Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsentrasi Belajar

2.1.1 Hakikat Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan pikiran pada suatu hal dengan cara

menyampingkan hal-hal yang tidak berhubungan. Siswa yang berkonsentrasi

belajar dapat diamati dari beberapa tingkah lakunya ketika proses belajar

mengajar (Slameto, 2010). Maka konsentrasi merupakan usaha seseorang untuk

memusatkan perhatiannya pada kegiatan yang sedang dilakukannya dan terhindar

dari hal-hal yang menganggu konsentrasinya. Pada kenyataannya, masih banyak

seseorang yang tidak mampu berkonsentrasi pada kegiatan yang sedang

dilakukannya. Biasanya disebabkan oleh keadaannya yang tertekan, memusatkan

pikiran bisa dilakukan apabila seseorang mampu menimati kegiatan yang

dilakukannya.

Sejalan dengan pendapat tersebut, konsentrasi adalah pemusatan kesadaran

jiwa terhadap suatu objek yang memang disengaja (Saifaturahmi Hidayat &

Anggia Kargenti, 2010: 167). Maka dengan adanya pendapat tersebut, timbullah

pendapat lain bahwa dalam melakukan konsentrasi, seseorang harus berusaha agar

segenap perhatian panca indera dan pikirannya hanya boleh fokus pada satu objek

saja.Berdasarkan beberapa pendapat tentang konsentrasi tersebut dapat

disimpulkan bahwa secara umum konsentrasi adalah keadaan terpusatnya


perhatian terhadap suatu objek tertentu. Berarti tindakan ini harus dilakukan

dengan sungguh-sungguh tanpa keadaan yang menekan

2.1.2 Pengertian Belajar

Menurut Arthur J. Games, belajar adalah perubahan tingkah laku melalui

pengalaman dan latihan (Purwa A, 2013). Belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman, yang artinya belajar adalah suatu

proses dan bukan suatu hasil. Belajar tidak hanya mengingat akan tetapi

mengalami (Oemar Hamalik, 2007)

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa belajar mengacu pada

berubahnya perilaku seseorang yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan,

penggunaan, penilaian mengenai sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang

terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam aspek kehidupan

dan pengalaman. Belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan tingkah laku

atau pribadi seorang.

2.1.3 Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar adalah terpusatnya pikiran pada saat siswa sedang belajar.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 239), menjelaskan bahwa pengertian dari

konsentrasi belajar adalah kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.

Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada unsur pokok maupun proses

memperolehnya. Sedangkan menurut Aunurrahman (2014: 180), konsentrasi

belajar merupakan salah satu aspek psikologis yang seringkali tidak mudah untuk

diketahui oleh orang lain selain siswa itu sendiri yang sedang belajar. Hal ini
disebabkan kadang- kadang apa yang terlihat melalui aktivitas seseorang belum

tentu sejalan dengan apa yang sesungguhnya sedang siswa tersebut pikirkan.
Konsentrasi belajar siswa dipengaruhi dari kemampuan otak masing-masing

siswa untuk memusatkan perhatian pada apa yang sedang dipelajari. Pemusatan

perhatian ini untuk meningkatkan kemungkinan siswa dapat menyerap dan

memahami informasi yang didapat. Menurut seorang ilmuwan ahli psikologis

dalam Hamiyah dan Jauhar (2014: 103), kekuatan belajar seseorang setelah 30

menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat

selama beberapa menit. Menurut Rooijakker (Dimiyati dan Mudjiono, 2009: 240)

menjelaskan bahwa perhatian siswa meningkat pada 15-20 menit pertama,

kemudian turun pada 15-20 menit kedua, dan selanjutnya meningkat dan menurun

kembali. Adapun, kecenderungan menurunnya perhatian terjadi sejajar dengan

lama waktu belajar yang dijalankan.

Sumartno (Rachman 2010: 7) mengatakan konsentrasi belajar merupakan

suatu perilaku dan fokus perhatian siswa untuk dapat memperhatikan dalam setiap

pelaksanan pembelajaran, serta dapat memahami setiap materi materi pelajaran

yang telah diberikan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan

konsentrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses

pembelajaran. Semakin siswa berkonsentrasi maka proses belajar menjadi lebih

efektif
2.1.4 Ciri-ciri Siswa yang Dapat Berkonsentrasi Belajar

Menurut Abin Syamsuddin (2003: 86) konsentrasi belajar disebut juga

ketekunan dan dapat diamati dari hal-hal berikut:

1) Konsentrasi perhatian, memperhatikan sumber informasi dengan seksama

(guru atau buku siswa yang sedang persentase), fokus pandangan tertuju pada

guru atau instruktur atau papan tulis atau alat peraga, dan memperhatikan hal

yang lain (menengok kearah teman yang bertanya atau menanggapi jawabn)

2) Sambutan lisan (Verbal Response) yaitu bertanya mencari informasi tambahan

3) Memberika pernyataan seperti mengguatkan, menyetujui, atau menentang dan

menyanggah atau membandingkan (dengan alasan atau tanpa alasan)

4) Menjawab, jawaban hasil diskusi atau jawaban teman sesuai dengan masalah,

menyimpang dari masalah atau ragu-ragu

5) Sambutan psikomotorik dengan membuat catatan atau menulis informasi,

membuat jawaban atau mengerjakan tugas

Menurut Engkoswara (Tabrani 1998: 10) ciri-ciri siswa yang dapat

berkonsentrasi belajar bekaitan dengan perilaku belajar yang meliputi perilaku

kognitif, perilaku afektif, dan perilaku psikomotor. Karena belajar merupakan

aktivitas yang berbeda-beda pada berbagai bahan pelajaran, maka perilaku

konsentrasi belajar tidak sama pada perilaku belajar tersebut. Klasifikasi perilaku

belajar yang dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat

berkonsentrasi belajar sebagai berikut:


1) Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan,

informasi, dan masalah kecakapan intelektual. Pada perilaku kognitif ini, siswa

yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan kesiapan

pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan, komprehensif dalam

penafsiran informasi, mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh, dan

mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang diperoleh

2) Perlaku afektif, yaitu perilaku yang berupa sikap dan apersepsi. Pada perlaku

ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan adanya

penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu, respon yang berupa keinginan

untuk mereaksi bahan yang diajarkan, mengemukakan suatu pandangan atau

keputusan sebagai integrasi dari suatu keyakinan, ide dan sikap seseorang.

3) Perilaku psikomotor. Pada perilaku ini siswa yang memiliki konsentrasi belajar

dapat ditengarai dengan adanya gerakan anggota tubuh yang tepat atau sesuai

dengan oetunjuk guru, serta kombinasi non verbal seperti eksperi muka dan

gerakan-gerakan yang penuh arti

4) Perilaku berbahasa. Pada perilaku ini siswa yang memiliki konsentrasi belajar

dapat ditengarai adanya aktivitas berbahasa yang terkoordinasi dengan baik

dan benar

Dari penjabaran diatas, maka indikator konsentrasi belajar siswa yakni dapat

diamati dari beberapa tingkah lakunya saat proses belajar mengajar berlangsung,

antara lain:
1) Memperhatikan secara aktif setiap materi yang disampaikan guru dengan

mencatat hal-hal yang penting, menyimak dengan seksama, bertanya saat ada

yang tidak dipahami dll

2) Dapat merespon dan memahami setiap materi pelajaran yang diberikan seperti

menerapakan pembelajaran yang disampaikan

3) Selalu bersikap aktif dengan bertanya dan memberikan argumentasi mengenai

materi materi pelajaran yang disampaikan oleh guru

4) Menjawab dengan baik dan benar setiap pertanyaan yang diberikan guru

5) Kondisi kelas tenang dan tidak gaduh saat menerima materi pelajaran, tidak

mudah terganggu oleh rangsangan dari luar dan minat belajar siswa

Jika ciri-ciri konsentrasi belajar menurut Super dan Crities (Rachman, 2010: 7)

antara lain sebagai berikut:

(1) Memperhatikan setiap materi pelajaran yang disampaikan guru

(2) Dapat merespon dan memahami setiap materi pelajaran

(3) Selalu bersikap aktif aktif dengan bertanya dan memberikan argumentasi

mengenai materi pelajaran yang disampaiakn guru

(4) Menjawab dengan baik dan benar setiap pertanyaan yang diberikan guru

(5) Kondisi kelas yang tenang an tidak gaduh saat menerima materi pelajaran.

Untuk mengukir tingkat konsentrasi belajar siswa, yang terpenting adalah

menghindari setiap pelaksanaan pembelajaran yang memjadi

kecemderungannya.
Dari ciri-ciri konsentrasi belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli maka dapat

disimpulkan bahwa ciri-ciri konsentrasi belajar

1) Perilaku Kognitif merupakan kemampuan intelektual siswa dalam berpikir,

mengetahui, dan memecahkan masalah. Hal ini dapat dilihat dari ketepatan

anak menjawab pertanyaan dari guru mengenai materi yang telah dilakukan

2) Perilaku Afektif merupakan perilaku yang berkaitan dengan sikap dan nilai

seperti penerimaan materi pembelajaran yang dialkuakn oleh guru ditunjukkan

dengan antusiasme siswa ketika mengikuti pembelajaran, memperhatikan

penjelasan guru, serta adanya respon verbal seperti mengajukan pertanyaan

maupun pendapat mengenai pembelajaran yang sedang dilakukan

3) Perilaku Psikomotor merupakan perilaku yang berkaitan dengan keterampilan

atau kemampuan untuk bertindak setelah siswa menerima pembelajaran,

perilaku ini menyangkut kegiatan fisik yang dialkukan siswa ditunjukkan

dengan perilaku aktif dalam melakukan kegiatan dan mampu melakukan

kegiatan sesuai dengan petunjuk dan instruktur guru

2.1.5 Cara Meningkatkan Konsentrasi Belajar

1) Mempunyai metode belajar

Setiap siswa mempunya gaya belajar yang berbeda pada saat berkonsentrasi,

menentukan metode belajar merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

konsentrasi belajar karena didalamnya berisi cara atau jalan yang harus

dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam belajar (Slameto, 2013)

2) Nyamankan Pikiran
Sebelum memulai proses belajar dan mengajar hendaknya membuat pikiran

nyaman terlebih dahulu dengan cara menghilangkan rasa marah, stress yang

berlebihan (Manis, 2010)

3) Suasana Belajar

Pada saat proses belajar dan mengajar sering kali tidak fokus terhadap objek

yang dipelajari. Hal tersebut dikarenakan suasana disekitar kita kurang nyaman.

Oleh karena itu, sebelum memulai proses belajar hendaknya mempersiapkan

suasana belajar yang baik agar menciptakan konsentrasi yang baik (Manis, 2010)

2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsnetrasi

1) Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa, terdiri dari:

(1) Faktor jasmaniah

Faktor jasmaniah adalah sesuatu yang memoengaruhi fisik. Faktor jasmaniah

terbagi menjadi dua, yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. Faktor kesehatan

sangat berpengaruh dalam berkonsentrasi belajar. Apabila kesehatan seseorang

terganggu maka proses belajar akan ikut terganggu (Olivia, 2010). Menjaga

kesehatan tubuh meruoakan salah satu cara ntuk mempertahankan konsentrasi

belajar. Cacat tubuh seperti buta, tuli, dan lain-lain akan menganggu pada saat

proses belajar (Slameto, 2013)

(2) Inteligensi

Inteligensi adalah kemampuan yang ada dala diri seseorang untuk tertarik dan

mengerjakan suatu hal (Sukadiyanto, 2010). Inteligensi besar pengaruhnya

terhadap konsentrasi belajar. Pada saat proses belajar siswa dengan inteligensi
yang tinggi akan berhasil mengikuti proses belajar dari pada siswa yang

inteligensinya rendah (Slameto, 2013)

(3) Perhatian

Siswa diharuskan bisa memusatkan perhatiannya pada objek yang akan dipelajari.

Jika objek yang kana dipelajari tidak menjadi pusat perhatiannya maka akan

mengakibatkan kebosanan, yang menyebabkan siswa tidak berkonsentrasi lagi

pada saat belajar (Slameto, 2013)

(4) Minat

Minat adalah dorongan dari dalam diri untuk memperhatikan suatu objek tertentu,

seperti pelajaran dan pekerjaan. Minat akan menambah semangat untuk belajar

dan memudahkan dalam belajar (Jahja, 2011)

(5) Bakat

Bakat merupakan hal terpenting untuk menempatkan siswa pada saat belajar

sesuai bakatnya. Apabila objek yang akan dipelajari sesuai bakat, maka hasil

konsentrasinya akan baik jika siswa senang sehingga akan lebih giat dalam belajar

(Slameto, 2013)

(6) Kesiapan

Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi.

Pentingnya kesiapan pada saat proses belajar akan menimbulkan konsentrasi yang

baik pada saat menerima informasi baru (Slameto, 2013)

(7) Motivasi belajar

Motivasi belajar merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri siswa yang

akan memberikan arahan untuk melakaukan kegiatan belajar. Motivasi dijadikan


sebagai penggerak dalam diri untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi

yang tinggi akan menghasilkan semangat yang optimal untuk belajar (Suandi,

2013)

2) Faktor Eksternal

Faktor Eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Terdiri dari:

(1) Keluarga

Keluarga merupakan media pendidikan paling utama. Orang tua sering kali

menginginkan anakanya mencapai prestasi yang baik, sehingga anak dituntut

menjadi sempurna. Hal tersebut mnmbulkan ketakutan terhadap objek yang akan

dipelajari (Suwaid, 2009)

(2) Sarana dan Prasana

Kelengkapan sarana dan prasarana sebagai oenunjang proses belajar merupakan

salah satu faktor. Apabila sarana dan prasarana disuatu kelas memadai akan

menciptakan konsentrasi yang baik pada saat belajar (Olivia, 2010). Sekolah

wajib memiliki saran dan prasarana yang meliputi peralatan pendidikan, media

pembelajaran, buku dan sumber pembelajaran yang mendukung proses

pembelajaran. Sarana dan prasarana yang baik akan meningkatakan kualitas

pembelajaran dan menciptakan komunikasi yang baik anatar guru dan siswa

(Fadhilah, 2014)

(3) Lingkungan

Kondisi lingkungan dapat mempertahankan konsentrasi siswa pada saat proses

pembelajaran (Olivia, 2010). Lingkungan yang baik sangat mempengaruhi

semangat seseorang dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan


dapat dicapai. Lingkungan yang kurang baik seperti suasana kelas yang terlalu

ramai akakn menggangu konsentrasi dan ketidaknyamanan dalam belajar

(Ariwibowo, 2012)

(4) Media pembelajaran

Media pembelajaran merupakan salah satu cara yang digunakan dalam

pembelajaran untuk meningkatkan konsentrasi sehingga memudahkan tujuan yang

ingin dicapai siswa. Media pembelajaran terdiri dari buku, televisi, gambar, audio.

Penggunaan media belajar sangat membantu dalam menjelaskan materi yang tidak

dapat dijelaskan dengan lisan sehingga pemahaman siswa terhadap materi yang

sudah dijelaskan dapat meningkat (Rohmawati, Sukanti, 2012)

(5) Metode mengajar yang kurang tepat

Metode mengajar yang kurang tepat akan mempengaruhi keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran. Selain itu penggunaan metode pembelajaran yang kurang

tepat akan menyebabkan siswa cepat merasa bosan da lebih memilih berbincang

dengan temannya (Aviana & Hidayah, 2015)

2.1.7 Daya Tahan Konsentrasi

Menurut Ahmadi (Saifaturrahmi Hidayat, 2011) daya tahan konsentrasi seseorang

tiap inidividu berbeda-beda. Ada individu yang daya tahan konsentrasinya

memiliki rentang perhatian yang panjang, dan ada juga individu yang daya tahan

konsentrasinya memiliki rentang perhatian yang pendek. Daya konsentrasi

manusia juga dapat dipertahankan dalam waktu yang terbatas sampai pada

akhirnya daya tahan konsentrasi tersebut menurun. Rata-rata individu dapat

mepertahankan konsentrasinya selama 45 menit (Astuti, 2005: 32)


2.2 Quantum Learning

Quantum Learning kuantum adalah kiat, strategi dan seluruh proses belajar yang

dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai

suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Quantum Learning adalah

salah satu model pembelajaran seperti permainan musik orchestra simfoni, model

ini adalah model yang memudahkan proses belajar, memadukan unsur seni dan

pencapaian yang terarah, untuk segala mata pelajaran. Quantum Learning dapar

menyeimbangkan belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Salah satu upaya

dilakukan agar otak bekerja bersama-sama yaitu dengan mendengarkan musim

latar di dalam kelas. Adanya iringan musik memberikan kenyaman peserta didik.

Adanya iringan musik dalam pembelajaran akan membuat peserta didik selalu

siap dan berkonsentrasi (Bobbi De Porter, 2010: 14-16).

Tokoh pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter seorang ibu rumah tangga

yang mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di Supercamp sejak tahun

1982. Bobbi DePorter mempunyai teori dan berbagai pendangan psikologi

kognitif dan pemrograman neurologi. Model pembelajaran ini menggunakan

konsep kunci dari berbagai teor dan strategi belajar yang lain, yaitu:

1) Teori otak kanan/kira

2) Teori otak triune (3 in 1)

3) Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)

4) Teori kecerdasan ganda

5) Pendidikan holistik (menyeluruh)


6) Belajar berdasarkan pengalaman

7) Belajar dengan symbol (metaphoric)

8) Simulasi/permainan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat diambil kesimpulan bahwa

Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang dibuat menyenankan

dan bermakna sehingga dapat memaksimalkan kemampuan siswa.

2.2.1 Kerangka TANDUR

Quantum Learning memiliki kerangka pembelajaran yang disebut TANDUR.

Kerangka TANDUR dapat diterapkan untuk mata pelajaran apapun dan berbagai

tingkat pendidikan. Kerangka ini menjamin siswa akan tertarik dan berminat pada

setiap pelajaran (Ary Nilandari 2004: 88) . tahapan kerangka Tandur dijabarkan

pada langkah berikut (Ary Nilandari 2004 : 90-93).

1) Tumbuhkan

Tahap yang bisa menumbuhkan minat siswa terhadap pembelajaran yang

dilakukan. Melalui tahap ini guru berusaha mengikutsertakan siswa dalam proses

pembelajaran. Motivasi yang kuat membuat siswa lebih tertarik untuk mngiuti

seluruh rangkaian pembelajaran. Tahap tumbuhkan bisa dilakukan dengan

menggali permasalahan yang terkait dengan materi yang kan dipelajari,

menampilkan suatu gambar atau benda nyata, cerita pendek atau video. Dari

tumbuhkan ini bisa dibuat tuntunan pertanyaan seperti: Hal apa yang mereka

pahami? Apa yang mereka setujui? Apa manfaat bagi mereka?


2) Alami

Alami mereupakan tahap saat guru menghadirkan suatu pengalaman yang dapat

dimengerti semua siswa dan memanfaatkan hasrat alami otak yang menjelajah.

Tahap ini memberikan siswa untuk mengembangkan pengetahuan awal yang

dimiliki. Tahap alama bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan atau

pratikum. Pengalaman membuat guru membuat guru dapat mengajar untuk

memanfaatkan pengetahuan dan keinginan mereka melalui cara baru

3) Namai

Tahap namai merupakan tahap memberikan kata kunci, konsep, model, atau

rumus atas pengalaman yang diperoleh siswa. Dalam tahap ini, siswa dengan

bantuan guru berusaha menemukan konsep atas pengalaman yang telah dilewati.

Tahap penamaan memacu struktur kognitif siswa untuk memberikan identitas,

menguatkan, dan mengidentifikasikan apa yang dialaminya. Proses penamaan

untuk mengajarkan konsep kepada siswa. Pemberian nama setelah pengalaman

akan menjadikan sesuatu lebih bermakna dan berkesan bagi siswa. Untuk

membantu penamaan dapat digunakan gambar, alat bantu, kertas tulis dan poster.

Prinsip yang sama membuat kita mengajarkan kembali informasi kepada siswa

kita. Mereka mendapat informasi, tetapi harus mendapat pengalaman untuk benar-

benar membuat pengetahuan tersebut berarti

4) Demonstrasikan

Tahap ini menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah

mereka ketahui. Demonstrasi bila dilakukan dengan penyajian didepan kelas,


permainan, menjawab pertanyaan dan menunjukkan hasil pekerjaan. Siswa di

beri kesempatan untuk membuat kaitan, berlatih, dan menunujukkan apap yang

mereka ketahui. Memberi siswa untuk menerjemahan dan menerapkan

pengetahuan merekan ke dalam pembelajaran yang lain, dan kedalam kehidupan

mereka.

5) Ulangi

Pengulangan akan memperkuat koneksi saraf sehingga mengutkan struktur

kognitif siswa. Semakin sering dilakukan pengulangan, maka pengetahuan akan

semakin mendalam. Pengulangan dapat dilakukan dengan menegaskan kembali

pokok materi pembelajaran, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengulangi

pelajaran dengan teman atau melalui latihan soal

6) Rayakan

Perayaan merupakan wujud pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan

perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Perayaan dapat dilakukam dengan

meberikan pujian, tepuk tangan, bernyanyi, memberikan nilai tambahan atau yang

lainnya.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran matematika,

penerapan TANDUR memerlukan kesedian guru untuk mengikuti perkembangan

yang terjadi didalam masyarakat terutamana lingkungan siswanya. Hal-hal yang

berkaitan dengan matematika tersebut dapat berupa jual-beli, menghitung luas dan

keliling suatu objek, perbandingan ukuran, permasalahan atu fakta yang diajukan

menjadi bahan untuk dilakukannya pemecahan masalah atau diskusi siswa.


2.3 Musik dalam Pembelajaran

Musik adalah bagian dari kehidupan, oleh karena itu musik harus menjadi

bagian dari pengalaman sekolah. Telah banyak hasil penelitian yang

mengungkapkan bahwa musik telah digunakan untuk memberikan motivasi di

bidang matematika. Musik adalah bahasa universal, sehingga dapat diintegrasikan

dalam semua bidang studi untuk memberikan pembelajaran.

Karena musik dapat membuat kelas menjadi tempat yang lebih

menyenangkan dan tidak monoton. Dengan demikian, guru harus bisa mengambil

keuntungan dari motivasi belajar yang distimuli dengan musik. Untuk

mengintegrasikan musik dalam pembelajaran, dapat dilakukan melalui berbagai

strategi. Salah satunya dengan menggunaan metode pembelajaran yang bisa

dipadukan dengan musik. Seperti pada pembelajaran, guru dapat memutar musik

untuk menciptakan suasana yang nyaman dan tenang untuk belajar

Sebagaimana dikatakan Bobbi DePorter, dkk (1999) bahwa musik sekurang-

kurangnya bermanfaat untuk menata suasana hati, meningkatkan hasil belajar

yang diinginkan, dam menyoroti hal-hal yang penting. Suasana hati memberikan

pengaruh yang berarti terhadap capaian hasil belajar. Perasaan gembira, nyaman,

dan relaks yang dapat membuka peluang bagi otak untuk bekerja secara ringan.

Dengan demikian, informasi yang masuk mendapat akses lebih dan tentu saja

mempermudah kita untuk mengingat karena adanya bagian tertentu yang disoroti

dengan menggunakan latar belakang musik tertentu.


Musik berpengaruh untuk guru dan murid. Sebagai seoarang guru, kita dapat

menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa,

dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu murid bekerja lebih baik

dan mengingat lebih banyak. Menurut Dryden dan Vos (1999) musik merangsang,

meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Di

samping itu, kebanyakan siswa memang menyukai musik.

Irama, ketukan, dan keharmonisan musik dapat memengaruhi fisologi

manusia terutama gelombang otakdan detak jantung disamping membangkitkan

perasaan dan ingatan (Lozanof, 1979). Musik dapat membantu kita masuk

kedalam situasi belajar optimal. Musik juga memungkinkan kita membangun

hubungan dengan siswa melalui musik.

Musik berpengaruh kuat dalam lingkungan belajar. Penelitian menunjukkan

bahwa belajar lebih mudah dan cepat jika pelajar berada dalam kondisi santai dan

reseptif. Detak jantung orang dalam keadaan seperti ini adalah 60 sampai 80 kali

per menit. Kebanyakan musik klasik sesuai dengan detak jantung manusia yang

santai dalam kondisi belajar optimal (Schuster dan Gritton, 1996)

Musik yang diputar dapat membantu kita memudahkan gerakan dan

pengaturan volume suara dalam ruangan. Misalkan, kita meminta siswa untuk

mengerjakan latihan, mainkan musik sesuai dengan kerasnya suara mereka. Tanpa

musik, siswa merasa ragu, menunggu siapa yang akan berbicara dahulu, dan tidak

ingin jadi yang pertama untuk memecah keheningan. Musik mebebaskan mereka

berbicara, untuk jalan terus tanpa menarik perhatian terhadap diri mereka. Setelah
beberapa saat, kecilkan volume musik sedikit. Suara mereka melirih, mengikuti

volume musik. Saat kita membutuhkan lagi perhatian mereka, keraskan musiknya

lalu matikan.

Memutar musik di dalam kelas memang memerlukan waktu dan pengalaman

yang benar, tetapi efeknya terhadap suasana belajar sangatlah baik seperti;

meningkatkan konsentrasi, menumbuhkan relaksasi, dan meningkatkan semangat.

Menurut Bobbi DePorter dkk (1999) alasana mengapa musik sangat penting untuk

lingkungan quantum learning adalah karena musik sebenarnya berhubungan dan

mempengaruhi kondisi fisiologis seseorang. Selama melakukan pekerjaan yang

berat, tekanan darah dan denyut jantung cenderung meningkat, dan otot-otot kita

menjadi tegang. Selama relaksasi dan meditasi, denyut jantung dan tekanan darah

menurun, dan otot-otot mengendur. Biasanya, akan sulit berkonsentrasi ketika

benar-benar relaks, dan sulit untuk relaks ketika kita berkonsentrasi penuh.

Lozanof mengatakan “relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran

selalu siap dan mampu berkonsentrasi.”

Selain itu, juga ada teori yang mengatakan bahwa dalam situasi otak kiri

sedang bekerja menerima materi pembelajaran, musik akan membangkitkan reaksi

otak kanan yang intuitif dan kreatif sehingga masukannya dapat dipadukan

dengan keseluruhan proses. Namun justru otak kanan yang kreatif ini sering

menggangu otak kiri ketika sedang berpikir dan berkonsentrasi. Itulah sebabnya

otak kanan yang cenderung untuk terganggu selama belajar merupakan penyebab

mengapa kadang-kadang melamun dan memperhatikan lingkungan sekitar ketika


siswa akan berkonsentrasi. Memasang musik adalah cara efektifuntuk

menyibukkan otak kanan ketika sedang berkonsentrasi pada aktivitas otak kiri.

Kerangka Berpikir

Pembelajaran matematika yang dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab,

dan penugasan baik secara individu maupun kelompok merupakan pembelajaran

yang bersifat tidak menarik, membosankan, dan menyebabkan siswa tidak

berkonsentrasi dalam proses pembelajaran. Sehingga banyak siswa masih

memiliki nilai yang rendah dalam pelajaran matematika. Konsentrasi adalah usaha

seseorang untuk memusatkan perhatiannya terhadap pekerjaan yang sedang

dilakukannnya. Dalam belajar, konsentrasi dibutuhkan oleh siswa. Dan masih

banyak siswa yang memiliki masalah belajar karena tidak adanya konsentrasi.

Penataan ruang kelas yang monoton dan metode yang guru lakukan menjadi salah

satu penyebab siswa tidak berkonsentrasi dalam belajar.

Oleh karena itu diperlukan perubahan proses pembelajaran yang bisa membuat

siswa lebih berkonsentrasi dan mengurangi keengganan siswa dalam belajar

matematika. Pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan menerapkan

model quantum learning dan memasang musik sebagai latar di dalam kelas.

Proses ini lebih relaks dan nyaman. Pada akhirnya siswa akan senang dan

berkonsentrasi dalam belajar. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka berpikir

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


Pembelajaran Matematika
Konvensional

Siswa merasa bosan

Konsentrasi Belajar Siswa Kurang

Penerapan Pemasangan
Metode Musik dalam
Quantum Kelas
Learning

Konsentrasi Belajar Siswa


Meningkat

Gambar 2.1: Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai