yang pada awalnya terdiri dari 20 item di-update menjadi 12 item.
misalnya “online” dan “internet” diubah menjadi “online sexual activities” dan
“internet sex sites”. Penskalaan yang digunakan pun masih sama, yaitu dari 1
(never) sampai 5 (very often), dengan skor keseluruhan dari 12 sampai 60 (Laier
dkk., 2013:101).
Selain itu, 12 item yang terdapat pada s-IAT-sex dibuat berdasarkan dua
hati). Faktor craving/social problems ini berada di item 4, 5, 7, 10, 11, dan 12
for online sexual activities) (Wery dkk., 2015:10), diuraikan sebagai berikut:
a. Apakah Anda sering mengunjungi situs seks di internet lebih lama dari yang
Anda inginkan?
bertanya mengenai apa yang Anda lakukan ketika mengunjungi situs seks di
internet?
f. Apakah Anda sering kehilangan jam tidur karena mengunjungi situ seks di
internet?
l. Apakah Anda sering merasa tertekan, murung, atau gugup saat tidak
instrumen yang diyakini para ahli mampu menilai semua kriteria yang diajukan
penskalaan yang digunakan dari 1 (never) sampai 5 (very often), dengan skor
sexual addiction. Hal ini karena pada usia remaja terjadi peningkatan/lonjakan
tingginya minat remaja terhadap seks dan segala informasi yang berkaitan dengan
biasanya terjadi di usia remaja, karena remaja cenderung secara intensif mencari
pengalaman seksual.
usia remaja menjadi usia yang sangat rentan mengalami cyber-sexual addiction
ini, mereka menilai terdapat tiga perspektif yang dapat digunakan untuk
Korteks prefrontal ini membantu fungsi eksekutif otak, termasuk dalam hal
korteks prefrontal pada diri remaja, menyebabkan remaja seringkali tidak mampu
membuat keputusan yang baik. Dibandingkan orang dewasa, remaja juga belum
terjebak dalam konten-konten internet yang tidak sehat. Perubahan hormonal dan
perubahan fisik yang cepat pada remaja juga mulai meningkatkan minat mereka
Dari perspektif psikologis, usia remaja diketahui sebagai masa storm and
stress. Banyak remaja yang menderita masalah psikologis, seperti harga diri
rendah, tingkat stres yang tingi di sekolah, citra tubuh yang buruk, serta perasaan
sexual sebagai mekanisme coping terhadap stres dan tekanan yang meraka alami.
addiction.
keluarga, terutama orang tua. Pada usia remaja, seseorang cenderung lebih dekat
dan terikat dengan teman sebaya daripada orang tua. Kurangnya kedekatan antara
remaja dan orang tua, membuat perilaku remaja tidak terpantau dengan baik. Hal
kecanduan narkoba, minuman keras, dan cyber-sexual addiction. Selain dari sisi
keluarga, pengaruh teman sebaya juga bisa membuat remaja terlibat dalam
perilaku seksual yang tidak sehat, termasuk cyber-sexual addiction. Ketika remaja
melihat teman-teman sebaya mereka melihat konten porno atau melakukan chat
seks di internet, mereka akan mengikuti hal tersebut dan menganggapnya sebagai
cyber-sexual addiction pada remaja. Dalam teori ini, dia menilai terdapat tiga
dewasa. Usia remaja dibedakan ke dalam tiga periode, yaitu remaja awal (11-14
tahun), remaja tengah (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (Steinberg,
termasuk ke dalam usia remaja remaja tengah (15-18 tahun). Usia remaja
Kota Semarang terletak antara garis 6°50'-7°10' Lintang Selatan dan garis
109°35' -110°50' Bujur Timur. Dibatasi sebelah barat dengan Kabupaten Kendal,
Semarang dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai
meliputi 13,6 km (Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2016:2). Kota Semarang
Kecamatan Tugu, serta Kecamatan Semarang Tengah (Badan Pusat Statistik Kota
Semarang, 2016:11).
terdiri dari 16 SMA negeri dan 57 SMA swasta. Adapun rincian jumlah SMA di
Data Profil Pendidikan Dasar dan Menengah Kota Semarang Jawa Tengah Tahun
Sekolah
No. Kecamatan
Negeri Swasta Negeri + Swasta
1. Semarang Utara 1 1 2
2. Semarang Timur - 5 5
3. Semarang Selatan 2 4 6
4. Semarang Barat 1 10 11
5. Gayamsari - 4 4
6. Candisari - 3 3
7. Gajahmungkur - 5 5
8. Genuk 1 2 3
9. Pedurungan 1 4 5
10. Tembalang 1 - 1
11. Banyumanik 2 6 8
12. Gunungpati 1 3 4
13. Mijen 2 3 5
14. Ngaliyan 2 1 3
15. Tugu - - -
16. Semarang Tengah 2 6 8
Jumlah 16 57 73
2.4 Pengaruh Cyber-sexual Addiction terhadap Konsentrasi
Belajar Siswa SMA
Siswa SMA, sesuai tahap perkembangannya berada pada usia remaja. Usia
menuju kematangan masa dewasa. Seseorang disebut remaja ketika berada pada
rentang usia 11-21 tahun (Steinberg, 1993:4-5). Pada usia remaja, terjadi
minat remaja terhadap seks dan segala informasi yang berkaitan dengan
Meskipun minat remaja terhadap seks dan informasi terkait seksualitas begitu
tinggi, sedikit sekali remaja yang menjadikan orang tua sebagai rujukan untuk
membuat remaja lebih memilih mencari informasi tentang seks melalui media
yang benar dan sehat tentang seks, tetapi internet juga menghasilkan banyak
sekali situs serta aplikasi seks/pornografi yang berkonten negatif. Hal tersebut
dapat memunculkan perilaku cybersex dan cyberporn pada diri siswa (Krueger
dkk., 2013:92). Cybersex sendiri merupakan aktivitas antara dua orang atau lebih
Pada remaja, perilaku cybersex dan cyberporn ini memiliki resiko tinggi
untuk berkembang menjadi suatu bentuk kecanduan yang dikenal dengan istilah
cyber-sexual addiction. Cyber-sexual addiction didefiniskan sebagai penggunaan
internet secara kompulsif (berlebihan dan tidak terkontrol) yang bertujuan untuk
mencari kepuasan seksual, baik melalui aktivitas chat seks (cybersex) ataupun
memahami cyber-sexual addiction pada remaja. Dalam teori ini, mereka menilai
terdapat tiga perspektif yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa remaja
berbagai dampak negatif. Pada diri remaja, terutama terkait perannya sebagai
terhadap suatu mata pelajaran dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang
sampai lima bagian otak, melebihi kecanduan narkoba yang hanya merusak tiga
bagian otak. Adapun salah satu bagian otak yang terganggu akibat kecanduan
2013:1).
pornografi dapat merusak bagian prefrontal korteks (PFC). Adapun gejala awal
(Nugroho, 2017:1-2). Selain itu, Hakim (2005:16) juga menyatakan bahwa salah
faktor yang dapat menghambat konsentrasi belajar adalah adanya gangguan otak
dan saraf.
Biopsychosos Perspective
(Karakteristik Remaja Rentan Cyber- Remaja Terpapar Cybersex &
sexual Addiction) Cyberporn
Cyber-sexual Addiction
2.5 Hipotesis
2010:110). Berdasarkan latar belakang dan teori di atas, maka hipotesis dari