Anda di halaman 1dari 17

1.

Kebijakan Pemerintah
Program Adiwiyata adalah program pengelolaan lingkungan hidup di sekolah. Program ini merupakan
tindak lanjut dari Kesepakatan Bersama antara Menteri Negtara Lingkungan Hidup dengan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor Kep. 07/MENLH/06/2005 dan Nomor 05/VI/KB/2005 tentang Pembinaan
dan Pengembangan Lingkungan Hidup.

Sekolah Adiwiyata adalah sekolah yang telah menerapkan sistem dengan maksud untuk mewujudkan
warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Program Adiwiyata
sendiri telah dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan berlanjut oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bertujuan untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya
lingkungan hidup melalui kegiatan pembinaan, penilaian dan pemberian penghargaan Adiwiyata kepada
sekolah. Pedoman pelaksanaan program Adiwiyata diatur dalam Peraturan Menteri LH Nomor 5 Tahun
2013.

Dilain pihak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Adiwiyata, belum dapat menjawab kendala yang dihadapi daerah, khususnya bagi
sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Hal tersebut terutama kendala dalam

penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen
dan penilaian fisik . Dari kendala tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk dilakukan penyempurnaan
Buku Panduan Pelaksanaan Program Adiwiyata 2012 dan sistem pemberian penghargaan yang tetap
merujuk pada kebijakankebijakan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud.
Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa terbebani,
karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar Pendidikan Nasional sebagaimana
dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan
dalam 8 standar pengelolaan pendidikan.
Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang
peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumberdaya manusia yang
memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan di daerah.

Di Indonesia, tujuan mulia dari pendidikan lingkungan hidup ini ternyata tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Tahun 1977 LIPI membentuk Tim Pendidikan Nasional yang terdiri dari Tim untuk Pendidikan
Formal (Prof. Dr. Soedjiran Resosudarmo) dan Tim untuk Pendidikan Nonformal (Dr. Setiati Sastrapraja).
Pada tahun 1982 dilakukan uji coba terhadap 15 SD negeri/swasta serta Pelaksanaan Program Pendidikan
Lingkungan Hidup (PLH) melalui proyek perintis SD, SMP, SMA. Namun, uji coba ini mengalami kegagalan
karena belum menjangkau semua guru, kurangnya buku untuk guru dan murid serta penilaian
pengembangan affective domain belum merupakan bagian dari sistem penilaian hasil pendidikan di
sekolah.

Untuk menyikapi masalah tersebut dan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman lingkungan
hidup kepada peserta didik dan masyarakat, maka tanggal 3 Juni 2005 ditandatangani Kesepakatan
Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional. Berdasarkan
kesepakatan tersebut, maka pendidikan lingkungan harus berdasarkan konsep dasar makna lingkungan
hidup. Untuk merealisasikan kesepakatan ini maka tanggal 21 Februari 2006 dicanangkan program
Adiwiyata. Program Adiwiyata ini adalah sebagai salah satu strategi pemberian pendidikan lingkungan yang
dilakukan pemerintah dengan maksud agar tercipta sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.

Penghargaan Adiwiyata
Pada dasarnya program Adiwiyata tidak ditujukan sebagai suatu kompetisi atau lomba. Penghargaan
Adiwiyata diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada sekolah yang mampu melaksanakan upaya
peningkatan pendidikan lingkungan hidup secara benar, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Penghargaan diberikan pada tahapan pemberdayaan (selama kurun waktu kurang dari 3 tahun) dan
tahap kemandirian (selama kurun waktu lebih dari 3 tahun).

Pada tahap awal, penghargaan Adiwiyata dibedakan atas 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Sekolah Adiwiyata adalah, sekolah yang dinilai telah berhasil dalam melaksanakan Pendidikan
Lingkungan Hidup.
2. Calon Sekolah Adiwiyata adalah. Sekolah yang dinilai telah berhasil dalam Pengembangan Pendidikan
Lingkungan Hidup.

Pada tahun 2007 kuesioner yang diterima oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dari seluruh
Indonesia sebanyak 146 sekolah yang berasal dari 17 propinsi. Setelah melalui tahaptahap seleksi
penilaian, maka ditetapkanlah 30 sekolah sebagai calon model sekolah Adiwiyata tahun 2007.
Sedangkan 10 sekolah yang telah terseleksi sebelumnya di tahun 2006 (meliputi ruang lingkup Pulau
Jawa) ditetapkan sebagai sekolah penerima penghargaan Adiwiyata sesuai dengan kategori
pencapaiannya.

Tata Cara Pengusulan Calon Penerima

Setiap Sekolah dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah sebagai calon Sekolah Adiwiyata sesuai dengan
kuota yang ditetapkan oleh Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Pengajuan calon sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan mengisi kuesioner dan menyertai
lampiran yang diperlukan sesuai dengan formulir yang telah disediakan oleh Kantor Negara Lingkungan
Hidup.
Calon sekolah Adiwiyata dan sekolah Adiwiyata akan diteliti lebih lanjut oleh Dewan Pertimbangan
Adiwiyata. Penerima penghargaan calon dan sekolah Adiwiyata ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup.

Mekanisme Penilaian Program Adiwiyata


Pada dasarnya peluang mengikuti program Adiwiyata terbuka bagi seluruh sekolah di tanah air
Indonesia. Mengingat keterbatasan yang ada dan kepentingan dari semua pihak terkait, maka dalam
proses seleksi dan peni laian, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh berbagai pihak,
antara lain: Pemerintah Daerah setempat (dalam hal ini dikoordinir oleh BPLHD/Bapedalda Propinsi),
bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan
pihak swasta lainnya.
Tim Penilai Adiwiyata pun terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yaitu: Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional, LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Jaringan
Pendidikan Lingkungan, Perguruan Tinggi, Swasta dll. Sedangkan Dewan Pengesahan Adiwiyata terdiri
dari Pakar Lingkungan, Pakar Pendidikan Lingkungan, wakil dari Perguruan Tinggi dan lain sebagainya.

Menciptakan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat sejak dini di sekolah merupakan cara
terbaik dalam mewujudkan budaya cinta lingkungan. Hal ini karena siswa adalah pemimpin masa
depan, perencana, pembuat kebijakan dan pendidik lingkungan di masa depan. Pada tahun 1996
Kementerian Negara Lingkungan Hidup melakukan kesepakatan kerjasama dengan Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Kesepakatan dilakukan dalam mewujudkan pendidikan lingkungan
hidup di sekolah dengan menyusun program-program kerja yang saling mendukung satu sama lain,
bukan program kerja yang tumpang tindih antara kedua bidang tersebut. Isi dari kerjasama selalu
diperbarui sesuai kebutuhan perkembangan pendidikan dan pengetahuan. Pembaruan isi kerjasama
pertama kali dilakukan di tahun 2005, pembaruan tersebut berisi tentang awal mula pengembangan
pendidikan lingkungan hidup melalui Program Adiwiyata di sekolah.

Program adiwiyata sendiri disusun dengan tujuan menciptakan lingkungan hijau di sekolah. Program
disusun dengan pedoman pengembangan program adiwiyata yang berubah–ubah pasca pembaruan isi
kerjasama tahun 2005, dari Permen Lingkungan Hidup No.2 Tahun 2009 sampai pedoman adiwiyata
yang telah disesuaikan dengan kebutuhan sekarang ini yaitu Permen Lingkungan Hidup No.5 Tahun
2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata. Dalam permen terbaru telah tertuang
berbagai kriteria dan pedoman pelaksanaan program adiwiyata yang dianjurkan untuk diterapkan di
seluruh sekolah pada semua tingkatan jenjang pendidikan. Komponen kriteria program Adiwiyata
dalam Permen tersebut antara lain 1) Kebijakan Berwawasan lingkungan., 2) Pelaksanaan kurikulum
berbasis lingkungan., 3) Kegiatan lingkungan berbasis partisipasif., dan 4) Pengelolaan sarana
pendukung ramah lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2013).
Pembelajaran Lingkungan Hidup di Sekolah
Sebenarnya sejak tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan sudah dimasukkan
ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya materi pelajaran pendidikan kependudukan dan
lingkungan hidup (PKLH). Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke
dalam semua mata pelajaran.

Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian materi
tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem
kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan
hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai
pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional
bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan. Di tahun 1996 terbentuk Jaringan
Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap
pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam
pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.

Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996
tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996.
Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud
juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup
di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, peringatan bulan bakti lingkungan,
penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara
itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui
kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan
seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli
2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama
nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan
pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa
pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.

Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan
lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut: Pendidikan lingkungan Hidup
(environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia
yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan
dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku,
motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif , untuk
dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru
[UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)].

PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk
membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya
sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode
yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu
dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan
nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the
fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah.

C. Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai Muatan Lokal


Tahun 2005 tanggal 3 Juni, juga telah terjadi kesepakatan bersama antara MENLH dan
MENDIKNAS bertepatan dengan perayaan Pekan Lingkungan Hidup Indonesia. Tahun 2006
KLH ( Kementrian Lingkungan Hidup) mencanangkan program ADIWIYATA dan menyusun
panduan dalam bentuk Garis - Garis Besar Materi (BGIM) Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
untuk jenjang Sekolah Dasar, SMP dan SMA.

Terakhir pada tahun 2007 terbit Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Muatan LokalPendidikan Lingkungan Hidup. Peraturan
Gubernur Jawa Barat ini seiring dengan penerbitan Buku Panduan Materi Lingkungan Hidup
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Saat ini di Kota Sukabumi sudah hampir seluruh
sekolah menjadikan PLH sebagai salah satu muatan lokal.

A. Gambaran Umum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia.

Pada awalnya penyelenggaraan PLH di Indonesia dilakukan oleh Institut Keguruan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Jakarta pada tahun 1975. Pada tahun 1977/1978 rintisan Garis‐garis
Besar Program Pengajaran Lingkungan Hidup diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta.
Pada tahun 1979 di bawah koordinasi Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan
dan Lingkungan Hidup (Meneg PPLH) dibentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai
perguruan tinggi negeri dan swasta, dimana pendidikan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL mulai dikembangkan). Sampai tahun 2010, jumlah PSL yang menjadi
Anggota Badan Koordinasi Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) telah berkembang menjadi 101
PSL. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman Pendidikan
Nasional (Ditjen Dikdasmen Depdiknas), menetapkan bahwa penyampaian mata ajar
tentang kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam kurikulum
tahun 1984 dengan memasukan materi kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam
semua mata pelajaran pada tingkat menengah umum dan kejuruan. Tahun 1989/1990
hingga 2007, Ditjen Dikdasmen Depdiknas, melalui Proyek Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) melaksanakan program Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup; sedangkan Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) mulai dikembangkan
pada tahun 2003 di 120 sekolah. Sampai dengan berakhirnya tahun 2007, proyek PKLH
telah berhasil mengembangkan SBL di 470 sekolah, 4 Lembaga Penjamin Mutu (LPMP) dan
2 Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG).

Prakarsa Pengembangan Lingkungan Hidup juga dilakukan oleh LSM. Pada tahun
1996/1997 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan yang beranggotakan LSM yang
berminat dan menaruh perhatian terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup. Hingga tahun
2010, tercatat 150 anggota Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL, perorangan dan lembaga)
yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.
Sedangkan tahun 1998 – 2000 Proyek Swiss Contact berpusat di VEDC (Vocational
Education Development Center) Malang mengembangkan Pendidikan Lingkungan Hidup
pada Sekolah Menengah Kejuruan melalui 6 PPPG lingkup Kejuruan dengan melakukan
pengembangan materi ajar PLH dan berbagai pelatihan lingkungan hidup bagi guru‐guru
Sekolah Menengah Kejuruan termasuk guru SD, SMP, dan SMA.

Pada tahun 1996 disepakati kerjasama pertama antara Departemen Pendidikan Nasional
dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, yang diperbaharui pada tahun 2005 dan tahun
2010. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tahun 2005, pada tahun 2006 Kementerian
Lingkungan Hidup mengembangkan program pendidikan lingkungan hidup pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah melalui program Adiwiyata. Program ini dilaksanakan di 10
sekolah di Pulau Jawa sebagai sekolah model dengan melibatkan perguruan tinggi dan LSM
yang bergerak di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup.

Sejak tahun 2006 sampai 2011 yang ikut partisipasi dalam program Adiwiyata baru
mencapai 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia,
diantaranya yang mendapat Adiwiyata mandiri : 56 sekolah, Adiwiyata: 113 sekolah, calon
Adiwiyata 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata mencapai 272
Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia. Dari keadaan tersebut di atas, sebarannya
sebagaian besar di pulau Jawa, Bali dan ibu kota propinsi lainnya, jumlah/ kuantitas masih
sedikit, hal ini dikarenakan pedoman Adiwiyata yang ada saat ini masih sulit
diimplementasikan.

Dilain pihak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata, belum dapat menjawab kendala yang dihadapi
daerah, khususnya bagi sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Hal tersebut
terutama kendala dalam penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan
kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen dan penilaian fisik . Dari kendala tersebut diatas,
maka dianggap perlu untuk dilakukan penyempurnaan Buku Panduan Pelaksanaan Program
Adiwiyata 2012 dan sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada
kebijakankebijakan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud.
Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak
merasa terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar
Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar pengelolaan
pendidikan.

Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya


peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan
mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan
ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di daerah.

Salah satu persyaratan menuju sekolah Adiwiyata mandiri menurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indinesia Nomor 05 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Adiwiyata, bahwa sekolah yang akan menuju Adiwiyata Mandiri, harus memiliki minimal
10 (sepuluh) sekolah imbas yang memenuhi kriteria adiwiyata kabupaten ketapang/kota. Salah
satu langkah awal ketiga sekolah ini, melaksanakan sosialisasi Adiwiyata ke sekolah-sekolah
binaan masing-masing.

2. PERMASALAHAN DAN UPAYA PENEGNDALIAN

https://www.researchgate.net/publication/31095
4296_EVALUASI_PENGEMBANGAN_KEGIATAN_BER
BASIS_PARTISIPATIF_PADA_PROGRAM_ADIWIYA
TA_DI_SMP_MUHAMMADIYAH_YOGYAKARTA_Eval
uation_Of_Development_Activities_Based_Particip
atory_On_Adiwiyata_Program_In_Muhammadiyah

Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,

Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan

Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang

Malang, 26 Maret 2016

692

(2016) mengungkapkan bahwa hasil penelitian yang terkait evaluasi program Adiwiyata di

SMA Klaten diperoleh sekolah berhasil melaksanakan program Adiwiyata dengan cukup

baik, tetapi masih dijumpai beberapa kendala yang dihadapi.

Adapun kendala yang dihadapi adalah kurangnya kerjasama dan kurangnya personel dalam
pemeliharaan sarana. Selanjutnya menurut Landryani (2014) bahwasanya masih dijumpai berbagai
situasi permasalahan yang menghambat pelaksanaan adiwiyata, seperti satuan tugas yang tidak tepat
waktu serta ada kelompok siswa yang masih belum sadar dalam memahami konsep sekolah
berwawasan lingkungan hidup, masalah pendanaan, dan dukungan masyarakat serta instansi lain yang
masih rendah.
Masalah-masalah tersebut antara lain, masih dijumpai guru yang kebingungan dalam mengintegrasikan
kurikulum berbasis lingkungan kedalam mata pelajaran yang diampu baik secara perencanaan maupun
ketika implementasi, sarana yang ada belum bisa dimanfaatkan karena ketidakpahaman atau
kebingungan guru dalam mengintegrasikan conten cinta lingkungan kedalam mata pelajaran, masih
kurangnya kesadaran untuk mencintai lingkungan sekitar, serta masih kurangnya role model yang dapat
dijadikan teladan untuk peduli terhadap lingkungan.

Pendidikan lingkungan bertujuan utuk menghasilkan peserta didik yang tidak saja mempunyai kognisi
dan sikap yang ramah lingkungan, tetapi juga membentuk kepribadian dan perilaku/budaya ramah
lingkungan sejak dini. Melalui kegiatan lingkungan yang berbasis partisipatif diharapkan mewujudkan
beberapa sasaran yaitu dapat mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah lingkungan, dan
budaya/prilaku ramah lingkungan.

Indikator evaluasi untuk melihat pengembangan kegiatan lingkungan berbasis partisipatip


dikembangkan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2013 tentang pelaksanaan
program Adiwiyata. Dalam aspek pengembangan kegiatan lingkungan berbasis partisipatif terdiri dari
tiga komponen dan dua puluh deapan sub komponen. Komponen-komponen tersebut dapat dijleaskan
sebagai berikut :

a. komponen pertama, kegiatan ekstrakulikuler/kokulikuler terdiri dari dua sub komponen yaitu a)
kegiatan ekstrakurikuler ( kegiatan yg diminati siswa : HW, KIR, DokCil, PMR, pecinta alam;
mading; b) kegiatan kokurikuler ( kegiatan pembelajaran diluar mata pelajaran ; MOS, pesantren
kilat, karya wisata, piket kebersihan, jumat bersih, lomba kebersihan, taman/toga dan lain-lain).
b. Komponen kedua, keikutsertaan sekolah pada aksi lingkungan yang dilaksanakan pihak luar
terdiri dari empat sub komponen yaitu : a) aktif mengikuti kegiatan aksi lingkungan yg
dilaksanakan pihak luar; b) kegiatan aksi lingkungan yg pernah diikuti; c) Pihak luar adalah
pemerintah, LSM lingkungan, Organisasi masyarakat, industri dan masyarakat lainnya; d)
Mendokumentasikan undangan, surat dan foto-foto kegiatan.
c. Komponen ketiga, kemitraan dengan pihak luar terdiri dari tiga sub komponen yaitu : a)
Kemitraan adalah kerjasama sekolah dengan pihak luar (pemerintah, LSM,
Ormas,Industri/swasta); b) kerjasama diarahkan pada pembinaan/ pengembangan PLH c)
Kemitraan di buktikan dengan Mou dan ada lebih dari 3 kegiatan/Mou.

Kendala ini seharusnya tidak muncul jika setiap masyarakat memiliki kesadaran yang nyata untuk
menjaga lingkungan. Menurut Ozsoy, dkk (2011), salah satu komitmen masyarakat dan pemerintah
internasional dalam menjaga bumi dari pencemaran dan kerusakan adalah melalui pelaksanaan
Pendidikan Lingkungan Hidup (Environment Education), yang merupakan kunci untuk mempersiapkan
masyarakat dengan pengetahuan, keahlian, nilai dan sikap peduli lingkungan sehingga dapat
berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah lingkungan.
Upaya yang diusahakan sekolah adalah berusaha menganggarkan pendanaan untuk melaksanakan sub
komponen yang belum terlaksana dan menanamkan komitmen yang tinggi untuk penyelenggaraan
program Adiwiyata. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan lingkungan hidup
menurut konvensi UNESCO di Tbilisi (1997) yaitu untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang
memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan peduli terhadap masalah-masalah yang terkait di
dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik
secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap
permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah
lingkungan hidup baru.

EVALUASI PENGEMBANGAN KEGIATAN BERBASIS PARTISIPATIF PADA PROGRAM ADIWIYATA DI SMP


MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Evaluation Of Development Activities Based Participatory On Adiwiyata
Program In Muhammadiyah Junior High School Yogyakarta (PDF Download Available). Available from:
https://www.researchgate.net/publication/310954296_EVALUASI_PENGEMBANGAN_KEGIATAN_BERBA
SIS_PARTISIPATIF_PADA_PROGRAM_ADIWIYATA_DI_SMP_MUHAMMADIYAH_YOGYAKARTA_Evaluation
_Of_Development_Activities_Based_Participatory_On_Adiwiyata_Program_In_Muhammadiyah
[accessed Nov 23 2017].

Pemasalahan Adiwiyata
 SAMPAH
Sampah adalah sisa hasil kegiatan manusia. Sekolah sbg tempat
berkumpulnya banyak orang dapat menjadi penghasil sampah terbesar
selain pasar,rumah, dan perkantoran. Sampah dapat dibagi menjadi 2 yaitu
:
 Sampah Organik
Sampah ini dapat diuraikan oleh tanah. Dan sampah ini berasal dari sisa
makanan,sampah kebun(rumput,daun,dan ranting).
 Sampah Anorganik
Sampah ini dapat berupa kertas,plastik,kayu,logam. Dan sampah ini butuh
waktu lama untuk bisa diuraikan oleh tanah.
Masyarakat sekolah masih banyak yang karena peduli terhadap sampah.
Pembuangan sampah sebagian besar tidak diurus dengan baik.membakar
sampah yang menumpuk dapat menyebabkan pencemaran udara.

 Cara Menanggulangi Masalah Adiwiyata


PENGELOAHAN SAMPAH
1. Berusaha mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulakan
sampah
2. Menggunakan sampah-sampah tertentu umtuk di oalah menjadi sesuatu
barang yang berguna
3. Untuk sampah yang tidak dapat di olah di kumpulan dikumpulkan ke
tempat sampah sementara selanjutnya di angkut oleh petugas TPA

3. Peran Stakeholder

Untuk menuju sekolah Adiwiyata yang berbudaya dan berwawasan lingkungan, terdapat beberapa langkah-
langkah yang harus disiapkan yang melibatkan berbagai stakeholder, baik dari tingkat pemerintah, sekolah
hingga masyarakat sekitar sekolah. Berikut beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menuju
Sekolah Adiwiyata yang berbudaya dan berwawasan lingkungan :
a. Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan mensosialisasikan Program
Adiwiyata

Perlu adanya sosialisasi dari Pemerintah Daerah kepada kepada sekolah-sekolah supaya
sekolah tersebut menjalankan program Adiwiyata. Tidak hanya berhenti disitu saja
selanjutnya Pemda memantau pelaksanaan program Adiwiyata di sekolah-sekolah tersebut
dan memberian penghargaan kepada sekolah yang telah menjalankan Program Adiwiyata,
karena dengan memberikan pengharhaan dapat memberikan semangat kepada sekolah lain
untuk mendapatkan penghargaan juga. Dengan adanya Program Adiwiyata di sekolah-sekolah
diharapkan anak bangsa menjadi berbudaya dan berwawasan lingkungan.

b. Antusias Sekolah/Kepala Sekolah untuk Melaksanakan Program Adiwiyata


yang Tinggi

Dalam pelaksanaan program Adiwiyata ini diperlukan kemauan dan semangat yang tinggi dari
Kepala Sekolah. Tugas Kepala Sekolah adalah mencari dana atau anggaran untuk berjalannya
program Adiwiyata dan mengawasi berjalannya program tersebut. Kepala sekolah memberikan
motivasi kepada warga sekolah untuk menjalankan Program Adiwiyata kemudian memberikan
penghargaan kepada warganya yang telah berhasil menjalankan program tersebut, sehingga
warga yang diberi penghargaan akan menjadi lebih semangat dan memberikan motivasi
kepada warga yang lainnya untuk mendapatkan penghargaan juga. Sehingga warga sekolah
berlomba-lomba dalam melaksanakan kegiatan yang ada didalam Program Adiwiyata.

c. Terdapat Guru yang Khusus Menangani Program Adiwiyata

Beberapa hal yang harus lakukan bagi guru yang khusus menangani Program Adiwiyata untuk
melaksanakan program Adiwiyata (Anonimus, 2010), yaitu:

1) Membentuk Tim Sekolah

Tim sekolah adalah tim yang berperan penting dalam pelaksanaan pengolaan
lingkungan di sekolah, termasuk bagaimana melibatkan semua unsur warga sekolah
menjadi penting termasuk keterlibatan aktif dari seluruh siswa. Partisipasi siswa
menjadi elemen penting. Untuk mensukseskan sekolah berbudaya dan berwawasan
lingkungan perlu dibentuk tim yang anggotanya antara lain terdiri atas:

- Kepala Sekolah

- Guru

- Siswa

- Orangtua Siswa

- Warga Sekolah (petugas kebersihan, petugas tata usaha, pengelola kantin)

- Pemerintah daerah (lurah, camat dan lain-lain)

- Masyarakat disekitar sekolah

Tim inti terdiri atas kepala sekolah, guru yang ditambah orang tua murid dan
masyarakat sekitar. Anggota inti ini melakukan pertemuan secara teratur. Anggota tim
ini kemudian menugaskan kelompok kerja yang lebih kecil untuk melaksanakan tugas
harian. Kelompok kecil ini dapat mengikutsertakan siswa.

2) Kajian Lingkungan

Kajian lingkungan sekolah berbudaya dan berwawasan lingkungan dirancang untuk


memberikan gambaran kondisi sekolah. Hasil kajian lingkungan akan
menginformasikan Rencana Aksi apa yang akan dilakukan. Selain itu, kajian lingkungan
juga akan membantu sekolah untuk menentukan perubahan apa diperlukan,
mendesak atau tidak dibutuhkan sama sekali. Ini juga akan membantu menetapkan
sasaran yang realistis serta mengukur keberhasilan yang dicapai.

Kajian lingkungan oleh tim disekolah mencakup berbagai isu lingkungan sekolah,
misalnya:

- Sampah

- Air

- Energi

- Makanan dan kantin sekolah

- Keanekaragaman hayati

Kesemua isu ini harus diamati selama kajian lingkungan dilakukan dengan
menggunakan instrumen checklist. Checklist berisi
serangkaian jawaban ”ya atau tidak”. Namun juga terdapat kolom untuk
menuliskan komentar yang kemudian dapat digunakan untuk
menambah informasi dalam penyusunan Rencana Aksi Sekolah berbudaya dan
berwawasan lingkungan. Yang perlu untuk diperhatikan adalah, bahwa setiap sekolah
harus melakukan kajian lingkungan sesuai dengan kondisi sekolah dan dengan cara
yang terbaik yang dapat dilakukan. Libatkan peserta didik sebanyak
mungkin. Kajian lingkungan dilakukan pada kurun waktu tertentu, misalnya
dilakukan tahunan atau dua tahun sekali sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Hal tersebut dilakukan untuk mengukur dan mengevaluasi kemajuan kinerja tim
sekolah.

3) Rencana Aksi

Rencana aksi menjadi inti dari program sekolah yang berbudaya dan berwawasan
lingkungan. Perencanaan ini adalah serangkaian kegiatan dan sasaran yang
dijadwalkan. Perencanaan ini juga akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan
lingkungan sebagai hasil dari kajian lingkungan yang telah dilakukan. Seperti halnya
dengan setiap tahapan dari proses Sekolah berbudaya dan berwawasan lingkungan,
siswa harus terlibat dalam menyusun Rencana Aksi sekolah.

Rencana aksi harus dikembangkan berdasarkan hasil kajian lingkungan yang telah
dilakukan sebelumnya. Kegiatan disusun dengan tujuan yang jelas, tenggat
waktu yang jelas, dan juga penanggung jawab kegiatan yang jelas. Hal tersebut
dilakuan untuk setiap tahapan kegiatan yang akan dilakukan. Selain itu, yang penting
untuk dilakukan adalah berbagai kegiatan yang akan dilakukan dengan melibatkan
siswa sedapat mungkin dikaitkan dengan kurikulum sebagai suatu bagian dari proses
pembelajaran.

Dalam penyusunan rencana aksi yang juga perlu diperhatikan adalah pastikan bahwa
sasaran yang ditetapkan realistis sesuai dengan potensi dan sumber daya yang dimiliki
dan dapat dicapai. Jangan terlalu ambisius sehingga sulit mencapai sasaran karena
kegagalan dalam memenuhi target dapat berakibat menurunkan motivasi.
Jika hasil dari kajian lingkungan mengharuskan bahwa sekolah
perlu membuat banyak sasaran yang ingin dicapai, jangan diselesaikan semuanya
sekaligus. Sebaiknya membuat suatu skala prioritas kegiatan. Prioritas kegiatan dapat
dilakukan dengan membagi sasaran ke dalam rencana jangka pendek, menengah
dan jangka panjang.

Beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dalam membuat perencaan aksi di sekolah
adalah sebagai berikut:

- Penyusunan rencana aksi berangkat dari hasil kajian lingkungan yang telah
dilakukan oleh tim lingkungan sekolah. Pilihlah topik yang sesuai dengan
prioritas kebutuhan sekolah dengan mempertimbangkan kemampuan dan tenggat
waktu yang dimiliki. Misalnya, sekolah ingin mengatasi permasalahan sampah
sebagai kegiatan utama. Maka semua sumberdaya yang dimiliki
sekolah diarahkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dan jika ada bagian
yang tidak mampu diselesaikan oleh sekolah, maka perlu dicari cara bagaimana
sekolah bekerja sama dengan pihak lain agar dapat mengatasinya. Misalnya
bekerjasama dengan dinas kebersihan dalam mengangkut sampah ke TPA.

- Menetapkan bagaimana cara mengukur tingkat keberhasilan dalam


mencapai tujuan. Siapkan instrumen yang dapat mengukur setiap capaian
program yang telah ditetapkan. Misalnya jika anda ingin mengatasi konsumsi
energi, pengukuran dapat dilakukan dengan cara mengamati tagihan listrik setiap
bulannya.
- Mendiiskusikan jangka waktu untuk setiap aktivitas. Apakah kegiatan
tersebut akan dicapai dalam jangka pendek, menengah atau jangka panjang.

- Menetapkan siapa yang akan menjadi penangggung jawab setiap


kegiatan. Sedapat mungkin kegiatan harus melibatkan siswa.

- Melakukan monitoring terhadap alokasi dana yang dibelanjakan untuk


setiap aktivitas yang dilakukan.

4) Monitoring dan Evaluasi

Untuk mengetahui apakah tim sekolah berhasil mencapai target yang tercantum
dalam Rencana Aksi atau tidak, maka harus dilakukan pemantauan dan mengukur
kemajuan yang diharapkan. Proses monitoring terus menerus akan membantu
memastikan bahwa kegiatan ini tetap berkelanjutan.
Metode monitoring yang digunakan akan tergantung pada sasaran dan
kriteria pengukuran yang telah ditetapkan di dalam Rencana Aksi untuk setiap
topik. Dalam beberapa kasus akan ada cara mudah dan akurat untuk mengukur
kemajuan, antara lain:

· Melakukan pembacaan meter dan perhitungan tagihan energi untuk


melihat perubahan kegiatan penghematan energi.

· Menimbang sampah yang terkumpul untuk didaur ulang. Penimbangan


ini dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh kegiatan pengelolaan sampah.

· Mendokumentasikan setiap tahap kegiatan sebelum, selama dan setelah


foto-foto untuk membandingkan perubahan yang terjadi di sekolah.

· Membuat daftar spesies (jika memungkinkan) sebelum dan


setelah kegiatan untuk melihat pengaruh untuk menunjukkan dampak kegiatan
terhadap keanekaragaman hayati di sekitar sekolah.

· Menggunakan kuesioner dan survei untuk mengumpulkan data kemajuan


kegiatan dengan melibatkan siswa.

· Tim sekolah juga harus memastikan bahwa:

- Hasil pemantauan diumumkan ke warga sekolah, misalnya dalam


bentuk grafik.

- Kemajuan kegiatan diumumkan di papan pengumuman Sekolah.

5) Partisipasi Warga Sekolah

Salah satu cara terbaik untuk melibatkan warga sekolah adalah untuk mengatur
kegiatan rutin dan hari-hari tertentu yang dianggap penting (action day). Pada waktu
tertentu Hari Aksi adalah kesempatan bagi semua warga di sekolah murid, guru dan
staf lain serta pihak yang berkepentingan dari masyarakat setempat, untuk bersama-
sama mencapai beberapa target yang ditetapkan dalam Rencana Aksi. Hari Aksi perlu
terencana, baik dalam hal mengalokasikan tanggung jawab dan memastikan bahwa
semua orang tahu tentang mereka. Action day penting, tetapi kegiatan rutin juga
sangat penting. Kegiatan seperti daur ulang, penghematan energi dan air hanya
berhasil jika semua orang yang terlibat.

Melibatkan masyarakat luas dalam sekolah adiwiyata sangat bermanfaat. Orang tua
siswa, masyarakat sekitar, dan pemerintah lokal dan dunia usaha dapat menjadi
referensi untuk memeperkaya informasi, pelatihan atau membantu membiayai
kegiatan. Melibatkan masyarakat dan media masa untuk memperluas penyebaran
informasi misalnya dengan membuat newsletter, press release ke media lokal, dan
sebagainya.

d. Adanya Dana untuk Melaksanakan Program Adiwiyata.

Tersedianya anggaran dana Program Adiwiyata dari pemerintah sangat diperlukan untuk
terlaksananya Program Adiwiyata ini, karena untuk menjalankan Program Adiwiyata
membutuhkan dana yang cukup besar. Dukungan atau suntikan dana dari pemerintah sangat
diperlukan untuk berjalannya Program Adiwiyata ini.

e. Partisipasi Masyarakat sekitar untuk Melaksanakan Program Adiwiyata.

Keikutsertaan masyarakat dalam melaksanakan Program Adiwiyata sangat diperlukan dalam


berjalannya Program Adiwiyata. Kegiatan seperti mendaur ulang, penghematan energi dan air
akan berhasil jika semua orang terlibat. Sehingga masyarakat sekitar sekolah secara tidak
langsung menggerakkan upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan
generasi sekarang dan yang akan datang.

4. MANFAAT
E. Keuntungan mengikuti Program Adiwiyata
1. Mendukung pencapaian standar kompetensi/ kompertensi dasar dan standar kompetensi lulusan (SKL)
pendidikan dasar dan menengah.
2. meningkatkan efesiensi penggunaan dana operasional sekolah melalui penghematan dan pengurangan
konsumsi dari berbagai sumber daya dan energi.
3. Menciptakan kebersamaan warga sekolah dan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan
kondusif.
4. Menjadi tempat pembelajaran tentang nilai‐nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
baik dan benar bagi warga sekolah dan masyarakat sekitar.
5. Meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meIalui kegiatan pengendalian
pencemaran, pengendalian kerusakan dan pelestarian fungsi lingkungan di sekolah.

Tujuan sekolah Adiwiyata secara umum bertujuan untuk mewujudkan masyarakat sekolah yang peduli
dan berbudaya lingkungan dengan:
1. Menciptakan kondisi yang lebih baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan
penyadaran warga sekolah (Guru, Murid, Orang Tua wali murid, dan warga masyarakat) dalam upaya
pelestarian lingkungan hidup.
2. Mendorong dan membantu sekolah agar dapat ikut melaksanakan upaya pemerintah dalam
melestarikan lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan demi
kepentingan generasi yang akan datang.
3. Warga sekolah turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan
pembangunan yang berkelanjutan.

Target sasaran Adiwiyata adalah lingkup pendidikan formal setingkat SD, SMP, SMA atau sederajad.
Sekolah menjadi target pelaksanaan karena sekolah turut andil dalam membentuk nilai-nilai kehidupan,
termasuk nilai-nilai untuk peduli & berbudaya lingkungan hidup. Sekolah-sekolah yang telah
melaksanakan program Adiwiyata berhak untuk mendapatkan penilaian dan selanjutnya diberikan
penghargaan yang diberikan secara berjenjang.

Manfaat Adiwiyata :
1. Merubah perilaku warga sekolah untuk melakukan budaya pelestarian lingkungan.
2. Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah.
3. Meningkatkan penghematan sumber dana melalui pengurangan sumber daya dan energi.
4. Meningkatkan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semua warga sekolah.
5. Menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah.
6. Dapat menghindari berbagai Resiko Dampak Lingkungan di wilayah sekolah.
7. Menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda tentang pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang baik, dan benar.

KEUNTUNGAN MENGIKUTI PROGRAM


ADIWIYATA
1. Meningkatkan efesiensi dalam
pelaksanaan kegiatan operasional
sekolah dan penggunaan berbagai
sumber daya.
2. Meningkatkan penghematan sumber
dana melalui pengurangan konsumsi
berbagai sumber daya energi.
3. Meningkatkan kondisi belajar mengajar
yang lebih nyaman dan kondusif bagi
semua warga sekolah.
4. Menciptakan kondisi kebersamaan bagi
semua warga sekolah.
5. Meningkatkan upaya menghindari
berbagai resiko dampak lingkungan
negatif dimasa yang akan datang.
6. Menjadi tempat pembelajaran bagi
generasi muda tentang nilai-nilai
pemeliharaan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik dan benar.
7. Mendapat Penghargaan Adiwiyata.
Program adiwiyata ini merupakan program yang sangat potensi menumbuhkan kesadaran mengenai
perlindungan lingkungan hidup.

Adiwiyata sangat memiliki dampak terhadap sekolah yang mendapatkan gelar adiwiyata tersebut,diantara
lain adalah ;

· Sekolah dapat Lebih berperan aktif dalam menciptakan kawasan yang peduli
dengan lingkungan

· Sekolah bisa menciptakan siswa - siswa yang sadar akan lingkungan

· Sekolah bisa berperan dalam semua kegiatan dalam rangka mengurangi global
warming

· Sekolah bisa menjadi sarana penyalur pendidikan lingkungan secara praktek


langsung

Bukan hanya Sekolah , siswa pun juga mendapatkan dampak yang positif karena program ini seperti :

· Siswa dapat membiasakan agar membuang sampah pada tempatnya

· Siswa dapat mengerti pentingnya memilah - milah sampah

· Siswa dapat mengerti bahwa barang bekas bukan hanya untuk dibuang tapi juga
dapat dimanfaat kan.

Adiwiyata memiliki manfaat terhadap sekolah yang mendapatkan gelar adiwiyata ,diantaranya adalah ;
Sekolah dapat Lebih berperan aktif dalam menciptakan kawasan yang peduli dengan lingkungan
Sekolah bisa menciptakan siswa – siswa yang sadar akan lingkungan
Sekolah bisa berperan dalam semua kegiatan dalam rangka mengurangi global warming
Sekolah bisa menjadi sarana penyalur pendidikan lingkungan secara praktek langsung

tidak hanya manfaat pada Sekolah , siswa juga mendapatkan banyak manfaat yang positif karena
program Sekolah Adiwiyata ini seperti:
1.Siswa dapat membiasakan agar membuang sampah pada tempatnya
2.Siswa dapat mengerti pentingnya memilah – milah sampah
3.Siswa dapat mengerti bahwa barang bekas bukan hanya untuk dibuang tapi juga dapat dimanfaat kan

Manfaat yang di peroleh sekolah yang memprogramkan Adiwiyata dinataranya ;


 Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah dan penggunaan
berbagai sumber daya
 Meningkatkan penghematan sumber daya dan energy. Meningkatkan kondisi belajar
mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semua warga
sekolah.
 Menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah
 Meningkatkan upaya menghindari berbagai resiko dampak lingkungan negatif dimasa yang akan
datang.
 Menjadi tepat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik dan benar.
 Mendapatkan program Adiwiyata dan dukungan banyak pihak karena prinsip yang terorganisir
 Membangun jaringan silaturrahmi antara satuan pendidikan dan masyarakat sekitar.

Anda mungkin juga menyukai