Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN FINAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan

Yang Diampun Oleh Ibu Latifah Hanum, SE., M.SA, Ak

Disusun Oleh:

1. Muhammad Reval Shidqi 155030200111023


2. Annafi Subandriyo 155030201111084
3. Ichsan Purwacaraka 155030201111100
4. Rizky Ananda Putra 155030207111057

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS
OKTOBER 2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penghasilan yang bersifat final adalah Pajak Penghasilan yang tidak dapat dikredit pajak bagi
pemotong tersebut (tidak bisa di restitusikan/dikompensasikan) diantaranya adalah pajak PPh
pasal 21 final dan PPh pasal 4 ayat 2 final. Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 final adalah pajak
yang dipotong atas beberapa jenis penghasilan yang ketetapannya berdasarkan peraturan
pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 2 final UU PPh yang bersifat final, seperti
bunga dan deposito lainnya, hadiah atas undian, sewa tanah dan bangunan dari transaksi
penjualan saham, pengalihan hak tanah/bangunan serta jasa konstruksi.

Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 sangat penting peranannya dalam perusahaan. Dalam prosedur
pemotongan, penyetoran dan pelaporan ini dilakukan berdasarkan permohonan wajib pajak
(perusahaan) kepada Kantor Pelayanan Pajak yang penghasilannya dipungut dari transaksi yang
dilakukan dengan perusahaan lain, yang selanjutnya akan diproses atau ditindak lanjuti oleh
petugas kantor pelayanan pajak.

Pencatatan dalam Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 sangat penting peranannya dalam perusahaan
karena dari analisis di gunakan oleh pihak intern, maupun ekstern perusahaan untuk mengetahui
jumlah peredaran atau penerimaan penghasilan bruto serta penghasilan yang dikenakan PPh final
sehingga bisa dihitung besarnya pajak yang terutang, serta dapat menggambarkan jumlah
peredaran / penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha atau tempat usaha yang
bersangkutan, diantaranya dari hasil penyewaan tanah kepada perusahaan lain, transaksi
penjualan saham serta penghasilan yang didapat dari jasa konstruktif (Pelaksanaan, Perencanaan,
Pengawasan).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pajak penghasilan final?
2. Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan dari usaha yang diterima wajib pajak yang
memiliki peredaran bruto?
3. Apa yang dimaksud pajak penghasilan bersifat final pasal 15?
4. Apa yang dimaksud pajak penghasilan atas penghasilan bersifat final pasal 4 ayat (2) UU
PPh?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pajak penghasilan final.
2. Untuk mengetahui pajak penghasilan yang diterima wajib pajak yang memiliki bruto.
3. Untuk mengetahui pajak penghasilan final pasal 15.
4. Untuk mengetahui pajak penghasilan final pasal 4 ayat (2) UU PPh.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pajak Penghasilan Final


Pajak Penghasilan (PPh) dapat dikelompokkan menjadi PPh yang bersifat final dan tidak final.
Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak penghasilan yang pengenaannya sudah final
(berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (kurangkan) dari total pajak penghasilan terutang
pada akhir tahun pajak. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final
(PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran
dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan
tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.

Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh final)
ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain
yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan
pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT
Tahunan.

Penghasilan yang dikenakan pajak final adalah sebagai berikut:

1. PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima/diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu.
2. PPh pasal 15 UU PPh untuk usaha tertentu.
3. PPh pasal 4 ayat (2) UU PPh.

2.2 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG


DITERIMA/DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU
A. Pengertian

Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu
bersifat final dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi wajib pajak untuk dapat melakukan
perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan pengenaan
PPh ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013, dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-42/PJ/2013.
Ketentuan ini disebut juga dengan PPh bersifat final 1%

B. Wajib Pajak

Berikut ini yang termasuk sebagai Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam PPh
bersifat final 1%

1. Wajib Pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap.
2. Wajib pajak pada nomor 1 menerima penghasilan dari usaha tidak termasuk penghasilan
jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp
4.800.000.000 untuk semua cabang dalam satu tahun pajak

Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, meliputi hal-hal berikut:

1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas seperti pengacara, akuntan, dokter,
konsultan, dll.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, dll.
3. Olahragawan
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, dll.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Agen iklan.
7. Pengawas atau pengelola proyek.
8. Perantara
9. Petugas penjaja barang dagangan.
10. Agen asuransi
11. Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.

Berikut tidak termasuk wajib pajak dalam PPh bersifat final 1% meliputi;

1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang
dalam usahanya:
a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang
menetap maupun tidak menetap;
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
2. Wajibn pajak badan yang:
a. Belum beroperasi secara komersial;
b. Dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000
C. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Besarnya tarif pajak adalah 1% dan bersifat final. Besarnya tariff tersebut dikalikan dengan
jumlah peredaran bruto usaha sebulan. Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk
menghitung PPh bersifat final 1% adalah:

1. Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto dari usahan dalam 1 tahun pajak terkahir
sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
2. Dalam hal peredaran bruto kumulatif wajib pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah
Rp 4.800.000.000 dalam suatu tahun pajak, wajib pajak tetap dikenai PPh bersifat final
1% sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.
3. Dalam hal peredaran bruto wajib pajak telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000 pada
suatu tahun pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada tahun
pajak berikutnya dikenal tarif PPh berdasar ketentuan UU Pajak Penghasilan.

D. Menghitung PPh Bersifat Final 1%

PPh terutang sebulan = Tarif x Dasar pengenaan pajak sebulan

= 1% x Peredaran bruto usaha sebulan

Contoh :

Peredaran Bruto
Bulan Peredaran Bruto Sebulan (Rp) PPh terutang Sebulan
Kumulatif (Rp)
Januari 400.000.000 400.000.000 4.000.000
Februari 410.000.000 810.000.000 4.100.000
Maret 430.000.000 1.240.000.000 4.300.000
April 425.000.000 1.665.000.000 4.250.000
Mei 430.000.000 2.095.000.000 4.300.000
Juni 435.000.000 2.530.000.000 4.350.000
Juli 450.000.000 2.980.000.000 4.500.000
Agustus 465.000.000 3.445.000.000 4.650.000
September 460.000.000 3.905.000.000 4.600.000
Oktober 475.000.000 4.380.000.000 4.750.000
November 460.000.000 4.840.000.000 4.600.000
Desember 465.000.000 5.305.000.000 4.650.000
Total 5.305.000.000 5.305.000

Pada bulan November total peredaran bruto tahun 2016 lebih dari Rp. 4.800.000.000, tetapi
perhitungan PPh terutang tetap menggunakan tariff PPh final 1% dari peredaran bruto usaha
sebulan. Kemudian tidak lagi menggunakan perhitungan PPh terutang berdasar PP 46 Tahun
2013. Penghitungan PPh terutang didasarkan pada tariff Pasal 17 UU PPh.

E. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan

Beberapa hal terkait dengan tata cara penyetoran dan pelaporan PPh bersifat final 1% sebagai
berikut.

1. WP yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenal PPh bersifat final,
tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal
25 UU PPh, yaitu angsuran PPh setiap bulan yang dibayar sendiri oleh WP. Apabila WP
selain memperoleh penghasilan dengan PPh bersifat final 1% juga menerima atau
memperoleh penghasilan yang dikenal PPh berdasarkan tariff umum PPh, atas
penghasilan yang dikelai PPh berdasarkan tariff umum tersebut wajib dibayar angsuran
pajak sesuai ketentuan PPh Pasal 25 UU PPh.
2. Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan dengan meggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan
dengan SSP yang telah mendapat validasi dengan NTPN paling lambat 15 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
3. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan paling lambat
20 hari setelah masa pajak berakhir.
a. WP yang telah menyetor pajak dianggap telah menyampaikan SPT sesuai dengan
tanggal validasi NTPN yang tercantum dalam SSP.
b. WP yang telah menyetor pajak, tetapi di dalam SSP tidak mendapat validasi dengan
NTPN, wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan
Pajak sesuai tempat kegiatan usaha terdaftar.
4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memilii peredaran
usaha tertentu, yang dipotong atau dipungut pihak lain diatur sebagai berikut.
a. Atas pemungutan PPh Pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah dengan menggunakan
SSP yang telah diisi atas nama rekanan
b. Atas pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh pihak lain dengan
bukti pemotongan dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan PPh Pasal 22 atas
Impor
5. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1% dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak bersifat
final, sebagai berikut.
a. Formulir 1770-III atau lampiran III bagian A no. 16 bagi WP orang pribadi
b. Formulir 1771-IV atau lampiran IV bagian A no. 14 bagi WP badan

2.3 PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 15


Norma perhitugan khusus untuk WP tertentu yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 15 UU PPh
adalah:

1. Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional;


2. Perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi.
3. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah.

Pelaporan PPh pasal 15 dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh pasal 15 meliputi;

1. Imbalan yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dalam negeri;


2. Imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapan laut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri;
3. Imbalan carter sewa kapal laut atau pesawat kepada perusahaan luar negeri
4. Imbalan yang diterima sehubungan dengan pengangkutan orang/barang termasuk carter
kapal/pesawat oleh perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri;
5. Imbalan carter pesawat udara yang dibayarkan kepada perusahaan penerbangan dalam
negeri.

PPh sehubungan dengan penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri dan perusahaan
penerbangan dan pelayaran luar negeri bersifat final, sedangkan penghasilan perusahaan
penerbangan dalam negeri dikenakan berdasarkan ketentuan perpajakan secara umum.

A. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada Perusahaan


Pelayaran Dalam Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajak adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan
baik di Indonesia maupun di Luar Negeri. Objek pajak ini adalah penghasilan berupa
imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dalam negeri, baik dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, baik dari pengangkutan orang/barang termasuk
penghasilan penyewaan kapan yang dilakukan dari;
a. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia
b. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia
c. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia
d. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia

2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak


Tarif PPh ini adalah 1,2% , dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. PPh
terutang bersifat final dihitung dari tariff dikalikan dengan dasar pengenaan pajak

3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan


Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut.
a. Jika penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter dengan
pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib:
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan
2) Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran dalam
negeri kepada pihak yang menerima penghasilan dengan menggunakan bukti
pemotongan PPh yang tersedia;
3) Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke kas Negara melalui kantor pos atau bank
persepsi selambat-lambatnya 10 hari bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
dengan menggunakan SSP.
4) Melaporkan pajak yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran,
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 dilampiri SSP dan
Bukti Pemotongan PPh pelayaran dalam negeri
b. Jika penghasilan diperoleh selain dari huruf a, WP perusahaan pelayaran dalam negeri
wajib;
1) Menyetor PPh terutang ke kas Negara melalui kantor pos atau bank persepsi
selambat-lambatnya 15 hari bulan berikutnya setelah bulan pembayaran dengan
menggunakan SSP.
2) Melaporkan pajak yang disetor ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterima, dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 dilampiri SSP

Pajak yang dibayar diluar negeri dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang
berdasarkan untuk masing-masing Negara setinggi-tingginya 1,2% dari penghasilan yang
diterima di luar negeri tersebut. WP yang juga menerima penghasilan lain akan dikenakan
PPh berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.

B. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/ Terutang kepada Perusahaan


Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib Pajak ini adalah perusahaan pelayaran dan penerbangan yang berkedudukan di luar
negeri dan melakukan usaha melalui BUT di Indonesia. Sedangkan Objek pajak ini
adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima perusahaan pelayaran dan penerbangan
luar negeri terkait pengangkutan orang/barang termasuk carter.

2. Tarif dan dasar pengenaan pajak


Tarif PPh ini adalah 2,64% , dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. Yang
tidak termasuk dalam imbalan ini adalah imbalan pengangkutan orang/barang dari luar
negeri ke pelabuhan di Indonesia.

3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan


Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut.
a. Jika penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter, pihak yang
mencarter wajib:
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan
2) Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran/
penerbangan luar negeri kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan;
3) Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke kas Negara melalui kantor pos atau bank
persepsi selambat-lambatnya 10 hari bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
dengan menggunakan SSP.
4) Melaporkan pajak yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran,
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 dilampiri SSP dan
Bukti Pemotongan atas PPh pelayaran/penerbangan dalam negeri
b. Penghasilan diperoleh selain dari perjanjian carter, WP perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri wajib;
1) Menyetor PPh terutang ke kas Negara melalui kantor pos atau bank persepsi
selambat-lambatnya 15 hari bulan berikutnya setelah bulan pembayaran dengan
menggunakan SSP.
2) Melaporkan pajak yang disetor ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya penghasilan, dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 dilampiri SSP
Jika wajib pajak juga menerima penghasilan lain, atas penghasilan lain tersebut
dikenakan PPh berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.

C. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada Perusahaan


Penerbangan Dalam Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajak adalah perusahaan penerbangan yang berkedudukan di Indonesia yang
memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter. Objek pajak ini adalah
penghasilan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan penerbangan dalam
negeri berdasarkan perjanjian carter.

2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak


Tarif PPh ini adalah 1,8% , dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. PPh
terutang bersifat final dihitung dari tarif dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. PPh
yang telah dibayarkan merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan dari
total PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak yang bersangkutan.

3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan


Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter sepanjang
pencarter adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri. Atas pemotongan tersebut
pencarter wajib:
a. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan dengan menggunakan Bukti Pemotongan PPh atas penghasilan yang
terutang kepada perusahaan penerbangan dalam negeri;
b. Menyetor PPh yang telah dipotong ke kas Negara melalui Kantor pos atau bank
persepsi selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
dengan menggunakan SSP;
c. Melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15.

2.4 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERSIFAT FINAL


PASAL 4 AYAT (2) UU PPh
Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi:

1. Penghasilan bunga deposito/tabungan yang ditempatkan di dalam negeri dan yang


ditempatkan di luar negeri, dikonto SBI, dan jasa giro;
2. Transaksi penjualan obligasi dan surat berharga Negara;
3. Bunga/diskonto obligasi dan surat berharga Negara;
4. Hadiah undian;
5. Persewaan tanah dan bangunan
6. Jasa konstruksi, meliputi perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, dan
pengawasan konstruksi;
7. Wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
8. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota WP orang pribadi;
9. Deviden yang diterima WP orang pribadi dalam negeri.

A. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan
nomor 51/KMK.04/2001.

1. Pengertian
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan “deposit on call”, yang diterbitkan oleh bank.
Sedangkan tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro.

2. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib Pajak untuk PPh ini adalah orang/badan dalam dan luar negeri serta bentuk usaha
tetap yang menerima penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto
sertifikat Bank Indonesia. Objek pajaknya adalah penghasilan berupa bunga atas deposito
dan tabungan serta diskonto SBI.

3. Tarif dan Dasar Pengenaan

Wajib Pajak Tarif Dasar Pengenaan Pajak

Jumlah bruto bunga


deposito dan tabungan serta
WP dalam negeri dan BUT 20%
diskonto sertifikat Bank
Indonesia
20% atau sesuai tarif Jumlah bruto bunga
berdasarkan persetujuan deposito dari tabungan serta
WP luar negeri selain BUT
penghindaran pajak diskonto sertifikat Bank
berganda Indonesia

4. Pemotong PPh
Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonton SBI adalah;
a. Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
b. Cabang bank luar negeri di Indonesia.
c. Bank Indonesia.
d. Dana pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat BI kepada pihak lain yang
bukan bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh
Menteri Keuangan.

5. Dikecualikan dari Pemotongan PPh


Pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonton SBI tidak dilakukan
terhadap:
a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, sepanjang jumlahnya tidak melebihi
Rp. 7.500.000;
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 UU No. 11
Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan
sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk dihuni sendiri.

Ketentuan pengenaan PPh PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonton SBI tidak
berlaku terhadap orang pribadi subjek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1
tahun pajak, termasuk bunga dan diskonto, tidak melebihi PTKP. Orang dengan kriteria tersebut
dapan mengajukin permohonan restitusi yang telah dipotong PPh final.
B. Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 282/KMK.04/1997.

1. Pengerian
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga
kurang dari 90% dari harga pada saat penawaran umum perdana. Yang termasuk dalam
pengertian saham pendiri adalah:
a. Saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah
penawaran umum perdana,
b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.

Tidak Temasuk saham pendiri adalah:

a. Saham yang diperoleh pendiri dari pembagian deviden dalam bentuk saham,
b. Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana yang berasal dari
pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi,
konversi, dan efek konversi lainnya,
c. Saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksa dana.

2. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Objek pengenaan pajak ini adalah transaksi penjualan saham di BEI. Subjek pajak ini
adalah orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

3. Tarif dan Dasar Pengenaan


Jenis Transaksi Tarif Dasar Pengenaan Pajak
Semua transaksi penjualan 0,1% Jumlah bruto nilai transaksi
saham penjualan
Transaksi pemilik saham 0,1% dan tambahan 0,5% Jumlah bruto nilai transaksi
sendiri penjualan, kecuali penjualan
saham pendiri oleh
perusahaan modal ventura
atas penyertaan modal
kepada perusahaan
pasangan usahanya

4. Tata Cara Pelunasan


Pelunasan pajak atas transaksi penjualan saham di bursa efek dilakukan dengan
pemungutan/pemotongan oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek
pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Penyetoran pajak dilakukan oleh
pemotong paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya
transaksi penjualan saham. Pelaporan dilakukan paling lambat pada tanggal 25 bulan
berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham.

C. Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi

Pajak penghasilan atas bunga obligasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.011/2012.

1. Pengertian
Obligasi adalah surat utang dan surat utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 12
bulan. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan diperoleh pemegang Obligasi
dalam bentuk bunga atau diskonto.

2. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajak dari PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri
serta bentuk usaha tetap yang menerima bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.
Objek pajak ini adalah penghasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.

3. Tarif dan Dasar Pegenaan


Tarif dan dasar pengenaan PPh atas bunga obligasi adalah:
PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.
Jenis Dasar Pengenaan
Wajib Pajak Tarif
Bunga/Diskonto Pajak
Bunga Obligasi - WP dan negeri - 15% Jumlah bruto bunga
dengan kupon dan BUT - 20% atau sesuai sesuai dengan masa
- WP luar negeri tariff berdasarkan kepemilikan
selain BUT persetujuan obligasi
penghindaran
pajak berganda
Diskonto obligasi - WP dan negeri - 15% Selisih lebih harga
dengan kupon dan BUT - 20% atau sesuai jual atau nilai
- WP luar negeri tariff berdasarkan nominal di atas
selain BUT persetujuan harga perolehan
penghindaran obligasi tidak
pajak berganda termasuk bunga
berjalan
Diskonto obligasi - WP dan negeri - 15% Selisih lebih harga
tanpa bunga dan BUT - 20% atau sesuai jual atau nilai
- WP luar negeri tariff berdasarkan
nominal di atas
selain BUT persetujuan harga perolehan
penghindaran obligasi tidak
pajak berganda termasuk bunga
berjalan
Bunga dan diskonto WP reksa dana - 5% (tahun 2014 Selisih lebih harga
obligasi yang terdaftar pada s.d. 2020) jual atau nilai
Badan Pengawas - 10% (tahun 2021 nominal
Pasar Modal dan dan seterusnya)
Lembaga
Keuangan

4. Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi adalah:
a. Penerbit obligasi atau custodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk atas bunga
dan diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo
Bunga obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat
jatuh tempo obligasi;
b. Perusahaan efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantata dan pembeli, atas
bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.

5. Dikecualikan dari Pemotongan PPh


Pemotongan PPh atas bunga obligasi tersebut tidak berlaku apabila penerima penghasilan
bunga obligasi adalah:
a. WP dana pensiun yang pendiriannya atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
Penghasilan bunga obligasi yang diterima oleh WP ini tidak dikenal PPh.
b. WP bank yang didirikan di Indoensia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
Penghasilan bunga obligasi yang diterima oleh WP ini dikenal PPh umum
sebagaimana diatur dalam UU PPh.

D. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 132 tahun 2002 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor
Kep.395/PJ/2001. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh melalui undian. Hadiah undian dibedakan dengan hadiah lainnya seperti
hadiah perlombaan dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan hokum yang menerima hadiah undian. Objek pajak
adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun (uang, barang,
atau menginap dihotel). Yang tidak termasuk hadiah undian dikenakan pajak yaitu hadiah
langsung dalam penjualan barang /jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeliakhir tanpa
undian dan hadiah yang diterima langsung oelh konsumen akhir pada saat pembelian
barang/jasa.

Besarnya tarif PPh adalah 25%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto hadiah undian. PPh
terutang bersifat final dihitungsebesar tarif dikali dasar pengenaan pajak.

Pemungut PPh hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang pribadi atau badan,
kepanitiaan, organisasi, maupun penyelenggara dalam bentuk apapun yang telah mendapatkan
izin dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha yang menjual barang/jasa yang memberikan
hadiah dengan cara diundi, misalnya bank dan sebagainnya. Pemungut wajib menyetorkan pajak
yang telah dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
dan melaporkan ke kantor pelayanan pajak setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak
berakhir.

E. Pajak Penghasilan atas PersewaanTanah dan/atau Bangunan

Di atur dalam peraturan pemerintah nomor 5 tahun 2002, keputusan Menteri keuangan
no.120/KMK.03/2002, keputusan dirjen pajak no.KEP-227/PJ/2002. Sewa atas tanah dan
bangunan yang dimaksud adalah persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah,
rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, ruko, Gudang
dan industry.

Wajib pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari sewa tanah dan/atau bangunan. Objek pajaknya adalah penghasilan dari persewaan tanah
atau bangunan berupa rumah, toko, rusun, apartemen dan sebagainya.

Besarnya tarif yang diberikan yaitu 10%. Dasar pngenaan pajak adalah jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan. PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikali dasar
pengenaan pajak.

Cara pemotongan dan pelaporan:

a. Atas penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan yang diterima atau diperoleh dari
penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai pemotong pajak, wajib potong pajak oelh
penyewa.
b. Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, PPh yang terutang wajib dibayar
sendiri oelh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan.
Pemotong wajib menyetor pajak yang telah dipotong ke bank persepsi atau kantor pos paling
lambat tanggal 10 dibulan berikutnya dan wajib melaporkan ke kantor pelayanan pajak
paling lambat tanggal 20 dibulan berikutnya setelah diserahkan.

F. Pajak penghasilan atas usaha jasa konstruksi

Diatur dalam PP No 51 tahun 2008 yang disempurnakan dalam PP No 40 tahun 2009 dan
Peraturan Menteri kuangan No187/PMK.03/2008. Jasa konstruksi adalah layanan jasa
konsultasi perencaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
dan layanan jasa konsultasi pengawas pekerjaan konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah
keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencaan dan/atau pelaksaan beserta
pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal dan tata lingkungan
masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik
lain. Pelaksana kontruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang professional dibidang pelaksaan jasa konstruksi. Pengawas konstruksi
adalah pemberian jasa oleh orang pribadi badan yang dinyatakan ahli dan profesioanl
dibidang pengawasan jasa konstruksi. Pengguna jasa adalah oaring pribadi atau badan
termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah
orang pribadi atau badan termasuk usaha tetap, yang kegiatannya menyediakan layanan jasa
konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana, dan pengawas konstruksi maupun
subnya. Nilai kontrak jasa adalah nilai yang tercantum dalam kontrak jasa konstruksi secara
keseluruhan.

Wajib pajak ini adalah penyedia jasa konstruksi, yaitu orang pribadi atau badan termsuk
bentuk usaha tetap yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Objek
pajaknya adalah jasa berupa perencanaan konstruksi, pelaksaan konstruksi dan pengawas
konstruksi.

Tarif dan dasar pengenaan pajak atas jasa konstruksi:

Jenis konstruksi Wajib pajak Tarif


Pelaksaan Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 2%
Pelaksaan Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 4%
Pelaksaan Penyedia jas aselain dua diatas 3%
Perencaan atau pengawasan Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha 4%
Perencaan atau pengawasan Penyedia usaha yang tidak memiliki kualifikasi usaha 6%
Besarnya dasar pengenaan pajak adalah:

a. Jumlah pembayaran tidak termasuk PPN dalam hal ini PPh dipotong oleh pengguna jasa.
b. Jumlah penerimaan pembayaran tidak termasuk pajak pertambahan nilai dalam halPPh
disetor sendiri oleh penyedia jasa.
Pemotongan, penyetoran dan pelaporan

a. PPh yang dipotong oleh pengguna jasa disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri keuangan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
dilakukan pemotongan.
b. PPh yang disetorkan sendiri oleh penyedia jasa disetorkan ke kas negara melalui kantor
pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri keuangan paling lama tanggal 15 bulan
berikutnya setelah penerima pembayaran dalam hal pengguna jasa bukan pemotong jasa.
c. Pembayaran PPh dilakukan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain.
d. Pemotong pajak memberikan tanda bukti pemotongan kepada penyedia jasa yang
dipotong PPh setiap pemotongan.
e. Pengguna jasa atau penyedia jasa yang melakukan pemotongan PPh wajib
menyampaikan surat pemberitahuan masa paling lama 20 hari setelah bulan dilakukannya
pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.
f. Pajak yang dibayar/ terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh penyedia jasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang
berdasarkan ketentuan UU PPh.
g. Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dari luar usaha jasa
konstruksi dikenakan tarif berdasarkan UU PPh.

G. Pajak penghasilan atas pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan

Diatur dalam PP No48 tahun 1994 diubah terakhir dengan PP No 34 tahun 2016 tentang Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan dan perjanjian pengikatan
jual beli atas tanah dan bangunan beserta perubahannya.

Pengalihan hak atas tanah dan bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara pihak yang terkait.
Perjanjian pengikatan jual beli tanah dan bangunan beserta perubahannya meliputi:

a. Pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat
pertama kali ditandatangani
b. Pihak pembeli yang namanya dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya
perubahan atau adendem perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak
pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

Wajib pajak PPh ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan
bangunan. Objek PPh ini adalah penghasilan yang diperoleh/diterima orang pribadi atau badan
karena pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah
dan bangunan.
Tarif PPh pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah
dan bangunan adalah:

a. Sebesar 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan atas tanah dan bangunan selain
pengalihan hak atas tanah dan bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun
sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan
ha katas tanah dan bangunan.
b. Sebesar 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan bangunan berupa
rumah sederhana dan rumah susun sedderhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang
usahanya melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan
c. Sebesar 0% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada pemerintah, badan
usaha, milik negara yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha
daerah yang mendapatkan penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum.

Dasar pengenaan pajak untuk PPh atas pengalihan hak dan bangunan adalah nilai pengalihan
atas tanah dan bangunan yaitu:

a. Nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal ini kepada pemerintah.
b. Nilai menurut risalah lelang, dalam hal ini pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang
(verdu reglement staatblad tahun 1908 No 189 beserta perubahannya).
c. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal ini pengalihan hak atas tanah
dan bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa
d. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal ini pengalihan hak atas tanah
dan bangunan dilakukan melalui jual beli dipengaruhi hubungan istimewa.
e. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal ini
pengalihan hak atas tanah dan bangunan dilakukan melalui tukar-menukar, pelepasan hak
penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati kedua pihak.

Dasar pengenaan pajak untuk PPh atas perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan
bangunan adalah jumlah bruto, yaitu:
a. Nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
b. Nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi hubungan istimewa.

Pemungutan, penyetoranm, dan pelaporan

a. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan bangunan, wajib menyetorkan sendiri PPh yang terutang ke bank
persepsi atau kantor pos sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan tau risalah
lelang ditandatangani oleh pejabat berwenang dengan menggunakan surat setoran pajak
(SSP) dan pada SSP wajib dicantumkan.
1. Nama, alamat, NPWP pihak yang mengalihkan orang pribadi atau badan yang
bersangkutan
2. Lokasi tanah atau bangunan yang dialihkan
3. Nama pembeli
b. Orang pribadi yang nilai pengalihannya tidak lebih dari Rp60.000.000 tetapi penghasilan
lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh final selambat-lambatnya pada
akhir tahun pajak yang bersangkutan.
c. Bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke bank
persepsi atau kantor pos denagn menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukar-
menukar dilaksanakan kepada orang pribadi atau badan.
d. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri pajak penghasilan, wajib
menyampaikan surat pemberitahuan masa paling lama 20 bulan berikutnya setelah
dilakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan atua diterimanya pembayaran.
e. Pejabat yang melakukan pembayaran atau yang menyetujui tukar menukar yang
melakukan pemungutan pajak penghasilan wajib menyampaikan SPM paling lama
tanggal 20 bulan berukutnya setelah dilakukan pengalihan tanah dan bangunan atau
penerimaan pembayaran.
Dikecualiakan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak penghasilan

a. Orang pribadi yang memiliki penghasilan dibawah penghasilan tidak kena pajak.
b. Orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan bangunan dengan cara
hibah kepada keluarga sedarah.
c. Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan bangunan dengan cara hibah
kepada badan agama, badan Pendidikan, badan sosial yang ketentuannya diatur oleh
menteri keuangan sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha.
d. Pengalihan harta berupa tanah dan bangunan karena warisan.
e. Badan yang melakukan pengalihan berupa tanah dan bangunan dalam rangka
penggabungan yang telah ditetapkan Menteri keuangan untuk menggunakan nilai buku.
f. Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam
rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau
pemanfaatan barang milik negara.
g. Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan
harta berupa tanah dan bangunan.

H. Pajak penghasilan atas Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi

Diatur dalam PP no 15 tahun 2009 dan Peraturan Menteri keuangan no 112 tahun 2010.
Penghasilan berupa Bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima
anggota koperasi dari dana yang disimpan anggota koperasi.

Wajib pajaknya adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang memiliki simpanan dan
menerima bunga. Objek pajaknya adalah bunga simpanan yang diterima anggota. Besarnya tarif
adalah: a. sebesar 0% berupa Bungan simpanan sampai Rp240.000 perbulan, b. sebesar 10% dari
jumlah bruto untuk penghasilan bunga simpanan lebih dari Rp240.000 perbulan.

Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak diatur sebagai berikut:

a. Koperasi yang membayarkan bunga simpanan kepada anggotanya wajib melakukan


pemotongan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Koperasi sebagai pemotong pajak wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh pasal
4 ayat 2.
c. PPh yang telah dipotong oleh koperasi, wajib disetorkan ke kas negara melalui kantor pos
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri keuangan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir menggunakan SSP.
d. Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran pajak
penghasilan paling lama 20 hari setelah pajak final.

I. Pajak penghasilan atas deviden yang diminta oleh wajib pajak orang pribadi

Diatur dalam PP No 19 tahun 2009 dan peraturan Menteri keuangan no 111 tahun 2010. Wajib
pajak di sini adalah orang pribadi dalam negeri sebagai pemegang saham suatu perseroan,
pemegang polis, dan anggota koperasi yang menerima sisa hasil usaha. Objek pajaknya adalah
deviden. Besarnya tarif pajak yang diterima wajib pajak orang pribadi adalah 10% dari jumlah
bruto deviden.

Cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak diatur sebagai berikut:

a. Pengenaan PPh atas deviden ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang
membayar atau yang ditunjuk selaku pembayar deviden.
b. Pemotongan dilakukan pada saat deviden disediakan untuk dibayar.
c. Pemotong PPh wajib memberikan tanda bukti kepada wajib pajak.
d. Pemotong PPh wajib menyetor PPh ke kas negara.
e. Pemotong PPh wajib melaporkan dan menyetorakan ke kantor pelayanan pajak paling
lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
BAB III

KESIMPULAN

Pajak Penghasilan (PPh) dapat dikelompokkan menjadi PPh yang bersifat final dan tidak final.
Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar
pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan.
Penghasilan yang dikenakan pajak final adalah sebagai berikut:

1. PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima/diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu.
2. PPh pasal 15 UU PPh untuk usaha tertentu.
3. PPh pasal 4 ayat (2) UU PPh.

Pajak final terdiri dari:

1. Penghasilan wajib pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri.
2. Hadiah undian.
3. Bunga obligasi.
4. Usaha jasa kontruksi.
5. Bunga simpanan anggota koperasi.
6. Diskonto obligasi.
7. Persewaan tanah dan bangunan.
8. Penyaur/dealer.
9. Penghasilan wajib pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau penerbangan luar
negeri.
10. Penghasilan wajib pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia.
11. Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun atas beban APBN/APBD yang
diterima pejabat negara, PNS, anggota TNI, Polri, dan pensiunan.
12. Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehubungan dengan
berakhirnya masa perjanjian.
13. Penjualan saham milik perusahaan modal ventura.
14. Dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai