Anda di halaman 1dari 38

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Konsentrasi Belajar

2.1.1.1 Pengertian Konsentrasi Belajar

Konsentrasi atau concentrate menurut kata kerja berarti memusatkan,

sedangkan dalam kata bentuk benda concentration artinya pemusatan. Jika

seseorang dapat memfokuskan pikiran untuk berkonsentrasi, maka segala potensi

yang ia miliki akan tergali secara maksimal untuk tujuan yang dibutuhkan, seperti

saat belajar, bekerja, ataupun melakukan hal lainnya.

Slameto, 2010:86, konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu

hal dengan cara menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan.

Konsentrasi dimaksudkan adalah

memusatkan segenap kekuatan perhatian pada suatu situsi belajar (Sardiman,

2001:38). Dalam proses belajar maka konsentrasi berarti pemusatan pikiran

terhadap suatu mata pelajaran dengan

menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran

tersebut. Pemusatan pikiran peserta didik untuk fokus menerima dan memahami

materi yang disampaikan oleh guru pada saat pelajaran berlangsung.

Dengan definisi tersebut, menurut Kartini Kartono (2016:20) dalam

Muhammad Almi Hidayat menjelaskan konsentrasi (perhatian) merupakan reaksi

umum dari organisme dan kesadaran yang menyebabkan bertambahnya aktivitas,

daya konsentrasi dan pembatasan kesadaran seseorang terhadap suatu objek. Jika

11
12

kata konsentrasi itu dihubungkan dengan situasi belajar atau situasi kerja dapat

diartikan sebagai pemusatan daya pikiran seseorang terhadap suatu obyek yang

dipelajari atau sesuatu yang dikerjakan dengan menghalau atau menyisihkan

segala hal yang tidak ada hubungannya dengan obyek yang dipelajari atau obyek

yang dikerjakan.

Suatu proses pemusatan daya pikir maksudnya adalah aktivitas berpikir

untuk memberikan tanggapan-tanggapan yang lebih intensif terhadap obyek

tertentu atau fokus (Hendra Surya, 2004:17). Menurut Gagne (Baharudin dan Esa

Nur Wahyuni, 2010:17), konsentrasi merupakan salah satu tahap dari suatu

proses belajar yang terjadi di sekolah. Tahapan konsentrasi terjadi saat siswa

harus memusatkan perhatian yang telah ada pada tahapan motivasi yaitu untuk

tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Dalam

tahapan ini siswa harus memperhatikan unsur-unsur pokok dalam materi yang

diberikan oleh guru.

Sedangkan menurut Thursan Hakim (2002:1), secara garis besar, sebagian

orang memahami pengertian konsentrasi sebagai suatu proses pemusatan pikiran

kepada suatu obyek tertentu. Dengan adanya pengertian tersebut, timbullah suatu

pengertian lain bahwa di dalam melakukan konsentrasi, orang harus berusaha

keras agar segenap perhatian panca indera dan pikirannya hanya boleh fokus pada

satu obyek saja. Panca indera, khususnya mata dan tellinga tidak boleh terfokus

terhadap hal-hal lain, pikiran tidak boleh memikirkan dan teringat masalah-

masalah lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemusatan daya

pikir atau perhatian sangatlah penting untuk dimiliki setiap orang khususnya
13

peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang membutuhkan konsentrasi agar

dapat fokus dalam menerima materi yang diberikan oleh guru.

Pengertian konsentrasi secara umum adalah sebagai suatu proses

pemusatan pikiran kepada suatu obyek tertentu. Artinya tindakan atau pekerjaan

yang dilakukan harus dilakukan secara sungguh-sungguh yaitu dengan cara

memusatkan seluruh panca indera yang dimiliki, seperti: penciuman,

pendengaran, pengelihatan, dan fikran, hal ini akan membantu jalannya

konsentrasi. Bahkan sesuatu yang sifatnya abstrak seperti perasaan termasuk

dalam suatu tindakan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi

secara maksimal.

Konsentrasi ketika mendengar guru menyampaikan materi pastilah harus

didengar oleh telinga yan dimiliki dengan memastikan bahasa dan perintahnya

secara jelas, pesan yang didengar untuk siapa dan apakah perlu disampaikan lagi

kepada orang lain atau tidak. Ketika memahami kata perkata tentu harus paham

betul arti kata yang dimaksud, karena pendengaran yang dimiliki setiap siswa

harus mampu menyerap apa yang telah disampaikan oleh guru. Sehingga

maksud dan tujuannya dapat tersampaikan dengan baik. Ketika seseorang atau

siswa mampu memahami apa yang disampaikan guru dengan pendengarannya

dan mampu mengerti apa yang dimaksud dengan bersungguh-sungguh

mendengar, serta memperhatikannya secara sungguh-sungguh pula maka itu yang

dinamakan konsentrasi. Menurut Siswanto (2007:65) konsentasi merupakan

kemampuan untuk memusatkan pikiran secara penuh pada persoalan yang sedang

dihadapi.
14

Sedangkan konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan

perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan

belajar maupun proses memperolehnya (Dimyati dan Mudjiono, 2009:239). Hal

ini dapat dilihat dari terpusatnya perhatian pada diri seseorang atau siswa pada

proses pembelajaran yang berlangsung tanpa melakukan hal-hal lain.

Kemampuan untuk memusatkan pikiran terhadap suatu hal atau pelajaran

itu pada dasarnya ada pada setiap orang atau siswa, hanya saja besar kecilnya

kemampuan itu berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,

latihan atau pengalaman serta perhatian dari orang tua. Pemusatan pikiran

merupakan kebiasaan yang dapat dicapai dengan mengabaikan atau tidak

memikirkan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya, jadi kita hanya memikirkan

suatu hal yang sedang dihadapi atau sedang dipelajari yang sesuai dengan

hubungannya.

Dalam memperoleh konsentrasi belajar yang baik terhadap siswa perlu

dilakukan beberapa usaha dari diri siswa tersebut ataupun dari guru, misalnya;

siswa hendaknya mempunyai minat dalam pelajaran (motivasi tinggi dalam

pelajaran), tersedianya tempat belajar yang bersih dan nyaman, mencegah

timbulnya kejenuhan atau kebosanan, menjaga kesehatan dan memperhatikaan,

siswa mampu menyelesaikan soal atau masalah-masalah yang mengganggu serta

bertekat untuk mencapai tujuan dan hasil terbaik dalam setiap kali belajar.

Dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar

merupakan suatu kemampuan dalam memusatkan perhatian pada saat proses

belajar mengajar berlangsung. Pemusatan perhatian oleh siswa yang tertuju pada
15

pemahaman terhadap isi materi yang telah disampaikan oleh guru. Sehingga

siswa tersebut mampu menerima isi materi pelajaran dengan baik sesuai dengan

tujuan pembelajaran.

2.1.1.2 Manfaat Konsentrasi Belajar

Konsentrasi dalam belajar sangatlah penting dan dibutuhkan bagi siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran agar kompetensi yang diharapkan dapat

dikuasai dan bisa tercapai dengan baik. Begitu pentingnya konsentrasi bagi siswa,

sehingga konsentrasi merupakan persyaratan bagi siswa agar dapat belajar dan

berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Rooijakker (Dimyati dan Mudjiono,

2013:239) menyebutkan bahwa konsentrasi belajar akan berpengaruh terhadap

prestasi belajar siswa. Hal ini senada dengan Slameto (2003:38) yang

menyatakan bahwa konsentrasi besar pengaruhnya terhadap belajar. Yaitu apabila

siswa berusaha untuk berkonsentrasi selama proses belajar berlangsung maka,

siswa tersebut akan memperoleh pengalaman langsung, dapat mengamati sendiri,

meneliti sendiri, dapat menyusun dan menyimpulkan pengetahuan yang telah

diterima dari pembelajaran. Berikut ini beberapa penjelasan tentang pentingnya

konsentrasi bagi siswa dalam belajar (Supriyo, 2008:103):

1) Kecepatan. Kemampuan kita dalam berkonsentrasi akan

mempengaruhi kecepatan kita dalam menangkap materi yang kita

butuhkan.

2) Kekuatan. Konsentrasi merupakan sumber kekuatan dimana pikiran

kita akan bekerja berdasarkan “ingat” dan “lupa”. Pikiran yang kita
16

miliki tidak dapat bekerja untuk lupa atau ingat dalam satu waktu

sekaligus.

3) Keseimbangan. Semakin bagus kemampuan yang kita miliki dalam

berkonsentrasi, akan semakin cepat kita dapat menangkap signal dari

dalam diri tentang apa yang kurang, apa yang lebih, apa yang perlu

dilakukan, atau apa yang perlu kita hindari, apa yang baik dan apa

yang tidak baik untuk kita.

Menurut Supriyo (2008:104) beberapa manfaat jika siswa mampu

berkonsentrasi dengan baik atau efektif pada saat mengikuti proses pembelajaran

di kelas (KBM):

1) Siswa akan lebih mudah menguasai dan paham dengan materi ajar

yang telah diberikan oleh guru.

2) Dapat dipastikan bahwa siswa yang konsentrasi dalam belajar akan

lebih aktif dibandingkan dengan siswa yang tidak konsentrasi. Untuk

itu konsentrasi dapat dijadikan suatu tanda bahwa siswa akan lebih

aktif dalam KBM.

3) Menambah semangat (motivasi) bagi siswa untuk lebih aktif

beraktifitas dalam belajar.

4) Memudahkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

5) Suasana belajar menjadi semakin kondusif.

6) Memudahkan siswa mendapatkan pengalaman yang baru, serta

7) Munculnya hal-hal yang positif dalam diri siswa.


17

Dari uraian penjelasan tentang pentingnya konsentrasi dapat disimpulkan

bahwa seseorang yang sedang menempuh pendidikan yaitu peserta didik atau

siswa harus memiliki konsentrasi yang baik dalam KBM, sehingga dengan

adanya konsentrasi yang dimiliki akan menghasilkan hasil yang baik untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah dilakukan. Dan dalam proses

pembelajaran akan tercipta suasana belajar yang lebih aktif dan efektif.

2.1.1.3 Ciri-ciri Konsentrasi Belajar

Menurut Hidayati (2012: 71) ciri-ciri anak yang dapat

berkonsentrasi belajar tampak pada perhatiannya yang terfokus pada hal yang

diterangkan guru atau pembelajaran yang sedang dipelajari. Ciri anak yang dapat

berkonsentrasi dalam belajar yaitu meliputi sebagai berikut:

a. Perilaku kognitif, yaitu perilaku berhubungan dengan cara berfikir untuk

mengolah informasi yang diperoleh anak. Pada perilaku kognitif ini, siswa

yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan kesiapan

pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan, komprehensif

dalam penafsiran informasi, mengaplikasikan pengetahuan yang

diperoleh, dan mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan

yang diperoleh.

b. Perilaku afektif, yaitu perilaku yang berhubungan dengan kerapian anak

saat mengerjakan tugasnya. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki

konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan adanya penerimaan, yaitu

tingkat perhatian tertentu, respon yang berupa keinginan untuk mereaksi


18

bahan yang diajarkan, mengemukakan suatu pandangan atau keputusan

sebagai integrasi dari suatu keyakinan, ide dan sikap seseorang.

c. Perilaku psikomotor. Pada perilaku ini berhubungan dengan aktivitas

tubuh, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan

adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan petunjuk

guru, serta komunikasi non verbal seperti ekspresi muka dan gerakan-

gerakan yang penuh arti.

d. Perilaku berbahasa. Pada perilaku ini berhubungan dengan cara anak

berkomunikasi., siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai

adanya aktivitas berbahasa yang terkoordinasi dengan baik dan benar.

Dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi

belajar adalah siswa yang memiliki perilaku kognitif atau memiliki pengetahuan,

informasi atau kecakapan intelektual yang tinggi, siswa yang memiliki perilaku

afektif atau mempunyai sikap dan apersepsi terhadap materi yang telah diterima,

siswa yang memiliki perilaku psikomotor atau tingkah laku dalam

berkomunikasi, dan siswa yang memiliki perilaku bahasa yang baik atau saat

proses KBM mampu melakukan timbal balik terhadap materi yang disampaikan

guru dengan berbahasa yang santun.

Dari penjabaran diatas, maka indikator konsentrasi belajar siswa yakni

dapat diamati dari beberapa tingkah lakunya saat proses belajar mengajar

berlangsung, antara lain:


19

a) Memperhatikan secara aktif setiap materi yang disampaikan guru dengan

cara mencatat hal-hal yang perlu, menyimak dengan seksama, bertanya

saat ada yang tidak dipahami dll.

b) Dapat merespon dan memahami setiap materi pelajaran yang diberikan

seperti menerapkan pembelajaran yang disampaikan.

c) Selalu bersikap aktif dengan bertanya dan memberikan argumentasi

mengenai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.

d) Menjawab dengan baik dan benar setiap pertanyaan yang diberikan guru

e) Kondisi kelas tenang dan tidak gaduh saat menerima materi pelajaran,

tidak mudah terganggu oleh rangsangan dari luar dan minat belajar siswa.

2.1.1.4 Faktor Pendukung dan Penghambat Konsentrasi Belajar

1) Faktor Pendukung Konsentrasi Belajar

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan seseorang untuk dapat

melakukan konsentrasi bealajar yang baik (efektif) memerlukan faktor-faktor

pendukung tertentu. Menurut Sunawan ( 2009: 6-9) faktor pendukung tersebut

meliputi faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang),

dan faktor eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri

seseorang atau sekitar lingkungan seseorang), berikut penjelasan secra rincinya:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah sesuatu hal yang berada dalam diri seseorang.

Beberapa factor internal pendukung konsestrasi belajar adalah


20

1) Jasmani

a) Kondisi badan yang normal menurut standar kesehatan atau bebas dari

penyakit yang serius,

b) Kondisi badan di atas normal atau fit akan lebih menunjang konsentrasi,

c) Cukup tidur dan istirahat,

d) Cukup makan dan minum serta makanan yang dikonsumsi memenuhi

standar gizi untuk hidup sehat,

e) Seluruh panca indera berfungsi dengan baik,

f) Detak jantung normal. detak jantung ini mempengaruhi ketenangan dan

sangat mempengaruhi konsentrasi

g) Efektif, dan

h) Irama napas berjalan baik. sama halnya dengan jantung, irama napas juga

sangat mempengaruhi ketenangan.

2) Rohani

(a) Kondisi kehidupan sehari-hari cukup tenang,

(b) Memiliki sifat baik,

(c) Taat beribadah sebagai penunjang ketenangan dan daya pengendalian diri,

(d) Tidak dihinggapi berbagai jenis masalah yang terlalu berat,

(e) Tidak emosional,

(f) Memiliki rasa percaya diri yang cukup,

(g) Tidak mudah putus asa,

(h) Memiliki kemauan keras yang tidak mudah padam, dan


21

(i) Bebas dari berbagai gangguan mental, seperti rasa takut, was-was, dan

gelisah.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal berarti hal-hal yang berada di luar diri seseorang atau

dapat dikatakan hal-hal yang berada di sekitar lingkungan. Beberapa factor

eksternal yang mempengaruhi belajar adalah:

1. Lingkungan : terbebas dari berbagai suara yang keras dan bising sehingga

mengganggu ketenangan. Udara sekitar harus cukup nyaman, bebas dari

polusi dan bau yang mengganggu.

2. Penerangan harus cukup agar tidak mengganggu penglihatan.

3. Orang-orang di sekitar harus mendukung suasana tenang apalagi

lingkungan tersebut merupakan lingkungan belajar.

Menurut Suyadi (2013: 13) faktor pendukung internal dan eksternal

konsentrasi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi jasmani, rohani dan

lingkungan sekitar atau masyarakat sangat berpengaruh untuk mendukung

terjadinya konsentrasi pada siswa. Selain faktor internal dan eksternal tersebut

terdapat pula faktor pendukung yang lainnya, yaitu penggunaan strategi

pembelajaran oleh guru.

Menurut Oemar Hamalik (2003:21) strategi pembelajaran ini merupakan

keseluruhan metode dan prosedur yang menitikberatkan pada kegiatan siswa

dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Terdapat

hambatan-hambatan yang harus dihadapi untuk tujuan yang ingin dicapai, materi
22

yang hendak dipelajari, pengalaman-pengalaman belajar, dan prosedur evalusi.

Peran guru lebih bersifat fasilitator dan pembimbing. Strategi tersebut juga

dimaksudkan sebagai suatu materi atau prosedur pembelajaran yang dapat

digunakan oleh guru untuk menunjang jalannya proses pembelajaran yang aktif

dan efektif.

2) Faktor Penghambat Konsentrasi Belajar

Selain faktor pendukung, ada juga faktor penghambat konsentrasi belajar.

Faktor penghambat tersebut menjadi penyebab terjadinya gangguan konsentrasi

belajar. Menurut Sunawan ( 2009: 14-18) ada dua faktor penyebab gangguan

konsentrasi yakni faktor internal dan eksternal, adapun penjelasan lebih lanjut

sebagai berikut :

a. Faktor internal

1) Faktor jasmaniah, yang bersumber dari kondisi jasmani seseorang

yang tidak berada di dalam kondisi normal atau mengalami gangguan

kesehatan, misalnya mengantuk, lapar, haus, gangguan panca indra,

gangguan pencernaan, gangguan jantung, gangguan pernapasan, dan

sejenisnya.

2) Faktor rohaniah, berasal dari mental seseorang yang dapat

menimbulkan gangguan konsentrasi seseorang, misalnya tidak tenang,

mudah gugup, emosional, tidak sabar, mudah cemas, stres, depresi,

dan sejenisnya.
23

b. Faktor eksternal

Gangguan yang sering dialami adalah adanya rasa tidak nyaman dalam

melakukan berbagai kegiatan yang memerlukan konsentrasi penuh, misalnya

ruang belajar yang sempit, kotor, udara yang berpolusi, dan suhu udara yang

panas.

Menurut Hendra Surya (2003:18-19) penyebab timbulnya tidak

konsentrasi antara lain:

a) Lemahnya minat siswa terhadap pembelajaran. Jika seseorang kurang

berminat untuk belajar, maka akan mudah terpengaruh pada hal-hal

lain yang seharusnya tidak ia perhatikan. Hal ini dapat disebabkan

karena kurang motivasi yang diberikan oleh guru.

b) Gelisah. Perasaan tidak enak yang ditimbulkan karena adanya suatu

konflik dengan pihak lain atau rasa khawatir karena suatu hal, akan

menyebabkan perhatian menjadi berkurang.

c) Suasana lingkungan yang berisik dan berantakan, suara hiruk pikuk

kendaraan, suara orang yang sedang bertengkar, dan lain-lain dapat

mempengaruhi perhatian dan kemampuan yang dimiliki seseorang

untuk berkonsentrasi belajar. Begitu juga dengan kondisi tempat

belajar yang berantakan dapat mempengaruhi perhatian dan dapat

menimbulkan rasa tidak nyaman dalam belajar.

d) Kondisi kesehatan jasmani. Gangguan pada kesehatan jasmani, seperti

sakit, kurang tidur, keletihan sehabis kerja (beraktivitas padat), kurang


24

gizi dan orang yang sedang dalam keadaan lapar akan berpengaruh

sekali terhadap kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi.

e) Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat oleh guru,

sehingga menyebabkan siswa tidak memiliki kecakapan dalam cara-

cara belajar yang baik. Sedangkan dalam proses belajar membutuhkan

prosedur-prosedur pengaktifan pemikiran atau kemampuan untuk

menstimulus daya ingat agar fokus pada pelajaran. Baik itu belajar

dalam situasi mengikuti pelajaran dari guru maupun belajar sendiri

(mandiri). Jika tidak memiliki cara belajar yang baik maka siswa akan

timbul kejenuhan berfikir dalam menghadapi pokok pelajaran yang

sulit.

Faktor penyebab siswa tidak konsentrasi dalam belajar ialah lemahnya

minat siswa dalam pembelajaran, sering merasa gelisah atau khawatir terhadap

hal-hal yang sedang dialami, mudah terganggu dari kebisingan lingkungan

sekitar, dan memiliki kondisi jasmani yang terganggu atau melemah. Selain itu

penggunaan strategi pembelajaran oleh guru yang tidak sesuai atau tidak tepat

terhadap penyampaian materi, sehingga siswa akan cepat jenuh atau bosan

terhadap proses pelajaran.

2.1.1.5 Cara Meningkatkan Konsentrasi Belajar

Menurut Aryati dan Setiyo ( 2010: 90) ada beberapa cara untuk

meningkatkan konsentrasi belajar, yaitu:


25

a) Memberikan kerangka waktu yang jelas. Yaitu memberikan penjelasan

berapa waktu yang akan dipakai dalam pelajaran. Missal: 30 menit untuk

pemberian materi, 10 menit untuk tugas dan 10 menit untuk waktu

bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami

b) Mencegah siswa agar tidak terlalu cepat berganti dari satu tugas ke tugas

lainnya. Memberikan arahan untuk siswa dalam menyelesaikan tugas

yang awal kemudian dilanjutkan dengan tugas yang lainnya ( Berurut

dalam melaksanakan tugas)

c) Mengurangi jumlah gangguan dalam ruangan kelas. Yaitu guru

mensterilisasi kelas dari gangguan-gangguan yang nantinya kan

mengganngu proses pelajaran, contoh: memastikan kelas dalam keadaan

bersih, rapi dan nyaman, serta memastikan tidak ada permainan (mainan)

yang dibawa siswa di dalam kelas yang nantinya akan menganggu proses

pelajaran dan membuat siswa tidak konsentrasi.

d) Memberikan umpan balik dengan segera. Guru senantiasa sigap untuk

menanggapi pertanyaa-pertanyaan yang diberikan oleh siswa, sehingga

akan terjadinya umpan balik antara siswa dan guru serta akan menjadikan

proses KBM aktif.

e) Merencanakan tugas yang lebih sedikit daripada memberikan satu sesi

yang banyak. Setelah memberikan materi guru hanya memberikan tugas

untuk dikerjakan secara individual, sehingga semua siswa akan dapat

merasakan untuk mengerjakan atau menjawab tugas dari guru.


26

f) Menetapkan tujuan dengan menawarkan hadiah untuk memotivasinya

agar terus bekerja. Hadiah merupakan salah satu alat yang digunakan guru

untuk memotivasi atau memancing siswa agar lebih giat dan aktif dalam

pelajaran ataupun mengerjakan tugas. Karena pada dasarnya siswa lebih

tertarik dengan apa yang akan diberikan atau imbalan setelah mereka

menyelesaikan tugasnya

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa cara untuk

meningkatkan konsentrasi belajar siswa dapat dilakukan melalui pemberian

waktu yang jelas agar siswa fokus untuk mengerjakan tugas awal sebelum tugas

yang berikutnya, mengurangi gangguan yang ada di dalam kelas, guru mampu

sigap dalam memberikan umpan balik saat mendapat pertanyaan dari siswa,

memberikan tugas yang sedikit sehingga siswa akan tepat waktu untuk

menyelesaikannya, dan guru mamapu memberikan motivasi kepada siswa agar

mau menyelesaikan segala tugas dan pekerjaan yang telah diberikan dengan cara

memberikan hadiah sebagai alat yang digunakan guru dalam memotivasi siswa.

Maka konsentrasi belajar yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan perhatian penuh saat proses belajar berlangsung

2. Mampu fokus terhadap pelajaran secara terus-menerus

3. Memperhatikan dan menghormati orang lain etika

4. Mengikuti petunjuk yang diberikan oleh guru

5. Mampu mengatur tugas-tugas dan kegiatannya

6. Semangat mengerjakan tugas

7. Mampu menjaga barang-barang miliknya


27

8. Tidak mudah terusik orang lain

9. Tidak Pelupa

2.2.1 Pengertian Permainan

Permainan berasal dari kata bermain yang memiliki kata dasar “main”

dengan imbuhan “per-an”, yang maknanya adalah suatu kegiatan yang memiliki

unsur menyenangkan. Permainan diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk

bermain, barang atau sesuatu yang dipermainkan (Qadratillah, 2009: 289). Dunia

anak adalah dunia bermain, dalam bermain anak menggunakan otot tubuhnya,

menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya dan menem

kan seperti apa diri sendiri.

Menurut Rusli Lutan, dkk (2010: 56) bahwa “Bermain merupakan

kegiatan hakiki kebutuhan dasar manusia, bermain merupakan sebuah konsep

oleh karenanya manusia disebut makhluk bermain (homo ludens)”. Bermain

adalah belajar menyesuaikan diri dengan keadaan, anak-anak bermain dalam

daerah sekelilingnya dan dengan peralatan dalam daerah itu. Melalui kegiatan

bermain, potensi dan kemampuan yang terdapat dalam diri anak akan dapat

dikembangkan, oleh karena itu dalam memilih permainan harus mengandung

nilai-nilai positif yang dapat mengembangkan kemampuan anak. Apabila diamati

aktivitas permainan yang dilakukan anak-anak sekarang sudah banyak

mengalami perubahan, baik dari segi jenis maupun bentuk.

Permainan merupakan salah satu kegiatan yang paling menyenangkan dan

menghargai kebudayaan yang memiliki dampak yang positif terhadap aspek


28

perkembanngan anak dan dapat mengembangkan potensi penuh yang ada pada

anak. Permainan merupakan sarana anak-anak untuk dapat bereksperimen dengan

berbagai cara secara meluas tanpa adanya batas. Permainan merupakan sesuatu

kegiatan yang bersifat aktif, dinamis, dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Dengan kata lain, permainan dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja.

Permainan juga dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi dengan teman sebaya

dan lingkungan sekitar. Melalui kegiatan bermain, anak-anak akan

mengembangkan konsep membangun pengetahuan mereka sendiri yang mereka

dapatkan dalam kegiatan bermain.

2.2.2 Permainan Tradisional

2.2.2.1 Pengertian Permainan Tradisional

Secara umum permainan terdiri atas 2 jenis, yaitu permainan modern dan

tradisional. Permainan modern untuk saat ini masih mendominasi kehidupan

masyarakat luas khusunya anak-anak. Perkembangan teknologi yang semakin

lama bertambah canggih, banyak orang yang dimanjakan oleh teknologi modern

seperti televisi, handphone, playstation dan smartphone. Kesan dari

perkembangan teknologi moderen tidak selamanya berdampak positif bagi dunia

anak-anak. Menurut Perwitasari (dalam Andi Akifa Sudirman,dkk: 2018: 215)

fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, banyak permainan digital yang berdampak

negatif bagi anak. Hal tersebut akan menyebabkan aktivitas anak akan semakin

berkurang karena anak-anak sibuk dengan gadget, sehingga menimbulkan

perkembangan motorik menjadi terhambat.


29

Perbedaan besar antara permainan masa kini dengan permainan

tradisional adalah pada zaman dahulu permainan trasional tidak cuma melatih

otak, perasaan, emosional seseorang, tetapi juga melatih keseimbangan gerak dan

ketangkasan tubuh, hal ini sangat jauh berbeda dengan permainan modern.

Menurut Muliawan (dalam Andi Akifa Sudirman,dkk: 2018: 216) permainan

tradisional merupakan permaian yang dapat digunakan untuk membantu anak

dalam perkembangan motorik. Keuntungan permainan tradisional dapat

menambah kreativitas anak dalam mengelola permainan dan mengembangkan

kemampuan interaksi sesama anak, karena pada dasarnya permainan tradisional

cenderung pada permainan kelompok yang menumbuhkan kerja sama yang baik.

Permainan tradisional ialah aktivitas budaya dalam bentuk permainan

dengan unsur-unsur gerak, seni, sosial, dan budaya. Sebagai aktivitas budaya,

permainan itu mengandung sumber dan media informasi yang dapat mewarnai

dan dapat memperkaya kebudayaan nasional maupun daerah, serta memperkukuh

nilai-nilai budaya yang dapat merangsang kearah pembaharuan yang kreatif

(Nopilayanti, Wiyasa, dan Negara, 2016). Permainan tradisional adalah

permainan yang memiliki unsur-unsur budaya yang tubuh dan berkembang dalam

masyarakat sesuai dengan aturan dan norma adat kebiasaan yang diwarisi dan

dipelihara secara turun temurun baik menggunakan alat atau tanpa alat dalam

permainannya (Rahmadani, 2014).

Permainan tradisional merupakan permainan yang sederhana dan mudah

di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta dalam permainan tradisional

anak dapat mewarisi dan mencintai budaya daerah. Menurut Apriliawati dan
30

Hartoto (2016) permaiman tradisional adalah suatu bentuk aktivitas yang

dilakukan dengan sengaja tanpa ada unsur paksanaan yang sifatnya

menyenangkan untuk meningkatkan potensi dalam diri setiap individu.

Permainan tradisional pada dasarnya permainan yang dimainkan secara

berkelompok, hal ini dapat memberikan ruang anak untuk bersosialisasi dengan

lingkungan serta melatih dalam sifat demokratis anak.

Menurut Pontjopoetro (2002:5) Permainan tradisional adalah bentuk

kegiatan permainan dan atau olahraga yang berkembang dari suatu kebiasaan

masyarakat tertentu. Pada perkembangan selanjutnya permainan tradisional selalu

dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki ciri kedaerahan asli serta

disesuaikan dengan tradisi budaya setempat. Kegiatannya dilakukan baik secara

rutin maupun sekali-kali dengan maksud untuk mencari hiburan dan mengisi

waktu luang setelah terlepas dari aktivitas rutin seperti bekerja mencari nafkah,

sekolah, dsb. Dalam pelaksanaannya permainan tradisional dapat memasukkan

unsur-unsur permainan rakyat dan permainan anak ke dalamnya. Bahkan

mungkin juga dengan memasukkan kegiatan yang mengandung unsur seni seperti

yang lajim disebut sebagai seni tradisional.

Menurut James Danandja (2007: 23) permainan tradisional adalah salah

satu bentuk permainan anak-anak yang beredar secara lisan di antara anggota

kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisis turun temurun, serta banyak

mempunyai variasi. Menurut Azizah ( 2016: 284) permainan tradisional adalah

kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan
31

dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan

mendapat kegembiraan.

Menurut Sri Wahyuningsih ( 2009: 5) Permainan tradisional atau biasa

disebut dengan permainan rakyat, yaitu permainan yang dilakukan masyarakat

secara turun temurun dan merupakan hasil dari penggalian budaya lokal yang di

dalamnya banyak terkandung nilai-nilai pendidikan dan nilai budaya, serta dapat

menyenangkan hati yang memainkannya. Permainan tradisional anak adalah

proses melakukan kegiatan yang menyenangkan hati anak dengan

mempergunakan alat sederhana sesuai dengan potensi yang ada dan merupakan

hasil penggalian budaya setempat menurut gagasan dan ajaran turun temurun dari

nenek moyang.

Maka dapat disimpulkan bahwa permainan Tradisional adalah kegiatan

bermain yang mencerminkan kearifan lokal dan menyenangkan hati anak yang

dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang hingga sekarang. Permainan

Tradisional juga merupakan salah satu kegiatan yang paling menyenangkan dan

menghargai kebudayaan yang memiliki dampak yang positif terhadap aspek

perkembanngan anak dan dapat mengembangkan potensi penuh yang ada pada

anak.

2.2.2.2 Fungsi Permainan Tradisional

Hetherington dan Parke yang dikutip dari Novi Mulyani ( 2016: 27)

fungsi bermain untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan

bermain, akan memungkinkan anak untuk meneliti lingkungan sekitarnya,


32

mempelajari segala sesuatu, dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Selain

itu bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak. Dengan menampilkan

berbagai macam peran orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya

setalah ia dewasa.

Menurut Dwijawiyata (2013: 7) fungsi bermain adalah ketika bermain

kemampuan motorik anak-anak menjadi lebih latih dan terarah. Selain mototik,

keterampilan sosialnya juga ikut terasah, bermain sangat baik untuk

perkembangan otak, jasmani, dan juga kesehatan mental anak.

Bermain memiliki peran penting dalam perkembangan anak pada

hampir semua bidang perkembangan, baik perkembangan pada kemampuan

motorik menurut Piaget dan curtis yang dikutip oleh Slamet Suyanto (2017:67)

menunjukkan bahwa bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas

sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan motoriknya. Pada saat

bermain anak berlatih menyesuaikan antara pikiran dan gerakan menjadi suatu

keseimbangan, anak terlahir dengan kemampuan refleks , kemudian ia belajar

menggabungkan dua atau lebih gerak refleks, dan pada ahirnya ia mampua

mengontrol gerakannya. Melalui bermain anak belajar mengontrol gerakannya

menjadi gerak terkoordinasi.

Menurut piaget yang dikutip oleh Slamet Suyanto (2017:69) anak

belajar memahami pengetahuan dengan berinteraksi melalui objek yang ada di

sekitarnya. Bermaian memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi

dengan objek, memahami aturan dalam permainan yang oleh teman bermain

sedikit demi sedikit, tahap demi tahap sampai setiap anak memahami aturan
33

bermain. Kemampuan Bahasa akan berkembang pada saat melakukan

permainan,karena pada saat bermaian anak menggunakan bahasa, baik untuk

berkomunikasi dengan temannya maupun sekedar menyatakan pikirannya.

Kemampuan Sosial, pada saat bermain anak berinteraksi dengan anak yang lain.

interaksi tersebut mengajarkan anak cara merespons, memberi dan menerima,

menolak atau setuju dengan ide dan perilaku anak yang lain.

2.2.2.3 Manfaat Permainan Tradisional

Menurut Novi ( 2016;23) manfaat permainan tradisional adalah

sebagai berikut:

1. Permainan tradisional cenderung menggunakan atau memanfaatkan

alat atau fasilitas dilingkungan kita tanpa harus membelinya sehingga

perlu daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi.

2. Permainan Tradisional melibatkan permainan yang relatif banyak.

Setiap permainan rakyat banyak anggotanya. Selain mendahulukan

faktor kesenangan bersama, permainan ini juga mempunyai maksud

sebagai pendalaman kemampuan interaksi antar pemain.

3. Permainan Tradisional memiliki nilai-nilai luhur dan pesan-pesan

moral tertentu, seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung

jawab, sikap lapang dada, dorongan berprestasi, dan taat pada aturan.

Sedangkan menurut subagiyo (dalam Novi,2016: 26) permainan

tradisional mempunyai beberapa manfaat, antara lain seperti berikut :


34

1. Anak menjadi kreatif.

2. Bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak. Saat bermain anak akan

melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak.

3. Mengembangkan kecerdasan intelektual anak. Sebab permainan

tersebut akan menggali wawasan anak terhadap beragam pengetahuan.

4. Mengembangkan kecerdasan emosi antarpersonal anak. Karena

hampir semua permainan tradisional dilakukan dengan berkelompok.

5. Mengembangkan kecerdasan logika anak. Beberapa permainan

tradisional melatih anak untuk berhitung dan menentukan langkah-

langkah yang harus dilewati.

6. Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak. Pada umumnya,

permainan tradisional mendorong para pemainnya untuk bergeraak,

seperti melompat, berlari, menari dll.

7. Mengembangkan kecerdasan natural anak. Banyak alat-alat permainan

yang dibuat atau digunakan sari tumbuhan, tanah, pasir. Aktivitas

tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak

lebih menyatu terhadap alam.

8. Mengembangkan kecerdasan musikal anak. Nyanyian atau bunyian-

bunyian sangat akrab pada permainan tradisional.

9. Mengembangkan kecerdasan spriritual anak. Dalam permainan

tradisional mengenal konsep menang dan kalah.


35

Selain itu, menurut Sri Wahyuningsih ( 2009: 5) manfaat pembelajaran

permainan tradisional bagi pendidik dan pengelola PAUD di antaranya sebagai

berikut :

a. Menambah/memperkaya metode pembelajaran yang sudah ada.

b. Memperkenalkan, melestarikan, sekaligus meningkatkan kecintaa

terhadap warisan budaya bangsa dan nilai-nilai luhur yang terkandung

di dalamnya, baik bagi dirnya sebagai pendidik dan pengelola,

maupun bagi anak didiknya di tengah gencarnya pengaruh budaya dan

teknologi modern.

c. Memberikan suasana belajar yang menyenangkan, memberikan

keceriaan dan kegembiraan bagi anak sebagai suatu proses kegiatan

pemberian rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani anak.

Manfaat dan pengaruh permainan tradisional terhadap anak usia dini di

antaranya sebagai berikut :

a. Anak menjadi lebih kreatif. Mereka menggunakan barang-barang,

benda-benda atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain.

b. Dapat digunakan sebagai terapi terhadap anak. Saat bermain, anak-

anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan

bergerak. Kegiatan semacam ini dapat digunakan sebagai terapi untuk

anak-anak yang memerlukan kondisi tersebut.

c. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak (multiple intelligences)


36

2.2.2.4 Keuntungan dan Kerugian Permainan Tradisional

Keuntungan permainan tradisional menurut Muliawan (2009: 57) antara

lain sebagai berikut:

1. Menambah kreativitas anak dalam mengelola permainan

2. Mengembangkan kemampuan interaksi sesama anak, karena pada

dasarnya

3. Permainan tradisional cenderung pada permainan kelompok yang

menumbuhkan kerja sama yang baik

4. bahan-bahan yang digunakan adalah bahan yang mudah dan murah,

bahkan pada umumnya jika ada alat dan bahan yang diperlukan dalam

melakukansuat permainan, maka alat dan bahan tersebut adalah alat-alat

bekasyang ada di sekitar lingkungan mereka.

5. Permainan tradisional sangat mendidik anak-anak untuk menghadapi

masa depan. Sebabdalam cerita rakyat dan permainan anak-anak,

terdapatbanyak nilai–nilai yang bisa dijadikan pegangan hidup. Nilai

moral, etika,kejujuran, kemandirian, etos kerja, solidaritas sosial, dan

lain-lain

Adapun kekurangan dari permainan tradisonal menurut Euis Kurniaati

(2016: 23) yaitu:

1. Tempat atau lahan yang semakin sulit di temukan, dikarenakan

banyaknya pemukiman penduduk.

2. Karena umur permainan yang tua yang menjadikan permainan ini tidak

dikenal
37

3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang permainan tradisional

4. Kurangnya sosialisasi baik dari masyarakat maupun pemerintah.

2.2.3 Permainan Tradisional Papan Titian


Menurut Montolalu (2007: 6.19) bahwa bermain papan titian tidak hanya

mengembangkan kemampuan motorik kasar saja tetapi juga mampu

mengembangkan kemampuan lainnya pada keterampilan dalam mengkoordinasi

gerak motorik kasar dan halus, dapat mengoperasikan kemampuan kognitifnya

untuk memikirkan agar tidak jatuh, mengembangkan, menumbuhkan, mengasah

kepekaan, kepedulian, anak menjujung moral dan nilai nilai yang berlaku

universal.

Menurut Mulyani dan Gracinia (2007: 97) papan titian merupakan papan

atau bangku panjang dengan ketinggian ± 10-30 cm dan ukuran panjang papan

1,5-2 m serta lebar ± 10 cm. Papan titian merupakan merupakan media yang

dapat mengukur atau melatih keseimbangan anak. Menurut Mulyani dan Gracinia

(2007: 99) beberapa tujuan dari kegiatan bermain papan titian adalah untuk

melatih kekuatan otot kaki, melatih keseimbangan tubuh, melatih keberanian dan

kepercayaan diri. Menurut Faruq (2009: 35) papan titian bermanfaat untuk

meningkatkan keseimbangan, meningkatkan koordinasi, meningkatkan

kepercayaan diri dan memberikan kesenangan.

Menurut uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bermain papan titian

adalah suatu kegiatan meniti diatas papan yang menyenangkan dan melatih

keseimbangan diri. Keseimbangan merupakan kemampuan mempertahankan


38

posisi tubuh dalam keadaan bergerak ataupun diam (Yudanto, 2006: 12).

Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem sensorik

(somatosensoris, vestibular, visual) dan muskuloskeletal (otot, sendi, jaringan

lunak) yang kerjanya diatur oleh otak terhadap respon internal dan eksternal

tubuh (Batson, 2009: 56). Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan

adalah menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk

mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta

menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Brown and Eason,

2006:78).

Untuk mempertahankan keseimbangan diri dalam bermain papan titian,

anak harus mampu berkonsentrasi dan tidak teralihkan agar saat meniti di papan

titian tidak terjatuh atau terpeleset. Maka dapat disimpulkan bahwa anak yang

mampu menyeimbangkan diri dengan baik, maka anak tersebut memiliki

kemampuan konsentrasi yang baik.

Ciri-ciri belajar menurut Smith et all Garvey (Suryadi 2010: 284)

mengemukakan ciri-ciri bermain papan titian adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan atas pilihan sendiri, motifasi pribadi, dan untuk kepentingan

sendiri.

2. Anak yang melakukan aktifitas bermain mengalami emosi-emosi

positif.

3. Adanya unsur fleksibilitas, yaitu mudah ditinggalkan untuk beralih

keaktifitas yang lain tanpa beban.


39

4. Tidak ada tekanan tertentu atas permainan tersebut, sehingga tidak ada

target yang harus dicapai.

5. Bebas memilih. Ciri ini mutlak bagi anak usia dini.

6. Mempunyai kualitas pura-pura, seperti anak memegang kertas dilipat

pura-pura menjadi pesawat dan sejenisnya.

Jenis bermain menurut Khoirul Anam ( 2017: 113) berdasarkan aktifitas

fisik dan sumber kesenangan adalah sebagai berikut:

2. Bermain aktif, seorang anak melakukan sendiri dalam sumber rasa

senang yang diperoleh anak berasal dari apa yang dilakukan oleh anak

itu sendiri.

3. Bermain pasif adalah anak melakukan kegiatan dengan sedikit

menggunakan aktifitas fisik dan sumber rasa senangnya diperoleh dari

aktifitas yang dilakukan oleh orang lain.

Adapun setiap permainan memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Menurut Khoirul Anam ( 2017: 113), Kelebihan dan kekurangan dari bermain

papan titian adalah sebagai berikut:

2. Kelebihan Bermaian Papan Titian

 Meningkatkan ketangkasan dan koordinasi, meningkatkan

konsentrasi anak dan keyakinan mengendalikan tubuh

3. Kekurangan Bermain Papan Titian

 Beresiko jatuh lebih banyak jika tidak berhati-hati dalam

bermain, jika rusak agak sulit memperbaikinya


40

Berdasarkan pendapat yanng telah dijelaskan, maka indikator dalam

observasi penelitian ini adalah:

1. Kemampuan Anak Berdiri dengan satu kaki

2. Kemampuan anak Berdiri pada satu kaki dengan tumit diangkat

3. Kemampuan anak dalam Berdiri dengan satu kaki dengan kedua

tangan direntangkan

4. Kemampuan Berjalan maju melewati papan titian dengan kedua

tangan merentang

5. Kemampuan berjalannya menyamping melewati papan titian

6. Kemampuan anak dalam berjalan maju melewati papan titian dengan

tangan dipinggang

7. Kemampuan anak berjalan maju melewati papan titian dengan kedua

tangan dilipat di depan dada.

2.2.4 Permainan Tradisional Kelereng

2.2.4.1 Pengertian Permainan Kelereng

Menurut Saputra & Ekawati (2017: 53) permainan tradisional bermanfaat

bagi tumbuh kembang anak, namun tidak banyak orang tua yang mengetahui

manfaat tersebut, bahkan orang tua sangat jarang masih mengingat bagaimana

memainkannya dan jarang menceritakan permainan tradisional yang pernah

dimainkan dulu kepada anak-anaknya. Hal ini tentu membuat eksistensi

permainan tradisional semakin tidak diketahui oleh masyarakat luas.


41

Kelereng adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca atau

tanah liat. Konsep permainan tradisional kelereng dalam pembelajaran yaitu

ketika siswa sedang bermain kelereng dan mereka berhasil menjentik kelereng

hingga keluar dari segitiga maka siswa harus menghitung selisih jumlah kelerang

awal dengan jumlah kelereng setelah berhasil di keluarkan. Sehingga untuk dapat

melakukan permainan tersebut, anak-anak harus berkonsentrasi agar dapat

menjentikkan kelerang kearah yang dituju.

Dengan adanya permainan kelerang menuntut anak untuk berkonsentrasi,

sehingga anak dalam pembelajaran akan dengan senang mengikuti segala aturan

dan tugas yanng diberikan guru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Olanda

Dwi Sumintra, dkk (2014) membuktikan bahwa penggunaan konteks permainan

tradisional kelereng dalam pendesainan pembelajaran memiliki peranan penting

dalam membantu meningkatkan kepemahaman siswa dalam memahami konsep

dan juga bisa membantu untuk meningkatkan minat belajar siswa. Selain itu

permainan tradisional kelereng juga sangat berpengaruh terhadap pembelajaran,

karena dengan metode ini siswa bisa belajar secara konkrit dan bisa menerapkan

pembelajaran langsung ke dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini berpotensi

tidak hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses,

tetapi juga untuk memberikan pengalaman secara langsung bagi siswa untuk

memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari melalui

interaksi serta melatih untuk berkonsentrasi.

Menurut Supriyanto (dikutip dalam Kartiko, 2014: 5), kelereng muncul

sejak zaman kerajaan. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan bahwa di Yogyakarta


42

masih terdapat tiga kelereng berukuran besar, terbuat dari marmer berdiameter

sekitar 15-30 cm dan berlokasi di dekat Makam Kotagede. Batu kelereng tersebut

diceritakan sebagai mainan Raden Rangga, putra dari Panembahan Senopati yang

berkuasa pada masa kerajaan Mataram Islam.

Kemudian, dalam perkembangannya kita mengenal kelereng sebagai

sebuah objek berukuran kecil yang diproduksi dari pabrik. Umumnya, kelereng

yang kita kenal adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca.

Namun, di daerah yang jauh dari perkotaan, kelereng seringkali dapat berupa biji-

bijian yang diurai. Di beberapa daerah, kelereng terbuat dari campuran semen dan

kapur yang dibentuk bulat atau dari batu wali yang dibentuk sedemikian rupa

sehingga menyerupai kelereng yang kita kenal (Hasanah, 2016: 5).

2.1.4.2 Manfaat Permainan Kelereng

Permainan kelereng memiliki beberapa manfaat. Salah satunya,

permainan kelereng dapat meningkatkan kemampuan motorik halus (Fauziah,

2018). Gerakan jari serta pengaturan kekuatan dan kecepatan kelereng dengan

menggunakan jari-jari tangan sangat penting dalam mengasah kemampuan

motorik halus. Kemudian, permainan kelereng juga membantu anak untuk

mengenal matematika sekaligus bentuk bangun datar. Pemain perlu menghitung

banyak kelereng di dalam arena permainan. Kemudian, pemain juga melukis

segitiga atau persegi di tanah sebagai wadah untuk meletakkan kelereng yang

akan dibidik anak Menurut Siregar & Lestari(2018: 34) manfaat bermain

kelereng antara lain


43

1. Mengatur Emosi (Relaks), Bermain kelereng sangat menyenangkan

bagi anak. Kesenangan inilah yang memunculkan unsur relaks yang

membantu anak keluar sebentar dari rutinitasnya sehari-hari untuk

“me-recharge” kembali baterai energinya. Bila energinya sudah

kembali penuh, tentu baik sebagai persiapan menghadapi hal-hal yang

serius, seperti belajar.

2. Melatih Kemampuan Motorik Kegiatan-kegiatan dalam permainan ini,

seperti melempar dan menyentil kelereng, dapat melatih keterampilan

motorik halus dan kasar di usia sekolah. Makin baik kemampuan

motorik, koordinasi visual dan konsentrasinya maka anak pun

semakin mahir untuk menembakkan kelereng-kelerengnya.

3. Melatih Kemampuan Berfikir (kognitif) Kemampuan berpikir anak

ikut dirangsang dalam permainan ini. Misalnya, jika ia ingin

memenangkan permainan maka harus memecahkan masalah dan

menggunakan strategi dengan menggunakan teknik-teknik tertentu.

4. Kemampuan Berkompetensi  Keberhasilan anak menjalani suatu

teknik yang lantas memperoleh tanggapan dari para lawan nya

merupakan hadiah tersendiri bagi anak. Adanya perasaan bersaing di

usia sekolah sangat penting untuk membentuk perasaan harga diri.

5. Kemampuan Sosial (Menjalin Pertemanan) Yang paling penting dari

kegiatan bermain adalah bagaimana anak mampu menjalin

pertemanan dengan kawan mainnya. Jangan lupa, hubungan

pertemanan akan memberi kesempatan pada anak untuk mempelajari


44

konteks sosial yang lebih luas. Misal, ia jadi belajar bekerja sama,

belajar mengatasi konflik ketika terjadi pertengkaran pada saat

bermain dengan temannya, serta belajar mengomunikasikan keinginan

dan pikirannya.

6. Bersikap Jujur Anak juga punya kesempatan mengembangkan

karakter dan kepribadian yang positif ketika bermain, seperti

pentingnya kejujuran dan fairness. Kecintaannya pada nilai-nilai yang

benar merupakan landasan dalam menjalin hubungan dengan orang

lain di masa yang akan datang

2.1.4.3 Cara Melakukan Permainan Kelereng

Adapun langkah-langkah bermain kelereng menurut Chatarina Febriyanti

(2019: 38), sebagai berikut:

(1) Gambar lingkaran kecil di tanah, kemudian semua anak menaruh lima

butir kelereng di dalam lingkaran atau tergantung dari kesepakatan para

pemain;

(2) Semua anak berdiri kira-kira satu meter dari lingkaran, di belakang

sebuah garis. Secara bergantian, lemparkan sebutir kelereng lainnya ke

arah lingkaran. Anak yang kelerengnya paling jauh dari lingkaran, boleh

main terlebih dahulu. Peraturan dalam memainkan permain ini yaitu pada

intinya tergantung dari pemain

(3) Anak harus memakai kelereng yang ada di luar lingkaran sebagai

“Penyerang” agar kelereng di dalam lingkaran keluar. Jika berhasil


45

melakukannya, maka anak boleh menyimpan setiap kelereng yang kena

jentik;

(4) Pertemukan ibu jari dengan jari tengah, kemudian menyentil kedua jari

tepat pada gundu,

(5) Kelereng penyerang harus tetap tinggal di dalam lingkaran. Jika tidak,

maka anak yang memilikinya akan kehilangan kelereng tersebut,

(6) Pemenang adalah anak yang mengumpulkan kelereng atau gundu

terbanyak,

(7) Jika sudah tidak ada lagi kelereng dalam lingkaran, ada kesempatan

pemain mengenai kelereng pemain lain dengan masing-masing satu

kesempatan, jika mengenai maka kelereng yang didapat oleh pemain yang

terkena kelereng menyerahkan kelerengnya kepada pemain yang

mengenai dan permainan telah selesai.

Berdasarkan pendapat yanng telah dijelaskan, maka indikator dalam

observasi penelitian ini adalah:

1. Kemampuan anak dalam menjentik kelereng

2. Kemampuan anak dalam mengeluarkan kelerenng dari kotak

3. Kemampuan anak dalam menghitung kelereng yang dikeluarkan

4. Kemampuan anak dalam menghitung sisa kelereng dari kotak

2.2 Kerangka Berpikir

Konsentrasi belajar merupakan pemusatan perhatian dalam proses

perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan,


46

dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar

yang terdapat dalam berbagai bidang studi. Secara teoritis jika konsentrasi siswa

rendah, maka akan menimbulkan aktivitas yang berkualitas rendah pula serta

dapat menimbulkan ketidakseriusan dalam belajar. Ketidakseriusan itulah yang

mempengaruhi daya pemahaman materi. Padahal konsentrasi merupakan modal

utama bagi siswa dalam menerima materi ajar serta menjadi indikator suksesnya

pelaksanaan pembelajaran.

Dalam pencapaian konsentrasi belajar yang baik dan efektif perlu disertai

dengan adanya strategi yang mendukung. Strategi adalah suatu materi dan

prosedur pembelajaran yang digunakan untuk menimbulkan hasil belajar pada

siswa atau sebagai suatu komponen umum bahan ajar (prosedur pembelajaran)

yang digunakan untuk memperoleh hasil belajar siswa sesuai dengan harapan.

Strategi merupakan faktor pendukung eksternal dari kegiatan belajar mengajar.

Dan merupakan komponen pembelajaran yang memungkinkan terlaksanakannya

pembelajaran yang baik, kondusif, serta menyenangkan sesuai dengan

perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru.

Mencermati kondisi tersebut untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak

memerlukan suatu cara atau teknik yang dianggap menarik dan menyenangkan.

Salah satu cara untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak adalah melalui

aktivitas bermain. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari Anak Usia dini yang

masih memprioritaskan diri untuk sealu bermain. Anak menghabiskan waktu

selama ±4 jam di sekolah dan ditemani oleh guru tanpa orang tua, salah satu

stimulasi perkembangan yang diberikan oleh guru adalah belajar dan bermain
47

disekolah merupakan role model lanjutan dirumah. Melalui media permainan

yang baik anak dapat mengeskpresikan perasaan serta daya kreasi yang dapat

mengembangkan kreativitasnya dan beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai

sumber stress.

Permainan merupakan salah satu kegiatan yang paling menyenangkan dan

menghargai kebudayaan yang memiliki dampak yang positif terhadap aspek

perkembanngan anak dan dapat mengembangkan potensi penuh yang ada pada

anak. Permainan merupakan sarana anak-anak untuk dapat bereksperimen dengan

berbagai cara secara meluas tanpa adanya batas. Melalui kegiatan bermain, anak-

anak akan mengembangkan konsep membangun pengetahuan mereka sendiri

yang mereka dapatkan dalam kegiatan bermain.

Permainan Papan titian tidak hanya mengembangkan kemampuan motorik

kasar saja tetapi juga mampu mengembangkan kemapuan lainnya seperti

mengkoordinasi gerakan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus,

anak juga mengoperasikan kemampuan kognitifnya untuk memikirkan agar tidak

jatuh dan melatih untuk berkonsentrasi.

Permainan tradisional kelereng juga sangat berpengaruh terhadap

pembelajaran, karena dengan metode ini siswa bisa belajar secara konkrit dan

bisa menerapkan pembelajaran langsung ke dalam kehidupan sehari-hari. Metode

ini berpotensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan

keterampilan proses, tetapi juga untuk memberikan pengalaman secara langsung

bagi siswa untuk memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-

hari melalui interaksi serta melatih untuk berkonsentrasi.


48

Adapun gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Aktivitas Permainan
Papan Titian (X1)
Kosentrasi Belajar Anak
(Y)
Aktivitas Permainan
Kelereng (X2)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan kesimpulan dari jawaban sementara yang masih

memerlukan pembuktian atas kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini,

sebagai berikut:

1. Permainan Tradisonal Papan Titian dapat mengefektifkan konsentrasi

belajar anak

2. Permainan Tradisonal Kelereng dapat mengefektifkan konsentrasi

belajar anak

3. Permainan Kelereng dan Papan Titian dapat mengefektifkan

konsentrasi belajar anak

Anda mungkin juga menyukai